BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi dan sangat penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi dan mendewasakan siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya, dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan normal serta akan menimbulkan perubahan dalam dirinya sehingga ia dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai manusia dalam kehidupan masyarakat.1 Pendidikan berarti mengembangkan semua aspek kepribadian manusia, yang mencakup pengetahuannya, nilai serta sikapnya, dan keterampilannya.2 Yaitu sebagai pewaris kebudayaan dari generasi tua ke generasi muda, agar hidup masyarakat tetap berlanjut.3 Namun dalam perkembangan sekarang ini masalah pendidikan terlihat agak dikebelakangkan dan lebih ditonjolkan kepada masalah pembelajaran. Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik yaitu pembelajaran harus lebih menekankan pada praktek, guru harus mampu memilih serta menggunakan strategi dan metode pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mempraktekkan apa yang dipelajari, juga perlu
1
Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), 1 Burhanuddin Salam, Pengantar Paedagogik (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), 10. 3 Hasan Langulung, Asas-Asas Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Pustaka Al-Husna Baru, 2
2003), 1
1
2
ditekankan pada masalah-masalah aktual yang secara langsung berkaitan dengan kehidupan nyata yang ada di masyarakat. Dengan mengkombinasikan unsur-unsur manusiawi, materinya, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Materi meliputi bukubuku, papan tulis, fotografi, slide dan film, audio dan vidio tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruang kelas, dan perlengkapan audio visual. Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktek, belajar, ujian dan sebagainya.4 Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi saja dianggap gagal dalam menghasilkan peserta didik yang aktif kreatif dan inovatif. Peserta didik berhasil “mengingat” jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali peserta didik memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Oleh karena itu perlu ada perubahan pendekatan yang lebih bermakna sehingga dapat membekali peserta didik dalam menghadapi permasalahan hidup yang dihadapi sekarang maupun yang akan datang. Pendekatan pembelajaran yang cocok untuk hal di atas adalah pembelajaran kontekstual (CTL). Pendekatan kontekstual (CTL) merupakan konsep belajar yang beranggapan bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah, artinya belajar akan lebih bermakna jika anak “belajar” dan “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan sekedar “mengetahuinya”. Pembelajaran tidak hanya sekedar kegiatan menstransfer pengetahuan dari
4
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), 239.
3
guru kepada siswa, tetapi bagaimana siswa mampu memaknai apa yang dipelajari itu. Oleh karena itu, strategi pembelajaran lebih utama dari sekedar hasil.5 Dalam pembelajaran ini siswa didorong untuk mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya dan bagaimana mencapainya. Dengan demikian mereka akan memosisikan dirinya sebagai fihak yang memerlukan bekal untuk hidupnya nanti dan pengetahuan atau ketrampilan itu akan ditemukan oleh siswa itu sendiri bukan apa kata guru.6 Karena pentingnya sebuah pengetahuan terletak pada kegunaannya, pada penguasaan kita terhadap pengetahuan itu. Dengan kata lain adalah sesuatu yang berurusan dengan penanganan pengetahuan, pemilihan pengetahuan untuk menetapkan hal-hal yang relevan dan penerapannya untuk nilai dari pengalaman langsung kita. Pembelajaran tidak hanya menekankan penguasaan menghafalkan fakta, angka, nama, tanggal, tempat dan kejadian yang dipelajari secara terpisah-pisah. Satu nama lain tapi justru hubungan antara bagian-bagian tersebutlah yaitu konteksnya yang memberikan makna. Semakin banyak keterkaitan yang ditemukan siswa dalam konteks yang luas, semakin bermaknalah isinya bagi mereka. Jadi, sebagian besar tugas guru adalah menyediakan konteks. Semakin mampu para siswa mengaitkan pelajaranpelajaran akademik mereka dengan konteks ini, semakin banyak makna yang
5
Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), 265271 6 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005) , 222
4
akan mereka peroleh dan akan menuntun pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan.7 Dari sini jika dikaitkan dengan proses pengajaran Ibnu Khaldun adalah pengajaran suatu ragam keilmuan hanya akan berguna bila dilakukan secara gradual sedikit demi sedikit. Pertama-tama disampaikan permasalahan pokok tiap bab, lalu dijelaskan secara global dengan mempertimbangkan tingkat kecerdasan dan kesiapan anak didik hingga selesai. Dengan ini bisa diperoleh mastery learning (belajar dengan penguasaan penuh) akan materi keilmuan yang diajarkan,8 tidak terpecah belah dalam benak anak dan perlunya kebulatan yang utuh akan ilmu pengetahuan yang diterima pelajar9 lebih jauh metode pembelajaran demikian mempersiapkan anak didik untuk memahami secara penuh pembelajaran dan seluk-beluk permasalahannya sehingga permasalahan pelik yang ada bisa terpecahkan. Model pembelajaran semacam inilah yang akan benar-benar berguna (efektif), meski memang (mungkin) ada pengulangan-pengulangan dalam materi pelajaran. Seperti pada masa sekarang kita saksikan banyak para pendidik tidak mengetahui metode-metode pembelajaran yang efektif. Mereka begitu saja menyampaikan materi yang pelik kepada anak-anak didik mereka dan mengulang-ulangnya
tanpa
disertai
mengajarkan
kerangka
pikir
pemahamannya dan tanpa mempertimbangkan tingkat kesiapan anak didik. Padahal terbentuknya kesiapan dan kemampuan memahami pada diri anak 7
Elain B. Johnshon, Contextual Teaching and Learning (Bandung: MLC, 2007), 31-33. Muhammad Jawwad Ridlo, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya. 2002), 191. 9 Busyairi Madjidi, Konsep Kependidikan (Para Filosof Muslim) (Yogyakarta: Al-Amin Press, 1997),132. 8
5
didik membutuhkan proses dan berlangsung gradual yang pada awal mula membutuhkan penyederhanaan, contoh dan ilustrasi konkrit. Demikian kesiapan anak didik terus berkembang seiring dengan kompleksitas materi yang diajarkan hingga pada penguasaan penuh. Maka sekiranya para pendidik (dalam mengajar) mencukupkan dengan masalah-masalah pokok saja, tentu persoalannya menjadi lebih dan pembelajaran lebih sederhana dan efektif. Dengan ini maka akan tercapailah pengembangan kemahiran dalam memahami dan mendalami suatu disiplin tertentu. Dengan enam prinsip utama yang perlu diperhatikan pendidik yaitu : (1) prinsip pembiasaan, (2) prinsip tadrij (berangsur-angsur), (3) prinsip pengenalan umum (4) prinsip kontinuitas (5) memperhatikan bakat dan kemampuan peserta didik, (6) menghindari kekerasan dalam mengajar.10 Berangkat dari asumsi ini penulis tertarik untuk meneliti dan membahas dalam skripsi ini dengan judul: “KEGIATAN PEMBELAJARAN CTL DALAM PERPSPEKTIF IBNU KHALDUN”.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah konsep pembelajaran CTL dalam perspektif Ibnu Khaldun? 2. Bagaimanakah materi pembelajaran CTL dalam perspektif Ibnu Khaldun? 3. Bagaimanakah tujuan pembelajaran CTL dalam perspektif Ibnu Khaldun? 4. Bagaimanakah langkah-langkah pembelajaran CTL dalam perspektif Ibnu Khaldun?
10
Syamsul Nijar, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002) 93-95.
6
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mendeskripsikan konsep pembelajaran menurut Ibnu Khaldun. 2. Untuk mendeskripsikan materi pembelajaran CTL dalam perspektif Ibnu Khaldun. 3. Untuk mendeskripsikan tujuan pembelajaran CTL dalam perspektif Ibnu Khaldun. 4. Untuk mendeskripsikan langkah-langkah pembelajaran CTL dalam perspektif Ibnu Khaldun.
D. Manfaat Penelitian Manfaat dari kajian ini adalah: 1. Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan ilmiah dalam bidang pendidikan khususnya memasukkan pendekatan pembelajaran CTL dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran sesuai dengan perkembangan pendidikan. 2. Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan masukan bagi: a. Guru Dapat diterapkan oleh pendidik dalam proses kegiatan belajar mengajar
dan
diharapkan
pendidik
dapat
memahami
serta
7
mengoptimalkan bagaimana menjadi seorang pendidik yang nantinya diharapkan mampu mencetak manusia yang sempurna. b. Lembaga Pendidikan Dapat meningkatkan kualitas pembelajaran secara maksimal sehingga mutu pendidikan terus terangkat.
E. Telaah Pustaka 1. Dalam strategi yang ditulis oleh Agung Eko Nurcahyo (Desember 2005, STAIN Ponorogo) juga meneliti tentang CTL yang berjudul “Pendekatan CTL dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam” meneliti tentang : -
Implementasi CTL dalam pembelajaran PAI pada prakteknya di lapangan dipilih sebagai strategi, metode dan pendekatan yang utama.
-
Kendala yang dihadapi guru agama dalam implementasi CTL pada pembelajaran PAI relatif pada tatanan teknis pelaksanaanya, diantaranya adanya keterbatasan waktu jam pelajaran, keaktifan dari siswa, juga pada masalah keberadaan fasilitas dan sarana praktek ibadah.
-
Untuk mengatasi kendala pada implementasi CTL dalam pembelajaran PAI, upaya yang diambil guru antara lain dengan pemilihan materimateri yang substansial untuk disampaikan terlebih dahulu, dan pendekatan kepada siswa untuk mengetahui sejauh mana kemampuan daya tangkap siswa kepada materi yang disampaikan dan kerjasama dengan pihak sekolah untuk mengatasi kendala yang sifatnya teknis seperti keberadaan fasilitas.
8
2. Skripsi oleh Moh. Fatah Yasin dengan judul “Strategi Guru PAI dalam Meningkatkan Bacaan Al-Qur’an Melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual (Desember, 2006 STAIN Ponorogo). Di dalamnya membahas tentang : -
Pelaksanaan pembelajaran Al-Qur’an melalui pendekatan kontekstual siswa kelas II Madrasah Aliyah Al-Azhar Sampung Ponorogo secara garis besar sudah diterapkan sebagai salah satu strategi. Adapun dalam penerapannya dalam proses pembelajaran mengacu pada 7 komponen utama yaitu: penerapan belajar konstruktivis dengan konsep siswa belajar, bekerja dan menemukan sendiri kegiatan inquiry untuk semua topik, membangun keinginan sifat tahu pada siswa dengan bertanya, membangun masyarakat belajar, pemodelan dalam pembelajaran, kegiatan refleksi dan diakhir pertemuan dan penilaian sebenarnya.
