BAB II LANDASAN TEORI II.1. Audit Operasional II.1.1. Pengertian Audit Operasional Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf A.A. (2006), audit operasional merupakan penelaahan atas bagian manapun dari prosedur dan metode operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan efektifitasnya. Sedangkan Boynton, Johnson, dan Kell (2007) menyatakan ,“Audit Operasional adalah audit yang sistematis baik terhadap kegiatan, baik program maupun fungsi suatu organisasi dengan tujuan untuk memulai dan melaporkan apakah sumber daya dan dana digunakan secara ekonomis dan efisien, apakah tujuan tujuan kegiatan, program dan fungsi yang telah direncanakan dapat dicapai dengan tidak bertentangan dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku”. Tunggal A.W (2008) mendefinisikan audit operasional adalah suatu teknik untuk secara teratur dan sistematis menilai atau mengukur efektivitas dan efisiensi atau pekerjaan dibandingkan dengan standar perusahaan dan dunia usaha dengan mengerahkan tenaga yang bukan ahli dalam bidang yang diteliti dengan tujuan untuk meyakinkan manajemen bahwa sasarannya dilaksanakan dan menemukan keadaan yang dapat ditingkatkan atau diperbaiki (h.11). Whittington & Pany (2001) menjelaskan pula “Operational audit refers to a comprehensive examination of an operating unit or a complete organization to evaluate its systems, controls, and performance, as measured by management’s objectives” (p.783). 6
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa audit operasional merupakan alat bagi auditor dalam melakukan teknik yang teratur dan sistematis terhadap bagian atau fungsi perusahaan dalam menilai keefektivan dan kefisienan kinerja bagian perusahaan tersebut, apakah sudah mencapai tujuan yang ditentukan, atau memerlukan perbaikan dalam pencapaian tujuan perusahaan tersebut. II.1.2. Tujuan Audit Operasional Menurut Agoes.S (2004), “Tujuan umum dari audit operasional antara lain : 1.
Untuk menilai kinerja (performance) dari manajemen dan berbagai fungsi yang ada dalam perusahaan.
2.
Untuk menilai apakah berbagai sumber daya (manusia, mesin, dana, harta lainnya) yang dimiliki perusahaan telah digunakan secara efisien dan ekonomis.
3.
Untuk menilai efektifitas perusahaan dalam mencapai tujuan (objective) yang telah ditetapkan oleh top manajemen.
4.
Untuk dapat memberikan rekomendasi kepada top manajemen untuk memperbaiki kelemahan – kelemahan yang terdapat dalam penerapan pengendalian intern, sistem pengendalian manajemen, dan prosedur operasional perusahaan, dalam rangka meningkatkan efisiensi, ekonomi, dan efektifitas dari kegiatan operasional perusahaan. Tujuan utama audit operasional adalah untuk membantu pihak manajemen
dalam menemukan dan memecahkan beragam masalah dengan cara merekomendasikan berbagai tindakan perbaikan yang diperlukan” (h.175).
