BAB II KONFLIK PENGATURAN HUKUM PENDAFTARAN TANAH
A.
Pengaturan Pendaftaran Tanah Pendaftaran tanah diatur di dalam Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria kemudian dilaksanakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 terakhir telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah bersama-sama dengan peraturan perundangan lainnya pengaturan pendaftaran tanah terutama di dilaksankan berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pelaksanaan Pendaftaran Tanah. 1.
Eksistensi pengaturan pendaftaran tanah Pendaftaran tanah yang dikenal sekarang berasal dari Negara Mesir Kuno, berawal ketika Raja Fira’un memerintahkan pegawai kerajaannya agar mengembalikan patok-patok batas tanah pertanian rakyat yang hilang akibat sering meluapnya Sungai Nil, dalam perkembangannya oleh negara-negara di dunia pendaftaran tanah digunakan untuk mengatur hubungan hukum antara orang dengan tanah. Pendaftaran tanah di dalam bahasa Latin disebut capitastrum, di Jerman dan Itali disebut dengan Catastro, dalam bahasa Perancis disebut dengan Cadastre, akhirnya
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
dibawa Kolonial Belanda ke Indonesia populer dengan sebutan kadastrale atau kadaster, contohnya ada lembaga Kadastrale Dienst (Jawatan Pendaftaran Tanah) dan juga lembaga Kadaster Kantoor (Kantor Pendaftaran Tanah) yang ada pada zaman Belanda dan diatur berdasarkan peraturan Kolonial Belanda yang berkuasa pada waktu itu.35 Selanjutnya kadastrale atau kadaster kantoor berubah nama menjadi kantor agraria terakhir kantor pertanahan yang berada di setiap kabupaten dan kota di bawah kendali Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia a.
Lembaga penyelenggara pendaftaran tanah. Eksistensi lembaga penyelenggara pendaftaran tanah di Indonesia berawal dari plakkaat yang dikeluarkan Verenigde Oost Compagnie (VOC) tanggal 18 Agustus 1620 yang isinya antara lain menginstruksikan kepada Dewan Pemerintahan dan Peradilan (Baljuw dan Scheepen) zaman pemerintahan Kolonial Belanda untuk membuat daftar tanah dan pemiliknya di dalam buku daftardaftar (stadsboeken) yang nanti akan menjadi cikal bakal lahirnya Kadastrale Dienst dan Kadaster Kantoor selanjutnya menjadi lembaga pendaftaran tanah yang dikenal seperti sekarang ini. 36
35
R. Harmanses, 1966, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Ketikan Stensil, Jakarta, Halaman 3
dan 26. 36
Ibid., Halaman 14
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Lembaga pendaftaran tanah di Indonesia di tingkat pusat disebut dengan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia sedangkan di tingkat propinsi disebut dengan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi sementara di tingkat kabupaten dan kota disebut dengan kantor pertanahan kabupaten atau kota, sebagaimana terakhir ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan Nasional Tanggal 11 April 2006 kemudian dilaksanakan berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan yang ditetapkan pada Tanggal 16 Mei 2006 antara lain menyebutkan ; 1).
Kantor pertanahan instansi vertikal Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia di kabupaten/kota yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia melalui Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi.
2).
Kantor pertanahan dipimpin oleh seorang kepala.
3).
Kantor pertanahan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia di Kabupaten/Kota bersangkutan.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
4).
Kantor pertanahan mempunyai fungsi ;
a).
Penyusunan rencana, program dan penganggaran dalam rangka pelaksanaan tugas pertanahan.
b).
Pelayanan,
perizinan
dan
rekomendasi
bidang
pertanahan. c).
Pelaksanaan survey, pengukuran dan pemetaan dasar, pengukuran dan pemetaan bidang, pembukuan tanah, pemetaan tematik, dan survei potensi tanah.
d).
Pelaksanaan
penatagunaan
tanah,
landreform,
konsolidasi tanah dan penataan pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, wilayah tertentu. e).
Pengusulan dan pelaksanaan penetapan hak tanah, pendaftaran hak tanah, pemeliharaan data pertanahan dan administrasi tanah asset pemerintah.
f).
Pelaksanaan pengendalian pertanahan, pengelolaan tanah
negara,
tanah terlantar dan tanah
kritis,
peningkatan partispasi dan pemberdayaan masyarakat. g).
Penanganan konflik, sengketa dan perkara pertanahan.
h).
Pengkoordinasi kepentingan pengguna tanah.
i).
Pengelolaan Sistem Informasi Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS).
j).
Pemberian penerangan dan informasi pertanahan kepada masyarakat, pemerintah dan swasta.
k).
Pengkoordinasian penelitian dan pengembangan.
l).
Pengkordinasi pengembangan sumber daya manusia pertanahan
m). Pelaksana tata usaha kepegawaian, keuangan, sarana dan prasarana peraturan dan layanan pertanahan.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Kantor pertanahan kabupaten/kota mempunyai seorang Kepala Kantor yang membawahi 1 (satu) sub bagian dan 5 (lima) seksi sebagaimana lampiran bagan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2006 tanggal 16 Mei 2006 tersebut sebagai berikut ; BAGAN ORGANISASI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN / KOTA Kepala Kantor Pertanahan
Sub Bagian Tata Usaha
Urusan Perencanaan dan Keuangan
Seksi Pengturan dan Pena taan Pertanahan
Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan
Urusan Umum dan Kepegawaian
Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan
Seksi Hak Tanah dan Pendftaran Tanah
Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara
Subseksi Pengukuran dan Pemetaan
Subseksi Penetapan Hak Tanah
Subseksi Penatagunaan Tanah dan K.T.
Subseksi Pengendalian Pertanahan
Subseksi Sengketa dan Kon flik Pertanahan
Subseksi Tematik dan Potensi Tanah
Subseksi Pengaturan Tanah Pemrtnh
Subseksi Landreform dan Konsolidasi Tanh
Subseksi Pemberdayaan Masyarakat
Subseksi Perkara Pertanahan
Subseksi Pendaftaran Hak Subseksi Peralihn, Pemb Hak dan PPAT
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Selanjutnya Sub Bagian Tata Usaha membawahi 2 (dua) sub urusan, masing-masing Urusan Umum dan Kepegawaian dan Urusan Perencanaan dan Keuangan sedangkan setiap masingmasing Seksi membawahi 2 (dua) Sub Seksi, kecuali Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah membawahi 4 (empat) Sub Seksi seterusnya setiap sub urusan maupun sub seksi membawahi stafnya. b.
Pengertian-pengertian dalam pendaftaran tanah. Pengertian dan azas pendaftaran tanah diperlukan dalam pengaturan hukum pendaftaran tanah untuk memberi arah, pedoman atau tempat bersandarnya ketentuan pendaftaran tanah, sebagai berikut ; 1).
Pengertian pendaftaran tanah a).
Pengertian pendaftaran tanah zaman kolonial Pengertian
pendaftaran
tanah
pada
zaman
Kolonial Belanda sebagaimana pendapat para ahlinya antara lain ; 1)). Soutendijk dan Mulder berpendapat “Kadaster adalah suatu badan, yang dengan peta-peta dan daftar-daftar yang dibuat berdasarkan pengukuran
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
dan taksiran, memberi gambaran dan uraian tentang wilayah suatu negara dengan semua bagian-bagiannya
dan
bidang-bidang
tanah”
(Kadaster is een instelling, die door middel van plans of kaarten en registers, opgemaakt naar aanleiding van meting en schaatting, ons een beeld en een omschrijving van het grondgebeid van een staat in al zine onderdeelen en grens stukken geeft). 37 2)). Jaarsma
berpendapat bahwa “Kadaster adalah
suatu badan, dengan peta-peta dan daftar-daftar memberikan uraian tentang semua tanah-tanah yang terletak dalam wilayah suatu negara.” (Kadaster is een instelling, die door middel van kaarten en registers een omschrijving geeft van alle stukken grond, binnen het gebeid van den staat gelegen). 38 3)). Schermerhorn dan Steenis berpendapat bahwa “Kadaster itu dirumuskan sebagai suatu badan
37 38
Ibid., Halaman 4 Ibid., Halaman 4
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
pemerintah meregistrasi dan mengadministrasi keadaan hukum dari semua benda tetap dalam daerah tertentu termasuk semua perobahanperobahan yang terjadi dalam keadaan hukum.” (Het kadaster is een overheidsinstelling ter registratie on administratie van de rechtstoestand van alle onroende goederen in een bepaald gebeid met insluiting van alle weizigingen, die hierin in de loop der tijden voorkomen). 39 b).
Pengertian
pendaftaran
tanah
menurut
Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Pengertian pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 sebagai berikut ; Pasal 1
“Pendaftaran tanah diselenggarakan Jawatan Pendaftaran ketentuan
Tanah ketentuan
dengan
menurut
dalam
Peraturan
Pemerintah ini dan mulai pada tanggal ditetapkan oleh Menteri Agraria untuk masing-masing daerah”.
39
Ibid., Halaman 4
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Pasal 2
“Pendaftaran tanah diselenggarakan desa demi desa atau daerah-daerah setingkat dengan itu”.
Berdasarkan bunyi pasal=pasal tersebut di atas dapat dipahami bahwa penegrtian pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 sebagai bentuk penyelenggaraan kegiatan, terutama penyelenggaraan kegiatan pengukuran desa demi desa atau dikenal juga dengan sertipikat tanah desa demi desa. c).
Pengertian
pendaftaran
tanah
menurut
Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Berdasarkan ketentuan di dalam Pasal 1 Angka (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang berbunnyi ; “Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan teratur, meliputi pengumpulan,
pengolahan,
pembukuan
dan
penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya”. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas diketahui bahwa pendaftaran tanah merupakan rangkaian kegiatan yang lebih bermakna berkesinambungan secara terus menerus yang dilaksanakan secara teratur terhadap pengumpulan dan pemeliharaan dan penyajian datanya.
2).