-
Strategi guru pendidikan Islam dalam meningkatkan bacaan Al-Qur’an melalui pendekatan pembelajaran kontekstual siswa kelas II Madrasah Aliyah Al-Azhar Sampung Ponorogo mengacu pada prinsip-prinsip penerapan
contextual
teaching
and
learning
yaitu
dengan
merencanakan pembelajaran sesuai dengan kemajuan perkembangan mental siswa, membentuk kelompok belajar yang saling tergantung menggunakan teknik-teknik bertanya, menerapkan penilaian autentik dengan strategi yang dimiliki guru tersebut yang kemudian dikembangkan secara tepat dan profesional.
9
3. Dalam skripsi yang ditulis oleh Suryoningrat (Maret 2006, STAIN Ponorogo) yang berjudul metode pendidikan Islam perspektif Ibnu Khaldun meneliti tentang: -
Metode pendidikan Islam menurut Ibnu Khaldun adalah metode diskusi, metode berangsur-angsur, metode khusus, metode kunjungan studi, metode malakah (pembiasaan) Ibnu Khaldun berdasarkan konsep metode pendidikannya pada pengalaman hidupnya, seperti halnya metode malakah dan metode kunjungan studi.
-
Metode pendidikan Islam perspektif Ibnu Khaldun bila ditinjau dari sosiologi pendidikan masih relevan pada masa sekarang ini. Sedang dalam skripsi ini akan meneliti tentang “Kegiatan Pembelajaran CTL dalam Perspektif Ibnu Khaldun”.
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Menunjuk pada judul, rumusan masalah yang dikemukakan di atas maka, penulisan karya ilmiah termasuk dalam kategori kajian kepustakaan (Library Research) yaitu bentuk tampilan argumentasi penalaran keilmuan yang menjelaskan hasil studi kepustakaan dan olah pikir peneliti tentang suatu persoalan. 2. Pengumpulan Data Adapun sumber data yang dapat dijadikan rujukan dalam penulisan skripsi ini yang ada relevansinya dengan pembahasan skripsi ini yaitu:
10
a. Sumber Data Primer Adapun sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku karya Ibnu Khaldun dan buku-buku yang membahas tentang CTL seperti : 1) Elaine D Johnshon. Contextual Teaching and Learning. Bandung: (MLC) 2007. 2) Nurhadi DKK. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang, 2003. 3) Marasudin Siregar. Konsep Pendidikan Ibnu Khaldun Suatu Analisa Fenomenologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999. 4) Ibnu Khaldun. Muqodimah. Terjemah. Ahmadie Thoha. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001. b. Sumber Data Sekunder 1) Kunandar. Guru Profesional. Jakarta: Raya Grafindo Persada, 2007. 2) Wina, Singajaya. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana, 2006. 3) Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005. 4) Madjidi Busyairi. Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim. Yogyakarta: Al-Amin Press,1997. 5) Hari Jauhari, Muchtar. Fiqih Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.
11
6) Hasan, Langulung. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Pustaka Al-Husna Baru, 2003. 7) Ridla, Muhammad Jawwad. Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2002. 8) Burhanuddin, Salam. Pengantar Pedagogik. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997. 9) Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2006. 10) Samsul, Nizar. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press, 2002. 11) Neong Muhadjir, et.al. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Remaja Rosdakarya, 1998. 12) Sutrisno Hadi. Metodologi Research I. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1987. 13) Ali Al Jumbulati dan Abdul Futuh At-Tuwaanisi. Perbandingan Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2002. 14) Husayn Ahmad Amin. Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997. 15) Abdillah F Hasan. Tokoh-tokoh Mashur Dunia Islam. Surabaya: Jawara Surabaya, 2004. 16) Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana, 2008. 17) Nurhadi. Kurikulum 2004. Jakarta: PT. Grasindo, 2004.
12
18) Nurhadi, et.al. Pembelajaran Contekstual Teaching and Learning (CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang, 2003.
3. Metode Analisis Data Setelah data-data diolah, maka selanjutnya data tersebut dianalisis dengan menggunakan beberapa metode yaitu : a. Metode Contens Analysis Yaitu analisis ilmiah tentang pesan suatu komunikasi.11 Metode ini digunakan untuk menganalisis isi dan berusaha memaparkan pembelajaran CTL dalam perspektif Ibnu Khaldun. b. Metode Induktif Adalah metode yang berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang konkrit, kemudian dari fakta atau peristiwa yang khusus dan konkrit dicari generalisasi yang punya kesamaan12
G. Sistematika Pembahasan BAB I: Pendahuluan. Bab ini merupakan pola dasar pemikiran penulis dalam penyusunan skripsi yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
11
Noeng Muhadjir dkk, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Remaja Rosdakarya,
1998), 49. 12
Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1987) 42-46.
13
BAB II: Konsep pembelajaran Ibnu Khaldun yang meliputi tentang: Pengertian pembelajaran Ibnu Khaldun, materi-materi pembelajaran Ibnu Khaldun, tujuan pembelajaran Ibnu Khaldun, langkah-langkah pembelajaran Ibnu Khaldun. BAB III: Proses kegiatan pembelajaran CTL yang meliputi tentang: pengertian pembelajaran CTL, materi-materi pembelajaran CTL, tujuan pembelajaran CTL dan langkah-langkah pembelajaran CTL. BAB IV: Analisis tentang kegiatan pembelajaran CTL dalam perspektif Ibnu Khaldun, yang berfungsi sebagai analisis dan penjelasan tentang: analisis konsep pembelajaran CTL dalam perspektif Ibnu Khaldun, analisis materi pembelajaran CTL dalam perspektif Ibnu Khaldun, analisis tujuan pembelajaran CTL dalam perspektif Ibnu Khaldun, analisis langkahlangkah pembelajaran CTL dalam perspektif Ibnu Khaldun. BAB V: Penutup, bab ini merupakan bab terakhir penulisan skripsi yang terdiri dari dua sub bab, yaitu kesimpulan dan saran-saran.
14
BAB II KONSEP PEMBELAJARAN IBNU KHALDUN
H. Pengertian Pembelajaran Menurut Ibnu Khaldun Rumusan
pendidikan yang
dikemukakan
oleh
Ibnu
Khaldun
didasarkan kepada filsafat sejarah dan sosiologi dan pengalaman yang menghubungkan antara konsep dan realita.13 Mengenai pendidikan Ibnu Khaldun berpijak pada sebuah asumsi dasar bahwa manusia pada dasarnya “tidak tahu” (jahil), ia menjadi “tahu” (aldm) dengan belajar. Artinya, bahwa manusia adalah jenis hewan seperti yang lainnya, hanya saja Allah telah memberinya keistimewaan berupa akal pikiran. Sehingga memungkinkannya bertindak secara terarah dan terencana. Dengan kelebihan yang dimiliki oleh manusia
atas
makhluk-makhluk
lainnya
menjadikannya
mampu
mengkonseptualisasikan realitas empiris dan non empiris yaitu berupa akal kritis.14 Menurut Ibnu Khaldun pendidikan sebagai suatu gejala konklusi yang lahir dari terbentuknya masyarakat dan perkembangan di dalam tahapan kebudayaan dan mendorong manusia untuk memiliki pengetahuan yang penting baginya di dalam kehidupan yang sederhana pada periode-periode pertama pembentukan masyarakat. Lalu lahiriah pendidikan sebagai akibat adanya kesenangan manusia untuk memahami dan mendalami pengetahuan,
13
Marasudin Siregar, Konsep Pendidikan Ibnu Khaldun (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1999), 36. 14
Muhammad Jawad Ridha, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), 184.
15
bahwa
pendidikan
berusaha
untuk
melahirkan
masyarakat
yang
berkebudayaan serta berusaha untuk melahirkan eksistensi masyarakat yang akan datang. Jadi menurut Ibnu Khaldun pendidikan adalah sebagai suatu proses untuk mewujudkan budi pekerti yang baik bagi suatu masyarakat yang berkebudayaan dan berusaha untuk mempertahankan, melestarikan eksistensi masyarakat yang akan datang dan masa depan untuk menghasilkan suatu output yang mengarah kepada pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dan berdisiplin tinggi. Karena pendidikan itu sesuai dengan pembentukan nilai-nilai, sedangkan pembelajaran tertuju pada pembentukan akal atau intelektual. Oleh karena itu pendidikan dan pengajaran berusaha untuk memadukan antara ilmu dan amal. Artinya setiap ilmu pengetahuan yang telah diketahui dapat diwujudkan dalam perbuatan yang baik atau moralitas yang baik.15 Dari pengertian pendidikan di atas, maka pembelajaran Ibnu Khaldun sebagai aktifitas profesional menyatakan bahwa prestasi dan keberhasilan yang dicapai siswa dalam pembelajaran bukan karena bakat, bawaan yang dimilikinya
tapi
cenderung
kepada
kemampuan
hasil
belajarnya.
Sesungguhnya kemampuan dalam suatu ilmu dan pemahaman mendalam terhadapnya
hanya
dapat
dicapai
dengan
penguasaan
penuh
atau
profesionalitas (malakat) prinsip-prinsip dasar, rumus-rumus dan seluk beluk
15
Ibid., 3-162.
