BAB II KREATIVITAS DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian Dan Ciri-Ciri Kreativitas Secara harfiah kreativitas berasal daribahasa Ingris creativity yang artinya daya cipta.1 Sedangkan dalam bahasa Arab kata kreativitas atau menciptakan biasanya mengunkan kata: Kholaqo (menjadikan, membuat, menciptakan), abda’a (mencipta sesuatu yang belum pernah ada), ansyaa (mengadakan, menciptakan, menjadikan), ahdasta (mengadakan, menciptakan, membuat yang baru), ja’ala (membuat, menciptakan, menjadikan)2soyyaro (menjadikan),3 sona’a (membuat),4 dhoroba (membuat).5 Kata Kholaqo menurut al Isfahani sebagaimana dikutib oleh Muhaimin antara lain digunakan dalam pengertian ibda‘ al syai’ min ghairi ashl wala ihtida yakni menciptakan sesuatu tanpa ada pangkal atau asal dan contoh terlebih dahulu. Seperti ayat-ayat yang berbicara tentang penciptaan alam semesta ini, dapat juga berarti i-jaad al syai’ yakni menciptakan sesuatu dari sesuatu. Kata Khalaqa dengan berbagai bentuknya mengandung aksentuasi atau titik tekan kebesaran atau keagungan Allah dalam ciptaan Nya. Sedangkan kata ja’ala yang biasa diartikan menjadikan merupakan lafad yang bersifat umum, yang berkaitan dengan segala aktivitas dan perbuatanperbuatan, dan lebih umum daripada fa’ala (membuat atau berbuat), shana’a (membuat atau membikin), dan sebagainya.6 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kreativitas diartikan sebagai daya cipta, memiliki kemampuan untuk menciptakan, bersifat atau
1
Hasan Sadily dan Jhon Echols, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Garamedia, 1992), hlm.154. 2 Ibrahim Anis, al Mu’jam al wasit, juz 1, (Istambul: al Maktabah Islamiyah,tt), hlm.34. 3 Ahmad Warson Munawwir, al Munawwir Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren al Munawwir, 1984), hlm.211. 4 Ibid.,hlm.852. 5 Ibid.,hlm.872. 6 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), cet 2, hlm.4.
14
15 mengandung daya cipta.7 Sedangkan dalam kamus Inggris Arab kreativitas berarti
ﻣﺘﺴﻢ ﺑﺎ ﺍﻻﺑﺪﺍﻉ ﻭﺍﳋﻠﻖ ﻻﺑﺎ ﺍﶈﺎﻛﺎﺓ ﻭﺍﻟﺘﻘﻠﻴﺪ/ ﻗﺎﺩﺭ ﻋﻠﻰ ﺍﻻﺑﺪ ﺍﻉ (kemampuan untuk mencipta atau mempunyai sifat menciptakan tidak dengan cara meniru.8 Dari pengertian secara etimologi di atas dapat disimpulkan bahwa keativitas adalah kemampuan manusia untuk menciptakan sesuatu yang baru. Sedangkan dari segi terminologi kreativitas mempunyai arti yang sangat luas dan bermacam-macam. Sebagaimana diungkapkan oleh Utami Munandar bahwa memang tidak mudah untuk menentukan
definisi yang
operasional dari kreativitas, karena kreativitas merupakan konsep yang majemuk dan multidimensional. Untuk itu dengan merujuk berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para pakar kreativitas akan memberikan pemaknaan yang lebih utuh dan komprehensif. Prof. Dr. Utami Munandar memberikan definisi kreativitas dari berbagai sudut pandang, yaitu: 1. Kreativitas
adalah
kemampuan
untuk
membuat
kombinasi
baru
berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada.9 Biasanya orang mengartikan kreativitas sebagai kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru dan orisinil ( tidak atau belum dikenal pembuatnya sendiri ataupun orang lain). Tapi itu tidak sepenuhnya benar. Orang yang mampu membuat kombinasi atau gabungan dari unsur-unsur lama yang sudah ada sebelumnya sehingga bisa membuat sesuatu yang baru juga bisa disebut orang kreatif. Misalnya kursi dan roda sudah ada selama berabad-abad. Tapi gagasan untuk menggabung kursi dan roda menjadi kursi roda merupakan gagasan yang kreatif. Sedangkan yang di maksud dengan data, informasi dan unsur-unsur yang ada adalah 7
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm.520. 8 Munir Ba’lbaki, al Mawrid Modern English Arabic Dictionary, (Beirut: Dar al Ilm lil Malayen, 1973), hlm.229. 9 S.C. Utami Munandar, Mengembangkan Bakat Dan Kreativitas Anak Sekolah Petunjuk Bagi Para Guru Dan Orang Tua, (Jakarta: Gramedia Widiasarana, 1985), hlm.47.
15
16 pengalaman yang telah diperoleh seseorang selama hidupnya termasuk ilmu pengetahuan yang diperoleh selama di bangku sekolah, keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu semakin banyak pengetahuan dan pengalaman seseorang semakin besar kemungkinan untuk berkreativitas. 2. Kreativitas (berfikir kreatif atau berfikir divergen) adalah kemampuan – berdasarkan data dan informasi – menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban.10 Berfikir kreatif disebut juga dengan berfikir divergen yaitu kemampuan untuk memberikan serangkaian jawaban alternatif yang bermacam-macam terhadap suatu persoalan yang sama benarnya. Jadi semakin banyak kemungkinan jawaban yang dapat diberikan terhadap suatu masalah semakin kreatiflah seseorang. Tapi tentu saja jawaban tersebut harus sesuai dengan masalahnya dan berkualitas. 3. Jadi secara operasional, kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berfikir serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, merinci) suatu gagasan.11 Sedangkan menurut David Campbel, Ph.D, kreativitas adalah kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya: 1. Baru (novel): inovatif, belum ada sebelumnya, segar, menarik, aneh, dan mengejutkan. 2. Berguna (useful): lebih enak, lebih praktis, lebih mudah, mendidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil lebih baik dan banyak. 3. Dapat dimengerti (understandable): hasil yang sama dapat dimengerti dan dapat dibuat di lain waktu. Peristiwa yang terjadi begitu saja, tidak dimengerti, tidak dapat diramalkan, dan tidak dapat diulangi, mungkin
10 11
Ibid. hlm.50. Ibid.
16
17 saja berguna dan baru, tapi itu merupakan hasil keberuntungan, bukan kreativitas.12 Menurut Renzuli sebagaimana dikutib oleh Fuad Nashori pada kreativitas terdapat kemampuan untuk menampilkan alternatif dari pada yang sudah ada dari prosedur yang biasa dilakukan. Sementara itu Bobbi Deporter dan Mike Hernacki mengartikan kreativitas sebagai melihat hal yang dilihat orang lain, tapi memikirkan hal yang tidak difikirkan orang lain.13 Ini berarti orang yang kreatif memiliki kpekaan yang tajam terhadap suatu masalah yang mungkin tidak bisa dilihat oleh orang lain. Paul Torrance, salah seorang peneliti ilmiah yang merupakan pelopor dan paling yang berpengaruh dalam bidang kreativitas mendefinisikan kreativitas sebagai proses menjadi peka terhadap permasalahan, kekurangan, jurang
pengetahuan,
hilangnya
unsur-unsur,
ketidakharmonisan,
mengidentifikasi yang sukar, mencari penyelesaian, mungkin dengan memodifikasinya dan menguji kembali dan akhirnya mengkomunikasikan hasilnya.14 Menurut Mead kreativitas adalah proses yang dilakukan oleh seseorang yang menyebabkan ia mencipta sesuatu yang baru baginya. Sedangkan menurut Rober kreativitas adalah apa yang timbul dari padanya karya baru, sebagai akibat interaksi individu dengan cara-caranya sendiri, dan dengan apa yang terdapat dalam lingkungannya.15 Dua definisi diatas menunjukkan bahwa kreativitas adalah sebuah proses yang hasil akhirnya adalah berupa suatu penemuan yang baru sebagai akibat adanya dorongan baik internal (motivasi yang berasal dari individu) dan dorongan eksternal (lingkungan yang mendukung).
