BAB II KONSEP DASAR
A. Definisi Skizofrenia (schizophrenia) adalah gangguan yang terjadi pada fungsi otak. Melinda Herman (2008), mendefinisikan skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi pasien, cara berfikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya (Neurogical disease that affects a person’s perception, thinking, language, emotion, and social behavior) (Yosep, 2009). Lebih dari 90% pasien dengan skizofrenia mengalami halusinasi. Meskipun bentuk halusinasinya bervariasi, tetapi sebagian besar pasien dengan skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa mengalami halusinasi dengar. Halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsangan yang menimbulkannya (tidak ada objeknya). Halusinasi muncul sebagai suatu proses panjang yang berkaitan dengan kepribadian seseorang. Karena itu, halusinasi dipengaruhi oleh pengalaman psikologis seseorang (Baihaqi, 2007). Halusinasi merupakan persepsi yang salah pada semua rasa: pasien merasakan suara atau bau meskipun sebenarnya tidak ada atau tidak terjadi (Craig, 2009). Halusinasi yaitu pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar/bangun, sadarnya mungkin organik, fungsional, psikotik, ataupun histerik (Maramis, 1980). Halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang sering adalah halusinasi pendengaran (Auditory-hearing voices or sounds). Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada, pasien merasa ada suara padahal tidak ada stimulus suara (Varacolis, 2006).
6
7
Halusinasi yang paling sering ditemui, biasanya berbentuk pendengaran tetapi dapat juga berupa halusinasi penglihatan, penciuman, dan perabaan.Halusinasi pendengaran (paling sering suara, satu atau beberapa orang) dapat pula berupa komentar tentang pasien atau peristiwa–peristiwa sekitar pasien. Suara–suara yang paling sering diterima pasien sebagai sesuatu yang berasal dari luar kepala pasien (Elvira, 2010). Halusinasi pendengaran yaitu perasaan stimulus yang sebenarnya tidak ada. Pada pasien dengan halusinasi pendengaran, pasien merasa ada suara, padahal tidak ada stimulus suara (Yosep, 2009). Halusinasi
auditif atau
halusinasi
pendengaran
merupakan
halusinasi yang seolah-olah mendengar suara manusia, hewan, barang, mesin, musik, atau suara kejadian alami yang tidak ada wujudnya (Sunaryo, 2004). Suara pada halusinasi dengar, suara dapat berasal dari dalam diri individu atau dari luar dirinya.Suara dapat dikenal (familiar) misalnya suara nenek yang meninggal.Suara dapat tunggal atau multipel.Isi suara dapat memerintahkan sesuatu pada klien atau seringnya perilaku klien sendiri.Klien merasa yakin bahwa suara itu berasal dari tuhan, setan, sahabat, atau musuh. Kadang-kadang suara yang muncul semacam bunyi bukan suara yang mengandung arti (Yosep, 2009).
B. Rentang respon Halusinasi Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individual yang terdapat dalam rentang respon neurobiologi. Jika pasien yang sehat presepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. Pasien halusinasi dapat mempresepsikan suatu stimulus dengan panca indra walaupun stimulus tersebut tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena suatu hal mengalami kelainanan
8
persensif yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang disebut sebagai ilusi (Stuart, 2009). Pasien mengalami jika interpertasi yang dilakukan terhadap stimulus panca indra tidak sesuai stimulus yang diterimanya, rentang respon tersebut sebagai berikut :
Adaptif
Maladaptif
Respon logis
Distorsi Fikiran
Gejala fikiran
Respon akurat
Pikiran menyimpang Delusi halusinasi
Perilaku sesuai
Perilaku aneh/
Perilaku disorganisasi
Hubungan sosial
tidak sesuai
Sulit berespon dengan
Menarik diri
pengalaman
Skema 2.1.Rentang respon halusinasi (Stuart, 2009). a. Respon adaptif 1. Pikiran logis Pendapat atau pertimbangan yang dapat diterima oleh akal. 2. Respon akurat Pandangan dari seseorang tentang suatu peristiwa secara cermat. 3. Perilaku sesuai Kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan individu tersebut diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang tidak bertentangan dengan moral. 4. Hubungan sosial Hubungan seseorang dengan orang lain dalam pergaulan ditengah – tengah masyarakat (Stuart, 2009). b. Respon transisi 1. Distorsi fikiran Kegagalan dalam mengabstrakan dan mengambil keputusan.
