BAB II LANDASAN TEORI DAN METODE PENELITIAN
2.1
Gambaran Umum Keramik Lantai Gambaran umum keramik lantai seperti uraian proses produksi secara
umum dan menjelaskan parameter pengecekan kualitas. 2.1.1
Proses Produksi Keramik Lantai Proses produksi pembuatan keramik lantai terdiri dari berbagai
macam proses, dilakukan
antara
lain
proses
untuk menghaluskan
maupun bahan glasir, serta
milling,
bahan
baku
dimana untuk
proses bahan
ini body
dengan menambahkan air yang telah
ditentukan jumlahnya sehingga diperoleh spesifikasi yang diinginkan. Selain itu proses mixing (pencampuran) serta spray drying juga dilakukan untuk pembuatan powder. Setelah powder terbentuk dilakukan proses pressing dan drying sehingga dihasilkan green tile. Green tile kemudian proses pelapisan engobe, glazing dan proses printing. Setelah itu
5
6
green tile di bakar di mesin kiln. Proses terakhir berupa polishing, chamfering, dan calibrating.
A. Proses Pressing Proses pressing merupakan proses pembentukan body dari keramik dari powder. Sebelum proses pressing dilakukan proses pembentukan powder terlebih dahulu. Pembentukan powder dilakuan dengan mesin spray hasilnya dikirim dengan konveyor dari bagian Body Preparation. Powder yang telah terbentuk kemudian disimpan kedalam silo penyimpanan dan kemudian dikirim ke silo - silo kecil yang ada di mesin press.
B. Proses Drying Proses drying merupakan proses berikutnya setelah green tile dihasilkan oleh proses pressing. Proses drying sendiri bertujuan untuk menghilangkan kadar air dalam green tile sampai kadar air tertentu yang telah ditetapkan. Kadar air dari green tile harus dikurangi karena memiliki pengaruh terhadap proses glazing. Sebagai contoh kadar air yang terlalu berlebih akan menyebabkan rusaknya lapisan glazing karena pada waktu proses pembakaran dalam kiln akan menyebabkan air menguap dan akan merusak lapisan glazing.
7
C. Proses Engobe Proses pelapisan engobe bertujuan untuk menahan uap air dari body dan juga sebagai penutup warna body sebelum dilakukan printing. Sebelum diberi lapisan engobe, tile terlebih dahulu di spray dengan air untuk menurunkan suhu.
D. Proses Glazing Pelapisan glazir dilakukan setelah green tile dilapisi engobe dimana aplikasinya sama dengan proses pelapisan engobe. Glazir adalah lapisan diatas engobe yang berfungsi memberi warna dasar, memberi keindahan pada keramik karena glazir memberi warna mengkilap pada lapisan atas.
E. Proses Printing Proses printing adalah proses pembentukan motif dari green tile. Pada proses pemberian motif ini terdapat aplikasi yang digunakan adalah Rotary Printing.
F. Proses Kiln (Pembakaran) Kiln atau tungku adalah suatu alat untuk membakar tile (keramik). Proses kiln adalah proses pembakaran keramik mentah menjadi padat, kedap air, dan higienis. Proses pembuatan keramik terakhir yaitu pada proses pembakaran didalam kiln.
8
Dalam pembuatan tile (keramik) ada beberapa proses yang umum dilakukan dalam proses pembakaran yaitu : 1. Proses Pembakaran Proses pembakaran tegel keramik dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu : a) Single firing Yaitu
proses
pembakaran
keramik
dengan
satu
kali
pembakaran. Umumnya, jenis pembakaran ini digunakan untuk menghasilkan keramik lantai karena dengan single firing, keramik yang dihasilkan memiliki bending strength yang relatif lebih tinggi. Dengan bending strength yang tinggi keramik
lantai
diharapkan
akan
mampu
untuk
menahan beban yang cukup berat. Single Firing biasanya untuk keramik lantai dimana antara Body dan Glaze dibakar dan matang secara bersamaan. b) Double firing Yaitu
proses
pembakaran.
