BAB II KONSEP, TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Morfologi Pengertian morfologi telah banyak dibicarakan oleh para linguis. Menurut Crystal (1980:232-233), morfologi adalah cabang tata bahasa yang menelaah struktur atau bentuk kata, utamanya melalui penggunaan morfem. Morfologi pada umumnya dibagi ke dalam dua bidang: yakni telaah infleksi (inflectional morphology), dan telaah pembentukan kata (lexical or derivational morphology). Apabila penekanan pada teknik menganalisis kata menjadi morfem, khususnya seperti dipraktikkan oleh para linguis strukturalis Amerika pada tahun 1940 dan 1950, maka istilah yang dipakai adalah morfemik. Analisis morfemik dalam pengertian ini adalah bagian dari telaah linguistik sinkronis. Sebaliknya, analisis morfologis adalah istilah yang lebih umum, yang juga diterapkan terhadap telaah historis. Analisis morfologis dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Satu pendekatan adalah membuat telaah distribusional morfem dan varian morfemis yang muncul dalam kata (analisis susunan morfotaktis). Misalnya, dalam model pemerian item and arrangement, yaitu suatu model pemerian yang mengandung kata sebagai gugus linear (arrangement) morf-morf (items), misalnya the boy kicked the ball. Pendekatan lain menetapkan atau membangun proses-proses atau operasioperasi morfologis, yang melihat hubungan-hubungan antara bentuk-bentuk kata sebagai satu hubungan pergantian. Misalnya, dalam model item and process, yaitu
9 Universitas Sumatera Utara
suatu model pemerian yang memandang hubungan antara kata-kata sebagai proses derivasi, seperti item look diturunkan dari item take melalui proses perubahan vokal. Dalam linguistik generatif, morfologi, dan sintaksis tidak dilihat sebagai dua tingkat yang terpisah. Pola-pola dari tata bahasa berlaku bagi struktur kata, seperti halnya terhadap frasa dan kalimat. Dengan demikian, konsep-konsep morfologis hanya muncul sebagai titik di mana output komponen sintaksis harus diberikan representasi fonologis melalui pola-pola morfofonologis. Menurut Bauer (1983:33), morfologi membahas struktur internal bentuk kata. Dalam morfologi, analis membagi bentuk kata ke dalam formatif komponennya (yang kebanyakan merupakan morf yang berwujud akar kata atau afiks), dan berusaha untuk menjelaskan kemunculan setiap formatif. Morfologi dapat dibagi ke dalam dua cabang utama, yaitu morfologi infleksional dan pembentukan kata yang disebut morfologi leksikal. Morfologi
infleksional
membahas
berbagai
bentuk
leksem,
sedang
pembentukan kata membahas leksem-leksem baru dari basis tertentu. Pembentukan kata dapat dibagi ke dalam derivasi dan pemajemukan (komposisi). Derivasi berurusan dengan pembentukan leksem baru melalui afiksasi, sedang pemajemukan berurusan dengan pembentukan leksem baru dari dua atau lebih stem potensial. Derivasi kadang-kadang juga dibagi ke dalam derivasi mempertahankan kelas (classmaintaining derivation) dan derivasi perubahan kelas (class-changing derivation). Derivasi mempertahankan kelas adalah derivasi leksem baru yang sama kelasnya dengan basis asal leksem itu dibentuk, sedang derivasi perubahan kelas menghasilkan
Universitas Sumatera Utara
leksem yang berbeda kelasnya dengan basisnya. Sebaliknya, pemajemukan biasanya dibagi menurut kelas dari kata majemuk yang dihasilkan ke dalam nomina majemuk, adjektiva majemuk, dan sebagainya. Pemajemukan juga dapat dibagi lebih lanjut menurut kriteria semantik ke dalam kata majemuk eksosentris, kata majemuk endosentris, kata majemuk oposisional, dan kata majemuk dvanva. Berikut dikemukakan rangkuman dari morfologi dalam bentuk diagram. Morfologi
Infleksional
Pembentukan Kata
Derivasi
Derivasi Mempertahankan Kelas
Pemajemukan
Derivasi Perubahan Kelas
Nomina Verba Adjektiva Majemuk Majemuk Majemuk
Gambar 2.1: Diagram Morfologi
Di samping itu, menurut Rusmadji (1993:2), morfologi mencakup kata, bagian-bagiannya, dan prosesnya. Kemudian, menurut O'Grady dan Dobrovolsky (1989:89-90), morfologi adalah komponen tata bahasa generatif transformasional
Universitas Sumatera Utara
(TGT) yang membicarakan tentang struktur internal kata, khususnya kata kompleks. Selanjutnya, mereka membedakan antara teori morfologi umum yang berlaku bagi semua bahasa dengan morfologi khusus yang hanya berlaku bahasa tertentu. Teori morfologi umum berurusan dengan pembahasan secara tepat mengenai jenis-jenis pola morfologi yang dapat ditemukan dalam bahasa-bahasa alamiah. Di pihak lain, morfologi khusus merupakan seperangkat pola yang mempunyai fungsi ganda. Pertama, pola-pola ini berurusan dengan pembentukan kata baru. Kedua, pola-pola ini mewakili pengetahuan penutur asli yang tidak disadari tentang struktur internal kata yang sudah ada dalam bahasanya.
2.2 Morfologi Struktural 1. Prinsip-prinsip Umum Analisis Deskriptif Menurut Nida (1949:1-3), analisis deskriptif didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai-berikut: a. Analisis deskriptif harus didasarkan pada apa yang dikatakan orang Prinsip ini mempunyai beberapa implikasi. Pertama, prinsip ini berarti bahwa bentuk bahasa yang tertulis adalah sekunder. Bagi linguis deskriptif, bahasa lisanlah yang harus didahulukan dan diutamakan, bukan bahasa tulisan. Menurut linguis deskriptif, bahasa tulisan hanya merupakan representasi bahasa lisan dengan menggunakan huruf-huruf alfabet. Kedua, prinsip ini berarti bahwa linguis merekam bentuk-bentuk aktual yang digunakan. Dengan kata lain, yang penting bagi linguis
Universitas Sumatera Utara
adalah apa yang dikatakan orang daripada apa yang dipikirkan harus dikatakan. Selain itu, linguis tertarik kepada semua tipe penutur, baik yang mewakili kelompokkelompok pendidikan, sosial, ekonomis, maupun ras yang berbeda-beda. Bagi linguis, dialek apa saja sama baiknya dengan dialek lainnya. Semua ragam bahasa sama "benarnya" dalam hal bahwa ragam-ragam bahasa itu mewakili dialek dari penutur. Linguis hanya memerikan bahasa, semua jenis bahasa, dan semua jenis dialek dari bahasa tersebut.
b. Bentuk adalah primer dan pemakaian sekunder Linguis deskriptif mulai dari bentuk dan kemudian beralih memerikan posisiposisi gramatikal di mana bentuk muncul. Dalam memerikan kasus dalam bahasa Yunani, misalnya, linguis mendaftarkan lima himpunan bentuk, kemudian memberikan bagaimana bentuk-bentuk itu digunakan.
c. Tidak ada bagian suatu bahasa dapat diperikan secara memadai tanpa rujukan kepada semua bagian lainnya Prinsip ini berarti bahwa fonemik, morfologi, dan sintaksis suatu bahasa tidak dapat diperikan tanpa merujuk kepada satu dengan lainnya. Bahasa bukanlah pengelompokan berkotak-kotak dari struktur-struktur yang relatif terpisah-pisah. Bahasa adalah suatu keseluruhan yang mempunyai fungsi, dan bagian-bagian itu hanya dapat diperikan secara penuh dalam hubungannya dengan keseluruhan. Bahasa
Universitas Sumatera Utara
merupakan struktur yang sangat kompleks dan bahasa itu membentuk kerangka referensinya sendiri.
d. Bahasa-bahasa berada dalam suatu proses perubahan secara terus-menerus Pemberian kata tentang bahasa cenderung memberikan kesan bahwa bahasa itu merupakan struktur yang statis dan tetap. Ini adalah sikap dari penutur suatu bahasa, dan kita menyadari bahwa ada (1) fluktuasi bentuk, misalnya, roofs vs rooves, hoofs vs hooves, proven vs proved, dan dove vs dived, dan (2) butir-butir baru kosakata, misalnya, video, syclotron, dan commies. Kehadiran
fluktuasi
dalam
bentuk
berarti
bahwa
struktur
tertentu
mengalahkan yang lain, karena bentuk-bentuk alternatif tidak pernah berada dalam keseimbangan untuk waktu lama. Pemakaian proved dan dived yang semakin populer ketimbang proven dan dove berarti bahwa pembentukan yang teratur mengatasi pembentukan yang tidak teratur. Linguis deskriptif tidak berusaha untuk mempertimbangkan kecenderungan suatu bahasa, tetapi apabila ia merekam dalam datanya terdapat bentuk-bentuk alternatif dan bahwa hal ini memperlihatkan frekuensi kemunculan tertentu, maka ia menyentuh dinamika perubahan bahasa. Kita tidak boleh berpikiran bahwa hanya bahasa tulisan berubah atau sebaliknya, bahasa tulisan berubah lebih kurang dibandingkan dengan bahasa lisan. Semua bahasa berubah, dan tingkat perubahan itu bervariasi pada waktu yang berbeda-beda pula dalam sejarah suatu bahasa.
Universitas Sumatera Utara
2. Organisasi Morfologi Struktural Berdasarkan penjelasan terdahulu, kita dapat mengemukakan organisasi atau model morfologi struktural sebagai-berikut:
Daftar Morfem
Pembentukan Kata
Proses Morfofonologis
Kamus
Gambar 2.2: Organisasi Morfologi Struktural
Model pada gambar di atas terdiri atas empat komponen, yaitu, (1) Daftar Morfem, (2) Pembentukan Kata, (3) Proses Morfofonologis, dan (4) Kamus. Berdasarkan gambar tersebut, tugas pertama seorang analis ialah mengidentifikasikan semua morfem, baik morfem bebas maupun morfem terikat, dari data yang telah dikumpulkannya. Kemudian morfem-morfem tersebut dimasukkan ke dalam daftar morfem sebagai komponen pertama.
