Model Obsim Untuk Meningkatkan Kemampuan Mengajar Materi Pecahan Dengan Pendekatan Kontruktivistik Mahasiswa PGSD
Ervina Eka Subekti
[email protected] Dosen PGSD IKIP PGRI Semarang ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen untuk menganalisis keefektifan pembelajaran dengan Model Observasi dan Simulasi (Obsim) dalam perkuliahan pembelajaran teori bilangan. Permasalahan yang dikaji: 1) Apakah mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran dengan Model Observasi dan Simulasi (Obsim) dalam perkuliahan pembelajaran teori bilangan dapat mencapai nilai kelulusan minimal?, 2) Apakah ada pengaruh positif kemampuan merencanakan pembelajaran dan tingkat pemahaman konsep terhadap keterampilan mengajar materi pecahan di SD dengan pendekatan kontruktivistik? 3) Apakah penggunaan Obsim dalam perkuliahan pembelajaran teori bilangan membedakan mahasiswa PGSD, dengan kategori berkemampuan tinggi, sedang maupun rendah? Populasi yang terlibat dalam penelitian adalah seluruh mahasiswa semester VI PGSD IKIP PGRI Semarang 2011/2012. Sampel penelitian ini adalah mahasiswa kelas 6A sebagai kelas yang menggunakan metode Obsim dan mahasiswa kelas 6B sebagai kelas kontrol. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji rata-rata, regresi, dan analisis Anava dua jalur. Dari Hasil penelitian disimpulkan bahwa kuliah dengan model Obsim efektif pada mata kuliah pembelajaran Teori Bilangan untuk meningkatkan kemampuan mengajar materi pecahan dengan pendekatan kontruktivistik. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diberikan saran sebagai berikut: Dosen disarankan menggunakan model Obsim dalam perkuliahan Pembelajaran Teori Bilangan karena model Obsim efektif digunakan untuk meningkatkan ketrampilan mengajar dalam perkuliahan Pembelajaran Teori Bilangan. PENDAHULUAN Banyak faktor yang berpengaruh pada kualitas pembelajaran sekolah dasar. Guru merupakan faktor paling utama penentu kualitas pembelajaran (Rosenshine & Furst, 1971) atau penerap prinsip mengajar yang tepat (Brophy & Good, 1986). Hampir pada semua SD di Indonesia guru diberi tugas untuk menjadi guru kelas yang harus mengajar semua mata pelajaran termasuk matematika. Kondisi seperti ini menyebabkan pengajaran matematika di SD lebih banyak didominasi ceramah, guru kurang mampu mengaktifkan siswa dalam berpikir dan
pelajaran yang diberikan tidak dikaitkan dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari siswa (Indrawati, 2005). Salah satu alasan kekurang-berhasilan pendidikan matematika SD adalah kegagalan fakultas dan universitas dalam menyiapkan mahasiswa calon guru SD untuk dapat mengajar matematika, salah satunya pembelajaran materi pecahan secara baik dan benar. Metode mengajar akan berhasil apabila disampaikan dengan contoh nyata, yaitu
contoh
bagaimana
menggunakan
metode-metode
mengajar
untuk
mengajarkan materi-materi pada konteks yang tepat. Dengan contoh nyata mengajar dari orang lain, maka perilaku orang tersebut dapat dipelajari. Hal ini didukung oleh pendapat Bandura (1977) yang menyatakan bahwa “ sebagian besar perilaku manusia dipelajari melalui pemodelan: dari mengamati orang lain sebagai gagasan tentang bagaimana perilaku baru dilakukan, dan pada kesempatan kemudian informasi ini berfungsi sebagai panduan untuk bertindak”. Tillema dan Veenman (Cruickshank & Metcalf, 1990) menyatakan bahwa contoh yang diberikan oleh pembina matakuliah atau instruktur dapat membawa mahasiswa pada kesadaran awalnya tentang keterampilan yang dicontohkan, mahasiswa dapat menggunakan melalui pemahaman konseptualnya dan dapat mengimplementasikan keterampilan itu berupa perilaku aktif mengajar. Selain pemberian contoh nyata mengajar, mahasiswa calon guru juga perlu sering melakukan latihan mengajar (simulasi). Kemampuan mengajar tidak dapat dikembangkan secara tiba-tiba, tetapi perlu waktu dan bertahap, dimulai sejak awal perkuliahan, 1974:14)
dan
dilakukan
secara
terus
menerus.
