7
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Vegetable Leather Vegetable
leather
adalah
produk
berbasis
sayuran
yang
dikeringkan, dimakan sebagai snack dengan bentuk strip atau lembaran yang fleksibel dan teksturnya kenyal (Naz, 2012 dalam Handayani, 2014). Teknik pembuatan vegetable leather sama dengan teknik pembuatan fruit leather. Menurut Kendall dan Sofos (2012), fruit leather dibuat dari pengeringan lapisan tipis dari bubur buah di dalam oven atau dehydrator. Fruit leather (Gambar 2.1.) berbentuk lembaran tipis dengan ketebalan 23 mm (Asben, 2007) dan Nurlaely (2002) mengatakan fruit leather yang baik mempunyai kandungan air 10- 20%, nilai Aw kurang dari 0,7, tekstur plastis, kenampakan seperti kulit, terlihat mengkilat, dapat dikonsumsi secara langsung serta mempunyai warna, aroma dan cita rasa khas suatu jenis buah sebagai bahan baku. Menurut Raab dan Ochler (2000) banyak buah – buahan yang bisa diolah menjadi fruit leather, seperti apel, pisang, berry, ceri, anggur, jeruk, pir, nanas, plum, stroberi, jeruk, dan tomat. Namun, tidak hanya buah saja yang dapat diolah menjadi produk leather, menurut Harisson dan Andreas (2010) sayuran seperti brokoli, asparagus, wortel, tomat, dan lain – lain mampu diolah menjadi fruit leather. Menurut Suci (1993) dalam Zulkornen (2014), jenis buah yang dapat diolah menjadi fruit leather sebaiknya mempunyai kandungan serat tinggi, kadar air tidak terlalu tinggi, tingkat kematangan yang cukup dan mengandung gula yang cukup tinggi. Hal ini karena jika terlalu matang tekstur buah terlalu lembek dan yang kurang matang akan keras dan kurang manis. Umumnya, vegetable leather dibuat dengan cara mengurangi kadar air dari bubur sayur pada saat pengeringan dan hasilnya berbentuk lembaran tipis. Produk ini dapat dikonsumsi sebagai manisan atau snack vegetable. Snack vegetable dari sayuran mempunyai kecenderungan
7
8
berkembang pesat terutama di negara – negara maju. Vegetable leather di Indonesia belum banyak dikomersial. Namun, keberadaannya di luar Indonesia sudah banyak dikomersialkan tetapi dalam bentuk fruit leather. Salah satu perusahaan di South Shelton, California memproduksi fruit leather dari berbagai buah-buahan seperti mangga, apel, anggur, aprikot dan lain – lain (Stretch Island Fruit Co, 2004).
Gambar 2.1 Fruit Leather nanas (Asben, 2007) 2. Pare Pare adalah sejenis tumbuhan yang merambat dengan buah berbentuk panjang dan runcing pada ujungnya serta permukaan yang bergerigi (dapat dilihat pada Gambar 2.2). Pare tumbuh dengan baik di dataran rendah dan dapat ditemukan tumbuh liar di tanah terlantar, tegalan, dibudidayakan atau ditanam dipekarangan rumah dengan cara dirambatkan di pagar (Sudarsono dkk, 2002). Tanaman ini tidak memerlukan banyak matahari, sehingga dapat tumbuh subur di tempat-tempat yang sedikit terlindung. Pare merupakan tanaman semusim yang merambat dengan alat pembelit atau sulur dengan karakteristik umum berbentuk spiral, banyak bercabang dan berbau tidak enak. Tanaman ini berbiji banyak, berwarna coklat kekuningan, berbentuk pipih memanjang dan keras (Subahar, 2004). Menurut Yashinta (2013), pare gajih memiliki rasa yang tidak terlalu pahit dan banyak dibudidayakan dan paling disukai, buahnya panjang dengan ukuran 30 - 50 cm, diameter buah 3 - 7 cm, berat rata-rata 200 - 500 gr/buah. Sedangkan pare ayam memiliki rasa yang pahit,
9
berbentuk lonjong kecil dan berwarna hijau dengan bintil-bintil agak halus dengan panjang 15 – 20 cm. Dan pada pare belut jarang dibudidaya, bentuknya memanjang seperti belut panjangnya antara 30 – 110 cm dan diameter 4 – 8 cm. Bagian utama dari tanaman pare yang bernilai ekonomi cukup tinggi adalah bagian buahnya. Menurut Girini dkk (2005), biji pare juga