Universitas Sumatera Utara
Komponen kedua adalah pembentukan kata yang menjelaskan bagaimana morfem-morfem suatu bahasa disusun dalam gugus-gugus untuk membentuk kata yang sesungguhnya dalam bahasa itu. Jadi, pembentukan kata harus mampu menghasilkan semua kata yang berterima dalam bahasa itu dan mengeluarkan semua kata yang tidak berterima. Komponen ketiga adalah proses morfofonologis, yang merupakan suatu mekanisme mengenai proses-proses morfofonologis, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi dalam penggabungan morfem, seperti asimilasi, pelesapan, penambahan, penggantian, dan permutasi. Tidak semua kata dapat diturunkan melalui pembentukan kata. Proses ini dapat membentuk kata-kata yang secara fonologis, morfologis, sintaksis, dan semantis berterima, tetapi tidak muncul dalam pemakaian bahasa. Komponen terakhir adalah kamus. Semua kata yang telah melalui komponen ketiga, yaitu proses morfofonologis, membentuk kamus dari bahasa yang bersangkutan. Dengan demikian, untuk sampai pada tahap pembentukan kamus, seorang linguis harus melewati proses penyusunan daftar morfem, pembentukan kata, dan proses morfofonologis.
3. Analisis Morfologis Struktural Analisis morfologis dalam pembentukan akronim belum mempunyai pola yang dapat dipedomani seperti dalam proses morfologis pembentukan kata, sebagai perbandingan proses pembentukan morfem di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
a. Prinsip-prinsip identifikasi morfem Menurut Nida (1949:7-67), ada enam prinsip yang dapat digunakan untuk mengidentifikasikan morfem suatu bahasa. Keenam prinsip tersebut adalah sebagai berikut: Prinsip 1: Bentuk-bentuk yang mempunyai makna yang sama dan bentuk fonemis yang identik dalam semua kemunculannya membentuk satu morfem tunggal. Prinsip 2: Bentuk-bentuk yang mempunyai makna yang sama tetapi berbeda dalam bentuk fonemisnya dapat membentuk satu morfem asalkan distribusi perbedaan-perbedaan formal dapat diterangkan secara fonologis. Prinsip 3: Bentuk-bentuk yang mempunyai makna yang sama tetapi berbeda dalam bentuk fonemisnya sedemikian rupa sehingga distribusinya tidak dapat diterangkan, secara fonologis membentuk satu morfem tunggal jika bentuk-bentuk itu berada dalam distribusi komplementer, sesuai dengan restriksi berikut: a. kemunculan dalam seri struktural yang sama mendahului kemunculan dalam seri struktural yang berbeda dalam penentuan status morfemis; b. distribusi
komplementer
dalam
seri
struktural
yang
berbeda
membentuk basis untuk menggabungkan alomorf-alomorf ke dalam satu morfem hanya jika ada morfem muncul dalam seri struktural yang berbeda ini yang termasuk ke dalam kelas distribusi yang sama sebagai
Universitas Sumatera Utara
seri alomorfis yang bersangkutan dan yang hanya mempunyai satu alomorf atau alomorf yang dapat diterangkari secara fonologis; c. lingkungan taktis terdekat mendahului lingkungan taktis jauh dalam menentukan status morfemis; dan, d. kontras dalam lingkungan distribusional yang sama dapat diperlakukan sebagai
submorfemis
jika
perbedaan
dalam
makna
alomorf
menggambarkan distribusi bentuk-bentuk ini. Prinsip 4: Perbedaan bentuk yang nyata dalam suatu seri struktural membentuk suatu morfem jika dalam suatu anggota seri seperti ini, perbedaan struktural zero merupakan ciri-ciri penting untuk membedakan satuan minimal dari persamaan fonetis-semantis. Prinsip 5: Bentuk-bentuk yang homofon dapat diidentifikasikan sebagai morfemmorfem yang sama atau berbeda atas dasar persyaratan berikut: a. bentuk-bentuk yang homofon dengan makna yang jelas berbeda membentuk morfem-morfem yang berbeda pula; dan, b. bentuk-bentuk yang homofon dengan makna yang berhubungan membentuk satu morfem tunggal jika kelas-kelas makna sejalan dengan perbedaan distribusional. Prinsip 6: Suatu morfem dapat dipisahkan jika morfem itu muncul dalam kondisikondisi berikut: a. berdiri sendiri;
Universitas Sumatera Utara
b. dalam multikombinasi yang sekurang-kurangnya satu di antara satuan yang menggabungkan morfem dengannya, maka morfem itu akan muncul tersendiri atau dalam kombinasi lain; dan, c. dalam satu kombinasi tunggal, asalkan unsur yang dengannya morfem, akan dikombinasikan muncul tersendiri atau dalam kombinasi lain dengan konstituen nonunik.
b. Teknik Identifikasi Morfem Menurut Bickford, dkk. (1991:2-3), pada dasarnya ada dua teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasikan morfem-morfem suatu bahasa. Kedua teknik tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Menemukan bagian-bagian yang berulang dengan makna tetap.
2.
Menemukan kontras dalam suatu kerangka. Untuk menerapkan teknik pertama, dapat digunakan data berikut yang diambil
dari bahasa Choapan Zapotec (suatu bahasa yang digunakan di Meksiko). rao zua yeta
‘John makan kue jagung’
rao lipi za
‘Philemon makan kacang’
rao maka bela
‘Macaria makan ikan’
re’en zua za
‘Jhon ingin kacang’
re’en lipi bela
‘Philemon ingin ikan’
re’en maka yeta
‘Macaria ingin kue jagung’
Dalam data tersebut, dapat dilihat bahwa kata rao berulang beberapa kali dan
Universitas Sumatera Utara
bersesuaian dengan kata ‘makan’ dalam bahasa Indonesia. Jadi, rao mungkin berarti ‘makan’. Demikian pula re 'en muncul beberapa kali dan bersesuaian dengan kata ‘ingin’ dalam bahasa Indonesia, sehingga re 'en mungkin berarti ‘ingin’. Dengan cara yang sama, kita dapat mengidentifikasikan makna dari semua kata yang lain. Apa yang telah dilakukan ialah membentuk suatu hipotesis tentang makna setiap kata, dan kemudian mengecek atau menguji hipotesis tersebut terhadap semua data. Apabila ingin membuat suatu hipotesis, maka perlu mengeceknya atau mengujinya terhadap data tambahan untuk membenarkan atau menolaknya. Dengan demikian, pembuat hipotesis harus tetap terbuka terhadap kemungkinan menemukan bukti kemudian yang akan menyebabkan pemodifikasi atau perumusan kembali hipotesis secara keseluruhan. Untuk menerapkan teknik kedua, yaitu menemukan kontras dalam suatu kerangka, dapat diperhatikan data berikut yang berasal dari bahasa Choapan Zapotec. raowa'
'Saya makan'
raolo'
'Engkau (tunggal) makan'
raobi'
'Ia (laki/perempuan) makan'
raoba'
'Ia (binatang) makan'
waowa '
'Saya akan makan'
waolo'
'Engkau (tunggal) makan'
waobi'
'Ia (laki/perempuan) makan'
waoba'
'Ia (binatang) makan'
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan kata-kata di atas, apabila dibandingkan keempat bentuk yang pertama, kita lihat bahwa –wa ' dapat diidentifikasi dengan jelas yang berarti ‘saya’, lo' berarti ‘engkau’ (tunggal), -bi' berarti ‘ia’ (laki/perempuan), dan -ba' berarti ‘ia’ (binatang)'. Dengan membandingkan raowa' dengan waowa', raolo' dengan waolo ', dan sebagainya, kita lihat bahwa r- dan w- juga berkontras. Suatu hipotesis yang dapat diterima menyangkut maknanya ialah bahwa rberarti ‘present tense', dan w- berarti 'future tense'. Akan tetapi, hal ini berarti bahwa salah satu hipotesis yang terdahulu memerlukan revisi. Padahal, sebelumnya telah dibuat hipotesis bahwa rao adalah suatu morfem yang berarti ‘makan’. Sekarang, kita melihat bahwa rao mengandung dua morfem, yaitu r- ‘present’ dan ao ‘makan’. Dengan cara yang sama, dapat diasumsikan bahwa re 'en juga terdiri atas dua morfem, yaitu r- dan e 'en yang berarti ‘ingin’. Sekarang kita dapat mendaftarkan semua morfem yang terdapat pada di atas akan ditemukan formulasi data sebagai berikut: ao
‘makan’
zua
‘John’
za
‘kacang’
e'en
‘ingin’
lipi
‘Philemon’
bela
‘ikan’
maka
‘Macaria’
yeta
‘kue jagung’
r-
‘present tense’
w-
‘future tense’
-wa'
‘orang pertama tunggal’
-lo'
‘orang kedua tunggal’
-bi'
‘orang ketiga tunggal’
Universitas Sumatera Utara
-ba’
‘kata ganti ketiga tunggal untuk binatang’
c. Pembentukan Kata Pembentukan kata dapat dilakukan dengan cara derivasi, pemajemukan, proses morfofonologis, dan prosedur analisis. (1) Derivasi Kata-kata baru dalam bahasa tertentu dapat dibentuk melalui proses deri vasi, yaitu pembentukan kata-kata baru dengan menambahkan afiks kepada kata pangkal, yaitu dapat berupa akar kata yang di dalam bahasa Inggris, misalnya, dapat melekat pada kata root, stem, atau basi s.Afiks ada tiga macam, yaitu, (i) prefiks; (ii) sufiks; dan, (iii) infiks. Proses pembentukan kata dengan menambahkan afiks kepada kata pangkal disebut af iksasi yang mencakup pref iksasi, yaitu proses pembentukan kata dengan menambahkan prefiks kepada kata pangkal, sufiksasi, yaitu proses pembentukan kata dengan menambahkan sufiks kepada kata pangkal, dan infiksasi, yaitu proses pembentukan kata dengan menambahkan infiks kepada kata pangkal. Di antara ketiga proses pembentukan kata ini, infiksasi merupakan proses yang paling tidak produktif. Tidak semua bahasa mempunyai infiks. Walaupun ada bahasa yang mempunyai infiks, tetapi jumlah dan frekuensinya sangat terbatas dibanding dengan prefiks dan sufiks.