12
David Campbel, Mengembangkan Kreativitas, Terj: A.M. Mangunharjana (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm.11-12. 13 H. Fuad Nashori dan Rachmi Diana Mucharam, Mengembangkan Kreativitas dalam Perspektif Psikologi Islam, (Yogyakarta: Menara Kudus, 2002), hlm.34. 14 Eng Hock Chia, Anda Juga Bisa Menjadi Kreatif, Terj: Tim Prestasi Pustaka Raya, (Jakarta: Pustaka Raya, 2000), hlm.12. 15 Hasan Langgulung, Kreativitas dan Pendiddikan Islam Analisa Psikologi dan Falsafah, (Jakarta: Pustaka al Husna, 1991), hlm. 174.
17
18 Sebagaimana telah penulis kemukakan di atas bahwa untuk merumuskan definisi kreativitas bukanlah hal yang mudah. Hal ini disebabkan karena kreativitas adalah sebuah konsep yang majemuk dan multidimensional, sehingga setiap orang bisa saja merumuskan definisi yang berbeda-beda dan bermacam-macam, tergantung dari sudut mana
ia memandang. Konsep
kreativitas dapat kita umpamakan seperti bola kristal yang bisa kita lihat dari berbagai seginya. Setiap orang yang memandang, melihat dari sudut pandangnya sendiri-sendiri yang mungkin akan berbeda antara satu orang dengan orang yang lain. Tetapi untuk memahami bola kristal dengan baik dan sempurna kita harus melihat bola kristal tersebut secara keseluruhan (dari segala segi dan hubungan antar segi) agar kandungannya tidak hilang karena dilihat dari satu segi tertentu saja. Begitu banyak definisi kreativitas yang berbeda antara satu dengan yang lain, tapi tidak ada satu definisipun yang dapat diterima secara universal dan dapat diterima semua pihak Mengingat kompleksitas dari konsep kreativitas, hal ini tidak mungkin dan juga tidak perlu, karena kreativitas bisa ditinjau dari beberapa aspek.16 Namun biasanya definisi yang beraneka ragam tersebut selalu merujuk pada salah satu atau kombinasi dari konsep 4 P (pribadi, proses, pendorong, produk). Misalnya David Campbel melihat kreativitas dari segi produknya, sedangkan Paul Torrance dan Renzuly melihat dari segi prosesnya. Apabila ditinjau dari segi pribadi, kreativitas dapat diartikan sebagai adanya ciri-ciri kreatif pada diri individu. Ciri-ciri tersebut terdiri atas ciri-ciri aptitude atau kognitif, misalnya kemampuan untuk menangkap dan mengerti suatu masalah, kelancaran dalam berfikir, fleksibilitas, orisinalitas, redefinsi dan elaborasi, dan ciri-ciri non aptitude atau afektif seperti minat yang luas, bebas dalam berfikir, selalu ingin tahu, mempunyai inisiatif, selalu ingin
16
Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm.20.
18
19 mendapatkan pengalaman-pengalaman baru, percaya diri, berani mengambil resiko dan mempunyai daya imajinasi yang kuat.17 Dilihat dari segi proses, kreativitas dapat dilihat sebagai kegiatan bersibuk diri yang berdaya guna. Kreativitas sebagai suatu proses adalah memikirkan berbagai gagasan dalam menghadapi suatu persoalan atau masalah. Sebagai proses “bermain dengan gagasan” atau unsur-unsur dalam fikiran merupakan keasyikan yang menyenangkan dan penuh tantangan bagi individu kreatif.18 Dalam hal ini yang terpenting bukanlah apa yang dihasilkan oleh anak (produk) tetapi lebih pada proses (keasyikan dan kepuasan individu yang timbul dari keterlibatannya dalam kegiatan yang penuh tantangan). Hal senada dinyatakan oleh Earl V. Pullias bahwa ”we might be able to find joy and satisfaction in process and not be so concerned about the end product”.19 Rasa ingin tahu, berani bereksperimen, tidak takut gagal, berani mengambil resiko untuk membuat kesalahan atau untuk dikritik oleh orang lain, adalah sikap yang harus selalu dipupuk dan dikembangkan oleh pendidik agar anak lebih tertarik untuk melibatkan diri dalam kegiatan kreatif. Bila dilihat dari segi pendorong, kreativitas dapat diartikan sebagai dorongan untuk berbuat kreatif. Agar kreativitas anak dapat terwujud dengan optimal membutuhkan adanya pendorong baik pendorong internal maupun eksternal. Pendorong internal dapat diartikan bahwa dorongan tersebut berasal dari diri sendiri (motivasi intrinsik) berupa keinginan atau hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreaif. Sedangkan pendorong eksternal diartikan bahwa pendorong itu berasal dari lingkungan sosial dan psikologis yang mendukung. Jadi potensi atau bibit kreatif memerlukan kondisi yang baik dan memungkinkan untuk tumbuh dan berkembang. Lingkungan yang memungkinkan potensi kreatif tumbuh dengan subur adalah lingkungan yang
17
Kak Seto, Bermain dan Kreativitas, (Jakarta: Papas Sinar Sinanti, 2004), hlm.20-22. Conny Semiawan, dkk., Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah, (Jakarta: Gramedia, 1984),hlm. 9. 19 Earl V. Pullias dan James D. Young, Teacher Is Manything, ( United State: Indiana University Press, 1968), hlm.76. 18
19
20 memberikan kebebasan dan keamanan psikologis, orang tua yang menghargai kreativitas, tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung kreativitas. Motivasi inrinsik sangat mempengaruhi kreativitas dan rasa ingin tahu anak (natural curiousity). Anak yang motivasi intrinsiknya kuat cenderung lebih kreatif, kaya gagasan, senantiasa menemukan ide-ide segar – pada tahap awal adalah ide-ide permainan – serta keterikatan yang kuat dalam melakukan berbagai aktivitas. Mereka juga memliki rasa ingin tahu yang besar, minat yang luas, dan cenderung memiliki semangat belajar mandiri dan kuat.20 Sedangkan bila ditinjau dari segi produknya kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mencipta atau menghasilkan produk-produk baru. Pengertian baru di sini tidak perlu berarti benar-benar baru tetapi adalah kombinasi atau gabungan dari unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya, sehingga bisa membuat sintesa baru. Sementara itu menurut Feldman sebagaimana dikutib H. Fuad Nashori sifat baru itu memiliki sifat-sifat sebagai berikut: (a) Produk yang sifatnya baru sama sekali. (b) Produk yang memiliki sifat baru sebagai hasil kombinasi beberapa produk yang sudah ada sebelumnya. (c) Suatu produk yang merupakan hasil pembaharuan (inovasi) dan pengembangan (evolusi) dari hal yang sudah ada.21 Dari paparan di atas penulis mencoba membuat suatu kesimpulan yang bisa merangkum semua definisi yang ada yaitu: Pribadi kreatif yang mendapatkan dorongan, baik internal maupun eksternal kemudian melibatkan diri dalam proses kreatif untuk menghasilkan produk (karya, ide, penemuan) baru. Sampai saat ini masih ada stigma yang cukup kuat di kalangan masyarakat bahwa kreativitas adalah bakat luar biasa yang hanya dimiliki orang–orang tertentu yang jenius saja. Pandangan seperti ini tentu saja akan menghambat pengembangan kreativitas. Kreativitas adalah potensi yang dimiliki oleh semua manusia meskipun masing-masing dalam derajat dan bidang yang tidak sama. Potensi kreatif muncul bersamaan ketika manusia 20 21
Wahyudin, Menuju Kreativitas, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm.xvi. H. Fuad Nashori dan Rachmi Diana Mucharam, op. cit. hlm.40.
