BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep digunakan sebagai dasar penelitian yang menentukan arah suatu topik pembahasan. Konsep yang dimaksud adalah gambaran dari objek yang akan dianalisis berupa novel Mendayung Impian karya Reyhan M. Abdurrohman dalam tulisan ilmiah yang berjudul Kepribadian
Tokoh
Utama
Dalam
Novel
Mendayung
Impian
Karya
Reyhan
M.
Abdurrohman:Analisis Psikologi Sastra. Berdasarkan penjelasan tersebut, penelitian ini menggunakan beberapa konsep yang digunakan dalam pembahasan bab-bab selanjutnya. 2.1.1 Kepribadian Kepribadian berasal dari kata personality (Inggris) yang berasal dari kata persona (Latin) yang berarti kedok atau topeng, dimaksudkan untuk menggambarkan perilaku, watak atau pribadi seseorang. Kepribadian adalah suatu totalitas psikhophisis yang kompleks dari individu, sehingga tampak di dalam tingkah lakunya yang unik (Sujanto, 2008:12). Menurut KBBI (2005:895) kepribadian adalah sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang yang membedakannya dari orang lain. Kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang. Karya sastra memuat kepribadian tokoh yang memiliki peran penting untuk menghidupkan cerita yang hendak disampaikan oleh pengarang. Kepribadian tokoh adalah karakter atau sifat mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku tokoh dalam cerita.
yang
2.1.3 Tokoh Utama Tokoh adalah pelaku yang mengemban atau menjalankan peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita (Aminuddin, 1995:85). Tokoh utama merupakan pemeran dalam suatu cerita yang memegang peran penting atau utama. Tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam setiap halaman buku cerita yang bersangkutan. Menurut Rahmanto dan Hariyanto (1997:13) untuk menentukan siapakah yang menjadi tokoh utama dalam cerita, kriteria yang biasa digunakan adalah (1) tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain, (2) tokoh yang paling banyak dikisahkan oleh pengarangnya, dan (3) tokoh yang paling banyak terlibat dengan tema cerita. Melihat kepribadian tokoh dalam karya sastra dapat dilihat dari penokohan yang dibuat oleh pengarang. Menurut Suharianto (1982:31) penokohan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita baik keadaan lahirnya maupun keadaan batinnya, yang berupa pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya, dan sebagainya. Jones dalam Nurgiyantoro (2005:165) mengatakan penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang sesorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran sesorang yang jelas yang ditampilkan dalam sebuah cerita dan mempunyai sifat-sifat tertentu. Menurut Nurgiyantoro (2005:194) secara garis besar teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya sastra dapat dibedakan menjadi dua yakni teknik ekspositori (penjelasan) dan teknik dramatik. Teknik ekspositori adalah pelukisan tokoh secara langsung disertai deskripsi kedirian tokoh secara jelas baik berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan ciri fisiknya. Teknik dramatik adalah pelukisan tokoh yang dilakukan pengarang secara tidak langsung. Pengarang
tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan melalui peristiwa yang terjadi. 2.1.4 Psikologi Sastra Psikologi sastra adalah suatu disiplin ilmu yang mengandung
masalah-masalah
psikologis dalam suatu karya sastra yang memuat peristiwa kehidupan manusia yang diperankan oleh tokoh-tokoh yang imajiner atau faktual yang ada di dalam karya sastra (Sangidu, 2004:30). 2.1.5 Psikoanalitis Carl G. Jung Pendekatan psikoanalitis dikemukakan oleh Carl Gustav Jung. Garis besar dari teori Jung adalah bahwa kepribadian seseorang terdiri atas dua alam yaitu alam kesadaran dan alam ketidaksadaran. Kedua alam ini saling berhubungan dan menentukan kepribadian seseorang (Suryabrata, 1982:156).