Universitas Sumatera Utara
(2) Pemajemukan Pemajemukan adalah suatu proses pembentukan kata-kata baru dengan menggabungkan dua kata atau lebih. Menurut Bauer (1983:201), cara yang biasa digunakan untuk pengklasifikasikan kata majemuk ialah berdasarkan fungsi yang dimainkannya dalam kalimat sebagai nomina, verba, adjektiva, dan sebagainya. Jadi, kata majemuk dapat diklasifikasikan ke dalam nomina majemuk, verba majemuk, adjektiva majemuk, dan adverbia majemuk sesuai dengan fungsinya dalam kalimat, walaupun salah satu unsur pemandunya dari kategori leksikal lain. Nomina majemuk, misalnya, yang terdiri atas nomina sebagai unsur utama dan verba atau adjektiva sebagai unsur lainnya, berfungsi sebagai nomina dalam kalimat. Demikian pula verba majemuk, adjektiva majemuk, dan adverbia majemuk. (3) Proses Morfofonologis Dalam pembentukan kata-kata baru, baik melalui derivasi maupun pemajemukan, mungkin saja terjadi perubahan suatu fonem sebagai akibat penggabungan afiks dengan kata pangkal atau penggabungan dua kata atau lebih. Perubahan fonem inilah yang disebut proses morfofonologis. d. Prosedur Analisis Menurut Nida (1949:192-221), langkah-langkah dalam prosedur analisis terdiri atas dua bagian, yaitu observasi awal dan pengartuan data. (1) Observasi Awal
Universitas Sumatera Utara
Analisis morfologis menghasilkan tiga tipe utama dari observasi awal, yaitu (i) observasi fonetis; (ii) observasi identifikasional; dan, (iii) observasi distribusional. Ketiga tipe utama dari observasi awal ini memiliki karakteristik tertentu yang berbeda antara satu dengan tipe lainnya. Untuk itu, hal-hal yang perlu dilakukan dalam observasi fonetis adalah sebagai berikut: (a) Kesenyapan di antara satuan-satuan intonasional. Kesenyapan intonasional biasanya terjadi di antara konstruksi-konstruksi morfologis dan oleh karena itu kesenyapan ini memberikan isyarat penting bagi batas-batas dari konstruksikonstruksi demikian. (b) Distribusi alofon. Kontras-kontras tertentu dari distribusi alofonis memberikan isyarat yang berharga bagi satuan-satuan kata. (c) Distribusi gugus-gugus ruas. Distribusi gugus-gugus ruas tertentu sering ditemukan bertepatan dengan kemunculan satuan-satuan morfologis tertentu, misalnya, morfem, kata majemuk, dan kata. (d) Jedah fonernis. Jedah ini didasarkan pada ciri-ciri fonetis yang dapat dimasukkan ke dalam tipe-tipe data fonetis terdahulu. (e) Posisi tekanan. (f) Gugus-gugus fonologis. Untuk observasi identifikasional, terdapat dua teknik utama, yaitu (i) membandingkan bentuk-bentuk yang serupa secara parsial untuk menentukan apakah bagian yang serupa bentuknya menunjukkan persamaan semantis; dan, (ii)
Universitas Sumatera Utara
membandingkan bentuk-bentuk yang serupa secara parsial untuk menentukan apakah bagian yang berkontras secara formal menunjukkan perbedaan sematis. Untuk observasi distribusional, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: (a) Kelas-kelas morfem. (b) Urutan dari kelas-kelas morfem. (c) Kombinasi-kombinasi morfem yang berulang (d) Tingkat perubahan alomorofis. (e) Kemungkinan pemisahan satuan-satuan (f) Gugus-gugus morfem (2) Pengartuan Data (a) Tujuan Pengartuan Data Melalui proses pengartuan tiap-tiap penggal informasi pada slip kertas yang terpisah, seseorang dapat mengupulkan sejumlah data yang serupa pada satu tempat. Jika data dikartukan pada slip-slip kertas yang terpisah, keseluruhan bagian dapat dengan mudah dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain. Selain fleksibilitasnya, salah satu keuntungan dari metode pengartuan tipe ini adalah kemungkinannya untuk diperluas. (b) Bentuk Slip Pengaturan Ukuran yang paling menyenangkan bagi slip pengartuan adalah 3 x 5 inci. Slip hendaknya mencakup informasi sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
(i) identifikasi bentuk yang akan dikartukan. Bentuk itu dapat dimasukkan di sudut kiri atas, dengan atau tanpa makna, atau digarisbawahi; (ii) indikasi dari lokasi bentuk itu dalam buku catatan lapangan dari mana bentuk itu disalin. Hal yang sangat penting diingat bahwa seseorang mampu merujuk kepada konteks apabila perlu; (iii) ungkapan yang mengandung bentuk itu. Sekurang-kurangnya satu kontruksi morfologis diberikan; dan, (iv) makna dari keseluruhan ekspresi itu.
Contoh :
-iz- ‘kausatif
1-6
wutakanipikizwa ‘Engkau akan menyebabkan saya dipukul
4. Pembentukan Kata Pembentukan kata dalam konteks pembentukan akronim tidak mudah dibakukan. Menurut Chaer (2008: 235) proses akronim tidak mudah dipolakan dan juga produktivitasnya sangat rendah. Untuk proses pengpolaan akronim, diperlukan definisi akronim. Chaer (2008:236) menyatakan bahwa akronimisasi adalah proses pembentukan sebuah kata dengan cara menyingkat sebuah konsep yang direalisasikan dalam sebuah konstruksi lebih dari sebuah kata. Proses ini menghasilkan sebuah karya yang disebut akronim. Jadi, sebetulnya akronim adalah juga sebuah singkatan,
Universitas Sumatera Utara
namun yang “diperlukan” sebuah kata atau sebuah butir leksikal. Misalnya, kata pilkada yang berasal dari ungkapan pemilihan kepala daerah, kata jabotabek yang berasal dari Jakarta Bogor, Tangerang, dan Bekasi, serta kata balita yang berasal dari bawah lima tahun. Bagaimana aturan atau pola pembentukan akronim? Jawaban pertanyaan ini terbentur pada “belum” ada aturan tertentu yang digunakan. Namun, dari data yang terkumpul tampak ada cara-cara tertentu dalam pengaturan pembentukan akronim sebagaimana tertera sebagai berikut: Pertama, pengambilan huruf-huruf (fonem-fonem) pertama dari kata-kata yang membentuk konsep itu. Misalnya: -
IKIP
: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
-
IDI
: Ikatan Dokter Indonesia
-
ABRI
: Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
-
AMPI
: Angkatan Muda Pembangunan Indonesia
-
ASRI
: Angkatan Seni Rupa Indonesia
-
KUHAP
: Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
-
IPSI
: Ikatan Pancak Silat Indonesia
Kata-kata seperti IKIP, IDI, ABRI dan AMPI lazim diucapkan dan dituliskan sebagai sebuah kata berbeda dengan SMA (Sekolah Menengah Atas) dan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), yang masih tetap dilafalkan dan dituliskan sebagai singkatan.
