BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian fraud Menurut Black’s Law Dictionary dalam Zulkarnain (2013) mendefinisikan fraud (kecurangan) sebagai suatu istilah generik: “Embracing all multifarious means which human ingenuity can devise, and which are resorted to by one individual to get an advantage over another by false suggestions or suppression of truth, and includes all surprise, trick, cunning, or dissembling, and any unfair way by which another is cheated”. Menurut IIA (Institute of Internal Auditors) dalam Sulastri & Simanjuntak (2014) menjelaskan fraud dengan menyatakan bahwa: “Fraud encompasses an array of irregularities and illegal acts characterized by intentional deception. It can be perpetrated for the benefit of or to the detriment of the organization and by persons outside as well as inside organization”. Menurut Zimbelman, Albrecht, Albrecht & Albrecht (2014) fraud merupakan penipuan yang bersifat material, sesuatu yang tidak benar, yang dilakukan secara sengaja dan dipercaya serta ditindaklanjuti oleh korban sehingga pada akhirnya korban menanggung kerugian. Hall & Singleton (2009) mendefinisikan fraud sebagai kebohongan yang disengaja dan ketidakbenaran dalam melaporkan aktiva perusahaan atau manipulasi data keuangan bagi keuntungan pihak yang melakukan manipulasi tersebut.
8
9
Menurut Assosiation of Certified Fraud Examiners (ACFE) dalam Tuanakotta (2014) pengertian fraud melalui pendekatan occupational fraud merupakan aktivitas: 1. yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi, 2. melalaikan kewajiban pegawai terhadap organisasi, 3. dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan finansial bagi pegawai, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, dan 4. memanfaatkan biaya penggunaan aset, pendapatan, atau cadangan perusahaan. Berdasarkan pengertian di atas, dapat ditarik simpulan sederhana mengenai fraud yaitu merupakan suatu perbuatan yang disengaja dan melawan hukum. Fraud tersebut umumnya dilakukan oleh orang dalam maupun orang luar organisasi dan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok yang secara langsung merugikan pihak lain. 2.1.2. Teori fraud Teori tentang fraud yang digunakan sebagai landasan teori dalam penelitian ini adalah teori segitiga kecurangan (fraud triangle theory). Teori tersebut merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Cressey (1953) dalam Tuanakotta (2014). Berdasarkan teori tersebut, terdapat tiga faktor
yang
mempengaruhi terjadinya fraud yaitu tekanan (pressure), peluang (opportunity) dan rasionalisasi (rationalization) yang dapat digambarkan sebagai berikut.
10
Gambar 2.1 Fraud Triangle PRESSURE
OPPORTUNITY
RATIONALIZATION
Dalam penentuan variabel yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada proksi dari ketiga unsur fraud triangle, yaitu: 1. Tekanan (pressure) Tekanan merupakan motivasi seseorang yang melandasi untuk melakukan tindakan fraud. Motivasi tersebut dapat berasal dari pihak internal maupun pihak eksternal. Salah satu motivasi internal yang mempengaruhi fraud adalah keadilan kompensasi yang didapat setiap pegawai. Keadilan kompensasi dipilih peneliti sebagai proksi dari unsur tekanan (pressure) yang memotivasi seseorang untuk melakukan tindakan fraud di sektor pemerintah. Keadilan kompensasi dipilih peneliti sebagai variabel penelitian karena peneliti merasa tertarik untuk menguji
11
pengaruh keadilan dalam pemberian tunjangan kinerja dan gaji yang telah diterima selama ini terhadap fraud yang terjadi di kantor Perwakilan BPKP Provinsi Bali 2. Peluang (opportunity) Peluang merupakan kondisi yang memungkinkan terjadinya fraud. Kondisi tersebut dapat terjadi karena adanya sistem pengendalian internal yang lemah atau kurangnya proses kontrol (pengawasan). Sistem pengendalian internal dipilih peneliti sebagai proksi dari unsur peluang (opportunity) yang memungkinkan terjadinya fraud di sektor pemerintah. Pemilihan sistem pengendalian internal sebagai variabel penelitian karena di kantor Perwakilan BPKP Provinsi Bali telah mengimplementasikan sistem pengendalian internal. Selain itu, kegiatan sosialisasi tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) bagi seluruh pegawai telah dilakukan di kantor Perwakilan BPKP Provinsi Bali. Atas dasar hal tersebut, penulis ingin menguji pengaruh sistem pengendaian internal terhadap fraud yang terjadi di kantor Perwakilan BPKP Provinsi Bali 3. Rasionalisasi (Rationalization) Rasionalisasi merupakan upaya pembenaran atas tindakan fraud sebelum tindakan fraud tersebut dilakukan. Dasar pembenaran yang dijadikan alasan sebelum melakukan tindakan fraud dapat berupa nilai etika organisasi maupun komitmen organisasi. Etika dan komitmen organisasi dipilih peneliti sebagai proksi unsur rasionalisasi atas tindakan fraud di sektor pemerintah. Pemilihan etika organisasi sebagai variabel penelitian karena nilai etika organisasi di kantor Perwakilan BPKP Provinsi Bali sangat dipengaruhi oleh nilai kearifan lokal
12
masyarakat Bali. Pemilihan komitmen organisasi sebagai variabel penelitian karena setiap tahun di kantor Perwakilan BPKP Provinsi Bali dilakukan penandatangan pakta integritas yang merupakan wujud loyalitas karyawan terhadap kantor. Hal tersebut yang mendasari penulis untuk menguji pengaruh komitmen dan etika organisasi terhadap fraud yang terjadi di kantor Perwakilan BPKP Provinsi Bali 2.1.3. Teori kompensasi Menurut Dessler (2005) dalam Sulastri & Simanjuntak (2014), kompensasi merupakan semua bentuk pembayaran atau hadiah yang diberikan kepada karyawan atas pekerjaan yang telah dilakukan yang terdiri dari dua komponen pembayaran, yaitu: pembayaran langsung (dalam bentuk upah, gaji, insentif, komisi dan bonus) dan pembayaran tidak langsung dalam bentuk tunjangan keuangan seperti asuransi dan uang liburan). Menurut Handoko (1993 ) dalam Zulkarnain (2013), kompensasi merupakan pembayaran financial yang dilakukan oleh perusahaan kepada karyawan sebagai balas jasa atas pekerjaan yang telah dilaksanakan. Salah satu teori yang dapat menjelaskan tentang kompensasi adalah Teori Kesetaraan (Equity Theory) yang dikembangkan oleh Stacey Adam pada tahun 1963 (Sulastri & Simanjuntak, 2014). Teori tersebut menjelaskan bahwa karyawan akan berusaha untuk menyeimbangkan antara input yang mereka bawa dalam pekerjaan dengan outcome yang mereka peroleh dari pekerjaan tersebut. Input dalam pekerjaan dapat berupa waktu, loyalitas, kerja keras, komitmen dan
13
ketekunan. Outcome yang diterima dapat berupa upah, penghargaan, reputasi, pengakuan dan keamanan kerja. Berdasarkan Equity Teori, dalam pemberian kompensasi harus didasarkan pada prestasi yang telah dicapai dan diterima organisasi. Pemberian kompensasi harus mempertimbangkan kinerja pegawai, ketrampilan pegawai dan prestasi pegawai. Apabila besaran kompensasi yang diterima pegawai telah sesuai dengan keadilan dan harapan pegawai maka akan memotivasi pegawai untuk berkinerja lebih baik lagi. Dengan adanya kepuasan kerja maka akan dapat menurunkan tingkat terjadinya fraud. Menurut Mangkunegara (2001) dalam Zulkarnain (2013), terdapat enam faktor yang mempengaruhi kompensasi, yaitu: 1. Faktor Pemerintah (Government Factor) Peraturan pemerintah yang telah dibuat dijadikan dasar dalam pemberian dan besaran jumlah kompensasi yang diberikan. 2. Penawaran Bersama Perusahaan (Collective Bargaining) Kompensasi yang diberikat didasarkan pada tawar menawar antara perusahaan dan karyawan. 3. Standar Biaya Hidup (Standart and Cost In Living) Penentuan besaran kompensasi ditentukan atas dasar standar biaya hidup minimum karyawan di suatu daerah dan pertimbangan lain seperti ukuran perusahaan, tingkat pendidikan karyawan dan masa kerja karyawan.
14
4. Permintaan dan Persediaan (Supply and Demand) Besaran kompensasi yang diterima pegawai didasarkan pada tingkat persediaan dan permintaan pasar. 5. Kemampuan Membayar (Ability To Pay) Kompensasi
yang diperoleh
pegawai dipengaruhi oleh
kemampuan
perusahaan dalam membayar karyawan. 2.2. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang fraud telah banyak dilakukan. Salah satu penelitian tentang fraud adalah penelitian oleh Rae dan Subramaniam (2008) yang melakukan pengujian atas pengaruh sistem pengendali internal terhadap keadilan organisasi dan fraud. Penelitian tersebut dilakukan atas 64 sampel perusahaan di Australia. Penelitian ini menghasilkan simpulan bahwa sistem pengendalian internal memiliki efek moderasi atas faktor keadilan organisasi terhadap fraud karyawan. Penelitian ini juga menghasilkan simpulan bahwa faktor lingkungan etika perusahaan, pelatihan manajemen resiko dan aktivitas audit internal berpengaruh positif dan signifikan terhadap sistem pengendalian internal perusahaan. Penelitian Faisal (2013) melakukan analisis fraud di sektor Pemerintahan Kabupaten Kudus. Dengan berdasarkan persepsi pegawai Dinas Kabupaten Kudus, hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pengendalian internal, gaya kepemimpinan, komitmen organisasi, dan penegakan hukum berpengaruh negatif terhadap fraud di sektor pemerintahan. Sedangkan perilaku tidak etis mempunyai pengaruh positif terhadap fraud di sektor pemerintahan. Hasil lain penelitian
15
menjelaskan bahwa kepuasan akan gaji dan kultur organisasi tidak mempunyai pengaruh terhadap fraud di sektor pemerintahan. Najahningrum (2013) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi fraud. Berdasarkan persepsi pegawai Dinas Provinsi DIY, hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penegakan peraturan, keefektifan pengendalian internal, keadilan distributif, keadilan prosedural, dan komitmen organisasi berpengaruh negatif terhadap fraud di sektor pemerintahan. Hasil lainnya menyebutkan bahwa faktor asimetri informasi berpengaruh positif terhadap fraud di sektor pemerintahan dan faktor budaya etis organisasi tidak berpengaruh terhadap fraud di sektor pemerintahan. Zulkarnain (2013) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fraud di sektor pemerintahan. Objek penelitian tersebut dilakukan terhadap pegawai dinas se-kota Surakarta. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor keefektifan sistem pengendalian internal, kesesuaian kompensasi, perilaku tidak etis, gaya kepemimpinan dan sistem pengendalian internal mempunyai pengaruh negatif terhadap fraud di sektor Pemerintah Kota Surakarta. Faktor kultur organisasi dan fakor penegakan hukum tidak berpengaruh terhadap fraud di sektor Pemerintah Kota Surakarta. Penelitian oleh Pramudita (2013) dilakukan dengan menganalisis fraud di sektor Pemerintah Kota Salatiga. Penelitian tersebut menghasilkan simpulan bahwa faktor keefektifan sistem pengendalian internal, kesesuaian kompensasi, budaya etis organisasi, dan gaya kepemimpinan berpengaruh negatif terhadap
16
fraud di sektor pemerintahan. Faktor komitmen organisasi dan faktor penegakan hukum tidak berpengaruh terhadap fraud di sektor pemerintahan Sulastri & Simanjuntak (2014) melakukan penelitian fraud pada sektor pemerintahan berdasarkan faktor keadilan kompensasi, sistem pengendalian internal dan etika organisasi pemerintah. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan studi kasus pada Dinas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor keadilan kompensasi dan sistem pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap fraud yang terjadi di sektor pemerintah. Faktor etika organisasi pemerintah tidak berpengaruh terhadap fraud yang terjadi di sektor pemerintah. Surjandari & Martaningtyas (2015) melakukan pengujian faktor insentif kinerja, sistem pengendalian internal dan budaya organisasi terhadap fraud di pemerintahan. Berdasarkan sampel di Direktorat X1 di salah satu Kementerian X diperoleh simpulan bahwa faktor insentif kinerja dan sistem pengendalian internal tidak mempunyai pengaruh terhadap fraud. Faktor budaya organisasi mempunyai pengaruh negatif terhadap fraud. Meulila (2016) melakukan penelitian tentang pengaruh pengendalian internal dan komitmen organisasi terhadap pencegahan fraud dalam pengadaan barang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengendalian internal dan komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap pencegahan fraud dalam pengadaan barang.
17
2.3. Kerangka Pemikiran Kerangka penelitian ini dibuat untuk mempermudah dalam pencapaian tujuan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh keadilan kompensasi, sistem pengendalian internal, komitmen organisasi dan etika organisasi terhadap terjadinya fraud di sektor pemerintahan. Kerangka penelitian tersebut dapat digambarkan dengan skema berikut: Gambar 2.2 Skema Konseptual Penelitian
Keadilan Kompensasi (X1)
Sistem Pengendalian Intern (X2)
H1-
H2-
H3-
Fraud di Pemerintahan (Y)
Komitmen Organisasi (X3)
H 4Etika Organisasi (X4)
2.4. Pengembangan Hipotesis 2.4.1. Pengaruh keadilan kompensasi terhadap fraud di sektor pemerintah Kompensasi merupakan imbalan yang didapat pegawai, berupa uang atau barang, atas pekerjaan atau jasa yang telah dilaksanakan. Menurut Luthans (1998)
18
dalam Sulastri & Simanjuntak (2014) menjelaskan bahwa kompensasi yang sesuai menjadi bagian yang sangat penting bagi kinerja karyawan serta keberhasilan organisasi. Adanya kompensasi yang sesuai diharapkan perilaku tidak etis dan kecenderungan perilaku fraud dapat berkurang. Dalam penelitian ini, keadilan kompensasi diproksikan dalam unsur tekanan (pressure). Keadilan kompensasi merupakan kompensasi yang didapat setiap pegawai sesuai dengan prestasi kerja yang telah capai. Terwujudnya keadilan kompensasi yang diterima pegawai akan berdampak pada meningkatnya kepuasan kerja pegawai. Adanya kepuasan kerja maka akan memperkecil tekanan dalam melakukan tindakan fraud. Oleh karenanya dapat dihipotesiskan semakin tinggi keadilan kompensasi maka akan semakin rendah kemungkinan terjadinya fraud disektor pemerintah. H1 = Keadilan kompensasi berpengaruh negatif terhadap fraud di sektor pemerintah. 2.4.2. Pengaruh sistem pengendalian internal terhadap fraud di sektor pemerintah Sistem pengendalian internal merupakan seperangkat aturan atau kebijakan yang dibuat manajemen untuk mengatur secara integral atas seluruh unit organisasi untuk mewujudkan tujuan organisasi. Pada hakekatnya, sistem pengendalian internal dibuat untuk mengamankan aset dan memperkecil peluang terjadinya fraud. Arens, Elder, & Beaslay (2008) menyatakan sistem pengendalian internal merupakan sistem pengendalian yang dirancang untuk memberikan
19
jaminan bagi manajemen dalam mencapai tujuan dan sasaran perusahaan dan mencegah fraud. Dalam penelitian ini sistem pengendalian internal akan diproksikan dalam unsur peluang (opportunity). Sistem pengendalian internal dibuat untuk memperkecil dan menutup celah penyimpangan dalam pencapaian tujuan organisasi. Semakin baik sistem pengendalian internal maka akan dapat menutup peluang terjadinya fraud. Oleh karenanya dapat dihipotesiskan semakin baik sistem pengendalian internal maka akan semakin rendah kemungkinan terjadinya fraud disektor pemerintah. H2 = Sistem pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap fraud di sektor pemerintah 2.4.3 Pengaruh komitmen organisasi terhadap fraud di sektor pemerintah Komitmen organisasi merupakan wujud sumpah setia atau loyalitas pegawai terhadap organisasi secara sukarela. Loyalitas tersebut dapat diwujudkan melalui mengutamakan kepentingan organisasi diatas kepentingan pribadi dengan didasarkan pada nilai-nilai yang ada di organisasi. Menurut Rae & Subramaniam (2008) menjelaskan bahwa komitmen organisasi secara umum mengacu kepada sikap dan perasaan karyawan dihubungkan dengan nilai-nilai dan cara perusahaan itu untuk melakukan berbagai hal. Dalam penelitian ini komitmen organisasi akan diproksikan dalam unsur rasionalisasi. Adanya komitmen organisasi maka pegawai akan bekerja dengan sebaik mungkin yang akan membawa dampak positif terhadap organisasi. Dampak positif tersebut akan menurunkan tindakan yang mengarah terjadinya
20
fraud. Oleh karenanya dapat dihipotesiskan semakin tinggi komitmen organisasi maka akan semakin rendah kemungkinan terjadinya fraud di sektor pemerintah. H3 = Komitmen organisasi berpengaruh negatif terhadap fraud di sektor pemerintah 2.4.4 Pengaruh etika organisasi terhadap fraud di sektor pemerintah Etika organisasi merupakan nilai moral yang mengatur hubungan antar individu dari setiap elemen dalam organisasi. Dalam pemerintahan, etika organisasi sering dikaitkan dengan nilai moral dan nilai mentalitas pegawai aparatur negara dalam menjalankan tugas pokok pemerintahan. Menurut Sulastri & Simanjuntak (2014) etika organisasi pemerintah sangat terkait dengan perilaku (kode etik) dan tindakan oleh aparatur pemerintah dalam melaksanakan fungsi dan kerjanya, apakah ia menyimpang dari aturan dan ketentuan atau tidak. Dalam penelitian ini etika organisasi akan diproksikan dalam unsur rasionalisasi. Dengan adanya etika organisasi yang dibuat maka akan ada penetapan batas-batas antara perilaku yang etis dan tidak etis dalam lingkungan organisasi yang salah satunya mengatur tentang tindakan fraud. Untuk pegawai yang melakukan perilaku tidak etis maka akan dikenakan sanksi sendiri oleh organisasi. Adanya sanksi tersebut diharapkan dapat menekan terjadinya perilaku tidak etis yang mengarah terjadinya tindakan fraud. Oleh karenanya dapat dihipotesiskan semakin baik etika organisasi maka akan semakin rendah kemungkinan terjadinya fraud di sektor pemerintah. H4 = Etika organisasi berpengaruh negatif terhadap fraud di sektor pemerintah