BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1.
Kitosan
Kitosan merupakan polimer dengan kelimpahan kedua setelah selulosa. Pada umumnya kitosan dapat diperoleh dari cangkang kepiting atau udang. Pemanfaatan kitosan yang cukup luas dalam proses adsorpsi disebabkan karena adanya gugus amina dan hidroksil, yang menyebabkan kitosan mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi dan menyebabkan sifat polielektrolit kation sehingga berperan sebagai adsorben untuk mengadsorpsi logam berat ataupun limbah organik dalam air limbah (Marganof, 2007). Kitosan diperoleh dengan melakukan proses deasetilasi pada kitin. Deasetilasi merupakan proses pengubahan gugus asetil (-NHCOCH3) pada kitin menjadi gugus amina (-NH2) pada kitosan dengan menambahkan NaOH konsentrasi tinggi (Kusumaningsih dkk., 2004). Kitosan mempunyai kelarutan yang baik dalam asam-asam organik encer, larut dalam heksafloroaseton, heksafloroisopropanol dan dimetilasetamid yang mengandung 5% LiCl. Sedangkan kitin tidak larut dalam air dan kebanyakan pelarut organik. Terkait dengan kelarutan tersebut, kitosan menjadi lebih menarik dan mempunyai aplikasi yang lebih luas daripada kitin (Kumar, 2000). Kitosan mempunyai 3 jenis gugus fungsi yang reaktif, yaitu sebuah gugus amino, gugus hidroksil primer dan sekunder pada posisi C-2, C-3 dan C-6 secara berurutan. Kitosan bersifat polikationik karena memiliki gugus hidroksil dan amina sepanjang rantai polimer, hal ini mengakibatkan kitosan efektif untuk mengadsorbsi kation ion logam berat, kation dari zat organik maupun agen pengkelat (Shahidi dkk., 1999). Kemampuan adsorpsi kitosan terhadap logam berat sangat dipengaruhi oleh sifat fisika dan kimia kitosan (Ngah dkk., 2005). Keberadaan gugus amida dalam kitin dan gugus amina dalam kitosan telah menjadikan kitin dan kitosan sebagai adsorben yang mampu mengikat logam berat. Kitosan dapat mengikat logam berat 4 sampai 5 kali lebih besar dari kitin. Hal ini terkait dengan adanya gugus amina terbuka sepanjang rantai kitosan (Yang dan Zall, 1984) sehingga kitosan lebih mudah berinteraksi dengan larutan
6
7
berpelarut air (lebih hidrofilik) dari pada kitin (Kumar, 2000). Struktur kitosan dapat dilihat pada Gambar 1. CH2OH H OH
O H
H
NH2
CH2OH H
O
OH
O H
H
NH2
H
H
Gambar 1. Struktur Kitosan. 2.
Senyawa kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena.
Senyawa kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena merupakan senyawa modifikasi kitosan. Struktur kitosan yang memiliki gugus amino dan gugus hidroksil yang aktif membuat kitosan dapat dilakukan modifikasi secara kimia. Dalam modifikasi tersebut terjadi penggantian gugus fungsional dari senyawa p-t-butilkaliks[4]arena pada bagian lower rim yaitu empat gugus hidroksinya. Reaksi tersebut melibatkan katalis basa untuk memberikan efek kondensasi dan mempercepat reaksi serta menangkap gugus fenolik yaitu proton pada gugus hidroksi dari
p-t-
butilkaliks[4]arena yang bersifat asam (Restuti, 2012). Struktur kitosan-p-tbutilkaliks[4]arena dapat dilihat pada Gambar 2.
OH HO
NH
O
NH
OH
HN
HN
HO
O O
O OH
O
O O OH HO
OH HO
Gambar 2. Struktur Kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena (Restuti,2012).
