BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Syaodih (2005) menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Lantas, apa sesungguhnya belajar itu? Menurut
Surya
(1997)
dalam
Maruli
(2008):
http://cafestudi061.wordpress.com/2008/09/11/ pengertian-belajar-dan-perubahan -perilaku-dalam-belajar/: ‘Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.’ Menurut Munir (2008): “Belajar merupakan sesuatu kekuatan atau sumber daya yang tumbuh dari dalam diri seseorang (individu). Belajar adalah proses perubahan tingkah laku, akibat interaksi individu dengan lingkungannya.” Dari dua pengertian belajar di atas, kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Dalam hal ini, Surya (1997) dalam Maruli (2008): http://cafestudi061.wordpress.com/2008/09/11/ pengertian-belajar-dan-perubahan -perilaku-dalam-belajar/, mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu:
12
13
1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional). Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. 2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu). Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. 3. Perubahan yang fungsional. Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang. 4. Perubahan yang bersifat positif. Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. 5. Perubahan yang bersifat aktif. Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan.
14
6. Perubahan yang bersifat pemanen. Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, siswa belajar mengoperasikan komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri peserta didik tersebut. 7. Perubahan yang bertujuan dan terarah. Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. 8. Perubahan perilaku secara keseluruhan. Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapat diartikan bahwa belajar adalah perubahan serta peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang di berbagai bidang yang terjadi akibat melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungannya. Jika di dalam proses belajar tidak mendapatkan peningkatan kualitas dan kuantitas kemampuan, dapat dikatakan bahwa orang tersebut mengalami kegagalan di dalam proses belajar. 2.2 Quantum Learning Menurut DePorter dan Hernacki (2009: 15) Quantum Learning adalah seperangkat metode dan falsafah belajar yang terbukti efektif di sekolah dan
15
bisnis untuk semua tipe orang dan segala usia. Quantum Learning pertama kali digunakan di Supercamp. Di Supercamp ini menggabungkan rasa percaya diri, keterampilan belajar, dan keterampilan berkomunikasi dalam lingkungan yang menyenangkan. Menurut DePorter dan Hernacki (2009: 14): Kata Quantum sendiri berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Quantum Learning berakar dari upaya Lozanov, seorang pendidik yang berkebangsaan Bulgaria yang bereksperimen dengan apa yang disebut sebagai “Suggestology” atau “Suggestopedia”. Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detail apa pun memberikan sugesti positif atau pun negatif, ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk memberikan sugesti positif yaitu mendudukkan murid secara nyaman, memasang musik latar di dalam kelas, meningkatkan partisipasi individu, menggunakan media pembelajaran untuk memberikan kesan besar sambil menonjolkan informasi, dan menyediakan guru-guru yang terlatih. “Relaksasi yang diiringi dengan musik membuat pikiran selalu siap dan mampu berkonsentrasi”. DePorter dan Hernacki (2009: 72). Suatu proses pembelajaran akan menjadi efektif dan bermakna apabila ada interaksi antara siswa dan sumber belajar dengan materi, kondisi ruangan, fasilitas, penciptaan suasana dan kegiatan belajar yang tidak monoton. Interaksi ini berupa keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar. Menurut DePorter dan Hernacki (2009: 12) dengan belajar menggunakan Quantum Learning akan didapatkan berbagai manfaat yaitu: 1) Bersikap positif. 2) Meningkatkan motivasi. 3) Keterampilan belajar seumur hidup. 4) Kepercayaan diri.