mengandung
triterpenoid
yang
mempunyai
aktivitas
anti
spermatozoa, sehingga penggunaan biji pare secara tradisional dengan maksud untuk mencegah AIDS dapat mengakibatkan infertilitas pada pria sehingga sebaiknya dihilangkan saat pengolahan. Peluang pasar pare bagi petani merupakan salah satu alternatif usaha tani yang dapat dijadikan sumber penghasilan dan peningkatan pendapatan. Buah pare memiliki kandungan gizi yang cukup baik bagi kesehatan (Apriyadi, 2012). Kandungan gizi yang terkandung pada buah pare gajih dapat dilihat pada Tabel 2.1. Klasifikasi tanaman pare menurut Subahar (2004) dan Christian (2007) adalah: Divisio Subdivisio Classis Ordo Familia Genus Species Varietas
: Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Curcubitales : Curcubitales : Momordica : Momordica charantia L. : Momordica charantia var. charantia
Gambar 2.2 Pare gajih (Hemawati, 2006)
10
Tanaman pare lokal yang dibudidayakan umumnya dikelompokkan dalam tiga jenis yaitu pare putih/pare gajih (Momordicha charantia var. charantia), pare hijau/pare kodok/pare ayam (Momordicha charantia var. mucirata), dan pare ular/pare belut
(Trichosanthes anguina L./
Trichosanthes cucumerina L.) (Christian, 2007). Pare putih memiliki ciriciri yaitu berbentuk bulat panjang berukuran besar, berwarna putih dan berbintil-bintil dengan ukuran besar. Pare hijau memiliki ciri-ciri antara lain berbentuk lonjong kecil, berwarna hijau dan berbintil-bintil dengan ukuran kecil serta halus. Sedangkan, ciri-ciri jenis pare ular atau pare belut adalah berbentuk bulat panjang agak melengkung dan berwarna belangbelang (hijau keputih-putihan) (Kristiawan, 2011). Pare merupakan tanaman yang kaya akan manfaat, diantaranya pare dapat berfungsi sebagai antikanker (Rita dkk, 2012) dan menurunkan kadar gula darah (hypopglycemic effect) (Basch dkk, 2003). Dalam tahuntahun belakangan, terungkap jika pare berkhasiat sebagai anti AIDS. Efek buah pare sebagai anti-virus HIV terletak pada kandungan protein momorcharin alfa dan beta, atau pada protein MAP30 (Momordica Antiviral Protein 30) (Arazia dkk, 2002; Kumar dkk, 2008). Pada penelitian Agus (2008), ekstrak pare dapat berperan sebagai antioksidan dengan ditemukannya kandungan flavonoid, tanin, saponin, steroid, dan terpenoid. Aktivitas antioksidan daging buah pare pada penelitian Horax dkk (2005) sebesar 81,7% sampai dengan 86,5%. Sedangkan, kandungan total fenol pare gajih sebesar 23,45 mg GAE/g (Ozusaglam dan Karakoca, 2013) lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pare belut yang hanya sebesar 1,90 mg GAE/100g (Marsetya, 2009). Senyawa golongan fenol diketahui sangat berperan terhadap aktivitas antioksidan, semakin besar kandungan senyawa golongan fenolnya maka semakin besar aktivitas antioksidannya (Hardiana dkk, 2012). Pada tanaman pare terdapat juga kandungan vitamin lain yang terkandung dalam buah pare yaitu vitamin C (Badan POM 2004), yang berperan dalam metabolisme pembuangan
11
