BAB II KONSEP DASAR
A. Pengertian Partum adalah saat yang menegangkan dan mencemaskanbagi wanita dan keluarganya, pada kebanyakan wanita, persalinan dimulai saat terjadi kontraksi pertama dan dilanjutkan dengan kerja keras selama berjam-jam dilatasi dan melahirkan dan berakhir ketika wanita dan keluarganya memulai proses ikatan dengan bayi (Bobak,2004). Episiotomi adalah insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lender vagina, cincin hymen, jaringan septum rektio vaginal, serta kulit sebelah depan perineum, untuk melebarkan jalan lahir sehingga mudahkan kelahiran (Mansjoer, 1999). Post partum adalah suatu masa yang dimulai setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 mgg, tetapi setalah janin lahir alat genetalia baru akan pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan (Prawirahardja, S, 1996). Post partum episiotomi adalah masa nifas dimana persalinan dilakukan tindakan insisi perineum untuk memudahkan proses-proses kelahiran anak yang bisanya dilakukan para primipara.
B. Anatomi fisiologi Genetalia pada wanita terpisah dari uretra yang mempunyai saluran tersendiri. Alat reproduksi wanita dibagi menjadi dua, yaitu : 1.
Alat genetalia luar (vulva) terdiri dari : a. Tundun (mons veneris) Jaringan lemak berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat jarang diatas simpisis pubis. Monsveneris mengandung banyak kelenjar sebasea (minyak) dan ditambahi rambut berwarna hitam. b. Labia mayora Dua lipatan kulit melengkung yang menutupi lemak dan jaringan ikat yang menyatu dengan mons pubis. Keduanya memanjang dari mons pubis kearah bawah mengelilingi labia minora, berakhir di perineum pada garis tengah. c. Labia minora Terletak diantara dua labia mayora, merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit, dan tidak berambut yang memanjang kearah bawah dari bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette. d. Klitoris Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil yang terletak tepat dibawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak terangsang, bagian yang tidak terlihat adalah sekitar 6 x 6 mm atau kurang. Ujung badan klitoris
dinamai glans dan lebih sensitive dari pada badannya. Saat wanita secara seksual terangsang gland dan badan klitoris membesar. e. Vestibulum Suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau lonjong. Terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina dan kelenjar pada vagina. f. Perineum Daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan perineum. 2.
Alat Genetalia Dalam a. Vagina Struktur tubular yang terletak didepan rectum di belakang kandung kemih dan uretra, memanjang dari intoitus sampai serviks b. Uterus Antara kelahiran dan masa pubertas, uterus secara bertahap turun dari bagian bawah abdomen ke pelvis sejati. Setelah pubertas, uterus biasanya terletak di garis tengah pada pervis sejati, posterior terhadap simpisis pubis dan kandung kemih, serta anterior terhadap rectum. c. Ovarium (indung telur) Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah dan di belakang tubafalopi. Dua ligmen mengikat ovarium pada tempatnya,yakni di bagian mesovarium digamen lebar uterus, yang memisahkan ovarium
dari sisi dinding pelvis lateral, yang mengikat ovarium ke uterus. Pada palpasi, ovarium dapat digerakan. d. Tuba fallopi (tuba uterin) Sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uteris. Tuba ini memanjang kearah lateral, mencapai ujung bebas ligament lebar dan berlekuk-lekuk mengelilingi setiap ovarium. Panjang tuba ini kira-kira 10 cm dengan diameter 0,6 cm. setiap tuba memiliki lapisan peritoneum dibagian luar lapisan alat tipis dibagian tengah, dan lapisan mukosa dibagian dalam. Lapisan mukosa terdiri dari sel-sel kolumnar, beberapa diantaranya bersilia dan beberapa yang lain mengeluarkan secret, lapisan mukosa paling tipis saat menstruasi. Setiap tuba dan lapisan mukosanya menyatu dengan mukosa uterus dan vagina. Indikasi episiotomi Yang merupakan indikasi dilakukan episiotomi menurut depkes RI (1996) adalah : persalinan yang lama karena perineum yang kaku , gawat janin , gawat ibu , pada tindakan operatif (eksresi cunam, vakum) Jenis episiotomi 1
Episiotomi mediana Episiotomi ini efektif, mudah diperbaiki dan biasanya nyeri yang timbul lebih ringan.