16
5) Sukses atau hasil belajar yang meningkat. Adapun langkah-langkah yang dapat diterapkan dalam pembelajaran melalui konsep Quantum Learning yakni dengan cara: 1) Kekuatan “Ambak” Ambak (Apa Manfaatnya Bagiku?) adalah motivasi yang didapat dari pemilihan secara mental antara manfaat dan akibat-akibat suatu keputusan (DePotter dan Hernacki 2009: 49). Motivasi sangat diperlukan dalam belajar karena dengan adanya motivasi maka keinginan untuk belajar akan selalu ada. Pada langkah ini siswa akan diberi motivasi oleh guru dengan memberi penjelasan tentang manfaat apa saja setelah mempelajari suatu materi. 2) Penataan lingkungan belajar Dalam proses belajar dan mengajar diperlukan penataan lingkungan yang dapat membuat siswa merasa betah dalam belajarnya, dengan penataan lingkungan belajar yang tepat juga dapat mencegah kebosanan dalam diri siswa. 3) Memupuk sikap juara Memupuk sikap juara perlu dilakukan untuk lebih memacu dalam belajar siswa, seorang guru hendaknya sesering mungkin memberikan pujian pada siswa yang telah berhasil dalam belajarnya, tetapi jangan pula mencemooh siswa yang belum mampu menguasai materi, sebaiknya guru memberikan dorongan semangat kepada siswa yang belum mampu menguasai materi agar lebih giat belajar dan terus mencoba agar tidak mudah menyerah. Dengan memupuk sikap juara ini siswa akan lebih dihargai.
17
4) Bebaskan gaya belajarnya Ada berbagai macam gaya belajar yang dipunyai oleh siswa, gaya belajar tersebut yaitu: visual, auditorial dan kinestetik. Dalam Quantum Learning guru hendaknya memberikan kebebasan dalam belajar pada siswanya dan janganlah terpaku pada satu gaya belajar saja. Dalam penelitian ini lebih menitikberatkan pada gaya belajar kinestetik, siswa diberi kebebasan seluas-luasnya untuk mengeksplorasi kemampuan kinestetiknya. 5) Jadikan anak lebih kreatif Siswa yang kreatif adalah siswa yang ingin tahu, suka mencoba dan senang bermain. Dengan adanya sikap kreatif yang baik siswa akan mampu menghasilkan ide-ide yang segar dalam belajarnya. 6) Melatih kekuatan memori anak Kekuatan memori sangat diperlukan dalam belajar anak, sehingga anak perlu dilatih untuk mendapatkan kekuatan memori yang baik. 7) Rayakan Setelah selesai, maka siswa merayakannya. Guru memberikan selamat kepada siswa dan setiap siswa memberikan selamat kepada siswa yang lain. Perayaan pada setiap selesainya tugas akan memberikan perasaan: keberhasilan, kesempurnaan, percaya diri, dan motivasi untuk pekerjaan berikutnya. Kualitas pembelajaran adalah kualitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan dan ini menyangkut model pembelajaran yang digunakan.
18
2.3 Model Pembelajaran Quantum Learning Tipe Kinesthetic Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas. Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian kompetensi siswa dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. “Gaya belajar adalah kunci untuk mengembangkan kinerja seseorang. Cara gaya belajar seseorang adalah kombinasi dari bagaimana individu tersebut menyerap, lalu mengatur, dan mengolah informasi. Secara umum ada dua kategori tentang bagaimana individu belajar. Pertama yaitu modalitas belajar adalah cara termudah individu untuk menyerap informasi. Sedangkan yang kedua dominasi otak adalah cara individu mengatur dan mengolah informasi”. (DePorter dan Hernacki, 2009: 110). Modalitas kinestetik adalah metode dan media untuk menciptakan keberhasilan pengajaran siswa yang sering bergerak. Pada siswa model kinestetik, kecenderungan untuk tenang sangat sedikit sekali dan mereka lebih antusias beraktifitas dan eksplorasi. Modalitas gaya ini yakni tidak memaksa siswa untuk belajar berjam-jam, menggunakan objek sesungguhnya. Tentunya modalitas kinestetik sangat cocok untuk digunakan dalam Mata Diklat Algoritma dan Pemrograman karena dalam Mata Diklat Algoritma dan Pemrograman lebih ditekankan pada keterampilan, gerak motorik siswa. Kinerja motorik siswa dapat ditingkatkan dengan berbagai tes dan pelatihan-pelatihan (praktikum). Kecerdasan ini memungkinkan kita manusia membangun hubungan yang penting
antara
pikiran
dengan
tubuh.