Pengertian subyek pendaftaran tanah Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 diketahui bahwa subyek hak atas tanah merupakan orang atau badan hukum sebagaimana ketentuan Pasal 21 Ayat (1) berbunyi “hanya Warga Negara Indonesia yang dapat punya hak milik, Ayat (2) pemerintah menetapkan badan-badan hukum yang dapat punya hak milik dan syaratnya”. Pasal 30 Ayat (1) berbunyi “yang dapat mempunyai hak guna usaha Warga Negara Indonesia , badan hukum yang
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia”. Pasal 36 Ayat (1) berbunyi “yang dapat mempunyai hak guna bangunan ialah Warga Negara Indonesia , badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia”. Pasal 42 berbunyi “yang dapat mempunyai hak pakai ialah Warga Negara Indonesia , warga negara asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia berkedudukan di Indonesia dan badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia”. Selanjutnya dikatakan bahwa subyek hukum (subject van een recht) merupakan orang perseorangan (nutuurlijke persoon)
atau
badan
hukum
(rechts
persoon)
yang
mempunyai hak, mempunyai kehendak dan dapat melakukan perbuatan hukum. 40 Pendapat tersebut dikaitkan dengan isi Undang-undang Pokok Agraria mengenai yang berhak atas tanah, maka
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
subyek hukum hak atas tanah merupakan orang atau badan hukum yang dapat mempunyai sesuatu hak atas tanah dan dapat melakukan perbuatan hukum guna untuk mengambil manfaat
bagi
kepentingan
dirinya,
keluarganya
dan
masyarakat bangsa serta akhirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun demikian sekalipun manusia diakui sebagai penyandang hak dan kewajiban, namun hukum dapat saja mengecualikan manusia sebagai makhluk hukum, dengan pengertian bahwa hukum boleh jadi tidak mengakui manusia sebagai orang dalam arti hukum yang dikaitkan dengan kemampuan manusia memikul beban secara hukum, jika hukum menentukan demikian, maka tertutup kemungkinan bagi manusia tersebut menjadi pembawa hak dan kewajiban selaku subyek hukum. 41 Dengan demikian dapat dipahami bahwa subyek hak atas tanah merupakan subyek hukum yang meliputi orang perseorangan atau badan hukum, namun demikian tetap saja dalam pembatasan tertentu, dengan pengertian bahwa tidak
40 41
Soedjono Dirdjosisworo,1991, Pengantar Imu Hukum, Rajawali Press, Jakarta, Halaman 126. Satjipto Rahardjo, 1996, Ilmu Hukum, PT. Citra Adtya Bhakti, Bandung, Halaman 67.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
semua orang atau badan hukum boleh atau dapat menjadi subyek hak atas tanah, sebagai berikut ; a)). Orang perseorangan yang identitasnya terdaftar selaku Warga Negara Indonesia
atau warga negara asing,
berdomisili di dalam atau di luar Wilayah Republik Indonesia dan tidak kehilangan hak memperoleh sesuatu hak atas tanah di Indonesia. b)). Badan hukum merupakan lembaga pemerintahan Indonesia, lembaga perwakilan negara asing, lembaga perwakilan internasional, badan usaha yang didirikan menurut hukum Indonesia dan yang berkedudukan di Indonesia atau badan hukum asing melalui penanaman modal asing di Indonesia, badan keagamaan atau badan sosial sesuai dengan ketentuan di dalam Pasal 1653 Kitab Undang-undang Hukum Perdata berbunyi “… perhimpunan orang-orang sebagai badan hukum juga diakui undang-undang…” 42
42
S. Chandra, 2005, Sertipikat Kepemilikan Hak Atas Tanah, Persyaratan Permohonan di Kantor Pertanahan, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, Halaman 7 dan 9.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
3).
Pengertian obyek pendaftaran tanah Berdasarkan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 berbunyi ; “Obyek pendaftaran tanah meliputi : a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai. b. Tanah hak pengelolaan. c. Tanah wakaf. d. Hak milik atas satuan rumah susun. e. Hak tanggungan. f.
Tanah Negara”.
Sehingga dapat dipahami bahwa obyek pendaftaran tanah merupakan bidang tanah dengan sesuatu hak yang telah ditentukan menurut peraturan perundang-undangan. 4). Pengertian sertipikat Berdasarkan ketentuab Pasal 1 Angka (20) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 berbunyi ;
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
“Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan”. Demikian diketahui bahwa sertipikat hak atas tanah juga dapat berarti sebagai surat tanda bukti hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun serta hak lainnya. Selanjutnya menurut Pasal 32 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 bahwa ; “Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.”. Dengan demikian diketahui pula bahwa sertipikat merupakan surat tanda bukti hak mengenai data fisik dan data yuridis hak bersangkutan sepanjang data yang ada sesuai
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
dengan data yang ada di kantor pertanahan, sebaliknya sertipikat tidak menjadi tanda bukti hak ketika data fisik atau data yuridis tidak sesuai lagi dengan data yang ada di kantor pertanahan. 5).
Pengertian surat ukur Menurut Pasal 1 Angka (17) PP. 24 Tahun 1997 “Surat ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian”. Dengan demikian dapat dipahami bahwa surat ukur merupakan dokumen yang hanya berisikan data fisik.
6).
Pengertian buku tanah Berdasarkan bunyi Pasal 1 Angka (19) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 “Buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya”. Sehingga dapat dipahami bahwa buku tanah juga diartikan sebagai dokumen yang berisi data fisik dan yuridis.
7).
Pengertian data fisik Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 Angka (6) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang berbunyi
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
“Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya”. Maka dengan demikian dapat dipahami bahwa data fisik merupakan keterangan tentang obyek hak berupa bidang tanah atau satuan rumah susun. 8).
Pengertian data yuridis Menurut Pasal 1 Angka (7)
Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 “Data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya”. c.
Azas-azas, tujuan dan kegiatan pendaftaran tanah. Azas-azas diperlukan setidaknya untuk tempat bersandarnya isi dan pelaksanaan suatu peraturan perundangan sedangkan tujuan merupakan arah yang hendak dicapainya dan kegiatan merupakan batasan pekerjaan yang harus dilaksanakan dalam tugas pokok dan fungsinya pendaftaran tanah.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
1).
Azas-azas pendaftaran tanah Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang berbunyi “Pendaftaran tanah diilaksanakan berdasarkan azas sederhana, aman, terjangkau, mutaakhir dan terbuka”, selanjutnya berdasarkan penjelasan Pasal 2 tersebut diketahui bahwa ; a).
Azas sederhana dalam pendaftaran tanah maksudnya agar ketentuan-ketentuan pokok maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami pihak berkepentingan terutama pemohon hak atas tanah.
b).
Azas aman dimaksudkan untuk menunjukan bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat supaya hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah.
c).
Azas terjangkau dimaksudkan biayanya terjangkau bagi pihak yang memerlukannya, terutama memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah sehingga biayanya terjangkau oleh masyarakat.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
d).
Azas mutakhir dimaksudkan agar kelengkapan memadai dalam pelaksanaan dan kesinambungan pemeliharaan data sehingga informasi peranahan tersedia secara mutaakhir dengan cara mewajibkan bagi pemgang hak mencatatkan setiap perubahan data yang terjadi di lapangan ke kantor pertanahan.yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan.
e).
Azas terbuka dimaksudkan agar masyarakat setiap saat dapat memperoleh keterangan atau informasi mengenai data fisik dan yuridis hak atas tanah atau satuan rumah susun di kantor pertanahan.
2).
Tujuan pendaftaran tanah Tujuan dan kegiatan pendaftaran tanah dapat diketahui berdasarkan
ketentuan
peraturan
perundangan
berlaku,
sebagai berikut ; Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dapat diketahui tujuan pendaftaran tanah, sebagai berikut ;
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
“a). Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. b).
Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
c).
3).
Untuk terselenggara tertib administrasi pertanahan”
Kegiatan pendaftaran tanah Berdasarkan ketentuan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dapat pula diketahui kegiatan pendaftaran tanah sebagai berikut ; “(1). Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi. a.
pengumpulan dan pengolahan data fisik.
b.
pembuktian hak dan pembukuannya.
c.
penerbitan sertipikat.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
d.
penyajian data fisik dan data yuridis.
e.
penyimpanan daftar umum dan dokumen.
(2). Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi. a.
pendaftaran peralihan dan pembebanan hak.
b.
pendaftaran perobahan data pendaftaran tanah lainnya”.
2.
Pranata pengaturan hukum pendaftaran Tanah Berdasarkan ketentuan Pasal 7 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 dinyatakan bahwa “Jenis dan hirarkhi peraturan perundangan adalah sebagai beikut ; a. Undang Undang Negara Indonesia Tahun 1945 ; b. Undang-undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ; c. Peraturan Pemerintah ; d. Peraturan Presiden ; e. Peraturan Daerah. Dengan demikian maka pranata pengaturan hukum pendaftaran tanah juga harus sesuai hirarkhi peraturan perundangan. Ketentuan pasal tersebut di atas menunjukkan bahwa tata urutan perundang-undangan merupakan pedoman dalam pembuatan aturan hukum di bawahnya secara bertingkat yang dimulai dari ; Undang Undang Dasar Tahun 1945, Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Daerah.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Hirarkhi peraturan perundangan tersebut jika dikaitkan dengan sistem hukum di Indonesia seharusnya satu sama lain saling terkait secara bersama-sama dalam mencapai tujuannya, dengan kata lain bahwa semua peraturan perundangan tidak boleh saling bertentangan atau saling tidak selaras atau saling tumpang tindih atau dalam keadaan kosong, jika demikian terjadi dalam pengaturan bidang pendaftaran tanah maka timbul konflik pengaturan hukum pendaftaran tanah. a.
Sumber hukum pengaturan pendaftaran tanah, Sumber hukum pengaturan hukum pendaftaran tanah sama halnya dengan sumber hukum lainnya di Indonesia yaitu Pancasila juga disebut dengan ideologi negara, falsafah bangsa, sumber dari sumber hukum atau Dasar Negara Republik Indonesia, dengan pengertian bahwa Pancasila menjadi dasar dalam mengatur penyelenggaraan
pemerintahan.