9
2. Ilusi Persepsi atau respon yang salah terhadap stimulasi sensori. 3. Reaksi emosi berlebihan atau berkurang Emosi yang diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai. 4. Perilaku aneh dan atau tidak sesuai Perilaku aneh yang tidak enak dipandang, membingungkan, kesukaran mengolah dan tidak kenal orang lain. 5. Menarik Diri Perilaku menghindar dari orang lain (Stuart, 2009). c. Respon maladaptif 1. Gangguan pikiran atau delusi Keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita sosial 2. Halusinasi Persepsi yang salah terhadap ranngsangan. 3. Sulit berespon emosi Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan, keakraban dan kedekatan. 4. Perilaku disorganisasi Ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang dirimbulkan. 5. Isolasi sosial Suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Stuart, 2009).
C. Etiologi 1. Faktor Predisposisi a. Faktor Perkembangan Tugas perkembangan pasien yang terganggu misalnya rendahnya control dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stres (Yosep, 2009).
10
b. Faktor Sosiokultural Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi (unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya (Yosep, 2009). c. Faktor Biokimia Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stres yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP). Akibat
stress
neurotransmitter
berkepanjangan otak.
Misalnya
menyebabkan terjadi
teraktivasinya
ketidakseimbangan
acetylcholine dan dopamine (Yosep, 2009). d. Faktor Psikolgis Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dalam alam nyata menuju alam khayal (Yosep, 2009). e. Faktor Genetik dan Pola Asuh Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang skizofrenia akan mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini (Yosep, 2009).
2. Faktor Presipitasi Perilaku Respon pasien terhadap halusinasi dapat berupa respons curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock (1993) unsur-unsur bio-
11
psiko-sosio-spiritual dari halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu: 1) Dimensi Fisik Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama. 2) Dimensi Emosional Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi.Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Pasien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut pasien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut. 3) Dimensi Intelektual Dalam dimensi ini, menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memeperlihatkan adanya fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian pasien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku pasien. 4) Dimensi Sosial Pasien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, pasien menganggap bahwa hidup besosialisasi di alam nyata merupakan sangat membahayakan. Pasien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, control diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman,
12
dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan pasien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung. 5) Dimensi Spiritual Secara spiritual, pasien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama sirkadiannya terganggu, karena ia saring tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk (Yosep, 2009).
D. Manifestasi Klinik Manifestasi klinik dari halusinasi dengar (Auditory-hearing voices or sounds) meliputi beberapa fase, yaitu : 1. Fase I: Sleep Disorder Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi. Pasien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karena berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dihiananti kekasih, masalah dikampus, drop out dsb. Masalah terasa menekan karena terakumulasi, sedangkan support system kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk.Sulit tidur berlangsung terus menerus, sehingga biasa menghayal. Pasien menanggap
13
lamunan-lamunan awal tersebut terhadap pemecahan masalah (Keliat, 2009). 2. Fase II: Comforting Moderate level of anxiety Halusinasi secara umum ia terima sebagai sesuatu yang alami. Pasien yang emosi secara berlanjut seperti adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba memusatkan pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya dapat ia kontrol bila kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada kecenderungan pasien merasa nyaman dengan halusinasinya (Keliat, 2009). 3. Fase III: Condemning Severe level of anxiety Secara umum halusinasi sering mendatangi pasien.Pengalaman sensori pasien menjadi sering datang dan mengalami bias. Pasien merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan pasien mulai menarik diri dari orang lain dengan intensitas waktu yang lama (Keliat, 2009). 4. Fase IV: Controlling Severe level of anxiety Fungsi sensori menjadi tidak relevan dengan kenyataan.Pasien mencoba
melawan
suara-suara
atau
sensory
abnormal
yang
datang.Pasien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan Psychotic (Keliat, 2009). 5. Fase V: Conquering Panic level of anxiety Pasien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya. Pengalaman sensorinya terganggu, pasien mulai merasa terancam dengan datangnya suara-suara terutama bila pasien tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama minimal 4 jam atau seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat (Keliat, 2009).
14
Selain fase pada halusinasi, terdapat manifestasi klinik lain dalam bentuk tahap, yaitu : 1. Tahap 1 : Halusinasi bersifat tidak menyenangkan Gejala Klinis : a. Menyeringai/tertawa tidak sesuai b. Menggerakkan bibir tanpa bicara c. Gerakan mata cepat d. Bicara lambat e. Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan 2. Tahap 2 : Halusinasi bersifat menjijikan Gejala klinis : a. Cemas b. Konsentrasi menurun c. Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata (Keliat, 2009). 3. Tahap 3 : Halusinasi bersifat mengendalikan Gejala klinis : a. Cenderung mengikuti halusinasi b. Kesulitan berhubungan dengan orang lain c. Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah d. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk). 4. Tahap 4 : Halusinasi bersifat menaklukkan Gejala klinis : a. Pasien mengikuti halusinasi b. Tidak mampu mengendalikan diri c. Tidak mampu mengikuti perintah nyata d. Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan (Keliat, 2009).