2.2 Landasan Teori
Landasan teori yang digunakan dalam pembahasan ini adalah teori psikologi sastra dengan menerapkan teori psikoanalisis Carl Gustav Jung. Psikoanalisis yang diterapkan dalam karya sastra berguna untuk menganalisis secara psikologis tokoh-tokoh dalam karya sastra. Psikoanalisis dalam karya sastra dapat mengungkapkan berbagai macam watak, sikap, dan kepribadian tokoh.
Psikologi sastra merupakan gambaran jiwa manusia yang diperlihatkan dalam bentuk tulisan sastra. Penelitian psikologi sastra merupakan sebuah penelitian yang menitikberatkan
pada suatu karya sastra yang menggunakan tinjauan psikologi sastra. Psikologi sastra dapat mengungkapkan tentang sesuatu kejiwaan baik pengarang, tokoh karya sastra, maupun pembaca karya sastra. Sastra sebagai gejala ”kejiwaan” didalamnya terkandung fenomena-fenomena yang terkait dengan psikis atau kejiwaan. Dengan demikian karya sastra dapat diteliti dengan pendekatan psikologi. Dengan didukung pendapat Jatman (dalam Aminuddin, 1990:101), sastra dan psikologi memiliki hubungan yang bersifat tidak langsung dan fungsional.
Perbedaan gejala-gejala kejiwaan yang ada dalam karya sastra dengan manusia nyata adalah psikoligi sastra yang merupakan gejala kejiwaan dari manusia imajiner, sedangkan dalam ilmu psikologi adalah gejala kejiwaan pada manusia riil (Endraswara, 2003:97). Antara psikologi dan sastra akan saling melengkapi dan saling berhubungan sebab hal tersebut dapat digunakan untuk menemukan proses penciptaan sebuah karya sastra. Psikologi digunakan untuk menghidupkan karakter para tokoh yang tidak secara sadar diciptakan oleh pengarang. Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi dengan sastra, yaitu (1) memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis, (2) memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra, (3) memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca (Ratna, 2004:343). Pendekatan psikologi sastra memiliki tiga pendekatan yaitu: (1) pendekatan ekspresif yang menekankan pengekspresian ide-ide ke dalam karya sastra, (2) pendekatan tekstual yang menekankan pada psikologi tokoh, (3) pendekatan reseptif yang mengkaji psikologi pembaca (Endraswara, 2008:99). Pendekatan yang digunakan untuk penelitian ini adalah pendekatan tekstual yaitu melalui jiwa atau aspek psikologis tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam karya sastra itu. Pendekatan tekstual tidak dapat lepas dari teori Jung yaitu psikoanalitis. Psikoanalitis yang diterapkan dalam
karya sastra berguna untuk menganalisis secara psikologis tokoh-tokoh dalam karya sastra. Psikoanalitis dalam karya sastra dapat mengungkapkan berbagai macam kepribadian tokoh. Menurut Suryabrata (1982:165), pendekatan psikoanalitis dikemukakan oleh Carl Gustav Jung. Garis besar dari teori Jung adalah bahwa kepribadian seseorang terdiri atas dua alam yaitu alam kesadaran dan alam ketidaksadaran. Kedua alam ini tidak hanya saling mengisi, tetapi berhubungan secara kompensatoris. Adapun fungsinya keduanya adalah penyesuian, yaitu alam sadar adalah penyesuain terhadap dunia luar sedangkan alam tidak sadar adalah penyesuaian terhadap dunia dalam. 1. Struktur Kepribadian Berdasarkan Kesadaran Kesadaran memiliki dua komponen pokok, yaitu fungsi jiwa dan sikap jiwa, yang masing-masing mempunyai peranan penting dalam menentukan pribadi manusia. a.