20
21 dilahirkan. Yang terpenting di sini adalah bagaimana agar potensi tersebut bisa berkembang dengan optimal. Agar potensi kreatif bisa tumbuh dengan optimal, maka pendidik perlu mengetahui ciri-ciri kreativitas yang biasanya diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu: 1) Ciri-ciri kognitif (aptitude) Ciri-ciri kognitif adalah ciri-ciri yang berhubungan dengan kemampuan berfikir. Ciri-ciri kognitif ini antara lain kelancaran dalam berfikir, kelenturan dalam berfikir, berfikir orisinil, elaborasi dan keterampilan untuk mengevaluasi.22 a) Kelancaran dalam berfikir (fluency) yaitu kemampuan untuk mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelasaian masalah atau pertanyaan dengan lancar. Kelancaran dalam berfikir ini meliputi: -
Word Fluency yaitu kemampuan untuk sebanyak mungkin untuk menuliskan atau mengucapkan kata-kata.
-
Associational Fluency. Adalah kemampuan untuk menemukan sebanyak mungkin sinonim kata dalam waktu tertentu.
-
Expressional Fluency, yaitu kemampuan untuk membuat kalimat sebanyak mungkin yang mengandung ekspresi tertentu.
-
Ideational Fluency, yaitu kemampuan untuk menemukan berbagai ide mengenai benda-benda tertentu dengan sifat tertentu.23
b). Kelenturan dalam berfikir (flexibility). Yaitu kemampuan untuk secara spontan mengganti cara memandang, pendekatan dan cara kerja yang tidak jalan. c). Berfikir orisinil (originality) Yaitu kemampuan seseorang untuk memproduksi ide, gagasan, jawaban, pemecahan masalah baru dengan orisinil (belum ada sebelumnya). Ide atau gagasan tersebut biasanya unik (lain dari yang lain), tidak lazim, mengejutkan dan tidak pernah terpikirkan oleh orang lain. 22 23
Ibid. hlm.43-49. Kak Seto, op.cit., hlm.20.
21
22 d). Elaborasi Elaborasi adalah kemampuan untuk mengembangkan gagasan, menambahkan atau merinci detail-detail suatu obyek, gagasan atau situasi sehingga lebih menarik. e). Keterampilan menilai / mengevaluasi. Yaitu kemampuan untuk menentukan patokan nilai sendiri, sehingga dengan patokan nilai ini, ia dapat memberi pertimbangan atas dasar sudut pandangnya sendiri, menentukan pendapat sendiri, bisa mempertahankannya, dan mempunyai alasan yang bisa dipertanggung jawabkan. 2). Ciri-ciri afektif (non aptitude) Ciri-ciri afektif adalah ciri-ciri yang berhubungan dengan sikap, perasaan, dan motivasi. Ciri-ciri ini antara lain: a) Rasa ingin tahu. Orang yang kreatif selalu terdorong untuk mengetahui banyak hal. Dalam hal ini orang kreatif selalu mempertanyakan segala sesuatu, selalu memperhatikan orang, obyek dan situasi, dan menggunakan semua panca inderanya untuk mengenal.24 b) Mempunyai
imajinasi
tinggi.
Orang
yang
kreatif
mampu
membayangkan sesuatu yang belum pernah ia lihat atau lakukan sebelumnya, namun dapat membedakan mana yang hayalan dan mana yang kenyataan.25 c) Berani mengambil resiko. Dalam hal ini orang yang kreatif berani mengambil resiko (tentu saja dengan perhitungan), dan senang mencoba hal-hal yang baru. Kalaupun gagal ia tidak akan berputus asa dan berusaha lagi sampai berhasil. d) Mempunyai inisiatif. Orang yang kreatif tidak menunggu, namun selalu menggunakan kesempatan yang muncul.
24
Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah Petunjuk Bagi Para Guru dan Orang Tua, op.cit., hlm. 91. 25 Ibid.
22
23 e) Bebas dalam berfikir. Artinya orang kreatif
tidak kaku dan tidak
terhambat pada hal-hal yang sudah ada sebelumnya. f) Percaya pada diri sendiri. Ini mempunyai makna bahwa orang yang kreatif mempunyai keyakinan bahwa ia mampu melakukan sesuatu dengan kemampuannya sendiri. g) Berani berpendapat dan mempunyai keyakinan. Jika mempunyai pendapat tidak mudah goyah dengan pendapat orang lain.26 h) Mandiri, berani untuk berbeda, tingkat energi dan kepetualangan yang luar biasa, tertarik pada hal-hal yang rumit dan serius, senang melakukan refleksi, ulet dan lain-lain.27 Sedangkan menurut David Campbel, Ph.D, ciri-ciri kreativitas secara umum dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu: ciri-ciri pokok, ciri-ciri yang memungkinkan, ciri-ciri sampingan. Ciri-ciri pokok adalah ciri-ciri yang merupakan kunci untuk melahirkan ide, gagasan, ilham, pemecahan baru, atau penemuan. Ciri-ciri pokok ini meliputi: kelincahan mental (mental agility), fleksibilitas konseptual, orisinalitas, lebih menyukai kompleksitas dari pada simplisitas, latar belakang yang merangsang, dan kecakapan dalam banyak hal. Ciri-ciri yang memungkinkan adalah ciri-ciri yang membuat mampu mempertahankan ide-ide kreatif sekali sudah ditemukan tetap hidup. Ciri-ciri ini meliputi: kemampuan untuk bekerja keras, berfikiran mandiri, pantang menyerah, mampu berkomunikasi dengan baik, lebih tertarik pada konsep dari pada segi-segi kecil, keingin tahuan intelektual, kaya humor dan fantasi, tidak segera menolak gagasan baru, mempunyai arah hidup yang mantap. Sedangkan ciri-ciri sampingan adalah ciri yang tidak langsung berhubungan dengan penciptaan atau menjaga agar ide-ide yang sudah ditemukan bisa tetap hidup, tetapi mempengaruhi orang-orang kreatif.28 Seringkali orang kreatif suka memberontak, tidak mau diatur, tidak mudah bergaul atau tidak mengambil pusing terhadap apa yang dilakukan orang lain. 26
Kak Seto, op. cit. hlm.22. Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, op. cit., hlm. 35-36. 28 David Campbel, op cit., hlm.27-43. 27
23
24 Ciri-ciri ini bukan ciri-ciri kreativitas dan tidak ada hubungannya dengan kreativitas, tapi menjadi akibat sampingan dari krativitas mereka.
