BAB II LANDASAN TEORI
II.A. Kepuasan terhadap Supervisi Supervisi merupakan salah satu bagian dari faktor hygiene yang disebutkan Herzberg dalam teorinya. Faktor hygiene merupakan faktor yang tidak dapat meningkatkan kepuasan kerja tetapi dapat mengurangi ketidakpuasan kerja (Aamodt, 1990). Kepuasan terhadap supervisi merupakan hal yang tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh terhadap kepuasan karyawan secara keseluruhan (Mardanov, dkk., 2007). Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kepuasan terhadap supervisi, di bawah ini dijelaskan mengenai pengertian kepuasan terhadap supervisi, aspek-aspek kepuasan terhadap supervisi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan terhadap supervisi.
II.A.1. Pengertian Kepuasan terhadap supervisi Kepuasan berasal dari kata dasar puas yang mana dalam Kamus Bahasa Indonesia berarti puas lega, merasa senang, dan tidak ada yang harus disalahkan. Sedangkan supervisi berarti pemantauan atau pengawasan. Proses pemantauan dan pengawasan dijelaskan secara lebih lanjut oleh Manullang (dalam Simatupang, 2006) sebagai suatu proses melihat pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilai sesuai dengan rencana semula, dan mengoreksinya bila perlu. Gitosudarmo (dalam Daryatmi, 2002) menambahkan bahwa supervisi juga
xxiii Universitas Sumatera Utara
melihat kondisi dari kegiatan yang sedang dilakukan apakah telah mencapai sasaran yang ditentukan atau belum. Miner (1992) menyebutkan bahwa kepuasan dalam pekerjaan merupakan salah satu konsekuensi dari hubungan antara atasan dan bawahan, dalam hal ini supervisor dan karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Mardanov,et.al. (2007) menyebutkan bahwa semakin kuat hubungan antara supervisor dan karyawan akan menciptakan tingkat kepuasan karyawan yang lebih tinggi. Graen,et.al. (dalam Muchinsky, 2001) menjelaskan hubungan antara supervisor dan karyawan ini dalam Leader-member exchange theory (LMX). LMX adalah teori yang memfokuskan pada interaksi antara pemimpin dan pengikutnya. Yukl (dalam Dionne, 2000) menyebutkan bahwa LMX menjelaskan bagaimana pemimpin dan bawahan mengembangkan hubungan yang saling mempengaruhi satu sama lain dan menegosiasikan peran bawahan di dalam suatu organisasi. LMX tidak hanya melihat sikap dan perilaku pemimpin dan pengikutnya tetapi menekankan pada kualitas hubungan yang terbentuk. Teori LMX sebelumnya disebut vertical dyad lingkage theory karena terfokus pada proses timbal balik yang terjadi dalam dyad (dua bagian yang berupa kesatuan yang berinteraksi) dan merujuk pada hubungan antara seorang pemimpin dan seorang bawahan saja (Yukl, 1998). Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan terhadap supervisi adalah perasaan yang menyenangkan terhadap proses pemantauan dan pengawasan yang terbentuk melalui kualitas hubungan antara supervisor dan karyawan.