kolesterol, memperbaiki kekuatan pembuluh darah serta berperan sebagai antimikrobia. Kandungan kimia buah pare yang cukup besar lainnya adalah kandungan fosfor yaitu sebesar 32,00 mg/ 100 g pare (dapat dilihat pada Tabel 2.1). Menurut Poedjiadi (1994), fosfor berfungsi sebagai penyusun struktur gigi dan tulang, penyerapannya dalam tubuh juga cukup baik, yaitu 70% dari dalam makanan dapat diserap tubuh. Pare juga diketahui mengandung β-karoten lima kali lebih besar dari pada wortel (Tuan, 2011), dalam salah satu penelitian jenis pare di Ternate disebutkan bahwa kandungannya sebesar 0,7822 mg/100 g (Naid dkk, 2012). Menurut Octaviani dkk (2014), beta karoten merupakan provitamin A yang berperan penting bagi pembentukan vitamin A. Sebagian besar sumber vitamin A adalah ß-karoten. Dalam tubuh ß-karoten akan diubah menjadi vitamin A. Tabel 2.1 Kandungan Gizi Buah Pare per 100 Gram Buah No Kandungan Gizi Banyaknya 1) 2) 1 Kalori (energi) 29,00 kal 29,00 kal 2 Protein 1,10 g 1,10 g 3 Lemak 1,10 g 0,30 g 4 Karbohidrat 0,50 g 6,60 g 5 Serat 0,90 g 6 Kalsium 45,00 mg 45,00 mg 7 Zat besi 1,40 mg 1,00 mg 8 Fosfor 32,00 mg 64,00 mg 9 Vitamin A 18,00 SI 180,00 SI 10 Vitamin B 0,08 mg 0,08 mg 11 Vitamin C 52,00 mg 52,00 mg 12 Kalium 211,00 mg 13 Air 91,20 g 91,20 g 14 Bagian yang dapat dimakan 77,00% Sumber : Yashifa (2013) Daftar Komposisi Bahan Makanan (2015) 3. Karagenan Karagenan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium, natrium, magnesium dan kalium sulfat dengan galaktosa 3,6
12
anhidro galaktosa kopolimer. Karagenan merupakan getah rumput laut yang dihasilkan dari proses ekstraksi rumput laut yang sebelumnya dilakukan proses alkali pada temperature yang tinggi. Struktur karagenan dibagi menjadi 3 fraksi berdasarkan unit penyusunnya yaitu kappa, iota dan iota karagenan (Prasetyowati dkk, 2008). Jenis karagenan yang digunakan pada pembuatan vegetable leather adalah kappa. Menurut Murdinah (2010), kappa karagenan merupakan pembentuk gel terbaik dibandingkan iota dan iota karagenan. Pada tabel 2.2 diketahui bahwa kappa karagenan dapat membentuk tekstur gel yang elastis dan tidak mengalami hidrolisis (gel stabil) pada larutan asam. Selain itu, pemilihan kappa karagenan sebagai hidrokoloid juga mampu meningkatkan kadar serat dalam fruit leather (Murdinah, 2010). Kemampuan karagenan untuk membentuk gel dengan ion-ion merupakan dasar dalam penggunaannya di bidang pangan. Pengaplikasian karagenan terutama dalam produk jeli, saus, permen, sirup, pudding, dodol, salad dressing, nugget, dan produk susu. Pemanfaatan senyawa hidrokoloid dalam industri makanan yang berasal dari rumput laut lebih mendominasi daripada hidrokoloid lainnya, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.3. Kappa-karagenan dihasilkan dari rumput laut tropis Kappaphycus alvarezii, yang didunia perdagangan dikenal sebagai Eucheuma cottonii. Kappaphycus alvarezii merupakan sumber utama dari kappa karagenan dan banyak dibudidayakan di Filipina dan Indonesia (Vallinayagam dkk, 2009). Klasifikasi rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii menurut Atmadja dkk (1996) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies
: Plantae : Rhodophyta : Rhodophyceae : Gigartinales : Solieriaceae : Kappaphycus : Kappaphycus alvarezii (Eucheuma cottonii)
Karagenan merupakan getah rumput laut yang dihasilkan dari proses ekstraksi rumput laut yang sebelumnya dilakukan proses alkali
13
pada temperature yang tinggi (Prasetyowati dkk, 2008). Kappa karagenan tersusun atas α 1,3-D-galaktosa-4-sulfat dan ß 1,4-3,6-anhidro- Dgalaktosa-2-sulfat (Van de Velde dkk, 2002). Kappa karagenan terbentuk sebagai hasil aktivitas enzim dekinkase yang mengkatalis µ(mu)karagenan menjadi kappa karagenan dengan cara menghilangkan atom C6 pada ikatan 1,4 galaktosa-6-sulfat (Glicksman, 1983). Adanya gugusan 6sulfat, dapat menurunkan daya gelasi dari karagenan, tetapi dengan pemberian alkali mampu menyebabkan terjadinya transeliminasi gugusan 6-sulfat,
yang
menghasilkan terbentuknya
3,6-anhidro-D-galaktosa.