15
E. Pohon Masalah Masalah keperawatan untuk kasus halusinasi pendengaran dapat digambarkan dalam pohon masalah sebagai berikut:
Resiko mencederai diri, orang lain, dan lingkungan
Perubahan Sensori perseptual: Halusinasi
Core Problem
Isolasi sosial : menarik diri
Harga Diri Rendah
Koping Individu Tidak Efektif
Skema 2.2. Pohon Masalah Halusinasi (Keliat, 2009).
F. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji 1. Masalah Keperawatan a. Halusinasi pendengaran b. Resiko mencederai diri, orang lain, dan lingkungan c. Menarik diri d. Harga Diri Rendah e. Koping individu tidak efektif (Carpenito, 2006). 2. Data yang Perlu Dikaji a. Perubahan sensori perseptual : halusinasi pendengaran Data Subjektif : 1) Pasien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata. 2) Pasien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
16
3) Pasien ingin memukul/melempar barang-barang (Keliat, 2009). Data Objektif : 1) Pasien berbicara dan tertawa sendiri 2) Pasien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu 3) Pasien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu. 4) Marah – marah tanpa sebab 5) Menutup telinga 6) Ada gerakan tangan (Yosep, 2009). b. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan Data Subyektif : 1) Pasien mengatakan benci atau kesal pada seseorang. 2) Pasien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jikasedang kesal atau marah. 3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya(Azizah, 2011). Data Objektif : 1) Mata merah, wajah agak merah. 2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri sendiri/orang lain. 3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam. 4) Merusak dan melempar barang-barang (Stuart, 2009). c. Menarik diri Data Subyektif : Pasien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri, pasien merasa tidak berguna, pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu (Yosep, 2009). Data Obyektif : Pasien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup,
17
Apatis, Ekspresi sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada saat tidur, Menolak berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan (Keliat, 2009). d. Harga diri rendah Data Subyektif : Mengungkapkan ketidakmampuan dalam meminta bantuan orang lain dan mengungkapkan rasa malu serta tidak bisa jika diajak melakukan sesuatu (Videbeck, 2008). Data Obyektif : Tampak ketergantungan dengan orang lain, tampak sedih serta tidak melakukan aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan, wajah tampak murung (Keliat, 2009).
18
H. Intervensi dan Rasional Rencana tindakan keperawatan pasien dengan Halusinasi pendengaran, Menarik Diri dan Harga Diri Rendah. No 1.
Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan :
Pasien
Kriteria Evaluasi
Halusinasi
TUM
Pendengaran
mengontrol halusinasi yang
Rasional
Intervensi
TTD
dapat
dialaminya TUK 1 : Pasien dapat
1. Setelah dilakukan interaksi
1.
Bina
hubungan
saling
1. Hubungan saling percaya
membina hubungan saling
dengan pasien selama 1x24 jam,
percaya dengan menggunakan
merupakan
pecaya
pasen dapat menunjukkan tanda –
prinsip komunikasi terapeutik :
menentukan
tanda percaya kepada perawat :
a.
Sapa pasien dengan ramah,
rencana selanjutnya.
langkah
awal
keberhasilan
a.
Ekspresi wajah bersahabat.
baik verbal maupun non
2. Untuk
b.
Menunjukkan rasa senang.
verbal.
kontak
c.
Ada kontak mata
Perkenalkan nama lengkap,
halusinasinya yaitu dengan
d.
Mau menjabat tangan.
nama panggilan dan tujuan
mengenal halusinasi akan
e.
Mau menyebutkan nama.
perawat berkenalan.
membantu mengurangi dan
f.
Mau duduk berdampingan
g.
b.
c.
Tanyakan
nama
lengkap
dengan perawat.
pasien dan nama panggilan
Bersedia mengungkapkan
yang disukai pasien.
mengurangi pasien
dengan
menghilangkan halusinasi.
18
19
perasaan yang dirasakan.
d.
Buat kontrak yang jelas.
e.
Tunjukkan sikap yang jujur dan menepati janji setiap kali interaksi.
f.
Tunjukkan
sikap
empati
dan menerima apa adanya. g.
Beri
perhatian
kepada
pasien dan memperhatikan kebutuhan dasar pasien. h.
Tanyakan perasaan pasien dan masalah yang dihadapi.