8
Reaksi pengikatan kitosan pada p-t-butilkaliks[4]arena terjadi melalui beberapa tahap. Tahap awal dalam mekanisme reaksinya yaitu gugus hidroksi dari p-t-butilkaliks[4]arena bereaksi terlebih dahulu dengan agen pengkopling DIC. Atom H pada OH dari p-t-butilkaliks[4]arena mudah lepas sehingga atom O menjadi bermuatan negatif. DIC memiliki dua ikatan rangkap, dimana salah satu ikatan rangkapnya akan terbuka menjadi ikatan tunggal karena ikatan π bersifat lemah sehingga menghasilkan karbokation yang dapat diserang oleh atom O bermuatan negatif dari hidroksi p-t-butilkaliks[4]arena. Tahap selanjutnya terjadi reaksi antara gugus –NH2 pada kitosan dengan hasil reaksi antara p-tbutilkaliks[4]arena dengan DIC melalui substitusi nukleofilik. Cincin aromatis mengalami resonansi sehingga menghasilkan karbokation. Atom N dari gugus – NH2 pada kitosan memiliki pasangan elektron bebas sehingga bersifat nukleofil yang menyerang karbokation dari gugus aromatis p-t-butilkaliks[4]arena sehingga menghasilkan gugus amina sekunder dengan melepas DIC (Restuti, 2012). Mekanisme reaksi pengikatan kitosan dengan p-t-butilkaliks[4]arena disajikan pada Lampiran 4. Hilmiyana (2013) telah menguji kemampuan kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena sebagai adsorben zat warna tekstil Remazol Yellow FG dengan kitosan sebagai adsorben pembanding. Penelitian dilakukan dengan metode batch, pada variasi pH, waktu kontak dan konsentrasi awal zat warna Remazol Yellow FG. Hasil adsorpsi optimum zat warna Remazol Yellow FG oleh kitosan dan kitosan-p-tbutilkaliks[4]arena terjadi pada pH 4, waktu kontak 135 menit, dan konsentrasi 200 ppm. Kajian kinetika adsorpsi mengikuti model kinetika Ho (pseudo orde dua) dengan konstanta laju adsorpsi 2,418 x 10-4 g/mg.menit untuk kitosan dan 3,626 x 10-4 untuk kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena. Kajian isoterm menunjukkan bahwa adsorpsi cenderung mengikuti isoterm langmuir dengan energi adsorpsi 24,920
kJ/mol
untuk
kitosan
dan
32,210
kJ/mol
untuk
kitosan-p-t-
butilkaliks[4]arena. Hak (2014) telah menguji kemampuan kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena sebagai adsorben zat warna Procion Red MX 8B dengan kitosan sebagai adsorben pembanding. Hasil adsorpsi optimum terjadi pada pH 4, waktu kontak 135 menit,
9
dan konsentrasi awal 200 ppm. Kajian kinetika adsorpsi mengikuti model kinetika Ho, pseudo orde dua dengan konstanta laju 3,690x 10-3 g/mg.menit untuk kitosan dan 2,03 x 10-3 g/mg.menit untuk kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena. Kajian isoterm cenderung mengikuti isoterm Langmuir dengan kapasitas adsorpsi maksimum 136,090 mg/g energi adsorpsi 30,530 kJ/mol untuk kitosan dan 147,350 mg/g dan energi adsorpsi 33,650 kJ/mol untuk kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena. 3.
Adsorpsi
Adsorpsi merupakan suatu peristiwa fisik yang terjadi pada permukaan suatu padatan (Oscik dan Cooper, 1982). Zat atau molekul yang terserap ke permukaan disebut adsorbat, sedangkan zat atau molekul yang menyerap disebut adsorben (Sukardjo, 1985). Proses akumulasi adsorbat pada permukaan adsorben yang disebabkan oleh gaya tarik antar molekul adsorbat dengan permukaan adsorben. Interaksi yang terjadi pada molekul adsorbat dengan permukaan kemungkinan diikuti lebih dari satu interaksi, tergantung pada struktur kimia masing-masing komponen (Setyaningtyas dkk., 2005). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi yaitu: jenis adsorben dan adsorbat, luas permukaan adsorben, waktu kontak, konsentrasi zat terlarut dan temperatur (Atkins, 1999). Faktor lain yang dapat mempengaruhi adsorpsi yaitu : a.