Dengan demikian derajat keseragaman molekul meningkat dan daya gelasinya juga bertambah (Winarno, 1997). Peningkatan kandungan unit 3,6-anhidro-D-galaktosa akan menyebabkan peningkatan sensitivitas terhadap ion kalium yang pada akhirnya dapat meningkatkan kekuatan gel dari karagenan (Glicksman, 1983). Struktur kimia kappa karagenan dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Struktur kappa karagenan (Sudarmanto, 1999). Kappaphycus alvarezii mempunyai kandungan nutrisi cukup lengkap. Secara kimia, dalam 100 g Kappaphycus alvarezii terdiri dari karbohidrat 53 g; protein 16,2 g; lemak 1,01 g; kalsium 5,3 g; besi 1,14 mg; sulfat 20,2 mg; magnesium 160 mg; fosfor 869 mg; sodium 22,4 mg; dan potassium 13,4 mg (Renuga dkk, 2013). Menurut Cahyadi (2006), karagenan larut dalam air, tetapi sedikit larut dalam pelarut lainnya, umumnya perlu pemanasan agar karagenan larut semuanya dan dapat
14
membentuk gel yang baik. Biasanya pemanasan dilakukan sampai suhu 50-80°C. Proses pembentukan gel pada kappa karagenan dapat terjadi karena mengandung gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa. Menurut pendapat Fardiaz (1989) bahwa pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai - rantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan. Kappa karagenan merupakan fraksi yang mampu membentuk gel di dalam air. Proses ini bersifat reversible, yaitu meleleh jika
dipanaskan
dan
membentuk
gel
kembali
jika
didinginkan
(Apriyantoro dkk, 1989). Menurut Glicksman (1983), proses pemanasan akan mengakibatkan polimer karagenan dalam larutan menjadi random coil (acak). Bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer akan terikat silang semakin kuat dalam pembentukan gel. Jika diteruskan, maka ada kemungkinan gel akan mengkerut sambil melepasakan air. Proses inilah yang disebut sineresis (Glicksman, 1983). Menurut Verawaty (2008), sineresis adalah peristiwa keluarnya air dari dalam gel. Diantara ketiga jenis karagenan, kappa, iota dan lamda, hanya kappa karagenan yang akan mengalami sineresis jika berada dalam bentuk gel (Imeson, 2010). Dalam pembuatan vegetable leather, fungsi penambahan kappa karagenan dapat memperbaiki keplastisan karena dapat membentuk gel, selain memperbaiki keplastisan juga dapat memperkaya kandungan gizi dalam vegetable leather di antaranya mineral dan serat. Kappa karagenan berfungsi sebagai gelling agent yang dapat memperbaiki tekstur fruit leather (Historiarsih, 2010). Penelitian Sidi (2014) dan Fauziah dkk (2015), penambahan karagenan sebesar 0,6% dapat mempengaruhi karakteristik fisik, kimia dan organoleptik fruit leather. Menurut Fitantri dkk (2014), semakin tinggi konsentrasi karagenan yang ditambahkan akan menurunkan aktivitas air (Aw) karena semakin banyak pula air bebas yang terikat oleh karagenan, sehingga aktivitas air akan menurun.
15
Tabel 2.2 Sifat-sifat Karagenan Kelarutan Panas (80°C) Dingin (20°C)
Lambda Larut Seluruh garam-garam larut
Iota Larut Na+ larut, Ca++
Susu Panas (80°C) Susu Dingin (20°C) Susu Dingin (+TSPP; Tetrasodium Pyrophosphate) Larut gula (50%) Larut garam (10%) Gelation
Larut
Larut
Kappa Larut Na+ larut, agak sedikit swelling untuk K+, Ca++ Larut
Kental
Tidak larut
Tidak larut
Kental
Kental
Kental
Larut
Tidak larut
Larut (panas)
Larut (panas)
Larut (panas)
Tidak larut
Efek kation
Non-gelling
Tekstur Gel Sineresis
-
Kekuatan Gel meningkat dengan Ca++ Stabil Tidak
Kekuatan Gel meningkat dengan K+ Elastis Ya
Histerisis Freeze-thaw Stable Sinergi dengan locust bean gum Sinergi dengan konjac flour Sinergi dengan Pati Shearreversibile Kestabilan (asam) Reaktivitas Protein
Ya
5-10°C Ya
10-20°C Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya Hidrolisis
Ya Hidrolisis
Tidak Gel stabil
Interaksi yang kuat dalam kondisi yang asam
-
Reaksi spesifik dengan kappa kasein
Sumber: Imeson (2010)
16