16
problematika ilmu terkait. Sebelum hal ini dikuasai maka kemampuan dan pemahaman mendalampun tidak terjadi. Malakat di sini bukankah sekedar pemahaman “elementer” terhadap suatu persoalan keilmuan, akan tetapi yang dimaksudkan adalah semacam insight yang dimiliki oleh seorang pakar. Malakat adalah suatu penguasaan utuh yang sudah sedemikian menyatu dalam kompetensi seorang pakar atau ahli. Semua malakat membutuhkan proses belajar, sehingga wajar kalau kemudian banyak guru yang pakar akan ilmu dituju banyak orang untuk keperluan dalam belajar. Karena aktivitas malakat (profesional) tidaklah kalah dengan aktivitas intelektual (pemikiran) murni, seperti halnya filsafat, logika dan ilmu kebahasaan. Hal ini jelas akan mengubah cara pandang masyarakat terhadap ilmu (akademik) dan profesi selain sebagai parameter status sosial. Juga sebagai diantara sumber-sumber pengembangan intelektual manusia, karena dengannya manusia akan memperoleh kecakapan teoritis, pengalaman eksperimental yang mendalam sangat berguna bagi pengembangan intelektual dan peradaban yang sempurna sebagai reperesentasi ragam profesi yang sangat berguna juga baginya.16 Karena kesanggupan berfikir manusia itu memiliki beberapa tingkatan yaitu tingkatan yang pertama ialah pemahaman intelektual manusia terhadap segala sesuatu yang terdapat di luar alam semesta dalam tatanan alam yang berubah-ubah dengan maksud supaya ia dapat mengadakan seleksi dengan kemampuannya sendiri. Tingkatan kedua ialah pikiran yang memperlengkapi
16
Ibid., 186-156.
17
manusia dengan ide-ide dan perilaku yang dibutuhkan dalam pergaulan dengan orang-orang bawahannya dan mengatur mereka. Pemikiran ini berupa apersepsi-apersepsi yang dicapai satu per satu melalui pengalaman, hingga benar-benar dirasakan manfaatnya. Inilah yang disebut akal eksperimental atau al Aql At Tajribi. Tingkatan yang ketiga adalah pikiran yang melengkapi manusia dengan pengetahuan (ilm) mengenai sesuatu yang berbeda di belakang persepsi indra tanpa tindakan praktis yang menyertainya17 Untuk menciptakan kegiatan pembelajaran yang dapat menarik siswa, pendidik tidak cukup hanya menyampaikan materi saja, tapi harus bisa mengaitkan antara pengalaman yang dimiliki siswa dengan realita atau dunia nyatanya. Sehingga dapat mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas sejalan dengan perkembangan zaman sekarang.
Materi-materi Pembelajaran Menurut Ibnu Khaldun Dalam proses belajar mengajar peranan materi pendidikan sangatlah penting, karena menentukan berhasil atau tidaknya hasil pembelajaran yang telah direncanakan. Dengan itu pendidik dituntut agar cermat dalam memilih dan menetapkan materi apa yang tepat untuk disampaikan kepada peserta didik. Menurut Ibnu Khaldun untuk menyampaikan pengetahuan kepada murid guru harus mengetahui sejauhmana kematangan persiapan guru dalam mempelajari hidup kejiwaan anak didiknya. Sehingga diketahui sejauhmana
17
Chabib Thoha, et.al., Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), 119.
18
kematangan kesiapan mereka dalam bakat-bakat ilmiahnya. Bila pendidik melaksanakan materi di luar kemampuan anak didik, maka akan menyebabkan kelesuan mental bagi anak dan bahkan kebencian terhadap ilmu yang diajarkan. Sehingga akan menghambat proses pencapaian tujuan pendidikan. Untuk menghindari hal itu pendidik harus mampu memilih materi yang sesuai dengan perkembangan jiwa anak pada saat itu.18 Ibnu
Khaldun
mengemukakan
materi-materi
pendidikan
yang
disampaikan kepada peserta didik antara lain: Ilmu-ilmu tafsir dan qiraat qur’an Ilmu ini membahas tentang: a. Cara-cara mengucapkan lafadz-lafadz Al-Qur'an dan huruf-hurufnya (ada tujuh) cara khusus bacaan Al-Qur'an yang telah ditetapkan, dan penukilannya dilakukan terus menerus dengan praktek. b. Adanya ilmu-i-rasmi, yaitu ilmu yang membicarakan letak-letak hurufhuruf Qur’an di dalam mushaf dan tentang gambar-gambar kaligrafinya. c. Cara memahami dan mengetahui makna Qur’an baik dalam arti sinonim, mufrodat yang berupa kata-katanya maupun susunannya.19 Ilmu-ilmu hadits Macam-macam ilmu hadits diantaranya: Nasikh dan mansukh hadits. Penyelidikan terhadap sanad-sanad hadits. 18
Ali Al Jumbulati dan Abdul Putuh At-Tawaandi, Perbandingan Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 196. 19 Ibnu Khaldun, Muqadimah Terj. Ahmad Thoha (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), 547.
19
Isnad-isnad hadits. Lafadz-lafadz yang terdapat dalam matan-matan hadits. Tingkatan-tingkatan hadits. Keadaan dan tingkatan-tingkatan cara hidup para penukil hadits. Para penghafal (huffadl) hadits. Takhrijul hadits.20 Ilmu fiqih (jurisprudensi) Ilmu fiqih adalah pengetahuan tentang klasifikasi hukum-hukum Allah Ta’ala yang berkenan dengan tindakan-tindakan kaum muslim mukallaf, seperti: hukum wajib, haram, sunnah, makruh dan mubah.21 Ilmu faraid Ilmu faraid ialah pengetahuan tentang pembagian harta warisan dan ketentraman bagian yang menjadi hak dari suatu harta warisan dengan memperhatikan hubungan antara bagian individu dan pembagian dasar.22 Ilmu ushul fiqh Ilmu ushul fiqih, di dalamnya meliputi dalil-dalil syar’iyyah, darimana hukum agama dan kewajiban-kwajiban resmi (taklif) diambil dari Al-Qur'an lalu sunnah sebagai penjelas Qur’an.23 Ilmu kalam Ilmu kalam adalah ilmu yang mempergunakan bukti-bukti logis dalam mempertahakan akidah keimanan dan menolak pembaharuan yang
20
Ibid., 553-564. Ibid., 564-577. 22 Ibid., 577-579. 23 Ibid., 579-589. 21
20
menyimpang dalam dogma yang dianut kaum muslimin pertama dan ortodoksi muslim, ahlus-sunnah.24 Ilmu tasawuf Ilmu tasawuf (sufisme) adalah termasuk ilmu syari’at agama yang datang kemudian yang didasarkan kepada suatu anggapan bahwa praktekpraktek yang dimuat masih tetap sama seperti yang dilakukan orang muslim pertama sebagai jalan menuju kebenaran dan hidayah.25 Ilmu ta’bir mimpi Ilmu ini termasuk bagian dari ilmu-ilmu syari’at dan merupakan pendatang baru dalam Islam ketika ilmu-ilmu pengetahuan menjadi keahlian ilmu dan sarjana-sarjana menulis buku-buku tentang itu.26 Ilmu yang menggunakan alat berfikir Ilmu-ilmu ini disebut dengan ilmu-ilmu filsafat dan hikmah yang meliputi di dalamnya empat macam ilmu: Ilmu logika (mantiq) sebuah ilmu untuk menghindarkan kesalahan pemikiran dalam proses penyusunan fakta-fakta yang ingin diketahui yang berasal dari berbagai fakta yang telah diketahui. Ilmu “fisika”, ilmu alam, adalah ilmu yang kedua dari ilmu-ilmu intelek (daya pikir). Ilmu “metafisika” yang dapat mempelajari masalah-masalah metafisika, spiritual.
24
Ibid., 589-623. Ibid., 623-643. 26 Ibid., 643-649. 25
21
Ilmu matematika, membahas tentang (geometri, aritmatika, musika, astronomi).27 Ilmu –ilmu yang berhubungan dengan angka-angka Ilmu ini berupa aritmatika di dalamnya berupa pengetahuan tentang angka-angka yang dikombinasi dalam deret hitung dan deret ukur. Ilmu ini adalah cabangnya pertama dari ilmu-ilmu matematis dan yang paling pasti ia masuk ke dalam pembuktian melalui hitungan angka-angka dengan cara ‘menggabung’ dan ‘memisah’.28 Ilmu astronomi Ilmu yang mempelajari tentang gerakan bintang-bintang dan planetplanet dengan cara astronomi menarik kesimpulan berdasarkan metode geometris tentang adanya bentuk-bentuk tertentu dan bermacam posisi lingkaran yang mengharuskan terjadinya gerakan yang dapat dilihat dengan indra.29 Ilmu logika Ilmu ini berbicara tentang kaidah-kaidah yang memungkinkan seseorang mampu membedakan antara yang benar dan yang salah dengan alasan yang bermanfaat bagi persepsi.30 Ilmu fisika Ilmu fisika adalah ilmu yang membahas tentang tubuh-tubuh dari titik pandang gerakan dan diam seperti manusia, binatang dan tumbuh-
27
Ibid., 649-656. Ibid., 656-665. 29 Ibid., 665-668. 30 Ibid., 668-674. 28
22
tumbuhan yang ada padanya. Fisika mempelajari tentang tubuh-tubuh samawi dan (substansi-substansi) elementair, sebagaimana juga pada manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan barang-barang tambang yang diciptakan daripadanya.31 Ilmu kedokteran Ilmu kedokteran adalah ilmu yang mempelajari tentang tubuh manusia untuk mengetahui dan menyembuhkan penyakit yang telah diketahui dengan jelas dan sebab-sebab yang menimbulkannya. Dan juga berusaha mengetahui dengan pasti obat-obat yang ada untuk setiap penyakit, dan disimpulkan efektivitas obat-obatan dalam komposisikomposisi serta kekuatan-kekuatannya.32 Ilmu pertanian Ilmu pertanian adalah ilmu yang mempelajari pengolahan dan pertumbuhan tanaman dengan adanya irigasi, pemeliharaannya yang tepat, pengolahan tanah, dan lain sebagainya.33 Ilmu metafisika Ilmu metafisika (ilm-i-ilahiyah) adalah ilmu yang mempelajari wujud sebagai adanya. Ia mengajarkan soal hukum yang menyangkut halhal bersifat jasmani dan spiritual. Seperti kesatuan, pluralitas, keharusan, kemungkinan, dan seterusnya.34
31
Ibid., 674-675. Ibid., 675-677 33 Ibid., 677-678. 34 Ibid., 678-681. 32
23
Ilmu sihir dan azimat Sebagai ilmu-ilmu yang menunjukkan bagaimana jiwa-jiwa manusia mampu disiapkan untuk melakukan suatu pengaruh terhadap dunia elemen, baik tanpa bantuan atau dengan bantuan benda angkasa.35 Ilmu rahasia-rahasia surat Ilmu ini membahas tentang rahasia-rahasia huruf, yang biasanya disebut sihirnya: “surat magik” yang diambil dari azimat-azimat. Untuk ilmu ini dipergunakan dalam pengertian konvensional. Istilah orang-orang sufi yang mempraktekkan magik. Semua aktivitas magik dalam dunia alam muncul dari jiwa manusia dan pikiran manusia, sebab secara esensial jiwa manusia meliputi dan menguasai alam36 Ilmu kimia Ilmu kimia adalah ilmu yang menerangkan istilah tehnis dan bentuk operasi (pelaksanaan) tehnis dengan substansi-substansi dipengaruhi untuk diubah menjadi bentuk emas dan perak.37 Materi dalam pembelajaran merupakan syarat mutlak yang harus ada untuk menentukan berhasil tidaknya pembelajaran yang diinginkan. Dengan terlebih dahulu seorang pendidik sebelum memberikan pengetahuan kepada siswa ia harus tau bagaimana perkembangan kejiwaan anak didiknya. Sehingga nantinya pendidik mampu memberikan pengetahuan yang mudah diterima oleh siswa.