Kadang-kadang
terjadi
perluasan
melalui
sfingter
rectum,
penyembuhan primer dan perbaikan yang baik akan memulihkan tanus sfingter.
2
Episiotomi medolateral Dilakukan pada persalinan dengan tindakan jika ada kemungkinan terjadi perluasan kearah posterior. Jarang terjadi robekan perineum totalis. Penyembuhan luka kurang sempurna, menimbulkan dispareuni (sakit saat hubungan sek). Jika dibandingkan dengan episiotomi mediana, kehilangan darah akan lebih banyak dan lebih nyeri.
3
Episiotomi lateral Episiotomi ini tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan sedikit relaksasi intraitus dan menimbulkan perdarahan lebih banyak serta sukar dalam perbaikan luka.
4
Episiotomi schucharbelt Ini memerlukan episiotomi media lateral yang diperlebar sampai ke sulfus vaginalis dan uterus melingkari rectum. Walaupun cara ini jarang dikerjakan, namun sangat menolong dalam membantu kesulitan kelahiran karena kepala janin yang besar untuk mengoreksi distosia.(Bobak, Lomdormilk, Jensen, 2004)
C. Etiologi dan Predisposisi Empat faktor yang mempengaruhi proses persalinan : 1
Power (kekuatan) Kekuatan ibu adalah kontraksi, kontraksi dibagi 2 :
a.
Kontraksi uterus involunter disebut kekuatan primer, menandai dimulainya persalinan.
b.
Bila serviks berdilatasi, usaha volunteer dimulai untuk mendorong disebut kekuatan sekunder.
2
Passager (janin dan plasenta) a. Ukuran kepala janin yang sifatnya relatif kaku : sangat mempengaruhi proses persalinan. b. Presentasi janin yang utama adalah bagian yang pertama kali memasuki panggul adalah kepala (kepala lebih dulu), sungsang (bokong lebih dulu) bahu. c. Letak janin, memanjang / vertical dengan melintang / horisontal. d. Sikap janin adalah hubungan antara bagian tubuh janin yang satu dengan lainnya. e. Posisi janin adalah hubungan antara bagian presentasi terhadap 4 kuadran panggul ibu.
3
Passage way (jalan lahir) Jalan lahir terdiri dari panggul ibu yakni bagian tulang yang padat, dasar panggul, vagina dan introitus.
4
Psikologis respon Factor psikis ibu sangat mempengaruhi kelahiran.
D. Patofisiologi Post Partum Episiotomi Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama. Karena akan menyebabkan afiksia dan perdarahan dalam tengkorak janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil dari pada biasa, kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang dari pada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar dari pada sirkumferensia subboksifito – bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal. Apabila hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek di namakan robekan perineum tingkat satu. Pada robekan tingkat dua dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang berhubungan dengan otot-otot diafragma urogenetalis pada garis tengah terluka : dan pada robekan tingkat tiga atau robekan total muskulus sfingter ani eksternum ikut terputus dan kadang-kadang dinding depan rectum ikut robek pula. Jarang sekali terjadi mulai pada dinding belakang vagina diatas introitus vagina dan anak dilahirkan melalui robekan itu, sedangkan (dengan meninggalkan) perineum sebelah depan tetap utuh (robekan perineum sentral)
pada persalinan sulit disamping robekan perineum yang dapat dilihat, dapat pula terjadi kerusakan dan kerenggangan muskulus puborektalis kanan dan kiri serta hubungannya di garis tengah. Kejadian ini melemahkan diafragma pelvis dan menimbulkan predisposisi untuk terjadinya prolapsus uteri di kemudian hari. Robekan perineum yang melebihi robekan tingkat atau satu harus dijahit. Hal ini dapat dilakukan sebelum plasenta lahir, tetapi apabila ada kemungkinan plasenta harus dikeluarkan secara manual, lebih baik tindakan itu ditunda sampai plasenta lahir. Dengan penderita berbaring dalam posisi litotomi