Selain itu, kappa karagenan juga mampu meningkatkan kadar serat pangan dalam fruit leather (Murdinah, 2010). Menurut Fitantri dkk (2014), semakin tinggi konsentrasi karagenan yang diberikan, akan meningkatkan kadar serat pangan fruit leather nangka. Penambahan karagenan pada fruit leather nangka dapat meningkatkan kadar serat pangan sebesar 1,75%5,54% (wb). Jika dibandingkan dengan hidrokoloid lain misalnya gum arab, vegetable leather pare gajih memiliki tekstur yang rapuh. Hal ini diduga karena konsentrasi gum arab yang digunakan pada trial dibawah 1 % karena menurut Historiarsih (2010), gum arab mampu mengikat air lebih stabil pada konsentrasi di atas 1%. Tabel 2.3 Persentase Pemanfaatan Senyawa Hidrokoloid dalam Industri Makanan Jenis Hidrokoloid 1978 1993 1998 (%) (%) (%) Guar Gum 6 5 6 Xanthan Gum 11 7 5 Arabic Gum 5 6 6 Pektin 15 14 12 Gelatin 16 14 11 Locust Bean Gum 6 6 7 Carboxy Methyl 13 8 5 Cellulose (CMC) Karagenan 13 18 21 Agar 9 12 15 Alginat 6 10 12 Sumber : Zatnika (2013) Keunggulan lain dari karagenan adalah semakin tinggi konsentrasi karagenan maka kandungan fosfor juga semakin besar.Menurut penelitian Wasis dkk (2012), karagenan dapat meningkatkan kandungan fosfor sebesar 23,04%. Pemilihan kappa karagenan didasarkan juga pada pH dari fruit leather menurut Ramadhan dkk (2015) pada buah naga merah memiliki pH 5,43 dan buah mangga 5,41. Hasil penelitian Safitri (2012) melakukan substitusi buah mangga dengan kelopak bunga rosela (35%: 25%) yang mencapai pH sebesar 3,45. Nilai pH yang dihasilkan pada semua perlakuan fruit leather tergolong asam dikarenakan berada pada pH
17
di bawah 7 (Netral). Nilai pH leather masih berada rentang pH terbaik karagenan karena menurut Khairunnisa dkk (2015), rentang pH karagenan berkisar antara 2,5 – 10,0. Selain itu, menurut Imeson (2010), kappa karagenan juga mampu membentuk gel yang stabil pada keadaaan asam. Menurut Khairunnisa dkk (2015), rentang pH CMC yakni antara 3,0 – 5,0 dan pektin pektin antara 2,5 – 4,0. Selain itu, CMC dan pektin bersifat hidrolisis pada pH asam (Ganz, 1997 dalam Manoi, 2006 dan Yuliani, 2011). Jika dibandingkan dengan gum arab, karagenan lebih ekonomis dari segi harga dan lebih stabil dalam mengimobilisasi air pada konsentrasi yang lebih rendah dari gum arab. Nilai pH alami gum dari Acasia Senegal ini berkisar 3,9-4,9 yang berasal dari residu asam glukoronik. Sedangkan, menurut imeson (2010) bahwa gum arab juga stabil dalam larutan asam. Namun, pada trial dan error menyebabkan tekstur vegetable leather yang lebih getas hal ini diduga karena konsentrasi gum arab yang digunakan pada trial dibawah 1 % karena menurut Historiarsih (2010), gum arab mampu mengikat air lebih stabil pada konsentrasi di atas 1%. Kappa karaginan terdapat pada Kappaphycus alvarezii yang larut dalam air panas, sedangkan iota karaginan berasal dari jenis Eucheuma spinosum larut dalam air dingin. Gel yang terbentuk dari kappa karaginan berwarna agak gelap dan mempunyai tekstur mudah retak, sedangkan gel yang terbentuk dari jenis iota karaginan berwarna lebih jernih dibandingkan kappa dan mempunyai tekstur empuk dan elastis (Ulfah, 2009). 4. Sorbitol Sorbitol (C6H14O6) berasal dari golongan gula alkohol. Gula alkohol merupakan hasil reduksi dari glukosa di mana semua atom oksigen dalam molekul gula alkohol yang sederhana terdapat dalam bentuk kelompok hidroksil, sinonim dengan polyhidric alcohol (polyols). Sorbitol dapat digunakan sebagai pengganti sukrosa pada penderita penyakit diabetes. Sorbitol adalah gula alkohol yang secara alami banyak ditemukan dalam
18