Thorndike
(Gagne,
menyatakan: “... sebagai suatu komponen utama dari teori belajar
Latihan. Prinsip ini menyatakan bahwa hubungan yang pelajari adalah 'diperkuat' setiap kali diulangi”. Hal ini menggambarkan bahwa apa yang dipelajari mahasiswa dalam mengajar dapat diperkuat melalui pengulangan. Metode Obsim merupakan akronim dari kata observasi dan simulasi. Model Obsim pada dasarnya merupakan kombinasi antara model belajar sosial (social learning model) dengan model simulasi (simulation model) yang keduanya merupakan kelompok model sistem perilaku (behavioral system family model). Joyce, et al. (2000:23) menyatakan bahwa dasar teori kelompok model ini adalah
teori-teori belajar sosial. Lebih lanjut dikatakan bahwa kelompok model ini dikenal pula sebagai modifikasi perilaku (behavioral modification), terapi perilaku (behavioral therapy), dan sibernetik (cybernetics). Dasar pemikiran kelompok model ini adalah sistem komunikasi yang mengoreksi sendiri (self-correcting communication systems) yang memodifikasi perilaku dalam hubungannya dengan cara tugas dikerjakan dengan sebaik-baiknya. Dengan Model Obsim, mahasiswa diharapkan dapat belajar mengajar melalui observasi terhadap simulator yang mensimulasikan mengajar SD (modeling) dan berlatih mengajar dengan simulasi. Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan pertanyaan penelitian, yakni:
1) Apakah mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran dengan Model
Observasi dan Simulasi (Obsim) dalam perkuliahan pembelajaran teori bilangan dapat mencapai nilai kelulusan minimal?, 2) Apakah ada pengaruh positif kemampuan merencanakan pembelajaran dan tingkat pemahaman konsep terhadap keterampilan mengajar materi pecahan di SD dengan pendekatan kontruktivistik? 3) Apakah penggunaan Obsim dalam perkuliahan pembelajaran teori bilangan membedakan mahasiswa PGSD, dengan kategori berkemampuan tinggi, sedang maupun rendah? Sesuai dengan rumusan pertanyaan penelitian yang telah dituliskan, tujuan penelitian ini adalah 1) Untuk mengetahui apakah mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran dengan Model Observasi dan Simulasi (Obsim) dalam perkuliahan pembelajaran teori bilangan dapat mencapai nilai kelulusan minimal, 2) Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif kemampuan merencanakan pembelajaran dan tingkat pemahaman konsep terhadap keterampilan mengajar materi pecahan di SD dengan pendekatan kontruktivistik?, 3) Untuk mengetahui apakah penggunaan Obsim dalam perkuliahan pembelajaran teori bilangan membedakan mahasiswa PGSD, dengan kategori berkemampuan tinggi, sedang maupun rendah. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi alternatif solusi meningkatkan kemampuan mahasiswa PGSD dalam membuat rencana pembelajaran dan kemampuan mengajar materi pecahan di SD dengan pendekatan konstruktivistik sehingga pada akhirnya diharapkan bisa meningkatakan kualitas pembelajaran matematika di SD terutama materi pecahan.
