44 BAB II TINJAUAN TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DAN PENDAFTARAN TANAH
2.1
Pejabat Pembuat Akta Tanah
2.1.1
Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah Setelah
berlakunya
Undang-Undang
Pokok
Agraria
selanjutnya
diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah sebagai penunjang tujuan dari diterbitkannya Undang-Undang Pokok Agraria. Hal tersebut merupakan sejarah keberadaan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang dikenal sampai saat ini, selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 dirubah atau digantikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pasal 1 Angka 4 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 menyebutkan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak tanggungan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1997 juga menyebutkan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah. Pasal 1 angka 24 Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah
45 tertentu. Pasal 1 angka 1 Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Pasal 1 angka 1 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 menyebutkan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenani hak-hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Berdasarkan peraturan perundang-undangan di atas yang mengatur mengenai Pejabat Pembuat Akta Tanah menunjukkan bahwa Pejabat pembuat Akta Tanah merupakan pejabat umum. Istilah pejabat umum dalam pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah terdapat dihampir seluruh peraturan perundangundangan di atas namun tidak terdapat pengertian apa yang dimaksud dari pejabat umum tersebut. Menurut Boedi Harsosno, yang dimaksud dengan pejabat umum adalah seorang yang diangkat oleh pemerintah dengan tugas dan kewenangan memberikan pelayanan kepada umum di bidang tertentu.1 Berdasarkan peraturan perundang-undangan di atas yang mengatur mengenai Pejabat Pembuat Akta Tanah terdapat kesamaan yaitu Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah seorang pejabat umum, dan memiliki wewenang untuk
1
Boedi Harsono, PPAT Sejarah Tugas Dan Kewenangan, Majalah Renvoi, No. 8.44.IV, Jakarta, 3 Januari 2007, Hal. 11
46 membuat akta yang berhubungan dengan pertanahan. Namun terdapat beberapa perbedaan antara peraturan perundang-undangan yaitu: 1. Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996, Akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah diperinci secara tegas, yaitu akta pemindahan hak, akta pembebanan hak tanggungan dan akta kuasa membebankan hak tanggungan. 2. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak diperinci secara tegas, hanya dirumuskan akta-akta tertentu, 3. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 dan Peraturan Kepala badan Pertanahan nasional Nomor 1 Tahun 2006, akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah akta autentik, akta dibuat untuk perbuatan hukum tertentu dan obyek perbuatan hukumnya mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.2 Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu yang diatur dalam peraturan perundangundangan yang bersangkutan, yaitu akta pemindahan serta pembebanan hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dan akta pemberian kuasa untuk Hak Tanggungan.3 2.1.2
Dasar Hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah 2
Urip Santoso, op. cit. Hal. 326-327. Boedi Harsono, op. cit. Hal. 486.
3
47 Pejabat Pembuat Akta tanah berperan penting dalam proses pendaftaran tanah. Peran dari Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah membantu Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten maupun Kota untuk melaksanakan kegiatan dalam proses pendaftaran tanah. Ketentuan yang mengatur mengenai Pejabat Pembuat Akta Tanah terdapat dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yaitu dalam Pasal 1 Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh menteri. Pada Pasal 2 Untuk desa-desa dalam wilayah yang terpencil menteri dapat menunjuk Pejabat Pembuat Akta Tanah sementara. Pada Psal 3 peraturan jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan yang dimaksud dalam Pasal 7 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996 tentang Pendaftaran tanah adalah Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah dilaksanakan oleh Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Bandan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Bandan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan
48 Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.4 Ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang mengatur tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah terdapat dalam Pasal 6 ayat (1) yaitu, “dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menuruut Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan”. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, namun dalam hal ini Pejabat Pembuat Akta Tanah bukanlah bawahan dari Kepala Kantor Badan Pertanahan, melainkan Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut mempunyai kemandirian dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menjelaskan bahwa akta Pejabat Pembuat Akta Tanah yang digunakan sebagai alat bukti untuk proses pendaftaran tanah, yaitu “Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaandan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku” Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menjelaskan bahwa Pejabat Pembuat Akta tanah dapat menolak untuk membuat
4
Urip Santoso, op. cit. Hal. 316-317.