TUK 2 : Pasien
Pasien dapat
halusinasinya.
mengenal
1. Adakan kontak sering dan
1. Mengetahui
halusinasinya dengan kriteria hasil
singkat secara bertahap.
halusinasi datang serta untuk
:
2. Tanyakan
a.
mampu
Pasien
dapat
mengenali
menyebutkan
apa
didengar dari halusinasinya.
waktu, timbulnya halusinasi.
3. Tanyakan
b.
halusinasinya datang.
Pasien dapat mengidentifikasi
yang
4. Tanyakan isi halusinasinya.
halusinasi.
5. Bantu
c.
halusinasinya
Pasien dapat mengungkapkan
perasaannya
saat
muncul
a. Jika
menentukan tindakan yang tepat atas halusinasinya.
kapan
kapan frekuensi situasi saat terjadi
pasien
apakah
mengenal
menemukan
pasien
2. Mengenalkan
pada
19
20
halusinasi.
sedang
halusinasi,
pasien terhadap halusinasinya
tanyakan apakah ada suara
dan mengidentifikasi factor
yang didengar.
pencetus halusinasinya.
b. Jika pasien menjawab ada, lanjutkan
apa
yang
dikatakan. c. Katakan
bahwa
perawat
percaya pasien mendengar suara itu, namun perawat sendiri
tidak
mendengarnya nada
bersahabat,
menuduh
(dengan tanpa atau
menghakimi). d. Katakan bahwa pasien lain juga yang seperti pasien. e. Katakan
bahwa
perawat
akan membantu pasien. 6. Diskusikan dengan pasien: a.
Situasi
yang
menimbulkan atau tidak
20
21
menimbulkan halusinasi. b.
3. Menentukan
tindakan
Waktu,
frekuensi
yang sesuai bagi pasien untuk
terjadinya
halusinasi
mengontrol halusinasinya.
(pagi, siang, sore dan, malam atau jika sendiri, jengkel atau sedih). 7. Diskusikan dengan pasien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah/takut, sedih, senang)
beri
kesempatan
mengungkapkan perasaan. TUK 3: Pasien
1. Pasien dapat mengidentifikasi dapat
halusinasinya.
mengontrol
1.
Idenifikasi bersama pasien
tindakan yang dilakukan untuk
tindakan
yang
biasa
halusinasinya.
dilakukan
bila
terjadi
2. Pasien dapat menunjukkan cara
halusinasi.
baru untuk mengontrol halusinasi.
2.
Diskusikan manfaat dan cara
yang
pasien
digunakan
untuk,
jika
bermanfaat berikan pujian. 3.
Diskusikan
cara
baik
21
22
mengontrol
timbulnya
halusinasi a.
Dengan cara menghardik, katakana “saya tidak mau dengar kamu” (pada saat halusinasi terjadi).
b.
Temui
orang
(perawat,
lain
teman
atau
anggota keluarga) untuk bercakap-cakap mengatakan
atau halusinasi
yang didengar. c.
Membuat jadwal kegiatan sehari-hari.
d.
Meminta keluarga, teman atau
perawat
menyapa
untuk
pasien
jika
terlihat berbicara sendiri, melamun
atau
kegiatan
yang tidak terkontrol. 4.
Bantu
pasien
untuk
22
23
memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap. 5.
Beri
kesempatan
melakukan
cara
untuk yang
dilatih. Evaluasi hasilnya dan
beri
pujian
jika
berhasil. 6.
Anjurkan
pasien
mengikuti orientasi
TAK,
jenis
realita,
atau
stimulasi persepsi. TUK 4:
1. Pasien dapat memilih cara
1. Anjurkan
Pasien dapat dukungan dari
mengatasi halusinasi.
member
keluarga dalam mengontrol
2. Pasien melaksanakan cara yang
mengalami halusinasi.
halusinasi.
halusinasinya.
telah
2. Diskusikan dengan keluarga
2. Periode berlangsungnya
halusinasinya.
(pada saat keluarga berkunjung
halusinasinya :
3. Pasien dapat mengikuti TAK.
atau kunjungan rumah).
dipilih
untuk
memutus
a.
pasien
tahu
keluarga
untuk jika
Gejala halusinasi yang
Cara
pasien
menentukan cara mengontrol
a. Memberi support kepada
dialami pasien. b.
1. Membantu
pasien. b. Menambah pengetahuan
yang
dapat
pasien
untuk
melakukan
23
24
dilakukan pasien dan keluarga
tindakan
untuk memutus halusinasi.
halusinasi.
c.
Cara merawat anggota
keluarga
yang
mengalami
pencegahan
3. Membantu pasien untuk beradaptasi
dengan
cara
halusinasi di rumah : beri
alternatif yang ada.
kegiatan,
4. Memberi motivasi agar
sendiri,
jangan makan
biarkan bersama,
cara diulang kembali.
bepergian bersama. d.