Pancasila
mempunyai
sifat
mengikat, keharusan dan memaksa (imperative) untuk dilaksanakan secara utuh dan tidak boleh dilanggar atau dikesampingkan, karenanya setiap pelanggaran dikenakan sanksi, misalnya tindak pidana dihukum badan.43
43
H. Subandi Al Marsudi, 2006, Pancasila dan UUD’45 Dalam Paradigma Reformasi, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, Halaman 9.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Pancasila sebagai falsalah hidup bangsa Indonesia, tumbuh dan berkembang bersamaan dengan tumbuh berkembangnya bangsa Indonesia, karena itu Pancasila mengandung nilai-nilai dasar yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia, bahkan oleh bangsa-bangsa beradab. Nilai-nilai dasar dimaksud meliputi ; nilai Ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan nilai keadilan sosial yang rumusan tepatnya termuat di dalam alinea ke empat Pembukaan Undang Undang Dasar Tahun 1945. Tidak ada ketentuan peraturan perundangan yang melarang pengupasan dan penjabaran nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila sepanjang pengupasan atau penjabarannya relevan dan mempunyai korelasi dengan semua sila dari Pancasila secara utuh tanpa bermaksud menghapus atau merobah sistimatika dan status masing-masing sila dari Pancasila tersebut. Pancasila sarat dengan nilai-nilai luhur tidak saja sekedar dipahami melainkan harus diamalkan dalam bentuk tingkah laku atau kepribadian oleh setiap warga Negara sehari-hari, baik selaku pribadi (individu) maupun dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara (komunal), yaitu dengan cara membuat peraturan perundangan atau kebijaksanaan sebagai alat pengatur masyarakat yang sesuai dengan Pancasila.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Hal demikian, disebabkan prinsip yang terkandung dalam Pancasila bersumber dari budaya dan pengalaman bangsa Indonesia yang berkembang menjadi nilai-nilai Pancasila dalam satu kesatuan yang utuh, tersusun secara sistematis dan hirarkhis, dengan kata lain antara nilai dasar yang satu dengan nilai dasar lainnya saling berhubungan dan tidak boleh dipisah-pisah, dipecah-pecah atau bertukar tempat. Oleh karena itu semua peraturan perundangan yang dibuat bangsa Indonesia harus sesuai dan tidak boleh ada bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila termasuk yang diputuskan atau ditetapkan oleh lembaga-lembaga Negara, termasuk dalam kebijaksanaan menyelenggarakan roda pemerintah. 44 Pengaturan bidang pendaftaran tanah harus merupakan perwujudan dari nilai-nilai ; Ketuhanan yang bermakna tanah sebagai rahmat Tuhan harus dipelihara dan dimanfaatkan serta dilestarikan, nilai kemanuasiaan bermakna bahwa tanah yang diberikan Tuhan harus dibuat aturannya secara manusiawi, nilai persatuan bermakna bahwa tanah merupakan alat pemersatu bangsa, nilai kerakyatan bermakna bahwa pengaturan bidang pertanahan harus menghormati cara-cara musyawarah antara pemerintah dengan rakyat sedangkan nilai keadilan sosial memberikan arah
44
H. Subandi Al Marsudi, 2006, Pancasila dan UUD’45 Dalam Paradigma Reformasi, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, Halaman 130.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
agar pengaturan bidang pertanahan harus berlaku sama bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa perbedaan dengan prinsip fungsi sosial tanah. b.
Dasar hukum pengaturan pendaftaran tanah. Hukum dasar pengaturan bidang pendaftaran tanah tidak berbeda dengan pengaturan bidang lainnya yaitu Undang Undang Dasar Republik Indonesia sekalipun diamandemen, namun tetap eksis mengiringi perjalanan hidup dan kehidupan masyarakat bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada tanggal tanggal 18 Agustus 1945 Undang Undang Dasar Republik Indonesia ditetapkan, namun bukan berarti nilai dan azasnya dipikirkan
setelah
Indonesia
merdeka,
melainkan
secara
fundamental sudah berakar dan berkembang dalam kehidupan budaya masyarakat nusantara sejak beratus tahun sebelum proklammasi kemerdekaan Indonesia.45 Undang Undang Dasar Republik Indonesia bukan undangundang biasa melainkan hukum dasar tertulis yang menjadi dasar pembuatan peraturan perundangan di Indonesia dan mengikat semua lembaga baik negara, pemerintah maupun masyarakat, oleh
45
M. Solly Lubis, 2002, Sistem Nasional, Mandar Maju, Bandung, Halaman 18.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
karena itu maka setiap peraturan perundangan yang dibuat semua lembaga Negara termasuk kebijaksanaan yang dibuat oleh lembaga pemerintah harus dilandas, bersumber dan dipertanggungjawabkan kepada ketentuan yang dimuat di dalam Undang Undang Dasar Republik Indonesia. Namun demikian di dalam penjelasan umum Undang Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan adanya hukum dasar yang tidak tertulis berupa aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara atau disebut konvensi, dengan pengertian bahwa hukum adat juga merupakan hukum dasar sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia bersifat singkat, luwes atau elastis atau supel dibandingkan dengan negaranegara lain di dunia, hanya berisi 37 (tiga puluh tujuh) pasal dilengkapi dengan 4 (empat) pasal aturan peralihan dan 2 (dua) ayat aturan tambahan, namun sifat Undang Undang Dasar Republik Indonesia.tersebut bukan dimaksudkan supaya aturan-aturan pokok diserahkan kepada penyelenggaraan negara dalam bentuk aturan yang lebih rendah atau mengabaikan kepastian hukum, keadilan hukum dan kemanfaatan hukum, melainkan dengan alasan yang logis dan masuk akal sebagai berikut ;
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
1).
Agar dalam penyelenggaraan Negara dapat dibuat aturanaturan tertulis dalam bentuk undang-undang yang dibuat oleh lembaga legislatif bersama lembaga eksekutif supaya mudah membuat, mengubah dan mencabutnya.
2).
Agar peraturan perundangan dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan kebutuhan masyarakat sesuai perkembangan zaman yang bersifat dinamis sehingga Undang Undang Dasar.tidak terkesan dibuat terburu-buru dalam bentuk gestaltung, malahan sebaliknya Undang Undang Dasar Republik Indonesia menjadi supel.
3).
Agar dengan sifat tertulis, singkat dan supelnya Undang Undang Dasar diharapakan sistem menjadi baik, karena sulit ketinggalan zaman, sebaliknya jika Undang Undang Dasar dibuat lengkap mencakup semua aturan maka diprediksi tidak lama bertahan, karena sifat perubahan kehidupan masyarakat yang tidak dapat dibendung seperti politik, sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, iptek, pertahanan dan keamanan. 46
46
H. Subandi Al Marsudi, 2006, Pancasila dan UUD’45 Dalam Paradigma Reformasi, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, Halaman 131.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
c.
Peraturan perundangan pendaftaran tanah. Perundangan
pengaturan
hukum
pendaftaran
tanah
sebagaimana diuraikan di dalam paparan pranata sumber hukum dan pranata hukum dasar pengaturan hukum pendaftaran tanah terdahulu di atas
menghendaki agar dibuat di dalam bentuk
undang-undang oleh lembaga legislatif bersama dengan eksekutif sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia. Satu-satunya undang-undang terkait erat dengan bidang pendaftaran tanah yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang diundangkan tanggal 24 September Tahun 1960 dalam Lembaran Negara nomor 104 disebut juga dengan Undang-undang Pokok Agraria atau UUPA dan dikenal juga dengan nama Hukum Pertanahan Nasional. Keberadaan Undang-undang Pokok Agraria berlaku sebagai undang-undang pokok tidak saja secara tegas dinyatakan dalam judulnya tetapi juga terlihat di dalam bunyi pasal demi pasalnya, karena mengingat sifat dari peraturan dasar, maka muatan isinya hanya menyangkut azas-azas dan masalah pokok secara garis besarnya saja, namun untuk pelaksanaannya perlu diatur kemudian
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
dengan undang-undang atau peraturan pemerintah atau peraturan lainnya sebagai bentuk pelimpahan wewenang hak menguasai Negara. 47 Hak menguasai negara yang berasal dari kekuasaan Bangsa Indonesia pada tingkatan tertinggi dalam Penjelasan Umum Undang-undang Pokok Agraria disebutkan untuk ; 1).
Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan dan penggunaan serta persediaan dan pemeliharaan atas bumi, air dan ruang angkasa.
2).
Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas bagian dari bumi, air dan ruang angkasa.
3).
Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang dan perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Secara eksplisit Undang-undang Pokok Agraria melalui 19
Ayat (1) memerintahkan penyelenggaraan pendaftaran tanah di seluruh Wilayah Republik Indonesia “Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh Wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah”.
47
Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, 2008, Lewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Halaman 61.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Selanjutnya Undang-undang Pokok Agraria di dalam Pasal 19 Ayat (2) menetapkan kegiatan pendaftaran tanah sebagai berikut “Pendaftaran tersebut dalam Ayat 1 Pasal ini meliputi : 1).
Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.
2).
Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.
3).
Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat”.
Memahami harapan Undang-undang Pokok Agraria agar setiap kegiatan pendaftaran tanah hendaknya sesuai Rencana Tata Ruang Kota (RTRK) yang mengikuti tata ruang wilayah sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 sebagai berikut : “Akhirnya untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita bangsa dan negara tersebut di atas dalam bidang agraria, perlu adanya suatu rencana (planning) mengenai peruntukan, penggunaan dan persediaan bumi, air dan ruang angkasa untuk berbagai kepentingan hidup rakyat dan negara ; Rencana umum (national planning) yang meliputi seluruh wilayah Indonesia, yang kemudian diperinci menjadi rencana-rencana khusus (regional planning).
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Keberadaan advice planning sebagai kelanjutan penataan ruang pada penerbitan sertipikat hak atas tanah jelas berfungsi preventif, di samping untuk kepentingan pemegangnya juga dimaksudkan sebagai sarana pengawasan dalam penegakan hukum lingkungan, guna memastikan peraturan perundang-undangan bidang lingkungan telah ditaati oleh pemegang sertipikat hak atas tanah. Fungsi preventif pada dasarnya merupakan desain dari setiap tindakan yang hendak dilakukan masyarakat, yang meliputi seluruh aspek tindakan manusia, termasuk juga dengan risiko dan pengaturan prediktif terhadap bentuk penanggulangan risiko itu.48 Berdasarkan Pasal 20 Ayat (5) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 menghendaki agar dalam penerbitan sertipikat hak memperhatikan kepentingan umum seperti jalan umum atau aliran sungai, maka pengaturan hak atas tanah menurut tata ruang jelas bertujuan untuk mewujudkan lingkungan yang mantap, serasi dan seimbang, maka dalam aspek pengakuan dan pemberian hak atas tanah yang dibuat kantor pertanahan disyaratkan bahwa setiap bidang hak atas tanah harus sesuai Rencana Detail Tata Ruang Wilayah.