Universitas Sumatera Utara
Kedua, pengambilan suku kata pertama dari semua kata yang membentuk konsep itu. Misalnya: -
rukan
: rumah kantor
-
balita
: bawah lima tahun
-
orpol
: organisasi politik
-
moge
: motor gede
-
pujasera
: pusat jajanan serba ada
-
nalo
: nasional lotare
-
puskesmas : pusat kesehatan masyarakat Ketiga, pengambilan suku kata pertama ditambah dengan huruf pertama dari
suku kata kedua dari setiap kata membentuk konsep itu. Misalnya: -
warteg
: warung tegal
-
depkes
: departemen kesehatan
-
kalbar
: kalimantan barat
-
puspen
: pusat penerangan
-
sulsel
: sulawesi selatan
-
sumbagsel : sumatera bagian selatan Keempat, pengambilan suku kata yang dominan dari setiap kata yang
mewadahi konsep itu. Misalnya: -
juklak
: petunjuk pelaksana
-
tilang
: bukti pelanggaran
-
litbang
: penelitian dan pengembangan
Universitas Sumatera Utara
-
bintal
: pembinaan mental
-
danton
: komandan pelaton
-
gakin
: keluarga miskin
Kelima, pengambilan suku kata tertentu disertai dengan modifikasi yang tampaknya tidak beraturan, namun masih dengan memperhatikan “keindahan” bunyi. Misalnya: -
pilkada
: pemilihan kepala daerah
-
organda
: oraganisasi angkutan darat
-
kloter
: kelompok terbang
-
bulog
: badan urusan logistik
-
purek
: pembantu rektor
-
unila
: universitas negeri lampung
Keenam, pengambilan unsur-unsur kata yang mewadahi konsep tertentu, tetapi sukar disebutkan keteraturannya dan dibentuk berdasarkan pertimbangan seni. Misalnya: -
sinetron
: sinema elektronik
-
insert
: informasi selebritis
-
satpam
: satuan pengamanan
-
kalapas
: kepala lembaga pemasyarakatan
-
dalhura
: (pasukan) pengendali huru hara
Universitas Sumatera Utara
Kata-kata yang dibentuk sebagai hasil proses akronimisasi ini terdapat dalam semua bidang kegiatan dan keilmuan, seperti kepolisian, kemiliteran, pendidikan, olahraga, ekonomi, kesenian, dan sebagainya. Oleh karena itu, biasanya akronim itu hanya dipahami oleh mereka yang berkecimpung dalam bidang kegiatan tertentu tersebut. Misalnya, pada salah satu instansi pemerintahan, yakni di kemendiknas terdapat akronim dupak (daftar usulan perhitungan angka kredit) yang hanya dipahami oleh orang-orang instansi tersebut. Meskipun pemunculan akronim bermula dari pemahaman sekelompok pengguna bahasa, akronim tersebut berpotensi berkembang pada lingkungan yang lebih luas. Bahkan, tidak sedikit akronim dalam bahasa Indonesia yang telah menjadi kosakata umum, seperti muntaber, wagub, pemda, lemhanas, hansip, dirjen, dan sebagainya. Akan tetapi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993) bentuk akronim yang telah menjadi kosakata umum ini didaftarkan sebagai singkatan. Pembentukan akronim yang berpotensi menjadi kata berkaitan erat dengan pembentukan kata baru. Menurut Bauer (1983:201) pembentukan akronim merupakan bagian dari pembentukan kata baru yang dapat dibagi dalam 10 jenis. Kesepuluh jenis pembentukan kata baru tersebut adalah (i) compounding; (ii) prefixation; (iii) suffixation; (iv) conversion; (v) back formation; (vi) clipping; (vii) blends; (viii) acronyms; (ix) word manufacture; dan, (10) mixed formation. Sementara itu, Sibarani (2002:55) mengatakan bahwa proses pembentukan kata baru di dalam morfologi berjumlah 14 buah, yakni (i) kata majemuk; (ii) afiksasi; (iii) reduplikasi; (iv) modifikasi internal; (v) suplesi; (vi) akronim; (vii) black formation;
Universitas Sumatera Utara
(viii) blending; (ix) clipping; (x) conaige; (xi) konversi; (xii) kesalahan etimologi; (xiii) pelesetan; dan, (xiv) nama diri. Proses pembentukan kata yang diklasifikasikan oleh Sibarani tertera sebagai berikut: a. Kata majemuk (Compounding) merupakan gabungan dua bentuk dasar secara bersama-sama membentuk kata baru. Di dalam bahasa Inggris, kata majemuk itu antara lain ada yang terdiri dari noun + noun seperti, woman doctor dan skinhead; verb + noun seperti, breakfast dan play pit; dan noun + verb seperti sunshine dan birth control. b. Afiksasi (Affixation) adalah penambahan morfem terikat ke bentuk dasar untuk membentuk sebuah kata. Penambahan bentuk terikat itu berupa prefiks a-, seperti asleep; be-, seperti befriend; sufiks -dom, seperti kingdom; -ess, seperti stewardess; infiks -um-, seperti sumulat (bahasa Batak). c. Reduplikasi (Reduplication) adalah pengulangan suku kata, morfem atau kata untuk membentuk sebuah kata. Misalnya, goody-goody dan wishy-washy. d. Modifikasi Internal (Internal Modification) yaitu perubahan internal untuk membentuk kata, dengan menambahkan afiks ke morfem (afiksasi) atau dengan menyalin semua bagian dari morfem untuk membuat perbedaan morfologis. Misalnya: man
-
men
break
-
broke
-
broken
Universitas Sumatera Utara
e. Suplesi (Suppletion) adalah suatu ketidakmungkinan yang dapat dijadikan aturan umum atau hubungan yang teratur antara bentuk dasar dan kata derivasinya. Misalnya: good
-
better
-
best
bad
-
worse
-
worst
f. Akronim (Acronyms) adalah sesuatu kependekan yang berupa gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang sesuai dengan pola fonotaktik bahasa yang bersangkutan. Misalnya: radar
= radio detection and ranging
bimas
= bimbingan masyarakat
g. Back Formation yaitu penghapusan afiks dari kata yang ada untuk membentuk kata baru. Misalnya: edit
-
editor
donate
-
donation
h. Blending yaitu menggabungkan dua kata atau lebih untuk membentuk satu kata. Misalnya: brunch
(breakfast + lunch)
telex
(teleprinter + exchange)
i. Clipping yaitu pengambilan suku kata khusus dalam kata yang selanjutnya dianggap sebagai kata baru.
Universitas Sumatera Utara
Misalnya: ad
(advertisement)
exam
(examination)
j. Coinage yaitu pembentukan kata yang tidak kelihatan prosesnya. Misalnya: Xerox Kodak k. Konversi (Conversion) yaitu proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar berkategori tertentu menjadi kata berkategori lain tanpa mengubah bentuk fisik dari bentuk dasar tersebut. Misalnya: Bentuk laugh, run, dan buy bisa dikategorikan sebagai nomina dan verba sementara bentuk dirty, lower, dan better bisa dikategorikan sebagai adjektiva dan verba. l. Kesalahan etimologi (False Etymology) yakni salah menganalisis sebuah kata dan menambahkan bagian kata ke bentuk dasar lain untuk membentuk kata baru. Misalnya, sufiks -burger menghasilkan salah analisis bahwa hamburger berasal dari ham plus burger (humberger merupakan clipping dari humberger steak). Bentuk burger sudah ditambahkan ke tipe makanan lain, seperti cheeseburger, pizzaburger, salmonburger, dan steakburger. m. Pelesetan (Deviating) yakni proses pembentukan suatu kata baru dengan mempelesetkan morfem yang ada atau kata dari makna yang terdahulu. Kata yang
Universitas Sumatera Utara
ada itu dianggap sebagai akronim dari bentuk panjang yang menghasilkan makna baru. Misalnya, kata Suharto dipelesetkan menjadi SUka HARTa Orang dan SUMUT dipelesetkan menjadi Semua Urusan Mesti Uang Tunai. n. Nama diri (Proper name) yaitu nama benda, tempat, aktivitas, dan penemuan yang dikaitkan dengan sesuatu atau orang. Misalnya, Washington D.C. (untuk George Washington dan District of Colombia untuk Christoper Colombus). Di samping Bauer (1983:201) dan Sibarani (2002:55) terdapat Kridalaksana (1996:12-17) yang membagi tipe pembentukan kata ke dalam enam bagian. Keenam bagian itu adalah: (i) derivasi zero; (ii) afiksasi; (iii) reduplikasi; (iv) komposisi; (v) abreviasi; (vi) derivasi balik. Di dalam pembentukan kata tersebut terdapat peristiwa morfologis yang terjadi dari input, yaitu leksem dan salah satu proses tersebut di atas, serta output berupa kata. Bagannya sebagai berikut:
Leksem
Proses morfologis
Kata
Gambar 2.3: Bagan Input dan Output Proses Morfologis Pembentukan Kata
Berdasarkan bagan di atas, proses pembentukan kata menurut Kridalaksana (1996:12-14) dapat dilakukan dengan enam cara sebagai berikut: a. Derivasi zero; dalam proses ini leksem menjadi kata tunggal tanpa perubahan apa-apa.
Universitas Sumatera Utara
Leksem Tunggal
Kata tunggal
Derivasi zero
Gambar 2.4: Bagan Input dan Output Proses Derivasi Zero b. Afiksasi; dalam proses ini leksem berubah menjadi kata kompleks. c. Reduplikasi; dalam proses ini leksem berubah menjadi kata kompleks dengan beberapa macam proses pengulangan. d. Abreviasi (pemendekan); dalam proses ini leksem atau gabungan leksem menjadi kata kompleks atau akronim atau singkatan dengan pembagi proses abreviasi. Ada beberapa jenis abreviasi: (1) pemenggalan; (2) kontraksi; (3) akronimi; dan, (4) penyingkatan. Pemenggalan dan kontraksi inputnya merupakan leksem tunggal dan ouputnya kata kompleks seperti terdapat pada afiksasi dan reduplikasi dapat digambarkan sebagai berikut:
Leksem tunggal
Afiksasi, Reduplikasi
Pemenggalan kontraksi
Kata kompleks
Gambar 2.5: Bagan Input dan Output Proses Abreviasi
Universitas Sumatera Utara
Di dalam akronim dan penyingkatan yang inputnya dua leksem atau lebih dan ouputnya akronim atau singkatan dapat digambarkan sebagai berikut.
Leksem tunggal Akronim
Akronim, singkatan
penyingkatan
Leksem tunggal
Gambar 2.6: Bagan Input dan Output Pembentukan Singkatan dan Akronim Berstatus Kata
e. Komposisi (perpaduan); dalam proses ini dua leksem atau lebih berpadu dan outputnya adalah paduan leksem atau kompositum dalam tingkat morfologi f. Kata majemuk dalam tingkat sintaksis dan bagannya adalah: Leksem tunggal
komposisi
Kompositum
Kata majemuk
Leksem tunggal
Gambar 2.7: Bagan Input dan Output Komposisi Kata Majemuk
Universitas Sumatera Utara
g. derivasi balik; dalam proses ini inputnya leksem tunggal dan outputnya kata komplek. Menurut Kridalaksana (1996:16), berdasarkan proses morfologis di atas, secara ringkas seluruh sistem pembentukan kata itu dapat digambarkan dengan bagan alir sebagai berikut:
leksemx leksikalisasi
0
gramatikalisasi
leksemz + -
derivasi zero
kata tunggal
+ -
afiksasi, reduplikasi, pemenggalan, kontraksi
kata kompleks
+ -
akronimi, penyingkatan
akronim, singkatan
+ -
komposisi
kata majemuk
+ 0
k a t e g o r i s a s i
+
kata
+
kategorisasi, modifikasi, dsb.
frase
+ 0
+ 0
+ 0
+ 0
kata
leksemy
Gambar 2.8: Bagan Pembentukan Kata sebagai Sistem Terpadu
Kridalaksana (1996:161-163) membagi lagi kependekan kata atas lima jenis. Hal ini disasarkan pada keterdesakan untuk berbahasa secara praktis dan cepat, mulai dari bidang teknis keilmuan sampai menjalar ke bahasa sehari-hari. Kelima jenis kependekan tersebut adalah:
Universitas Sumatera Utara
a. Singkatan, yaitu salah satu hasil proses pemendekan yang berupa huruf atau gabungan huruf, baik yang dieja maupun tidak dieja huruf demi huruf. Contoh: FSUI
: Fakultas Sastra Universitas Indonesia
KKN
: Kuliah Kerja Nyata
dsb .
: dan sebagainya
dst.
: dan seterusnya
b. Penggalan, yaitu proses pemendekan yang mengekalkan salah satu bagian dari leksem. Contoh: Prof.