B. Tahap-Tahap Dan Faktor Yang Mempengaruhi Kreativitas Kreativitas merupakan proses yang panjang yang ahirnya akan bermuara pada munculnya produk (ide, karya, gagasan) baru. Artinya untuk menghasilkan produk kreatif seorang individu harus melalui tahap-tahap kreativitas yang menurut Charles E. Skinner dibagi menjadi beberapa tahap yang meliputi: preparation, incubatioan, illumination, verification.29 Pertama, tahap preparation (persiapan). Tahap persiapan adalah tahap di mana individu meletakkan dasar pikiran. Tahap ini diawali dengan menyatakan masalah oleh individu kreatif, kemudian mengumpulkan berbagai data, pengetahuan dan informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah. Dengan kata lain individu mempelajari masalah dengan semua seluk beluknya dengan berbagai pengetahuan, pengalaman, data dan informasi yang ia miliki. Data dan pengetahuan sangat berperan penting disini. Penemuan yang cemerlang dalam bidang tertentu selalu dihasilkan oleh orang-orang yang sudah lama belajar dalam bidang tersebut, dan dengan jerih payah dan usaha yang nyata. Kedua tahap incubation (inkubasi). Setelah individu melewati tahap persiapan maka tahap selanjutnya adalah tahap inkubasi, yaitu “melarikan diri” untuk sementara waktu dari masalah yang sedang dihadapi. Setelah bekerja (dalam tahap persiapan) tubuh dan otak perlu beristirahat dan melepaskan diri dari kesibukan, agar bisa segar kembali. Untuk meciptakan gagasan-gagasan yang brilian, otak tidak boleh dipaksa dan dalam keadaan sangat lelah. Ketiga tahap illumination (penerangan) yaitu periode di mana individu kreatif telah menemukan jawaban, gagasan, dan solusi atas persoalan yang sedang dicari sehingga segalanya menjadi jelas dan gamblang. 29
Charles E. Skinner, Essencials Of Educational Psychology, (Tokyo: Maurazen, 1958), hlm.319.
24
25 Keempat, tahap verication atau pembuktian. Perbaikan, perwujudan hasil dan tanggungjawab terhadap hasil menjadi tahap terahir dalam proses ini. Diseminasi dari perwujudan karya kreatif untuk kemudian diteruskan kepada masyarakat yang lebih luas terjadi setelah perbaikan dan penyempurnaan terhadap hasil karya tersebut.30 Bagaimanapun bagusnya suatu ide atau gagasan tidak akan berguna jika tidak diwujudkan dalam tindakan nyata. Misalnya ketika kita telah menemukan ide untuk menulis novel, maka kita masih harus menulis dan mengetiknya dalam bahasa yang baik dan benar. Berbeda dengan Wallas, menurut Jalaluddin Rachmat proses atau tahap yang harus dilalui oleh idividu untuk menghasilkan sebuah karya kreatif adalah:31 1) Orientasi Masalah dirumuskan, dan aspek-aspek masalah diidentifikasi. 2) Preparasi Pikiran berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan dengan masalah. 3) Inkubasi. Pikiran beristirahat sebentar, ketika berbagai pemecahan berhadapan dengan jalan buntu. Pada tahap ini proses pemecahan masalah berlangsung terus dalam jiwa bawah sadar. 4) Iluminasi Masa inkubasi berahir ketika pemikir memperoleh semacam ilham, serangkaian insight yang memecahkan masalah. 5) Verifikasi Tahap terahir untuk menguji secara kritis, menilai pemecahan masalah yang diajukan pada tahap ke empat.
30 31
Ibid. hlm.67. Jalaluddin Rachmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999),
hlm.76.
25
26 Sedangkan menurut Sulaiman Sahlan dan Drs. Maswan, untuk menghasilkan suatu produk kreatif, seorang individu kreatif harus melalui tahap-tahap pencarian data, pencarian ide, dan penyelasaian.32 Pada tahap pencarian data, masalah yang akan diselesaikan memerlukan sejumlah pengetahuan dan penjelasan. Oleh karena itu data harus dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menyelesaikan masalah. Setelah data dianalisa tahap selanjutnya adalah penyelesaian yang dalam hal ini memerlukan evaluasi dan adopsi. Evaluasi diperlukan untuk menguji pemecahan sementara. Sedangkan adopsi berguna sebagai penentuan dan pengimplementasian penyelesaian akhir. Walaupun masing-masing pakar berbeda pendapat dalam menentukan tahap-tahap proses kreatif, tetapi bila kita amati dengan lebih cermat masingmasing tahap kreatif yang diungkapkan oleh para pakar adalah sama secara substansi, walaupun pengungkapannya berbeda. Satu hal yang tidak bisa dinafikan keberadaannya adalah adanya data dan informasi, baik data yang sebelumnya sudah dimiliki atau yang harus dicari berkenaan dengan masalah yang diselesaikan. Data dan informasi merupakan elemen yang sangat penting dalam penyelesaian proses kreatif. Bagaimanapun sempurnanya sayap seekor burung ia tidak akan bisa terbang jika tidak di udara. Data ibarat udara bagi seorang ilmuan. Tanpa data atau informasi ia tidak akan bisa terbang (menyelesaikan proses kreatif).33 Tidak mungkin seseorang secara tiba-tiba bisa membuat gambar rencana sebuah gedung pencakar langit yang fantastis kalau ia tidak memiliki dasar pengetahuan dan pengalaman kuat dibidang desain arsitektural dan prinsip-prinsip keinsinyuran. Tidak dapat dibayangkan secara serta merta seorang bisa mereka-reka katub jantung buatan, kalau dia belum mempelajari dengan sungguh-sunguh sistem katub pada mesin biasa, menguasai anatomi jantung dan seluk beluk masuk keluarnya darah ke jantung.34 32
Sulaiman Sahlan dan Maswan, Multidimensi Sumber Kreativitas Manusia, (Bandung: Sinar Baru,1988), hlm.59. 33 Ibid. hlm. 65. 34 Daivid Campbel, op.cit. hlm.19.