7
Berdasarkan Tunggal A.W (2008), beberapa tujuan audit operasional adalah sebagai berikut : 1. Objek dari audit operasional adalah mengungkapkan kekurangan dan ketidakberesan dalam setiap unsur yang diuji oleh auditor operasional dan untuk menunjukkan perbaikan apa yang dimungkinkan untuk memperoleh hasil yang terbaik dari operasi yang bersangkutan. 2. Untuk membantu manajemen mencapai administrasi operasi yang paling efisien. 3. Untuk menyusulkan kepada manajemen cara – cara dan alat – alat untuk mencapai tujuan apabila manajemen organisasi sendiri kurang pengetahuan tentang pengelolaan yang efisien. 4. Audit operasional bertujuan untuk nmencapai efisiensi dari pengelolaan. 5. Untuk membantu manajemen, auditor operasional berhubungan dengan setiap fase dari aktivitas usaha yang dapat merupakan dasar pelayanan kepada manajemen. 6. Untuk membantu manajemen pada ssetiap tingkat dalam pelaksanaan yang efektif dan efisien dari tujuan dan tanggung jawab mereka (h.40). II.1.3. Teknik – teknik Audit Operasional Berdasarkan Arens, Elder, & Beasley (2006), dapat disimpulkan bahwa ada 7 (tujuh) teknik audit operasional, yaitu: 1. Physical examination. Physical examination adalah suatu proses pemeriksaan atau inspeksi yang dilakukan oleh auditor atas aset-aset yang tangible. Teknik ini digunakan 8
untuk melakukan verifikasi apakah aset perusahaan benar-benar ada. Selain untuk menghitung kuantitas dan mengetahui deskripsi dari aset perusahaan, teknik ini juga berguna untuk mengevaluasi kondisi maupun kualitas dari aset tersebut. Akan tetapi, physical examination tidak dapat membuktikan apakah aset yang ada benar-benar milik klien. 2. Confirmation. Confirmation adalah suatu aktivitas meminta respon atau pendapat dari pihak ketiga, baik secara tertulis maupun lisan, untuk melakukan verifikasi atas keakuratan informasi yang diminta oleh auditor. Permintaan tersebut diajukan kepada klien, lalu klien meminta pihak ketiga untuk langsung merespon kepada auditor. Walaupun teknik ini sangat baik dan dapat diandalkan, tetapi cenderung berbiaya besar dan dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi klien. 3. Documentation. Documentation adalah suatu proses pemeriksaan atas dokumen-dokumen dan catatan yang dimiliki oleh klien, untuk meyakinkan apakah informasi yang diperoleh harus dicantumkan dalam laporan keuangan atau tidak. Teknik ini sering digunakan dalam pelaksanaan audit karena auditor dapat dengan mudah memperoleh dokumen-dokumen yang diperlukan dengan biaya yang relatif rendah. 4. Analytical procedures. Analytical procedures adalah suatu teknik untuk menilai apakah saldo akun atau data lain dalam laporan keuangan telah disajikan secara wajar. Teknik 9
ini makin sering digunakan karena adanya teknologi komputer yang dapat membantu untuk melakukan penghitungan. 5. Inquiries of the client. Inquiries of the client adalah suatu teknik untuk memperoleh informasi dari klien, baik secara lisan maupun tulisan, atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh auditor. Walaupun auditor telah mendapat informasi dari klien, tetapi informasi tersebut tidak dapat dianggap konklusif dan mungkin bersifat bias karena tidak berasal dari pihak yang independen. Oleh karena itu, teknik ini harus diikuti oleh teknik audit yang lainnya, seperti documentation maupun observation. 6. Reperformance. Reperformance diterapkan dalam pelaksanaan audit dengan melakukan pengecekan ulang atas informasi dan metode-metode yang digunakan oleh klien selama periode audit. 7. Observation. Observation diterapkan dalam pelaksanaan audit dengan melakukan pemeriksaan langsung ke perusahaan untuk memperoleh informasi umum mengenai aktivitas klien. Walaupun sering digunakan dalam penugasan audit, tetapi teknik ini memiliki kelemahan, yaitu bahwa aktivitas yang dilihat oleh auditor mungkin bukanlah kenyataan yang sebenarnya. Karena para karyawan di perusahaan sadar akan kehadiran auditor, maka mereka bekerja lebih rajin dari biasanya.