dilakukan pembersihan luka dengan cara antiseptic dan luas robekan ditentukan dengan seksama. Pada robekan perineum tingkat dua, sebelah diberi anestesia local otototot diafragma urogenitalis dihubungan digaris tengah dengan jahitan dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutup dengan mengikutsertakan jaringan-jaringan dibawahnya. Menjahit robekan tingkat tiga harus dilakukan dengan teliti mula-mula dinding depan rectum yang robek dijahit, kemudian fasia prarektal ditutup, dan muskulus sfingter ani oksternus yang robek di jahit. Selanjutnya dilakukan penutupan robekan seperti diuraikan untuk robekan perineum tingkat dua. Untuk mendapat hasil baik terapi pada perineum tingkat dua. Untuk mendapatkan hasil baik terapi pada perineum total, perlu diadakan penanganan pasca pembedahan yang sempurna. Penderita diberi makanan yang tidak mengandung selulosa dan mulai hari kedua diberi paraffiunium liquium sesendok makan 2 kali sehari dan jika perlu pada hari ke 6 diberi klisma minyak.
E. Manifetasi Klinis Tanda dan gejala proses persalinan yaitu : 1. Kontraksi uterus Wanita diintruksikan untuk melaporkan, frekuensi, durasi, dan intensitas kontraksi uterus pada persalian normal peningkatan aktivitas meningkatkan gejala – gejala ini 2. Ketuban pecah Aliran darah (blody show) darah berwarna merah mudah lengket, dan jumlahnya sedikit (mengandung lendir) Menurut Bobak dan Jonson adaptasi psikologi post partum dibagi menjadi 3 yaitu: a. fase taking in / ketergantungan Fase ini dimulai pada hari ke-1 dan ke-2 setelah melahirkan dimana ibu membutuhkan perlindungan dan pelayanan. b. Fase taking hold / ketergantungan – tidak ketergantungan Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada minggu ke-2 dan ke-5 sampai hari ke-3 ibu siap menerima peran barunya dan tentang hal-hal baru, pada tahap ini system pendukung sangat berarti bagi ibu muda yang membutuhkan sumber informasi sehingga pada tahap inisangat tepat untuk memberikan penyuluhan.
c. Fase letting Go / saling ketergantungan Fase ini dimulai sekitar minggu ke-5 sampai ke-6 setelah kelahiran keluarga telah menyesuaikan diri dengan keluarga baru. Secara fisik ibu mampu menerima tanggung jawab normal dan tidak lagi menerima tanggung jawab normal dan tidak lagi menerimaperan sakit.
F. Penatalaksanaan Perbaikan episiotomi 1. Jika terdapat hematoma, darah dikeluarkan, jika tidak ada tanda infeksi dan pendarahan sudah berhenti, lakukan penjahitan 2. Jika terdapat infeksi, buka dan drain luka, berikan : a. Ampicilin 500 mg peroral 4x sehari sebelum 5 hari b. Metronidazol 400 mg peroral 3x sehari selama 5 hari 3. Jika infeksi mencapai otot dan terdapat nekrosis lakukan debidemen dan berikan antibiotika secara kombinasi seperti pasien bebas demam dalam 48 jam a. Penicilin 62 juta unit setiap 6 jam IV b. Ditambah gentamesin 5 mg/kg BB setiap 24 jam IV c. Ditambah metridazol 500 mg setiap 8 jam IV d. Setelah pasien bebas demam selama 48 jam berikan : 1) Ampicilin 500 mg peroral 4x sehari selama 5 hari 2) Ditambah metronidazol 400 mg peroral 3x sehari selama 5 hari
(Dr, Abdul Bari Saifudin)
G. Komplikasi 1. Pendarahan Karena prosees episiotomi dapat mengakibatkan terputusnya jaringan sehingga merusak pembuluh darah terjadilah pendarahan 2. Infeksi Infeksi terkait dengan jalannya tindakan episiotomi berhubungan dengan ketidaksterilan alat-alat yang digunakan. 3. Hipertensi Penyakit hipertensi berperan besar dalam morbiditas dan mortalitas meternal dan peninatal. Hipertensi diperkirakan menjadi komplikasi sektar 7% sampai 10% seluruh kehamilan. 4. Gangguan psikososial Kondisi psikososial mempengaruhi integritas keluarga dan menghambat ikatan emosional bayi dan ibu. Beberapa kondisi dapat mengancam keamanan dan kesejahteraan ibu dan bayi.