49 akta tanah yang mana diatur dalam Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yaitu: “(1) PPAT menolak untuk membuat akta, jika: a. mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun, kepadanya tidak disampaikan sertipikat asli hak yang bersangkutan atau sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan; atau b.
mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak disampaikan: 1) surat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) atau
surat
keterangan
Kepala
Desa/Kelurahan
yang
menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2); dan 2) surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertipikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan; c. salah satu atau para pihak yang akan melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau salah satu saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 tidak berhak atau tidak memenuhi syarat untuk bertindak demikian;
50 d. salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa mutlak yang pada hakikatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan hak; atau e. untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan belum diperoleh izin Pejabat atau instansi yang berwenang, apabila izin tersebut diperlukan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau f. obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai data fisik dan atau data yuridisnya; atau g. tidak dipenuhi syarat lain atau dilanggar larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. (2) Penolakan untuk membuat akta tersebut diberitahukan secara tertulis kepada pihak-pihak yang bersangkutan disertai alasannya. 2.1.3
Pengangkatan dan Pemberhentian PPAT Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah menjelaskan bahwa terdapat 3 macam Pejabat Pembuat Akta Tanah yaitu: 1. Pejabat Pembuat Akta Tanah Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. 2. Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara
51 Pejabat Pembuat Akta Tanah sementara adalah pejabat pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan membuat akta Pejabat Pembuat Akta Tanah di daerah yang belum cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pejabat Pembuat Akta Tanah sementara ini adalah Kepala Kecamatan. 3. Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus Pejabat Pembuat Akta Tanah khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanjab tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan membuat akta Pejabat Pembuat Akta Tanah tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas pemerintah tertentu. Pejabat Pembuat Akta Tanah khusus hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan hukum yang disebut secara khusus dalam penunjukan. Pejabat Pembuat Akta Tanah diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional, sedangkan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi yang mendapat pelimpahan kewenang dari Kepala Badan Pertanahan Nasional. Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, untuk dapat diangkat menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Berkewarganegaraan Indonesia;
52 2. Berusia sekurang-kurangnya 30 tahun; 3. Berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan yang dibuat oleh instansi kepolisian setempat; 4. Belum
pernah
dihukumpenjara
karena
melakukan
kejahatan
berdasarkan utusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; 5. Sehat jasmani dan rohani; 6. Lulusan Program Pendidikan Spesialis Notariat atau Program Pendidikan
Khusus
Pejabat
Pembuat
Akta
Tanah
yang
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan tinggi; 7. Lulus ujian yang diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria/Badan Pertanahan Nasional. Ketentuan mengenai penunjukan Pejabat Pembuat Akta Tanah sementara dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Camat yang wilayah kerjanya berada di dalam daerah Kabupaten/Kota yang formasi Pejabat Pembuat Akta Tanahnya belum terpenuhi dapat ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah sementara. 2) Surat Keputusan Penunjukan Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah sementara ditandatangani oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi atas nama Kepala Badan Pertanahan Nasional. 3) Untuk keperluan penunjukan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara, Camat yang bersangkutan melaporkan pengangkatannya
53 sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dengan melampirkan salinan atau foto copy keputusan pengangkatan tersebut. 4) Penunjukan Kepala Desa sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional setelah diadakan penelitian mengenai keperluannya berdasarkan letak desa yang sangat terpencil dan banyaknya bidang tanah yang sudah terdaftar di wilayah desa tersebut. Ketentuan mengenai penunjukan Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Penunjukan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus dilakukan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional secara kasus demi kasus. 2. Penunjukan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus dapat dilakukan didalam keputusan mengenai penetapan program khusus pelayanan masyarakat atau untuk melayani pembuatan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah tertentu bagi negara sahabat berdasarkan asas resiprositas sesuai dengan pertimbangan dari Departemen Luar Negeri, yang memerlukan ditunjuknya Kepala Kantor Pertanahan Kabupate/Kota sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus. Pejabat Pembuat Akta Tanah berhenti menjabat, karena :