Fungsi Jiwa Fungsi jiwa adalah suatu bentuk aktivitas kejiwaan yang secara teori tidak berubah
dalam lingkungan yang berbeda-beda. Menurut fungsi jiwa, manusia dapat dibedakan menjadi empat tipe kepribadian: 1. Kepribadian yang rasional pemikir (thinking) yaitu orang yang banyak mempergunakan akalnya dalam melakukan sesuatu. 2. Kepribadian rasional perasa (feeling) terdapat pada orang-orang yang sangat dikuasai oleh perasaan, merasakan kenikmatan, peduli, takut, sedih, gembira, dan cinta. Menilai segala sesuatu berdasarkan suka atau tidak suka. 3. Kepribadian sensitif atau pengindra yaitu kepribadian yang dipengaruhi terutama oleh pancaindera.
4. Kepribadian intuitif yaitu kepribadian yang sangat dipengaruhi oleh firasat atau perasaan kira-kira. Orang dengan kepribadian ini bersifat spontan. Jika sesuatu fungsi superior (dominan), yaitu menguasai kehidupan alam sadar, maka fungsi pasangannya menjadi fungsi inferior, yaitu ada dalam ketidaksadaran, sedangkan kedua fungsi yang lain menjadi fungsi bantu sebagian terletak dalam alam sadar dan sebagian lagi dalam alam tak sadar (Suryabrata, 1982:158-160). b.
Sikap Jiwa Sikap jiwa adalah arah energi psikis umum yang menjelma dalam bentuk orientasi
manusia terhadap dunianya. Arah energi psikis itu dapat ke luar ataupun ke dalam, dan demikian pula arah orientasi manusia terhadap dunianya, dapat ke luar ataupun ke dalam. Menurut atas sikap jiwanya Jung mengelompokkan manusia menjadi tiga kepribadian, yaitu : 1. Manusia bertipe ekstrovert. Orang yang ekstrovert adalah orang terutama dipengaruhi oleh dunia objektif, yaitu dunia di luar dirinya. Orientasinya terutama tertuju keluar: pikiran, perasaan, serta tindakannya terutama oleh lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan nonsosial. Dia bersikap positif terhadap masyarakatnya: hatinya terbuka, mudah bergaul, hubungan dengan orang lain lancar. 2. Manusia bertipe introvert. Orang yang introvert terutama dipengaruhi oleh dunia subjektifnya, yaitu dunia di dalam dirinya sendiri. Orientasinya terutama tertuju ke dalam: pikiran, perasaan, serta tindakan-tindakannya yang ditentukan oleh faktor-faktor subjektif. Penyesuaiannya dengan dunia luar kurang baik: jiwanya tertutup, sukar
bergaul, sukar berhubungan dengan orang lain, kurang dapat menarik hati orang lain. Penyesuaian dengan batinnya sendiri baik. 3. Tipe Ambivert, yaitu orang-orang yang tidak masuk introvert maupun ekstrovert. Ciri kepribadiannya merupakan campuran dari kedua jenis tersebut (Sarwono, 2009:181). 2. Struktur Kepribadian Berdasarkan Ketidaksadaran Kepribadian sangat dipengaruhi oleh alam ketidaksadaran. Menurut Jung ketidaksadaran dibagi menjadi dua yaitu ketidaksadaran pribadi dan ketidaksadaran kolektif. Isi ketidaksadaran pribadi diperoleh melalui hal-hal yang diperoleh individu selama hidupnya sedangkan isi dari ketidaksadaran kolektif diperoleh selama pertumbuhan jiwa keseluruhannya, seluruh jiwa manusia melalui sensasi. Ketidaksadaran kolektif ini merupakan warisan kejiwaan yang besar dari perkembangan kemanusiaan yang terlahir kembali dalam struktur tiap individu (Budiningsih 2002:14). 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Menurut dari teori Jung di atas, maka faktor yang berpengaruh dalam pembentukan kepribadian yang tentunya yang akan mempengaruhi kepribadian manusia adalah faktor ketidaksadaran pribadi dan ketidaksadaran kolektif. Berikut ini pembagian faktor-faktor yang mempengaruh kepribadian manusia: 1. Ketidaksadaran Pribadi Ketidaksadaran pribadi meliputi hal-hal yang diperoleh individu selama hidupnya yang akan berpengaruh di dalam tingkah lakunya. Ketidaksadaran pribadi merupakan seluruh pengalaman, kejadian masa silam yang dirasakan secara individual. Hal-hal tersebut meliputi: a. Faktor Kedewasan