35
Ibid., 681-694. Ibid., 695-696 37 Ibid., 696-697. 36
24
Tujuan Pembelajaran Menurut Ibnu Khaldun Untuk menciptakan manusia yang memiliki kemampuan berfikir, setiap negara memiliki sistem pendidikan sebagai sarana pengembangan bakat yang dimiliki anak didik. Karena pendidikan merupakan tumpuan harapan masyarakat, yang dikelola oleh pendidikan. Untuk mempertahankan eksistensinya serta responsif terhadap perubahan dan kecenderungan yang sedang berlangsung atau untuk mengembangkan potensi manusia agar mampu mempertahankan hidupnya sebagai masyarakat yang berbudaya dalam masyarakat modern. Artinya masyarakat dapat mengikuti perkembangan zaman dengan pesatnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini berorientasi kepada tugas dan tanggung jawab manusia sebagai kholifah Allah di muka bumi yaitu manusia harus dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadanya. Tugas dan tanggung jawab manusia selain sebagai hamba yang mengabdi kepada Allah SWT, juga untuk mengolah sumber daya alam untuk kemakmuran semua umat manusia. Dengan ini manusia diharapkan dapat lebih baik melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya baik kepada Allah SWT maupun terhadap sesama manusia. Menurut Ibnu Khaldun tujuan pembelajaran dapat dikelompokkan pada tiga tingkatan yaitu:38
38
Marasudin Siregar, Konsep Pendidikan Ibnu Khaldun, 73-74.
25
Pengembangan kemahiran (al-malakah atau skill) dalam bidang ilmu tertentu. Orang awam bisa memiliki pemahaman yang sama tentang suatu persoalan dengan seorang ilmuwan. Akan tetapi potensi al-malakah tidak bisa dimiliki oleh setiap orang, kecuali setelah ia benar-benar memahami dan mendalami satu disiplin tertentu. Penguasaan ketrampilan profesional sesuai dengan tuntutan zaman. Dalam hal ini pendidikan hendaknya ditujukan untuk memperoleh ketrampilan yang tinggi pada profesi tertentu ini dapat diartikan sebagai upaya mempertahankan dan memajukan peradaban secara keseluruhan. Pembinaan pemikiran yang baik. Karena kemampuan berfikir merupakan garis
pembeda antara manusia dengan binatang. Maka pendidikan
hendakya
diformat
memperhatikan
dan
pertumbuhan
dilaksanakan dan
dengan
perkembangan
terlebih
dahulu
potensi-potensi
psikologis anak didik. Untuk mencapai tujuan tersebut maka keberadaan pendidikan merupakan bagian integral dari konstruksi sebuah peradaban. Proses ini merupakan upaya mulia dengan adanya penyebaran ilmu pengetahuan. Upaya tersebut merupakan salah satu tugas manusia sebagai khalifah fi al-ardh.39 Dari ketiga tujuan di atas menurut Ibnu Khaldun tujuan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
39
Syamsul Nijar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 93-94.
26
-
“Memberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja, karena aktifitas ini sangat penting bagi terbuka pikiran dan kematangan individu, kemudian kematangan ini akan mendapatkan faedah bagi masyarakat”.
-
“Memperoleh
berbagai
ilmu
pengetahuan
sebagai
membantunya, hidup dengan baik di dalam masyarakat
alat
untuk
maju dan
berbudaya”. -
“Memperoleh lapangan pekerjaan yang digunakan untuk memperoleh rezeki”.40 Tujuan pembelajaran akan berhasil jika semua materi yang diberikan
kepada siswa dapat diterima dengan mudah dan mampu diterapkan dalam dunia nyata sebagai manusia yang hidup dalam masyarakat, yakni akan menjadi seorang yang ilmuwan, profesional dan menjadi pemikir yang baik (bisa membedakan antara kebaikan dan keburukan).
Langkah-langkah Pembelajaran Menurut Ibnu Khaldun Seperti yang telah kita ketahui bahwa mengajarkan pengetahuan kepada pelajar hanya akan efektif bila dilakukan dengan berbagai cara atau langkah-langkah yang dapat diterima siswa dengan baik. Maka menurut Ibnu Khaldun langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: Dalam proses pengajaran pengetahuan agar disampaikan secara global pada tingkat permulaan pembelajaran kemudian baru secara terperinci. Pengetahuan yang pertama kali diberikan kepada murid-murid meliputi 40
Marasudin Siregar, Konsep Pendidikan Ibnu Khaldun, 41.
27
pokok-pokok masalah (bahasan) dari tiap-tiap bab dari ilmu yang akan diajarkan. Dengan dijelaskannya secara global pokok bahasan dari bab demi bab sampai kepada akhir ilmu itu. Kemudian langkah kedua, hendaknya guru mengulang kembali pelajaran yang telah diberikan dari awal hingga penjelasan lebih terperinci, dan tidak lagi bersifat umum. Seperti masalah-masalah khilafiah supaya dikemukakan dan duduk perselisihannya supaya dijelaskan dengan gamblang sampai terselesaikan rencana pelajaran ilmu itu. Dengan demikian daya tangkap anak terhadap pelajaran menjadi melekat dan mampu membahas segi-sgi ilmu yang dapat menjadi pertentangan dan berbagai pandangan yang berbeda hingga keahliannya lebih sempurna. Kemudian langkah pengulangan ketiga ialah agar guru mengulangi lagi pelajaran yang sudah diberikan dari awal (semacam review) hingga tidak ada lagi kesulitan dan keraguan pada pelajaran dan semuanya harus sudah diuraikan. Murid benar-benar sudah memahami dan benar-benar menguasai bidang ilmu yang diajarkan. Dengan itu aktivitas dari pelajar untuk menanyakan atau membahas halhal yang sulit kepada guru dapat terungkap.41 Menurut Ibnu Khaldun penyajian yang berhasil dengan baik ialah melalui tiga langkah pengulangan. Dalam beberapa hal ulangan yang berkali-kali itu memang dibutuhkan, tapi tergantung pada keterampilan dan kecerdasan si murid.
41
Busyairi Masjidi, Konsep Pendidikan Para Filosof Muslim (Yogyakarta: Al-Amin Press, 1997), 130.
28
Karena tidak jarang seorang guru memberikan pelajaran yang sukar untuk dipelajari siswa.42 Pemakaian alat-alat peraga dalam pengajaran pada masa permulaan. Pemakaian alat-alat ini akan sangat berguna bagi anak didik pada masa permulaan pembelajaran karena pada saat itu daya pemahaman dan tanggapannya masih lemah. Dengan pemberian contoh-contoh yang konkrit, membantu mereka dalam memahami pelajaran yang diberikan. Janganlah guru mengulur-ulur waktu ketika murid sedang belajar vak tertentu, dengan cara memutuskan proses belajar dengan interupsi (misalnya dengan pemberian waktu istirahat) untuk menghindari atau terpotongnya masalah-masalah ilmu (dalam pendidikan modern diperlukan selingan waktu istirahat
dalam pemberian pelajaran, terutama pada dua mata
pelajaran yang berbeda untuk menghilangkah rasa kejenuhan dan untuk memantapkan mata pelajaran yang baru diberikan ke dalam jiwa murid). Agar dalam pemberian pengetahuan guru janganlah mengajarkan definisidefinisi atau kaidah-kaidah umum pada pertama kali pembelajaran. Tapi berilah contoh-contoh yang memadai, lalu barulah pindah ke definisidefinisi atau kaidah-kaidah. Jangan membiarkan murid belajar dua macam ilmu dalam waktu bersamaan. Cara demikian jarang sekali memberi hasil, karena akan memecah perhatian dan konsentrasi, sehingga kemungkinan besar gagal kedua-
42
Ibnu Khaldun, Moqodimmah, 752.
29
duanya. Lain halnya jika belajar satu vak saja, kemungkinan besar berhasil. Ide pembelajaran Ibnu Khaldun ialah kebulatan yang utuh pada pelajaran atau ilmu yang diberikan, tidak terpecah-pecah dalam benak anak. Seperi dalam pendidikan mutakhir (termodern) mulai dilontarkan sebuah konsep integrated curriculum dan correlated curriculum, maksudnya perlunya kebulatan ilmu pengetahuan yang diterima pelajar. Pengajaran Al-Qur'an diberikan pada waktu permulaan anak-anak diajarkan membaca dan menghafalkan, sudah selesai maka pembelajaran berpindah kepada pelajaran lain. Agar tidak memperluas pembahasan pada pelajaran ilmu-ilmu alat berbeda halnya
pada
pembelajaran.
pelajaran Adapun
ilmu-ilmu pada
pokok
ilmu-ilmu
yang
tujuan
menjadi pokok
tujuan
perluasan
pembahasan dalam pembelajaran ataupun perincian permasalahan tidak ada larangan(keberatan). Karena uraian yang luas menambah lekatnya ilmu dan kejelasan pengertian pada benak para pelajar. Janganlah guru menugaskan murid-muridnya untuk mempelajari bermacammacam aliran atau madzabnya yang berupa nama buku-buku dan ilmu yang ada di dalamnya. Karena menurut Ibnu Khaldun yang paling menyusahkan dalam menuntut ilmu pengetahuan dan mencapai tujuannya ialah banyak tulisan dan istilah-istilah yang bersimpang siur, kemudian menugaskan pelajar untuk menghafalkan semuanya.