H. Pengkajian fokus Fokus pengkajian ibu post partum episiotomi diambil dari buku doenges 2001. 1. Tekanan darah
Tekanan darah sedikit meningkat karena upaya persalinan dan keletihan, keadaan ini akan normal kembali dalam waktu 1 jam. 2. Nadi Nadi kembali ke frekuensi normal dalam waktu 1 jam dan mungkim terjadi sedikit bradikardi (50 sampai 70 kali permenit) 3. Suhu tubuh Suhu tubuh mungkin meningkat bila terjadi dehidrasi 4. Payudara Produksi kolotrom 48 jam pertama, berlanjut pada susu matur biasanya pada hari ke- 3, mungkin lebih dini tergantung kapan menyusui dimulai 5. Fundus uteri Fundus uteri berada dalam midline, keras dan 2 cm dibawah umbilicus. Bila uterus lembek, lakukan masase sampai keras, bila fundus bergeser ke arah kanan midline, periksa adanya distensi kandung kemih 6. Kandung kemih Diuresis diantara hari ke 2 dan ke -2, kandung kemih ibu cepat terisi karena post partum dan cairan intravena. 7. Lochea Lochea rubra berlanjut sampai hari ke -23, menjadi lockhea serosa dengan aliran sedang. Bila darah mengalir dengan cepat, dicurigai terjadinya robekan servik.
8. Perineum Episiotomi dan perineum harus besih, tidak bewarna, dan tidak edema dan jahitan harus utuh. 9. Nyeri / ketidaknyamanan Nyeri tekan payudara / pembesaran dapat terjadi diantara hari ke- 3 sampai ke- 5 post partum. Periksa adanya nyeri yang berlebihan pada perineum dan adanya kematian dibawah episiotomi 10. Makanan / cairan Kehilangan nafsu makan dikeluhkan kira – kira hari ke- 3 11. Interaksi anak – orang tua Perlu diperhatikan ekspresi wajah orang tua ketika melihat pada bayinya, apa yang mereka dan apa yang mereka lakukan. Respon – respon negatif yang terlihat jelas menandakan adanya masalah 12. Integritas ego Peka ransang, takut / menangis (“post partum blues”) sering terlihat – kira 3 hari setelah melahirkan
kira
I.
Pathway Keperawatan Faktor Indikasi • • • •
Persalinan yang lama Gawat janin Gawat ibu Tindakan operasi
Episiotomi
Terputusnya Jaringan
Jaringan terbuka
Nyeri
Merusak pembuluh darah
Masa nifas
Pelepasan plasenta
Perubahan fisiologis
Perlukaan uterus
Perdarahan
Lokhea keluar
Resiko defisit volume darah
Kuman mudah berkembang Resti infeksi
Uterus kontraksi Adekuat
Tidak adekuat
Kontraksi uterus kuat
Kontraksi uterus lemah
Involusi uteri
Perdarahan
Atonia uteri
Bobak, 2004 Carpenito, 2000 Doenges, 2001
Payudara
Taking in
Taking hold
Penurunan hormone progesteron & estrogen
Kondisi ibu lemah
Belajar tentang hal baru dan mengalami perubahan yang signifikan
Peningkatan hormone prolaktin
Nyeri ASI keluar
Reflek bayi baik Efektif laktasi
Pembentukan ASI
Kelainan bayi dan ibu • Bayi menolak • Bibir sumbing • Putting lecet • Suplai tdk adekuat Tidak efektifnya laktasi
Perubahan psikologis
Terfokus pada diri sendiri Butuh pelayanan dan perlindungan Resiko gg proses parenting
Butuh informasi Kurang pengetahuan
Letting go Mampu menyesuaikan diri dengan keluarga