Pertumbuhan
akan
menentukan
pembentukan perkembangan fisik sekaligus psikis. Secara teori tidak ada hubungan segnifikan antara bentuk fisik dengan kecerdasan kinestetiknya.
19
Kondisi ideal terjadi bila seseorang mempunyai bakat kinestetik didukung oleh postur tubuh yang mendukung. Praktek aplikasi sangat penting bagi pembelajaran kinestetik. Peserta didik kinestetik perlu untuk terlibat dalam lingkungan praktek langsung penting untuk mendapatkan
keseimbangan
teori
untuk
berlatih.
Pendidik
harus
mempertimbangkan materi pelajaran teoritis ke dalam potongan-potongan latihan praktis yang diselingi dengan model teori yang diterapkan pada situasi dunia nyata sedapat mungkin.
Psikomotor berhubungan dengan kata ”motor, sensorymotor/perceptualmotor”. Jadi, ranah psikomotor berhubungan erat dengan kerja otot sehingga menyebabkan geraknya tubuh atau bagian-bagiannya. Arikunto (2003: 24).
Keselamatan kerja dalam proses belajar mengajar keterampilan tidak boleh dikesampingkan, baik bagi siswa, bahan, maupun alat. Leighbody (1968) dalam
Depdiknas
(2003:
4):
akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2008/08/
penilaian-psikomotor.pdf, menjelaskan bahwa keselamatan kerja itu tidak dapat dipisahkan dari proses belajar mengajar keterampilan. Oleh karena itu, guru harus menjelaskan keselamatan kerja ini pada siswa dengan sejelas-jelasnya. Oleh karena kompetensi kunci dan keselamatan kerja merupakan dua hal penting dalam pembelajaran keterampilan, maka dalam penilaian kedua hal itu harus mendapat porsi yang tinggi.
20
Kemampuan keterampilan atau psikomotor akan efektif bila dilakukan dengan menggunakan prinsip learning by doing. Kemampuan psikomotor jika dilakukan secara berulang-ulang melalui praktikum maka akan menjadi kebiasaan yang otomatis dilakukan. Latihan psikomotor yang dilakukan secara berulangulang maka akan mempengaruhi tingkat kemahiran psikomotor seseorang. Namun pengulangan saja tidak cukup menghasilkan hasil belajar yang tinggi namun diperlukan umpan balik yang relevan yang berfungsi untuk memantapkan kebiasaan. Sekali berkembang maka kebiasaan itu tidak pernah mati atau hilang. Dalam melatihkan kemampuan psikomotor atau keterampilan gerak ada beberapa langkah yang harus dilakukan agar pembelajaran mampu membuahkan hasil
yang
optimal.
Dave
(1967)
dalam
Depdiknas
(2003:
akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2008/08/penilaian-psikomotor.pdf,
3): dalam
penjelasannya mengatakan bahwa hasil belajar psikomotor dapat dibedakan menjadi lima tahap, yaitu: imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi. Berikut ini adalah penjelasan beserta contohnya: 1) Imitasi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan sederhana dan sama persis dengan yang dilihat atau diperhatikan sebelumnya. Contohnya, seorang peserta didik mampu mempraktekkan program sederhana dalam bahasa C++ setelah melihat contoh dari gurunya. 2) Manipulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihat tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja. Sebagai contoh, peserta didik mampu mempraktekkan mempraktekkan program
21
sederhana dalam bahasa C++ dengan benar hanya berdasarkan pada petunjuk guru atau teori yang dibacanya. 3) Presisi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan yang akurat sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang tepat. Contoh, peserta didik mampu melakukan pendeklarasian tipe data terstruktur pada suatu kasus dengan banyak tipe data yang dipraktekkan langsung dalam bahasa C++. 4) Artikulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan yang kompleks dan tepat sehingga hasil kerjanya merupakan sesuatu yang utuh. Sebagai contoh, peserta didik mampu mempraktekkan algoritma menentukan suhu zat menggunakan bahasa C++. 5) Naturalisasi adalah kemampuan melakukan kegiatan secara refleks, yakni kegiatan yang melibatkan fisik saja sehingga efektivitas kerja tinggi. Sebagai contoh tanpa berpikir panjang peserta didik mampu mengkonversikan suatu kasus algoritma ke dalam bahasa C++. Oleh karena itu model pembelajaran harus disesuaikan dengan mata pelajaran yang diajarkan. Contohnya Mata Diklat Algoritma dan Pemrograman tidak cukup relevan hanya dengan metode ceramah dan penyajian materi, tetapi juga mengharuskan kegiatan praktikum agar siswa lebih memahami dan mengerti tentang materi yang diajarkan, selain itu siswa juga dapat belajar sambil bermain dan menemukan hal-hal baru dengan mengeksplorasi kemampuannya. Apalagi dalam Mata Diklat Algoritma dan Pemrograman siswa amat sangat dituntut untuk mengasah kemampuan motoriknya. Skill merupakan modal yang penting bagi siswa SMK.