pembakaran Umumnya
keramik
jenis
dengan
pembakaran
dua ini
kali untuk
memproduksi keramik dinding karena dengan double firing, keramik yang dihasilkan akan memiliki permukaan yang relatif lebih mengkilap dan biasanya lebih tahan gores daripada produk yang dibakar dengan satu kali pembakaran. Double Firing biasanya digunakan untuk membuat keramik
9
dinding dan melalui
dua tahap pembakaran yaitu :
Pembakaran pembentukan Biscuit (Green Tile yang telah dibakar) dan Glost Firing, pada proses ini Biscuit yang telah dilengkapi dengan Glaze dibakar untuk mendapatkan hasil yang baik. c) Third Firing Third Firing biasanya digunakan untuk tile yang berdekorasi, ditempelkan pada permukaan Glaze matang dengan desain tertentu kemudian di proses bakar. Jenis Pembakaran yang dilakukan pada PT. Internusa Keramik Alamasri Industri adalah jenis single firing. 2. Jenis Kiln Ada beberapa jenis kiln dalam pembuatan tile (keramik lantai) yang biasanya digunakan, antara lain: a) Roller Kiln Menggunakan Roll Ceramic, yaitu tile diletakkan diatas Roll Ceramic yang berputar dengan putaran cepat atau lambat dan hasil bisa diketahui setelah 60 menit. b) Tunnel Kiln Menggunakan lorry yang masuk kedalam terowongan, tile yang tersusun di dalam lory masuk kedalam terowongan kiln, keluar dari Tunnel bisa 24 jam untuk mendapatkan hasilnya.
10
Di PT. Internusa Keramik Alamasri Industri menggunakan jenis Roller kiln, kiln ini bisa dibuat panjang dan pendek sesuai dengan kebutuhan. Dalam pengendalian proses pembakaran untuk memperoleh hasil bakar yang sempurna diperlukan beberapa instrumen pengukuran seperti: Isapan dalam Kiln, tekanan di Firing dan tekanan angin dan Gas di Burner. Faktor lain yang juga mempengaruhi Firing adalah Cycle (kecepatan) bakar ditentukan berdasarkan jenis barang, kepadatan susunan, tebal barang dan penampang kiln itu sendiri. 3. Fase Pembakaran Keramik a) Preheating Di zona ini bahan (tile dan glasir) pada proses ini akan hilangnya air Hidrokopis dan air Hidrat (air kristal) terjadi pada temperatur 350 – 800°C, tahapan proses Pre-Heating yang tak sempurna akan mempengaruhi proses bakar pada temperatur yang lebih tinggi. b) Firing Di Proses ini oksida – oksida akan mengalami perubahan susunan atom-atom solid menjadi cair dengan cara melebur sehingga bahan keramik tersebut benar – benar matang dan menjadi padat karena tertutup bahan gelas. c) Cooling Di proses ini keramik yang telah melewati zona firing di dinginkan secara perlahan agar pada saat keluar dari kiln mampu beradaptasi dengan suhu ruangan.