54 1. Meninggal dunia; atau 2. Telah mencapai usia 60 tahun; atau 3. Diangka dan mengangkat sumpah jabatan atau melaksanakan tugas sebagai Notaris dengan tempat kedudukan di Kabupaten/Kota yang berbeda dengan daerah kerjanya sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah; atau 4. Diberhentikan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasioanal. Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus berhenti melaksanakan tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah apabila tidak lagi memegang jabatannya, atau diberhentikan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional 2.1.4
Tugas Pokok Dan Wewenang Pejabat Pembuat Akta Tanah Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah menetapkan bahwa : “Dalam melaksankan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundangundangan yang bersangkutan”. Pasal 6 ayat (2) ini hanya disebutkan kegiatan-kegiatan tertentu, tidak disebutkan secara tegas kegiatan-kegiatan apa dalam pendaftaran tanah yang menjadi tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah untuk membantu Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Tugas pokok Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam membantu pelaksanaan pendaftaran tanah oleh Kepala Kantor Pertanahan
55 ditetapkan dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah , yaitu : 1. Pejabat Pembuat Akta Tanah bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. 2. Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut : a. Jual beli; b. Tukar Menukar; c. Hibah; d. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng); e. Pembagian hak bersama; f. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik; g. Pemberian Hak Tanggungan; h. Pemberian kuasa membebankan Hak Taggungan. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, kegiatan yang menjadi tugas utama Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah kegiatan pemeliharaan data pendaftaran. Dalam kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah terdapat perbuatan hukum
56 mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, berupa pemindahan hak, pembagian hak bersama, pembebanan Hak Tanggungan, pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik dan pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. Dalam perbuatan hukum mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dibutuhkan bantuan Pejabat Pembuat Akta Tanah untuk membuat aktanya. A.P. Parlindungan menyatakan tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah melaksanakan recording of deeds of coveyance, yaitu suatu perekaman pembuatan akta tanah yang meliputi mutasi hak, pengikatan jaminan dengan hak atas tanah sebagai Hak Tanggungan, mendirikan hak baru diatas sebidang tanah (Hak Guna Bangunan diatas Hak Milik) ditambah memasang surat kuasa memasang Hak Tanggungan5 Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah diatur dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, yaitu : 1. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah mempunyai kewenangan membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) mengenai hak atas tanah dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang terletak di daerah kerjanya. 2. Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan hukum yang disebut secara khusus dalam penunjukannya. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
5
A.P.Parlindungan, op.cit., Hal.83
57 Pendaftaran Tanah menetapkan bahwa perbuatan hukum mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dibuktikan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah, yaitu : a. Jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dibuktikan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah diatur dalam Pasal 37 ayat (1). b. Peralihan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun karena penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang didahului dengan likuidasi perseroan atau koperasi yang bergabung atau melebur dibuktikan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah diatur dalam Pasal 43 ayat (2). c. Pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, pembebanan Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Sewa untuk bangunan atas Hak Milik dibuktikan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah diatur dalam Pasal 44 ayat (1). Pengertian akta Pejabat Pembuat Akta Tanah menurut Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah: “Akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai bukti telah dilaksanakan nya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.” 2.1.5
Wilayah Kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah
58 Pejabat Pembuat Akta Tanah diangkat untuk suatu daerah kerja tertentu. Daerah kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah satu wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Daerah Kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus meliputi wilayah kerjanya sebagai pejabat pemerintah yang menjadi dasar penunjukannya. Pejabat Pembuat Akta Tanah dapat merangkap jabatan sebagai Notaris, Konsultan atau Penasehat Hukum, Pejabat Pembuat Akta Tanah dilarang merangkap jabatan atau profesi sebagai: 1. Pengacara atau Advokat; 2. Pegawai negeri atau pegawai Badan Usaha Milik Negara/Daerah. Larangan ini dimaksudkan untuk menjaga dan mencegah agar Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam menjalankan jabatannya tersebut tidak menimbulkan akibat yang memberikan kesan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah telah menggangu keseimbangan kepentingan para pihak. Ketentuan ini juga dimaksudkan agar Pejabat Pembuat Akta Tanah dapat menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya demi melayani kepentingan umum agar melaksanakan rasa kemandirian dan tidak memihak. Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dapat dijelaskan bahwa wilayah kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah satu wilayah kerja kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Sedangkan untuk wilayah kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus meliputi wilayah kerjanya sebagai Pejabat Pemerintah yang menjadi dasar penunjukkannya. Apabila
59 sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah ini, seseorang Pejabat Pembuat Akta Tanah mempunyai wilayah kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ada pada Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (wilayah kerjanya melebihi satu wilayah kerja kantor pertanahan), maka Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut harus memilih salah satu dari wilayah kerja tersebut atau setelah 1 (satu) tahun wilayah kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut sesuai denah tempat kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut berada. Dalam Pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa daerah kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah satu wilayah kerja kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Selain itu juga diatur dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah Pasal 6 ayat (1) : apabila suatu wilayah Kabupaten/Kota dipecah menjadi dua atau lebih wilayah Kabupaten/Kota, maka dalam waktu 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Undang-undang tentang pembentukan Kabupaten/Kota sebagai daerah kerja dengan ketentuan bahwa apabila pemilihan tersebut tidak dilakukan pada waktunya, maka mulai 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang pembentukan Kabupaten/Kota baru tersebut daerah kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah yang bersangkutan hanya meliputi wilayah Kabupaten/Kota letak kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah yang bersangkutan.
2.2
Tanah Dan Pendaftaran Tanah
60 2.2.1
Pengertian Tanah Menurut Undang-undang Pokok Agraria yang dimaksud dengan tanah apa
yang disebut dengan permukaan bumi, pengertian land menurut hukum Inggris adalah pengertian yang kita kenal sebagai pengertian dari agraria yang mencakup bumi, air dan ruang angkasa dan tanah menurut Undang-undang Pokok Agraria hanya merupakan bagian terkecil dari bumi yaitu apa yang disebut sebagai permukaan bumi.6 Pasal 4 Undang-undang Pokok Agraria menyebutkan bahwa : 1) Atas dasar hak menguasai dari negara yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orangorang . baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. 2) Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang angkasa yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu, dalam batas-batas menurut undangundang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi. 3) Selain hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan hak-hak atas air dan ruang angkasa.
6
Boedi Harsono, 1997,Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan UUPA dan Pelaksanaannya), Djambatan, Jakrta, hal.17.
61 Tanah merupakan suatu bagian dari bumi yang bentuknya tetap dan tidak dapat dipindahkan yang mempunyai sifat yang berbeda dengan bagian dari bumi yang lainnya seperti air dan udara. Hal tersebut menurut Paul Stepen Latimer memberikan definisi mengenai tanah adalah “in everyday language “land” means the solid parts of the earth’s surface and includes houses, farms, and bush. Land is permanent and it cannot be hidden or moved. It can be improved or degraded but t cannot be destroyed. Land is the opposite of sea, water, and air”7 (Didalam bahasa sehari-hari tanah merupakan bagian padat dari bumi dan termasuk rumah, peternakan dan semak-semak. Tanah adalah permanen dan tidak dapat disembunyikan atau dipindahkan. Tanah dapat ditingkatkan atau diturunkan tetapi tidak dapat dihancurkan. Tanah adalah kebalikan dari laut, air, dan udara). Pengertian tanah menurut A. P. Parlindungan adalah hanya merupakan salah satu bagian bumi, yaitu apa yang disebut sebagai permukaan bumi atau lapisan bumi diatas sekali, disamping apa yang ditanam ditubuh bumi atau bumi.8 Sedangkan batasan tanah menurut pengertian yuridis adalah apa yang telah diberikan pengertian oleh Undang-undang Pokok Agraria yaitu yang disebut dengan permukaan bumi.9
7
Paul Stepen Latimer, 2001, Australian Bussiness Law, CCH Australia Limited, hal.70. 8 Parlindungan A.P., 1999, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung , hal. 10. 9 Boedi Harsono, Op. cit, hal. 17