Kedewasaan merupakan tingkat kematangan seseorang dalam memenuhi tugas-tugas di masa perkembangan masa kanak-kanak, masa remaja, dan remaja akhir (Hurlock, 1992: 25). Kedewasaan merupakan faktor yang mempengaruhi kepribadian manusia dalam kehidupan sehari-hari b. Faktor Motif Cinta Sanggup mencintai dan dicintai adalah hal penting bagi manusia. Kehangatan, persahabatan, ketulusan kasih sayang, penerimaan orang lain yang hangat sangat dibutuhkan manusia sehingga berpengaruh terhadap kepribadian manusia. c. Faktor Frustasi Frustasi adalah suatu keadaan dalam diri individu yang disebabkan oleh tidak tercapainya tujuan atau kepuasan akibat adanya halangan dalam mencapai tujuan atau kepuasan tersebut (Hidayat, 2009:84). Frustasi yang dialami seseorang akan berpengaruh pada kepribadiannya. d. Faktor Konflik Konflik merupakan sikap seorang yang menentang, berselisih maupun cekcok terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. Seseorang yang mengalami konflik akan berpengaruh pada kepribadian seseorang. e. Faktor Ancaman Yaitu sikap seseorang yang akan melakukan sesuatu terhadap suatu objek baik berupa pertanda
atau peringatan mengenai sesuatu yang akan terjadi. Seseorang yang mendapat
ancaman akan berpengaruh pada kepribadiannya.
2.Ketidaksadaran Kolektif
Ketidaksadaran kolektif adalah sistem yang paling berpengaruh terhadap kepribadian dan bekerja sepenuhnya di luar kesadaran orang yang bersangkutan dan merupakan suatu warisan kejiwaan yang besar dari perkembangan kemanusiaan (Dirgagunarsa, 1978:72). Ketidaksadaran kolektif meliputi elemen-elemen yang tidak pernah dialami seseorang secara individual, tetapi merupakan yang diturunkan oleh leluhur kita. Hal-hal tersebut tersebut meliputi biologis dan agama. Hal-hal tersebut juga berpengaruh terhadap kepribadian manusia. a. Faktor Biologis Faktor biologis berpengaruh dalam seluruh kegiatan manusia. Warisan biologis manusia menentukan kepribadiannya. Kepribadian yang merupakan bawaan manusia, bukan pengaruh lingkungan (Rakhmat, 1986: 41-45). Faktor biologis ini misalnya kebutuhan biologis seseorang akan rasa lapar, rasa aman, rasa haus, dan hasrat seksual. b. Faktor Agama Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan atau perintah dari kehidupan. Banyak agama memiliki narasi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan atau menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup yang disukai. Agama sebagai suatu sistem ibadah, agama akan memberi petunjuk kepada manusia tentang tata cara berkomunikasi dengan Tuhan menurut jalan yang dikehendaki-Nya sendiri. Karena menyimpang dari cara-cara yang telah ditetapkan merupakan perbuatan yang tidak disukai Tuhan. Ibadah sebagai sistem komunikasi vertikal antara hamba dengan makhluknya sangat besarefek positifnya. Oleh karena melalui ibadah si hamba dapat langsung berdialog dan