: Profesor
Bu
: Ibu
Pak
: Bapak
c. Akronim, yaitu proses pemendekan yang menggabungkan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai sebuah kata yang sedikit banyak memenuhi pola fonotaktik Indonesia. Contoh: FKIP
: /fkip/ dan bukan /ef/, /ka/, /i/, /pe/
ABRI
: /abri/ dan bukan /a/, /be/, /er/, /i/
AMPI
: /ampi/ dan bukan /a/, /em/, /pe/, /i/
d. Kontraksi, yaitu proses pemendekan yang meringkaskan leksem dasar atau gabungan leksem.
Universitas Sumatera Utara
Contoh: takkan
: dari tidak akan
sendratari : dari seni drama dan tari rudal
: dari peluru kendali
e. Lambang huruf, yaitu proses pemendekan yang menghasilkan satu huruf atau lebih yang menggambarkan konsep dasar kuantitas, satuan atau unsur. Contoh: g
: gram
cm
: sentimeter
Au
: Aurum Di samping Kridalaksana (1996) maka Raja Arifin (1991) secara garis besar
menggolongkan kependekan kata atas singkatan kata, inisialisme, dan akronim. Penggolongan kependekatan kata atas tiga jenis tersebut tidak terdapat perbedaan yang penting antara pendapat Raja Ariffin dan Kridalaksana mengenai akronim. Perbedaan mereka hanya terdapat pada penamaan dan batasan untuk bentuk kependekan kata yang lain. Jika Harimurti, seperti terlihat di atas, membagi atas empat jenis (singkatan, penggalan, kontraksi, dan lambang huruf), maka Raja Ariffin membagi kependekan tersebut hanya dua jenis, yakni singkatan dan inisialisme. Bagi Raja Ariffin yang mendasarkan pendapatnya pada Infoterm (The International Information Centre for Terminology), menyatakan bahwa singkatan kata terbentuk apabila suatu istilah tidak ditulis secara penuh, tetapi beberapa bagian daripadanya, satu huruf atau lebih kecil digugurkan. Oleh karena itu, inisialisme
Universitas Sumatera Utara
terjadi jika huruf pertama dari setiap elemen kata digunakan untuk membentuk nama. Inisialisme bisa dilafaskan seperti satu kata, tetapi bisa juga diucapkan per huruf. Contoh: IQ
: intelligence quotient
BCG
: bacillus calmette guerin
UMNO
: United Malays National Organisation
DBP
: Dewan Bahasa dan Pustaka
Dengan demikian, kadang-kadang menjadi tidak jelas batas antara inisialisme dengan akronim. Hal ini disebabkan, jika sebuah bentukan inisialisme bisa diucapkan sebagai satu kata, maka bentukan itu dapat juga disebut akronim. Dalam contoh di atas, “UMNO” adalah inisialisme dan akronim. Berdasarkan penjelasan di atas, akronim dan singkatan memperoleh beragam pendapat dan penggolongan. Oleh karena itu, akronim dalam penelitian ini dimengerti sebagai singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata dan yang ditulis serta dilafalkan sebagai kata yang wajar. Akronim juga berbeda dengan penggalan. Penggalan adalah bagian kata, misalnya, simbok ’ibu’ dipenggal menjadi mbok dan mbakyu yang berarti ’kakak perempuan’ dan dipenggal menjadi yu. Dari pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa akronim berbeda dengan singkatan, yaitu bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 1995:21, 1071).
Universitas Sumatera Utara
2.3 Kata, Bentuk Kata, dan Leksem Menurut Crystal (1980:383 - 385), kata adalah satuan ujaran yang mempunyai pengenalan intuitif universal oleh penutur asli, baik dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulisan. Akan tetapi, terdapat beberapa kesulitan untuk sampai kepada pemakaian yang konsisten dari istilah itu dalam kaitannya dengan kategori-kategori lain dari pemerian linguistic dan dalam perbandingan bahasa-bahasa yang mempunyai tipe struktural yang berbeda. Masalah ini terutama berhubungan dengan identifikasi dan definisi kata. Masalah ini mencakup, baik ketentuan-ketentuan mengenai batas kata maupun mengenai status. Definisi kata yang umum sebagai satuan makna atau gagasan tidak membantu karena kesamaran konsep. Akibatnya, dibuat beberapa perbedaan teoretis. Secara teoretis, konsep kata dapat dibedakan atas tiga makna utama sebagaimana dijelaskan berikut ini. 1. Kata adalah satuan yang dapat didefinisikan secara fisik yang dijumpai dalam suatu rentang tulisan (yang dibatasi oleh spasi) atau bicara (di mana identifikasi lebih sulit lagi, tetapi mungkin ada petunjuk-petunjuk fonologis untuk mengidentifikasi batas-batas, seperti kesenyapan atau ciri-ciri jeda). Kata dalam makna ini dirujuk sebagai kata ortografis (untuk tulisan) atau kata fonologis (untuk bicara). Istilah netral yang sering digunakan bagi keduanya adalah bentuk kata (woridform). 2. Ada suatu makna yang lebih abstrak, yang merujuk kepada faktor umum yang mendasari himpunan bentuk yang sama, seperti walk, walks, walking, dan walked.
Universitas Sumatera Utara
Satuan kata mendasar itu sering dirujuk sebagai suatu leksem. Leksem adalah satuan kosakata yang didaftarkan dalam kamus. 3. Hal ini mengharuskan penetapan bagi suatu yang abstrak untuk memperhatikan bagaimana kata-kata beroperasi dalam tata bahasa suatu bahasa, dan kata, tanpa modifikasi, biasanya disiapkan untuk peran ini. Kata adalah suatu satuan gramatikal dari jenis teoretis yang sama seperti morfem dan kalimat. Dalam model analisis hierarkis, kalimat (klausa dan sebagainya) terdiri atas kata, dan kata terdiri atas morfem. Beberapa kriteria telah disarankan bagi identifikasi kata. Kriteria pertama adalah bahwa kata merupakan satuan linguistik yang paling stabil dibanding dengan semua satuan linguistik lainnya. Dalam kaitannya dengan struktur internalnya, yaitu bagian-bagian konstituen suatu kata kompleks mempunyai sedikit kemungkinan untuk penyusunan kembali, dibanding dengan mobilitas posisional dari konsistenkonsisten kalimat dan struktur-struktur gramatikal lainnya. Kriteria kedua merujuk kepada kekohesifan kata (uninterruptibility), yaitu unsur-unsur baru (termasuk kesenyapan) yang biasanya tidak dapat disisipkan ke dalamnya dalam bicara normal; berdasarkan kontras, kesenyapan biasanya hadir pada batas-batas kata. Suatu kriteria yang talah mempengaruhi pandangan para linguis tentang kata sejak pertama kali disarankan oleh Leonard Bloomfield adalah defenisi kata sebagai suatu bentuk bebas minimum, yaitu satuan terkecil yang dapat membentuk suatu ujaran lengkap. Atas dasar ini, possibility adalah kata, begitu pula possible, tetapi –ity bukan kata. Tidak semua satuan yang menyerupai kata memenuhi kriteria ini.
Universitas Sumatera Utara
Sejalan dengan penjelasan leksem di atas,
Kridalaksana (1982:98)
mendefinisikan leksem sebagai berikut: 1.
Satuan leksikal dasar yang abstrak yang mendasari pelbagai bentuk inflektif suatu kata. Contoh: sleep, sleeps, slept, dan sleeping adalah bentuk-bentuk dari leksem sleep.
2.
Kata atau frasa yang merupakan satuan bermakna; satuan terkecil dari leksikon.
2.4 Klasifikasi Bentuk-bentuk Kependekan Kependekatan dapat diklasifikasikan atas beberapa jenis. Pengklasifikasian ini bukan pekerjaan yang mudah. Hal ini disebabkan klasifikasi bentuk-bentuk kependekatan dalam bahasa Indonesia belum terkonsep dan terdata dengan valid dan representatif. Menurut Vries (1970) sebagaimana diungkapkan Kridalaksana (1996:165) dalam bahasa Indonesia singkatan tindak ada sistematiknya meskipun telah mulai dirumuskan sistemnya, baik dalam kategori ada proses yang teratur, tambahan, dan kekecualian. Kridalaksana (1996:165) menjelaskan lebih lanjut, pada berbagai bentuk kependekatan sering terdapat tumpang tindih, baik pada bentuk kependekan yang berupa lambang huruf maupun pada singkatan atau akronim. Misalnya lambang huruf F dapat dipakai untuk Fahrenheit, Fiat, Fokker, Florin; singkatan BB dapat dipakai untuk Balai Bahasa, Balai Banjar, Balai Besar, balanced budget, Bea Beban, Bujur Barat, dan Bukit Barisan; akronim KAMI dapat dipakai untuk Kesatuan Aksi
Universitas Sumatera Utara
Mahasiswa Indonesia dan Kesatuan Artis Muda Indonesia. Tumpang tindih dapat pula terjadi antara bentuk singkatan dan akronim, misalnya ABRI dapat disebut singkatan dan dapat pula disebut akronim –tergantung dari bagaimana bentuk kependekan itu dilafalkan. Kridalaksana (1996:165-178) mengklasifikasi bentuk-bentuk kependekan atas enam jenis, yaitu klasifikasi bentuk kependekan, afiksasi atas kependekan, reduplikasi atas kependekan, penggabungan atas kependekan, pelesapan atas kependekan, dan penyingkatan atas kependekan. Khusus klasifikasi bentuk kependekatan dibagi lagi atas empat jenis, yakni singkatan, akronim dan kontraksi, penggalan, dan lambang huruf.
1. Klasifikasi Bentuk Kependekatan a. Singkatan. Bentuk singkatan terjadi karena proses-proses berikut ini. (1)
Pengekalan huruf pertama tiap komponen, misalnya: A
= agama
B
= barat, bin, binti
F
= Fiat, Fokker
G
= Gunung, gusti
H
= haji, hijrah
L
= Laut
M
= Masehi
R
= Raden
Universitas Sumatera Utara
W
= Wayan
AA
= Asia, Afrika, Ayah Angkat
GWR
= Gerakan Wisata Remaja
YTKI
= Yayasan Tenaga Kerja Indonesia
RSPAD = Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat YPPKKK = Yayasan Pembinaan Pendidikan Keterampilan Kursus-kursus PAPFIAS = Panita Aksi Pemboikotan Film Imperialis Amerika Serikat Dll (2)
= dan lain-lain
Pengekalan huruf pertama dengan pelepasan konjungsi, preposisi, reduplikasi dan preposisi, artikulasi dan kata, misalnya: ABKJ
= Akademi Bahasa dan Kebudayaan Jepang
BASUKI = Badan Asuhan Sekolah dan Usaha Kebudayaan Indonesia RTF
= Radio, Televisi dan Film
BDB
= Bebas dari Bea
BHTI
= Biro Hak Cipta di Indonesia
GTKI
= Gabungan Taman Kanak-Kanak Indonesia
DGI
= Dewan Gereja-Gereja di Indonesia
MAWI
= Majelis Agung para Wali Gereja Indonesia
Catatan: unsur yang dicetak miring dilesapkan.
Universitas Sumatera Utara
(3)
Pengekalan huruf pertama dengan bilangan, bila berulang, misalnya: D3
= Dinas Dermawan darah
4K
= Kecerdasan, Kerajinan, Kesetiaan, dan Kesehatan
BBN-A3 = Bea Balik Nama Alat Angkutan Air FP4MI
= Front Permusyawaratan Perjuangan Pemuda Pelajar Mahasiswa Islam
P3AB (4)
(5)
= Proyek Percepatan Pengadaan Air Bersih
Pengekalan 2 huruf pertama dari kata, misalnya: Aj
= ajudan
As
= asisten
Ay
= ayat
Ka
= karet, Kalimantan
Ko
= korps
Ny
= nyonya
Ob
= Obiit
Od
= oditur
Va
= valuta
Wa
= wakil
Pengekalan 3 huruf pertama dari sebuah kata, misalnya: Acc
= accord
Ant
= antara
Universitas Sumatera Utara
(6)
(7)
(8)
Ins
= instruksi, insurance, inspektur
Int
= intendans
Obl
= obligasi
Okt
= Oktober
Pengekalan 4 huruf pertama dari suatu kata, misalnya: Purn
= purnawirawan
Sekt
= sekretaris
Sept
= September
Pengekalan huruf pertama dan huruf terakhir kata, misalnya: BA
= bintara
DI
= divisi
Ds
= dominus(e)
Fa
= firma
Ir
= insinyur
jo
= juncto
Pa
= perwira
Pengekalan huruf pertama dan huruf ketiga, misalnya: Bb
= bijblad
Gn
= gunung
(9) Pengekalan huruf pertama dan terakhir dari suku kata pertama dan huruf pertama dari suku kata kedua, misalnya:
Universitas Sumatera Utara
Kpt
= kapten
Ltn
= letnan
Gub
= gubernur
Kab
= kabinet
Kap
= kapten
Kav
= kavaleri
Kel
= keluarga
Kep
= keputusan
Kes
= kesatuan, kesehatan, kesebelasan
Kol
= kolonel
Kom
= komandan, komando, komisariat, komisaris, komunis, komunikasi
Kop
= koperasi, kopral
lab
= laboratorium
let
= letnan
log
= logistik
May
= mayor
Med
= Medan, meis
Muh
= Muhammad
Nop
= Nopember
Pav
= paviliun
Pel
= pelabuhan
Universitas Sumatera Utara
Red
= redaksi
Sek
= Sekretariat
Top
= topografi
Ter
= teritorium, teritorial
(10) Pengekalan huruf pertama kata pertama dan huruf pertama kata kedua dari gabungan kata, misalnya: a.d.
= antedium
VW
= Volkswagen
(11) Pengekalan huruf pertama dan diftong terakhir dari kata, misalnya: Sei
= Sungai
(12) Pengekalan huruf pertama dari kata pertama dan huruf pertama kata kedua dalam suatu gabungan kata, misalnya: Swt
= swatantra
(13) Pengekalan huruf pertama suku kata pertama dan huruf pertama dan terakhir suku kata kedua dari suatu kata, misalnya: Bdg
= Bandung
tgl
= tanggal
dgn
= dengan
ttg
= tentang
(14) Pengekalan huruf pertama dari tiap suku kata, misalnya: hlm
= halaman
Universitas Sumatera Utara
ttg
= tertanggal
(15) Pengekalan huruf pertama dan huruf keempat dari suatu kata, misalnya: DO
= depot
(16) Pengekalan huruf yang tidak beraturan, misalnya: Mgr
= monseigneur
Ops
= operasi
KMD
= komandan
Pt
= platinum
Kam
= keamanan
Jar
= kepenjaraan
Dtt
= ditandatangani
Hat
= kejahatan
Daft
= didaftarkan
b. Akronim dan Kontraksi Menurut Kridalaksana (1996:169), sub-klasifikasi akronim atau kontraksi lebih sukar ditentukan daripada sub-klasifikasi singkatan, penggalan, atau lambang huruf. Hal ini disebabkan kaedahnya akronim atau kontraksi sukar diramalkan dan sulit dibedakan. Untuk itu, sebagai pegangan dapat ditentukan bahwa bila seluruh kependekan itu dilafalkan sebagai kata wajar, kependekan itu
Universitas Sumatera Utara
merupakan akronim. Di sinilah letak tumpang tindih kontraksi dan akronim. Secara garis besar kontraksi mempunyai sub-klasifikasi sebagai berikut : (1)
Pengekalan suku pertama dari tiap komponen, misalnya: Nalo
= Nasional Lotere
Orba
= Orde baru
Orla
= Orde lama
Latker
= Latihan kerja
Penjas
= pendidikan jasmani
Komdis = Komando Distrik (2)
Pengekalan suku pertama komponen pertama dan pengekalan kata seutuhnya, misalnya:
(3)
banstir
= banting stir
angair
= angkutan air
Pengekalan suku kata terakhir dari tiap komponen, misalnya: Gatrik
= tenaga listrik
Lisin
= ahli mesin
Girlan
= pinggir jalan
Menwa
= resmen mahasiswa
Purrat
= tempur darat
Rogasar = Biro Harga Pasar
Universitas Sumatera Utara
(4)
Pengekalan suku pertama dari komponen pertama dan kedua serta huruf pertama dari komponen selanjutnya, misalnya: Gapani
= Gabungan Pengusaha Apotik Nasional Indonesia
Himpa
= Himpunan Peternak Ayam
Markoak = Markas Komando Angkatan Kepolisian (5)
Pengekalan suku pertama tiap komponen dengan pelepasan konjungsi, misalnya: Anpuda = Andalan Pusat dan Daerah
(6)
Pengekalan suku pertama tiap komponen, misalnya: KONI
= Komite Olahraga Nasional Indonesia
LEN
= Lembaga Elektronika Nasional
LIK
= Lembaga Inventarisasi Kehutanan
Catatan : bertumpang tindih dengan singkatan. (7)
Pengekalan suku pertama tiap komponen frase dan pengekalan dua huruf pertama komponen terakhir, misalnya:
(8)
(9)
Aika
= Arsitek Insinyur Karya
Aipda
= Ajun Inspektur Polisi Dua
Pengekalan dua huruf pertama tiap komponen, misalnya: Unud
= Universitas Udayana
Bapefi
= Badan Penyalur Film
Pengekalan tiap huruf pertama tiap komponen, misalnya:
Universitas Sumatera Utara
Komrad = komunikasi radio Komwil = komando wilayah Puslat
= pusat latihan
Banser
= bantuan serbaguna
(10) Pengekalan dua huruf pertama komponen pertama dan tiga huruf pertama komponen kedua disertai pelesapan konjungsi, misalnya: abnon
= abang dan none (Jkt)
(11) Pengekalan dua huruf pertama komponen pertama dan ketiga serta pengekalan tiga huruf pertama komponen kedua, misalnya: Nekolim = Neokolonialis, Kolonialis, Imperialis Odmilti
= Oditur Militer Tinggi
(12) Pengekalan tiga huruf pertama komponen pertama dan ketiga serta pengekalan huruf pertama komponen kedua, misalnya: Nasakom = Nasionalis, Agama, Komunis Nasasos = Nasionalisme, Agama, Sosialisme (13) Pengekalan tiga huruf pertama tiap komponen serta pelesapan konjungsi, misalnya: Falsos
= Falsafah dan Sosial
(14) Pengekalan dua huruf pertama komponen pertama dan tiga huruf pertama komponen kedua, misalnya:
Universitas Sumatera Utara
Fahuk
= fakultas hukum
Jabar
= Jawa Barat
Jatim
= Jawa Tikmur
Aftim
= Afrika Timur
(15) Pengekalan empat huruf pertama tiap komponen disertai pelesapan konjungsi, misalnya: Agitprop = Agitasi dan propaganda (16) Pengekalan berbagai huruf dan suku kata yang sukar dirumuskan : Akaba
= Akademi Perbankan
Agipoleksos= Agama, Ideologi, Politik, Ekonomi, dan Sosial Urildiadj = Urusan Moril Direktorat Ajudan Jendral
c. Penggalan Penggalan mempunyai beberapa subklasifikasi sebagai berikut: (1)
(2)
Penggalan suku kata pertama dari suatu kata, misalnya: Dok
= dokter
Sus
= suster (aslinya: Zuster)
Pengekalan suku terakhir suatu kata, misalnya: Pak
= Bapak (kata sapaan)
Bu
= Ibu (kata sapaan)
Dik
= Adik (kata sapaan)
Universitas Sumatera Utara
(3)
Ti
= Tuti (nama diri)
Nak
= Anak (kata sapaan)
Pir
= Supir (kata sapaan)
yah
= wilayah
kum
= hukum
men
= resimen
Pengekalan tiga huruf pertama dari suatu kata, misalnya: Bag
= bagian
Dep
= departemen
Des
= Desember
Dir
= Dirman
dir
= direktur
dis
= distrik
div
= divisi
fak
= fakultas
(4) Pengekalan empat huruf pertama dari suatu kata, misalnya: Brig
= brigade
Kapt
= kapten
Prof
= profesor
Sept
= September
Verp
= verponding
Universitas Sumatera Utara
Viet
= Vietnam
(5) Pengekalan kata terakhir dari suatu frase, misalnya: ekspress
kereta api ekspres
harian
surat kabar harian
kawat
surat kawat
(6) Pelesapan sebagian kata, misalnya: apabila
pabila
kena apa
kenapa
tidak akan
takkan
bahwa sesungguhnya
bahwasannya
d. Lambang Huruf Lambang huruf dapat disubklasifikasikan menjadi enam jenis. Keenam jenis lambang huruf tersebut adalah: (i) lambang huruf yang menandai bahan kimia atau bahan lain; (ii) lambang huruf yang menandai ukuran; (iii) lambang huruf yang