62 Berdasarkan dengan. hal tersebut di atas, bahwa tanah itu adalah tidak bergerak, sehingga secara fisik tidak dapat diserahkan, dipindah, dibawa dan tanah itu adalah bersifat abadi seterusnya dikatakan : "in its original definition in English law, land is not regarded as compraising merely the surface; it is deem o include everything which is fixed to it, and also the air which lies above it right up to into the sky, and whatever lies below it right down into the centre of earth, it ncludes land cover id with water and so even the sea bed is land. Land is as unchangeable in extent as the earth itself; if cannot be increased or decreased or destroyed as can all other forms of wealth "10 (Dalam definisi awalnya dalam hukum Inggris, tanah tidak dianggap semata-mata merupakan permukaan ia (tanah) dianggap mencakup segala sesuatu yang terpancang (menyatu) padanya, berikut udara diatasnya hingga angkasa, dan apapun yang berada dibawahnya hingga pusat bumi, ia mencakup tanah yang tertutupi oleh air dan karena itu bahkan dasar laut adalah tanah. Tanah tidak dapat diubah luasnya sebagaimana bumi itu sendiri. tanah tidak dapat dinaikkan atau diturunkan atau dihancurkan sebagaimana yang dapat teijadi untuk bentuk-bentuk kekayaan lainnya). Menurut Pasal 5 Nasional Land Code Malaysia (Undang-undang Pertanahan Nasional Malaysia) memberikan uraian apa yang dimaksud dengan tanah yaitu: 1. The surface of earth and all substances forming that surface (permukaan bumi berikut segala sesuatu yang membentuk permukaan bumi tersebut);
10
Boedi Harsono, Op. cit, hal. 22
63 2. The earth below the surface and all the substance therein (Lapisan yang ada dibawah permukaan bumi berikut segala sesuatu yang terkandung didalamnya); 3. All vegetation and other natural products. Whether on nor requiring the periodical application af labour in their production and whether on or below the surface (semua tumbuh-tumbuhan dan hasil alam lainnya baik yang untuk memperoleh hasil diperlukan pemeliharaan tanaga kerja maupun yang tidak baik yang berada dipermukaan bumi maupun yang berada dibawah lapisan permukaan bumi); 4. All things attached to the earth or permanently fastened to any things attached. Whether on or below the surface (segala sesuatu yang sedemikian rupa yang dilekatkan dipermukaan bumi sehingga merupakan barang yang terikat pada tanah atau yang secara permanen ditempelkan kepada benda yang terikat pada bumi tersebut baik yang berada diatas permukaan bumi maupun yang dibawahnya); and 5. Land cover by water ( Tanah yang berada dibawah permukaan air) 11 Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan pengertian tanah adalah sebagai berikut: 1) Permukaan bumi atau lapisan bumi yang ada diatasnva; 2) Keadaan bumi disuatu tempat; 3) Permukaan bumi yang diberi batas;
11
A. P. Perlindungan A.P. , Op. cit, hal. 21
64 4) Bahan-bahan dari bumi, sebagai bahan sesuatu (pasir dan lain sebagainya).12 Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah menyatakan bahwa “bidang tanah adalah bagian dari permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang terbatas, dan itu saja yang merupakan obyek pendaftaran tanah di Indonesia”. Undang-Undang Pokok Agraria menyebutkan hak-hak atas tanah yaitu sebagaimana tersebut dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa: 1) Atas dasar hak menguasai dari negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maapun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. 2) Hak-hak atas tanah yang dirnaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi
wewenang
untuk
mempergunakan
tanah
yang
bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan hukum yang lebih tinggi. 2.2.2
Pengertian Pendaftaran Tanah
12
Poerwadarminta W.J.S, 1985, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta, hal. 893
65 Pendaftaran berasal dari kata Cadastre (Bahasa Belanda) yaitu suatu istilah teknis untuk suatu record (rekaman), menunjukkan kepada luas, nilai, kepemilikan (atau lain-lain alas hak) terhadap suatu bidang tanah.13 Bahasa latin “Capitastrum” yang berarti suatu register atau capita atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi (Coipatatio Terrens), apabila disatukan dengan tegas bahwa pengertian cadastre adalah record (rekaman) dari pada lahan-lahan, nilai dari pada tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan. Dalam pengertian modern kadaster adalah suatu pendaftaran persil-persil dalam bentuk peta dan daftar, hasil pengukuran, pemetaan serta penyelidikan riwayat atas tanah secara saksama, dengan demikian dapar dikatakan bahwa cadaster, itu merupakan alat yang tepat yang memberikan uraian dan identifikasi dari lahan tersebut secara saksama.14 Sedangkan menurut Kamus Besar bahasa Indonesia pendaftaran adalah pencatatan nama, alamat dan lain sebagainya dalam daftar, perihal mendaftar.15 Mengenai pengertian pendaftaran Menurut Shashi Shekhar menyebutkan bahwa: “A cadastre may be defined as an official geographic information system (GIS) which identifies geographic object within a country, or more precisely, within a jurisdiction. Just like land registry, it records attributes concerning places of land, but while the recording of a land registry is based on deeds of conveyance and other right in land, the cadastre is based on measurements and other renderings of the location, size, and value of units of property.”