xxiv Universitas Sumatera Utara
II.A.2. Aspek-Aspek Kepuasan terhadap Supervisi Dienesch dan Liden (1986) mengemukakan aspek-aspek dalam LMX yang disebut dengan ”currencies of exchange”, yaitu: a. Kontribusi; persepsi tentang kegiatan yang berorientasi pada tugas di tingkat tertentu antara setiap anggota untuk mencapai tujuan bersama. Hal penting dalam mengevaluasi kegiatan yang berorientasi pada tugas adalah suatu tingkat dimana bawahan bertanggung jawab dan menyelesaikan tugas melebihi uraian kerja dan atau kontrak kerja, demikian juga dengan pimpinan yang menyediakan sumber daya dan kesempatan untuk melakukan hal tersebut. b. Loyalitas; pernyataan atau ungkapan untuk mendukung penuh tujuan dan sifat individu lainnya dalam hubungan timbal balik pemimpin dan bawahan. Loyalitas menyangkut suatu kesetiaan penuh terhadap seseorang secara konsisten dari satu situasi ke situasi lainnya. c. Perasaan; saling kasih sayang di antara pemimpin dan bawahannya yang berdasarkan terutama pada daya tarik antar individu dan bukan hanya pada pekerjaan atau nilai profesionalnya saja. Bentuk kasih sayang yang demikian mungkin saja dapat ditunjukkan dalam suatu keinginan untuk melakukan hubungan yang menguntungkan dan bermanfaat, seperti antar sahabat. d. Penghargaan profesional; persepsi mengenai sejauh mana pada setiap hubungan timbal balik telah memiliki dan membangun reputasi di dalam dan atau luar organisasi, melebihi apa yang telah ditetapkan di dalam pekerjaan. Persepsi ini bisa saja berdasarkan pada riwayat hidup seseorang, seperti
xxv Universitas Sumatera Utara
pengalaman pribadi seseorang, pendapat-pendapat orang lain di dalam dan di luar organisasi, serta keberhasilan atau penghargaan profesional lainnya yang telah diraih seseorang. Oleh karena itu, mungkin saja persepsi tentang rasa hormat pada seseorang tersebut telah ada sebelum bekerja atau bertemu dengan orang tersebut. Setelah mengetahui aspek-aspek kepuasan terhadap supervisi selanjutnya akan dibahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan terhadap supervisi.
II.A.3. Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan terhadap Supervisi Luthans (2005) menyebutkan ada dua dimensi dari gaya pengelolaan supervisor yang mempengaruhi kepuasan karyawan, yaitu: a. Employee-centeredness Tingkat dimana supervisor memiliki ketertarikan personal dan kepedulian terhadap karyawannya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu memeriksa pekerjaan karyawan dan bersedia memberikan saran dan bantuan kepada karyawan. b. Participation or influence Dimensi ini ditunjukkan dengan manajer yang memperbolehkan karyawan untuk berperan serta dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka. Berdasarkan teori LMX dimensi participation or influence disebut dengan negotiating latitude, yaitu kebebasan yang diberikan supervisor kepada
xxvi Universitas Sumatera Utara
karyawannya dalam pelaksanaan tugas. Tidak semua karyawan membutuhkan banyak
persetujuan
supervisornya,
ada
juga
karyawan
yang
tidak
membutuhkannya (Graen & Scandura, 1987 dalam Dionne, 2000). Negotiating latitude sangat tergantung pada dua hal, yaitu: a. Keinginan
supervisor
untuk
mengizinkan
adanya
perbedaan
dalam
pelaksanaan tugas oleh karyawannya. b. Ketidakpedulian pada otoritas formal yang dimiliki supervisor; kecenderungan untuk memanfaatkan kekuasaan untuk membantu memecahkan masalah karyawan yang berhubungan dengan pekerjaan (Dansereau dkk., 1975 dalam Dionne, 2000). Berdasarkan faktor-faktor yang disebutkan di atas terlihat bahwa gaya pengelolaan supervisor mempengaruhi tingkat kepuasan terhadap supervisi. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa supervisor yang berbeda memiliki cara yang berbeda pula dalam memimpin dan berhubungan dengan karyawannya. Perbedaan
tersebut
salah
satunya
adalah
perbedaan
asal
negara
atau
kewarganegaraannya. Supervisor yang berasal dari negara yang berbeda memiliki cara dan gaya pengelolaan yang berbeda pula terhadap karyawan (Adler, 1997).
II.B. Jenis Supervisor Kamus Bahasa Indonesia menyebutkan jenis berarti macam. Sedangkan supervisor menurut Hodgetts (1987) adalah manajer pada tingkatan pertama yang bertanggung jawab secara langsung dalam mengatur dan mengawasi karyawan.
xxvii Universitas Sumatera Utara
Jenis supervisor adalah macam manajer pada tingkatan pertama yang bertanggung jawab langsung dalam mengatur dan mengawasi karyawan. Jenis
supervisor
dalam
penelitian
ini
dibagi
berdasarkan
kewarganegaraannya, yaitu supervisor asing yang berkewarganegaraan nonIndonesia, dalam hal ini Amerika, dan supervisor lokal yang berkewarganegaraan Indonesia.