48
Alvi Syahrin, op. cit., Halaman 10 dan 211.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Dengan demikian, penyelenggaraan kegiatan pendaftaran tanah seyogianya diatur menurut tata ruang wilayah yang serasi dan seimbang, supaya terpenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi pemegang sertipikat hak atas tanah, masyarakat dan lingkungannya sebagaimana ketentuan Pasal 5 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebaliknya berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan mencegah, menanggulangi kerusakkan dan pencemaran. Berdasarkan ketentuan Pasal 24 Ayat (3) Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang menyebutkan bahwa “Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) dilakukan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang”, selanjutnya dalam penjelasan pasal tersebut juga dinyatakan bahwa pengertian menghormati hak yang dimiliki orang adalah suatu pengertian yang mengandung arti menghargai, menjunjung tinggi, mengakui dan mentaati peraturan yang berlaku terhadap hak yang dimiliki orang.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Sebaliknya kebijakan penataan ruang oleh pemerintah perlu dilaksanakan dengan menghormati hak-hak atas tanah yang dipunyai orang atau badan hukum, supaya kepastian hukum hak atas tanah yang diberikan negara menjadi bermanfaat dan berkeadilan,
Hak
yang
dimiliki
orang
maksudnya
segala
kepentingan hukum yang diperoleh atau dimiliki berdasarkan peraturan perundang-undangan hukum adat atau kebiasaan yang berlaku. Contohnya Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 17 Tahun 2002 Tangal 13 Agustus 2002 dalam Pasal 7 Ayat (2) berbunyi “Rencana Tata Ruang Kota menjadi dasar penetapan peruntukan penggunaan tanah” ketentuan ini menunjuk keberadaan Rencana Tata Ruang Kota sebagai dasar penetapan kepemilikan, peruntukan dan penggunaan tanah. Dengan demiian maka setiap penerbitan sertipikat hak atas tanah harus dilaksanakan sesuai master plan kota agar tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan pemerintah, sebaliknya dengan terlaksananya master plan kota, maka akan diperoleh lingkungan yang mantap, sehat serasi dan seimbang serta asri dan lestari sehingga tidak saja menguntungkan pemegang hak atas tanah juga memberi arti yang lebih besar terhadap lingkungan.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Pembenaran sertipikat hak atas tanah dikaitkan dengan hukum lingkungan yang ditempuh oleh pemerintah melalui penerapan rencana tata ruang ke dalam kegiatan pendaftaran tanah di kantor pertanahan merupakan persoalan masyarakat yang mengharapkan kepastian hukum terkait dalam prosedur kegiatan pendaftaran tanah yang sedini mungkin telah dilakukan pemerintah sehingga bermanfaat bagi kepetingan pemegang sertipikat hak atas tanah dan lingkungannya, juga hendaknya pemerintah dapat mensosialisakan secara transparan master plan kota/kabupaten kepada masyarakat agar semua orang mengetahui peruntukan tanah yang hendak digunakan oleh masyarakat, hal ini didasari kemungkinan hak atas tanah menjadi tidak dapat dimanfaatkan karena lokasi yang tidak sesuai perencanaan master plan kota/kabupaten. Berdasarkan ketentuan Pasal 20 Ayat (5) Permenag/Ka. BPN Nomor 3 Tahun 1997 diketahui arti pentingnya pendaftaran tanah yang diselenggarakan sesuai dengan master plan kota terutama dengan pemasangan patok di lapangan oleh dinas tata kota / kabupaten sehingga masyarakat mengetahui keberadaan batas daerah aliran sungai, daerah milik jalan, fasilitas umum, fasilitas lingkungan atau kawasan pemukiman, kawasan industri, kawasan hutan lindung dan lain sebagainya.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Dengan demikian dapat diketahui dan dipahami bahwa pengaturan undang-undang terkait bidang pendaftaran tanah tidak hanya Undang-undang Pokok Agraria saja melainkan juga diatur oleh peraturan perundangan lain yang terkait dengan pengaturan hukum pendaftaran tanah, namun ketika terjadi konflik pengaturan hukum pendaftaran tanah maka kebijakan pemerintah diharapkan dapat mengatasinya.
B.
Konflik Hukum Pendaftaran Tanah Konflik hukum pendaftaran tanah merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri antara lain karena peraturan perundangan yang dibuat tidak pernah sempurna, bahkan berpotensi konflik, hal ini disebabkan karena kurang lengkap atau kurang jelasnya suatu peraturan perundangan, juga terhadap peraturan perundangan yang relatif lengkap sekalipun dalam perjalanan waktu seiring perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi dapat timbul konflik sinkronisasi, konsistensi atau stagnasi hukum. 49 Dalam praktek dapat saja terjadi pertentangan hukum yang bentuknya antara lain seperti konflik sistem hukum dan konflik isi hukum, hal ini disebabkan adanya perbedaan pengaturan terhadap materi yang sama. Pada dasarnya kaedah hukum bersifat atribut karena memberikan hak atau boleh jadi
49
Maria S.W. Sumardjono, 2001, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, Penerbit buku Kompas, Jakarta, Halaman 2.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
bersifat normatif karena memberikan kewajiban. Oleh karena itu ketika terjadi konflik antara udang-undang dengan kebiasaan maka penyelesaiannya dengan melihat sifat undang-undangnya jika bersifat hak maka kebiasaan dimenangkan atau jika bersifat kewajiban maka undang-undangnya dimenangkan, hal ini sejalan dengan pendapat Jellinex mengatakan bahwa “peristiwa yang berulangulang lama kelamaan mempunyai kekuatan normatif” (die normative kra et desfaktisen), contoh tersebut mengingatkan pendapat Von Savigny yang menyatakan bahwa “hukum tidak pernah dibuat dengan sengaja, melainkan tumbuh berkembang secara spontan dalam kehidupan masyarakat” (des recht wird nicht gemecht idsivist und wird mit dem walke. 50 Berdasarkan uraian tersebut dapat dipahami bahwa konflik merupakan bentuk pertentangan atau pertarungan yang sudah nyata yang didasarkan kepada pertentangan klain, yang intinya bermula dari tidak adanya pegangan bersama. 51 hukum dalam hal ini peraturan perundangan bidang pendaftaran tanah dapat saja bermuatan konflik disebabkan adanya perkembangan sosial (social engineering) yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat, dengan kata lain hukum membutuhkan informasi dari luar hukum supaya tidak jauh ketinggalan waktu.
50
Iman Jauhari, 2008, Teori Hukum, Pustaka Bangsa Press, Medan, Halaman 40-45. Noor Fauzi, 2003, BersaksiUntuk Pembaruan Agraria dari Tuntutan Lokal Hingga Kecenderungan Global, Penerbit Insist Press, yogyakarta, Halaman 68. 51
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
1.
Konflik sistem hukum pendaftaran tanah Sebagaimana paparan terdahulu konflik merupakan perbedaan nilai, dalam hal ini perbedaan pengaturan dalam pendaftaran tanah, dalam prakteknya dapat saja terjadi karena beberapa sebab ; pertama karena perbedaan pengaturan antara oleh beberapa peraturan terhadap masalah kegiatan yang sama disebut konflik sinkronisasi ; kedua karena perbedaan pengaturan antara peraturan yang lebih tinggi dengan peraturan yang lebih rendah terhadap masalah kegiatan yang sama disebut konflik konsistensi ; ketiga karena tidak adanya peraturan yang mengatur suatu kegiatan tertentu disebut konflik stagnasi. Konflik pengaturan hukum pendaftaran tanah sebenarnya tidak perlu terjadi jika pembuat peraturan perundangan pada tahap pembuatan law making memperhatikan dengan seksama sistem hukum dan persyaratan hukum yang baik seperti pemenuhan nilai yuridis uantuk kepastian hukum dan nilai filosofis untuk keadilan serta nilai sosiologis untuk kemanfaatan, walaupun kenyataan yang ada bahwa peraturan perundangan diadakan secara parsial, namun satu sama lain tidak boleh saling bertentangan atau saling tumpang tindih atau saling tidak selaras atau terdapat celah kekosongan peraturan perundangan yang dapat bermuara kepada ketidakteraturan masyarakat dalam hal ini terkait dengan kepentingan pelayanan pendaftaran tanah.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Namun demikian, pada praktek penyelenggaraan pemerintahan terhadap konflik pengaturan hukum pendaftaran tanah sebenarnya dapat dilakukan antisipasi melalui suatu tindakan kebijaksanaan oleh pejabat pemerintah yang melaksanakan roda pemerintahan di bidang pendaftaran tanah, karena hukum juga memiliki kekuatan dan kemampuan mengoreksi dirinya sendiri baik secara yuridis maupun administratif sehinga tidak jarang di dalam putusan pejabat pemerintah ditemukan ketentuan peninjauan kembali.52 Faktual, konflik pengaturan dalam pendaftaran tanah sering dihadapi ketika dilaksanakan kegiatan pendaftaran tanah yang oleh kantor pertanahan dilaksanakan melalui salah satu dari 3 (tiga) opsi ; kemungkinan pertama permohonan ditolak ; kemungkinan kedua permohonan dikembalikan ; dan kemungkinan ketiga permohonan diproses. Namun ketiga opsi tersebut tetap mempunyai 3 (tiga) konsekuensi ; pertama tidak ada permasalahan ; kedua permasalahan dari pemohon ; ketiga permasalahan dari pihak lain, demikian dijelaskan oleh Syafruddin Chandra selaku Koordinator Pemeliharaan Data Yuridis Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kota Medan, sebagai berikut ;53
52
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, op. cit., Halaman 83 Wawancara dengan Syafruddin Chandra, Koordinator Pemeliharaan Data Yuridis Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kota Medan, tanggal 10 Mei 2009 53
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
a.
Konflik sinkronisasi hukum pendaftaran tanah. Konflik sinkronisasi pengaturan bidang pendaftaran tanah merupakan
perbedaan
pengaturan
oleh
beberapa
peraturan
perundangan terhadap obyek kegiatan yang sama dalam arti tidak sejalannya pengaturan hukum pendaftaran tanah dalam hukum, contohnya ; 1).