26
27 Ditinjau dari aspek manapun kreativitas adalah kebutuhan yang harus dipenuhi. Karena Dengan berkreativitas manusia bisa mengaktualisasikan diri (self actualization), dan aktualisasi diri ini adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Bakat kreatif dimiliki oleh semua orang tanpa pandang bulu, baik yang tua atau yang muda, kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan. Tapi walaupun semua orang memiliki bakat kreatif, bakat tersebut tidak akan bisa berkembang jika tidak dipupuk dengan baik. Bahkan bakat tersebut bisa menjadi bakat terpendam yang tidak bisa diaktualisasikan. Untuk itu sangat penting untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengarui kreativitas. Faktor yang mempengaruhi kreativitas ini dibagi menjadi dua macam. Yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek kognitif seperti kecerdasan dan pemerkayaan bahan berfikir berupa pengalaman dan keterampilan, dan faktor afektif seperti sikap, motivasi, nilai spiritualitas, dan ciri kepribadian yang lain. Sedangkan faktor eksternal adalah kebudayaan tempat dimana individu hidup dan berinteraksi dengan lingkungannya.35 Intelejensi atau kecerdasan sebagai faktor yang mempengaruhi kreativitas sampai saat ini masih menjadi perdebatan aktual sampai sekarang. Dalam hal ini ada 3 model hubungan antara kreativitas dan intelejensi. Pertama kreativitas dan kecerdasan adalah dua hal yang berbeda dan tidak ada hubungan, sehingga mungkin saja kecerdasannya tinggi tetapi kreativitas rendah. Kedua adanya keselarasan antara kecerdasan dan kreativitas, sehingga yang kecerdasannya lebih tinggi kreativitasnya juga lebih tinggi. Ketiga kreativitas memang berhubungan dengan kecerdasan tapi tidak selalu pararel, yakni bahwa semua kreativitas adalah produk orang intelejen / cerdas, tapi tidak selalu yang intelegen itu kreatif.36 Dari ke 3 model di atas, penulis lebih cenderung pada model ke 3 yaitu bahwa kreativitas berhubungan dengan kecerdasan tapi tidak selalu 35
Fuad Nashori dan Rachmi Diana Mucharam, op.cit. hlm.59. H.M. Taufiq ”Hasan Langgulung: Pengembangan Kreativitas dalam Pendidikan Islam” dalam Khudari Soleh (ed), Pemikiran Islam Kontemporer, (Yogyakarta: Jendela, 2003), hlm.198. 36
27
28 pararel. Hal ini diperkuat oleh hasil studi yang telah dilakukan Utami Munandar bahwa kreativitas dan kecerdasan berkorelasi pada pada batas-batas tertentu.37 Dengan kata lain, memang ada hubungan antara kecerdasan dan kreativitas tapi hubungan itu tidak terlalu kuat, yakni peningkatan kecerdasan tidak selalu diikuti dengan peningkatan kreativitas. Fakta yang kita lihat banyak orang yang cerdas dan berpendidikan tinggi tapi tidak kreatif, dan sebaliknya banyak orang yang tidak pernah mencicipi sekolah formal tapi sangat kreatif. Faktor lain yang mempengaruhi kreativitas adalah faktor non kognitif seperti rasa ingin tahu, harga diri, kepercayaan diri, berani mengambil resiko, keterbukaan terhadap pengalaman dan spirituslitas. Spiritualitas atau keimanan seseorang juga mempengaruhi kreativitas. Keimanan pada wahyu al Qur’an dapat menyingkapkan semua kemungkinan yang terdapat pada akal manusia.
Ketundukan
pada
wahyu
memampukan
akal
untuk
mengaktualisasikan potensi-potensi manusia sehingga berkat dari wahyu membuatnya teraktualisasikan. Penerimaan ide-ide yang lebih tinggi hanya mungkin bila fikiran dicerahkan oleh akal aktif. Agar bisa tercerahkan, akal mesti disinari cahaya iman dan disentuh oleh keberkatan yang tumbuh dari wahyu.38 Selain
faktor
internal,
faktor
eksternal
(lingkungan)
juga
mempengaruhi kreativitas. Lingkungan yang memungkinkan kreativitas bisa berkembang dengan baik adalah lingkungan budaya yang memberikan kebebasan dan keamanan psikologis. Lingkungan budaya yang menghargai kreativitas akan memunculkan individu-individu kreatif. Sebagai contoh dalam pendidikan keluarga, bila orang tua menghargai anak, menerima kekurangan dan memotivasi kelebihan anak, maka potensi kreatif akan tumbuh dengan baik.
37
M. Jihad Helmi AF, “Kreativitas Anak dan Pengembangannya”, Akademika, Volume 8, Januari 2003, hlm.13. 38 H. Fuad Nashori dan Rachmi Diana Mucharam, op.cit. hlm.58.
28
29 C. Kreativitas Dalam Pendidikan Islam Sebelum
membahas
mengenai
kedudukan
kreativitas
dalam
Pendidikan Islam seyogyanya kita pahami terlebih dahulu mengenai istilah Pendidikan Islam. Menurut Ahmad D. Marimba pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.39 Dr. Ahmad Tafsir merumuskan definisi pendidikan secara lebih luas yaitu bahwa dalam proses menuju perkembangan yang sempurna itu seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh orang lain (pendidik), ia juga menerima pengaruh (entah bimbingan, entah bukan, tidak menjadi soal) dari selain manusia. Pendidikan juga dapat diterima dari kebudayaan, alam fisik, dan sebagainaya.40 Hal ini senada dengan pandangan Lodge bahwa education is life, life is education (pendidikan adalah kehidupan, kehidupan adalah pendidikan). Sedangkan kata “Islam” dalam kata “Pendidikan Islam” menunjukkan bahwa warna atau nuansa pendidikan tersebut adalah Islam. Yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam. Jadi yang dimahsud dengan Penddikan Islam adalah pendidikan yang dibangun berdasarkan ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam dua sumber ajaran Islam, yaitu al Qur’an dan Hadis. Pendidikan Islam dapat diberikan melalaui berbagai media, baik media pendidikan formal (di sekolah), pendidikan informal (keluarga), atau nonformal (masyarakat). Penelitian tentang kreativitas dimulai dari Galton yang memulainya dengan meneliti orang-orang genius pada tahun 1869. Saat itu ia mencoba meneliti cara kerja fungsi
mental para pemimpin dan orang-orang yang
berhasil mengetengahkan ide-ide cemerlang (kreatif). Sehubungan dengan hal itu maka penelitian Galton dianggap penting dalam upaya para ahli memahami kreativitas, meski tidak berhasil secara penuh untuk menciptakan
39
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al Ma’arif, 1980), cet 4, hlm.19. 40 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Pendidikan Islam, (Bandung: Ramaja Rosda Karya, 2004), hlm.25.
29
30 teori dan definisi yang mantap.41 Kreativitas baru mendapatkan perhatian yang lebih serius setelah perang dunia II, yang ditandai dengan penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para psikolog seperti Guilford, Torrance, Mc Kinon, Renzuli, Hopkin, Andrew. Di dalam Islam sendiri, secara normatif Islam sangat menghargai dan mendorong umatnya untuk berkreativitas. Ada perbedaan tantangan dan kebutuhan antara generasi dahulu dengan generasi sekarang, begitu pula dengan generasi sekarang dengan generasi yang akan datang. Oleh karena itu ada baiknya kita merenungkan nasihat Umar Bin Khattab r.a. kepada para pendidik sebagai pijakan akan perlunya pendidikan kreatif sebabaimana dikutib oleh Wahyudin: “’Allimu auladakum makhluqun lizamanin ghairi zamanikum (‘Didiklah anak-anakmu dengan pengajaran yang baik, sebab ia diciptakan untuk zaman yang berbeda dengan zamanmu’)”.42 Ucapan di atas mendorong kita untuk mempersiapkan anak- anak agar menjadi orang yang kreatif. Dampak percepatan penemuan teknologik ternyata telah banyak merombak banyak institusi dan organisasi sosial kemasyarakatan. Terjadilah perubahan yang sangat cepat. Terjadinya perubahan sosial yang sangat cepat digambarkan oleh Tofler dengan memperbandingkan revolusi dari gelombang pertama (yang agraris) ke gelombang ke dua (yang industri) membutuhkan waktu ribuan tahun, dan gelombang ke dua ke gelombang ke tiga (yang informatik) membutuhkan waktu ratusan tahun; sedangkan gelombang ke tiga baru berlangsung tahunan telah menghasilkan sesuatu yang lebih hebat dari hasil ratusan tahun gelombang ke dua. Percepatan ini menjadikan program pendidikan cepat usang dan pengetahuan seseorang cepat tertinggal.43 Di zaman yang berubah sangat cepat seperti sekarang ini pendidik tidak bisa dan tidak cukup hanya memberi setumpuk teori dan pengetahuan