13
Parlindungan A.P.,Op.cit. hal.11 Hermanses,R.1996, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, hal.2. 15 Poerwadarminta, Op.Cit., hal. 179. 14
66 Kadaster dapat didefinisikan sebagai sistem informasi resmi geografis (SIG) yang mengidentifikasi objek geografis dalam suatu negara, atau lebih tepatnya, dalam yurisdiksi. Sama seperti pendaftaran tanah, itu mencatat atribut tentang tempat tanah, tapi sementara pencatatan pendaftaran tanah berdasarkan perbuatan angkut dan kanan lain di tanah, kadaster didasarkan pada pengukuran dan rendering lainnya dari lokasi, ukuran, dan nilai unit properti.16 Meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat yang sudah mengalami perubahan situasi dan kebutuhan, maka disediakan suatu lembaga baru yang dapat membantu masyarakat, yang sebelumnya tidak dikenal dalam masyarakat hukum adat, yaitu lembaga pendaftaran tanah. Berdasarkan pengertian seperti yang telah dijelaskan diatas mengenai pengertian tanah maka dapat diambil sebuah definisi mengenai pengertian pendaftaran tanah yang disebutkan dalam pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah menyatakan bahwa “pendaftaran tanah adalah rangakaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya”. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah menyebutkan bahwa pendaftaran tanah tersebut dapat dilakukan secara seporadik dan sistimatik dimana masing-masing pelaksanaannya mempunyai kriteria yang
16
Shashi Shekhar, 2008, Encyclopedia of GIS, Springer Sciences Business Media, New York, hal. 65
67 berbeda. Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria memberikan batasan pengertian pendaftran tanah tersebut meliputi: 1. Pengukuran, Perpetaan dan Pembukuan Tanah 2. Pendaftaran hak-hak tanah dan peralihan hak-hak tersebut; 3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Menurut R. Hermanses membagi menjadi dua katagori tentang pendaftaran tanah yaitu untuk pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah sebagai apa yang disebut kadaster, sedangkan untuk pendaftaran hak tanah dan pemeiliharaan serta pemberian surat tanda bukti hak dikatagorikan sebagai pendaftaran hak.17 Hak atas tanah yang dimaksud di atas ditentukan dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-undang Pokok Agraria, yang menyatakan bahwa hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pokok Agraria adalah: a. Hak Milik, b. Hak Guna Usaha, c. Hak Guna Bangunan, d. Hak Pakai, e. Hak Sewa, f. Hak membuka hutan, g. Hak memungut hasil hutan,
17
Hermanses,R.,Op. Cit, hal.2.