Kewenangan pembuatan surat keterangan ahli waris Kewenangan pembuatan surat keterangan ahli waris menurut Pasal 111 Ayat (1) Huruf (c) Permenag/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pelaksanaan Pendaftaran Tanah ditetentukan sebagai berikut ; “Bagi Waga Negara Indonesia penduduk asli, surat keterangan ahli waris dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh kepala desa/lurah dan camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia ; Bagi Warga Negara Indonesia
keturuanan Tionghoa akta keterangan hak
mewaris dari notaris ; bagi Warga Negara Indonesia keturunan timur asing lainnya surat keterangan waris dari balai harta peninggalan.”
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa pengaturan kewenangan membuat surat keterangan ahli waris bagi Warga Negara Indonesia
dalam pendaftaran tanah diatur oleh 3
(tiga) aturan hukum penggolongan penduduk yang masingmasing aturannya saling berbeda yaitu ; pertama pengaturan keterangan ahli waris bagi Warga Negara Indonesia penduduk asli atau pribumi diatur oleh hukum nasional ; kedua pengaturan keterangan ahli waris bagi Warga Negara Indonesia
keturunan tionghoa diatur oleh hukum barat ;
ketiga pengaturan keterangan ahli waris bagi Warga Negara Indonesia turunan timur asing lainnya diatur oleh hukum adat bangsa bersangkutan, misalnya hukum adat India, Pakistan atau Arab. Perbedaan mencolok terhadap 3 (tiga) aturan hukum tersebut terletak pada perbedaan porsi warisan yang harus diterima para ahli waris, misalnya terhadap pengaturan warisan bagi penduduk asli atau pribumi maka porsinya merupakan pemilikan bersama di antara para ahli waris, dan bagi
penduduk
turunan
tionghoa
porsinya
ditentukan
berdasarkan tali perkawinan dan tali darah menurut aturan hukum barat atau Burgelijk Wetbook (BW) sedangkan bagi
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
penduduk turunan timur asing lainnya misal turunan India porsinya berdasarkan hukum adat Bangsa India dan turunan Arab yang porsi warisannya sesuai dengan hukum adatnya, hal ini menunjukan bahwa pelaksanaan hukum waris di Indonesia
masih
berdasarkan
penggolongan
penduduk
Indonesia. 54 Akhirnya menurut Syafruddin dari kantor pertanahan tersebut bahwa ketentuan mengenai kewenangan membuat surat keterangan ahli waris semua dipakai dalam kegiatan pendaftaran tanah, karena alasan belum ada kodifikasi peraturan.55 Pengaturan tersebut memang terkesan masih imperealis berdasarkan ketentuan kolonial Belanda yang belum tentu sama dengan kemauan Bangsa Indonesia, karena itu setelah Indonesia merdeka seharusnya aturan yang dibuat hendaknya lebih kepada kepentingan bangsa dan negara sesuai nilai-nilai dasar
Pancasila
dan
Undang-undang
Dasar
Republik
Indonesia sesuai tata hukum. perundangannya yang khusus bersifat umum.
54
J. Satrio, 1992, Hukum Waris, Penerbit Alumni, Bandung, Halaman 6.
55
Wawancara dengan Syafruddin Chandra, Koordinator Pemeliharaan Data Yuridis Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kota Medan, tanggal 10 Mei 2009
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2).
Kuasa membebankan hak tanggungan Berdasarkan ketentuan di Pasal 15 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan disebut bahwa surat kuasa membebankan hak tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris atau akta pejabat pembuat akta tanah dengan memenuhi persyaratannya. Persyaratan dimaksud di dalam ketentuan Pasal 15 Ayat (1) sampai dengan Ayat (6) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 yang intinya antara lain menyebutkan bahwa surat kuasa tersebut tidak boleh memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum selain membebankan hak tanggungan, tidak memuat
kuasa
subsitusi,
mencantumkan
secara
jelas
mengenai ; obyek hak tanggunan, jumlah utang, identititas kreditur dan debitur, kuasa membebankan hak tanggungan tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir dengan alasan apapun juga kecuali kuasa tersebut telah digunakan atau telah habis jangka waktunya. Namun kenyataannya Imanullah Rambe selaku notaris mempertanyakan
kebijaksanaan
pemerintah
seharusnya
mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan masyarakat,
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
misalnya ketika salah seorang debitur tidak berada di kabupaten/kota yang sama dengan kreditur atau berada di luar negeri yang tidak mungkin dapat hadir menghadap notaris, pada waktu dan tempat yang sama sehingga hanya dapat dilakukan dengan akta kuasa umum sebagaimana diatur di dalam KUH Perdata berdasarkan azas kebebasan berkontrak dan aturan yang terdapat di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata terutama Pasal 1792 sampai dengan Pasal 1819 antara lain juga menyebutkan bahwa pemberian kuasa merupakan persetujuan berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa yang dapat dibuat dengan akta kuasa umum.56 Konflik pengaturan hukum pendaftaran tanah tentang Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggiungan (SKMHT) tidak
perlu
terjadi
jika
pemerintah
mau
membuat
kebijaksanaan misalnya dengan membolehkan penggunaan akta kuasa umum yang dibuat di hadapan notaris yang berada di dalam maupun di luar negeri atau di hadapan pejabat perwakilan Negara Indonesia di negara sahabat.
56
Wawancara dengan Imanullah Rambe, Notaris, tanggal 18 Mei 2009
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Namun ketika di tanya di Kantor Pertanahan Kota Medan dan dijelaskan oleh Syafruddin tersebut bahwa dasar hukum ketentuan pendaftaran tanah mengenai SKMHT hanya Pasal 15 Undang-undang Hak Tanggungan sehingga setiap permohonan pendaftaran hak tanggungan yang menggunakan kuasa hanya dapat diproses jika SKMHT yang dibuat di hadapan notaris atau pejabat pembuat akta tanah sesuai isian format blanko yang telah disediakan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia di setiap kantor pertanahan sedangkan akta kuasa umum ditolak. b.
Konflik konsistensi hukum pendaftaran tanah. Konflik konsistensi pengaturan hukum pendaftaran tanah dalam hal ini berbedanya atau tidak konsisten atau tidak selarasnya pengaturan hukum pendaftaran tanah oleh dua atau beberapa peraturan perundangan terhadap satu permasalahan yang sama di dalam pendaftaran tanah sehingga dapat menimbulkan kesalahan persepsi ataupun kesalahan penafsiran yang seharusnya tidak terjadi pada pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah untuk melakukan atau tidak
melakukan
sesuatu
yang
diharuskan
oleh
peraturan
perundangan, contohnya sebagai berikut ;
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
1).
Pengaturan penataan ruang dalam pendaftaran tanah Konsideran Undang-undang Pokok Agraria antara lain menghendaki agar pengaturan tanah sesuai dengan national planning dan regional planning, namun semangat UUPA agar peruntukan penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai planning kota/kabupaten tidak direalisasikan secara konsisten oleh
Peraturan
Pemerintah
Nomor
24
Tahun
1997.
Konsistensinya justru terealisasi di dalam peraturan menteri yaitu Permenag/Ka.BPN No.3 Tahun 1997 Pasal 20 Ayat 5 yang menyatakan bahwa bidang-bidang tanah yang menurut bukti penguasaan dapat didaftar atau dapat diberikan dengan sesuatu hak kepada perorangan atau badan hukum, penetapan batasnya dengan mengecualikan tanah bantalan sungai dan tanah yang direncanakan untuk jalan sesuai rencana detail tata ruang wilayah yang bersangkutan. Konflik konsistensi pengaturan hukum pendaftaran tanah terkait penataan ruang justru terjadi pada kebijaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 seharusnya mewajibkan rencana tata ruang kota/kabupaten dalam penerbitan sertipikat hak atas tanah di kantor pertanahan sebagaimana harapan konsideran UUPA bahwa untuk
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
mencapai apa yang menjadi cita-cita bangsa dan negara tersebut
perlu
suatu
rencana
mengenai
peruntukan
penggunaan dan persediaan bumi, air dan ruang angkasa untuk berbagai kepentingan hidup rakyat dan negara melalui rencana umum (national planning) yang meliputi seluruh wilayah Indonesia, yang kemudian diperinci menjadi rencanarencana khusus (regional planning) dari tiap-tiap daerah. Sebaliknya pemegang hak atas tanah juga berkewajiban menggunakan lahan sesuai peruntukannya, namun akibat pengaturan hukum pendaftaran tanah yang tidak konsisiten sehingga
pengawasan
menjadi lemah
terutama
ketika
masyarakat memohon pendaftaran hak atas tanahnya di kantor pertanahan tanpa didahului rekomendasi site plann sehingga penggunaan tanah belum tentu sesuai dengan peruntukkan penataan ruang. Konflik konsistensi pengaturan hukum pendaftaran tanah terkait penataan ruang dirasakan akibatnya yaitu ketika pemerintah menggusur bangunan yang digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya sehingga menimbulkan permasalahan baru, bahkan menurut Syafruddin tersebut dari Kantor Pertanahan Medan yang diinformasikan dari Lasdi pegawai
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Dinas Tata Kota Medan bahwa ada seorang ibu yang langsung jatuh pingsan ketika Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dimohonnya ditolak oleh Dinas Tata Kota Medan, karena sudah 17 (tujuh belas) tahun pemohon tersebut bersama suaminya berusaha mengumpulkan uang gaji selaku guru sekolah dasar, namun setelah mereka membeli sebidang tanah dan memperoleh sertipikat hak milik dari kantor pertanahan ternyata seluruh tanahnya berada di dalam rencana badan jalan sehingga permohonan IMB harus ditolak. Sebaliknya oleh kantor pertanahan site plann dari Dinas Tata Kota bukan merupakan persyaratan mutlak dalam pengaturan hukum
pendaftaran
tanah,
arena
tidak
konsistennya
pengaturan hukum pendaftaran tanah terhadap pengaturan penataan ruang, padahal advice planning merupakan tindakan preventif, di samping untuk kepentingan pemegang haknya sendiri juga sebagai sarana pengawasan pada penegakanan hukum di bidang penataan ruang.57 Dalam hal ini menurut Alvi Syahrin bahwa fungsi preventif yaitu fungsi pencegahan, yang dituangkan dalam bentuk
pengaturan
pencegahan
yang
pada
dasarnya
57
Wawancara dengan Syafruddin Chandra, Koordinator Pemeliharaan Data Yuridis Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kota Medan, tanggal 10 Mei 2009
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
merupakan desain dari setiap tindakan yang hendak dilakukan masyarakat, yang meliputi seluruh aspek tindakan manusia, termasuk risiko dan pengaturan prediktif terhadap bentuk penanggulangan risiko itu. 58 Selama penelitian juga tidak ditemukan ada pemohon hak atas tanah di Kantor Pertanahan Kota Medan yang melampirkan advice planning Dinas Tata Kota, menurut Syafruddin tersebut bahwa terhadap permohonan hak memang tidak dipersyaratkan advice planning dari Dinas Tata Kota Medan karena di dalam aspek risalah panitia pada prosedur permohonan hak atas tanah telah berpedoman kepada rencana umum tata ruang dan memang seharusnya diperlukan advice planning sesuai rencana tata ruang kota yang sudah ditetapkan pemerintah, tetapi penerapannya di lapangan menjadi wewenang Dinas Tata Kota yang menjadi kendala lagi tidak konsistennya pengaturan penataan ruang ke dalam pengaturan hukum pendaftaran tanah sehingga tidak ada pejabat pemerintah di daerah yang berkemauan ataupun berani mensyaratkannya.