10
II.1.4. Jenis – jenis Audit Operasional Terdapat tiga jenis audit operasional menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf A.A. (2006) yaitu : 1. Audit Fungsional (Functional Audit) Fungsi adalah suatu alat penggolongan kegiatan suatu perusahaan, seperti fungsi penjualan dan penagihan piutang serta penerimaan kas, sesuai dengan namanya audit operasional mempunyai manfaat memungkinkan auditor
melakukan
spesialisasi
dan
dapat
lebih
mengembangkan
keahliannya pada suatu bidang tertentu, mereka juga dapat menuangkan waktu lebih efisien memeriksa bidang itu namun kekurangan dari audit fungsional adalah tidak mengevaluasi fungsi yang saling berkaitan. 2. Audit Organisasional (Organizational Audit) Audit operasional atas suatu organisasi menyangkut keseluruhan unit organisasi, seperti departemen, cabang atau anak perusahaan. Penekanan dalam suatu audit operasional adalah seberapa efisiensi dan efektivitas fungsi – fungsi dan saling berinteraksi. Rencana organisasi dan metode – metode untuk mengkoordinasikan aktivitas yang ada, sangat penting dalam audit jenis ini. 3. Penugasan Khusus (Special Assignment) Penugasan audit operasional khusus timbul atas permintaan manajemen. Ada banyak variasi dalam audit seperti itu. Contohnya antara lain penentuan penyebab tidak efektifnya sistem penyelidikan kemungkinan
11
kecurangan dalam suatu divisi, dan membuat rekomendasi untuk mengurangi biaya produksi suatu barang (h.766-767). II.1.5. Tahap – tahap Audit Operasional Arens et.al. Menyatakan bahwa “Tahapan audit operasional terdiri dari : 1. Survei Pendahuluan (Preliminary Survey) Tujuan dari survey pendahuluan adalah untuk mendapatkan informasi umum dan latar belekang dalam waktu relative singkat, mengenai semua aspek dari organisasi, kegiatan, program, atau sistem yang dipertimbangkan untuk diperiksa, agar dapat diperoleh pengetahuan atau gambaran yang memadai mengenai objek pemeriksaan. 2. Penelaahan dan Pengujian atas Sistem Pengendalian Manajemen (Review and Testing of Management Control System) Tujuan dari tahap ini adalah untuk mendapatkan bukti – bukti mengenai tentative audit objective dengan melakukan pengujian terhadap transaksi – transaksi
perusahaan
yang
berkaitan
dengan
sistem
pengendalian
manajemen. 3. Pengujian Terinci (Detail Examination) Dalam tahap ini, auditor harus mengumpulkan bukti – bukti yang cukup, kompeten, material, dan relevan untuk dapat menentukan tindakan apa saja yang dilakukan manajemen dan pegawai perusahaan yang merupakan penyimpangan – penyimpangan terhadap kriteria dalam firm audit objective,
dan bagaimana efek dari penyimpangan tersebut dan besar
kecilnya efek tersebut yang menimbulkan kerugian perusahaan. 12
4. Pengembangan Laporan (Report development) Tahap laporan merupakan penyusunan hasil pemeriksaan, termasuk rekomendasinya. Temuan audit harus dilengkapi dengan kesimpulan dan saran, serta haus direview oleh manajer audit” (h.813). II.1.6. Karakteristik Audit Operasional Menurut Tunggal A. W. (2008), “Karakteristik Audit Operasional adalah sebagai berikut: 1. Audit Operasional adalah prosedur yang bersifat investigatif. 2. Mencakup semua aspek perusahaan. 3. Yang diaudit adalah seluruh perusahaan, atau salah satu unitnya (bagian penjualan, bagian perencanaan, produksi, dan sebagainya), atau suatu fungsi, atau salah satu subklasifikasinya (pengendalian persediaan, sistem pelaporan, pembinaan pegawai, dan sebagainya). 4. Penelitian dipusatkan pada prestasi atau keefektifan dari perusahaan, unit, atau fungsi yang diaudit dalam menjalankan misi, tanggung jawab, dan tugasnya. 5. Pengukuran terhadap keefektifan didasarka pada bukti atau data dan standar. 6. Tujuan utama audit operasional adalah memberikan informasi kepada pimpinan tentang efektif – tidaknya perusahaan, suatu unit, atau suatu fungsi. Diagnosis tentang permasalahan dan sebab – sebabnya, dan rekomendasi tentang langkah – langkah korektifnya merupakan tujuan tambahan” (h.37). 13