41
Kak Seto, op. cit. hlm.17. Wahyudin, op.cit, hlm.1. 43 Noeng Muhajir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial Teori Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000), hlm.14. 42
30
31 yang harus dicatat di dalam buku catatan dan dihafalkan di dalam ingatan karena belum tentu pengetahuan tersebut akan berguna di masa depan (Karena zaman kita berbeda dengan zaman mereka). Pada orang kreatif yang bekerja adalah otaknya, bukan ingatannya. Dengan memberi bekal kreativitas berarti mendidik anak kita untuk mandiri, tidak tergantung dengan orang lain, luwes, berkualitas, inovatif dan dapat maju seiring dengan perubahan zaman yang dinamis. Sebagian orang mungkin menganggap bahwa agama menuntut umatnya untuk mentaati aturan dan norma-norma secara mutlak dengan mengesampingkan akal fikiran dan penalaran. Sehingga yang terjadi kemudian adalah kreativitas mandeg dan tidak berkembang. Pendapat seperti ini tentu saja tidak benar. Agama Islam diciptakan Tuhan bertujuan agar kehidupan manusia menjadi lebih baik. Islam memang memiliki aturan-aturan yang harus ditaati oleh pemeluknya , tapi norma tersebut tidak membatasi manusia untuk berkreativitas. Islam justru memerintahkan umatnya untuk selalu berfikir menggunakan akal fikiran. Allah selalu memerintahkan umatnya untuk berfikir:
( ٢١٩ : ﻭ ﹶﻥ )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓﺘ ﹶﻔ ﱠﻜﺮﺗ ﻢ ﻌﻠﱠﻜﹸ ﺖ ﹶﻟ ِ ﻳ ﺍﻻﻦ ﺍﷲ ﹶﻟﻜﹸﻢ ﺒﻴﻳ ﻚ ﻛﹶﺬِﻟ Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat Nya agar kamu berfikir. (QS. Al Baqoroh: 219)44 Mustafa al Maraghi menafsirkan ayat ini sebagai seruan Allah kepada manusia agar ia memikirkan kehidupan dunia dan ahirat secara bersamaan, dengan demikian maka akan tercipta maslahat pada diri manusia.45 Karena kemampuan berfikir inilah manusia mampu berkreativitas. Apabila kita merujuk kembali pada pengertian kreativitas yang dikemukakan oleh Utami Munandar bahwa kreativitas adalah kemampuan berdasarkan data yang ada untuk membuat kombinasi baru. Yang dimahsud dengan data disini adalah pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh seseorang selama hidupnya yang 44 45
Depag R.I., Al Quranul Karim dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1997) , hlm.27. Ahmad Mustafa al Maraghi, Tafsir al Maraghi, (Semarang: Toha Putra, 1984), hlm.134.
31
32 tentu saja tidak bisa dipisahkan dari aktifitas berfikir. Urgensi berfikir ini juga nampak
dalam
proses
untuk
menghasilkan
produk
kreatif.
Untuk
menghasilkan karya kreatif seseorang harus mempunyai kepekaan terhadap kesenjangan dan kekurangan yang hanya bisa dilihat dengan cara berfikir kemudian menganalisis dan mencari jawaban. Kita dapat membandingkan pola berfikir dan tingkah laku masyarakat primitif dan modern dalam mengatasi problem kehidupannya. Masyarakat primitif dengan wawasan dan pemikirannya yang sangat terbatas baik mengenai diri dan alam sekitarnya, sangat terbatas pula kreativitasnya. Sebaliknya masyarakat modern karena fikiran dan wawasannya yang semakin luas maka semakin luas pula kreativitasnya.46 Jadi semakin manusia menggunakan akalnya untuk berfikir semakin luas pula wawasan dan pengetahuannya. Dan seiring dengan kemajuan pemikirannya berkembang pula kreativitasnya untuk mencipta berbagai perangkat kehidupan untuk kesejahteraan hidupnya. Dalam ayat lain Allah berfirman bahwa Ia tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum tersebut yang merubahnya:
( ١١ : ﻢ ) ﺍﻟﺮ ﻋﺪ ﺴ ِﻬ ِ ﻧﻔﹸﺎ ِﺑﹶﺄﻭﺍ ﻣﺮﻐﻴ ﻳ ﻰﺣﺘ ﻮ ٍﻡ ﺎ ِﺑ ﹶﻘﺮ ﻣ ﻐﻴ ﻳ ِﺇﻥﱠ ﺍﷲ ﻻ Sesunguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada mereka sendiri.(QS. Ar Ra’d: 11).47 Menurut Teuku M. Hasbi ash Siddieqi, Allah tidak akan merubah nikmat dan afiat dari suatu kaum kecuali mereka sendiri yang merubahnya.48 Sebaliknya Allah tidak akan merubah penderitaan suatu kaum kecuali kaum tersebut mau berusaha memperbaiki nasibnya. Dengan kata lain nasib manusia terletak ditangannya sendiri (usaha yang dilakukan).
46
Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya Media, 1992),
hlm.21.
47
Depag R.I., op. cit.hlm.199. Teuku Muhammad Hasbi as Siddieqi, Tafsir al Qur’anul Majid an Nur, (Semarang: Pustaka Rizka Putra, 2000), hlm.2075. 48
32
33 Masalah yang dihadapi oleh umat manusia akan semakin banyak dan komplek,
satu-satunya
jalan
yang
harus
dilakukan
adalah
dengan
memecahkannya. Dengan akal yang telah diberikan kepadanya manusia mempunyai kesempatan yang sangat luas untuk berkreasi dan berusaha memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapinya. Dan tentu saja usaha yang sukses akan memerlukan pemikiran dan usaha yang keras. Sebagaimana diungkapkan oleh Thomas Edison bahwa kreativias terdiri dari 1 % inspirasi dan 99 % keringat (usaha dan kerja keras). Islam sangat mendorong individu secara terus menerus untuk belajar ilmu pengetahuan yang berarti mengajarkan individu untuk selalu terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari luar (merupakan salah satu ciri kreativitas). Ini menunjukkan perlunya sikap keterbukaan untuk menuntut ilmu dan menerima ilmu dari manapun datangnya.49 Jika dibandingkan dengan mahluk-mahluk Allah yang lain, manusia adalah mahluk yang paling sempurna, baik secara fisik ataupun psikis. Dalam perjalanannya di muka bumi, manusia mempunyai 2 tugas pokok yaitu sebagai hamba Allah dan khalifah Allah. Sebagai Abdullah atau hamba Allah tugas manusia adalah mengabdi dan beribadah kepada Allah dengan memberikan secara total dan keseluruhan semua ketaatan, ketundukan dan kepatuhan hanya kepada Allah. Sedangkan tugas sebagai Khalifatullah atau khalifah Allah adalah merupakan realisasi dari pengembangan amanah dalam arti: memelihara, memanfaatkan, atau mengoptimalkan penggunaan semua anggota badan, alatalat potensial (termasuk potensi kreatif), guna penegakan keadilan, kemakmuran dan kebahagiaan hidup. Dengan mengemban tugas sebagai khalifah Allah di bumi manusia memikul amanat yang sangat besar dan berat. Dan dalam usaha untuk melaksanakan amanat tersebut Allah membekali manusia dengan potensi dasar (di antaranya adalah potensi kreatif) yang masih berupa potensi terpendam.
49
Fuad Nashori dan Diana Rachmi Mucharam, op.cit. hlm.63.