I. Diagnosa keperawatan 1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma mekanisme episiotomi. (Doenges, 2001) 2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan kerusakan kulit (Doenges, 2001) 3. Resiko tinggi konstipasi berhubungan dengan kurangnya aktivitas fisik, nyeri saat defekasi (Tucker, 1998) 4. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi. (Doenges, 2001) 5. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan suplai susu tidak adekuat, ketidakmampuan bayi menghisap puting susu dengan benar. (Carpenito. 1998) 6. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan hemoragi (Doenges, 2001) 7. Resiko tinggi terhadap perubahan peran orang tua (proses parenting berhubungan dengan transisi pada masa menjdai orang tua dan perubahan peran). (Doenges, 2001)
J. Fokus Intervensi 1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma mekanisme episiotomi
a. Tujuan : Mencegah atau meminimalkan nyeri Kriteria : 1) Nyeri berkurang atau hilang 2) Ekspresi wajah rileks. 3) Pasien mampu mendemonstrasikan dan mengungkapkan itervensi untuk mengatasi rasa nyeri dengan tepat, 4) Tanda – tanda vital normal (tekanan darah 120/80 mmHg, nadi
80-88
x/menit) b. Intervensi : 1) Tentukan lokasi dan sifat nyeri Rasional : Mengidentifikasi
kebutuhan
–
kebutuhan
khusus
dan
intervensi yang tepat 2) Inspeksi perbaikan perineum dan episiotomi. Rasional : Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan parineal dan terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi atau intervensi lebih lanjut
3) Anjurkan klien untuk duduk dengan mengontraksikan otot gluteal rasional: penggunaan pengencangan gluteal saaat duduk menurunkan stress dan tekanan darah langsung pada perineum.
4) Berikan informasi tentang berbagai strategi untuk menurunkan nyeri misalnya teknik relaksasi dan ditraksi Rasional : Menbantu meningkatkan rasa nyaman 5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik untuk mengurangi rasa nyeri Rasional : Meberikan kenyamanan sehingga klien dapat memfokuskan pada perawatan sendiri dan bayinya. 2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan kerusakan kulit. a. Tujuan: Infeksi tidak terjadi b. Kriteria 1) Luka episiotomi sembuh dengan sempurna dan tidak ada tanda – tanda infeksi (color,tumor,rubur,dolor dan fungsio laesa) 2) Pasien mapu mendemonstrasikan teknik – teknik untuk mneningkatkan penyembuhan, 3) Tanda – tanda vital dalam batas normal, terutama suhu (36-370c)
c. Intervensi 1) Kaji adanya perubahan suhu. Rasional : Peningkatan suhu sampai 380C pada 2-10 hari setelah melahirkan sangat menandakan infeksi
2) Obsevasi episiotomi seperti adanya kemerahan, nyeri tekan yang berlebihan dan eksudat yang berlebihan. Rasional : Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan perienal dan terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi atau intevensi lebih lanjut. 3) Anjurkan pada pasien untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh genital. Rasional : Membantu mencegah/menghalangi penyebaran infeksi 4) Catat jumlah dan bau lokhea atau perubahan yang abnormal Rasional : Lokhea normal mempunyai bau amis, lokhea yang purulen dan bau busuk menunjukkan adanya infeksi 5) Anjurkan pada pasien untuk mencuci perineum dengan menggunakan sabun dari depan ke belakang Rasional : Membantu mencegah kontaminasi rectal memasuki vagina atau uretra. 6) Ajarkan pada klien tentang cara perawatan luka perineum. Rasional : Meningkatkan pengetahuan klien tentang perawatan vulva/ perineum. 7) Berikan informasi tentang makanan pilihan tinggi protein, vitamin C dan zat besi. Rasional : Membantu
meningkatkan
jaringan baru. 8) Kaji status nutrisi klien.