II.1.7. Batas-batas Audit Operasional Mengacu pada pendapat Arens & Loebbecke et al., keterbatasan dalam audit operasional antara lain: 1. Persepsi manajemen terhadap audit operasional. Manajemen seringkali mempunyai persepsi bahwa yang menjadi sasaran pemeriksaan adalah dirinya, bahwa kemampuan dalam mengelola perusahaan seolah diragukan, sehingga mereka merasa bahwa audit operasional merupakan ancaman bagi posisi atau kedudukannya dalam perusahaan. 2. Pengaruh kharisma manajemen terhadap auditor. Seorang auditor akan merasakan adanya suatu tekanan mental tersendiri pada saat dia melakukan audit operasional, yaitu ketika harus menanyakan latar belakang dikeluarkannya suatu kebijakan oleh seorang direktur atau bahkan direktur utama yang dinilai menunjukkan indikasi penyebab terjadinya inefisiensi. 3. Pengetahuan dan pengalaman auditor dalam pengelolaan bisnis. Auditor yang dinilai tidak cukup mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam pengelolaan bisnis tidak akan melakukan analisis yang memadai atas proses manajemen yang diperiksanya serta tidak akan mendapat respek dari manajemen tersebut, karena rekomendasi yang diberikan dianggap tidak akan cukup berarti untuk memperbaiki kinerja manajemen. 4. Waktu. Waktu adalah faktor yang amat membatasi, karena auditor harus 14
memberikan
informasi
dengan
segera
kepada
manajemen
untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. Oleh karena itu, audit operasional perlu dilakukan secara teratur untuk menjamin bahwa permasalahan yang penting tidak akan menjadi kronis dalam perusahaan. 5. Biaya audit. Audit operasional selalu bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan operasi perusahaan. Maka, biaya audit operasional harus lebih kecil daripada biaya yang berhasil dihemat. Ini berarti bahwa auditor harus mengabaikan situasi permasalahan yang lebih kecil yang mungkin dapat memakan biaya jika diselidiki lebih lanjut. II.2. Sistem Pengendalian Intern II.2.1. Pengertian Sistem Pengendalian Intern IAI (2001: 319.2) mendefinisikan pengendalian intern sebagai suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personal lain entitas-yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini : (a) keandalan pelaporan keuangan, (b) efektivitas dan efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Menurut Warren, Reeves, dan Fees yang diterjemahkan oleh Farahmita, A., Amanugrahani, dan Hendrawan, T. (2006), “Pengendalian internal (internal control) merupakan kebijakan dan prosedur yang melindungi aktiva perusahaan dari kesalahan penggunaan, memastikan bahwa informasi usaha yang disajikan akurat dan memastikan bahwa hukum serta peraturan telah diikuti” (h.235).
15
Sedangkan, Robertson dan Louwers (2002) menyatakan, “Internal control program is a list of procedures designed to produce evidence directed forward achieving particular objectives, such as : assertions and objectives embodied in the client’s financial statement, persuasive strength of evidence, preliminary risk assessments, preliminary materiality decisions and tolerable misstatement assignments” (p.90).
Berdasarkan beberapa pengertian sistem pengendalian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengendalian internal adalah kebijakan dan prosedur yang dibuat oleh perusahaan untuk memastikan bahwa pelaksanaan operasional perusahaan berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Pengendalian intern terdiri dari komponen yang saling terkait berikut ini : a. Lingkungan
Pengendalian,
menetapkan
corak
suatu
organisasi,
mempengaruhi kesadaran pengendalian orang – orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian intern, menyediakan disiplin dan struktur. b. Penaksiran risiko, adalah identifikasi entitas dan analisis terhadap risiko yang relevan untuk mencapai tujuannya, membentuk suatu dasar untuk menentukan bagaimana risiko harus dikelola. c. Aktivitas Pengendalian, adalah kebijakan dan prosedur yang membantu menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan. d. Informasi dan komunikasi, adalah pengidentifikasian, penangkapan, dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk dan waktu yang memungkinkan orang melaksanakan tangung jawab mereka. e. Pemantauan, adalah proses yang menentukan kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang waktu. 16