PEMBAHASAN Pendekatan Pembelajaran Matematika Ruseffendi (1988:240), mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran adalah suatu jalan, cara atau kebijakan yang ditempuh guru atau peserta didik dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang dilihat dari sudut bagaimana proses atau materi pembelajaran itu umum atau khusus dikelola. Pendekatan kontruktivistik Pendekatan kontruktivistik didefinisikan sebagai pembelajaran yang menekankan pada peran aktif siswa dalam membangun pemahaman dan member makna terhadap informasi dan peristiwa yang dialami (Pribadi,2009:156). Gagnon dan Collay dalam Pribadi (2009) berpendapat bahwa siswa belajar dan membangun pengetahuan manakala dia terlibat aktif dalam kegiatan belajar Teori Belajar Piaget. Menurut Piaget (Krismanto, dkk., 2004:3), manusia tumbuh, beradaptasi, dan berubah melalui perkembangan fisik, perkembangan kepribadian, perkembangan sosio emosional, dan perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif tergantung seberapa jauh anak memanipulasi dan aktif dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Menurutnya kemampuan kognitif manusia berkembang menurut empat tahap dari lahir sampai dewasa. Tahap-tahap tersebut adalah tahap sensori motor (sensory-motor-stage), sejak manusia lahir sampai berusia 2 tahun; tahap pra-operasional (pre-operational-stage), dari usia 2 tahun sampai 7 tahun; tahap operasi konkret (cooncrete-operational-stage), dari usia 7 tahun sampai 11 tahun; dan tahap operasi formal (formal-operational-stage), dari usia 11 tahun keatas (dalam Dahar, 1989:152). Harlen (dalam Damandiri 2003) mengembangkan model konstruktivis dalam pembelajaran di kelas. Model Obsim (Observasi dan Simulasi)
Istilah Obsim dalam penelitian ini merupakan akronim dari kata observasi dan simulasi. Model Obsim pada dasarnya merupakan kombinasi antara model belajar sosial (social learning model) dengan model simulasi (simulation model) yang keduanya merupakan kelompok model sistem perilaku (behavioral system family model). Joyce, et al. (2000:23) menyatakan bahwa dasar teori kelompok model ini adalah teori-teori belajar sosial. Dalam Model Obsim terdapat lima tahap, yaitu: Tahap modeling, tahap diskusi, tahap pengayaan, tahap latihan, tahap umpan balik dan pemantapan. Kelima tahap tersebut dijelaskan sebagai berikut. Tahap Pertama: Modeling (Simulasi mengajar oleh dosen) Modeling dalam hal ini dimaknai sebagai pemberian contoh mengajar konsep pecahan di SD yang dilakukan oleh dosen. Contoh mengajar ini berupa simulasi mengajarkan suatu topik (fakta, prosedur, konsep, atau prinsip) untuk siswa SD dengan menganggap seolah-olah mahasiswa sebagai siswa SD. Tahap Kedua: Diskusi Pada tahap ini dosen memfasilitasi kegiatan diskusi tentang contoh mengajarnya. Dalam diskusi mahasiswa diberi kesempatan untuk memberikan pendapat tentang contoh mengajar yang diberikan dosen berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya tentang mengajar. Tahap Ketiga: Pengayaan Pada tahap ketiga, dosen memberikan pengayaan berupa tugas yang termuat dalam hand-out yang berkaitan dengan pengembangan materi belajar mengajar yang telah disajikan. Selain itu, pada tahap ini mahasiswa juga diberi tugas
membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) mikro untuk
pembelajaran di SD Tahap Keempat: Latihan Mengajar (Simulasi mahasiswa) Pada tahap ini dosen memilih 4-5 orang mahasiswa untuk menyajikan RPP yang telah mereka buat satu persatu, sebagai simulator. Pada saat mahasiswa simulator mensimulasikan mengajar, dosen dan mahasiswa yang lain sebagai pengamat (observers). Hasil pengamatan ini digunakan untuk memberikan umpan balik pada para simulator.
Tahap Kelima: Umpan balik dan Pemantapan Pada tahap ini, dosen dan mahasiswa pengamat memberikan umpan balik tentang
latihan
mengajar
para
mahasiswa
simulator
berdasarkan
hasil
pengamatannya. Pada tahap ini, mahasiswa diajak berpikir tentang kelebihan dan kekurangan mahasiswa dalam berlatih mengajar.