II.B.1. Supervisor Amerika Menurut UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, tenaga kerja asing adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia. Supervisor asing adalah manajer pada tingkatan pertama yang bertanggung jawab secara langsung dalam mengatur dan mengawasi karyawan yang merupakan tenaga kerja asing. Supervisor asing dalam penelitian ini adalah supervisor yang berkewarganegaraan Amerika. Adler (1997) menyebutkan gaya pengelolaan supervisor Amerika sebagai berikut: a. Lebih individualis. Supervisor Amerika yang memiliki sifat yang lebih individualis akan membiarkan karyawan menentukan perilakunya sendiri. Supervisor Amerika juga lebih mementingkan kepentingannya sendiri dibandingkan kepentingan karyawannya. b. Berorientasi pada tugas. Supervisor Amerika lebih berorientasi pada tugas. Supervisor Amerika akan lebih jelas dan terperinci dalam memberikan tugas kepada karyawannya.
xxviii Universitas Sumatera Utara
c. Tidak menyukai struktur hirarki yang terlalu banyak di dalam perusahaan. Supervisor Amerika menganggap struktur hirarki berfungsi untuk mengatur pelaksanaan tugas dan pemecahan masalah dalam pekerjaan. Supervisor Amerika menganggap struktur hirarki yang terlalu banyak tidak efektif untuk tujuan tersebut. Struktur hirarki yang lebih sedikit akan memungkinkan supervisor
menganggap
karyawannya
sebagai
rekan
kerja
sehingga
pelaksanaan tugas akan lebih efektif. d. Memecahkan masalah dengan bertindak sebagai orang yang membantu karyawan dalam memecahkan masalah. Supervisor Amerika menganggap bahwa peran mereka adalah sebagai orang yang membantu memecahkan masalah, bukan langsung memberikan pemecahan masalah. Dengan begitu karyawan akan lebih kreatif dan produktif.
II.B.2. Supervisor Lokal Berdasarkan UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Supervisor lokal adalah tenaga kerja yang melaksanakan proses supervisi. Supervisor lokal dalam penelitian ini adalah manajer pada tingkatan pertama yang bertanggung jawab secara langsung dalam mengatur dan mengawasi karyawan yang berasal dari Indonesia. Adler (1997) menyebutkan gaya pengelolaan supervisor Indonesia sebagai berikut:
xxix Universitas Sumatera Utara
a. Lebih kolektivis. Supervisor Indonesia yang memiliki sifat yang lebih kolektivis akan memperhatikan kepentingan kelompok. Supervisor Indonesia juga lebih memperhatikan kepentingan karyawannya. b. Berorientasi pada karyawan. Supervisor Indonesia lebih berorientasi pada karyawan. Supervisor Indonesia akan lebih berfokus pada siapa yang akan mengerjakan tugas, bukan bagaimana cara mengerjakan tugas. c. Lebih menyukai struktur hirarki yang banyak di dalam perusahaan. Supervisor
Indonesia
menganggap
struktur
hirarki
berfungsi
untuk
menunjukkan otoritasnya di dalam pekerjaan. Jadi semakin banyak struktur hirarki di dalam perusahaan akan lebih baik untuk menunjukkan otoritasnya. d. Memecahkan masalah dengan bertindak sebagai orang yang ahli. Supervisor Indonesia menganggap bahwa dalam memecahkan masalah supervisor harus langsung memberikan pemecahan masalah agar kredibilitas dan kemampuan mereka tetap terlihat. Dengan begitu karyawannya akan menganggap bahwa mereka pantas menempati posisi mereka sebagai seorang supervisor.