22
2.4 Hasil Belajar Suryabrata
(2000:
19)
dalam
Farid
(2008):
http://faridsasak-
created.blogspot.com/2008/05/metode-mengajar.html. ‘Hasil adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha. Bila dikaitkan dengan belajar berarti hasil menunjuk sesuatu yang dicapai oleh seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu. Hasil belajar termasuk dalam kelompok atribut kognitif yang “respons” hasil pengukurannya tergolong pendapat (judgement), yaitu respon yang dapat dinyatakan benar atau salah’. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri dari enam aspek, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan dan ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Sementara
itu,
Surya
(1997)
dalam
Maruli
(2008):
http://cafestudi061.wordpress.com/2008/09/11/pengertian-belajar-dan-perubahanperilaku-dalam-belajar/, mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam:
23
1. Kebiasaan; seperti: peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar. 2. Keterampilan; seperti: menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi. 3. Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar. 4. Berfikir asosiatif; yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya dengan menggunakan daya ingat. 5. Berfikir rasional dan kritis; yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasardasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why). 6. Sikap; yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan. 7. Inhibisi (menghindari hal yang mubazir). 8. Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu). 9. Perilaku afektif yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya. Dalam penelitian ini, hasil belajar diartikan sebagai hasil tes prestasi pada ranah kognitif dan psikomotor.
24
2.4.1
Hasil Belajar Ranah Kognitif Kemampuan kognitif adalah meningkatkan kemampuan berpikir siswa yang
lebih diarahkan pada pencapaian kemampuan bahasa dan kemampuan logika. Sudjana (2008: 23). Menurut Bloom (Sudjana, 2004: 22), ranah kognitif terdiri dari: pengetahuan, keterampilan, dan sikap, serta nilai-nilai dapat diukur tinggi rendahnya dengan jalan memberi tugas-tugas kepada siswa yang relevan dengan sasaran yang diinginkan. Hasil belajar yang diperoleh siswa dalam suatu mata pelajaran dinyatakan dalam bentuk nilai yang disebut hasil belajar. Berikut ini adalah tahapan kemampuan kognitif hasil belajar siswa peserta didik: 1. Tipe Hasil Belajar: Pengetahuan Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan
dari kata knowledge
dalam taksonomi Bloom. Sekalipun demikian, maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan faktual disamping pengetahuan hafalan atau untuk diingat seperti rumus, definisi, istilah, dan lain sebagainya. Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah yang paling rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat bagi tipe hasil belajar berikutnya. 2. Tipe hasil Belajar: Pemahaman Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi daripada pengetahuan. Namun, tidaklah berarti pengetahuan tidak perlu
25
ditanyakan sebab, untuk dapat memahami, perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal. Pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga kategori. Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran. Pemahaman tingkat tetinggi adalah pemahaman ekstrapolasi. 3. Tipe Hasil Belajar: Aplikasi Aplikasi adalah penggunaan absraksi pada situasi kongkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi
ke dalam
situasi
baru
disebut apllikasi.