buah-buahan dan sayur-sayuran. Sorbitol dikenal sebagai pemanis dengan kandungan kalori dua per tiga dari sukrosa dan tingkat kemanisan 60% dari sukrosa. Sorbitol sangat cocok untuk memproduksi berbagai produk rendah kalori dan telah terbukti aman digunakan hampir setengah abad. Sorbitol juga mempunyai sifat yang dapat menjaga keseimbangan kandungan air dan tekstur sehingga cocok untuk produk-produk permen dan sejenisnya (Suseno dkk, 2008). Spesifikasi sorbitol dapat dilihat pada Tabel 2.4. Sorbitol memiliki rasa yang lembut dan memberi kesan dingin di mulut serata mampu bertahan pada temperatur tinggi (Winarno dan Felicia, 2007). Berdasarkan SNI 01-6993-2004 mengenai kajian bahan pemanis buatan, batas penggunaan sorbitol dalam bahan pangan tidak lebih dari 50 g per hari karena dapat mengakibatkan efek laktasif. JECFA (The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additive) menyatakan sorbitol merupakan bahan tambahan pangan yang aman dikonsumsi oleh manusia. CAO (Codex Alimentarus Commission) mengatur maksimum penggunaan sorbitol pada berbagai produk pangan sekitar 500 mg/kg bahan pangan sampai dengan 200.000 mg/kg bahan pangan (Cahyadi, 2006). Tabel 2.4 Spesifikasi Sorbitol Karakteristik Kenampakan Aroma Rasa Ph Kelembaban Densitas Titik leleh Titik didih Sumber: Arkhiles dkk (2012)
Keterangan Bubuk putih kekuningan, bentuk tidak tetap Tidak berbau Manis 4,5-6,5 3%(maks) 1,489 g/cm3 95 °C 296 °C
Sorbitol (C6H14O6) paling banyak digunakan sebagai pemanis pengganti pada gula karena bahan dasarnya mudah diperoleh dan harganya murah. Struktur kimia sorbitol dapat dilihat pada Gambar 2.4. Sorbitol
19
diproduksi dari tepung umbi tanaman singkong (Soesilo dkk, 2005). Sorbitol sebagai humektan mampu mengikat air bebas dalam makanan. Semakin tinggi penambahan sorbitol, semakin banyak air bebas yang mampu diikat. Hal tersebut akan mempengaruhi nilai a w yang semakin menurun. Jika aw rendah maka dapat meningkatkan keawetan bahan pangan tersebut (Zubaidah, 2002). Dalam BPOM (2010), sorbitol dapat berfungsi sebagai bahan pengisi (filler/bulking agent), humektan, dan pengental (thickener).
Gambar 2.4 Struktur Sorbitol (Li dkk, 2013) Sorbitol dengan berat molekul sebesar 182,17 g/mol memiliki titik lebur pada suhu 95°C dan bersifat sangat higroskopis. Sifat higroskopis adalah mampu memyerap dan melepaskan air, sehingga kadar air dapat berubah-ubah sesuai dengan suhu dan kelembaban (Manuhuwa, 2007). Kelarutan sorbitol sangat tinggi yaitu sebesar 255 gram/ 100 gram air pada suhu 25°C. Sorbitol memiliki mouthfeel (kesan di mulut) dengan rasa yang manis dan memberikan sensasi dingin di mulut. Sorbitol sangat stabil dan secara kimiawi tidak reaktif sehingga sorbitol memiliki ketahanan yang sangat tinggi terhadap temperatur dan tidak mengalami reaksi maillard (Suseno dkk, 2008). 5. Aktivitas Antioksidan Antioksidan
merupakan
senyawa
yang
mampu
menunda,
memperlambat, atau menghambat reaksi oksidasi. Senyawa antioksidan memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap pengaruh buruk yang disebabkan radikal bebas (Pokorny dkk, 2001). Radikal bebas
20
adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan bereaksi dengan molekul disekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron. Reaksi ini akan berlangsung terus menerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, jantung, katarak, penuaan dini, serta penyakit degeneratif lainnya (Maulida dan Zulkarnaen, 2010). Berdasarkan
mekanisme
kerjanya,
antioksidan
digolongkan
menjadi dua kelompok (Arcan, 2005) yaitu: 1) Antioksidan primer bekerja dengan memberikan ion hidrogen atau elektron pada radikal bebas dan memutus rantai reaksi dengan mengubahnya menjadi stabil. Selain memberikan ion hidrogen, antioksidan primer akan bereakasi dengan lipid radikal bebas denan cara membentuk kompleks lipid-antioksidan. Senyawa yang termasuk antioksidan primer adalah kelompok senyawa polifenol, asam karbonat (vitamin C), BHT, BHA, TBHQ, PG dan tokoferol. AH + R
A + RH (Antioksidan memebrikan atom hidrogen pada
lipid radikal bebas) 2) Antioksidan sekunder bekerja dengan mencegah terbentuknya radikal bebas dengan menyerap radiasi sinar ultraviolet, menginaktivasi singlet oksigen, dan bekerja sinergis dengan antioksidan primer. Senyawa
yang
termasuk
antioksidan
sekunder
adalah
asam