30
Agar guru menghindari menyusun materi-materi ringkasan dan jangan membebani murid-murid mengikuti lafal-lafal dari matan itu, dengan maksud menyusun matan-matan itu untuk memudahkan para pelajar menghafalnya. Namun kenyataannya para pelajar terjerumus dalam kesulitan, yang mengakibatkan para pelajar sulit memahami isi materi pelajaran kalimat-kalimat matan, ringkasan yang sulit walaupun mereka hafal. Bepergian ke negeri lain untuk mencari ilmu menambah pengalaman dan pengetahuan, menambah wawasan yang mungkin tidak akan bisa diperoleh dari daerah tempat tinggalnya sendiri. Cinta kasih kepada anak-anak membina mereka penuh dengan keakraban, lemah lembut, jangan bersikap keras dan kasar. Karena tindak kekerasan dalam pendidikan merugikan anak didik dan merusak mental mereka.43 Menurut Ibnu Khaldun: barang siapa dididik dengan kasar dan keras baik itu murid atau pembantu rumah atau pelayan maka kekerasan itu melumpuhkannnya, mempersulit perkembangan jiwanya, kekerasan membuka jalan ke arah kemalasan dan keserongan, penipuan serta kelicikan, membuat dia jadi pendusta karena takut mendapatkan perlakuan tirani bila mereka mengucapkan yang sebenarnya.44 Tidak dibenarkan bagi guru mendidik anak dengan kekerasan kepada muridmuridnya, karena hal itu akan merusak akhlak anak didik dan perilaku sosial. Guru harus mampu menarik perhatian muridnya, menjaga mereka 43 44
Busyairi Masjidi, Konsep Pendidikan Para Filosof Muslim, 131-134. Ibnu Khaldun, Muqodimah, 763.
31
hingga pikiran mereka terbuka dan berkembang sendiri.45 Guru harus menjadi suri tauladan bagi murid-muridnya. Guru tidak sepatutnya hanya memberikan keteladanan melalui ucapan yang bersifat perintah-perintah saja, tapi juga harus memberi contoh perilaku yang mulia.46 Pembelajaran yang dilakukan pendidik secara berulang-ulang kepada siswa akan sangat mempermudah siswa untuk lebih memahami apa yang ia pelajari baik dari segi pemahaman secara ilmiah maupun prakteknya dan pendidik pun tidak cukup hanya memberikan pengetahuan saja, akan tetapi bagaimana seorang pendidik menjadi figur yang memberikan keteladanan dalam menerapkan prinsip tersebut. Sehingga akan digugu dan ditiru oleh anak didik.
45 Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997), 243. 46 Abdillah F Hasan, Tokoh-tokoh Mashur Dunia Islam (Surabaya: Jawara Surabaya, 2004), 236.
32
BAB III KONSEP PEMBELAJARAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)
I. Pengertian Pembelajaran CTL Majunya perkembangan zaman modern seperti sekarang ini, pembelajaran Contextual Teaching and Learning merupakan salah satu pendekatan
pembelajaran
yang
banyak
dibicarakan
orang,
dengan
menganggap bahwa CTL adalah “mukanya” Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yakni merupakan salah satu pendekatan yang dapat diandalkan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan KBK.47 CTL merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih memperhatikan karakteristik siswa atau daerah tempat pembelajaran. Aplikasi pendekatan CTL bermula dari penelitian John Dewey pada tahun 1916 yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik bila apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dengan kegiatan atau peristiwa yang terjadi disekelilingnya. Maka pendekatan kontekstual atau lebih terkenal dengan sebutan Contextual Teaching And Learning (CTL) merupakan konsep pembelajaran yang membantu guru untuk mengaitkan antara materi ajar dengan situasi dunia nyata siswa, yang dapat mendorong siswa membuat hubungan antara
47
Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (Jakarta: Kencana, 2005), 109.
33
pengetahuan yang dipelajari dengan penerapannya dalam kehidupan para siswa sebagai anggota keluarga dan masyarkat.48 Beberapa pengertian pembelajaran kontekstual menurut para ahli pendidikan adalah sebagai berikut: a. Johnson mengartikan pembelajaran kontekstual adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. b. The Washington State Consortium For Contextual Teaching and Learning mengartikan
pembelajaran
memungkinkan
siswa
kontekstual
memperkuat,
adalah
pengajaran
memperluas,
dan
yang
menerapkan
pengetahuan dan ketrampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di luar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata. Pembelajaran kontekstual terjadi ketika siswa menerapkan dan mengalami apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah riil yang berasosiasi dengan peranan dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, siswa, dan selaku pekerja. c. Center on education and work at the university of wisconsion madison mengartikan pembelajaran kontekstual adalah suatu konsep belajar mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan-hubungan 48
Sardiman, Persada, 2005), 222.
Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Raja Grafindo
34
antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan pekerja serta meminta ketekunan belajar.49 Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. 1. CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. 2. CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan
dapat
mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan hanya bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional. Akan tetapi materi yang dipelajariya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. 3. CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran tersebut dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi dalam konteks
49
Kunandar, Guru Profesional (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), 273-274.
35
CTL bukan untuk ditumpuk di otak kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.50 Berangkat dari tiga hal di atas diharapkan hasil pembelajaran akan lebih bermakna. Proses pembelajarannya akan berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan sekedar transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Yakni tidak hanya sekedar menghafalkan ilmu-ilmu
atau
pengetahuan
yang
diberikan
tapi
siswa
harus
mengkontruksikan pengetahuan di benak mereka dan mengalami sendiri polapola bermakna dari pengetahuan baru dan dengan dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.51 Dalam pembelajaran yang bersifat konstekstual ini, siswa didorong untuk mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya dan bagaimana mencapainya. Diharapkan mereka sadar bahwa apa yang mereka pelajari itu berguna bagi hidupnya. Dengan demikian mereka akan memosisikan dirinya sebagai pihak yang memerlukan bekal untuk hidupnya nanti.52 Dengan menggunakan pendekatan CTL dalam proses belajar mengajar akan mampu mendorong siswa agar tau akan pentingnya ilmu pengetahuan sehingga dapat menumbuhkan minat siswa untuk mau terus belajar.
50
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2008), 255-256. Direktorat Pembinaan SMP, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Pengembangan Model Pembelajaran yang Efektif , Departemen Pendidikan Nasional, 2006. 52 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, 222. 51
36
Materi-materi Pembelajaran CTL Pembelajaran Contextual Teaching and Learning menempatkan siswa di dalam sebuah konteks yang mengandung makna dan menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individu siswa dan peranan guru. Dengan ini maka materi pembelajaran Contextual Teaching and Learning harus menekankan kepada hal-hal sebagai berikut:53 a. Belajar berbasis masalah (problem based learning) Adalah pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar tentang berfikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran materi berbasis masalah ini meliputi: (IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial), tetapi masalah yang akan diselidiki telah dipilih yang benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak sudut pandang mata pelajaran yang lain.54 b. Pengajaran autentik (autentik instruction) Yaitu pengajaran yang mengajak siswa untuk mempelajari konteks bermakna, sesuai dengan kehidupan nyata. Pengajaran ini berupa belajar berenang dengan berenang, belajar bernyanyi dengan bernyanyi, belajar berdagang dengan berdagang dan lain-lain.
53 54
Kunandar,Guru Profesional (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), 278. Nurhadi, Kurikulum 2004 (Jakarta: PT. Grasindo, 2004), 109-110.
37
c. Belajar berbasis inquiri (inquiry based learning) Dengan strategi pengajaran yang mengikuti metodologi sains dan menyediakan
kesempatan
untuk
pembelajaran
bermakna.
Belajar
bukanlah kegiatan mengkonsumsi melainkan kegiatan memproduksi dengan mengetahui apa kebutuhan dan keingintahuannya dan mencari sendiri jawabannya. Dalam pembelajaran dengan inkuiri ini siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Belajar dengan penemuan memacu keinginan siswa untuk mengetahui dan memotivasi mereka.55 Karena inquiri merupakan proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman dengan siswa belajar menggunakan ketrampilan berfikir kritis.56 d. Belajar berbasis proyek atau tugas (project based learning) Dengan pendekatan pembelajaran komprehensif
di mana
lingkungan belajar siswa didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan dan pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya dengan maksud mengajak siswa bekerja secara mandiri dalam mengontruk (membentuk) pembelajarannya. 55
Nurhadi et, al., Pembelajran (Contextual Teaching Learning/CTL) dan Penerapannya dalam KBK, 76. 56 Direktorat Pembinaan SMP, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Pengembangan Model Pembelajaran yang Efektif , Departemen Pendidikan Nasional, 2006.
38
Proyek membantu siswa untuk melibatkan keseluruhan mental dan fisik, saraf, indra, termasuk kecakapan sosial dengan melakukan banyak hal sekaligus. Hal ini akan mengembangkan otak kanan maupun kiri dengan pesat.57 e. Belajar berbasis kerja (work based learning) Menurut Smith: Pengajaran berbasis kerja (work-based learning) memerlukan pendekatan pengajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut digunakan dalam tempat kerja yang dipadukan dengan materi pelajaran untuk kepentingan siswa.58
Pengajaran berbasis kerja menganjurkan pentrangferan model pengajaran dan pembelajaran yang efektif kepada aktifitas sehari-hari di kelas, baik dengan cara melibatkan siswa dalam tugas-tugas kompleks maupun membantu mereka mengatasi tugas-tugas tersebut dan melibatkan siswa dalam kelompok pembelajaran yang lebih pandai membantu siswa yang kurang pandai dalam menyelesaikan tugas-tugas kompleks tersebut.59 f. Belajar berbasis jasa layanan Pengajaran berbasis jasa layanan (service learning) memerlukan penggunaan metodologi pengajaran yang mengkombinasikan antara jasa layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan jasa layanan tersebut.