Ukuran partikel dari adsorben, ukuran partikel yang semakin kecil dapat mempercepat proses kesetimbangan dan kemapuan adsorpsi yang penuh dapat dicapai.
b.
Daya larut adsorbat pada air, senyawa yang sedikit larut dalam air akan semakin mudah untuk dijerap dari air dibandingkan dengan senyawa yang memiliki daya larut tinggi.
c.
Derajat ionisasi dari molekul adsorbat, semakin tinggi derajat ionisasi maka semakin banyak senyawa yang diadsorp.
d.
Derajat keasaman (pH), derajat ionisasi dari suatu senyawa dipengaruhi oleh pH sehingga pH dapat mempengaruhi proses adsorpsi (Santoso, 2012).
10
Jenis adsorpsi yang biasa dikenal yaitu adsorpsi kimia dan adsorpsi fisika. Adsorpsi kimia terjadi karena adanya gaya-gaya kimia dan diikuti oleh reaksi kimia. Pada adsorpsi kimia hanya satu lapisan gaya yang terjadi. Adsorpsi jenis ini akan menghasilkan produk reaksi berupa senyawa baru akibat dari terbentuknya ikatan secara kimia. Ikatan kimia yang terjadi pada adsorpsi kimia sangat kuat mengikat molekul gas atau cairan dengan permukaan padatan sehingga sangat sulit untuk dilepaskan kembali (Silbey, 2005). Adsorpsi fisika terjadi karena adanya gaya-gaya fisika. Pada adsorpsi fisika terjadi beberapa lapisan gaya. Molekul-molekul yang diadsorpsi secara fisika tidak terikat kuat pada permukaan, dan biasanya terjadi proses balik yang cepat, sehingga mudah untuk diganti dengan molekul yang lain. Adsorpsi fisika didasarkan pada gaya Van Der Waals, dan dapat terjadi pada permukaan yang polar dan non polar. Permukaan padatan dapat mengadsorpsi ion-ion dari larutan dengan mekanisme pertukaran ion. Karena itu ion pada gugus senyawa permukaan padatan adsorbennya dapat bertukar tempat dengan ion-ion adsorbat. Mekanisme pertukaran ini merupakan penggabungan dari mekanisme adsorpsi kimia dan adsorpsi fisika, karena adsorpsi jenis ini mudah dilepas kembali untuk dapat terjadinya pertukaran ion (Atkins, 1999). Sistem adsorpsi ada dua macam, yaitu adsorpsi sistem batch dan adsorpsi sistem kontinyu. Adsorpsi sistem batch dengan cara partikel adsorben ditempatkan dalam sebuah larutan adsorbat dan diaduk untuk mendapatkan kontak yang merata sehingga terjadi proses adsorpsi (Suntorm, 1979 dalam Rahayu dan Hardyanti, 2007). Konsentrasi larutan awal (Co) nantinya akan berkurang dan bergerak ke konsentrasi kesetimbangan (Ce) setelah beberapa waktu tertentu. Tujuan dari sistem batch adalah untuk mengetahui karakteristik adsorbat dan adsorben. Dalam proses adsorpsi secara batch berlaku persamaan isoterm Freundlich, Langmuir (Santoso, 2012). Sedangkan adsorpsi sistem kontinyu dilakukan dengan adsorben selalu berkontak sehingga proses kontak yang terjadi relatif lebih konstan (Metcalf dan Eddy, 2003 dalam Rahayu dan Hardyanti, 2007). Dalam proses adsorpsi secara kontinyu berlaku persamaan Thomson (Santoso, 2012).
11
4.
Kinetika Adsorpsi
Kinetika adsorpsi menyatakan adanya proses penyerapan suatu zat oleh adsorben dalam
fungsi
waktu merupakan
salah satu
parameter
yang
menggambarkan efisien adsorpsi. Kinetika adsorpsi tergantung pada interaksi adsorbat-adsorben dan kondisi sistem. Beberapa model kinetika adsorpsi yaitu : a. Kinetika Adsorpsi pseudo orde satu memiliki arti bahwa laju reaksi berbanding lurus dengan pangkat satu konsentrasi pereaksi yang dinyatakan oleh persamaan : ..................................................................(1) dengan qe adalah konsentrasi logam teradsorp pada saat kesetimbangan (mg/g), qt yaitu konsentrasi logam teradsorp pada saat waktu t (mg/g), t merupakan waktu kontak (menit) dan k adalah konstanta kinetika adsorpsi pseudo orde satu (g mg-1 menit-1). b. Kinetika Adsorpsi pseudo orde dua memiliki arti bahwa laju reaksi berbanding lurus dengan pangkat satu konsentrasi pereaksi yang dinyatakan oleh persamaan : .......................................................................(2) Notasi qe adalah jumlah ion logam yang teradsorpsi setelah setimbang (mg/g), qt adalah jumlah ion teradsorpsi pada saat t (mg/g), k adalah konstanta kinetika adsorpsi pseudo orde dua (menit-1) (Demirbas dkk., 2008). 5.
Isoterm Adsorpsi
Ada beberapa macam jenis isoterm adsorpsi antara lain : a. Isoterm Adsorpsi Langmuir Irving Langmuir mengemukakan hubungan antara jumlah gas yang terjerap pada permukaan dengan tekanan gas tersebut juga sering digunakan untuk adsorpsi zat terlarut dalam suatu larutan (Muhammad dkk., 1998). Isoterm adsorpsi Langmuir diturunkan secara teoritis dengan menganggap bahwa hanya
12
sebuah adsorpsi tunggal yang terjadi. Adsorpsi terlokalisasi, artinya molekulmolekul zat hanya dapat diserap pada tempat-tempat tertentu dan panas adsorpsi tidak bergantung pada permukaan yang tertutup oleh adsorben. Isoterm adsorpsi Langmuir digunakan untuk menggambarkan adsorpsi kimia. Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir yang merupakan jenis adsorpsi monolayer ditunjukkan dalam formula : .................................................................(3) dengan Ce adalah konsentrasi logam sisa (mol/L), qe adalah konsentrasi logam teradsorp pada saat kesetimbangan (mol/g), Xm merupakan kapasitas maksimum adsorpsi (mol/g) dan K adalah konstanta kesetimbangan. b. Isoterm Adsorpsi Freundlich Herbert Max Finley Freundlich mengemukakan suatu persamaan isoterm adsorpsi untuk sistem non ideal pada tahun 1906. Isoterm ini paling umum digunakan karena dapat mengkarakterisasi kebanyakan proses adsorpsi dengan baik (Pope 2004 dalam Nurdiani, 2005). Isoterm Freundlich menggambarkan adsorpsi jenis fisika dimana adsorpsi terjadi pada beberapa lapis dan ikatannya tidak kuat dan juga mengasumsikan bahwa tempat adsorpsi bersifat heterogen. Isoterm Freundlich menganggap bahwa pada sisi permukaan adsorben akan terjadi proses adsorpsi di bawah kondisi yang diberikan. Isoterm Freundlich tidak mampu memperkirakan adanya sisi-sisi pada permukaan yang mempu mencegah adsorpsi pada saat kesetimbangan tercapai, dan hanya ada beberapa sisi aktif saja yang mampu mengadsorpsi molekul terlarut (Pope 2004 dalam Nurdiani, 2005). Persamaan untuk isoterm Freundlich adalah: ..............................................................................................(4) Apabila persamaan tersebut diubah ke dalam bentuk logaritma akan diperoleh : ............................................................(5) Dimana qe adalah konsentrasi logam teradsorp pada saat kesetimbangan (mg/g), Ce adalah konsentrasi logam sisa (mg/L) dan K : konstanta Freundlich (Demirbas dkk., 2008).
13
Energi adsorpsi merupakan jumlah energi yang terlibat dalam adsorpsi yang dapat dinyatakan sebagai energi bebas standar adsorpsi. Persamaan energi adsorpsi dapat ditulis seperti persamaan (6) Eadsorpsi = RTlnK................................................................................................(6) Dengan R adalah tetapan gas ideal (8,314 J/mol.K), T adalah suhu, dan K adalah konstanta kesetimbangan adsorpsi Langmuir (Oscik dan Cooper, 1982). 6.
Logam Cd
Logam Cd dalam sistem periodik unsur memiliki nomor atom 48 dan nomor massa 112,4. Logam Cd merupakan logam yang berwarna putih keperakan, lunak, mengkilap, tidak larut dalam basa, mudah bereaksi menghasilkan kadmium oksida bila dipanaskan. Logam Cd memiliki titik leleh 321 oC, titik didih 767 oC, massa jenis 8,65 g/cm3 dan keelektronegatifan 1,5 (Brady dan Holum, 1988). Keelektronegatifan memiliki peranan penting pada proses adsorpsi yang melibatkan pembentukan ikatan kimia antara logam berat dengan gugus aktif pada adsorben. Kadmium dalam larutan hanya muncul sebagai Cd2+, Cd(OH)+ dan Cd(OH)42, dengan ukuran ion 0,94 Å. Cd2+ akan terhidrolisa dalam larutan basa. Logam Cd masuk ke lingkungan melalui 3 cara, yaitu penyulingan dan penggunaan Cd, peleburan nikel dan tembaga, dan pembakaran bahan bakar. Kadmium tahan terhadap panas dan tahan terhadap korosi. Logam ini digunakan untuk elektrolisis, bahan pigmen untuk industri cat, enamel dan plastik (Darmono, 1995). Ion Cd sangat berbahaya yang bahayanya sama dengan Hg. Semua senyawa kadmium berpotensi berbahaya dan beracun. Ketika Cd dilebur, maka Cd akan menguap ke atmosfir dan pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan penyakit pada ginjal dan tulang sungsum serta emphisema. Logam Cd bersifat karsinogen, mutagenik dan teratogenik pada beberapa jenis hewan. Ketika berada di dalam sel, Cd akan menginduksi berbagai jenis mekanisme signal transduksi serta mengaktifkan banyak gen. Salah satu efek langsung yang ditimbulkan oleh Cd adalah mengganggu proses homeostasis sel. Mekanisme homeostasis sel terlaksana dengan keberadaan protein metallothionine
14
yang berperan sebagai protein pengikat logam dan mengurangi efek toksik (Rumahlatu dkk., 2012). Sifat kimia dan kegunaan Cd adalah : a. Mempunyai sifat tahan panas sehingga sangat bagus untuk campuran bahanbahan keramik, enamel dan plastik. b. Sangat tahan terhadap korosi, sehingga sangat bagus untuk melapisi pelat besi dan baja. c. Cd tidak larut dalam basa dan dalam asam kelarutannya lebih kecil daripada seng. Cd banyak digunakan dalam elektroplating, sebagai elektroda dan sebagai campuran konduktor. Sifat kimia yang lain yaitu Cd dapat membentuk persenyawaan, antara lain CdO, Cd(OH)2, CdS, CdF2. Persenyawaan Cd sangat beracun. Kemungkinan karena substitusi untuk Zn atau logam lain dalam suatu enzim atau protein lain sehingga sangat berbahaya terhadap manusia (Widowati, 2008 dalam Handayani, 2010). 7.
Adsorpsi Cd pada berbagai Adsorben
Logam Cd menyebabkan toksisitas kronis pada lingkungan perairan dan sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, terutama yang tinggal didaerah terkontaminasi logam tersebut. Maka dari itu perlu adanya penanganan yang serius terhadap limbah industri yang mengandung logam berat tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi kadar ion logam Cd dalam air limbah buangan. Dari berbagai teknik yang dilakukan adsorpsi merupakan metode pengolahan limbah yang lebih unggul bila dibandingkan dengan metode lain, tidak ada efek samping zat beracun. Penelitian mengenai adsorpsi ion logam Cd telah banyak dilakukan dalam berbagai
medium
adsorpsi
maupun
kajian
faktor-faktor
yang
dapat
mempengaruhi adsorpsi. Darjito dkk. (2006) mempelajari adsorpsi ion logam Cd2+ pada kitosan alumina. Kemampuan adsorpsi dikaji berdasarkan pengaruh pH, waktu dan konsentrasi terhadap ion logam Cd2+ dianalisis dengan Atomic Absorption Spectrometer (AAS). Hasil penelitian menunjukkan adsorpsi ion
15
logam Cd2+ menggunakan adsorben kitosan-alumina memiliki pH optimum yaitu pH 7, waktu kontak optimum 15 menit serta konsentrasi ion logam Cd2+ sebesar 40 ppm. Kapasitas adsorpsi sebesar 15,35 mg/g adsorben. Pada pH yang rendah larutan HCl yang ditambah cukup besar sehingga jumlah ion H+ dalam larutan semakin banyak dan menyebabkan adsorben lebih cenderung mengikat H+ daripada dengan ion logam Cd2+. Peningkatan pH selanjutnya mengurangi jumlah ion H+ sehingga meningkatkan kemampuan situs aktif mengikat ion logam Cd2+. Penurunan jumlah ion logam ion logam Cd2+ teradsorp pada pH semakin tinggi dimungkinkan karena ion-ion logam mulai terendapkan. Boparai dkk. (2010) mempelajari kinetika dan termodinamika adsorpsi ion logam Cd2+ menggunakan nano zerovalent iron. Kemampuan adsorpsi dikaji berdasarkan variasi waktu dan isoterm adsorpsi. Hasil penelitian menunjukkan kinetika adsorpsi mengikuti pseudo orde dua dan mengikuti isoterm Langmuir. Penentuan isoterm adsorpsi dapat dilakukan dengan menghitung energi adsorpsi, dimana energi adsorpsi < 20 kJ/mol mengikuti Isoterm Freundlich sedangkan pada energi adsorpsi > 20 kJ/mol mengikuti isoterm Langmuir. Parameter termodinamika dapat ditentukan berdasarkan energi bebas, entalpi dan entropi. Energi bebas Gibbs yang bernilai negatif menunjukkan proses adsorpsi berlangsung spontan. Nursiah dkk. (2012) memanfaatkan serbuk kayu meranti merah teraktivasi sebagai biosorben Cd2+. Adsorpsi ion logam Cd2+ dilakukan dalam sistem batch selama 2 jam dan sisa ion logam dalam larutan dianalisis dengan Atomic Absorption Spectrometer (AAS). Kemampuan adsorpsi dikaji berdasarkan pengaruh pH, waktu optimum dan isoterm adsorpsi. Hasil penelitian menunjukkan adsorpsi Cd2+ menggunakan adsorben serbuk kayu meranti merah memiliki pH optimum 5, waktu kontak optimum 100 menit dan mengikuti isoterm Freundlich dengan kapasitas maksimum 2,183 mg/g. Gugus fungsi yang terlibat pada biosorpsi Cd2+ adalah gugus –OH. Nisa
(2013)
telah
meneliti
kemampuan
Kopoli
(Eugenol-DVB)
Terimpregnasi 5-Metil-4-(2-Thiazolilazo) Resorsinol sebagai adsorben ion logam Cd2+. Adsorpsi dilakukan dengan metode batch, pada variasi pH, waktu kontak
16
dan konsentrasi awal ion logam Cd2+. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adsorpsi
optimum
ion
logam
Cd2+
menggunakan kopoli(eugenol-DVB)
terimpregnasi 5-MTAR terjadi pada pH 7 dan waktu kontak 60 menit, mengikuti model kinetika Lagergren dengan konstanta laju adsorpsi sebesar 5,800x10-2 menit-1, cenderung mengikuti isoterm Langmuir dengan energi adsorpsi sebesar 28,610 kJ/mol, dan kapasitas maksimum adsorpsi 7,710 mg/g. Sedangkan kopoli (eugenol-DVB) pada pH 6 dan waktu kontak 90 menit, mengikuti model kinetika Ho dengan konstanta laju adsorpsi sebesar 2x10-2 g mg-1 menit-1, cenderung mengikuti isoterm Langmuir dengan energi adsorpsi sebesar 29,780 kJ/mol, dan kapasitas maksimum adsorpsi 5,170 mg/g. Mahmudah dan Cahyaningrum (2013) mempelajari konstanta laju adsorpsi ion logam Cd2+ pada kitosan bead dan kitosan-silika bead. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adsorpsi ion logam Cd2+ mencapai kesetimbangan pada waktu kontak 75 menit oleh kitosan bead dan 45 menit oleh kitosan –silika bead. Model kinetika ytang sesuai untuk keduanya yaitu pseudo orde dua dengan konstanta laju adsorpsi 10801,447 g/mol.menit untuk kitosan bead dan 3625,625 g/mol.menit untuk kitosan-silika bead. B. Kerangka Pemikiran Limbah industri yang mengandung logam berat perlu dilakukan treatment sebelum dibuang ke lingkungan. Logam-logam berat yang berbahaya yang sering mencemari lingkungan antara lain merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd), kromium (Cr), dan nikel (Ni). Logam-logam berat tersebut diketahui dapat terakumulasi di dalam tubuh suatu mikroorganisme dan tetap tinggal dalam jangka waktu lama sebagai racun (Darmono, 2001).
Logam
tersebut biasanya terakumulasi dalam limbah industri pupuk, kilang minyak, baja, tekstil, PLTU dan sebagainya. Ion kadmium sangat berbahaya yang bahayanya sama dengan raksa. Semua senyawa kadmium berpotensi berbahaya dan beracun. Penelitian ini menggunakan larutan Cd2+ untuk diadsorpsi. Adsorpsi merupakan salah satu cara yang sederhana dan ekonomis untuk menanggulangi pencemaran logam dalam limbah cair. Metode adsorpsi memiliki
17
efisiensi yang cukup tinggi, dapat memanfaatkan limbah-limbah organik sebagai biosorben serta dapat diregenerasi kembali sehingga dapat dijadikan metode yang efektif menurunkan konsentrasi logam berat dalam perairan (Darjito, 2006). Salah satu contoh adsorben yang dapat digunakan yaitu kitosan. Kitosan merupakan biopolimer yang dapat dimanfaatkan sebagai penjerap ion logam berat (Nurdiani, 2005). Kemampuan kitosan untuk menjerap ion logam disebabkan oleh kandungan nitrogen yang tinggi pada rantai polimernya. Namun seperti halnya polisakarida yang lain, kitosan menunjukkan kekuatan mekanis yang rendah (Taba dkk., 2010). Kitosan sedikit larut pada pH rendah, ini merupakan masalah dalam pengembangannya untuk aplikasi-aplikasi komersial. Kitosan juga lunak dan mempunyai kecenderungan menggumpal atau membentuk gel dalam larutan berair. Oleh karena itu perlu dilakukan modifikasi terhadap kitosan untuk dapat meningkatkan kemampuannya sebagai adsorben (Taba dkk., 2010). Upaya dalam mendapatkan adsorben yang efektif dilakukan modifikasi pengikatan
kitosan
dengan
p-t-butilkaliks[4]arena.