Beri informasi waktu
follow up atau kapan perlu mendapat bantuan halusinasi tidak terkontrol dan risiko mencederai orang lain. 3.
Diskusikan
dengan
keluarga dan pasien tentang jenis,
dosis,
frekuensi
dan
manfaat obat. 4.
Pastikan pasien minum obat
sesuai dengan program dokter.
24
25
TUK 5 :
1.
Pasien dapat menggunakan
Keluarga
dapat
membina
Anjurkan pasien bicara
1. Partisipasi pasien dalam
hubungan saling percaya dengan
dengan dokter tentang
tindakan tersebut, membantu
obat dengan benar untuk
perawat.
manfaat
dan
efek
pasien beraktivitas sehingga
mengendalikan
2.
samping
obat
yang
halusinasi tidak muncul.
halusinasinya.
pengertian, tanda dan tindakan
Keluarga dapat menyebutkan
untuk mengalihkan halusinasi 3.
1.
dirasakan. 2.
Pasien dan keluarga dapat
menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping obat. 4.
3.
Pasien minum obat secara
teratur. 5.
Pasien
Diskusikan
2. Keluarga akibat
membantu
tanpa konsultasi.
meningkatkan
menggunakan
pasien obat
dengan prinsip 5 benar. dapat
informasi
orang terdekat yang bisa
berhenti minum obat
Bantu
merupakan
pasien, pengetahuan
keluarga dan cara merawat pasien halusinasi. 3. Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang
tentang manfaat dan efek samping
obat yang diminum pasien.
obat.
4. Meningkatkan
6.
Pasien
dapat
memahami
pengetahuan
tentang
akibat berhenti minum obat tanpa
samping obat.
konsultasi.
5. Mengetahui
7.
Pasien
dapat
menyebutkan
prinsip 5 benar penggunaan obat.
efek
reaksi
setelah minum obat. 6. Ketepatan prinsip 5 benar minum
obat
penyembuhan
membantu dan
25
26
menghindari
kesalahan
minum obat. 2.
Menarik Diri
TUM : Pasien
Setelah 2 x 24 jam, pasien dapat dapat
berinteraksi
menerima kehadiran perawat.
dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi. TUK 1 : Pasien
1. dapat
membina
hubungan saling percaya.
Pasien dapat mengungkapkan
perasaan
dan
keberadaannya
secara verbal. a. Pasien mau manjawab salam. b. Pasien mau berjabat tangan. c. Pasien
mau
menjawab
pertanyaan.
mau
berdampingan perawat.
Bina
hubungan
saling
Hubungan
percaya
dengan
merupakan
menggunakan
prinsip
menentukan
komunikasi terapeutik : a. Sapa
pasien
dengan
baik
verbal
ramah,
saling langkah
percaya awal
keberhasilan
rencana selanjutnya.
maupun non verbal.
d. Ada kontak mata. e. Pasien
1.
b. Perkenalkan duduk dengan
nama
lengkap, nama panggilan dan
tujuan
perawat
berkenalan. c. Tanyakan nama lengkap pasien
dan
nama
panggilan
yang disukai
pasien.
26
27
d. Buat kontrak yang jelas. e. Tunjukkan
sikap
yang
jujur dan menepati janji setiap kali interaksi. f. Tunjukkan sikap empati dan menerima apa adanya. g. Beri
perhatian
kepada
pasien dan memperhatikan kebutuhan dasar pasien.
TUK 2 :
Pasien
dapat
Pasien dapat menyabutkan
penyebab
penyebab menarik diri.
berasal dari :
menarik
menyebutkan diri
yang
1.
Kaji pengetahuan pasien
Dengan mengetahui tanda –
tentang perilaku menarik diri
tanda dan gejala menarik diri,
dan tanda – tandanya.
akan menentukan intervensi selanjutnya.
a.
Diri sendiri
2.
Beriikan kesempatan pada
b.
Orang lain
pasien untuk mengungkapkan
c.
Lingkungan.
perasaan penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul. 3.
Diskusikan dengan pasien
tentang perilaku menarik diri, tanda dan gejala. 4.
Berikan pujian terhadap
27
28
kemampuan
pasien
mengungkapkan perasaannya. TUK 3 :
Pasien
Pasien dapat menyabutkan
keuntungan berhubungan dengan
tentang keuntungan dan manfaat
keuntungan
orang lain, missal banyak teman,
bergaul dengan orang lain.
tidak sendiri, dapat berdiskusi.
2.
dengan
berhubungan
orang
lain
dan
dapat
menyebutkan
1.