bermunajat dengan Tuhannya, dimana dia akan mencurahkan segala problema yang dihadapinya dalam hidup ini. 1.3 Tinjauan Pustaka Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hal itu dapat dijadikan sebagai titik tolak dalam melakukan penelitian. Tinjauan terhadap penelitian terdahulu sangat penting untuk mengetahui relevansinya. Novel Mendayung Impian karya Reyhan M. Abdurrohman belum pernah diteliti sebelumnya karena novel ini baru terbit pada tahun 2014. Sebelumnya telah ada dilakukan penelitian sastra dengan menggunakan teori psikologi sastra dengan menerapkan teori kepribadian psikoanalitis Carl Gustav Jung dengan objek yang berbeda. Muhammad Heru Wibawa (2009) seorang mahasiswa Universitas Negeri Semarang dalam skripsinya menggunakan psikologi sastra dengan menerapkan teori kepribadian psikoanalisis Carl Gustav Jung untuk meneliti sebuah novel. Penelitiaanya yang berjudul ”Watak dan Perilaku Tokoh Utama Dalam Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hinata: Kajian Psikologi Sastra”. Dia Membahas watak dan perilaku serta faktor-faktor yang memepengaruhi watak dan perilaku tokoh Ikal yang menjadi tokoh utama dalam novel tersebut. Dia berhasil mengungkap watak dan perilaku Ikal berdasarkan psikoanalisis Jung. Kesimpulan yang didapatkannya adalah berdasarkan fungsi jiwa Ikal memiliki watak dan perilaku yang bertipe perasa yaitu yakin dalam membuat keputusan peduli kepada orang lain, punya tekad yang kuat, dan cerdas. Dia juga mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi watak dan perilaku Ikal. Penelitian yang menggunakan teori psikoanalitis Carl Gustav Jung untuk novel juga sudah dilakukan oleh Ratih Dwi Andani (2010) seorang mahasiswi Universitas Diponegoro
Semarang, dalam penelitiaanya yang berjudul ”Homoseksual Tokoh Rafky dan Valent dalam Novel Lelaki Terindah Karya Andrei Aksana: Suatu Tinjauan Psikologi”. Dia mengungkapkan kepribadian kedua tokoh utama dalam novel tersebut yakni, kepribadian yang dimiliki oleh Rafky adalah ekstrovert (terbuka), maka fungsi jiwa yang paling berkembang dalam diri Rafky adalah pikirannya. Valent memiliki kepribadian introvert (tertutup), maka fungsi jiwa yang merupakan fungsi superior (dominan) dalam dirinya adalah perasaan. Penelitian lainnya yang membahas tokoh utama oleh Erna Dwi Kotimah (2006) dalam penelitian yang berjudul ”Kepribadian Tokoh Utama Novel Midah Simanis Bergigi Emas Karya Pramoedya Ananta Toer”. Mahasiswi Universitas Negeri Semarang ini membahas tipe-tipe kepribadian tokoh utama dalam novel tersebut dengan mempergunakan teori psikoanalitis Jung. Dia menyimpulkan bahwa tokoh Midah memiliki kepribadian berdasarkan fungsi jiwanya adalah tipe perasa yaitu yakin membuat keputusan, mengerti perasaan orang lain dan tidak mau menimbulkan pertentangan, dan mudah tersinggung. Dipandang dari sikap jiwa kepribadian Midah mempunyai kepribadian tipe introvert yaitu tertutup, suka memendam perasaan, suka merenung dan tenggelam ke dalam diri sendiri serta kesepian. Berdasarkan ketidaksadarannya, ketidaksadaran pribadi Midah bertipe pemikir yaitu keras hati, dan senang memutuskan sendiri. Berdasarkan ketidaksadaran kolektif Midah bertipe intuitif yaitu berani, optimis, dan bijaksana. Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut, dapat diketahui penelitian kepribadian tokoh utama melalui pendekatan psikologi sastra dengan psikoanalitis Carl Gustav Jung sudah pernah dilakukan sebelumnya tetapi dengan objek yang berbeda. Dengan demikian, keaslian atau kebenaran penelitian ini dapat dipertanggugjawabkan secara akademik.