Kerangka Berpikir Skema alur kerangka pikir peneliti dapat dilihat pada Gambar berikut Masalah pembelajaran
Pembelajaran dengan model Obsim Kemampuan membuat RPP
Pemahaman konsep
Kemampuan mengajar mahasiswa kelompok tinggi, sedang dan rendah
Hipotesis Berdasar kerangka berpikir di atas, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: (1) Mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran dengan Model Observasi dan Simulasi (Obsim) dalam perkuliahan pembelajarn teori bilangan dapat mencapai nilai kelulusan minimal, (2) Ada pengaruh yang linier kemampuan merencanakan pembelajaran terhadap keterampilan mengajar, dan (3) Dalam perkuliahan Pembelajaran Teori Bilangan dengan model Obsim keterampilan mengajar mahasiswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah berbeda secara signifikan. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen menurut Arikunto (2002: 272) yaitu, penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari sesuatu yang dikenakan pada subjek selidik dan mencoba meneliti ada tidaknya hubungan sebab akibat. Dengan demikian,
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan membuat RPP dan ketrampilan mengajar materi pecahan dengan pendekatan konstruktivistik akibat dari suatu pembelajaran dengan menggunakan model yang berbeda. Populasi Dan Sampel Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, hasil menghitung atau pun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya (Sudjana, 2002: 6). Populasi yang terlibat dalam penelitian adalah seluruh mahasiswa semester VI PGSD IKIP PGRI Semarang 2011/2012 sebanyak 383 mahasiswa yang terdiri atas enam kelas. Variabel Penelitian Variabel adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi tolak perhatian suatu penelitian (Arikunto 2002: 99). Variabel untuk masing-masing hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel yang diuji ketuntasannya adalah variabel kemampuan mengajar 2. Pada hipotesis yang ke 2 variabel kemampuan membuat RPP dan tingkat pemahaman konsep teori bilangan sebagai variabel bebas dan variabel kemampuan mengajar sebagai variabel terikat 3. Variabel yang ada pada hipotesis yang ke 3 adalah variabel kemampuan mengajar pada mahasiswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah yang dikelompokkan berdasarkan tingkat pemahaman konsep teori bilangan. Instrumen Penelitian Untuk memperoleh data yang diperlukan, penelitian ini menggunakan instrumen
format
dokumentasi,
format
observasi
selama
pembelajaran
berlangsung, format observasi saat tes praktek kemampuan mengajar mahasiswa materi pecahan, dan instrument untuk menilai RPP. Instrument yang digunakan adalah instrument baku yang biasa dipakai pada mata kuliah PPL yang direvisi sesuai dengan kebutuhan penelitian.. Analisis Data Uji Ketuntasan Belajar
Untuk mengetahuai apakah kemampuan mengajar mencapai kriteria kelulusan 80 % setelah dilakukan pembelajaran dengan model Obsim, digunakakan uji proporsi dengan hipotesis sebagai berikut. : :
≤ 80% (mahasiswa yang tuntas sama atau kurang dari 18 mahasiswa) > 80% (mahasiswa yang tuntas lebih dari 18 mahasiswa)
Untuk menguji hipotesis digunakan rumus sebagai berikut: =
(
)/
, (Sudjana, 2002:233)
Dengan kriteria tolak
jika
≥
,
Uji Pengaruh kemampuan membuat RPP dan tingkat pemahaman konsep teori bilangan terhadap kemampuan mengajar. Untuk menguji hipotesis nomor 2 yaitu pengaruh dan seberapa besar pengaruh kemampuan membuat RPP
dan tingkat pemahaman konsep teori
bilangan terhadap kemampuan mengajar materi pecahan dengan pendekatan kontruktivistik Untuk menguji hubungan kelinieran data digunakan hubungan persamaan regresi dengan model regresi linier berganda Y = α + ^
X1 +
^
X2 estimasi dengan ^
Y a +b1X1+ +b2X2 , dengan a = dan b =
rumus :
Harga a dan b dapat dicari dengan metode kuadrat terkecil, rumusnya berikut.