11
Gambar 2.1 Diagram Proses Produksi
12
2.2
Parameter Pengecekan Kualitas Beberapa
parameter pengecekan penting yang dilakukan diantaranya
adalah sebagai berikut: 2.2.1
Dimensi Keramik Merupakan batasan-batasan standar yang terdapat pada dimensi
ukuran keramik
yang
telah
ditetapkan. Beberapa jenis parameter
pengecekan standar kualitas ini, yaitu : 1) Wedging Length Ukuran kesikuan pada tepi keramik dan kelurusan tepi keramik yang menyimpang dari standar atau di luar batas yang ditetapkan. 2) Planaritas Cacat ini terjadi dikarenakan penyimpangan ukuran permukaan yang terlalu cembung atau terlalu cekung. Alat yang digunakan untuk mengukur kemelentingan adalah mistar blade dan fuller blade.. 3) Wedging Thickness Pengukuran penyimpangan ukuran tebal pada keramik yang tidak sesuai atau di luar batas standar. 2.2.2
Permukaan Keramik Merupakan batasan-batasan standar yang terdapat pada permukaan
keramik yang telah ditetapkan. Beberapa jenis parameter standar pengecekan kualitas ini, yaitu :
13
1) Gompel Cacat ini diketahui karena sebagian kecil keramik hilang yang dapat terjadi pada bagian sisi, sudut/bawah keramik 2) Laminasi Cacat
press
yang
berbentuk
lapisan - lapisan pada keramik,
biasanya bunyi keramik tidak nyaring pada saat dipukul. 4) Retak Cooling / preheating Cacat ini terjadi dimana suhu dalam mesin kiln yang digunakan terlalu panas atau terlalu dingin, sehingga pada saat tile masuk tidak dapat beradaptasi pada suhu tersebut 3) Bintik – bintik (kontaminasi) Cacat ini terjadi dikarenakan adanya noda - noda kecil pada permukaan keramik. 2.2.3 Kekuatan Keramik Merupakan batasan-batasan standar kekuatan atau kemampuan keramik dalam menerima suatu perlakuan yang telah ditetapkan. Parameter pengecekan yang dilakukan, yaitu : 1) Bending Strength Pengujian kekuatan keramik dari setiap cm2 dalam menahan beban berat dan tekanan secara vertikal. 2) Bulk Density Pengujian pori – pori permukaan keramik untuk mengetahui tingkat kehalusan keramik.
14
3) Water Absorbtion Pengujian kemampuan keramik dalam menahan penyerapan air agar tidak terjadi kelembaban saat keramik digunakan.
2.3
Jenis Kecacatan Keramik Pada Output Kiln Kecacatan keramik merupakan produk keramik yang tidak memenuhi
standar kualitas berdasarkan parameter pengecekan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Berikut adalah jenis kecacatan yang sering terjadi pada unit produksi di PT. Internusa Keramik Alamasri Industri : 1) Retak
Gambar 2.2 Cacat Retak
15
2) Gompel
Gambar 2.3 Cacat Gompel
3) Laminasi
Gambar 2.4 Cacat Laminasi
16
4) Pecah
Gambar 2.5 Cacat Pecah
2.4
Sistem Pengendalian Kualitas Sistem pengendalian kualitas secara tradisional, para pembuat produk
(manufacturers) biasanya melakukan inspeksi terhadap produk setelah produk itu selesai dibuat dengan jalan menyortir produk yang baik dari yang jelek, kemudian mengerjakan ulang bagian-bagian produk yang cacat itu. Dengan demikian, pengertian tradisional tentang konsep pengendalian kualitas hanya berfokus pada aktivitas inspeksi untuk mencegah lolosnya produk-produk cacat ke tangan pelanggan. Kegiatan inspeksi ini dipandang sia-sia, karena tidak memberikan kontribusi kepada peningkatan kualitas (quality improvement). Salah satu ciri dari sistem pengendalian kualitas modern adalah bahwa di dalamnya terdapat aktivitas yang berorientasi pada tindakan pencegahan kerusakan, dan bukan berfokus pada upaya untuk mendeteksi kerusakan
17
saja. Meskipun tetap menjadi persyaratan untuk melakukan beberapa inspeksi singkat terhadap produk akhir, tetapi usaha pengendalian kualitas dari perusahaan seharusnya lebih difokuskan pada tindakan pencegahan sebelum terjadinya kerusakan dengan jalan melaksanakan aktivitas secara baik dan benar pada waktu pertama kali mulai melaksanakan suatu aktivitas.
2.5
Diagram Pareto Digunakan untuk menemukan masalah utama kecacatan dan penyebab
utama kecacatan dengan cara mengklasifikasikan masalah yang paling banyak terjadi hingga yang paling sedikit. Melalui diagram Pareto ini dapat secara cepat dan visual mengidentifikasi jenis kerusakan yang paling sering muncul, sehingga berbagai penyebab kerusakan dapat teridentifikasi dan diatasi, diagram Pareto tidak secara otomatis mengidentifikasi jenis kerusakan yang paling penting, namun lebih pada jenis kerusakan yang paling sering muncul. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat Diagram Pareto : 1. Teliti macam-macam klasifikasi dan buat bermacam - macam diagram Pareto. 2. Tidak diperbolehkan bahwa judul “lain-lain” menyatakan persentase yang tinggi. Bila biaya dimasukkan ke dalam data, sangat baik menggambar diagam Pareto dengan sumbu vertikal menunjukkan pemakaian biaya.