Kaji pengetahuan pasien
Reinforcement
dapat
meningkatkan harga diri.
Beri kesempatan kepada
kerugian tidak berhubungan
pasien untuk mengungkapkan
dengan orang lain.
perasaannya tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain. 3.
Diskusikan
pasien
tentang
bersama manfaat
berhubungan dengan orang lain. 4.
Kaji pengetahuan pasien
tentang
kerugian
bila
tidak
berhubungan dengan orang lain. 5.
Beri kesempatan kepada
pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain. 6.
Diskusikan
bersama
28
29
pasien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. 7.
Beri reinforcement positif
terhadap
kemampuan
mengungkapkan tentang
perasaan
kerugian
tidak
berhubungan dengan orang lain. TUK 4 :
Pasien
Pasien dapat melaksanakan
kerugian
hubungan
denngan orang lain missal :
orang lain.
berhubungan dengan orang
Sendiri, tidak punya teman, sepi,
2.
lain.
dll.
untuk
bertahap.
sosial
secara
dapat tidak
menyebutkan
1.
Kaji kemampuan pasien
berhubungan
membina
hubungan
dengan
Dorong dan bantu pasien berhubungan
Mengetahui
sejauh
mana
pengetahuan pasien tentang
dengan
orang lain melalui : a. Pasien – perawat b. Pasien – perawat – perawat lain c. Pasien – perawat – perawat lain – pasien lain d. Pasien – kelompok kecil e. Pasien
–
29
30
keluarga/kelompok/ masyarakat. 3. Beri reinforcement terhadap keberhasilan yang telah dicapai di rumah nanti. 4. Bantu pasien mengevaluasi manfaat berhubungan dnegan orang lain. 5. Diskusikan jadwal
harian
yang dapat dilakukan bersama pasien dalam mengisi waktu. 6. Motivasi
pasien
dalam
kegiatan
TAK
reinforcement
atas
mengikuti sosialisasi. 7. Beri
kegiatan pasien dalam 8. kegiatan ruangan. TUK 5 : Pasien
dapat
mengungkapkan perasaannya
setelah
Pasien dapat mendemonstrasikan
1.
hubungan sosial secara bertahap :
mengungkapkan
a.
Pasien- perawat
b.
Pasien
–
perawat
–
Dorong
pasien
untuk
perasaannya
1.
Agar
percaya
pasien
lebih
diri
untuk
bila berhubungan dengan orang
berhubungan dengan orang
lain.
lain.
30
31
berhubungan dengan orang lain.
perawat lain c.
Pasien
2.
–
perawat
2.
Mengetahui
sejauh
tentang manfaat berhubungan
mana
perawat lain – pasien lain
dengan orang lain.
tentang kerugian bila tidak
d.
Pasien – kelompok kecil
3.
berhubungan dengan orang
e.
Pasien
atas kemampuan pasien dalam
–
–
Diskusikan dengan pasien
keluarga/
kelompok/ masyarakat.
Beri reinforcement positif
mengungkapkan
pengetahuan
pasien
lain.
perasaan
manfaat berhubungan dengan orang lain. TUK 6 : Pasien memberdayakan
Pasien dapat sistem
perasaan
dapat
mengungkapkan
setelah
1. BHSP dengan keluarga.
berhubungan
dengan orang lain untuk :
dan
b. Sampaikan tujuan.
berhubungan dengan orang lain.
a.
Diri sendiri
c. Membuat kontrak.
keluarga
b.
Orang lain
d. Explorasi
mengembangkan
Keluarga dapat :
berhubungan dengan orang
b.
Cara
keluarga tentang:
c.
Berpartisipasi
dalam
pengetahuan
sejauh
tentang membina hubunngan
2.
menarik diri.
Mengetahui
tidak
Diskusikan dengan anggota
Menjelaskan perasaannya
lain.
akibat
mana
a.
pasien
perasaan 2.
tahu
keluarga.
kemampuan pasien untuk
merawat
Agar pasien percaya diri
a. Salam, perkenalan diri.
pendukung keluarga atau mampu
1.
pasien
dengan orang lain.
a. Perilaku menarik diri
3.
b. Penyebab
perasaan
tidak
nyaman,
bimbang
karena
memulai
perawatan pasien menarik
menarik diri
diri.
c. Cara sedang
perilaku
keluarga
yang
menghadapi
Pasien dapat mengobati
hubungan dengan orang lain. 4.
Motivasi
dapat
31
32
3.
perilaku menarik diri
mendorong
Dorong anggota keluarga
lebih semangat dan percaya
untuk memberikan dukungan kepada
pasien
diri.
cara 5.
lain.
berhubungan dengan orang Anjurkan anggota keluarga
Rendah
tentang
manfaat
lain. Reinforcement
mengunjungi pasien minimal 1x
meningkatkan
seminggu.
diri pasien.