menyatakan
bilangan;
(iv)
lambang
huruf
yang
menandai
kota/negara/alat angkutan; (v) lambang huruf yang menyatakan mata uang; dan, (vi) lambang huruf yang dipakai dalam berita kawat. (1) Lambang huruf yang menandai bahan kimia atau bahan lainnya t (a) Pengekalan huruf pertama dari kata, misalnya: N
= nitrogen
O
= oksigen
Universitas Sumatera Utara
P
= fosfor
S
= sulfur
(b) Pengekalan dua huruf pertama dari kata, misalnya: Ar
= argon
Au
= aurum
Ca
= kalsium
Ir
= iridium
Na
= natrium
Ne
= neon
Ni
= nicolum
Ra
= radium
Ti
= titan
(c) Pengekalan huruf dan bilangan yang menyatakan rumus bahan kimia, misalnya: H2 O
= hidrogen dioksida
H 2 SO 4 = asam sulfat N2 O
= natrium oksida
(d) Pengekalan huruf pertama dan huruf ketiga : Cl
= klorida
Br
= barium
Mg
= magnesium
(e) Pengekalan gabungan lambang huruf :
Universitas Sumatera Utara
Na Cl = natrium klorida KOH = kalium hidroksida KCN = kalium sianida
(2) Lambang huruf yang menandai ukuran (a) Pengekalan huruf pertama, misalnya: g
= garam
l
= liter
m
= meter
A
= ampere
V
= volt
W
= watt
C
= Celsius
F
= Fahrenheit
(b) Pengekalan huruf pertama dari komponen gabungan, misalnya: km
= kilometer
hm
= hektometer
ml
= mililiter
kw
= kilowatt
(c) Pengekalan huruf pertama dan terakhir dari komponen pertama dan huruf pertama komponen kedua, misalnya: dam
= dekameter
Universitas Sumatera Utara
dal
= dekaliter
dag
= dekagram
(d) Pengekalan huruf pertama, ketiga dan keempat: yrd
= yard
(3) Lambang huruf yang menyatakan bilangan, misalnya: I
=
1
V
=
5
X
=
10
L
=
50
C
=
100
D
=
500
M
=
1000
CXC
=
190
LM
=
950
MCM
=
1900
MCMLXXXIV
=
1984
(4) Lambang huruf yang menandai kota/negara/alat angkutan (a) Pengekalan dua huruf pertama + satu huruf pembeda, misalnya: AMI
=
Ampenan
AMQ
=
Ambon
Universitas Sumatera Utara
BIK
=
Biak
DJB
=
Jambi
DJJ
=
Jayapura
MES
=
Medan
SIN
=
Singapore
(b) Pengekalan tiga huruf konsonan, misalnya: JKT
=
Jakarta
PDG
=
Padang
PGK
=
Pangkalpinang
PLM
=
Palembang
TRK
=
Tarakan
BKK
=
Bangkok
(c) Lambang huruf yang menandai nomor mobil A
=
Banten
B
=
Jakarta
D
=
Bandung
E
=
Cirebon
F
=
Bogor
AB
=
Yogyakarta
AD
=
Surakarta
DB
=
Minahasa
DR
=
Lombok
Universitas Sumatera Utara
EB
=
Flores
(5) Lambang huruf yang menandai mata uang, misalnya: Rp
=
rupiah
$
=
dollar
¥
=
yen
£
=` dnuop
R
=
eepur
MD
=
kraM ehcstued
rF
=
cnarf
(6) Lambang huruf yang dipergunakan dalam berita kawat : HRP
=
harap
DTG
=
datang
SGR
=
segera
2. Afiksasi atas kependekatan Afiksasi atas kependekan bermakna setelah mengalami leksikalisasi, kependekan dapat mengalami gramatikalisasi berupa proses afiksasi. Contoh:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1:Proses Afiksasi atas Kependekatan Afiks
Bentuk Kependekatan
Hasil
Makna
di
TILANG
ditilang
kena
di-kan*
dubes
didubeskan
jadi
inpres
diinpreskan
kb
dikbkan
mahmilub
dimahmilubkan
TV
diTVkan
ormas
mengormaskan
mahmilub
memahmilubkan
parpol
berparpol
me-kan*
ber-
mempunyai
Catatan * Sufiksasi dengan –kan lebih dulu terjadi daripada prefiksasi dengan di- dan me-
3. Reduplikasi atas kependekan Beberapa bentuk kependekan dapat direduplikasikan, seperti : Ormas-ormas
(organisasi massa)
Pudek-pudek
(pembantu dekan)
Kanwil-kanwil
(kantor wilayah)
SD-SD
(sekolah dasar)
Universitas Sumatera Utara
4. Penggabungan atas kependekan Proses penggabungan bentuk-bentuk kependekan dapat terjadi antara dua bentuk kependekan atau lebih. Bahkan sebuah kalimat pun dapat terjadi dari kependekan-kependekan. Misalnya: a. singkatan + singkatan : RT RW b. singkatan + akronim
: HUT RI
c. penggalan + penggalan : Kabag Kalab d. akronim
+ akronim
: BAPEPDA JABAR
e. singkatan + penggalan + akronim – kalimat : Ttg. RUU Ormas lih. hlm.
5. Pelesapan atas kependekan Proses pelesapan yang dapat terjadi pada kependekan ialah: a. pelesapan huruf, misalnya: Lurgi
= luar negeri
Klompen = kelompok pendengar Ifgaba
= infanteri gaya baru
b. pelesapan suku kata, misalnya: Gatra
= gabungan tentara
Gestok
= Gerakan satu Oktober
c. pelesapan kata, misalnya: Gabis
= Gabungan Pengusaha Bioskop
Gakass
=
Gabungan Pertanian Karet Sumatra Selatan
Universitas Sumatera Utara
d. pelesapan afiks, misalnya: KOTI
= Komando Operasi Tertinggi
e. pelesapan konjungsi, preposisi, partikel atau reduplikasi, misalnya: Porakh
= Pekan Olah Raga Kesenian dan Hiburan
DGI
= Dewan Gereja-gereja di Indonesia
MAWI
= Majelis Agung para Wali Gereja Indonesia
6. Penyingkatan atas kependekan Proses penyingkatan dapat terjadi dalam kependekan, sehingga ada penyingkaran dalam singkatan. Contoh: AMD
= ABRI masuk desa
2.5 Suku Kata dan Pola Suku Kata
2.5.1 Suku Kata
Setiap kata yang diucapkan pada umunya dibangun oleh bunyi-bunyi bahasa, baik berupa bunyi vocal, konsonan, maupun berupa bunyi semi konsonan. Kata yang dibangun tadi dapat terdiri atas satu segmen atau lebih. Di dalam kajian fonologi segmen tersebut disebut suku. Suku kata merupakan bagian atau unsur pembentuk suku kata. Setiap suku paling tidak harus terdiri atas sebuah bunyi vokal atau merupakan gabungan antara bunyi vokal dan konsonan.
Universitas Sumatera Utara
Bunyi vokal di dalam sebuah suku kata merupakan puncak penyaringan atau sonority, sedangkan bunyi konsonan bertindak sebagai lembah suku. Di dalam sebuah suku hanya ada sebuah puncak suku dan puncak ini ditandai dengan bunyi vokal. Lembah suku yang ditandai dengan bunyi konsonan bisa lebih dari satu jumlahnya. Bunyi konsonan yang berada di depan bunyi vokal disebut tumpu suku, sedangkan bunyi konsonan yang berada di belakang bunyi vokal disebut koda suku. Jumlah suku di dalam sebuah kata dapat dihitung dengan melihat jumlah bunyi vokal yang ada dalam kata itu. Dengan demikian, jika ada kata yang berisi tiga buah bunyi vokal, maka dapat ditentukan bahwa kata itu terdiri atas tiga suku kata saja. Misalnya, kata teler [tElEr] adalah kata yang terdiri atas dua suku yaitu [tE] dan [lEr]. Masing-masing suku berisi sebuah bunyi vokal, yaitu bunyi [E].
2.5.2 Pola Suku Kata
Jika jumlah suku dan penentuan suku pada sebuah kata dapat ditentukan, maka untuk mengetahui pola persukuannya amat mudah. Pola persukuan diambil dengan merumuskan setiap suku yang ada dalam kata. Bunyi vokal (disingkat: V) dan bunyi konsonan (yang disingkat K) serta bunyi semi konsonan (disingkat ½ K) akan menjadi rumusan pola setiap suku. Bunyi semi konsonan di dalam pola persukuan diberikan rumus ½ K, agar tidak menimbulkan kekaburan di dalam perumusan. Di dalam bahasa Indonesia ditemukan kata-kata yang setiap sukunya bisa hanya berupa sebuah bunyi vokal, bunyi vokal dengan bunyi semi konsonan, satu
Universitas Sumatera Utara
vokal dengan sebuah bunyi semi konsonan, satu vokal dengan sebuah bunyi konsonan, dan sebuah vokal dengan dua buah bunyi konsonan. Katamba (1989:164), lebih cenderung mendeskripsikan peranan suku kata dalam fonologi daripada pengertian penyukuan seperti yang diberikan di bawah ini : 1.
Suku kata sebagai unit dasar fonotakik Dalam hal ini, suku kata tersebut mengatur bagaimana konsonan dan vokal bisa dikombinasikan secara hierarki fonologis.
2.
Suku kata sebagai ranah pola fonologis Dalam hal ini pembatas struktur suku kata tidak dibatasi dari kata pinjaman dan interferensi bahasa ibu (mot her tongue), sehingga struktur kata sering memainkan peranan yang penting dalam menentukan pola fonologis internal sebuah bahasa.
3.
Suku kata sebagai struktur segmen yang kompleks Dalam hal ini suku kata tidak hanya mengatur kombinasi bunyi (segment) tetapi juga mengontrol kombinasi ciri-ciri yang membentuk bunyi tersebut. Spencer (1996:72-73) mengatakan bahwa ada tiga alasan mengapa suku kata
itu sangat penting dalam teori fonologis seperti yang diberikan di bawah ini : 1.
Kalau kita perhatikan kumpulan bunyi dalam sebuah bahasa, kita akan menemukan adanya prinsip yang tertentu digunakan dalam pembentukannya.
Universitas Sumatera Utara
2.
Sangat banyak pembatas dalam bahasa tertentu cenderung diaplikasikan pada tataran struktur suku kata di samping tataran morfem maupun tataran kata.
3.
Suku kata adalah hal yang paling baik dapat dipahami sebagai pembentukan konstituen dalam proses fonologis. Pendeknya pengertian tentang penyukuan sangat penting dalam pemahaman kita untuk menyusun sistem fonologis suatu bahasa.
2.6 Fonotaktik Setiap Bahasa mempunyai ketentuannya sendiri yang berkaitan dengan pola kebahasaannya, termasuk didalamnya pola deretan fonem. Pola yang mengatur deretan fonem mana yang terdapat dalam bahasa dan mana yang tidak dinamakan fonotaktik (Moeliono, 1993:52 ). Pola fonotaktik merupakan pola-pola yang mengatur urutan atau hubungan antara fonem-fonem dalam suatu Bahasa. Fonotaktik mempunyai pola yang terkait dengan pola penyuluhan kata dan pergeseran bunyi yang menimbulkan variasi bunyi satu fonem yang sama. Bahasa Indonesia juga mempunyai pola semacam itu. Pola fonotaktik itulah yang menyebabkan kita dapat merasakan secara intuitif bentuk mana yang berterima, meskipun belum pernah kita dengar/lihat sebelumnya dan mana yang tidak berterima.
Universitas Sumatera Utara
Pola Akronim dalam Bahasa Indonesia
Teori Morfologi: Kridalaksana Bauer Sibarani Fonotaktik Teori
Bagaimanakah Struktur Pola Akronim dalam Bahasa Indonesia
Bagaimanakah Struktur Internal Pola Akronim dalam Bahasa Indonesia Teori
Teori
Bagaimanakah Konstruksi Kognitif Pengguna Akronim dalam Bahasa Indonesia
Gambar 2.9: Konstruksi Analisis Pola Akronim dalam Bahasa Indonesia
2.7 Idiologi Bahasa Idiologi secara umum mencakup pengertian tentang ide-ide, pengertianpengertian dasar, gagasan-gagasan dan cita-cita. Pengertian idiologi dapat di katakan sebagai kumpulan gagasan-gagasan, keyakikan-keyakinan, kepercayaan-kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis yang menyangkut dan mengatur tingkah laku sekelompok manusia tertentu dalam bidang kehidupan. Idiologi berhubungan dengan bahasa, dengan bahasa idiologi masuk ke dalam dunia sosial. Ucapan ekpresi dan kata-kata yang mengekpresikan keinginan
Universitas Sumatera Utara
seseorang. Dalam kaitan Bahasa dan Idiologi, bahasa bukan hanya sekedar struktur dan alat komunikasi tetapi juga sebagai fenomena ekpresi suatu masyarakat. Dalam Kamus Besar Bahasa Idonesia (1995:336), idiologi ialah (1) kumpulan konsep bersistem yang dijalankan asa pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan kelangsungan hidup; (2) cara berpikir seseorang atau suatu golongan; dan (3) paham, teori, dan tujuan yang berpadu merupakan suatu kesatuan program sosial politik. Dalam Collins Dictionary Sociology (Jary, 1992:295), idiologi ialah any system of ideas underlying and informing social and political action. Dalam Vago (1989:90), idiologi ialah “a complex belief system that explains social arrangements and relationship”. Dalam Riberu (1986:4), idiologi ialah sistem paham atau seperangkat pemikiran yang menyeluruh, yang bercita-cita menjelaskan dunia dan sekaligus mengubahnya. Dalam Shariati (1982:146), mengartikan ideologi sebagai ilmu tentang keyakinan dan cita-cita yang dianut oleh sekelompok tertentu, kelas sosial tertentu, atau suatu bangsa dan ras tertentu. Pada prinsipnya terdapat tiga arti utama dari kata ideologi, yaitu (1) ideologi sebagai kesadaran palsu; (2) ideologi dalam arti netral; dan (3) ideologi dalam arti keyakinan yang tidak ilmiah. Ideologi dalam arti yang pertama, yaitu sebagai kesadaran palsu biasaya dipergunakan oleh kalangan filosof dan ilmuan sosial. Ideologi adalah teori-teori
Universitas Sumatera Utara
yang tidak berorientasi pada kebenaran, melainkan pada kepentingan pihak yang mempropagandakannya. Ideolgi juga dilihat sebagai sarana kelas atau kelompok sosial tertentu yang berkuasa untuk melegitimasikan kekuasaannya. Arti kedua adalah ideologi dalam arti netral. Dalam hal ini ideologi adalah keseluruhan sistem berpikir, nilai-nilai, dan sikap dasar suatu kelompok sosial atau kebudayaan tertentu. Arti kedua ini terutama ditemukan dalam negara-negara yang menganggap penting adanya suatu “ideologi negara”. Disebut dalam arti netral karena baik buruknya tergantung kepada isi ideologi tersebut. Arti ketiga, ideologi sebagai keyakinan yang tidak ilmiah, biasanya digunakan dalam filsafat dan ilmu-ilmu sosial yang positivistik. Segala pemikiran yang tidak dapat dibuktikan secara logis, matematis atau empiris adalah suatu ideologi. Segala masalah etis dan moral, asumsi-asumsi normatif, dan pemikiran-pemikiran matafis termasuk dalam wilayah ideologi. Dari tiga arti kata ideologi tersebut, yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah ideologi dalam arti netral, yaitu sebagai sistem berpikir dan tata nilai dari suatu kelompok. Ideologi dalam arti netral tersebut ditemukan wujudnya dalam ideologi negara arau ideologi bangsa. 2.8 Kajian Terdahulu Kajian tentang akronim telah dilakukan oleh para ahli. Secara nasional, kajian akronim dilakukan dengan intensif oleh Harimurti Kridalaksana. Sebaliknya, secara internasional dilakukan oleh Manuel Zaharieve. Kridalaksana (1996:165-169) menemukan 16 tipe akronim dalam bahasa Indonesia. Keenambelas akronim tersebut
Universitas Sumatera Utara
antara lain: (i) Pengekalan suku pertama dari tiap komponen: Orba, Nalo, dan sebagainya; (ii) Pengekalan suku pertama komponen pertama dan pengekalan kata seutuhnya; banstir; (iii) Pengekalan suku kata terakhir dari tiap komponen; Menwa, Gatrik, dan sebagainya; (iv) Pengekalan suku pertama dari komponen pertama dan kedua serta huruf pertama dari komponen selanjutnya; Gapani, Himpa, dan sebagainya; (v)Pengekalan suku pertama tiap komponen dengan pelesapan konjungsi, seperti Anpuda; (vi) Pengekalan huruf pertama tiap komponen, seperti Koni, LIK, dan sebagainya; (vii) Pengekalan huruf pertama tiap komponen frase dan pengekalan dua huruf pertama komponen terakhir, seperti Aika, Aipda, dan sebagainya; (viii) Pengekalan dua huruf pertama tiap komponen; seperti Unud, Bapefi, dan sebagainya; (ix) Pengekalan tiga huruf pertama tiap komponen, seperti Banser, Komwil, dan sebagainya; (x) Pengekalan dua huruf pertama komponen pertama dan tiga huruf pertama komponen kedua disertai pelesapan konjungsi, seperti abnon; (xi) Pengekalan dua huruf pertama komponen pertama dan ketiga serta pengekalan tiga huruf pertama komponen kedua, seperti Nekolim, Odmilti, dan sebagainya; (xii) Pengekalan tiga huruf pertama komponen pertama dan ketiga serta pengekalan huruf pertama komponen kedua, seperti Nasasos, Nasakom, dan sebagainya; (xiii) Pengekalan tiga huruf pertama tiap komponen serta pelesapan konjungsi, seperti Falsos; (xiv) Pengekalan dua huruf pertama komponen pertama dan tiga huruf pertama komponen kedua, seperti Jatim, Fahuk, dan sebagainya; (xv) Pengekalan empat huruf pertama tiap komponen disertai pelesapan konjungsi, Agitprop; dan,
Universitas Sumatera Utara
(xvi) Pengekalan berbagai huruf dan suku kata yang sukar dirumuskan, seperti Akaba, Agipoleksos, dan sebagainya. Kemudian, Zaharieve (2004) meneliti akronim dengan teknik computeraid mengatakan. Dia mengatakan bahwa akronim merupakan bidang yang sangat dinamis dalam pengembangan leksikon. Membangun sistem akronim dengan nautomatic/ computeraid dilihat dari dua masalah, yaitu acquisition dan disambiguation. Pemerolehan akronim berdasarkan identifikasi ekspressi anaphonic dan cataphonic yang memberikan arti akronim dalam teks. Akronim yang ambiguitas atau kurang jeas dan samar merupakan kata yang juga artinya kurang jelas. Secara umum, hasil penelitian akronim di atas merupakan fenomena yang universal, terjadi pada semua bahasa dalam bentuk tertulis dan farmasi atau bentuk akronim diatur dengan refrensi linguistik, berdasarkan aturan-aturan dari suatu bahasa, phoneme dan kata atau pada level frasa. Penjelasan yang umum tentang akronim disajikan, dengan hipotesa yang dikembangkan dari aturan-aturan yang ada. Teori dikembangkan berdasarkan contoh dari lima belas bahasa, dengan enam system penulisan yang berbeda. Sistem algiritma dievaluasi dengan daftar pasangan ekspansi akronim dari Rusia, Spanyol, Danish, German, English, Francis, Italia, Belanda, Portugis, Finish, dan Swedia.
Universitas Sumatera Utara