18
2.6
Cause and effect Diagram Cause and effect diagram digunakan untuk menganalisa faktor - faktor
penyebab terjadinya suatu masalah atau yang menjadi akar permasalahan tersebut. Cause and effect diagram juga disebut diagram ishikawa dan dikembangkan oleh Dr. Kauro Ishikawa. Diagram ini disebut juga diagram fishbone karena berbentuk seperti tulang ikan. Diagram ini menunjukkan suatu hubungan antara sebab (faktor-faktor) yang mengakibatkan sesuatu pada kualitas ( karakteristik kualitas ). Ada lima faktor utama yang perlu diperhatikan untuk mengenali faktor-faktor yang berpengaruh atau berakibat pada kualitas, yaitu :
Man (Manusia)
Machine (Mesin atau Alat)
Methode (Metode Kerja)
Material (Bahan baku)
Mother Nature (Lingkungan)
19
Gambar 2.6 Cause and Effect Diagram
Diagram ini dapat dipergunakan untuk hal-hal sebagai berikut: 1. Untuk mengidentifikasi berbagai penyebab yang mungkin terjadi dari suatu masalah. 2. Mengidentifikasi penyebab - penyebab yang mempengaruhi karakteristik kualitas tertentu. 3. Memberikan petunjuk untuk penerapan perbaikan sistem yang sudah tidak berjalan.
20
2.7
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) 2.7.1
Definisi FMEA FMEA adalah prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan
mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode). Failure Mode diartikan sebagai sejenis kegagalan yang mungkin terjadi, baik kegagalan secara spesifikasi yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu maupun kegagalan yang mempengaruhi konsumen. Pada dasarnya FMEA terbagi menjadi 2 yaitu FMEA Desain yang digunakan untuk memprediksi kesalahan yang akan terjadi pada desain
proses
produk,
sedangkan
FMEA Proses untuk mendeteksi
kesalahan pada saat proses dijalankan. Melalui menghilangkan failure mode maka FMEA akan meningkatkan keandalan dari produk atau pelayanan sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan yang menggunakan produk atau pelayanan itu. FMEA dapat diterapkan dalam semua bidang, baik manufacturing maupun jasa pada semua jenis produk.
2.7.2
Langkah – Langkah Pembuatan FMEA
Langkah – langkah dalam pembuatan FMEA adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi proses atau produk. 2. Membuat daftar masalah-masalah potensial yang akan muncul. 3. Memberikan tingkatan pada masalah untuk severity, occurrence, dan detectability.
21
4. Menghitung Risk priority number (RPN) dan menentukan prioritas tindakan perbaikan. 5. Mengembangkan tindakan untuk mengurangi resiko. 6. Skala penilaian untuk perhitungan ini adalah 1-5. Penilaian tergantung dari proses itu sendiri berada pada tingkatan berapa bila diukur dari sisi severity, occurrence, dan detectability. 7. Penilaian severity (S), occurrence (O), dan detectability (D) terhadap proses ini dilakukan secara subyektif, dengan cara berdiskusi dengan manajer mutu, manajer teknis, dan customer service. 8. Risk priority number (RPN) merupakan hasil perkalian dari rating severity (S), occurrence (O), dan detectability (D). Hasilnya dapat kita gunakan untuk menentukan komponen dari failure mode yang paling menjadi prioritas kita. Tabel 2.1 Skala Penilaian untuk Severity (Tingkat Keparahan) Rating
Keterangan
1
Efeknya sangat kecil (minor effect)
2
Efeknya kecil atau cukup rendah (low effect)
3
Efeknya cukup atau sedang (moderate effect)
4
Efeknya tinggi (high effect)
5
Efeknya sangat tinggi (very high effect)
22
Tabel 2.2 Skala Penilaian untuk Occurrence (Frekuensi Kejadian) Rating
Keterangan
1