33
34 Jika pengertian ibadah ini dihubungkan dengan pengertian khalifah sebagaimana diuraikan sebelumnya dapat diperoleh pemahaman, yaitu bahwa khalifah adalah pengganti yang memegang kepemimpinan dan kekuasaan dari yang digantikan. Sebagai seorang pemimpin dan penguasa ia mempunyai kewenangan
dan
kekuasaan
untuk
menentukan
pilihan
dan
bebas
menggunakan akalnya. Sedangkan Abd adalah seorang yang telah kehilangan wewenang untuk menentukan pilihan dan kebebasan untuk berbuat. Esensi seorang Khalifatullah adalah kebebasan dan kreativitas, sedangkan Abdullah adalah ketaatan dan kepatuhan.50 Dengan penekanan agar manusia bisa melakukan amanah kekhlifahan dengan baik maka manusia dianugerahi potensi dan sekaligus kebebasan untuk mengoptimalisasikan potensi yang dimilikinya termasuk potensi kreatif, dengan seluas-luasnaya melalui proses pendidikan. Aktualisasi potensi kreatif ini menjadi sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari mengingat kehidupan manusia selalu berkembang dan penuh dengan tantangan-tantangan yang membutuhkan pemecahan secara kreatif. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kreativitas adalah merupakan potensi dasar yang menurut psikologi behaviorisme disebut prepotence reflexes atau yang dalam pandangan Islam disebut fitrah.51 Fitrah manusia dengan segala potensinya merupakan conditional statement (citra bersyarat)
dan
aktualisasinya
menurut
upaya
manusia
untuk
mengembangkannya.52 Artinya fitrah atau potensi manusia tidak akan berkembang dengan baik jika tidak dirangsang dengan lingkungan yang kondusif. Potensi dasar atau fitrah dapat diaktualisasikan dan dikembangkan melalui proses Pendidikan Islam. Jadi Pendidikan Islam bertugas menggali, mengembangkan, membimbing dan mengarahkan potensi kreatif manusia agar bisa terwujud secara maksimal. Urgensi pendidikan dalam mengembangkan krativitas akan lebih jelas bila kita melihat fungsi pendidikan dari pendekatan Sosiologi dan Antropologi 50
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm.40. H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: ( Remaja Rosda Karya, 2000), hml.88. 52 Achmadi op.cit., hlm.50. 51
34
35 Budaya yaitu fungsi pendidikan dilihat dari fenomena yang muncul dalam perkembangan peradaban manusia dengan asumsi bahwa peradaban manusia senantiasa
tumbuh
dan
berkembang
melalui
pendidikan.
Peradaban
masyarakat manusia dari masa ke masa semakin berkembang maju, dan kemajuan itu diperoleh dari interaksi komunikasi sosialnya. Semakin intens interaksi sosialnya semakin cepat pula perkembangannya. Kedalaman dan keluasan interaksi manusia semakin bertambah dengan semakin berkembangnya teknologi informasi seperti radio, televisi, surat kabar dan lain-lain. Aneka ragam informasi dapat diterima dalam waktu sesaat sehingga wawasan manusia semakin luas baik mengenai peristiwaperistiwa alam maupun masalah manusia dan sekitarnya. Semakin luas wawasan seseorang semakin maju pula pemikirannya, dan seiring dengan kemajuan pemikirannya berkembang pula kreativitasnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ditinjau dari segi Antropologi Budaya dan Sosiologi fungsi pendidikan yang pertama adalah menumbuhkan wawasan yang tepat mengenai manusia dan alam sekitarnya, sehingga dengan demikian dimungkinkan tumbuhnya kreativitas yang dapat membangun diri dan lingkungannya.53 Untuk bisa tumbuh dan berkembang dengan baik, potensi kreatif harus diasah melalui proses pendidikan yang baik. Pertanyaannya adalah, pendidikan yang bagaimana yang dapat mengembangkan kreativitas? Pendidikan yang dapat menumbuh kembangkan krativitas adalah pendidikan yang terbuka. Artinya pendidik, baik guru atau orang tua harus terbuka terhadap
realitas
anak
yang
memerlukan
kemerdekaan,
kebebasan,
kegembiraan dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Begitu pula sebaliknya anak harus diberi kesempatan untuk terbuka dalam arti bebas mengeluarkan fikiran, pendapat dan keluhannya dalam rangka melatih dan menemukan jati dirinya. Keduanya, guru dan murid harus terbuka terhadap
53
Ibid., hlm.21-22.
35
36 realitas sekitar yang dapat dimanfatkan sesuai kepentingan pendidikan, atau perlu ditolak karena dapat menghambat pencapaian tujuan pendidikan.54 Tetapi sangat patut kita sayangkan realitas menunjukkan bahwa ternyata kreativitas belum mendapatkan tempat yang layak dalam Pendidikan Islam, terutama pendidikan formal. Unsur kreativitas, diskusi, problem solving, discovery masih menjadi “barang langka” dalam proses belajar mengajar. Sebaliknya guru sebagai ujung tombak dalam pendidikan menempatkan dirinya sebagai orang yang serba tahu dan paling mengetahui. Murid hanya mendengar, mencatat dan menghafalkan apa yang disampaikan oleh guru yang belum tentu akan berguna di masa mendatang. Oleh karena itu tidak heran bila kreativitas siswa menjadi mandeg bahkan mati, tidak mandiri, miskin imajinasi dan eksplorasi. Siswa memang kaya akan teori, tapi tidak tahu untuk apa teori tersebut digunakan. Mereka terampil menyelesaikan berbagai persoalan yang telah dihafalkan tehnik penyelesaianya, tapi akan kebingungan bila dihadapkan pada kasus baru yang membutuhkan cara penyelasaian baru pula. Akibatnya mereka menjadi tumpukan manusiamanusia yang tidak mandiri dan kreatif. Sistem Pendidikan Islam sedikit banyak belum begitu berhasil membentuk muslim yang kreatif yang dapat maju seirama dengan lajunya perubahan. Kebanyakan ilmuan Islam enggan mengkritisi pemikiran ulama klasik. Mereka menganggap bahwa hasil pemikiran mereka adalah sesuatu yang sudah final, sehingga keilmuan tidak bisa berkembang, kecuali hanya mengulang yang telah ada. Dengan besikap kritis dan kreatif umat Islam akan berani keluar dari jeratan tradisi yang membelenggu untuk kemudian berani mengambil inisiatif untuk mengembangkan kreativitas keilmuannya dengan penuh rasa percaya diri. Anak didik bukanlah botol kosong yang harus dijejali dengan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya oleh pendidik, tetapi lampu yang harus dinyalakan (dikembangkan potensinya). Islam sangat menghargai dan mendorong umatnya untuk berkreativitas. Lima ayat pertama yang 54
H.M. Taufiq, op.cit. hlm.198.
36
37 diwahyukan Allah (al Alaq) bisa ditafsiri sebagai seruan penelitian bagi manusia. Membaca tentu bukan hanya membaca dalam arti konfensional, tapi juga membaca alam semesta dengan segala fenomenanya.55 Dialog antara Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Ismail seputar mimpi sang ayah, dimana Ibrahim tidak memaksakan kehendaknya untuk melaksanakan mimpi benar itu, melainkan berdialog dahulu dengan bebas.56 Islam pula yang mendorong umatnya untuk mencari ilmu pengetahuan dengan segala kemampuannya. Perintah Nabi untuk belajar sampai ke Cina, konsep belajar seumur hidup juga dipandang sebagai dorongan bagi sikap kreatif.