II.D. Perbedaan Kepuasan terhadap Supervisi ditinjau dari Jenis Supervisor Perbedaan jenis supervisor mempengaruhi gaya pengelolaan supervisor terhadap karyawan. Adler (1997) menyebutkan bahwa supervisor yang berasal
xxx Universitas Sumatera Utara
dari negara yang berbeda memiliki cara dan gaya pengelolaan yang berbeda pula dalam memimpin dan berhubungan dengan karyawan. Hubungan antara supervisor dan karyawan dijelaskan dalam teori LMX, yang mana dalam penelitian yang dilakukan oleh Mardanov,dkk. (2007) disebutkan bahwa semakin kuat hubungan antara supervisor dan karyawan akan menciptakan tingkat kepuasan karyawan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, tingkat kepuasan terhadap supervisi ditentukan oleh kualitas hubungan yang terbentuk antara supervisor dengan karyawan. Kualitas hubungan antara supervisor dan karyawan dipengaruhi oleh gaya pengelolaan supervisor dalam berhubungan dengan karyawan di dalam pekerjaan. Adler (1997) menyebutkan bahwa supervisor Amerika cenderung lebih individualis, lebih menekankan pada aksi dan perilaku di tempat kerja. Berbeda halnya dengan supervisor Indonesia yang lebih kolektivis, tidak hanya memperhatikan perilaku di tempat kerja tetapi juga kehidupan pribadi karyawan. Selain itu, mereka lebih berorientasi pada karyawan sehingga mereka akan lebih mementingkan siapa orang-orang yang akan mengerjakan tugas yang diberikan. Luthans (2005) menjelaskan hal ini dalam dimensi employee-centeredness, yang mana supervisor Amerika seringkali mendapat keluhan dari karyawannya karena sikapnya yang seakan-akan tidak peduli dengan karyawan sehingga tidak jarang menyebabkan karyawan berhenti dari pekerjaannya. Hal ini menunjukkan bahwa supervisor Indonesia akan lebih memberikan kepuasan karena sifatnya yang lebih kolektivis.
xxxi Universitas Sumatera Utara
Adler (1997) juga menyebutkan bahwa supervisor Amerika tidak menyukai tingkatan hirarki yang terlalu banyak di dalam perusahaan, sedangkan supervisor Indonesia lebih senang dengan tingkatan hirarki yang lebih banyak. Seperti yang disebutkan Papu (2002) bahwa para supervisor dapat memperoleh loyalitas dan kepercayaan dari bawahannya jika ia memperlakukan bawahannya sebagai mitra kerja. Memperlakukan bawahan sebagai mitra kerja akan lebih memungkinkan apabila tingkatan hirarki di dalam suatu perusahaan tidak terlalu banyak. Maka dalam hal ini supervisor Amerika akan lebih memberikan kepuasan. House (dalam Berry, 1998) mengemukakan bahwa supervisor yang memberikan pekerjaan dengan jelas dan tidak ambigu akan lebih memuaskan karyawan. Dalam hal ini supervisor Amerika akan lebih meningkatkan kepuasan karena seperti yang disebutkan dalam Adler (1997) bahwa supervisor Amerika adalah supervisor yang berorientasi pada tugas sehingga lebih terperinci dalam memberikan tugas kepada bawahan mereka, tidak seperti supervisor Indonesia yang lebih berorientasi pada karyawan. Pada studi yang dilakukan oleh Trempe, Rigny, & Haccoun (dalam Berry, 1998) ditemukan bahwa tingkat kepuasan akan lebih tinggi ketika supervisor lebih banyak memberi pengaruh kepada karyawannya. Adler (1997) mengemukakan bahwa dalam memecahkan masalah supervisor Amerika lebih bertindak sebagai orang yang membantu karyawan memecahkan masalah dengan memberi kesempatan kepada karyawan untuk memecahkan masalah sendiri sehingga karyawan menjadi lebih kreatif dan produktif. Sedangkan supervisor Indonesia
xxxii Universitas Sumatera Utara
akan bertindak sebagai orang yang ahli dengan langsung memberikan pemecahan masalah yang dihadapi karyawan. Cara pemecahan masalah yang dilakukan oleh supervisor Indonesia akan menyebabkan karyawan merasakan pengaruh yang lebih besar sehingga tingkat kepuasan karyawan cenderung lebih tinggi. Luthans (2005) menyebutkan dua faktor yang mempengaruhi kepuasan terhadap supervisi yaitu employee-centeredness dan participation or influence. Faktor participation or influence menjelaskan bahwa manajer memperbolehkan karyawannya untuk ikut berperan dalam pengambilan keputusan di pekerjaan mereka. Dalam banyak kasus hal ini menimbulkan tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Dalam hal ini supervisor Amerika akan lebih meningkatkan kepuasan karena seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa supervisor Amerika cenderung memberikan kesempatan kepada karyawan dalam pekerjaan sehingga karyawan lebih kreatif.
II.E. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah: ”Terdapat perbedaan kepuasan terhadap supervisi ditinjau dari jenis supervisor di PT.PP.Lonsum Indonesia Tbk wilayah Sumatera Utara”.
xxxiii Universitas Sumatera Utara