57
Kunandar, Guru Profesional, 279-280. Nurhadi et, al., Pembelajran (Contextual Teaching Learning/CTL) dan Penerapannya dalam KBK, 78. 59 Ibid., 78. 58
39
Pembelajaran ini berpijak pada pemikiran bahwa semua kegiatan kehidupan dijiwai oleh kemampuan melayani. Dalam industri modern, kata kunci yang digunakan adalah layanan yang diberikan dengan baik. Karenanya sejak usia dini siswa telah dibiasakan untuk dapat melayani orang lain. Misalkan layanan kepada bencana alam, membantu panti asuhan, membantu teman yang dapat musibah, dan lain-lain.60 g. Belajar kooperatif (cooperative learning) Hulubec
menyatakan
bahwa:
“dalam
pembelajarannya
memerlukan pendekatan melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar”. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan
dan
kesalahpahaman
yang
dapat
menimbulkan
permusuhan antar siswa.61 Dengan ini setiap materi pelajaran yang disampaikan dalam proses pembelajaran akan dapat disampaikan kepada peserta didik dengan berbagai cara atau model penyampaian sehingga akan selalu melekat dalam ingatannya dan mampu ia praktekkan dalam kehidupannya.
Tujuan Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)
60 61
Ibid., 78. Ibid., 59-60.
40
Proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL mampu menumbuhkan minat siswa dalam menghubungkan mata pelajaran akademik dengan dunia nyata dengan cara yang bermakna dan membantu semua siswa belajar karena sistem pendidikan ini cocok dengan fungsi otak dan cara kerja alam. Jika otak hanya belajar mengutip, dan berlatih, ngebut sebelum ujian, maka dalam waktu empat belas sampai 10 jam, otak akan melupakan sebagian besar informasi baru tersebut, kecuali jika informasi itu memiliki makna. Proses belajar CTL yang aktif dan langsung memungkinkan siswa membangun keterkaitan yang benar-benar mengisi pekerjaan sekolah mereka dengan makna. Karena makna tersebut maka siswa menguasai apa yang mereka pelajari. Siswa boleh membangun keterkaitan dengan berbagai cara. Inti dari keterkaitan tersebut adalah untuk menarik minat dan menantang para siswa agar mereka melihat makna dalam pelajaran mereka dan oleh karena itu termotivasi untuk mencapai akademik yang tinggi.62 Perhatian khusus juga harus diberikan pada bagaimana nalar dan sikap siswa dapat terbentuk serta kemampuan menerapkan pembelajaran akan merupakan penopang penting terbentuknya kemampuan siswa untuk memecahkan masalah yang mungkin dihadapinya.63 Tujuan pendidikan merupakan inti dalam pendidikan dan saripati dari seluruh renungan pedagogis. Oleh karena itu, suatu rumusan tujuan pendidikan akan tepat bila sesuai dengan fungsinya. Pendidikan sebagai suatu usaha meningkatkan daya pikir anak didik pasti mengalami permulaan dan mengalami kesudahannya.64 Maka Contextual Teaching and Learning Bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa melalui peningkatan pemahaman makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kontek kehidupan mereka sehari-hari sehingga65 menghasilkan manusia unggul partisipatoris, yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya karena telah terbiasa melakukan interaksi dengan siapa saja. “Menurut Tilaar bahwa yang dimaksud dengan keunggulan partisipatoris artinya manusia unggul yang ikut serta secara aktif dalam persaingan yang sehat untuk mencari yang terbaik”.
62
Elaine B. Johson, Contextual Teaching Learning (Bandung: Mizan Learning Center (MLC), 2007), 301-304. 63 Asep Sugihanto, Pembuktian Hasil Belajar Siswa dalam Penggunaan Pendekatan Konstektual Pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, 2008. http://one.indoskripsi.com/content/ pembuktian hasil belajar siswa dalam penggunaan pendekatan konstektual . Diakses 13 April 2008. 64 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), 148. 65 Harry. “MBS, Life Skill, KBK, CTL, dan Saling Keterkaitannya”. Artikel Pelangi, Views: 2624, Favoured: 35 Tahun 2007. http://pelangi.dit.plp.go.id. Diakses 13 Maret 2008.
41
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual ini jika dilaksanakan secara tepat dan benar akan menghasilkan peserta didik yang mampu memahami dan memaknai sebuah peristiwa. Bagaimanapun tujuan pembelajaran pada saat ini adalah menuntut agar peserta didik setiap saat dapat memahami lingkungannya dengan terlebih dahulu memahami diri dan memiliki kesadaran diri. Dimensi sosiologi pendidikan dalam pendekatan kontekstual akan menjamin kemampuan anak didik untuk lebih terampil dan siap menghadapi berbagai tantangan dan masalah yang akan dihadapi, dan pada sisi yang lain diharapkan anak didik mampu mencari pemecahannya melalui berbagai alternatif solusi sebagai buah dari proses berfikirnya.66 Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL akan mampu menghasilkan generasi bangsa yang handal, mampu meningkatkan sumber daya manusia sesuai dengan perkembangan zaman. Langkah-langkah Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Sesuai dengan asumsi yang mendasarinya, bahwa pengetahuan diperoleh anak bukan dari informasi yang diberikan oleh orang lain termasuk guru, akan tetapi proses menemukan dan mengkontruksikannya sendiri, maka guru harus menghindarti mengajar sebagai proses penyampaian informasi saja. Tapi guru perlu memandang siswa sebagai subjek belajar dengan segala keunikannya. Siswa adalah organisme yang aktif yang memiliki potensi untuk membangun pengetahuannya sendiri. Kalaupun guru memberi informasi kepada siswa, guru harus memberi kesempatan untuk menggali informasi itu agar lebih bermakna untuk kehidupan mereka.67 Maka pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning dalam kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan tujuh langkah pembelajaran diantaranya yaitu: Kontruktivisme Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut kontruktivisme, pengetahun itu memang berasal dari luar akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan dibentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi
66 67
264.
Muhyi Batubara, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Ciputat Press, 2004), 107-108. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, 263-
42
bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterprestasikan objek tersebut.68 Dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Tapi guru perlu memotivasi siswa menggunakan tehnik yang kritis untuk mengaplikasikan konsep-konsep yang bermakna bagi dirinya, disamping pemahaman ilmu dalam bidang-bidang tertentu perlu dilatihkan penalaran-penalaran berfikir kritis, mengidentifikasi masalah dan penyelesaian masalah.69 Maka langkah yang dilakukan siswa dalam pembelajaran ini adalah: - Siswa belajar sedikit demi sedikit dari konteks terbatas. - Siswa mengkonstruk sendiri pemahamannya. - Pemahaman yang mendalam diperoleh melalui pengalaman belajar yang bermakna.70
Inkuiri Inkuiri adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta dari hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan ini dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Dengan proses ini siswa akan berkembang secara utuh baik dari segi intelektual, mental, emosional, maupun pribadinya.71 Piaget mengemukakan bahwa inquiri merupakan metode belajar yang mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan sendiri, serta menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, 68
Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi,
69
Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005),
70
Kunandar, Guru Profesional, 283-284. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, 265.
118. 72. 71
43
membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan peserta didik lain.72 Dengan kata lain guru bertindak sebagai fasilitator, nara sumber, dan penyuluh kelompok. Para siswa didorong untuk mencari pengetahuan sendiri, bukan dijejali dengan pengetahuan, tapi bagaimana siswa mengetahui cara untuk mencapai gerakan kearah pemuatan keputusan kelompok.73 Dari proses pembelajaran ini dapat dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut: a. Dengan merumuskan masalah. b. Mengamati atau melakukan observasi, termasuk membaca buku-buku, dan mengumpulkan informasi. c. Menganalisis dan menyajikan hasil karya dalam tulisan, laporan, gambar, tabel dan lainnya. d. Menyajikan, mengomunikasikan hasil karyanya di depan guru, teman sekelas atau audien yang lain.74
Bertanya (Questioning) Belajar pada hakekatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat digunakan untuk menggali informasi, mengecek pemahaman siswa, membangkitkan respon siswa, menginformasikan apa yang sudah diketahui siswa, menyegarkan kembali pengetahuan siswa, dan mengarahkannya. Proses bertanya juga mengakibatkan ekspansi (perluasan) dalam ilmu pengetahuan. Hampir di semua aktivitas belajar, bertanya diterapkan baik antar siswa, antara siswa dan guru, dan sebagainya. Penerapannya dalam kelas ketika siswa berdiskusi, melakukan kerja kelompok, dan mengamati. Hal itu akan bermanfaat dalam masyarakat belajar yang didapatkan dari kerjasama dengan orang lain.75
72
Mulyasa, Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), 108. Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), 221-225. 74 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, 224. 75 Ulin Yudhawati, Paradigma Baru Melalui CTL, dalam Jawa Pos, 8 Februari 2008, 32. 73
44
Masyarakat Belajar (Learning Community) Dalam masyarakat belajar, hasil pembelajaran dapat diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Yaitu diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok dan antar mereka dari yang tahu ke yang belum tahu. Dengan cara berbicara dan berbagi pengalaman, bekerjasama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik dibandingkan dengan belajar sendiri. Kegiatan belajar ini bisa terjadi jika tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semuanya saling mendengarkan.76 Dengan cara guru selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok yang siswanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberitahu yang belum tahu, yang cepat mendorong temannya yang lambat yang punya gagasan segera memberi usul dan seterusnya. “Masyarakat belajar” bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Yaitu ada dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. Seorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya.77 Pemodelan (Modeling) Pemodelan diartikan dalam sebuah pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Pemodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para siswanya untuk belajar, dan melakukan apa yang diinginkan guru agar siswanya melakukan. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. Dengan cara mengoprasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olahraga, contoh karya tulis, cara melafalkan bahasa Inggris, cara merancang peta daerah, cara guru biologi mendemonstrasikan penggunaan thermometer suhu badan dan sebagainya. Dengan begitu guru memberi model tentang bagaimana cara belajar. Dalam pembelajaran ini guru bukan satu-satunya model. Model dapat dilakukan dengan melibatkan siswa. Seorang siswa yang bakat
76
Nurhadi dkk, Pembelajaran Kontektual (Contextual Teaching and Learning (CTL) dan Penerapannya dalam KBK, 47. 77 Ibid., 48-49.