5.
Diri
Agar pasien tahu dan
terbuka
secara rutin dan bergantian 6.
Harga
untuk
berkomunikasi dengan orang
4.
3.
pasien
Beri reinforcement atas hal 7.
dapat
kepercayaan
Dengan
dukungan
– hal yang telah dicapai oleh
keluarga, pasien akan merasa
keluarga.
diperhatikan.
TUM : Pasien
dapat
hubungan
melakukan
sosial
secara
bertahap.
TUK 1 : Pasien
1. Pasien dapat mengungkapkan dapat
membina
perasaan
dan
keberadaannya
1. Bina
hubungan
saling
percaya dengan menggunakan
Hubungan akan
saling
percaya
menimbulkan
32
33
hubungan saling percaya.
secara verbal. a.
prinsip komunikasi terapeutik :
Pasien mau manjawab salam.
b.
Pasien
mau
berjabat
Pasien
mau
Ada
kontak
mata. e. duduk
dengan
baik
verbal
maupun non verbal. b. Perkenalkan
menjawab pertanyaan. d.
pasien
ramah,
tangan. c.
a. Sapa
kepercayaan perawat
sehingga
memudahkan pelaksanaan
nama
pasien
pada akan dalam
tindakan
selanjutnya.
lengkap, nama panggilan dan
tujuan
perawat
berkenalan. c. Tanyakan nama lengkap
Pasien
mau
berdampingan
dengan perawat.
pasien
dan
nama
panggilan
yang disukai
pasien. d. Buat kontrak yang jelas. e. Tunjukkan
sikap
yang
jujur dan menepati janji setiap kali interaksi. f. Tunjukkan sikap empati dan menerima apa adanya. g. Beri
perhatian
kepada
pasien dan memperhatikan kebutuhan dasar pasien.
33
34
TUK 2 :
Pasien mampu mempertahankan
Pasien
dapat
a.
aspek positif.
mengidentifikasi kemampuan
dan
Diskusikan kemampua
Pujian akan meningkatkan
dan aspek positif yang
harga diri pasien
dimiliki pasien dan beri aspek
reinforcement
positif yang dimiliki.
atas
kemampuan mengungkapkan perasaannya. b.
Saat bertemu pasien, hindarkan
member
penilaian
negatif.
Utamakan
member
pujian yang realistis. TUK 3: Pasien
a. dapat
kemampuan digunakan.
yang
menilai dapat
b.
Kebutuhan
Diskusikan kemampuan
Peningkatan
terpenuhi
pasien yang dapat dapat
mendorong
Pasien dapat melakukan
digunakan selama sakit.
mandiri.
aktivitas terarah.
pasien
a.
b.
Diskusikan
kemampuan pasien
untuk
juga
kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaan di rumah sakit dan di rumah.
34
35
TUK 4:
a.
Pasien
mampu
a.
bersaa
Pelaksanaan kegiatan secara
pasien aktivitas yang
mandiri modal awal untuk meningkatkan harga diri.
Pasien dapat menetapkan
beraktivitas
dan merencanakan kegiatan
kemampuan.
dapat dilakukan setiap
Pasien mengikuti terapi
hari sesuai kemampuan:
aktivitas kelompok.
kegiatan
mandiri,
kegiatan
dengan
bantuan
minimal,
kegiatan
dengan
sesuai dengan kamampuan yang dimiliki.
b.
sesuai
Rencanakan
bantuan total. b.
Tingkatkan
kegiatan
sesuai dengan toleransi kondisi pasien. c.
Beri
contoh
pelaksanaan yang
boleh
cara kegiatan pasien
lakukan (sering pasien takut melaksanakannya). TUK 5 : Pasien
Pasien mampu beaktivitaas sesuai dapat
melakukan
kegiatan sesuai kondisi sakit
kemampuan
a.
Beri kesempatan pasien
Dengan aktivitas pasien akan
untuk
mengetahui kemampuannya.
kegiatan
mencoba yang
35
36
dan kemampuannya.
direncanakan. b.
Beri
pujian
atas
keberhasilan pasien. c.
Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
TUK 6 : Pasien memamanfaatkan pendukung yang ada.
a. dapat sistem
b.
Pasien mampu melakukan
a.
Beri
pendidikan
keluarga
dan
pengertian
keluarga
akan
apa yang diajarkan.
kesehatan
Pasien
keluarga tentang cara
dapat
merawat pasien harga
meningkatkan
diri rendah.
pasien.
mau
memberi
dukungan.
b.
pada
Perhatian
membantu harga
diri
Bantu keluarga member dukungan
selama
pasien dirawat.