triodipropionat, dilauril dan distearil ester. Prinsip uji DPPH (1,1,-difenil-2-pikrilhidrazin) adalah penghilangan warna untuk mengukur kapasitas antioksidan yang langsung menjangkau radikal bebas dengan pemantauan absorbansi pada panjang gelombang 517 nm dengan spektrofotometer (Yu, 2008). Radikal bebas sintetik DPPH akan bereaksi dengan senyawa antioksidan melalui pengambilan atom hidrogen dari senyawa antioksidan untuk mendapatkan pasangan elektron (Kiay dkk, 2011). Senyawa yang memiliki kemampuan
21
penangkal radikal umumnya merupakan pendonor hidrogen (H), sehingga atom H tersebut dapat ditangkap oleh radikal DPPH untuk berubah menjadi bentuk netralnya. Horax dkk (2005) mengatakan bahwa aktivitas antioksidan daging buah pare adalah 81,7% hingga 86,5%. Senyawa antioksidan yang ditemukan pada pare adalah flavonoid,tanin, saponin, steroid, dan terpenoid (Agus, 2008). Senyawa tersebut merupakan kelompok polifenol yang bersifat antioksidatif. Sifat antioksidatif dapat ditunjukkan dengan kemampuan pare gajih dalam menangkap radikal bebas DPPH. 6. Fenol Fenol (C6H5OH) atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tidak berwarna yang memiliki bau yang khas. Struktur fenol memiliki gugus hidroksil (OH-) yang berikatan dengan cincin fenilFenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yaitu 8,3 gram/100 ml. Fenol memiliki sifat yang cenderung asam, yang artinya dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya (Grafianita, 2011). Fenol mempunyai sifat asam, mudah dioksidasi, mudah menguap, sensitif terhadap cahaya dan oksigen, serta bersifat antiseptik. Kadar fenol tersebut akan menurun antara lain dengan perlakuan pencucian, perebusan, dan proses pengolahan lebih lanjut untuk dijadikan produk yang siap dikonsumsi (Sundari, 2009). Senyawa fenolik pada bahan makanan dapat dikelompokkan menjadi fenol sederhana dan asam fenolat (p-kresol, 3-etil fenol, 3,4-dietil fenol, hidroksiquinon, vanilin dan asam galat), turunan asam hidroksi sinamat (pkumarat, kafeat, asam fenolat dan asam klorogenat) dan flavonoid (katekin, proantosianin, antisianidin, flavon, flavonol dan glikosidanya). Fenol juga dapat menghambat okidasi lipid dengan menyumbangkan atom hidrogen kepada radikal bebas (Grafianita, 2011). Menurut Ozusaglam dan Karakoca (2013), pare gajih memiliki kandungan fenol sebesar 23,45 mg GAE/g lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pare belut yang hanya sebesar 1,90 mg GAE/100g (Marsetya, 2009). Mekanisme antioksidan dari senyawa fenolik :
22
1) antioksidan fenolik alami (natural phenolic antioxidant) menghalangi proses oksidasi dengan mendonorkan atom hidrogen ke radikal (RO*), reaksinya : RO* + NPH NP*+ ROH, 2) substansi intermediat yang stabil, phenoxy radical (NP*) bereaksi sebagai terminator dari propagasi dengan cara bereaksi dengan radikal lainnya, reaksinya RO* + NP* RONP (Abdullah, 2009). 7. Fosfor Fosfor termasuk salah satunutrisi utama yang sangat penting dalam tubuh manusia. Fosfor tidak terdapat secara bebas di alam. Fosfor ditemukan sebagai fosfat dalam beberapa mineral, tanaman dan merupakan unsur pokok dari protoplasma. Fosfor terdapat dalam air sebagai ortofosfat. Sumber Fosfor alami dalam air berasal dari pelepasan mineral-meneral dan biji-bijian (Bausch, 1974). Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam kalsium fosfat di dalam tulang dan gigi yang tidak dapat larut. Forfor di dalama tulang berada dalam perbandingan 1:2 dengan kalsium. Fosfor selebihnya terdapat di dalam semua sel tubuh, separuhnya di dalam otot dan di dalam cairan ekstraselular. Sebagai fosfolipid, fosfor merupakan kmponenen struktural dinding sel. Sebagai fosfat organik, fosfor memegang peranan penting dalam reaksi yang berkaitan dengan penyimpanan atau pelepasan energi dalam bentuk Adenin Trifosfat (ATP) (Almatsier, 2004). Fosfor mempunyai peranan dalam metabolism karbohidrat, lemak dan protein. Sebagai fosfolipid, fosfor merupakan komponen esensial bagi banyak sel dan merupakan alat transport asam lemak. Fosfor berperan pula dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa. Pada umumnya bahan makanan yang mengandung banyak kalsium merupakan juga sumber fosfor, seperti susu, keju, daging, ikan, telur, serelia. Akan tetapi fosfor dalam serelia pada umumnya terdapat dalam bentuk asam fosfat yang dapat mengikat kalsium hingga terbentuk komponen yang tidak dapat