45
dalam membaca puisi bisa ditunjuk untuk memberi contoh temennya cara melafalkan suatu kata. Inilah yang dikatakan sebagai model.78
Refleksi (Reflection) Refleksi adalah cara berfikir atau perenungan tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Dalam refleksi ini siswa mengendapkan apa-apa yang baru saja dipelajari sebagai struktur pengetahuan. Yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya yaitu dengan menyisakan waktu pada akhir pembelajaran untuk memberikan kesempatan bagi para siswa melakukan refleksi. Perwujudannya dapat berupa: a. Pernyataan langsung siswa tentang apa-apa yang diperoleh setelah melakukan pembelajaran. b. Catatan atau jurnal di buku siswa. c. Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu. d. Diskusi. e. Hasil karya.79
enilaian yang sebenarnya (autentic assessment) Autentic assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang dilakukan melalui kegiatan penilaian untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran tidak hanya menekankan pada hasil, tapi juga proses dengan membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn) sesuatu melalui berbagai cara. Karakteristik asssessment dilaksanakan selama dan sesudah pembelajaran berlangsung, mengukur ketrampilan dan performansi, bukan
78 79
Kunandar, Guru Profesional, 291-292. Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, 227.
46
sekedar mengingat fakta, berkesinambungan, terintegrasi, dan dapat digunakan sebagai feed back.80 Maka langkah-langkah pendidikan CTL ini akan mampu menciptakan mutu peserta didik sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh setiap lembaga pendidikan, karena model pembelajaran ini relevan dengan kegiatan pembelajaran di dalam KBK dan KTSP sekarang ini.
80
Ulin Yudhawati, Paradigma Baru Melalui CTL, dalam Jawa Pos, 8 Februari 2008, 32.
47
BAB IV ANALISA KONSEP PEMBELAJARAN CTL DALAM PERSPEKTIF IBNU KHALDUN
J. Analisa Konsep Pembelajaran CTL dalam Perspektif Ibnu Khaldun Pembelajaran kontekstual mengasumsikan bahwa secara alamiah, pikiran mencari makna sebuah konteks sesuai dengan situasi nyata lingkungan seseorang. Dan itu dilakukan dengan mencari hubungan yang masuk akal dan bermanfaat. Dengan memadukan
materi
pelajaran
dengan
konteks
keseharian
siswa
akan
menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam di mana siswa kaya akan pemahaman masalah dan cara untuk menyelesaikannya. Serta memiliki tanggung jawab yang lebih terhadap belajarnya seiring dengan peningkatan pengalaman dan pengetahuan mereka. Melalui hubungan di dalam dan di luar ruang kelas, pendekatan pembelajaran kontekstual menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam membangun pengetahuan yang akan diterapkan dalam pembelajaran seumur hidup. Materi pelajaran akan tambah berarti jika siswa mempelajari materi pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka, dan menemukan arti di dalam proses pembelajarannya. Sehingga pembelajaran akan menjadi lebih berarti dan menyenangkan. Berdasarkan hal di atas, teori pembelajaran kontekstual berfokus pada multiaspek lingkungan belajar diantaranya ruang kelas, laboratorium
sains, laboratorium
48
komputer, tempat bekerja maupun tempat-tempat lainnya (misalnya ladang, sungai dan sebagainya). Dengan demikian, siswa belajar diawali dengan pengetahuan pengalaman, dan konteks keseharian yang mereka miliki yang dikaitkan dengan konsep mata pelajaran yang dipelajari di kelas, dan selanjutnya dimungkinkan untuk mengimplementasikannya dalam kehidupan keseharian mereka. “Bawalah mereka dari dunia mereka ke dunia kita, kemudian antarkan mereka dari dunia kita ke dunia mereka kembali”. Dengan begitu siswa bukan hanya sekedar mengenal nilai LOGOS, tapi harus mampu menghayati nilai-nilai tersebut (ETOS),
dan
yang
terpenting
adalah
sampai
kepada
anak
mampu
mengaktualisasikan dan mengamalkan nilai-nilai tersebut (PATOS). Di lihat dari konsep ini, pendekatan pembelajaran CTL dipandang dari pemikiran pembelajaran Ibnu Khaldun merupakan pendekatan yang cocok dan relevan dengan pembelajaran yang diterapkan oleh Ibnu Khaldun, dan dalam perkembangan pendidikan sekarang ini. Karena pembelajaran yang dilakukan oleh Ibnu Khaldun juga menekankan kepada guru untuk mengupayakan bagaimana siswa dapat mengalami sendiri apa yang dipelajarinya. Maka dengan sendirinya materi yang dipelajari akan lebih melekat dalam ingatan siswa dan tidak akan terlupakan sampai siswa nanti berada dalam kehidupan di masyarakat. Serta tidak mengajarkan berbagai ilmu secara langsung kepada siswa sampai siswa tersebut benar-benar memahami materi yang dipelajarinya. Dan tidak pula seorang guru memberikan materi dengan selalu menghafal
49
Jadi menurut penulis pendekatan CTL merupakan pendekatan pembelajaran yang cenderung bersifat modern, dan ini sesuai dengan pembelajaran yang dilakukan oleh Ibnu Khaldun dimasanya yaitu dengan mengupayakan suatu pembelajaran untuk mampu melahirkan generasi masyarakat yang akan datang, dengan menghasilkan suatu output yang dapat meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Analisa Materi Pembelajaran CTL dalam Perspektif Ibnu Khaldun Materi pembelajaran yang dilakukan dengan pendekatan pembelajaran CTL pada dasarnya dapat diterapkan pada keseluruhan bidang materi, dengan penekanannya kepada pembelajaran yang berbasis masalah berupa (IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial), yaitu pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan masalahmasalah dunia nyata sebagai konteks untuk berfikir kritis dan trampil dalam pemecahan masalah. Pembelajaran autentik, yaitu pembelajaran yang mengajak siswa untuk mempelajari konteks bermakna. Belajar berbasis inquiri, yaitu pembelajaran yang mendorong siswa untuk mempelajari konteks bermakna. Belajar berbasis proyek atau tugas yaitu dilakukan dengan pendekatan pembelajaran komprehensif di mana lingkungan belajar siswa di desain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya. Belajar berbasis kerja, yaitu menganjurkan pentransferan model pengajaran dan pembelajaran yang efektif kepada aktivitas sehari-hari di kelas. Belajar berbasis jasa layanan, yaitu strategi pembelajaran yang berpijak pada pemikiran bahwa semua kegiatan kehidupan dijiwai oleh kemampuan melayani. Pengajaran kooperatif, yaitu pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalah pahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Dari berbagai proses pembelajaran ini, setiap materi baik berupa materi agama atau umum dapat disampaikan dengan menggunakan pendekatan pembelajaran CTL, dan disesuaikan dengan materi yang ada. Materi pembelajaran yang disampaikan oleh Ibnu Khaldun juga bersifat lebih menyeluruh, yakni mencakup berbagai macam komponen materi pembelajaran, baik yang bersifat aqli (alami) yakni melalui bimbingan pikiran maupun yang naqli, dari hasil kesepakatan yang telah dilakukan oleh para pemikir Islam yang semuanya bersandar kepada informasi berdasarkan autoritas syari’at yang diberikan. Macamnya materi pendidikan (pembelajaran) diantaranya: ilmu tafsir qur’an, qira’at Qur’an, hadits, fiqih, faroidl, ushul fiqih, ilmu kalam, ilmu tasawuf, ilmu ta’bir mimpi, ilmu yang menggunakan alat berfikir, ilmu yang berhubungan dengan angka-angka, ilmu astronomi, ilmu logika, ilmu fisika, ilmu kedokteran, pertanian, metafisika, shir dan azimat, ilmu rahasia-rahasia surat dan kimia. Jadi materi pembelajaran yang dilakukan dengan pendekatan CTL sesuai dengan materi pembelajaran yang dilakukan oleh Ibnu Khaldun yakni dengan menerapkan berbagai macam bidang ilmu pengetahuan, selain ilmu pengetahuan agama juga mengungkapkan berbagai macam ilmu pengetahuan umum. Pengetahuan ini cenderung lebih menyeluruh serta disebutkan secara lengkap dan terperinci.
Analisa Tujuan Pembelajaran CTL dalam Perspektif Ibnu Khaldun Setiap proses belajar mengajar pastinya mempunyai suatu tujuan yang ingin dicapai, begitupun pembelajaran yang dilakukan dengan pendekatan CTL. Pembelajaran ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa melalui peningkatan pemahaman makna materi yang dipelajarinya dengan materi yang dipelajarinya dalam konteks kehidupan mereka sehari-hari, sebagai anggota masyarakat sehingga dapat menyesuaikan diri dengan siapa saja. Sebagaimana tujuan pembelajaran pada zaman modern sekarang ini adalah menuntut agar peserta didik mampu memahami lingkungan yang ada dengan terlebih dahulu memahami diri dan kesadaran diri. Serta siap menghadapi berbagai masalah yang ada dengan kemampuan berfikirnya. Adapun tujuan pembelajaran yang diinginkan oleh Ibnu Khaldun adalah untuk melahirkan masyarakat yang berkebudayaan serta berusaha untuk melestarikan dan meningkatkan eksistensinya di dalam masyarakat yang berkembang. Yakni untuk mendapatkan kebahagiaan dunia, di mana manusia diberikan potensi berfikir yang
50
menyatu dalam diri manusia dan dengan kemampuan berfikir inilah menusia dapat menghasilkan, mempertahankan eksistensinya dalam mengolah sumber daya alam baik untuk kepentingan dan kebutuhan manusia sebagai kholifah fil ardli. Selain itu akal pikiran juga akan menghasilkan ilmu pengetahuan dan menuntun manusia ke jalan Ilahi dan dapat meningkatkan derajatnya sebagai orang yang berilmu. Setelah penulis memaparkan tujuan pembelajaran di atas, maka tujuan kegiatan pembelajaran CTL sesuai dengan pembelajaran Ibnu Khaldun. Bahwa tujuan pembelajarannya lebih berorientasi untuk membantu individu dalam mencapai kebahagiaan dunia, yakni menjadikan anak didik untuk mendapatkan kemahiran dan keahlian dalam kehidupannya, baik sebagai individu, anggota keluarga, anggota masyarakat dan anggota bangsa.