Mengulang-ulang
menerapkannya pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan. Suatu situasi akan tetap terlihat sebagai situasi baru bila tetap terjadi proses pemecahan masalah. Kecuali itu, ada satu unsur lagi yang perlu yang masuk, yaitu abstraksi tersebut perlu berupa prinsip atau generalisasi, yakni sesuatu yang umum sifatnya untuk diterapkan pada situasi khusus. 4. Tipe Hasil belajar: Analisis Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan atau susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang kompleks yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe sebelumnya. Dengan analisis seseorang diharapkan mempunyai pemahaman yang komprehensif dan dapat memilahkan integritas menjadi menjadi bagian-bagian yang terpadu, untuk beberapa hal memahami prosesnya,
26
untuk hal lain memahami cara bekerjanya, untuk hal lain lagi memahami sistematikanya. 5. Tipe Hasil Belajar: Sintesis Penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh disebut
sintesis.
Berpikir
berdasarkan
pengetahuan
hafalan,
berpikir
pemahaman, berpikir aplikasi, dan berpikir analisis dapat dipandang sebagai berpikir konvergen yang satu tingkat lebih rendah daripada berpikir divergen. Dalam berpikir konvergen, pemecahan atau jawabannya akan sudah diketahui berdasarkan yang sudah dikenal. Berpikir sintesis adalah berpikir divergen. Dalam berpikir divergen pemecahan atau jawabannya belum dapat dipastikan, perlu dilakukan secara hati-hati dan penuh telaah. Berpikir sistesis merupakan salah satu terminal untuk berpikir kreatif. Berpikir kreatif merupakan salah satu yang hendak dicapai dalam pendidikan. 6. Tipe Hasil Belajar: Evaluasi Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, materil, dan lain-lain. Dilihat dari segi tersebut maka dalam evaluasi perlu adanya suatu kriteria atau standar tertentu. Mengembangkan kemampuan evaluasi penting bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Mengembangkan kemampuan evaluasi yang dilandasi pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis akan mempertinggi mutu evaluasinya.
27
2.4.2 Hasil Belajar Ranah Psikomotor Berkaitan dengan psikomotor, Bloom (1979) dalam Depdiknas (2003: 2): akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2008/08/penilaian-psikomotor.pdf, berpendapat bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan
fisik.
Singer
(1972)
dalam
Depdiknas
(2003:
2):
akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2008/08/penilaian-psikomotor.pdf, menambahkan bahwa mata pelajaran yang berkaitan dengan psikomotor adalah mata pelajaran yang lebih beorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksireaksi fisik dan keterampilan tangan. Keterampilan itu sendiri menunjukkan tingkat keahlian seseorang dalam suatu tugas atau sekumpulan tugas tertentu. Menurut Sudjana (2008: 30), hasil belajar psikomotoris akan tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Pengukuran ranah psikomotorik dilakukan terhadap hasil-hasil belajar yang berupa penampilan. Kegiatan belajar keterampilan berfokus pada pengalaman belajar didalam dan melalui gerak yang dilakukan peserta didik.
Gagne (1977) dalam Depdiknas (2003: 4): akhmadsudrajat.files. wordpress.com/2008/08/penilaian-psikomotor.pdf, berpendapat bahwa kondisi yang dapat mengoptimalkan hasil belajar keterampilan ada dua macam, yaitu kondisi internal dan eksternal. Untuk kondisi internal dapat dilakukan dengan cara (a) mengingatkan kembali bagian dari keterampilan yang sudah dipelajari, dan (b) mengingatkan prosedur atau langkah-langkah gerakan yang telah dikuasai.
28
Sementara itu untuk kondisi eksternal dapat dilakukan dengan
(a) instruksi
verbal, (b) gambar, (c) demonstrasi, (d) praktek, dan (e) umpan balik.
Leighbody (1968) dalam Depdiknas (2003: 4): akhmadsudrajat.files. wordpress.com/2008/08/penilaian-psikomotor.pdf, berpendapat bahwa dalam melakukan penilaian hasil belajar keterampilan sebaiknya penilaian itu mencakup (1) kemampuan siswa menggunakan alat dan sikap kerja, (2) kemampuan siswa menganalisis suatu pekerjaan, menyusun urut-urutan pengerjaan, (3) kecepatan siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya, (4) kemampuan siswa dalam membaca gambar dan atau simbol, dan (5) keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan.