D. Signifikansi Kreativitas Bagi Pengembangan Pendidikan Islam Kreativitas mulai mendapatkan perhatian serius mulai paruh pertama abad 20, tapatnya setelah Perang Dunia II. Pecahnya perang tersebut berdampak pada usaha dan pembaharuan di bidang riset dan pengembangan yang ahirnya mencapai pada penemuan bom atom. Sejak itu para ahli berlomba-lomba menampilkan daya ciptanya. Perhatian terhadap kreativitas diperkuat dengan pidato seorang ketua Perhimpunan Psikologi Amerika bernama Guilford. Dalam pidatonya ia mengatakan bahwa problem serius yang dihadapi lulusan perguruan tinggi di Amerika Serikat adalah mereka dapat menyelesaikan masalah yang mereka hadapi dengan teknik yang mereka dapatkan di perguran tinggi, namun mereka tidak bisa menyelesaikan masalah baru
yang harus diselesaikan dengan cara baru pula. Untuk itu menurut
Guilford kreativitas harus dikembangkan melaui jalur pendidikan. Peluncuran roket oleh Uni Sofiet dirasakan seperti cambukan keras oleh Amerika Serikat untuk terus meningkatkan kreativitas. Dan sejak itu pula hampir semua negara di semua belahan dunia menyadari arti pentingnya kreativias dalam kehidupan, termasuk negara Islam yang pada umumnya masih dalam taraf negara berkembang. Pada kondisi yang demikian tidak dapat
dipungkiri
lagi
signifikansi
55
kreativitas
sebagai
upaya
untuk
Abdurrahman Mas’ud, “Diskursus Pendidikan Islam Liberal”, Edukasi, Vol 1, X, Desember, 2002, hlm.23. 56 H. M.Taufiq, op. cit., hlm.201.
37
38 memperbaiki kualitas sumber daya manusia yang dapat dilakukan melalui proses pendidikan (dalam hal ini adalah pengertian Pendidikan Islam dalam arti luas). Hal ini disadari karena pendidikan akan sangat menentukan nasib manusia, baik sebagai individu, masyarakat atau bangsa. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung bagaimana cara kebudayaan tersebut menciptakan manusia yang yang bermutu yang dalam hal ini sangat berkaitan dengan kualitas pendidikan. Di era globalisasi, perubahan berlangsung sangat pesat. Perubahan yang sangat cepat mengharuskan manusia hidup dalam perubahan terus menerus, dengan ketidakpastian dan dengan unpredictability (ketidakpastian untuk meramalakan apa yang akan terjadi).57 Persoalan yang dihadapi manusia dan kemanusiaan tersebut juga melibatkan persoalan Pendidikan Islam di dalamnya, yaitu sejauh mana Pendidikan Islam mampu berperan mengantisipasi
dan
mengatasi
persoalan-persoalan
tersebut
dengan
menyiapkan manusia-manusia yang kreatif. Kreativitas merupakan modal penting bagi kehidupan manusia. Kreativitas juga merupakan persoalan hidup matinya suatu masyarakat.58 Dengan kreativitas berbagai kesulitan dan persoalan dapat ditemukan alternatif pemecahannya. Bagi orang kreatif selalu ada jalan untuk mengatasi masalah yang dihadapi baik dari masalah yang paling sederhana sampai ke hal yang lebih rumit, karena dengan potensi kreatif yang dimilikinya, ia mampu memberikan alternatif penyelasaian yang bermacam-macam bila satu penyelesaian ternyata tidak bisa menjawab persoalan. Kreativitas dan inovasi sangat besar pengaruhnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bayangkan saja apabila umat manusia tidak mempunyai daya kreativitas. Dunia akan statis, tidak ada kemajuan dalam kehidupan masyarakat, karena kemajuan hanya terjadi apabila manusia mempunyai imajinasi, mempunyai gagasan baru yang kreatif inovatif
57
Muis Sad Iman, Pendidikan Partisipatif, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2004), hlm.2. Suyanto dan Djihad Hisyam, Refkleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2000), hlm. 150. 58
38
39 sehingga akan terjadi perubahan yang terus menerus dalam masyarakat.59 Misalnya dengan kreativitas yang dimiliki manusia bisa mengubah alat transportasi yang dahulu berupa kuda dan kereta menjadi mobil dan pesawat terbang. Dari lampu minyak menjadi penerangan listrik. Dari setrika yang menggunakan arang menjadi setrika listrik, dan dari mesin ketik manual menjadi sistem komputerisasi yag canggih. Pemikir yang kreatif bukan hanya menggunakan gagasan-gagasan yang yang dipelajarinya dari orang lain. Yang bekerja bukan ingatannya. Yang bekerja adalah otaknya.60 Dengan kata lain orang yang kreatif adalah orang yang mandiri. Dalam situasi apapun ia mampu untuk tetap survive. Orang yang mandiri mampu berdiri diatas kemampuannya sendiri, tanpa begantung kepada orang lain. Orang yang kreatif dapat mengaktualisasikan diri (self actualization). Aktualisasi diri adalah apabila seseorang bisa menggunakan semua bakat dan talentanya untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi – mengaktualisasikan atau mewujudkan potensinya. Hidup kreatif berarti mengembangkan talenta yang dimiliki, belajar menggunakan kemampuan diri sendiri secara optimal.61 Pendidikan Islam pernah mengalami puncak kejayaan pada abad VII sampai XIII. Kejayaan Pendidikan Islam ini antara lain karena sumbangan pribadi ulama-ulama kreatif pada masa itu. Mereka antara lain adalah: Ibnu Sina (dokter terbesar), Ibnu Rusd (perintis ilmu kedokteran), Ibnu Khaldun (Bapak Sosiologi), al Farabi (komentator Aristoteles), al Khawarizmi (matematikawan pertama). Pada saat itu ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat baik ilmu agama maupun ilmu umum. Dalam pengetahuan ilmu agama muncullah Ilmu Kalam, Fiqih, ilmu Al Qur’an dan Hadis, Nahwu, Balaghoh. Sedangkan ilmu umum antara lain adalah: Filsafat, Kedokteran, Astronomi, Matematika, Arsitektur, Farmasi. 59
Boenjamin Setiawan, “Peranan Kreativitas dan Inovasi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Hidup Masyarakat”, dalam Utami Munandar (ed), Mengembangkan Kreativitas, (Jakarta: Pustaka Populer Obor, 2001), hlm. 116. 60 Kurt Kauffman, Berfikir Kreatif dan Berbudi Mulia, Surabaya: Surya Multi Publising, tt), hlm.9. 61 Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Aanak Berbakat, op.cit. hlm.18.
39
40 Tetapi sungguh sayang Pendidikan Islam mengalami kemunduran pada abad XIII. Kemunduran Pendidikan Islam disebabkan antara lain karena mereka kehilangan sifat kreatif yang telah dimiliki. Mereka lebih suka mengikuti dan mematuhi secara membabi buta tanpa keraguan sama sekali terhadap pemikian para pendahulu mereka. Mereka tidak mempunyai inisiatif untuk mengembangkan keilmuan yang sudah ada. Sikap ini sangat bertentangan dengan ciri-ciri pribadi kreatif yang mempunyai rasa ingin tahu yang besar, suka bekerja keras, mempunyai inisiatif dan terbuka terhadap pengalaman. Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kejayaan Pendidikan Islam dikarenakan hidupnya kreativitas, sedangkan kemunduran umat Islam diantaranya disebabkan karena lemahnya kreativitas.62 Kreativitas menempati posisi sentral dalam pengembangan Pendidikan Islam. Karena dengan daya kreativitas yang tinggi umat Islam akan mampu survive dan mampu menghadapi persaingan dalam dunia yang semakin mengglobal dan penuh dengan tantangan.
62
H. Fuad Nashori dan Diana Rachmi Mucharam, op.cit. hlm.97.
40