penyembuhan
dan
regenerasi
Rasional : Klien yang BBnya 20 % di bawah BB normal atau yang anemis lebih rentan terjadi infeksi post partum. 9) Tingkatkan tidur dan istirahat Rasional : Menurunkan laju metabolisme dan memungkinkan nutrisi dan oksigen digunakan untuk proses pemulihan dari pada untuk kebutuhan energi. 10) Kaji jumlah sel darah putih Rasional : meningkatan SDP (Sel Darah Putih) pada 10-12 hari pertama post partum adalah normal sebagai mekanisme perlindungan. 11) Kolaborasi untuk pemberian anti biotik. Rasional : Mencegah infeksi dan penyebaran ke jaringan sekitar. 3. Resiko tinggi konstipasi berhubungan dengan kurangnya aktivitas fisik dan nyeri saat defekasi. a. Tujuan: Konstipasi tidak terjadi.
b. Kriteria: Pasien mampu melakukan kembali kebiasaan defekasi seperti biasanya dengan ketidaknyamanan minimal, c. Intervensi: 1) Auskultasi adanya bising usus. Rasional : Mengevaluasi fungsi usus.
2) Kaji terhadap adanya hemoroid dan berikan informasi tentang memasukan kembali hemoroid kembali ke dalam rektal dengan jari yang dilumasi. Rasional : Menurunkan ukuran hemoroid, menghilangkan gatal dan ketidaknyamanan dan meningkatkan vaso konstriksi lokal. 3) Anjurkan klien untuk minum secara adekuat + 1500 - 2000 ml/hari. Rasional : peningkatan cairan akan merangsang eliminasi. 4) Anjurkan klien untuk mengkonsumsi bahan makanan yang berserat tinggi seperti: sayuran dan buah-buahan. Rasional : Merangsang peristaltik usus. 5) Anjurkan klien untuk rendam duduk dengan air hangat sebelum relaksasi. Rasional : Meningkatkan kenyamanan dan mengurangi rasa nyeri. 6) Anjurkan pasien untuk ambulasi sesuai toleransi. Rasional : membantu meningkatkan peristaltik gastro intestinal.
7) Berikan pelunak feses atau laksatif jika diindikasikan. Rasional : Untuk meningkatkan kembali kebiasaan defekasi normal dan mencegah mengejang atau stress perineal selama defekasi. 4. Kurang
pengetahuan
mengenai
perawatan
diri
dan
perawatan
berhubungan, dengan tidak mengenai sumber Informasi. a. Tujuan : Pengetahuan pasien meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan. b. Kriteria:
bayi
1) Pasien mampu menyatakan pemahaman tentang pemberian instruksi atau informasi. 2) Pasien mampu mendemonstrasikan prosedur belajar dengan tepat. c. Intervensi. 1) Bantu pasien dalam mengidentifikasi kebutuhannya. Rasional : Membantu klien dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan untuk mengembangkan rencana keperawatan. 2) Berikan informasi tentang perawatan diri dan bayi. Rasional : Agar pasien mengerti tentang program dan latihan yang hams dilakukan setelah melahirkan. 3) Ajarkan pada pasien tentang cara perawatan bayi dan lakukan prosedur demonstrasi yang benar.
Rasional : Agar klien mengerti dan mampu melakukan tindakan yang diajarkan. 4) Beri kesempatan pasien untuk merawat bayinya. Rasional : Memberi kesempatan pada klien untuk mencoba,
atau
mempraktekkan ketrampilannya dalam merawat bayi. 5) Lakukan rencana penyuluhan sesegera mungkin setelah penerimaan perkiraan, pada kondisi dan kesiapan untuk belajar. Rasional : Dengan kesiapan klien belajar dapat mempermudah klien menerima informasi – informasi yang baru.
5. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan
suplai
susu tidak adekuat.