23
dicerna dan diserap (Pudjiadi,2000). Pare gajih memiliki kandungan fosfor sebesar 32,00 mg/ 100 gram pare (Yashifa, 2013). 8. Serat Pangan Serat pangan didefinisikan sebagai kelompok polisakarida dan polimer-polimer lain yang tidak dapat dicerna oleh sistem gastrointestinal bagian atas tubuh manusia. Serat pangan adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Serat pangan total terdiri dari komponen serat pangan larut dan serat pangan tidak larut. Serat pangan larut diartikan sebagai serat pangan yang dapat larut dalam air dan dapat terendapkan oleh air yang telah dicampur dengan empat bagian etanol. Sedangkan serat pangan tak larut diartikan sebagai serat pangan yang tidak larut dalam air panas maupun dingin (Muchtadi, 2001). Winarno (1997) menyatakan bahwa total serat yang tidak dapat larut adalah 1/5 – 1/2 dari jumlah total serat. Contoh serat pangan larut seperti pektin (misalnya buah apel, strawberi, jeruk), musilase (misalnya agar-agar dari rumput laut) dan gum (misalnya biji-bijian, kacangkacangan, dan rumput laut). Sedangkan yang tergolong dalam serat tidak larut adalah selulosa (misalnya wortel, bit, umbi-umbian), hemiselulosa (didapat pada kulit ari yang menutupi beras atau gandum), dan lignin (terdapat pada batang, kulit, dan daun sayur-sayuran). Serat pangan menurut pendapat Santoso (2011), dapat memberikan keuntungan bagi kesehatan yaitu mengontrol berat badan atau kegemukan (obesitas), menanggulangi penyakit diabetes, mencegah gangguan gastrointestinal, kanker kolon (usus besar), serta mengurangi tingkat kolesterol darah dan penyakit kardiovaskuler. Soluble fiber adalah jenis serat yang dapat larut dalam air, sehingga dapat melewati usus halus dengan mudah dan difermentasi di mikroflora usus besar. Sedangkan, insoluble fiber adalah jenis serat yang tidak dapat larut dalam air. Jenis serat ini tidak dapat membentuk gel ketika melewati usus halus dan sangat sulit difermentasi oleh mikroflora usus besar manusia. Pada dietary fiber yang soluble, bahan ini larut dan membentuk
24
viscous gels. Jenis serat ini melewati sistem pencernaan dan dengan mudah difermentasikan oleh mikrobiota usus halus. Sedangkan, dietary fiber yang insoluble tidak membentuk gel sehingga sangat minim untuk difermentasi (Fairudz dan Nisa, 2015). Menurut Winarti (2010), serat pangan berbeda dengan serat kasar (crude fiber). Serat pangan adalah karbohidrat kompleks yang banyak terdapat pada dinding sel tanaman yang terdiri dari lignin, selulosa, dan hemiselulosa yang tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan manusia, sedangkan serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia seperti H2SO4 dan NaOH. Serat pangan pada pare gajih menurut Yashifa (2013) sebesar 0,90 gram/ 100 gram buah pare.
25
B. Kerangka Berpikir
Konsumsi sayuran masyarakat rendah Pola konsumsi masyarakat praktis dan cepat
Pare gajih
Sorbitol Olahan Sayuran Rendah kalori, pemanis, dan pengental
Vegetable leather (tekstur plastis, flavor khas sayuran dan dapat digulung)
Mengandung antioksidan, fenol, fosfor dan kaya serat
Vegetable leather pare gajih
karakteristik fisik,kadar antioksidan, fenol, fosfor, serat pangan dan sensoris
Pembentuk gel yang baik, plastis, rendah kalori, mengandung fosfor dan tinggi serat
Karagenan
Gambar 2.5 Kerangka Berpikir Penelitian C. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini antara lain: 1. Variasi konsentrasi karagenan akan berpengaruh terhadap karakteristik fisik vegetable leather pare gajih yang dihasilkan. 2. Variasi konsentrasi karagenan akan berpengaruh terhadap kadar antioksidan, fenol, fosfor, serat pangan dan kalori vegetable leather pare gajih yang dihasilkan. 3. Variasi konsentrasi karagenan akan berpengaruh terhadap karakteristik sensoris vegetable leather pare gajih yang dihasilkan.