36
37
I.
Strategi Komunikasi (SP) Strategi komunikasi (SP) yang dilakukan pada pasien Halusinasi, Menarik Diri, dan Harga Diri Rendah yaitu sebagai berikut : Diagnosa Keperawatan Halusinasi
Pasien SP 1 a.
b.
c. SP 2 a. b.
c. SP 3 a. b. c.
SP 4 a. b. c. d. e.
Mengenal halusinasi : 1) Isi 2) Frekuensi 3) Waktu terjadinya 4) Situasi pencetus 5) Perasaan saat terjadi halusinasi Lebih mengontrol halusinasi dengan cara : 1) Menghardik Memasukkan dalam jadwal kegiatan pasien. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1) Melatih berbicara dengan orang lain saat halusinasi muncul Masukkan jadwal
Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan 2) Melatih kegiatan agar halusinasi tidak muncul Masukkan jadwal
Evaluasi jadwal pasien yang lalu (SP 1, 2, 3) Menanyakan pengobatan sebelumnya. Menjelaskan tentang pengobatan (5 benar) Melatih pasien minum obat Masukkan jadwal.
Keluarga SP 1 a.
b. c. d. e.
SP 2 a. b. c.
SP 3 a. b. c.
SP 4 a. b. c.
Mengidentifikasi maslah keluarga dalam merawat pasien Menjelaskan proses terjadinya halusinasi. Menjelaskan cara merawat pasien. Bermain peran cara merawat. RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien. Evaluasi kemampuan kel (SP 1) Latih keluarga merawat pasien. RTL keluarga/jadwal keluarga dalam merawat pasien. Evaluasi kemampuan keluarga (SP 2). Latih keluarga merawat pasien. RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien. Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1, 2, 3) Evaluasi kemampuan pasien. RTL keluarga : 1) Follow up 2) Rujukan
38
Menarik Diri
SP 1 a.
b. c. d. SP 2 a. b.
c. SP 3 a. b. c. SP 4 a. b. c.
Harga Diri Rendah
SP 1 a. b. c. d. e.
Identifikasi penyebab : 1) Siapa yang satu rumah dengan pasien? 2) Siapa yang dekat dengan pasien? Apa sebabnya? 3) Siapa yang tidak dekat dengan pasien? Apa sebabnya? Keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain. Latih berkenalan. Masukkan jadwal kegiatan pasien. Evaluasi SP 1. Latih berhubungan sosial secara bertahap (pasien dan keluarga). Masukkan jadwal kegiatan pasien. Evaluasi kegiatan SP 1, 2 Latih ADL (kegiatan seharihari), cara bicara. Masukkan jadwal kegiatan pasien. Evaluasi SP 1, 2, 3. Latih ADL (kegiatan seharihari), cara bicara. Masukkan jadwal kegiatan pasien.
Mengidentifikasi kemampuan positif yang dimiliki. Menilai kemampuan yang dapat dilakukan saat ini. Memilih kemampuan yang akan dilatih. Melatih kemampuan pertama yang telah dipilih. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien.
SP 1 a.
b. c. d. e.
SP 2 a. b. c.
SP 3 a. b. c.
SP 4 a. b. c.
SP 1 a.
b. c. d. e.
Identifikasi masalah yang dihadapi kel dalam merawat pasien Penjelasan Menarik Diri Cara merawat Menarik Diri. Latih (simulasi). RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien.
Evaluasi SP 1. Latih (langsung ke pasien). RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien.
Evaluasi SP 1 dan 2. Latih (langsung ke pasien). RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien. Evaluasi kemampuan keluarga. Evaluasi kemampuan pasien. RTL keluarga : 1) Follow up 2) Rujukan Mengidentifikasi masalah yang dirasakan dalam merawat pasien. Menjelaskan proses terjadinya HDR. Menjelaskan tentang cara merawat pasien HDR. Bermain peran dalam merawat pasien HDR. Menyusun RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien.
39
SP 2 a. b. c. d. SP 3 a. b. c.
Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1). Memilih kemampuan kedua yang dapat dilakukan. Melatih kemampuan yang dipilih. Masukkan dalam kegiatan pasien. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan 2). Memilih kemampuan ketiga yang dapat dilakukan. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien.
SP 2 a. b. c.
SP 3 a. b. c.
Evaluasi kemampuan SP 1 Latih keluarga langsung ke pasien. Menyusun RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien.
Evaluasi kemampuan keluarga. Evaluasi kemampuan pasien. RTL keluarga : 1) Follow up 2) Rujukan