II.2.2. Tujuan Sistem Pengendalian Intern Menurut Arens & Loebbecke (2003) “Manajemen dalam merancang struktur pengendalian intern mempunyai kepentingan – kepentingan sebagai berikut : 1. Keandalan pelaporan keuangan Manajemen bertanggung jawab dalam menyiapkan laporan keuangan bagi investor, kreditor dan pengguna lainnya. Manajemen mempunyai kewajiban hukum dan profesional untuk menjamin bahwa informasi telah disiapkan sesuai standar laporan, yaitu prinsip akuntansi yang berlaku umum. 2. Mendorong efisiensi dan efektifitas operasional Pengendalian dalam suatu organisasi adalah alat untuk mencagah kegiatan dan pemborosan yang tidak perlu dalam segala aspek usaha, dan untuk mengurangi penggunaan sumber daya yang tidak efisien dan efektif. 3. Ketaatan pada hukum dan peraturan Banyak sekali hukum peraturan yang harus diikuti oleh perusahaan, beberapa di antaranya berkaitan tidak langsung dengan akuntansi, misalnya UU Lingkungan Hidup dan UU Perburuhan, sedangkan peraturan lain yang sangat berkaitan erat dengan akuntansi contohnya adalah UU Perpajakan dan UU Perseroan Terbatas”(h.258). II.2.3. Hubungan Antara Audit Operasional dan Pengendalian Intern Arens et.al. Menyatakan bahwa hubungan antara audit operasional dengan sistem pengendalian intern adalah sistem pengendalian internal dibentuk untuk membantu mencapai sasaran perusahaan,dan sasaran penting semua organisasi adalah efisiensi dan efektifitas. 17
Ada dua perbedaan penting dalam evaluasi dan pengujian pengendalian intern untuk audit keuangan dan operasional : tujuan evaluasi dan pengujian pengendalian intern tersebut, dan ruang lingkup normal dari evaluasi pengendalian internal(h.766). II.3.Fungsi Penjualan II.3.1. Pengertian Fungsi Penjualan Menurut Horngren & Harrison yang diterjemahkan Dewo, S.A. & Utomo, S. (2002) menjelaskan bahwa “Jumlah pendapatan yang dihasilkan oleh seorang pedagang dari penjualan persediaannya disebut pendapatan penjualan, yang biasa disingkat menjadi penjualan. Sedangkan penjualan bersih adalah pendapatan penjualan dikurangi dengan berbagai pengurangan penjualan”(h.222) II.3.2. Siklus Penjualan Kredit Siklus penjualan kredit dengan penerimaan kas yang dikemukakan oleh Arens & Loebbecke (2003) adalah sebagai berikut : a. Pemrosesan pesanan pelanggan Permintaan barang oleh pelanggan merupakan permintaan untuk membeli barang dengan ketentuan tertentu. Permintaan pesanan pelanggan menghasilkan pesanan penjualan. b. Persetujuan Penjualan secara Kredit (Granting Credit) Sebelum barang dikirimkan, seorang yang berwenang dalam perusahaan harus menyetujui penjualan secara kredit ke pelanggan atas penjualan kredit tersebut. Seleksi yang tidak ketat dalam persetujuan kredit sering kali menyebabkan besarnya piutang tak tertagih. 18
c. Pengiriman barang Kebanyakan perusahaan mengakui penjualan saat barang dikirimkan. Nota pengiriman disiapkan pada saat pengiriman dan dokumen pengiriman diperlukan untuk kepastian untuk penagihan atas pengiriman ke pelanggan. d. Penagihan ke pelanggan dan pencatatan penjualan Aspek terpenting dalam penagihan adalah meyakinkan bahwa seluruh pengiriman diperlukan untuk kepantasan penagihan atas pengiriman ke pelanggan mencakup pembuatan faktur penjualan rangkap dan secara simultan memuktahirkan berkas transaksi penjualan dan berkas induk piutang usaha. e. Pemrosesan dan pencatatan penerimaan kas Dalam pemrosesan dan pencatatan penerimaan kas, perhatian utama adalah memungkinkan dicuri sebelum penerimaan kas dicatat. Pertimbangan utama dalam penerapan penerimaan kas adalah seluruh kas disetor ke bank dalam jumlah yang benar dengan tepat waktu dan dicatat di berkas termasuk penerimaan kas, yang digunakan untuk membuat jurnal kas memperbaharui berkas induk piutang usaha (h.359-361). II.3.3 Unsur Pengendalian Intern Atas Fungsi Penjualan Transaksi penjualan dapat berupa tunai maupun kredit, baik penjualan barang atau jasa, di mana Mulyadi (2001) mengemukakan bahwa unsur pengendalian intern yang seharusnya ada dalam sistem penjualan tunai adalah : Organisasi 1. Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kas. 19