58
Alvi Syahrin, op. cit., Halaman 10 dan 211
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Selanjutnya manfaat yang diperoleh melalui pengaturan hukum penataan ruang dalam kegiatan pendaftaran di kantor pertanahan menurut Syafruddin tersebut setidaknya ada 6 (enam) manfaat yang mendasar dalam pelaksanaannya yaitu sebagai berikut ; a).
Mendapatkan izin mendirikan bangunan dari Dinas Tata Kota / kabupaten dan Tata Bangunan yang sesuai dengan peruntukan dan penggunaannya.
b).
Menghindari risiko hapusnya hak atas tanah karena dicabut untuk kepentingan umum seperti rencana atau pelebaran jalan, rencana atau pelebaran sungai, rencana pelestarian pantai, fasilitas lingkungan, fasilitas umum dan lain sebagainya.
c).
Mengurangi risiko hapusnya hak atas tanah sebagai akibat tanahnya musnah karena bencana alam, hal ini dipastikan karena sertipikat hak atas tanah tidak boleh diterbitkan di daerah lahan kritis.
d).
Menata dan memelihara kepemilikan dan peruntukan serta penggunaan dan pemanfaatan lahan sebagai penyangga kehidupan bersama ekosistemnya secara berkelanjutan.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
e).
Menghindari risiko yang akan diterima masyarakat dan lingkungan alam sekitarnya karena pencemaran akibat penggunaan tanah oleh pengusahanya yang tidak sesuai dengan peruntukan dan penggunaannya.
f)
Menjadikan kota / kabupaten yang bersih, sehat, tertib, aman, indah dan asri dalam tatanan etika dan etestika. 59
2).
Kecakapan Berbuat Dalam Pendaftaran Tanah Menurut Pasal 39 Ayat (1) bertalian dengan Pasal 15 Ayat (2) Hurf (f) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dijelaskan bahwa penghadap notaris termasuk orang yang hendak melakukan perbuatan hukum bidang pendaftaran tanah paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa orang yang telah berumur 18 (delapan belas) tahun atau sudah menikah menurut undang-undang dinyatakan sudah memenuhi syarat melakukan perbuatan hukum perikatan sebagaimana ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata tentang syaratnya antara lain kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
59
S. Chandra, 2006, Perlindunagn Hukum Terhadap Pemegang Sertipikat Hak Atas Tanah, Pustaka Bangsa Press, Medan, Halaman 82.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Kecakapan membuat perikatan dikaitkan umur 18 (delapan belas) tahun telah diatur Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004, namun berbeda kebijaksanaan pemerintah oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia bersama jajarannya sampai ke level kantor pertanahan mensyaratkan bahwa cakap membuat perikatan dalam bidang pendaftaran tanah yaitu orang yang sudah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah pernah menikah. Demikian dijelaskan oleh Syafruddin
selaku
Koordinator
Pemeliharaan
Data
Pendaftaran Tanah di Kantor Pertanahan Kota Medan. Selanjutnya kebijaksanaan
dijelaskan
pemerintah
lagi
oleh
terhadap
beliau
bahwa
ketentuan
cakap
seseorang dalam melakukan perbuatan hukum dalam bidang pendaftaran tanah dikaitkan dengan umur dewasa seseorang secara fisik tidak menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 melainkan masih bersandar kepada ketentuan Pasal 330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berbunyi “Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan sebelumnya belum pernah kawin”, karena hukum adat juga tidak tegas.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Menurut Mariam Darus Badrulzaman bahwa dengan adanya Ordonansi tanggal 31 Januari 1931 Lembaran Negara Nomor 1921-54 maka kriteria belum dewasa itu diperlakukan juga terhadap golongan bumi putra. Hal ini dijelaskan beliau sekedar untuk mengetahui sejarahnya, karena ketentuan hukum adat tidak tegas.60 Hukum adat menentukan dewasa bukan dari segi hitungan tahun yang dilewati seseorang, melainkan dari segi psikologis kemapanan karakter atau kepribadian, dari segi manajemen kemampuan berkomonikasi berorganisasi dan dari segi ekonomi telah berpenghasilan sendiri, yang totalitasnya sanggup mandiri untuk menikah. Hukum Islam menyatakan dewasa bukan karena batasan umur, melainkan oleh perkembangan fisik dan mental, baik secara biologis maupun psikologis yaitu pada saat seorang pria atau wanita telah melihat dan merasakan dalam dirinya sesuatu tanda baligh berakal, mulai saat itu wajib baginya bertanggungjawab terhadap segala perbuatannya, hal ini juga
60
Mariam Darus Badrulzaman, 1999, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasaan, Penerbit Alumni, Bandung, Halaman 103.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
dimaknai
bahwa
setiap
perbuatan
manusia
akan
dipertanggungjawaban secara langsung di hadapan Tuhan. 61 Hukum Keimigrasian, Hukum Lalu lintas dan Pemilu berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian, Undang-undang Nomor 14 Tahun 1994 Tentang Lalu-lintas, Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Pemilu, semua mengacu kepada ketentuan pelaksanaan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1992 Tentang Kependudukan yang menyatakan bahwa dewasa seseorang umur 17 (tujuh belas) tahun. Hukum Perkawainan dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa orang dinyatakan cakap bertindak dalam hukum perkawinan setelah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, namun dalam Pasal 7 dinyatakan bahwa pria berumur 19 (sembilan belas) tahun atau wanita berumur 16 (enam belas) tahun dapat melakukan perbuatan hukum perkawinan atas persetujuan orangtua atau walinya.
61
S. Chandra, 2005, Sertipikat Kepemilikan Hak Atas Tanah, Persyaratan Permohonan di Kantor Pertanahan, PT. Gramedia widiasarana Indonesia, Jakarta, Halaman 30.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Hukum Perlindungan Anak dan Ketenagakerjaan yang diatur di dalam Pasal 1 Angka (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan di dalam Pasal 1 Angka (26) Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa seseorang dikatakan dewasa setelah ia mencapai umur 18 (delapan belas) tahun. Perbedaan ketentuan cakap bertindak karena umur dewasa dalam uraian tersebut di atas menunjukkan adanya perbedaan persangkaan kemampuan fisik dan atau mental manusia untuk melakukan perbuatan hukum tertentu, yang terukur secara biologis atau psikologis sehingga dinilai sanggup menyandang hak dan kewajiban hukum tetentu. Selanjutnya dipahami juga adanya perbedaan nilai umur dewasa di dalam peraturan perundangan ternyata tidak satupun ketentuan hukum yang khusus secara umum dan tegas menetapkan cakap melakukan perbuatan hukum dikaitkan dengan unsur dewasa secara yuridis dan unsur umur secara biologis supaya boleh dipersangkakan secara normal mempunyai kematangan berfikir dan kemampuan menyadari secara penuh atas segala akibat tindakan yang harus dipikulnya.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Namun sebaliknya hukum dapat melihat tujuannya yaitu untuk melindungi kepentingan anak bawah umur yang tidak patut menanggung segala akibat hukum yang akan timbul karena sebab perbuatan hukum yang harus dilakukannya yang semestinya dapat dihindari.62 Demikian alasan pembenaran tindakan kebijaksanaan pemerintah dalam masalah kecakapan berbuat terhadap tindakan hukum dalam bidang pendafaran tanah dikaitkan antara dewasa dengan batas umur yaitu ketika orang telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau telah pernah menikah, sekalipun peraturan perundangan dalam hal ini tidak konsisten, namun begitulah kebijaksanaan yang dibuat pemerintah, demikian penjelasan Syafruddin dari Kantor Pertanahan Kota Medan. c.
Konflik stagnasi hukum pendaftaran tanah. Konflik stagnasi pengaturan hukum pendaftaran tanah dalam hal ini berarti terdapat kekosongan hukum terhadap suatu masalah dalam kegiatan dalam pendaftaran tanah. Betapapun juga cepatnya pembuat undang-undang bekerja, namun persoalan yang timbul dalam kehidupan masyarakat yang membutuhkan pengaturan
62
J. Satrio, 1999, Hukum Pribadi, PT. Citra Aditya, Bandung, Halaman 48-60.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
ternyata lebih cepat lagi sehingga sering terjadi konflik karena belum adanya peraturan hukumnya. 63 Dalam hal ini dapat dipahami bahwa peraturan perundangan belum menyentuh permasalahan tertentu di bidang pendaftaran tanah yang secara faktual terdapat di dalam kehidupan masyarakat sehingga
ketika
konflik
stagnasi
berhadapan
dalam
penyelenggaraan kegiatan pendaftaran tanah menempatkan pejabat pemerintah pada posisi dilematik, di satu sisi perkembangan kehidupan masyarakat sebagai suatu tuntutan disis lain tidak ada peraturan yang mengatur, contohnya sebagai berikut ; 1).