Sangat jarang terjadi (remote, failure is unlikely)
2
Kemungkinan terjadinya rendah atau hanya terjadi beberapa kali saja (low, relatively few failure)
3
Biasa terjadi (moderate, occasional failure)
4
Sering terjadi atau berulang- ulang (high, repeated failure)
5
Sangat sering terjadi atau kegagalan yang hampir tidak dapat dihindarkan (very high, almost invitable failure)
Tabel 2.3 Skala Penilaian untuk Detectability (Tingkat Deteksi) Rating
Keterangan
1
Kemungkinan cacat itu terdeteksi lebih awal sangat tinggi (very high)
2
Kemungkinan cacat itu terdeteksi lebih awal tinggi (high)
3
Kemungkinan cacat itu terdeteksi lebih awal rendah (low)
4
Kemungkinan cacat itu terdeteksi lebih awal sangat rendah (very low)
5
Cacat itu tidak dapat terdeteksi lebih awal (absolute certainty of non detection)
23
2.8
Metodologi Penelitian 2.8.1
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2012 s/d Juni 2012 di PT. Internusa Keramik Alamasri Industri, tbk. 2.8.2
Metode Pengumpulan Data
Metode dalam pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1. Penelitian Lapangan Penelitian lapangan, merupakan suatu metode yang dilakukan dengan meninjau langsung perusahaan untuk memperoleh data melalui pengamatan langsung pada objek penelitian. 2. Penelitian Kepustakaan Penelitian
kepustakaan,
merupakan
suatu
metode
yang
dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan dan landasan teoritis dalam menganalisa data dan permasalahan melalui karya tulis dan sumbersumber lainnya sebagai bahan pertimbangan dalam penulisan tugas akhir ini. 2.8.3
Jenis Keramik
Jenis keramik yang dijadikan objek penelitian adalah jenis Snow White. Pemilihan jenis keramik ini berdasarkan kuantitas produksi, yaitu Snow White merupakan salah satu jenis keramik yang paling banyak diproduksi di PT. Internusa Keramik Alamasri Industri, tbk.
24
Berikut adalah spesifikasi keramik jenis Snow White :
Ukuran 60 cm x 60 cm dengan standar ukuran 596,8 mm s/d 597,2 mm
Ukuran 40 cm x 40 cm dengan standar ukuran 393,8 mm s/d 398,2 mm
Ketebalan untuk ukuran 60 cm x 60 cm adalah 9,9 mm s/d 10,5 mm
Ketebalan untuk ukuran 40 cm x 40 cm adalah 9 mm s/d 9,5 mm
Gambar 2.7 Snow White
25
2.9
Diagram Alir Penelitian
Gambar 2.9 Diagram Alir Penelitian
2.9.1
Identifikasi Masalah Pada tahap ini mulai dilakukan studi lapangan di PT. Internusa
Keramik Alamasri Industri. Terutama pada departemen produksi bagian kiln guna mencari dan mengidentifikasi permasalahan – permasalahan yang dijadikan objek penelitian.
26
2.9.2
Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian Pada tahap ini dilakukan perumusan masalah dan penetapan tujuan
penelitian. Tujuan penelitian ini adalah mencari faktor – faktor penyebab cacat produksi keramik jenis Snow White (Ukuran 60x60 dan 40x40). 2.9.3
Pengumpulan Data Data yang diambil adalah data output produksi bagian kiln periode
produksi bulan Maret 2012 s/d April 2012 untuk jenis keramik Snow White (Ukuran 60x60 dan 40x40). 2.9.4
Pemeriksaan Data Data yang telah dikumpulkan kemudian diperiksa apakah telah
sesuai dengan tujuan penlitian. Jika Ya, maka dilanjutkan ke proses selanjutnya. 2.9.5
Analisa Data Pada tahap ini dilakukan analisa data yang telah diambil dan
diperiksa dengan menghitung nilai Severity, Ocuurance, Detection dan Risk Priority Number (RPN). 2.9.6
Kesimpulan Rangkuman dari semua hasil analisa yang kemudian disimpulkan
dengan menyertakan saran-saran yang mungkin bermanfaat baik bagi para pembaca maupun pihak PT. Internusa Keramik Alamasri Industri, tbk.