a
X 1 X 2 Y b1 b2 n n n
b1
(x22 )(x1 y ) (x1 x2 )(x2 y ) (x12 )(x22 ) (x1 x2 ) 2
b2
(x12 )(x2 y ) (x1 x2 )(x1 y ) , ( Sugiyono 2003:254-255) (x12 )(x22 ) (x1 x2 ) 2
Sebelum menentukan seberapa besar pengaruh variabel independent terlebih dahulu dilakukan uji signifikansi koefisien regresi. Rumusan hipotesis uji signifikansi regresi: : Persamaan regresi linier ganda tidak signifikan : Persamaan regresi linier ganda signifikan
Kriteria pengujian, jika Fhitung > Ftabel, dengan 5% maka
ditolak.
Dari data di atas Ftabel, dicari dengan menggunakan tabel distribusi F dengan
5% ,
pembilang=
dan
penyebut=( −
− 1).
Walaupun persamaan regresi linier ganda telah terbukti signifikan, tetapi masih bisa dipersoalkan tentang kontribusi masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Untuk itu perlu pengujian koefisien regresi, dalam hal ini akan diuji koefisien b dengan menggunakan t tes. Nilai t dapat dipeoleh dengan rumus =
,
(Irianto, 2010:204)
Selanjutnya ditentukan besarya pengaruh variabel independent (X1 dan X2) terhadap variabel dependent (Y). Rumus besarnya pengaruh variabel independent (X1 dan X2) terhadap variabel dependent (Y) adalah:
R2
b1x1 y b2 x 2 y , y 2
(Irianto, 2010:206)
Untuk menguji Apakah penggunaan Model Observasi dan Simulasi (Obsim) dalam perkuliahan pembelajaran teori bilangan dapat membedakan mahasiswa yang berkemampuan tinggi, sedang maupun rendah. Uji yang digunakan adalah uji anova dua jalur. Uji anova dua jalur terjadi apabila pembagian pada kolom juga pada baris, pada penelitian ini kelas dibagi kelas eksperimen dan kelas kontrol kemudian pada kelompok dibagi kelompok atas, kelompok tengah, kelompok bawah. Untuk kasus ini akan diuji kesamaan kolom :
: :
=
(tidak ada perbedaan antara kelas yang menggunakan model Obsim dan kelas yang menggunakan model konvensional)
≠
(ada perbedaan antara kelas yang menggunakan model Obsim dan
kelas yang menggunakan model konvensional)Pengujian kesamaan baris
: tidak ada perbedaan antara mahasiswa dalam kelompok atas, kelompok tengah, kelompok bawah. : paling sedikit salah satu tidak sama. Pengujian interaksi baris dan kolom : tidak terjadi interaksi antara baris dan kolom
: terjadi interaksi antara baris dan kolom . Dengan kriteria pengujian, jika Fhitung > Ftabel, dengan 5% maka
ditolak.
Dalam penelitian ini semua analisis data menggunakan bantuan program SPSS.
KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan mengajar kelas yang menggunakan model Obsim pada mata kuliah Pembelajaran Teori bilangan mencapai kriteria ketuntasan minimal. Artinya mahasiswa yang tuntas lebih dari 80%. Dari analisis regresi diperoleh kesimpulan 82,7% variasi yang terjadi di dalam Y(ketrampilan mengajar) dapat dijelaskan oleh X1 (ketrampilan membuat RPP) dan X2 (tingkat pemahama konsep) melalui model regresi
= 6,023 + 0, 685 X1 +
0,337 X2. Dari hasil analisi anava dua jalur menunjukan bahwa model Obsim cocok digunakan untuk semua mahasiswa baik dalam kelompok rendah, sedang maupun kelompok tinggi. Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan model yang telah dilakukan beserta pembahasannya disimpulkan beberapa hal yakni: (1). Mahasiswa dapat mencapai nilai kelulusan minimal pada kelas dengan model Obsim,(2) Ada pengaruh positif kemampuan merencanakan pembelajaran dan tingkat pemahaman konsep terhadap keterampilan mengajar materi pecahan di SD dengan pendekatan kontruktivistik, dengan persamaan regresinya adalah persamaan regresi + ,
oleh
+ ,
dan
, sedangkan
, % variasi yang terjadi di dalam
= ,
dapat dijelaskan
, % nya dipengaruhi oleh variabel lain, (3) Ketiga,
Penggunaan Model Observasi dan Simulasi (Obsim) dalam perkuliahan
pembelajaran teori bilangan membedakan mahasiswa PGSD, dengan kategori berkemampuan tinggi, sedang maupun rendah. Kemampuan mengajar kelas yang menggunakan model Obsim lebih baik dari kelas yang tidak menggunakan model Obsim dalam mata kuliah Pembelajaran Teori Bilangan. Nilai rata-rata kemampuan mengajar pada kelas kelas yang menggunakan model Obsim sebesar 81 lebih besar dari rata-rata kemampuan mengajar kelas yang tidak menggunakan model Obsim yang hanya sebesar 77.
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diberikan saran sebagai berikut: Dosen disarankan menggunakan model Obsim dalam perkuliahan Pembelajaran Teori Bilangan karena model Obsim efektif digunakan untuk meningkatkan ketrampilan mengajar dalam perkuliahan Pembelajaran Teori Bilangan.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, S. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Bandura, A. (1977). Social Learning Theory. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Brophy, J. E. & Good, T. L. (1986). Teacher behaviour and student achieve-ment, in M. C. Wittrock (ed.). Handbook of Research on Teaching (3rd edn). New York: Macmillan. Butts, D. P. & Yager. R. (1980). Science educators’ perceptions of the graduate preparation programs of science teachers in 1979. Journal of Research in Science Teaching. Vl 17 (6). 529-536. Cruickshank, D. R. & Metcalf, K. K. (1990). Training within teacher preparation. In W. R. Houston (Ed.). Handbook of research on teacher education (pp. 469-497). New York: Macmillan. Dahar, W. R. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga. Damandiri. 2003. Bab II Kerangka Teoritis dan Perumusan Hipotesis. http:www. Damandiri.or.id/file/iputuekaikipsingbab2.pdf (20 novemeber 2011 Gagne. R. M. (1974). Essentials of Learning for Instruction. Hinsdale: The Dryden Press. Grows, D.A . 1992. Handbook of Resarch on Mathematics Teaching and Learning. New York : Macmillan Publishing Co. Indrawati.2005. Implementasi Model Observasi Dan Simulasi (Obsim) Untuk Meningkatkan Kemampuan Mengajar Awal Mahasiswa Pendidikan Guru Fisika Sekolah Menengah. Disertasi: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Irianto, agus. 2010. Statistik Konsep Dasar Aplikasi dan Pengembangan. Jakarta: kencana
Joyce B., Weil M., dan Calhoun E. (2000). Models of Teaching, Sixth edition. Boston: Allyn and Bacon. Krismanto, Al., dkk. 2004. Matematika, Materi Pelatihan Terintegrasi. Departemen Pendidikan Nasional, Dirjen Dikdasmen. Jakarta. Meltzer, David, E. (2002). The relationship between Mathematics preparation and conceptual learning gain in Physics: A possible hidden variable in diagnostic pretest scores. American Journal Physics. 70 (2), 1259-1267. Metcalf, Kim, K. (1992). The effects of a guided training experience on the instructional clarity of preservice teachers. Teaching and Teacher Education. 8 (3), 275-286. Pribadi,Benny.A . 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat. Rosenshine, B., & Furst, N. (1971). Research on teacher performance criteria. In b. Smith (Ed.), Research in Teacher Education (37-72). Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall. Ruseffendi, E.T. 1988. Pengantar kepada membantu guru mengembangkan kompetensinya dalam pengajaran matematika untuk meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Sudjana. 2002. Metode Statistik. Bandung: Tarsito. Sugiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfa Beta.