Roya Hak Tanggungan Atas Tanah Yang Berubah Hak Roya hak tanggungan dalam terminologi undangundang disebut dengan pencoretan hak tanggungan demikian berdasarkan ketentuaan Pasal 18 dan Pasal 22 Undangundang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, yang isinya dapat diuraikan sebagai berikut bahwa hak tanggungan hapus karena hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan tersebut hapus, namun tidak menyebabkan hapusnya utang piutang yang dijamin dan berdasarkan permohonan dari pihak yang berkepentingan dengan melampirkan sertipikatnya dan
63
H. Riduan Syahrani, 1999, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, PT. Citra Adytia Bakti, Bandung, Halaman 61
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
surat pengantar dari kreditur maka pihak kantor pertanahan melaksanakan pencoretan terhadap catatan hak tanggungan tersebut pada buku tanah hak dan sertipikat hak tanah bersangkutan selambatnya selama 7 (tujuh) hari kerja. Keadaan normatif memang seperti uraian di atas, namun lain halnya ketika hak atas tanah tanah yang dimohon pencoretan hak tanggungannya hapus karena perobahan hak dari hak guna bangunan menjadi hak milik, secara yuridis hak tanggungannya hapus karena hak atas tanahnya hapus, berdasarkan azas droit de suit hak jaminan masih melekat sedangkan secara adminstratif tidak tertib, kadaan demikian menjadi konflik stagnasi karena tidak adanya ketentuan peraturan
perundangan
yang
langsung
mengaturnya
sementara masyarakat menjadi resah bahkan dianggap tidak mampu memberi pelayanan yang baik kepada masyarakat. Contoh kasus seorang pemohon roya hak tanggungan yang risau hatinya karena setiap menawarkan tanahnya tidak ada orang yang mau membeli, sebab di sertipikat hak milik bersangkutan
masih
tertera
catatan
pembebanan
hak
tanggungan, namun Kantor Pertanahan Kota Medan menolak mencatat penghapusan roya di sertipikat tersebut dengan
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
alasan hak guna bangunan yang dibebani hak tangungan tersebut telah hapus karena dirobah menjadi hak milik, kasus seperti ini tidak pernah diatur peraturan perundangan sehingga terjadi konflik stagnasi hukum, akhirnya Kantor Pertanahan Kota Medan membuat suatu kebijaksanaan dengan mengganti blanko sertipikatnya.64
2).
Kewenangan pembuatan akta tukar menukar hak atas tanah dengan tanah milik wakaf Memahami kewenangan notaris sebagaimana bunyi Pasal 15 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Peraturan Jabatan Notaris bahwa notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik. Dengan pengertian bahwa notaris hanya berwenang membuat akta otentik secara umum, namun notaris tidak berwenang membuat akta yang bersifat khusus seperti akta peralihan hak atas tanah, pembebanan hak atas tanah atau akta ikrar wakaf.
64
S.Chandra, 2007, Salah Kaprah atau Tidak Paham, Majalah Renvoi, Jakarta, No. 7.55 V, Tanggal 3 Juli 2007.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) menurut ketentuan Pasal Pasal 1 Angka (1) dan Pasal 2 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 bahwa pejabat pembuat akta tanah selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun. Dengan pengertian bahwa PPAT hanya diberi wewenang membuat akta yang berkaitan dengan peralihan dan pembebanan hak atas tanah dan satuan rumah susun meliputi akta ; jual beli, tukar menukar, hibah, inbreng, pembagian hak bersama dan pemberian hak tanggungan serta surat kuasa membebankan hak tanggungan. Seterusnya menurut ketentuan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf bertalian dengan Pasal 1 Angka (8) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Wakaf antara lain menyatakan bahwa pejabat pembuatan akta ikrar wakaf selanjutnya disingkat dengan
PPAIW
merupakan
pejabat
berwenang
yang
ditetapkan menteri untuk membuat akta ikrar wakaf.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Dengan penegertian bahwa PPAIW hanya berwenang membuat akta otentik khusus tanah wakaf. Namun ketika ditanya di Kantor Pertanahan Kota Medan siapa pejabat yang berwenang untuk membuat akta tukar menukar antara kepemilikan tanah hak dengan kepemilikan tanah wakaf ? selanjutnya dijawab oleh Syafruddin bahwa sampai saat ini belum ada suatu peraturan perundangan secara khusus yang mengatur tetang perbuatan hukum itu, karena jika aktanya dibuat di hadapan PPAIW menjadi tidak berwenang terhadap kepemilikan tanah hak dan jika dibuat di hadapan PPAT menjadi tidak berwenang terhadap kepemilikan tanah wakaf demikian juga jika dibuat di hadapan notaris maka kedua kepemilikan baik tanah hak maupun tanah wakaf sama tidak berwenang sehingga permasalahan ini merupakan konflik stagnasi pengaturan hukum pendaftaran tanah yang membutuhkan kebijaksanaan. Selanjutnya dari hasil penelitian diketahui bahwa bentuk
konflik
pengaturan
hukum
pendaftaran
tanah
melipputi konflik sinkronisasi, konsistensi dan stagnasi. Dengan demikian dapat diketahui bahwa bentuk konflik pengaturan hukum pendaftaran tanah yang memerlukan
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
kebijaksanaan pemerintah untuk mengatasinya meliputi konflik sinkronisasi, konflik konsistensi dan konflik stagnasi. 2.
Konflik Penerapan Hukum Pendaftaran Tanah Tujuan hukum juga termasuk untuk mengatur tingkah laku masyarakat supaya mencapai arah masyarakat yang adil dan makmur, namun berbagai peraturan perundangan yang ada tidak semuanya dapat mendukung tujuan tersebut, bahkan mungkin bertentangan dengan semangatnya. 65 Namun adakalanya ketika dilaksanakan hukum terkait bidang pendaftaran oleh kantor pertanahan timbul konflik antara para pihak yang merasa berkepentigan sehingga perlu diuji kebenarannya di hadapan hakim pengadilan. Pada dasarnya Konflik penerapan hukum pendaftaran tanah meliputi setidaknya 3 (tiga) konflik hukum ; pertama konflik hukum administrasi ; kedua konflik hukum perdata ; ketiga konflik hukum pidana.
65
Maria S.W. Sumardjono, 2008, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, Halaman 4.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
a.
Konflik hukum administrasi pendaftaran tanah. Konflik hukum administrasi pendaftaran tanah dapat terjadi ketika hasil pelaksanaan pendaftaran tanah yang dilaksanakan oleh kantor pertanahan sebagai putusan tata usaha negara telah merugikan pihak berkepentingan baik perorangan atau badan hukum karena melegalisasikan perbuatan pihak lain yang tidak sah atau wanprestasi sehingga perlu diajukan gugatan agar pengadilan tata usaha negara membatalkan atau tidak mensahkan hasil atau putusan kantor pertanahan tersebut dengan atau tanpa disertai ganti rugi dan atau rehabilitasi. 66 Konflik sebagaimana tersebut di atas oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia diberikan petunjuk yaitu Petunjuk Teknis Deputi V Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor : 06/JUKNIS/D.V/2007 Tentang Berperkara Di Pengadilan Dan Tindak Lanjut Pelaksanaan Putusan Pengadilan antara lain menyebutkan bahwa terhadap perkara yang belum atau sedang atau sudah diputus oleh pengadilan dan ditemukan cacat administrasi sepanjang mengenai keputusan Pejabat Tata Usaha Negara meliputi kesalahan sebagai berikut ;
66
Bambang Waluyo, 1996, Sistem Pembuktian Dalam Peradilan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, Halaman 46.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
1).
Kesalahan prosedur
2).
Kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan cacat administrasi ini
3).
Kesalahan subyek hak
4).
Kesalahan obyek hak
5).
Kesalahan jenis hak
6).
Kesalahan perhitungan luas
7).
Terdapat tumpang tindih hak atas tanah
8).
Data yuridis atau fisik tidak benar, atau
9).
Kesalahan lainnya yang bersifat hukum administratif Selanjutnya kantor pertanahan mengambil tindakan atas nama
Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan sebagai berikut ; 1)
Tidak meneruskan proses perkara dengan melaporkan temuan adanya cacat administrasi
2)
Menyelesaikan sengketa di luar pengadilan atas dasar kehendak para pihak
3)
Menuangkan hasil penyelesaian sengketa di luar pengadilan dalam Berita Acara
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Namun tindakan tersebut hanya dapat dilaksanakan oleh kepala kantor pertanahan dengan syarat perkara tata usaha negara tersebut sebagai berikut ; 1).
Tidak merugikan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi
2).
Tidak berkaitan dengan asset intansi pemerintah, BUMN atau BUMD
3).
Posisi hukum Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dalam pihak adalah selaku turut tergugat yang obyek perkaranya bukan produk Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Namun ketika persyaratan tersebut tidak terpenuhi maka
pegakan hukum administrasi pendaftaran tanah tetap dilanjutkan pada tingkat peradilan tinggi dan atau mahkamah agung, bahkan sampai kepada pengusulan pembatalan terhadap sertipikat yang menyalahi hukum administrasi negara dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Sebagai contoh berdasarkan data yang diperoleh di Kantor Pertanahan Kota Medan dalam kasus perkara di Pengadilan Tata Usaha
Negara
Medan
dengan
register
perkara
Nomor
:
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
7272/G.TUN/205/PTUN-MDN yang telah diputus oleh Pengadilan Tata
Usaha
Negara
Medan
dengan
Nomor
:
72/G.TUN/2005/PTUN-MDN Tanggal 8 Maret 2006 juncto Pengadilan
Tinggi
Tata
Usaha
Negara
Medan
Nomor
:
53/BDG/2006/PT.TUN-MDN Tanggal 12 Juli 2006 juncto Putusan Kasasi
Mahkamah
Agung
Republik
Indonesia
Nomor
:
52.K/TUN/2007 Tanggal 16 Nopember 2007 sebagai berikut ; Bahwa sertipikat Hak Milik Nomor 1970 Kelurahan Helvetia Timur seluas 435 M2 yang diterbitkan tanggal 18 Oktober 2004 berdasarkan Surat Keterangan Tanah Camat Medan Sunggal Nomor 318/SKT/MS/1975 tanggal 12 Desember 1975 atas nama Yohanes Situmorang kemudian dijual kepada Diana H. Pulungan dan Diana H. Pulungan menjualnya kepada Naimah. Selanjutnya hak atas tanah tersebut digugat oleh ahli waris Drs. FMD Situmorang berdasarkan Surat Keterangan Tanah yang dikeluarkan Camat Medan Sunggal Nomor 258/SKT/MS/1975 tanggal 12 September 1975 yang oleh pengadilan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan serta Mahkamah Agung memenangkan pihak ahli waris Drs. FMD Situmorang sekaligus menyatakan batal sertipikat Hak Milik Nomor 1970 tersebut atas nama Naimah tersebut.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
b.
