BAB II KONSEP DASAR
A. EFUSI PLEURA 1. Definisi Efusi pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh cairan atau terjadi penumpukan cairan di rongga pleura (Somantri, 2009:106). Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak di antara permukaan viseral dan pariental, adalah penyakit primer yang jarang terjadi tatapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Bruner & Suddarth, 2002}. Efusi pleura adalah berkumpulnya cairan di lapisan viseralis dan parientalis yang bersifat patologis (Sularman , 2003). Dari beberapa pengertian di atas penulis menyimpulkan efusi pleura adalah penumpukan cairan di rongga pleura yang terletak di antara permukaan visceral dan parietal dapat berupa cairan jernih yang merupakan transudat,eksudat ataupun berupa darah/push, serta merupakan penyakit sekunder dari penyakit lain. 2. Etiologi Efusi pleura dapat terjadi akibat penyakit atau trauma seperti gagal jantung kongesif, infeksi, neoplasma. Kelebihan cairan rongga pleura dapat 6
terkumpul pada proses penyakit neoplastik, infeksi dan tromboembolik ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar: peningkatan tekanan hidrostatis, penurunan tekanan osmotic koloid darah, peningkatan tekanan negative interpleural, adanya inflamasi atau neoplastik pleura. TB paru merupakan penyebab paling sering dari efusi pleura (Smeltzer, 2002) 3. Patofisiologi Secara normal ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan (515 ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa ada friksi. Pada gangguan tertentu, cairan dapat terkumpul dalam ruang pleural pada titik dimana penumpukan ini akan menjadi bukti secara klinis dan hamper selalu merupakan signifikan patologis (Mukti, 2006). Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera di reabsorpsi, tiap harinya di produksi cairan kira-kira 16,8 ml (pada orang dengan berat badan 70 kg). kemampuan untuk reabsorpsi dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara produk dan reabsopsi tidak seimbang (produksinya meningkat atau reabsorpsi menurun) maka akan timbul efusi pleura (Mukti 2006). Efusi pleura sering kali dibagi dalam kategori eksudat dan transudat. Transudat adalah cairan dalam ruang intersisial yang terjadi sebagai akibat tekanan hidrostatik intravaskuler yang meningkat, transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah, 7
transudat (hasil bendungan). Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler, cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi, cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih, eksudat (hasil radang).(Mukti 2006) Penyebaran kuman mikrobacterium tuberkolusis bias masuk melalui tiga tempat yaitu saluran pernafasan, saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara (airbone) yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya. 4. Manifestasi klinis Manifestasi klinis efusi pleura akan tergantung dari jumlah cairan yang ada serta tingkat kompresi paru. Dengan membesarnya efusi akan terjadi retriksi ekspansi paru dan pasien mengalami dispnea bervariasi, batuk, adanya keluhan nyeri dada, pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang intercosta, pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi, nafas pendek. (Pakki 2008) 5. Penatalaksanaan Pada penyakit Efusin pleura dapat di lakukan pengobatan dengan cara pemasangan Water Seal Drainase (WSD) dan torasentesis. a. Water Seal Drainase WSD adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada.
8
b. Torasentesis Torasentesis
di
lakukan
untuk
membuang
cairan.
Untuk
mendapatkan specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan dypsneu, bila penyebab dasar malignasi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari atau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, serta kadang pneumothoraks. Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan dan serta dispnea. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (contoh : gagal jantung kongesif, pneumonia, sirosis). (Smeltzer, 2002) Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding
dada,
bedah
plerektomi,
dan
terapi
diuretic
Aktivitas
(Smeltzer,2002). 6. Pemeriksaan Penunjang 1. Rontgen dada Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukan adanya cairan yang bias dilihat dengan adanya gambaran putih pada hasil rontgen paru.