2. Fungsi kas harus terpisah dari fungsi akuntansi. 3. Transaksi penjualan tunai harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi kas, fungsi pengiriman, dan fungsi akuntansi. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan 4. Penerimaan order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan menggunakan formulir faktur penjualan tunai. 5. Penerimaan kas diotorisasi oleh fungsi kas dengan cara membubuhkan cap “lunas” pada faktur penjualan tunai dan penempelan pita register kas pada faktur tersebut. 6. Penjualan dengan kartu kredit bank didahului dengan permintaan otorisasi dari bank penerbit kartu kredit. 7. Penyerahan barang diotorisasi oleh fungsi pengiriman dengan cara membubuhkan cap “sudah diserahkan” pada faktur penjualan tunai. 8. Pencatatan ke dalam buku jurnal diotorisasi oleh fungsi akuntansi dengan cara memberikan tanda pada faktur penjualan tunai. Praktik yang Sehat 9. Faktur penjualan tunai bernomor unit tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi penjualan. 10. Jumlah kas yang diterima dari penjualan tunai disetor seluruhnya ke bank pada hari yang sama dengan transaksi penjualan tunai atau hari kerja berikutnya. 11. Penghitungan saldo kas yang ada di tangan fungsi kas secara periodic dan secara mendadak oleh fungsi pemeriksa intern (h.471). 20
Dan Mulyadi (2001) juga mengemukakan bahwa unsur pengendalian intern untuk sisten penjualan kredit adalah sebagai berikut : Organisasi 1. Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kredit. 2. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penjualan dan fungsi kredit. 3. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi kas. 4. Transaksi penjualan kredit harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi kredit, fungsi pengiriman, fungsi penagihan, dan fungsi akuntansi. Tidak ada transaksi penjualan kredit yang dilakukan secara lengkap hanya oleh satu fungsi tersebut. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan 5. Penerimaan order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan menggunakan formulir suat order pengiriman. 6. Persetujuan pemberian kredit diberikan oleh fungsi kredit dengan membubuhkan tanda tangan pada credit copy (yang merupakan tembusan surat order pengiriman). 7. Pengiriman barang kepada pelanggan diotorisasi oleh fungsi pengiriman dengan cara menandatangani dan membubuhkan cap “sudah kirim” pada copy surat order pengiriman. 8. Penetapan harga jual, syarat penjualan, syarat pengangkutan barang, dan potongan penjualan berada di tangan Direktur Pemasaran dengan penerbitan surat keputusan mengenai hal tersebut.
21
9. Terjadinya piutang diotorisasi oleh fungsi penagihan dengan membubuhkan tanda tangan pada faktur penjualan. 10. Pencatatan ke dalam kartu piutang dan ke dalam jurnal penjualan, jurnal penerimaan kas, dan jurnal umum diotorisasi oleh fungsi akuntansi dengan cara memberikan tanda tangan pada dokumen sumber (faktur penjualan, bukti kas masuk, dan memo kredit) 11. Pencatatan terjadinya piutang didasarkan pada faktur penjualan yang didukung dengan surat order pengiriman dan surat muat. Praktik yang Sehat 12. Surat order pengiriman bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi penjualan. 13. Faktur
penjualan
bernomor
urut
tercetak
dan
pemakaiannya
dipertanggungjawabkan oleh fungsi penagihan. 14. Secara periodik fungsi akuntansi mengirim pernyataan piutang (account receivable statement) kepada setiap debitur untuk menguji ketelitian catatan piutang yang diselenggarakan oleh fungsi tersebut. 15. Secara periodik diadakan rekonsiliasi kartu piutang dengan rekening control piutang dalam buku besar (h.220-221). II.3.4. Tujuan Audit Operasional atas Fungsi Penjualan Tujuan audit operasional terkait dengan transaksi penjualan menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf A.A. (2003), antara lain : 1. Penjualan tercatat adalah untuk pengiriman aktual yang dilakukan kepada pelanggan non fiktif (keberadaan). 22
2. Penjualan yang ada telah dicatat (kelengkapan). 3. Penjualan yang dicatat adalah untuk jumlah barang yang dikirim dan ditagih serta dicatat dengan benar (akurasi). 4. Transaksi penjualan diklasifikasikan dengan pantas (klasifikasi). 5. Penjualan dicatat dalam waktu yang tepat (tepat waktu). 6. Transaksi penjualan dimasukkan dengan pantas dalam berkas induk dan diikthisarkan dengan benar (posting dan pengikhtisaran). (h.363)
23