Ketidakmampuan bayi menghisap puting susu dengan benar. a. Tujuan : Menyusui menjadi efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan. b. Kriteria: 1) Ibu mampu mengenal cara memberikan ASI. 2) Bayi mencapai keadaan nutrisi yang cukup ditunjukkan dengan peningkatan berat badan, tumbuh kembang dalam batas normal, atau batas yang diharapkan, bayi tidak rewel. 3) Reflek hisap bayi kuat. c. Intervensi. 1) Kaji pengetahuan pasien tentang menyusui sebelumnya. Rasional : Untuk mengidenfinkasi pengalaman klien tentang menyusui. 2) Beri informasi mengenai Fisiologi dan keuntungan menyusui, perawatan payudara, dan faktor-faktor yang memudahkan atau mengganggu keberhasilan menyusui. Rasional : Membantu klien dalam menangani permasalahannya tentang menyusui sehingga dapat meningkatkan pengetahuan klien. 3) Demonstrasikan tentang tehnik-tehnik menyusui. Rasional : Agar
klien
mengerti
dan
memahami
serta
mampu
melaksanakan tindakan yang direncanakan. 4) Anjurkan pada klien untuk menyusui bayinya secara teratur dan sesering mungkin.
Rasional : Untuk merangsang produksi air susu dan mengurangi resiko terjadinya pembengkakan pada payudara. 5) Anjurkan pada klien untuk tidak menggunakan BH yang terlalu kencang. Rasional : Dengan pelindung putting dapat menyebabkan tekanan sehingga mengganggu proses laktasi.
6. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan hemoragi. a. Tujuan : Mempertahankan keseimbangan volume cairan. b. Kriteria: 1) Intake dan output seimbang. 2) Tanda-tanda vital normal, dan tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi. 3) Berat badan pasien dalam batas normal. 4) Pasien dan keluarga mengungkapkan pengetahuan tentang pengawasan status cairan. c. Intervensi. 1) Monitor tanda-tanda vital. Rasional: : Untuk mengidentifikasi perubahan-perubahan yang terjadi dan untuk menentukan rencana intervensi yang tepat. 2) Awasi turgor kulit
Rasional : Dengan adanya tanda – tanda tersebut menunjukkan adanya dehidrasi atau kurangnya frekuensi volume cairan dalam tubuh. 3) Monitor intake dan output dan timbang berat bada setiap hari Rasional : Membantu dalam menganalisa kesimbangan cairan dan derajat kekurangan. 4) Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan sedikitnya 8 gelas sehari Rasional : Menggantikan kehilangan cairan kerana kelahiran dan diaforesis 5) Pertahankan terapi mtra vena untuk penggantian cairan sesuai instruksi Rasional : Menggantikan kehilangan karena kelahiran dan diaporesis. 7. Resiko tinggi terhadap perubahan proses parenting berhubungan dengan masa transisi menjadi orang tua atau penambahan anggota keluarga a. Tujuan : Pasien dapat dapat menerima perannya sebagai orang tua dan dapat terjalin hubungan hangat atara orang tua dan bayi. b. Kriteria : 1) Klien mengungkapkan masalahnya menjadi orang tua 2) Klien mampu mendiskusikan perannya sebagai orang tua 3) Klien mampu melakukan perawata bayi dengan benar. c. Intervensi : 1) Kaji respon klien atau pasangan terhadap kelahiran dan perannya menjadi orang tua
Rasional : Kemampuan klien untuk beradaptasi secara posistif untuk menjadi orang tua dipengaruhi oleh reaksi ayah dengan kuat
2) Beri kesempatan pada pasangan untuk rawat gabung Rasional : Memudahkan kedekatan, membantu mengembangkan proses pengenalan. 3) Anjurkan pada pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan bayi Rasional : Membantu meningkatkan ikatan dan mencegah perasaan putus asa dan menekankan realitas keadaan bayi. 4) Bantu dan anjurkan klien tentang cara perawatan bayi yang benar Rasional : Membantu orang tua belajar dasar-dasar keperawatan bayinya, meningkatkan diskusi dan pemecahan masalah bersama 5) Beri motifasi pada klien bahwa dia telah melakukan perawatan bayinya dengan baik. Rasional : Membantu meningkatkan percaya diri klien dalam melakukan perawatan diri dan bayinya