9
2. Ultrasonografi Ultrasonografi dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul dan sering digunakan dalam menuntun penusukan ajrum untuk mengambil cairan pleura. 3. Torakosintesis Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dpat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosintesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukan di antara sela igaa ke dalam rongga dada di bawah pengaruh pembiusan). 4. CT Scan Thoraks CT
Scan
Thoraks
berperan
penting
dalam
mendeteksi
ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang utama bronkus.. (Smeltzer, 2002)
10
7. Patway TBC
Gagal jantung
Paru terinfeksi
Tekanan kapiler paru dan kapiler mningkat
Membran kapiler pecah Protein plasma dan cairan eksudat
Pembentukan cairan pleura
masuk ke dalam rongga pleura
Peningkatan protein dalam rongga
Transudasi cairan berlebih
pleura
ke dalam rongga pleura
Protein dapat menarik lebih banyak cairan ke dalam rongga pleura Penumpukan cairan di pleura efusi pleura Post pemasangan WSD Pengembangan paru
Pengembangan paru Luka
Ekspansi paru
tidak maksimal Oksigen ke jaringan
Pintu masuk
Ganguan Pertukaran
mikroorganisme
gas
Resti infeksi
dipsnea
Perfusi jaringan tidak efektif Energi menurun Bersihan jalan nafas tidak efektif Kelemahan fisik Suplay O2 ke jaringan Intoleransi aktifitas
Saluran cerna Peristaltik menurun Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
(Price & Wilson,M, 2005) 11
B. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Fokus Pengkajian Pola pengkajian fungsional menurut Virginiah Henderson a. Bernafas Gejala: sesak nafas Tanda: kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara. perubahan frekuensi nafas, batuk yang tidak efektif, gelisah, sputum dalam jumlah yang berlebihan b. Aktivitas/ Istirahat Gejala : kelemahan, kelelahan Tanda : Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas, Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas, perubahan EKG yang mencerminkan aritma, iskemia, ketidaknyamanan setelah beraktisitas, dispenea setelah beraktivitas, merasakan merasa lemah. c. Makan dan cairan Gejala : Anoreksia, mual, muntah. Tanda : Penurunan berat badan 20% atau lebih di bawah berat badan ideal, Membran mukosa pucat, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk, kurang minat pada makanan. d. Nyeri/Kenyamanan Gejala : Kram abdomen, nyeri tekan pada kuadran kanan atas. Tanda : Otot tegang, gelisah.
12
2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa dan intervensi keperawatan yang biasanya muncul pada penyakit efusi pleura adalah: 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret. (NANDA 2009) Tujuan : Bersihan jalan nafas lancar tanpa adanya benda asing ( sekret ) KH : a.
Bersihan jalan nafas paten.
b.
Mengeluarkan kaji sekret secara efektif.
c.
Fungsi paru normal.
d.
Mempuyai irama dan frekuensi dalam rentang normal. Intervensi:
a. Kaji fungsi pernafasan (bunyi nafas, kecepatan irama, kedalaman) Rasional : untuk mengetahui suara nafas apakah ada kelainan atau tidak b.
Ajarkan tehnik batuk efektif Rasional : untuk membantu mengeluarkan dahak dari jalan nafas
c.
Posisikan pasien semi fowler Rasional : agar klien bisa bernafas dengan baik. Karena posisi ini membantu paru mengembang dengan optimal.
d.
Bersihkan sekret dari mulut trachea Rasional : agar jalan nafas bersih dari sekret 13
e.
Berikan terapi oksigen sesuai indikasi yang dianjurkan oleh dokter Rasional : untuk membantu agar oksigen yang masuk ke paru bisa memaksimalkan dan mengurai rasa sesak. Kolaborasi dengan tim medis.
2. Perubahan
nutrisi
dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia ( NANDA 2009) Tujuan : Tidak ada perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan KH : a.
BB dalam batas normal
b. Pemeriksaan laboratorium (Hb, albumin) dalam batas normal c.
Menghabiskan makanan yang disediakan RS
Intervensi : a.
Kaji makanan kesukaan pasien Rasional : agar makan yang disajikan pas dengan kesukaan pasien.
b. Timbang BB pasien setiap hari Rasional : untuk mengetahui apakah BB setabil atau turun. c.
Selidiki anoreksia, mual mutah, catat adanya obat sebagai efek Rasional : untuk mengetahui penyebab dari anoreksia dan mual mutah
d. Anjurkan pasien untuk makan porsi sedikit tapi sering Rasional : agar nutrisi tercukupi.
14
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik (NANDA 2009) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak mengeluh lemas lagi. KH: a.
Pasien dapat beraktifitas secara mandiri.
b. Pasien tida lemas lagi. Intervensi a. Evaluasi dan motivasi keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas. Rasional mengetahui tingkat motivasi pasien untuk aktifitas. b. Tentukan penyebab ketetihan Rasional mengetahui penyebab keletihan. c. Pantau asupan nutrisi. Rasional : memastikan keadekuatan sumber energi. d. Pantau atau dokumentasi pola istirahat pasien dan lamanya waktu tidur. Rasional : mengetahui pola istirahat pasien.
15
4. Resiko tinggi infeksi berhubunggan dengan prosedur invansif (NANDA, 2009) Tujuan: Terbebas dari tanda dan gejala infeksi. KH: Tidak ada tanda-tanda infeksi Intervensi: a. Kaji tanda-tanda infeksi Rasional: untuk melakukan pengobatan b. Monitor peningkatan suhu. Rasional: reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut. c. Ganti balut dengan kasa betadine steril setiap hari. Rasional: mencegah timbulnya infeksi. d. Beri obat sesuai anjuran dokter Rasional: dapat mengurangi reaksi infeksi
16