Analisa Langkah-langkah Pembelajaran CTL dalam Perspektif Ibnu Khaldun Kegiatan pembelajaran CTL menetapkan tujuh langkah dalam pembelajaran yaitu meliputi: kontruktivisme (proses pembangunan pengetahuan baru siswa berdasarkan pengalaman), inkuiri (proses pembelajaran yang dilakukan dengan proses berfikir secara sistematis), bertanya (proses pengalian informasi, mengecek pemahaman siswa, membangkitkan respon siswa, dan mengarahkannya), masyarakat belajar (proses pembelajaran yang diperoleh dari kerjasama dengan orang lain), pemodelan (model belajar yang bisa ditiru siswa berbentuk demonstrasi), refleksi (proses berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau yang telah dilakukan di masa lalu), penilaian yang sebenarnya (proses pengumpulan data melalui kegiatan penilaian untuk mencari informasi belajar siswa). Dari berbagai langkah yang ditempuh maka siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahami dengan tidak mengalami kesulitan karena telah adanya latihan dan dasar ilmu yang mendukung perkembangan daya pikirnya, dan apabila anak didik sudah dilatih dan diberi konsep ilmu tersebut secara terus menerus dan terlatih maka pelajaran yang sulit bukan merupakan hambatan bagi anak didik dan siswapun tidak akan bosan. Dalam melakukan kegiatan pembelajaran siswa untuk bekerja dan mengalami, bahkan menstransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Siswa perlu mengeri apa makna belajar, apa manfaatnya dan bagaimana caranya untuk mencapainya. Demikian juga pembelajaran Ibnu Khaldun mempunyai langkah-langkah dalam meningkatkan kualitas daya pikir anak didik dengan pemberian ilmu pengetahuan secara bertahap dan diulang-ulang sampai anak didik dapat benar-benar memahami dan menguasai bidang ilmu yang diajarkan. Dengan menggunakan alat-alat ataupun pemberian contoh-contoh atau pelatihan yang konkrit akan sangat membantu mereka dalam memahami, dan bukan dengan menyuruh siswa untuk membaca dan menghafalkan berbagai ilmu sampai selesai tanpa dapat memahami makna yang ada. Jadi pembelajaran CTL merupakan pendekatan yang sesuai dan dapat diterapkan dalam pembelajaran Ibnu Khaldun, yakni dengan asumsi bahwa kegiatan belajar mengajar bukan hanya sebagai transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Tapi juga bagaimana seorang guru tersebut dapat membantu siswa untuk mampu memahami dan mengalami sendiri segala ilmu yang ada dengan tidak pula menyuruh siswa untuk menghafalkan berbagai ilmu pengetahuan. Karena hanya akan mempersulit siswa untuk dapat menguasai materi atau ilmu dengan bermakna. Dan dalam pembelajaran ini gurupun harus menjadi pendidik yang penyayang serta menjadi suri tauladan bagi muridmuridnya.
51
BAB V PENUTUP
K. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian dan pembahasan dalam skripsi ini dapat disimpulkan bahwa: Konsep pembelajaran Ibnu Khaldun sebagai aktivitas profesional menyatakan bahwa prestasi dan keberhasilan yang dicapai siswa dalam pembelajaran bukan karena bakat bawaan yang dimilikinya tetapi cenderung kepada kemampuan hasil belajarnya. Karena kemampuan dalam suatu ilmu dan pemahaman
mendalam
terhadapnya
hanya
dapat
dicapai
dengan
penguasaan penuh atau profesionalitas meliputi penguasaan atas prinsipprinsip dasar, rumus-rumus dan seluk beluk problematika ilmu tersebut. Begitupun konsep pembelajaran CTL menyatakan bahwa siswalah yang membantu guru dalam pembelajaran untuk mengaitkan antara materi ajar dengan situasi dunia nyata siswa, yang nantinya dapat mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuannya dengan aplikasinya dalam kehidupan siswa tersebut. Dengan ini ternyata konsep pembelajaran CTL sesuai dengan konsep pembelajaran Ibnu Khaldun karena sama-sama menekankan kepada siswa untuk mampu menghubungkan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan proses pembelajaran yang berlangsung alamiah dalam bentuk siswa bekerja dan
52
mengalami sendiri apa yang ia pelajari. Ini memungkinkan siswa menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan ketrampilan akademik dalam berbagai macam tatanan kehidupan siswa untuk dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam situasi di dunia nyata. Materi-materi
pelajaran
yang
disampaikan
Ibnu
Khaldun
dalam
pembelajarannya bersifat lebih menyeluruh. Baik yang bersifat aqli (alami) yakni pembelajaran melalui bimbingan pemikiran maupun yang naqli, secara lengkap dan terperinci. Begitupun pembelajaran CTL terdapat berbagai macam materi yang ada berupa materi agama atau yang umum yang mana dapat disampaikan dengan menggunakan pendekatan ini yang disesuaikan dengan konsep Ibnu Khaldun. Sebab materi-materi yang dilakukan tidak difokuskan pada materi umum atau agama saja tetapi dari berbagai mata pelajaran yang disampaikan dengan cara agar siswa dapat mengalami sendiri apa yang ia pelajari. Tujuan pembelajaran Ibnu Khaldun memiliki beberapan tujuan yang dilakukan untuk
meningkatkan
penguasaan
kemahiran
ketrampilan
berpikir
profesional
yang
yang
dilandasai
dibina
terlebih
dengan dahulu
kemampuan berpikirnya untuk dapat digunakan sesuai dengan tuntutan zaman. Begitupun pembelajaran CTL memiliki tujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa melalui peningkatan makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan dengan materi yang dipelajari dengan konteks kehidupan sehari-hari sehingga menghasilkan manusia unggul yang ikut serta secara aktif dalam persaingan yang sehat untuk mencari
53
yang terbaik. Dengan ini tujuan pembelajaran CTL sesuai dengan konsep Ibnu Khaldun sebab sama-sama membentuk potensi daya pikir anak didik untuk dapat memahami secara mendalam materi ajar dan mengalami sendiri apa yang ia pelajari dengan dunia nyatanya, sebagai manusia yang utuh untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Pembelajaran Ibnu Khaldun memiliki bermacam-macam langkah yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas daya pikir anak didik dengan memberikan ilmu pengetahuan secara bertahap dan diulang-ulang sampai anak didik benar-benar mampu memahami dan mengalami sendiri segala ilmu yang ada dalam kehidupannya. Begitupun pembelajaran CTL mempunyai tujuh langkah yang dilakukan agar siswa mampu menemukan sendiri materi yang harus dipahami dengan tidak mengalami kesulitan, karena dalam pembelajaran ini siswa dituntut untuk dapat mengalami sendiri apa yang telah ia pelajari, bukan hanya menerima pengetahun dari guru semata. Dengan ini langkah-langkah pembelajaran CTL sesuai dengan langkah-langkah yang dilakukan Ibnu Khaldun sebab langkah-langkah ini akan mampu menciptakan mutu peserta didik sesuai dengan tujuan yang diinginkan dalam setiap lembaga pendidikan.
Saran Para pendidik hendaknya dalam pemberian ilmu pengetahuan terlebih dahulu mengetahui perkembangan psikologi anak didik, dengan ini maka akan mempermudah anak didik untuk menguasai dan memahami pelajaran.
54
Lembaga pendidikan hendaknya lebih memperhatikan dan meningkatkan profesionalisme pendidik untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Para pendidik hendaknya dalam pemberian ilmu pengetahuan kepada anak didik tidak bertindak secara keras, karena hal itu akan merusak akhlak anak didik dan perilaku sosialnya. Maka guru harus membiasakan perilaku yang baik sebagai suri tauladan bagi muridnya.
55
BAB V
PENUTUP
Dengan memanjatkan syukur alhamdulillah pada Allah SWT yang banyak memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Namun demikian penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan-kekurangan yang tidak penulis ketahui. Hal ini tidak lepas dari keadaan diri penulis yang masih dalam tahap belajar dan masih perlu belajar dan belajar dan terus belajar. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk kesempurnaan hasil penulisan skripsi ini. Namun demikian penulis berharap mudah-mudahan hasil dari penulisan skripsi ini dapat berguna bagi masyarakat luas umumnya dan bagi penulis sendiri.
56
DAFTAR RUJUKAN
Ali Al-Jumbulati dan Abdul Futuh At-Tuwaanisi. Perbandingan Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2002. Amin, Husayn Ahmad. Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997. Batubara, Muhyi. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Ciputat Press, 2004. Direktorat Pembinaan SMP, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Pengembangan Model Pembelajaran yang Efektif. Departemen Pendidikan Nasional, 2006. Hadi, Sutrisno. Metodologi Research I. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1987. Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006. Harry. “MBS, Life Skill, KBK CTL, dan Saling Keterkaitannya”. Artikel Pelangi. View: 2624, Favoured: 35 Tahun 2007. http://pelangi.dit.plp.go.id. Diakses 13 Maret 2008. Hasan, Abdillah. Tokoh-tokoh Mashur Dunia Islam. Surabaya: Jawara Surabaya, 2004. Johnson, B Elaine. Contextual Teaching and Learning. Bandung: MLC, 2007. Khaldun, Ibnu. Muqadimah Terj. Ahmadie Thoha. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000. Kunandar. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007. Langgulung, Hasan. Asas-asas Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Pustaka Al-Husna Baru, 2003. Madjidi, Busyairi. Konsep Kependidikan (Para Filosof Muslim). Yogyakarta: AlAmin Press, 1997. Muchtar, Heri Jauhari. Fiqih Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005. Muhadjir, Neong, et.al. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Remaja Rosdakarya, 1998.
57
Mulyasa. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008. Nijar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press, 2002. Nurhadi. Kurikulum 2004. Jakarta: PT. Grasindo, 2004. Nurhadi, et.al. Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang, 2003. Poedjiadi, Anna. Sains Teknologi Masyarakat. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005. Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2006. Ridla, Muhammad Jawwad. Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2002. Salam, Burhanuddin. Pengantar Paedagogik. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997. Sanjaya, Wina. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana, 2006. ---------. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana, 2008. Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005. Siregar, Marasudin. Konsep Pendidikan Ibnu Khaldun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999. Sugihanto, Asep. Pembuktian Hasil Belajar Siswa dalam Penggunaan Pendekatan Konstektual Pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. 2008. http://one.indoskripsi.content/pembuktianhasilbelajarsiswadalam penggunaan pendekatan konstektual. Diakses 13 April 2008. Thoha, Chabib, et. al. Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996. Yudhawati, Ulin. Paradigma Baru Melalui CTL. dalam Jawa Pos, 8 Februari 2008.