Guru yang melakukan pengukuran karakteristik psikomotor siswa dengan menggunakan tes tindakan perlu memahami 4 hal: kecepatan, kecermatan, gerak dan waktu, serta ketahanan dan kemampuan fisik. Keempat hal ini masing-masing dapat dijabarkan ke dalam 4 jenis tes yaitu: tes kecepatan, tes kecermatan, tes gerak dan waktu, serta tes ketahanan dan kemampuan fisik.
Pengukuran karakteristik psikomotor dengan menggunakan tes tindakan perlu ditempuh dengan serangkaian langkah sebagai berikut: (1) identifikasi gerak motorik yang dikehendaki berdasarkan kompetensi dasar yang relevan, untuk hal ini perlu dibuat kisi-kisi; (2) tentukan apakah proses atau hasil yang hendak diukur; (3) membuat butir-butir tes beserta kunci jawaban (poin-poin atau ramburambu jawaban); (4) tentukan skala pengukurannya, cara penskorannya; (5) lakukan validasi isi tes; (6) revisi berdasarkan hasil validasi; (7) sebelum
29
digunakan, sebaiknya diujicoba kemudian dianalisis; (8) revisi berdasar hasil ujicoba dan analisis; (9) hasil tes siap digunakan.
Penilaian Berbasis Kelas (PBK) dalam Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mengisyaratkan bahwa untuk menilai ranah psikomotor digunakan penilaian unjuk kerja/kinerja (performance), atau jenis lain yaitu penilaian proyek, portofolio, dan penilaian produk. Penilaian unjuk kerja dapat dilakukan dengan pengamatan. Untuk ini guru perlu menyiapkan lembar pengamatan secara baik. Lembar pengamatan yang baik setidaknya mencakup: (1) kemampuan atau karakteristik psikomotor apa yang dinilai; (2) indikator-indikator pada setiap aspek kemampuannya jelas; (3) masing-masing indikator memiliki deskriptor (dengan menggunakan skala bertingkat) yang jelas; (4) serta penilaian atau penskoran akhir harus jelas pula. Lembar pengamatan yang baik perlu dilakukan validasi isi, ujicoba dan analisis.
Pemilihan dan penggunaan jenis-jenis penilaian psikomotor tergantung pada kebutuhan, yang terpenting apapun jenis penilaian (pengukuran) yang digunakan, dalam perspektif PBK, dan proses penilaian perlu mendasarkan pemahaman pada tata urut rumusan yang telah digariskan dalam pengembangan silabus dan sistem penilaian, yaitu dimulai dari identifikasi, standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok dan uraiannya, pengalaman belajar, indikator, dan penilaian itu sendiri. Dengan demikian logika penilaiannya dapat ditelusuri dengan jelas.
30
Dari penjelasan di atas dapat diringkas secara jelas bahwa dalam penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Penilaian dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik melakukan praktek, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes peserta didik. 2.5
Penelitian Terkait Berikut ini adalah beberapa penelitian terkait sesuai dengn judul penelitian
ini yaitu mengenai Quantum Learning pada umumnya, dan pada khususnya Quantum Learning tipe Kinesthetic. 1. Widyastantyo (2007), melakukan penelitian tindakan kelas terhadap siswa kelas V SD Negeri Kebonsari Kabupaten Temanggung
dengan jumlah
sampel 34 siswa. Pada hasil tes siklus I didapat hasil rata-rata kelas sebesar 53,97 dalam kategori kurang, dengan rincian sebagai berikut: dari 34 siswa yang hadir, tidak satu pun siswa mendapat nilai sangat baik, 3 siswa memperoleh nilai baik, 13 siswa memperoleh nilai cukup, 18 siswa memperoleh nilai kurang, tidak satupun siswa mendapat nilai sangat kurang, dan tidak satupun siswa mendapat nilai gagal. Pada hasil test siklus II meningkat menjadi 65,74 dalam kategori cukup. Tampak adanya perubahan yang baik yaitu 1 siswa yang mendapatkan nilai sangat baik, 12 siswa mendapatkan nilai baik, 20 siswa mendapatkan nilai cukup, dan 1 siswa yang mendapatkan nilai kurang, tidak satu pun siswa yang mendapatkan nilai sangat kurang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