Konflik hukum perdata pendaftaran tanah. Konfik hukum perdata dalam bidang pendaftaran tanah dapat saja terjadi karena adanya perbedaan pengaturan keperdataan dalam pendaftaran tanah seperti kepemilikan hak atas tanah terdaftar secara formil di kantor pertanahan dan kepemilikan hak atas tanah secara materiil kenyataan lapangan, boleh jadi satu bidang tanah secara formil kepunyaan Warga Negara Indonesia namun secara materiil kepunyaan warga negara asing, kondisi ini sebagai akibat konflik pengaturan hukum keperdataan di satu sisi hanya Warga Negara Indonesia yang boleh mempunyai hak milik atas tanah sesuai ketentuan Pasal 21 Ayat (1) Undang-undang Pokok Agraria, namun Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata juga membolehkan kepada para pihak membuat perikatan sepanjang sah menurut undang-undang sesuai azas kebebasan berkontrak. 67 Contoh dapat dikemukakan yaitu kasus kepemilikan sertipikat Hak Milik Nomor 980 Desa Ubud Kabupaten Gianyar Propinsi Bali seluas 300 M2 (tiga ratus meter persegi) yang secara formil terdaftar di Kantor Pertanahan Kabupaten Gianyar atas nama seorang Warga Negara Indonesia.
67
Maria S.W. Sumardjono, 2007, Pengaturan Hak Atas Tanah Beserta Bangunan Bagi Warga Negara Asing dan Badan hukum Asing, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, Halaman 14.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Pada hal sebenarnya secara materiil tanah tersebut dibeli oleh warga negara asing sebagaimana tertuang di dalam surat perjanjian yang di hadapan notaris yang dibuat satu paket dengan kusa notariil tanggal 3 Agustus 1998 yang isinya menyatakan bahwa tanah tersebut kepunyaan warga negara asing tersebut berikut dengan segala kewenangan yang mungkin timbul dalam hubungan hukum antara warga negara asing tersebut dengan tanah tersebut. Namun dalam perjalanan pemilikan tanah tersebut timbul wanprestasi yang bermuara kepada gugatan perdata di Pengadilan Negeri Gianyar dengan registrasi Nomor : 24/Pdt.G/2002/PN-Gir. Terlepas dari kelanjutan kasus tersebut di peradilan, yang jelas kasus ini timbul akubat adanya konflik hukum keperdataan bidang pendaftaran tanah. 68 Dengan demikian dapat diketahui bahwa konflik hukum perdata bidang pendaftaran tanah dapat saja terjadi yang akhirnya perlu diuji di hadapan hakim pegadilan untuk menentukan pihak yang lebih berhak atas tanah yang dipersengketakan tersebut, hal ini sejalan dengan azas publisitas negatif pendaftaran tanah yang berlaku di Indonesia.
68
ibid, Halaman 18.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Pendaftaran tanah yang menganut sistem negatif menjadikan setiap orang berhak menuntut keabsahan pemilikan bidang tanah ketika ada pihak yang merasa berhak dan mempunyai bukti yang lebih kuat, dengan pengertian bahwa nama orang yang terdaftar selaku pemegang hak di dalam sertipikat tanah tidak mutlak sebagai pemiliknya, karena terbukanya kesempatan bagi pihak lain untuk menggugatnya di hadapan hakim pengadilan. 69 Pemberian jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, memerlukan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, lengkap, dan jelas yang dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuannya. Selain itu dalam menghadapi kasus-kasus konkret hendaknya diperlukan juga terselenggaranya pendaftaran tanah yang memungkinkan bagi para pemegang hak atas tanah dengan mudah membuktikan hak atas tanah yang dikuasainya sedangkan bagi para pihak yang berkepentingan misalnya calon pembeli atau calon kreditor untuk dengan mudah mengakses data dalam rangka memperoleh keterangan yang diperlukan mengenai data tanah yang menjadi objek perbuatan hukum yang diingininya sehingga menjadi mudah sebagaimana azasnya pendaftaran tanah.
69
Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, 2008, Hukum Pendaftaran Tanah, Penerbit Mandar Maju, Bandung, Halaman 198.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
c.
Konflik hukum pidana pendaftaran tanah. Konflik hukum pidana pendaftaran tanah dapat saja terjadi karena iktikad tidak baik dari oknum tertentu, baik dari pihak masyarakat maupun pemerintah yang bersifat kriminalisasi murni, misalnya penggelapan atau penipuan surat-surat bukti pemilikan hak atas tanah ataupun penggelapan surat-surat lainnya sepanjang terkait dengan pendaftaran tanah. Selain perbuatan kriminalisasi dalam perolehan hak atas tanah oleh oknum tertentu tersebut di atas juga Undang-undang Pokok Agraria ada mengatur mengenai hukum pidana bidang pendaftaran tanah terutama bagi pemegang haknya berkewajiban memelihara, menyuburkan dan mencegah kerusakan tanahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 UUPA dengan ancaman kurungan yang dipandang sebagai pelanggaran. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tindak pidana di dalam pendaftaran tanah ada macam ; pertama tindak pidana murni kriminal seperti penggelapan dan lain sebgainaya yang harus diberikan dengan hukuman badan ; kedua tindak pidana yang lebih kepada suatu bentuk pelanggaran sehingga dapat diganti dengan hukuman denda.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Selanjutnya
menurut
Syafruddin
Kalo
dalam
pidato
pengukuhan Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara tanggal 2 September 2006 di Medan menyatakan antara lain adanya tindak pidana di dalam pendaftaran tanah sebagai contoh beliau mengemukakan permasalahan tanah bekas HGU yang Kesalahan dalam pembuatan sertifikat bisa saja karena adanya unsur-unsur penipuan (bedrog), kesesatan (dwaling) dan atau paksaan (dwang) dalam pembuatan data fisik maupun data yuridis yang dibukukan dalam buku tanah. Dengan demikian sertifikat yang dihasilkan dapat berakibat batal demi hukum. Sedangkan bagi subjek yang melakukan hal tersebut dapat dikatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad). Apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh alat-alat perlengkapan negara/BPN, maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai onrecht matige overheidsdaad atau penyalahgunaan kewenangan dari pejabat Tata Usaha Negara. Van der Pot menyebut empat syarat yang harus dipenuhi agar ketetapan dapat berlaku sebagai ketetapan sah, yaitu ; pertama ketetapan harus dibuat oleh alat yang berwenang (bevoegd) membuatnya ; kedua, karena ketetapan suatu pernyataan kehendak (wilsverklaring), makapembentukan kehendak itu tidak boleh memuat kekurangan yuridis (geen juridische gebreken in de wilsvorming) ; ketiga, ketetapan harus diberi bentuk (vorm) yang ditetapkan dalam peraturan yang menjadi dasarnya dan pembuatnya harus juga memperhatikan cara (procedure) membuat ketetapan itu bilamana cara itu ditetapkan dengan tegas dalam peraturan dasar tersebut ; keempat, isi dan tujuan ketetapan harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasar. Akibatnya jika salah satu syarat tidak dipenuhi, maka ketetapan yang bersangkutan menjadi ketetapan yang tidak sah, misalnya: ketetapan yang dibuat oleh organ atau pejabat yang tak berwenang (on bevoegd) ketetapan itu dibuat karena adanya penipuan (bedrag), ketetapan itu tidak menurut prosedur berdasarkan hukum (rechtmatige) dan ketetapan itu tidak memenuhi tujuan peraturan dasarnya (doelmatige) atau telah terjadi penyalahgunaan wewenang (detounament de pauvoir). Berdasarkan paparan di atas, maka perbuatan hukum pemerintah dalam hal ini BPN dalam melakukan pendaftaran tanah dan menerbitkan sertifikat sebagai suatu perbuatan hukum, untuk menimbulkan keadaan hukum baru dan melahirkan hak-hak serta kewajiban-kewajiban hukum baru terhadap orang/subjek hukum tertentu, harus memenuhi syarat-syarat tersebut dan tidak boleh mengandung unsur kesalahan baik menyangkut aspek teknis pendaftaran tanah maupun aspek yuridisnya. Kesalahan dalam hal ini, menurut hukum administrasi negara berimplikasi bagi penerbitan sertifikat yang dapat berakibat batal atau dapat dibatalkan. Apabila kesalahan itu mengandung unsur culpa atau dolus, maka perbuatan tersebut mengandung indikasi kriminal dan terhadap pelakunya dapat dipidana.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
terdaftar atas nama PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II) namun haknya telah berakhir dan tidak diperpanjang lagi sehingga haknya kembali menjadi tanah negara, akan tetapi ternyata pihak PTPN II mengalihkan hak atas tanah tersebut kepada pighak lain sehingga menurut Syafruddin Kalo bahwa perbuatan mengalihkan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum (onrecht matigedaad), karena telah melanggar asas nemo plus yuris atau melakukan perbuatan yang melebihi haknya, karena PTPN II hanya berhak mengalihkan HGU, jika haknya berakhir maka tanah kembali kepada negara atau dikuasai oleh negara sehingga perbuatan tersebut masuk ke ranah hukum pidana dan para pelakunya dapat dijatuhkan sanksi pidana, karena adanya unsur ; melanggar hak orang
lain;
atau
bertentangan
(rechtsplicht)
dari
yang
dengan
melakukan
kewajiban
perbuatan
itu
hukum ;
atau
bertentangan dengan kesusilaan maupun asas-asas pergaulan kemasyarakatan mengenai penghormatan diri orang lain atau barang lain. Dengan demikian pihak berwenang baik Polisi, Jaksa bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi dapat melaksanakan tugasnya. 70
70
Syafruddin Kalo, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara tanggal 2 September 2006 di Medan, Halaman 20-25.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA