BAB II KURIKULUM, MATERI DAN STRATEGI PPF POLITEKNIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGANALISIS DAN MENGKREASI MAHASISWA
A. Kurikulum PPF Prodi Teknik Konversi Energi Politeknik Jalur pendidikan tinggi di Indonesia dibedakan atas pendidikan akademik dan pendidikan profesional/vokasi. Menurut Kepmendiknas 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa dijelaskan bahwa tujuan pendidikan akademik adalah mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dalam menerapkan, mengembangkan, dan/atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan,
teknologi
dan/atau
kesenian,
serta
menyebarluaskan
dan
mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan
memperkaya
kebudayaan
nasional.
Sedang
tujuan
pendidikan
profesional/vokasi adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan profesional dalam hal menerapkan, mengembangkan dan
menyebarluaskan
penggunaannya
teknologi
untuk
dan/atau
meningkatkan
taraf
kesenian
serta
kehidupan
mengupayakan
masyarakat
dan
memperkaya kebudayaan nasional. Sesuai Undang-Undang Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, jenis pendidikan politeknik adalah termasuk pendidikan vokasi/profesional
yaitu
pendidikan
yang
mengutamakan
pembentukan
kompetensi inovatif didukung kompetensi aplikatif berbasis keterampilan dan pelatihan untuk menghasilkan teknologi. Tantangan pendidikan politeknik berbeda dengan pendidikan universitas. Pendidikan universitas lebih mengutamakan kompetensi adaptif dan inventif 15
16
untuk
menghasilkan
ilmu
pengetahuan,
sedang
pendidikan
politeknik
mengutamakan kompetensi inovatif untuk menghasilkan teknologi. Ini berarti pendidikan politeknik berperan penting dalam menghasilkan SDM yang mampu menanggani masalah teknologi dan pendidikan universitas berperang penting dalam menghasilkan SDM yang mampu menciptakan ilmu pengetahuan untuk kepentingan teknologi. Perbedaan antara kompetensi lulusan
politeknik dan
universitas, diperlihatkan pada Gambar 2.1. Ilmu pengetahuan Pendidikan akademik S1, S2, S3
Kompetensi Adaptif & inventif
Kompetensi inovatif
Teknologi
keterampilan
Kompetensi Aplikatif
Pelatihan Pendidikan vokasi profesional D1, D2, D3, D4
Gambar 2.1. Vektor Kompetensi Jenis Pendidikan Tinggi (Mursid, 2007) Di dalam pendidikan politeknik dikenal ada empat program diploma, meliputi: diploma I, II, III dan IV, di mana perbedaannya terletak pada keluasan/kedalaman konteks, masalah dan penyelesaian masalah yang dihadapi lulusan ketika bekerja. Lulusan diploma IV menghadapi masalah tidak familiar lebih luas dibanding familiar, konteks tidak familiar lebih luas dibanding familiar, dan solusi masalah lebih ke arah teoretis dibanding praktis, seperti diperlihatkan pada Gambar 2.2.
17 M as ala h U n fa m i l i a r
P e n ye le s a i a n k e a r a h te o r e tis D IV D I II
D II D I
K o n tek s f a m ilia r
P e n y e le sa ia n k e a r a h p r a k tis
K o n tek s U n f a m ilia r
M a sa la h f a m i l ia r
Gambar 2.2 Sifat Kegiatan yang Ditangani Lulusan Program Diploma (Budiono, 2003) Ciri-ciri lulusan politeknik mempunyai: (a) pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan inovasi cukup dalam mempraktekkan profesinya; (b) pengetahuan masalah sosial luas ketika melakukan praktek profesional di masyarakat dan kemampuan leadership profesional; (c) karakteristik kepribadian berkembang ketika bekerja; (d) semangat terus belajar untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan profesinya; dan (e) kemampuan melakukan interpretasi dan implementasi hasil-hasil penelitian (Mursid, 2007). Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan kajian, isi dan bahan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaian yang digunakan dalam pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di perguruan tinggi (Kepmen 232/U/2000 Pasal 1 (6) dalam Mursid, 2007). Kurikulum dapat dipahami sebagai dokumen pembelajaran nyata, yang menjadi dasar penyelenggaraan suatu prodi pada pendidikan tinggi. Kurikulum pendidikan politeknik merujuk kepada kurikulum berbasis kompetensi, yaitu kurikulum yang disusun berdasarkan elemen-elemen kompetensi yang dapat menghantarkan
18
peserta didik mencapai kompetensi utama, kompetensi pendukung dan kompetensi lain melalui a method of inquiry, yaitu metode pembelajaran yang menumbuhkan hasrat besar ingin tahu, yang meningkatkan kemampuan memakai atribut kompetensi dalam menentukan pilihan jalan berkehidupan di masyarakat, dan yang meningkatkan cara belajar sepanjang hayat (learning to learn and learning throught of life). Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang, sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu (Kepmen 045/U/2002 Pasal 21). Kompetensi dalam penyusunan kurikulum berbasis kompetensi dibedakan atas: 1.
Kompetensi utama adalah kemampuan peserta didik untuk menampilkan kinerja yang memadai pada suatu kondisi pekerjaan atau profesi utama sesuai dengan hasil proses pendidikan di prodi.
2.
Kompetensi pendukung adalah kemampuan seorang peserta didik untuk mendukung penampilan kinerja pada kompetensi utama dalam suatu kondisi pekerjaan tertentu.
3.
Kompetensi lain adalah kemampuan peserta didik yang bersifat khusus dan mampu meningkatkan kualitas hidup dengan kekhasan berbeda dengan kompetensi utama maupun kompetensi pendukung.
Ada beberapa alasan mendasari pentingnya pembagian kompetensi di atas, yaitu: (a) memberi kemampuan adaptasi terhadap ketidakpastian lapangan kerja, sifat pekerjaan dan perkembangan masyarakat yang semakin tidak menentu, (b)
19
mengantisipasi pekerjaan dengan persyaratan kompetensi yang sifatnya kompetitif, inovatif, dan tidak mengenal batas-batas fisik wilayah, negara dan pemerintahan dan (c) memfasilitasi proses pendidikan sepanjang hayat, dalam bentuk proses belajar menemukan. Rincian kompetensi utama, kompetensi pendukung, dan kompetensi lainnya terdiri dari lima elemen kompetensi (Kepmen 054/U/2002), yaitu: (a) landasan kepribadian/moral, (b) penguasaan ilmu dan keterampilan, (c) kemampuan berkarya termasuk berkreasi, berinovasi, dan berwirausaha, (d) sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai, yaitu etika dan profesional) dan (e) pemahaman kaidah berkehidupan-bermasyarakat yang sesuai pilihan keahlian berkarya dan belajar sepanjang hayat. Kompetensi pada pendidikan vokasi/profesional menyangkut kemampuan melaksanakan kegiatan dalam suatu bidang kerja tertentu dan kemampuan mengembangkan teknologi, termasuk di dalamnya: 1.
Kemampuan menerapkan keterampilan, keahlian dan pengetahuan ke dalam situasi berbeda atau baru dalam bidang tertentu.
2.
Kemampuan merencanakan dan mengorganisir pekerjaan, menginovasi dan melaksanakan kegiatan yang sifatnya tidak rutin.
3.
Kualitas personal yang dibutuhkan untuk bekerja sama dengan rekan sejawat, bawahan, pimpinan, serta berhubungan baik dengan pihak luar. Setiap kurikulum perkuliahan di politeknik diarahkan pada implementasi
kreatif, inovatif dan adaptif dalam koridor corporate applied sciences dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Disamping itu, kurikulum harus merealisasikan 2
20
isu penting, antara lain: (a) pendidikan yang mempersiapkan lulusan berpeluang mengembangkan diri secara intelektual dan sosial sehingga nantinya berprospek karier yang cemerlang di masyarakat; dan
(b) pendidikan yang mempersiapkan
lulusan mampu memasuki dunia kerja secara langsung (Williams, 1985 dalam Hermagasantos, 2009). Kurikulum pendidikan politeknik yang ideal adalah mampu mencetak lulusan berkualifikasi sesuai kebutuhan industri dan siap pakai, dalam arti masa orientasi dan masa adaftasi lulusan adalah sesingkat mungkin dalam menguasai bidang pekerjaannya di industri. Berbasis uraian di atas maka materi PPF untuk mahasiswa prodi teknik konversi energi politeknik (PSTKEP) disusun berdasarkan kajian utama profil kompetensi lulusan, sebagai landasan berpikir untuk merumuskan sejumlah kompetensi fisika yang dapat mendukung kompetensi lulusan. Ini sesuai alur berpikir bahwa kompetensi beberapa sub-pokok bahasan akan mendukung kompetensi pokok bahasan, kompetensi beberapa pokok bahasan akan mendukung kompetensi mata kuliah, dan kompetensi mata kuliah prodi akan mendukung kompetensi lulusan prodi terkait. Penyusunan strategi pembelajaran PPF untuk mahasiswa PSTKEP harus didasarkan pada suatu metode yang mampu memberi penguasaan konsep dan kemampuan berpikir sebagai persiapan mahasiswa menghadapi tuntutan dan tekanan dari dunia industri. Sedangkan penyusunan evaluasi kegiatan perkuliahan dan hasil belajar mahasiswa PSTKEP harus didasarkan pada suatu kegiatan yang mampu membimbing dan memotivasi mahasiswa pada pencapaian target hasil belajar secara optimal.
21
Hasil studi pendahuluan terhadap pelaksanaan program perkuliahan fisika di Polban menunjukkan bahwa: 1.
Perkuliahan fisika dilakukan selama satu dan, atau dua semester, berupa perkuliahan tatap-muka dan perkuliahan praktek. Peserta perkuliahan fisika adalah mahasiswa jurusan rekayasa tingkat I semester I dan, atau tingkat II. Namun tidak semua prodi rekayasa, seperti prodi teknik sipil dan teknik komputer mendapat pelayanan PPF. Idealnya, setiap prodi harus dilayani dengan materi khas sehingga efektivitas dan efisiensi perkuliahan dapat diwujudkan.
2.
Komponen program perkuliahan fisika meliputi: Garis-Garis Besar Program Perkuliahan, Satuan Acara Perkuliahan (SAP), dan jurnal praktikum (Job Sheet). Dalam GBPP terdapat elemen seperti: ringkasan topik, kompetensi yang ditunjang, tujuan pembelajaran umum (TPU), tujuan pembelajaran khusus (TPK), pokok bahasan, sub pokok bahasan, total jam dan referensi. Dalam SAP terdapat elemen seperti: urutan pertemuan, waktu pertemuan, pokok bahasan, sub pokok bahasan, TPU, TPK, kegiatan belajar mengajar (KBM) dan referensi. Dalam KBM terdapat: pembukaan topik, pembahasan, penutup (kesimpulan, kriteria penilaian, metode penilaian dan hasil penilaian, kegiatan mahasiswa, metode pembelajaran, media/alat bantu).
3.
Materi yang disajikan dalam perkuliahan tatap-muka PPF di PSTKEP tahun 2008/2009 meliputi: besaran, satuan, vektor, kinematika, usaha, energi, momentum, gerak rotasi, momen gaya, fluida statis, fluida dinamik, kesetimbangan, suhu dan kalor. Topik praktikum PPF meliputi: momen
22
inersia, tara kalor mekanik, daya dan rangkaian resistor, gerak jatuh bebas, momen gaya dan kesetimbangan, hukum Joule, hukum kekekalan energi mekanik, faktor daya arus bolak-balik. 4.
Evaluasi kelulusan mahasiswa dilakukan berdasarkan atas penilaian perkuliahan tatap-muka (bobot 50%) dan perkuliahan praktek (50%). Perkuliahan tatap-muka memakai instrumen evaluasi berbentuk tes uraian (mayoritas penerapan konsep atau rumus fisika) ketika pelaksanaan UTS dan UAS. Perkuliahan praktek memakai instrumen evaluasi berupa hasil isian 8 job sheet (laporan) dan hasil tes pilihan ganda sebagai UAS.
B. Pengembangan Materi PPF untuk Mahasiswa Prodi Teknik Konversi Energi Politeknik Keberhasilan suatu program perkuliahan dalam mendukung kompetensi lulusan prodi sangat ditentukan oleh: (a) Ketepatan materi esensial yang terkandung pada program perkuliahan terkait kompetensi lulusan yang dibangun prodi. Esensi materi perkuliahan yang disampaikan dalam kelompok mata kuliah umum, mata kuliah dasar keahlian, dan mata kuliah keahlian di politeknik adalah konsep-konsep esensial dan fungsional yang mampu mengembangkan dan membentuk kompetensi lulusan prodi; (b) Ketepatan strategi pelaksanaan perkuliahan dalam mencapai kompetensi mata kuliah dalam koridor mendukung pembentukan kompetensi lulusan prodi. Keterbatasan waktu dan jumlah pertemuan perkuliahan berdampak pada kapasitas materi PPF yang akan disajikan dalam perkuliahan, terutama mengkondisikan perkuliahan agar dapat mencapai target seluruh topik perkuliahan. Di sisi lain, materi fisika dalam literatur mengandung sejumlah fakta,
23
konsep, hukum, dan dalil sangat banyak dan beragam. Reif (1995) menyatakan tujuan perkuliahan fisika bukan mempelajari banyak fakta namun menguasai konsep dan mampu menerapkan konsep tersebut secara fleksibel. Mahasiswa sebagai pebelajar tidak perlu dituntut untuk mempelajari banyak materi namun lebih baik fokus pada materi esensial dan fungsional. Materi ini berperan penting ketika mahasiswa mengikuti mata kuliah lanjutan di prodi dan sangat menunjang bagi terbentuknya kompetensi lulusan prodi. Pembelajaran dengan kapasitas materi banyak belum tentu menjamin penguasaan konsep lebih baik. Fratt (2002) menyatakan topik pembelajaran sains terlalu luas tetapi tidak mendalam (“a mile wide and an inch deep). Dengan konsep Less is More (sedikit lebih baik), perlu diadakan pengurangan topik-topik tersebut. Konsep ini merumuskan materi fisika esensial melalui 5 langkah, (Fratt, 2002) yaitu: (a) menulis daftar topik versi-1 berbasis silabus acuan sebagai referensi, (b) membandingkan daftar topik versi-1 dengan kompetensi lulusan prodi dimana mahasiswa belajar, (c) menulis daftar topik versi-2 sebagai bahan referensi untuk pembuatan kuesioner-jajak pendapat, (d) melakukan jajak pendapat ke pakar guna memvalidasi topik-topik tersebut, dan
(e)
mengkritisi
dan
mengevaluasi
perubahan
topik.
Pakar
yang
merekomendasikan kelayakan materi fisika adalah pakar di bidang yaitu dosen mata kuliah program studi, baik di lingkungan pendidikan akademik maupun pendidikan profesional. Mengadaptasi pendapat Reif dan Fratt di atas maka kegiatan penyusunan materi PPF untuk PSTKEP dilakukan melalui 6 langkah, yaitu:
24
1. Menganalisis landasan pendidikan politeknik, kompetensi lulusan PSTKEP, silabus mata kuliah terkait PPF di PSTKEP, dan silabus PPF yang berlaku di PSTKEP. 2. Merumuskan karakteristik pendidikan politeknik, materi fisika untuk mendukung kompetensi lulusan PSTKEP, konsep fisika dalam mata kuliah PPF, dan konsep fisika dalam mata kuliah lanjutan yang terkait PPF di PSTKEP. 3. Mendesain draf materi PPF meliputi tujuan, kompetensi, pokok bahasan dan sub-pokok bahasan fisika. 4. Menyusun daftar pertanyaan untuk jajak pendapat pada salah satu stakeholder, yaitu dosen PSTKEP yang dianggap mempunyai kepakaran dalam memvalidasi “materi fisika esensial untuk PSTKEP”. 5. Melakukan jajak pendapat pada dosen PSTKEP untuk mengetahui rekomendasi terhadap setiap komponen yang dirumuskan dalam daftar topik hasil langkah 3. 6. Mengkritisi hasil jajak pendapat stakeholder untuk merevisi draf materi PPF sehingga diperoleh materi PPF esensial dan cocok bagi mahasiswa PSTKEP. C. Peningkatan Kemampuan Berpikir versi Anderson L.W. dkk. sebagai Hasil Belajar dalam PPF Sudah lama disadari bahwa dalam pembelajaran, yang dituntut bukan semata-mata mengajarkan pengetahuan tetapi sekaligus
mengajarkan proses
bagaimana pengetahuan itu diperoleh. Kenyataan sehari-hari menunjukkan banyak praktek pembelajaran cenderung menekankan aspek pengetahuan semata, kurang atau bahkan tanpa menghiraukan prosedur kerja ilmiah yang harus
25
dikembangkan. Ini berarti pebelajar hanya memperoleh pengetahuan tanpa dibekali kemampuan berpikir ilmiah, padahal kemampuan berpikir ini berperan penting untuk pembelajaran lanjutan dan pemecahan masalah. Satu prinsip penting dalam pembelajaran adalah sebaiknya pengajar tidak memberi pengetahuan secara langsung, namun memberi kesempatan seluas-luasnya pada pebelajar untuk membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya (Slavin dalam Noor, 1996). Dalam pembelajaran, pengajar harus memberi kemudahan dan kesempatan bagi pebelajar untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri (Noor, 1996). Proses berpikir pebelajar adalah sangat penting dan amat perlu dikembangkan untuk membangun pengetahuan. Berpikir adalah suatu proses kognitif atau aktivitas mental untuk memperoleh pengetahuan (Presseisen dalam Costa, 1985). Dengan berpikir, seseorang mendapatkan penemuan baru, setidak-tidaknya orang menjadi tahu hubungan antar sesuatu. Berpikir adalah bukan sembarang berpikir namun ada tingkat-tingkatan
tertentu, mulai
dari
tingkat berpikir terendah sampai ke tertinggi. Menurut Anderson, L.W. dkk. (2001) terdapat 6 indikator kemampuan berpikir sebagai output pembelajaran dalam pendidikan, antara lain: mengingat (remember),
memahami
(understand),
menerapkan
(apply),
menganalisis
(analyze), mengevaluasi (evaluate), dan mengkreasi (create). Setiap indikator disusun sejumlah sub-indikator dan dalam 6 indikator tersebut ada 19 subindikator kemampuan berpikir. Kemampuan mengingat (remember) adalah kemampuan mendapatkan kembali pengetahuan yang relevan seperti pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, metakognisi atau kombinasinya, yang terkandung
26
di dalam long term memory. Dua sub indikator yang menyusun kemampuan mengingat adalah: 1. Recognizing atau identifying: menemukan pengetahuan dalam long term memory yang konsisten terhadap materi pembelajaran yang diberikan di kelas. Misal mengingat rumus fisika terkait fenomena tertentu seperti gerak lurus beraturan, resonansi dalam pipa organa dan yang lainnya. 2. Recalling atau retrieving: menemukan kembali pengetahuan dalam long term memory dengan perintah atau pertanyaan tidak persis sama seperti disajikan di
kelas.
Misal
mengingat
kembali
urutan
spektrum
gelombang
elektromagnetik yang dipancarkan atom hidrogen akibat adanya gejala transisi elektron secara terbalik. Kemampuan memahami (understand) adalah mengkonstruksi pengertian secara lisan, tertulis dan grafik berdasarkan pesan pembelajaran melalui perkuliahan tatap muka, literatur, tampilan monitor komputer dan lainnya. Tujuh sub-indikator penyusun indikator kemampuan memahami adalah: 1.
Interpreting atau clarifying atau paraphrasing atau representing atau translating: mengubah satu representasi ke jenis representasi lain. Misal menyajikan pemahaman Hukum II Newton dalam bentuk kalimat bervariasi atau persamaan matematis atau grafik atau yang lainnya.
2.
Exemplifying atau illustrating atau instantiating: mengidentifikasi deskripsi suatu konsep/prinsip umum, lalu mengkonstruksi/memilih konsep/prinsip khusus terkait. Misal merumuskan beberapa pernyataan spesifik sesuai konsep gerak melingkar beraturan, dualisme gelombang partikel dan lainnya.
27
3.
Classifying atau categorizing atau subsuming: mendeteksi deskripsi relevan atau pola yang cocok dengan konsep/prinsip umum dan konsep/prinsip khusus. Misal menyajikan pola energi dan kecepatan linier sebuah elektron atom hidrogen sesuai bilangan kuantum utama.
4.
Summarizing atau abstracting atau generalizing: mengkonstruksi pernyataan tunggal sebagai representasi sejumlah informasi. Misal menjelaskan keterkaitan frekuensi, energi kinetik, intensitas cahaya, kuat arus listrik, potensial henti, dan yang lainnya dalam fenomena efek fotolistrik.
5.
Inferring atau concluding atau extrapolating atau interpolating atau predicting: menemukan pola berdasarkan sejumlah contoh kasus. Misal menemukan pola hubungan kuat arus dan tegangan listrik dalam rangkaian listrik arus searah.
6.
Comparing atau contrasting atau mapping atau matching: mendeteksi kesamaan atau perbedaan dua objek atau lebih, dua kejadian atau lebih, dua ide atau lebih, dua masalah atau lebih, dua situasi atau lebih, dan lain sebagainya. Misal menemukan perbedaan cahaya sebagai gejala gelombang dan cahaya sebagai gejala partikel dalam teori dualisme gelombang partikel.
7.
Explaining atau constructing models: mengkonstruksi model sebab akibat antar unit mayor dalam suatu sistem dan memakai model tersebut untuk memprediksi dampak perubahan salah satu unit mayor terhadap unit mayor yang lain. Misal memprediksi panjang gelombang untuk intensitas pancar maksimum spektrum radiasi kalor benda hitam jika suhu benda tersebut mengalami peningkatan, seperti dijelaskan dalam Hukum Pergeseran Wien.
28
Kemampuan menerapkan (apply) adalah menggunakan sejumlah prosedur untuk menyelesaikan
masalah.
Dua sub-indikator yang menyusun indikator
kemampuan menerapkan adalah: 1. Executing
atau
carrying
out:
melaksanakan
prosedur
rutin
untuk
menyelesaikan suatu masalah familiar. Misal menyelesaikan masalah kesetimbangan benda tegar dengan kasus dan prosedur serupa yang telah diberikan di kelas. 2. Implementing atau using: memilih dan memakai prosedur penyelesaian suatu masalah non-familiar. Misal menyelesaikan masalah kesetimbangan benda tegar dengan prosedur yang telah diberikan, namun dengan jenis kasus yang berbeda sama sekali. Kemampuan menganalisis (analyze) adalah menelusuri bagian penyusun konsep koheren/fungsional,
menentukan
hubungan
antar
penyusun
konsep
dan
menentukan hubungan antar konsep di dalam sebuah struktur konsep secara keseluruhan. Tiga sub-indikator yang terkandung dalam kemampuan menganalisis adalah: 1. Defferentiating atau discriminating atau distinguishing atau focusing atau selecting: membedakan bagian relevan dari tidak relevan atau bagian penting dari tidak penting dalam suatu konsep. Misal menentukan relevansi kasus gerak jatuh bebas sebagai gerak lurus berubah beraturan atau sebaliknya. 2. Organizing atau finding coherence atau integrating atau outlining atau parsing structuring: bagian
konsep
menentukan kesesuaian atau keberfungsian bagian-
dalam
sebuah
struktur
konsep.
Misal
menentukan
29
keberfungsian konsep hukum II Newton dalam kasus benda diputar tali sepanjang bidang horisontal baik merumuskan gaya sentripetal, percepatan sentripetal, kecepatan linier, kecepatan anguler, dan lainnya. 3. Attributing atau deconstructing; menentukan titik tinjauan, bias, nilai, dan maksud yang menjadi latar-belakang kehadiran sebuah konsep. Misal menentukan titik tinjauan, bias, nilai dan maksud kehadiran konsep sebuah jenis gaya yang bekerja pada benda yang bergerak melingkar beraturan melalui seutas tali tanpa massa pada bidang vertikal atau horisontal. Kemampuan mengevaluasi (evaluate) adalah membuat pertimbangan atau keputusan berdasarkan kriteria (seperti kualitas, efektivitas, efisiensi dan konsistensi) dan standar (kuantitatif dan kualitatif). Dua sub-indikator yang menyusun kemampuan mengevaluasi adalah: 1.
Checking atau coordinating atau detecting atau monitoring atau testing: menguji ketidak-konsistenan internal atau kesalahan dalam suatu sistem operasional atau produks. Misal memeriksa kebenaran/kesalahan sebuah langkah dalam prosedur pengukuran percepatan gravitasi bumi memakai fenomena gerak jatuh bebas.
2.
Critiquing atau judging: mempertimbangkan produks atau sistem operasional berdasarkan kriteria dan standar yang diusulkan secara eksternal. Misal memeriksa kebenaran/kesalahan metode penyelesaian soal memakai metode penyelesaian yang lain, seperti penyelesaian persoalan gerak lurus berubah beraturan dengan hukum Newton, atau dengan azas usaha-energi atau dengan azas impuls momentum.
30
Kemampuan mengkreasi (create) adalah menyusun sekumpulan konsep menjadi satu konsep koheren atau fungsional. Tiga sub-indikator yang menyusun indikator kemampuan mengkreasi adalah: 1. Generating atau hypothesizing: memunculkan hipotesis alternatif berbasis kriteria. Misal membuat hipotesis hubungan dua besaran fisika atau lebih dalam kasus aliran fluida melalui sistem venturi-manometer. 2. Planning
atau
designing:
merencanakan
prosedur
pengerjaan
atau
penyelesaian suatu tugas. Misal menyusun prosedur pengukuran koefisien gesekan lantai dalam kasus tangga bersandar pada dinding licin atau kasar. 3.
Constructing atau producing: menyusun produk baru. Misal menyusun landasan teori pengukuran besaran fisika atau penyelidikan hubungan dua besaran fisika berdasarkan suatu fenomena fisika.
Sebagian atau keseluruhan dari ke-19 sub-indikator tersebut dapat dijadikan dasar utama kegiatan pengembangan suatu program perkuliahan. D. Model Pembelajaran DIBI dalam PPF Pendidikan
politeknik
adalah
mendidik
mahasiswa
tidak
hanya
menekankan aspek penguasaan pengetahuan semata, namun juga menekankan aspek penguasaan keterampilan dan pengalaman memakai peralatan berbasis teknologi di laboratorium, terkait bidang prodi di mana mahasiswa belajar. Kajian terhadap metode Interactive Lecture Demonstrations (ILD) menunjukkan bahwa ditemukan sejumlah aspek kegiatan penting yang diimplementasikan secara bertahap dalam rangka mempermudah ketercapaian
31
sasaran pembelajaran (Crouch, 2004; Sokoloff, Thornton, dan Laws, 2004 dalam Bolotin, 2007), antara lain: 1.
Mengerjakan pekerjaan rumah atau tugas pendahuluan yaitu mahasiswa menjawab beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan konten kegiatan demonstrasi. Tujuannya adalah untuk mengkondisikan kemampuan berpikir atau penguasaan konsep awal bagi mahasiswa, sebelum mengikuti kegiatan demonstrasi dalam perkuliahan dan, atau untuk memperkenalkan konsepkonsep yang tidak sempat disajikan dalam kegiatan perkuliahan
namun
masih terkait topik perkuliahan. 2.
Mengamati yaitu mahasiswa memperhatikan (visual) dan mendengarkan (audio) sejumlah penjelasan yang disampaikan dosen ketika kegiatan demontrasi berlangsung.
3.
Memprediksi yaitu mahasiswa membuat atau mencatat prediksi awal dalam LKM terkait hasil yang akan diverifikasi ketika demonstrasi berlangsung.
4.
Merundingkan yaitu mahasiswa berdiskusi dengan rekan (peer instruction) terkait perumusan jawaban dari sejumlah pertanyaan yang dimunculkan dalam kegiatan pembelajaran.
5.
Merefleksikan yaitu mahasiswa membangkitkan konsep baru yang benar sebagai bentuk revisi terhadap prediksi awal yang masih keliru atau memperkokoh kembali struktur kognitif yang sudah ada dalam benak mahasiswa berdasarkan hasil-hasil yang terkonfirmasi atau muncul ke permukaan dalam kegiatan demonstrasi.
32
Kegiatan eksplorasi konsep dalam pelaksanaan ILD di lapangan selalu bersumber pada penampilan suatu prototype peralatan yang mampu menunjukkan gejala atau fenomena fisis prihal keberlakuan konsep-konsep yang sedang dikaji secara faktual. Sementara itu, temuan fakta di lapangan menunjukkan bahwa output jurusan rekayasa pendidikan politeknik dipastikan bekerja di dunia industri, di mana bidang pekerjaan para lulusan selalu berinteraksi dengan sistem peralatan, baik dalam unit kecil, gabungan unit kecil yang membentuk skala sedang dan besar. Tidak dapat dibantah bahwa keberhasilan lulusan politeknik dalam menangani pekerjaan di lapangan sangat ditentukan oleh penguasaan lulusan terhadap konsep-konsep dan keterpaduan antar konsep yang ada dalam sistem peralatan. Oleh sebab itu, tuntutan utama dalam proses pembelajaran untuk mewujudkan keberhasilan pendidikan politeknik adalah melaksanakan proses pembelajaran yang mampu memberi pengalaman belajar pada mahasiswa, sesuai deskripsi dan kenyataan yang dihadapi mahasiswa di dunia industri. Dengan demikian, metode pembelajaran ILD diharapkan mampu memberi pengalaman awal dan pembentukan kebiasaan berpikir (habits of mind) yang berguna bagi kehidupan mahasiswa di masa depan. Kajian terhadap metode pembelajaran berbasis inkuiri (PBI) menunjukkan ada sejumlah penegasan yang tajam antara jenis kegiatan dosen dan jenis kegiatan mahasiswa dalam proses pembelajaran, seperti diperlihatkan pada tabel 2.1. Nampak bahwa ada sejumlah aktivitas dalam PBI yang bisa diarahkan pada suatu pencapaian target pembelajaran tertentu sebagai hasil belajar. Karakter PBI yang mengkondisikan mahasiswa harus berinkuiri dapat berkontribusi luar biasa
33
terhadap terbentuknya habits of mind dalam diri mahasiswa. Kondisi ini sangat mendukung jika PBI digunakan sebagai pilar utama dalam merumuskan model pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan menganalisis dan mengkreasi mahasiswa, sebagai berpikir tingkat IV dan VI (tertinggi) dalam taksonomi hasil belajar menurut Anderson, L.W. (2001). Tabel 2.1. Aktivitas Dosen dan Mahasiswa dalam PBI -
-
-
Kegiatan Dosen sebagai pengajar dalam PBI Memberikan fasilitas (bahan-bahan) pembelajaran dan membimbing mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan observasi dan penalaran Dilarang memberitahu lebih dahulu namun harus mengkondisikan mahasiswa agar mencari sendiri melalui metode kerja ilmiah. Menggunakan teknik bertanya dan penguatan kembali pada mahasiswa secara langsung serta mengarahkan pada penyelesaian masalah. Kegiatan Mahasiswa sebagai pebelajar dalam PBI Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep sains dengan cara seperti ketika para saintis bekerja. Menghubungkan struktur kognitif yang sudah diketahui dengan bukti atau gagasan baru, yang didapat selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Atau dengan kata lain: Melakukan pengalaman personal, menghubungkan informasi baru dengan keyakinan dan pengetahuan yang telah dimiliki. Menyelidiki sendiri penyelesaian masalah menggunakan keterampilan sesuai metode ilmiah (Kurikulum, 1996). Melakukan prosedur kerja berbasis eksperimen seperti membuat pernyataan yang diprediksi benar dan menguji pernyataan tersebut (Esler, 1993). Mengkonstruksi pemahaman secara mandiri dengan mengajukan sejumlah pertanyaan, mendesain dan melaksanakan investigasi, menganalisis dan mengkomunikasikan hasil temuan (Jolene Hinrichhsen, 1999). Terlibat secara fisik dan mental ketika memecahkan masalah yang diberikan oleh dosen.
Dengan demikian, langkah memasukkan ILD dalam kerangka PBI merupakan langkah tepat untuk merumuskan metode pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan menganalisis dan mengkreasi mahasiswa. Di samping itu, konsekuensi langkah ini adalah mampu menghasilkan proses pembelajaran dengan “jarak tempuh lebih pendek” atau “waktu lebih efektif” dalam mencapai target pembelajaran dibandingkan menggunakan pendekatan PBI murni. Hasil penggabungan ke-2 metode ini, selanjutnya disebut model pembelajaran Demonstrasi Interaktif Berbasis Inkuiri (DIBI).
34
E. Pembelajaran Fisika Berbasis Aktivitas Mandiri Kegiatan perkuliahan fisika berbasis aktivitas di perguruan tinggi dapat membantu mahasiswa dalam hal (Etkina, dkk. 2006): (a) memperoleh pemahaman konseptual dan pemahaman kuantitatif prihal prinsip-prinsip utama dalam fisika; (b)
memperoleh
kemampuan
menerapkan
pemahaman
konseptual
dan
pemahaman kuantitatif dalam pemecahan masalah; dan (c) mengembangkan jenis kemampuan lain yang bermanfaat bagi pekerjaan mahasiswa di masa depan. Hasil penelitian lain Etkina, dkk. (2006) menunjukkan bahwa perkuliahan fisika berbasis kegiatan laboratorium sangat membantu mahasiswa dalam memperoleh keterampilan proses sains (KPS), seperti direkomendasikan oleh National Research Council, National Science Foundation, dan ABET. KPS dalam pembelajaran tidak dapat terbentuk secara otomatis namun harus melalui proses, yaitu mahasiswa perlu menggunakan KPS secara reflektif dan kritis. KPS adalah deskripsi prosedur, proses dan metode penting yang sudah diterapkan para pakar sains ketika membangun pengetahuan dan menyelesaikan masalah-masalah eksperimen, seperti: (a) kemampuan membuat representasi proses fisis melalui multi-representasi meliputi melakukan ekstraksi informasi secara benar, menyusun tipe representasi baru dari tipe yang lain, mengevaluasi konsistensi sebuah representasi yang berbeda dan memodifikasi sebuah representasi bila diperlukan; (b) kemampuan merencanakan dan menguji eksplanasi kualitatif atau hubungan kuantitatif termasuk membuat prediksi masuk akal berbasiskan usulan hipotesis, mengidentifikasi asumsi dalam membuat prediksi, menentukan cara asumsi mempengaruhi prediksi; dan merevisi hipotesis berdasarkan sejumlah
35
bukti baru; (c) kemampuan memodifikasi eksplanasi kualitatif dan hubungan kuantitatif; (d) kemampuan mendesain investigasi berbasis eksperimen; (e) kemampuan mengoleksi dan menganalisis data, seperti melakuan identifikasi sumber kesalahan suatu eksperimen, melakukan evaluasi berbasis ketidakpastian yang berpengaruh terhadap data eksperimen, meminimalisasi ketidakpastian eksperimen, mencatat dan melaporkan data secara bermakna dan menganalisis data secara tepat; (f) kemampuan mengevaluasi prediksi dan hasil eksperimen, klaim konseptual, penyelesaian masalah dan model termasuk menyajikan unitanalisis uji konsistensi suatu persamaan, menganalisis sebuah pembatasan dan, atau keadaan khusus yang relevan dengan model, persamaan, dan klaim yang diberikan; dan (g) kemampuan mengidentifikasi asumsi model, persamaan dan klaim yang implisit, membuat pertimbangan validitas asumsi, memakai unitanalisis dalam mengkoreksi persamaan yang tidak konsisten, memakai analisis keadaan khusus dalam mengkoreksi model, mempertimbangkan kegagalan hasil eksperimen berdasarkan kesesuaian prediksi dan melaksanakan evaluasi hasil eksperimen dengan metode independen; dan (h) kemampuan berkomunikasi. Menurut American Association of Physics Teachers (1998), perkuliahan fisika berbasis laboratorium memberi manfaat antara lain: (a) seni-berekperimen, yaitu memberi pengalaman yang signifikan dalam mendesain investigasi; (b) memberi keterampilan eksperimentasi, pengetahuan perkakas (alat dan bahan) eksperimen dan keterampilan analisis data;
(c) memberi penguasaan konsep
fisika dasar; (d) memberi pemahaman fundamental prihal fungsi observasi langsung dan perbedaan inferensi berbasis teori dengan inferensi berbasis hasil
36
eksperimen; dan (e) memberi pengembangan keterampilan kolaboratif yang menunjang kesuksesan mahasiswa dalam menghadapi kehidupan selanjutnya. Volkwyn, dkk. (2008) berdasarkan hasil risetnya menyatakan bahwa kegiatan perkuliahan fisika berbasis laboratorium dapat meningkatkan kinerja mahasiswa sepanjang menyangkut aspek pengumpulan dan pengolahan data, dan sekitar 20% mahasiswa sebagai subyek penelitian mencapai pemahaman mendalam tentang ketidakpastian pengukuran. Etkina dkk. (2006) melalui program ISLE (Investigative Science Learning Environmet), menyatakan bahwa perkuliahan ISLE mampu meningkatkan sejumlah kemampuan yang terkait kegiatan eksperimen, kemampuan menulis laporan dan mentransfer kemampuan eksperimen pada konteks baru. Dampak ISLE lainnya adalah mahasiswa mampu memahami tujuan perkuliahan di laboratorium dan menyetujui bahwa kegiatan praktikum merupakan prasarana mencapai sasaran pembelajaran. ISLE adalah program perkuliahan fisika dasar yang berdasarkan aktivitas yang mengikuti cara para saintis bekerja seperti mendesain eksperimen untuk penyelidikan fenomena, untuk pengujian eksplanasi fenomena teramati dan untuk penerapan eksplanasi dalam suatu penyelesaian masalah faktual. Keterampilan vokasional sebagai tujuan pendidikan profesional termasuk politeknik merupakan salah satu tipe keterampilan hidup, yang diperoleh dan terbentuk berdasarkan pengalaman belajar. Keterampilan hidup merupakan kemampuan yang amat berguna untuk bertahan dan berkembang dalam kehidupan, baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Tipe-tipe keterampilan hidup meliputi keterampilan diri, keterampilan berpikir rasional,
37
keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional. Dikenal ada tiga jenis keterampilan vokasional (Puskur, 2002) antara lain: (a) keterampilan menemukan algoritma, model, prosedur untuk mengerjakan suatu tugas;
(b)
keterampilan
melaksanakan
prosedur;
dan
(c)
keterampilan
menciptakan produk dengan menggunakan konsep, prinsip, bahan dan alat yang telah dipelajari. Jika keterampilan vokasional ini dikaitkan dengan produk penelitian dalam pendidikan fisika, terutama kegiatan perkuliahan fisika berbasis laboratorium nampak bahwa pembelajaran fisika sangat mungkin dilaksanakan dan
diarahkan
untuk
pembentukan
bermacam-macam
keterampilan
dan
kemampuan berpikir pada diri mahasiswa. Hal ini sangat tergantung pada jenis pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Mengacu kepada pengertian keterampilan vokasional di atas maka jelas bahwa pembelajaran fisika berbasis laboratorium mampu memberi produk belajar berupa tiga jenis keterampilan vokasional yaitu kemampuan menemukan, melaksanakan dan menciptakan suatu prosedur. Praktikum merupakan salah satu pendekatan perkuliahan berbasis aktivitas dengan memanfaatkan fasilitas laboratorium untuk memperkuat rekontruksi kognitif mahasiswa. Dalam implementasinya, kegiatan didukung oleh sebuah petunjuk kegiatan berupa modul atau job sheet dengan komponen antara lain judul, tujuan, alat dan bahan, prosedur kerja dan pertanyaan. Tujuan pertanyaan dalam petunjuk ini adalah menuntun mahasiswa mengembangkan kemampuan berpikir atau meningkatkan penguasaan konsep melalui kegiatan menganalisis dan mengkreasi hal-hal seperti data eksperimen, konsep, prinsip, dalil, hukum dan
38
yang lainnya. Pertanyaan ini juga membantu mahasiswa dalam kegiatan penyusunan laporan praktikum. Dalam kategori mata kuliah dasar seperti PPF, kegiatan penelitian dapat digunakan sebagai pendekatan untuk mendukung penguatan proses rekontruksi kognitif mahasiswa. Kegiatan penelitian merupakan pendekatan perkuliahan yang mirip pendekatan kegiatan praktikum, namun mengkondisikan mahasiswa untuk terlibat dan berkontribusi lebih banyak dalam melakukan penyelesaian masalah. Dalam penelitian, mahasiswa selaku pebelajar diberikan ruang berkreativitas lebih luas dalam melaksanakan serangkaian kegiatan, mulai dari tahapan studi awal, mendesain, mengembangkan dan memvalidasi kegiatan. Untuk mengarahkan kegiatan penelitian mahasiswa sesuai metode kerja ilmiah maka dosen perlu membuat petunjuk kegiatan penelitian, dengan komponen antara lain topik, tujuan, tagihan tugas (komponen isi laporan kegiatan) dan prosedur penelitian. Berdasarkan kedua tipe pendekatan di atas nampak ada kebebasan bagi dosen dalam merumuskan jenis hasil belajar yang dikehendaki. Ini memberi peluang besar bagi peneliti untuk menggunakan pendekatan praktikum dan pendekatan penelitian sebagai metode suplemen atau tambahan untuk mendukung peningkatan kemampuan menganalisis dan mengkreasi mahasiswa, seperti ditargetkan
dalam
implementasi
model
pembelajaran
DIBI.
Walaupun
implementasi ke-2 pendekatan ini dilakukan secara mandiri, pelaksanaan kegiatan monev oleh dosen diharapkan mampu menjaga agar pelaksanaan kegiatan tetap berada pada jalur semestinya, yaitu mampu meningkatkan kemampuan menganalisis dan mengkreasi mahasiswa.
39
F. Landasan Pengembangan PPF untuk Meningkatkan Kemampuan Menganalisis dan Mengkreasi Mahasiswa Landasan penyusunan materi PPF untuk pendidikan politeknik mengacu kepada landasan penyusunan kurikulum, yaitu filosofis, psikologis, dan sosiologis (Sukmadinata, 2002). Sebagai landasan filosofis adalah materi disusun dengan mengacu kepada aliran filsafat esensialisme, yaitu pentingnya pemberian dan penguasaan materi fisika esensial sehingga terbentuk kompetensi fisika yang dibutuhkan ketika mahasiswa mempelajari mata kuliah lanjutan di PSTKEP (John Dewey dalam Sukmadinata, 1988 dan Olivia, 1992). Sebagai landasan psikologis adalah materi PPF disusun dengan mengacu kepada teori perkembangan kognitif Jean Piaget, dimana mahasiswa yang berada dalam tahap operasi formal (usia 11 tahun ke atas) dianggap mampu melaksanakan berpikir menganalisis dan mengkreasi. Sebagai landasan sosiologis adalah materi PPF disusun dengan mengacu kepada kebutuhan PSTKEP, yang sesuai kebutuhan masyarakat industri. Berdasarkan landasan filosofis, psikologis dan sosiologis di atas, peneliti melakukan kajian terhadap silabus mata kuliah fisika yang ada di PSKEP, silabus mata kuliah lanjutan yang terkait fisika di PSTKEP, dan rincian kompetensi lulusan PSTKEP. Hasil kajiannya dipergunakan untuk penyusunan instrumen kuesioner, yang berfungsi menjaring pendapat dan rekomendasi para dosen PSTKEP, sebagai salah satu stakeholder. Konten kuesioner meliputi persetujuan dan, atau rekomendasi terhadap rumusan tujuan perkuliahan, kompetensi, pokok bahasan dan sub-pokok bahasan fisika yang dibutuhkan oleh mahasiswa PSTKEP. Penyusunan tujuan perkuliahan, kompetensi, pokok dan sub pokok bahasan fisika diselaraskan dengan landasan pendidikan politeknik dan pendapat Fratt (2002)
40
dan Reif (1995). Evaluasi terhadap hasil jajak pendapat dilakukan dengan memperhatikan persentase pendapat/rekomendasi tertinggi dosen, dikaitkan alokasi waktu untuk PPF dalam kurikulum PSTKEP. Kerangka penyusunan materi PPF diperlihatkan pada Gambar 2.3. Pengembangan strategi implementasi PPF untuk PSTKEP juga mengacu kepada landasan filosofis, psikologis dan sosiologis. Sebagai landasan filosofis adalah pengembangan strategi perkuliahan dilakukan berdasarkan pentingnya dampak penggunaan model pembelajaran DIBI dalam perkuliahan tatap-muka dan kegiatan praktikum dan penelitian dalam perkuliahan praktek terhadap peningkatan kemampuan menganalisis dan mengkreasi mahasiswa. Berdasarkan hasil kajian nampak model pembelajaran DIBI dan kegiatan praktikum-penelitian mampu memberi pengalaman belajar bermakna dan relevan dengan kegiatan pengembangan kemampuan berpikir mahasiswa, khususnya untuk kepentingan perkuliahan lanjutan dan pekerjaan. Alasan pengembangan strategi perkulianan ini juga didukung oleh hasil survey oleh 15 alumni yang masih aktif di industri, yaitu 93% responden setuju terhadap pentingnya pengembangan kemampuan menganalisis dan mengkreasi dalam program perkuliahan untuk kebutuhan pekerjaan dan 100% responden setuju terhadap pengembangan PPF untuk mendukung perkuliahan lanjutan dan pekerjaan. Sebagai landasan psikologis adalah pengembangan strategi perkuliahan memperhatikan 2 bidang psikologi pendidikan. Pertama adalah psikologi perkembangan, yaitu kondisi mahasiswa sebagai pebelajar telah berada dalam fase perkembangan matang dalam segenap aspek baik fisik, sosial, emosional, nilai
41
dan intelektual (Sukmadinata, 2005). Kedua adalah psikologi belajar, yaitu proses belajar mengajar harus berdasarkan teori dan hakekat belajar. Melihat adanya sejumlah tahapan proses belajar dalam model pembelajaran DIBI dan kegiatan praktikum-penelitian yang sesuai teori dan hakekat belajar dan juga melihat adanya kematangan mahasiswa dalam segenap aspek perkembangan maka strategi perkuliahan yang dikembangkan mempunyai landasan psikologi kokoh untuk pengembangan kemampuan menganalisis dan mengkreasi mahasiswa. Landasan: (Filosofis, Psikologis dan Sosiologis)
Silabus Fisika Politeknik
Silabus Mata Kuliah Prodi Teknik Konversi Energi Politeknik
Kompetensi Lulusan Teknik Konversi Energi Politeknik
Konsep Fisika dalam Mata Kuliah Program Studi Teknik Konversi Energi Politeknik Instrumen kuesioner Jajak pendapat pada dosen prodi Kritisi peneliti Materi Program Perkuliahan Fisika terdiri : a) Tujuan perkuliahan b) Kompetensi perkuliahan c) Pokok dan sub-pokok bahasan
Gambar 2.3. Kerangka Konseptual Pengembangan Materi PPF Sebagai landasan sosiologis adalah pengembangan strategi perkuliahan fisika dilakukan dalam koridor mempersiapkan mahasiswa agar mampu terjun di masyarakat. Implementasi model pembelajaran DIBI dan kegiatan praktikumpenelitian dalam perkuliahan diarahkan pada pemberian pengalaman belajar bagi
42
mahasiswa baik dalam aktivitas bekerja maupun aktivitas berpikir sehingga akan tumbuh kemampuan menganalisis dan mengkreasi dalam diri mahasiswa, yang nantinya berperan penting ketika mahasiswa mempelajari mata kuliah lanjutan di prodi maupun untuk kepentingan pekerjaan ketika mahasiswa telah terjun dalam komunitas masyarakat di industri. Berdasarkan pada hasil analisis ke-3 landasan pendidikan di atas dan produks hasil penelitian berupa materi PPF yang relevan dengan kebutuhan mahasiswa PSTKEP maka kegiatan pengembangan strategi pelaksanaan PPF diawali dengan penyusunan struktur program perkuliahan untuk mengetahui resume konten PPF yang dikembangkan secara keseluruhan. Langkah kedua adalah pemetaan konsep fisika esensial dan kemampuan berpikir melalui uraian materi, analisis konsep dan analisis indikator kemampuan berpikir berbasis konsep fisika. Hasilnya sebagai landasan teori untuk merumuskan pedoman pelaksanaan perkuliahan di lapangan. Langkah ketiga adalah menyusun format monev untuk mengetahui kemampuan mahasiswa menjalankan PPF di lapangan. Langkah terakhir adalah menyusun instrumen ukur efektivitas dan dampak PPF. Strategi pelaksanaan PPF untuk meningkatkan kemampuan menganalisis dan mengkreasi mahasiswa PSTKEP hasil pengembangan, selanjutnya diterapkan di lapangan dengan ikhtisar seperti tunjukkan pada Gambar 2.4. Implementasi
strategi
perkuliahan
berbasis
materi
PPF
hasil
pengembangan, diawali penugasan terstruktur oleh dosen pada mahasiswa dengan tugas pendahuluan, LKM, praktikum dan penelitian. Perkuliahan tatap-muka dilakukan bersama-sama dengan perkuliahan praktek sebagai pendukung
43
perkuliahan tatap-muka. Tugas perkuliahan mendapatkan monev oleh dosen dan dikerjakan mahasiswa melalui kajian mandiri, diskusi, kajian referensi relevan, dan yang lainnya. Materi Program Perkuliahan Fisika (Hasil Riset)
Dosen
Pre-test
Penugasan Terstruktur
Topik Perkuliahan
Mhs
Kajian Mandiri: Tugas Pendahuluan
Mhs dan Dosen
Impl. Model DIBI berbantuan Lembar Kerja Mahasiswa Laporan Isian Lembar Kerja Mahasiswa Post-test
Topik Praktikum
Topik Penelitian
Tugas Mandiri
Tugas Mandiri
Kegiatan Praktikum
Kegiatan Penel.& Diskusi Hasil Penel.
Laporan Praktikum
Laporan Penel.& Ringk. Hasil Diskusi
Kemampuan Menganalisis: 1. Defferentiating: membedakan bagian relevan dari tidak relevan atau bagian penting dari tidak penting dalam suatu konsep. 2. Organizing: menentukan kesesuaian atau keberfungsian bagian-bagian konsep dalam sebuah struktur konsep 3. Attributing; menentukan titik tinjauan, bias, value, dan maksud yang melatarbelakangi kehadiran sebuah konsep. Kemampuan Mengkreasi: 1. Generating: memunculkan hipotesis alternatif berbasis kriteria. 2. Planning: merencanakan prosedur untuk mengerjakan suatu tugas. 3. Constructing: menyusun sebuah produk baru. (Anderson, L.W., 2001)
Gambar 2.4. Kerangka Konseptual Penerapan Strategi PPF untuk Meningkatkan Kemampuan Menganalisis dan Mengkreasi Mahasiswa Keterangan: : menunjang : dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi oleh dosen.
44
Keluaran perkuliahan tatap-muka berupa berkas tugas pendahuluan dan LKM, sedangkan perkuliahan praktek berupa laporan praktikum, laporan penelitian dan ringkasan diskusi. Semua aktivitas dalam pelaksanaan strategi PPF, termasuk pretest dan post-test selalu diarahkan kepada peningkatan kemampuan menganalisis dan mengkreasi mahasiswa. G. Penelitian yang Relevan Penelitian tentang teori pengembangan materi perkuliahan untuk program studi tertentu telah dilakukan, antara lain adalah: (a) penelitian Fratt (2002) yang menyatakan topik pembelajaran dalam kurikulum sains seharusnya tidak terlalu luas dan perlu dilakukan pengurangan topik-topik pembelajaran sains dengan konsep less is more; (b) penelitian Heuvelen (2001) yang menyatakan mereduksi materi dan kebutuhan mahasiswa dapat dan mungkin dilakukan, asal dilakukan secara baik dan berdasarkan hasil penelitian mendalam. Selain itu, mempelajari semua konsep dan mengerjakan semua soal di buku bukan metode yang baik dalam mengembangkan keterampilan sesuai kebutuhan pekerjaan; dan (c) penelitian Reif (1995) yang menyatakan pembelajaran fisika harus dapat membantu mahasiswa memperoleh pengetahuan fundamental, yang berperan penting dan fleksibel menyelesaikan permasalahan dalam suatu konteks baru. Salah satu penelitian tentang pendekatan demonstrasi dalam pembelajaran fisika dilakukan oleh Crouch, et.al. (2004). Hasil penelitiannya menyatakan dampak pendekatan demonstrasi terhadap mahasiswa pasif sama seperti dampak pembelajaran demonstrasi terhadap mahasiswa yang tidak terlibat pembelajaran.
45
Hasil penelitian lainnya menyatakan faktor keterlibatan pebelajar dalam kegiatan demonstrasi sangat berpengaruh terhadap tingkat pemahaman konsep mahasiswa. Penelitian tentang pengembangan model pembelajaran fisika telah dilakukan oleh Ketut Suma dan Usmeldi. Dalam hasil penelitian Suma (2003) dinyatakan model pembelajaran yang dikembangkan mampu menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan fisika seperti penguasaan konsep, prinsip, kemampuan berpikir, penalaran dan melakukan kegiatan laboratorium. Dalam hasil penelitian Usmeldi (2008) dinyatakan model pembelajaran berbasis aktivitas laboratorium mampu
meningkatkan
penguasaan
konsep
fisika
dan
mengembangkan
kemampuan mahasiswa dalam memecahkan masalah, melakukan eksperimen, menyajikan dan mengkomunikasikan hasil kegiatan. Penelitian-penelitian tentang pengembangan strategi perkuliahan fisika telah banyak dilakukan, antara lain adalah: (a) penelitian Bao, et.al. (2008) tentang penggunaan pendekatan penugasan dan penilaian pekerjaan rumah fleksibel dalam pelaksanaan perkuliahan fisika. Hasil penelitiannya adalah pendekatannya mendapat tanggapan mahasiswa lebih baik dibandingkan tanggapan mahasiswa terhadap metode tradisional, dan pendekatannya mampu memotivasi dan meningkatkan kinerja mahasiswa berakademik baik; (b) penelitian Karelina, et.al. (2007) tentang pendekatan ISLE (Investigation Science Learning Environment) dalam perkuliahan fisika, ternyata mampu mengembangkan kemampuan ilmiah mahasiswa sebagai pebelajar; (c) penelitian Finkelstein, et.al. (2005) tentang penerapan pendekatan tutorial hasil reformasi pada kelas berkapasitas lebih banyak, mampu
meningkatkan penguasaan konsep mahasiswa lebih baik
46
dibandingkan pendekatan tutorial sebelumnya; (d) penelitian Kezerashvili, (2007) tentang pelaksanaan pembelajaran teoretis fenomena tak tampak yang paralel dengan aktivitas eksperimen fenomena tampak, dalam konteks terkait, berdampak terhadap penguatan konsep mahasiswa, dan (e) penelitian Lasry, et.al. (2008) tentang pendekatan peer instruction untuk memberikan pembelajaran konseptual dan meningkatkan kemampuan problem solving mahasiswa. Hasil penelitiannya menunjukkan pendekatan peer instruction mampu memberi pembelajaran konseptual dan meningkatkan kemampuan problem solving mahasiswa lebih baik dibandingkan metode tradisional. Perolehan gain ternormalisasi mahasiswa berakademik kurang ternyata sama besar dengan mahasiswa berakademik tinggi yang belajar dengan metode tradisional. Penelitian tentang pengembangan program perkuliahan telah banyak dilakukan, antara lain adalah: (a) penelitian Etkina, E. et.al. (2006) tentang pengembangan program perkuliahan fisika berbasis aktivitas laboratorium. Hasil penelitianya adalah program perkuliahan yang dikembangkan cukup efektif membantu mahasiswa dalam menguasai keterampilan proses sains; (b) penelitian Maknum (2009) tentang pengembangan program pembelajaran fisika SMK berbasis tuntutan bidang produktif dan kemahiran generik. Hasil penelitiannya adalah
program
pembelajaran
yang dikembangkan
berdampak
terhadap
penguasaan konsep dan kemahiran generik mahasiswa; (c) penelitian Muhibbudin (2008) tentang pengembangan program perkuliahan anatomi tumbuhan untuk membekali kemampuan rekonstruksi konsep calon guru biologi. Hasil penelitiannya adalah program perkuliahan yang dikembangkan efektif membekali
47
mahasiswa dengan kemampuan rekontruksi konsep, inkuiri, dan keterampilan pengoperasian mikroskop. Selain itu, program perkuliahan yang dikembangkan juga mampu menumbuhkan sikap positif pada inovasi pembelajaran, memperbaiki pembelajaran,
mengembangkan
konsep,
percaya
diri
dalam
mengajar,
mengembangkan inkuiri dan program perkuliahan; (d) penelitian Redish, E.F. (1993) tentang pengembangan program M.U.P.P.E.T (Maryland University Project in Physics and Educational Technology) yang telah berhasil menyusun topik dan problem fisika dasar kontemporer, realistik, dan cocok untuk mahasiswa jurusan fisika. Hasilnya adalah program perkuliahan yang dikembangkan mampu meningkatkan kemampuan berpikir kualitatif dan analitik mahasiswa.