31
peningkatan hasil belajar dengan menggunakan metode Quantum Learning semakin membaik. Pada hasil test siklus III mengalami perubahan yang baik yaitu dengan ratarata kelas 73,24 dalam kategori baik, lebih baik dibanding dari siklus II. Nilai siswa naik, dengan 7 siswa mendapatkan
nilai sangat baik, 17 siswa
mendapatkan nilai baik, 10 siswa mendapatkan nilai cukup, tidak satu pun siswa mendapatkan nilai kurang, tidak satu pun siswa yang mendapatkan nilai sangat kurang , dan tidak satu pun siswa mendapat nilai gagal. Berdasarkan deskripsi di atas tampak bahwa hasil belajar dari siklus I sampai dengan siklus III mengalami peningkatan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan menerapkan metode Quantum Learning pada pembelajaran IPA siswa kelas V SD Negeri Kebonsari Kabupaten Temanggung dapat meningkatkan hasil belajar. 2. Nurina (2007), melakukan penelitian terhadap siswa kelas XI di SMA Swadaya Bandung. Hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa pada kelas eksperimen dengan jumlah sampel 36 siswa, hasil pretest diperoleh nilai tertinggi adalah 38, nilai terendah 6, dan rata-rata hitungnya 25,56. Pada hasil posttest diperoleh nilai tertinggi siswa 48, terendah 2, dan rata-rata hitungnya 34,92. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perubahan yang cukup signifikan pada hasil belajar siswa, pada hasil pretest sebelum dilakukan treatment dan hasil posttest setelah dilakukan treatment menggunakan model pembelajaran Quantum Learning. Sedangkan pada kelas kontrol dengan jumlah sampel 35 siswa diperoleh nilai pretest yakni nilai tertinggi 46, nilai terendah 12, dan
32
rata-rata hitungnya 22,03. Sedangkan nilai posttest diperoleh nilai tertinggi 48, nilai terendah 14, dan rata-rata hitungnya 29,17. Pada kelas kontrol juga terdapat perubahan hasil belajar namun tidak cukup berarti atau peningkatan hasil belajar siswa pada kelas kontrol tidak terlalu signifikan. 3. Purnasari (2007), melakukan penelitian pada siswa kelas X di SMAN 15 Bandung. Hasil penelitian ini pada kelas eksperimen dengan jumlah sampel sebanyak 31 siswa diperoleh nilai pretest dengan skor terendah 22, skor tertinggi 68, dan rata-rata 44,45. Sedangkan nilai posttest dengan skor terendah 47, skor tertinggi 100, dan rata-rata 77,65. Sementara itu untuk kelompok kontrol dengan jumlah sampel 33 siswa didapat nilai pretest dengan skor terendah 24, skor tertinggi 68, dan rata-rata 45,21. Sedangkan nilai posttest dengan skor terendah 30, skor tertinggi 100, dan rata-rata 59,30. Berdasarkan data pada hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar pada siswa kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran Quantum Learning memiliki peningkatan yang cukup berarti dibandingkan
kelas
kontrol
dengan
menggunakan
model
pembelajaran
konvensional. Dari beberapa hasil penelitian tersebut diperoleh gambaran bahwa penelitian tentang Quantum Learning sudah dilakukan dimana hasil penelitian yang dipaparkan adalah dalam hal hasil belajar kognitif yang dilakukan pada bidang kajian mata pelajaran matematika kelas X dan XI serta IPA kelas V. Sedangkan perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti lebih spesifik menggunakan model pembelajaran Quantum Learning tipe Kinesthetic dengan
33
aspek psikomotor yang digunakan dalam treatment yang diberikan adalah aspek psikomotor menurut Dave, dimana hasil penelitian yang dipaparkan adalah hasil belajar ranah kognitif dan psikomotor. Sedangkan kriterian poin penilaian psikomotor didasarkan pada teori Leighbody.