Pengikatan
tersebut
meningkatkan kapasitas adsorpsi terhadap adsorbat dibandingkan kitosan tanpa pt-butilkaliks[4]arena (Restuti, 2012). Kemampuan kitosan untuk mengikat adsorbat dapat ditingkatkan dengan cara diikatsilangkan pada senyawa makromolekul crown eter seperti yang telah dilakukan oleh Wan dkk. (2002) (Restuti, 2012). Turunan senyawa yang telah diikatsilangkan mempunyai susunan bentuk ruang jaring sehingga mampu menjebak dan membentuk ikatan dengan ion logam. Kemampuan
adsorpsi
kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena
terhadap
Cd2+
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain derajat keasaaman (pH) awal larutan, waktu kontak antara adsorben dengan adsorbat, dan konsentrasi adsorbat. Variasi pH dilakukan untuk mengetahui pH optimum dari adsorben dalam proses adsorpsi. Derajat keasaman (pH) optimum dicapai pada variasi pH yang mempunyai kemampuan adsorpsi tinggi. Proses adsorpsi ion logam Cd2+ oleh kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena dilakukan pada pH asam dan pH basa. Pada kondisi pH yang terlalu asam akan menghambat proses adsorpsi karena terjadi kompetisi antara ion logam Cd2+
18
dengan H+, sedangkan semakin naiknya pH penyerapan semakin bagus karena berkurangnya kompetisi antara ion logam Cd2+ dengan H+. Pada kondisi pH yang terlalu basa menjadikan konsentrasi OH- dalam larutan terlalu tinggi. Pada kondisi tersebut ion logam Cd2+ dominan bereaksi dengan OH- sedangkan yang bereaksi dengan gugus aktif adsorben menjadi berkurang. Selain adanya kompetisi OH-, kondisi pH yang terlalu basa menyebabkan ion logam membentuk endapan sehingga mengganggu adsorpsi. Sehingga proses adsorpsi ion logam Cd2+ oleh kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena dapat dimungkinkan terjadi pada pH yang tidak terlalu asam dan tidak terlalu basa. Kapasitas
adsorpsi
dari
kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena
dianalisis
menggunakan AAS. Berdasarkan waktu kontak yang diperoleh dapat diketahui jenis model kinetika adsorpsinya. Kinetika adsorpsi menyatakan laju reaksi pada proses penyerapan adsorbat oleh adsorben. Model kinetika yang dimungkinkan dari adsorpsi ion logam Cd2+ oleh kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena cenderung mengikuti kinetika adsorpsi Ho (pseudo orde dua) karena dimungkinkan dalam proses adsorpsi baik adsorben maupun adsorbat saling mempengaruhi kinetika adsorpsi. Kinetika adsorpsi Ho menggambarkan kemungkinan adsorpsi kimia merupakan laju pengontrol pada proses adsorpsi (Mahmudah dan Cahyaningrum, 2013). Isoterm adsorpsi dari kitosan-p-t-buitilkaliks[4]arena dapat diketahui berdasarkan data menggunakan variasi konsentrasi awal ion logam Cd2+ yang dapat dilakukan untuk mengetahui jenis adsorpsi fisika atau kimia yang terjadi antara ion logam Cd2+ dengan kitosan-p-t-buitilkaliks[4]arena dibandingkan dengan kitosan. Kemungkinan isoterm adsorpsi yang terjadi adalah isoterm Langmuir karena dimungkinkan terjadi ikatan kimia antara ion logam Cd2+ dengan gugus aktif kitosan-p-t-buitilkaliks[4]arena. Karakterisasi
adsorben
sebelum
dan
sesudah
adsorpsi
dilakukan
menggunakan FTIR dan SEM-EDX. Karakterisasi menggunakan FTIR dilakukan guna mengetahui pergeseran gugus fungsi dan SEM-EDX untuk mengetahui bentuk morfologi dan komposisi dalam adsorben.
19
C. Hipotesis Berdasarkan literatur, penelitian sebelumnya, landasan teori dan kerangka pemikiran yang telah dipaparkan maka hipotesis dapat disusun sebagai berikut : 1. Kondisi pH optimum adsorpsi ion logam Cd2+ oleh kitosan-p-tbutilkaliks[4]arena terjadi pada kisaran pH tidak terlalu asam dan tidak terlalu basa. Semakin besar konsentrasi awal, maka ion logam Cd2+ yang teradsorp semakin banyak. 2. Kinetika adsorpsi ion logam Cd2+ oleh kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena cenderung mengikuti model kinetika Ho (pseudo orde dua). Laju adsorpsi dapat ditentukan berdasarkan persamaan kinetika adsorpsi. 3. Isoterm adsorpsi ion logam Cd2+ oleh kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena cenderung mengikuti isoterm Langmuir. Kapasitas adsorpsi maksimum ditentukan berdasarkan isoterm adsorpsinya.