68 h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53. Hak-hak atas tanah yang sifatnya sementara tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 53 Undang-undang Pokok Agraria yang menyatakan bahwa: 1) Hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang dirnaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf h, ialah hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan dengan undang-undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan hapusnya dalam jangka waktu yang singkat. 2) Ketentuan dalam pasal 52 ayat (2) dan (3) berlaku terhadap peraturan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini. Hak atas tanah yang dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang Pokok Agraria tidak bersifat limitatif, karena ada satu hak lain yang tidak diatur secara tegas dalam Undang-Undang Pokok Agraria tetapi diatur tersendiri yaitu Hak Pengelolaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agraria No. 9 tahun 1965 yo Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 dan Nomor 9 Tahun 1999 Hak-hak atas tanah yang merupakan obyek dari pada pendaftaran tanah yaitu sebagaimana apa yang diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yaitu: 1) Obyek pendaftaran tanah meliputi :
69 a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai; b. Tanah hak pengelolaan; c. Tanah wakaf; d. Tanah milik atas satuan rumah sususn; e. Hak tanggungan; f. Tanah negara. 2) Dalam hal tanah negara sebagai obyek pendaftaran tanah dimaksud dalam pasal 1 huruf f, pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah negara dalam daftar tanah. Adapun yang dimaksud dengan tanah negara yaitu tanah yang dikuasai langsung oleh negara artinya tidak ada pihak lain diatas tanah itu, tanah itu disebut juga tanah negara bebas.18 Menurut Undang-Undang Pokok Agraria semua tanah dikawasan Negara Republik Indonesia dikuasai oleh negara. Jika di atas tanah itu tidak ada hak pihak tertentu (orang atau badan hukum), maka tanah itu disebut tanah yang langsung dikuasai negara, kalau diatas tanah itu ada hak pihak tetentu, maka tanah itu disebut tanah hak, yang merupakan obyek dari pada pendaftaran tanah Sedangkan yang menjadi subyek dari pada pemilikan tanah dan juga subyek pendaftaran tanah adalah pemegang hak atas tanah baik perorangan maupun badan hukum. Selain pengertian tanah untuk memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan hak, hak pada hakekatnya adalah suatu kekuasaan yang diberikan oleh 18
Yani Pujiwati dkk, 1999, Pendaftaran Tanah Negara berdasarkon PP24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah, jurnal Sosiohumaniora, Vol l.No.l.
70 hukum kepada seseorang terhadap sesuatu benda maupun orang, sehingga diantaranya menimbulkan hubungan hukum.19 Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah disebutkan asas pendaftaran tanah yaitu asas sederhana, aman, terjangkau, mutahir dan terbuka. 1.1.
Asas Sederhana Dimakasudkan
agar
ketentuan-ketentuan
pokok
maupun
prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah. 1.2.
Asas Aman Dimaksudkan untuk menunjukan bahwa pendaftaran tanah perlu dilaksanakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah.
1.3.
Asas Terjangkau Dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah, pelayanan yang diberikan harus terjangkau oleh pihak yang membutuhkan.
1.4. 19
Asas Mutahir
Rusmadi Murad, 1991, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Alumni, Bandung, hal. 28.
71 Yang dimaksudkan dengan asas mutahir adalah kelengkapan yang memadai
dalam
pelaksanaannya
dan
keseimbangan
dalam
pemeliharaan data, sehingga data yang tersedia harus menunjukkan data yang mutahir, dapat menjangkau apabila ada perubahanperubahan dikemudian hari, sehingga perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi, asas ini menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terusmenerus dan berkesinambungan sehingga data yang ada akan selalu sesuai dengan perkembangan dilapangan. 1.5.
Asas Terbuka Dimaksudkan bahwa data yang berada pada Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan kenyataan dan masyarakat secara terbuka dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat.
Disamping itu Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria beserta penjelasannya mengenai beberapa ciri-ciri khusus pendaftaran tanah yaitu. 1. Torrens System; 2. Asas Negatif; 3. Asas Publisitas; 4. Asas Spesialitas; 5. Rechtcadaster atau Pendaftaran Hak; 6. Kepastian Hukum;
72 7. Pemastian Lembaga.20 A.P. Perlindungan mengutip pandangan dari Sir Charles Fortescue Brickdate yang mengatakan ada 6 hal yang harus diperhatikan dalam pendaftaran tanah yaitu: 1. Security, bertolak dari kemantapan sistem sehingga seseorang akan merasa aman atas hak tersebut baik karena membeli tanah tersebut untuk suatu jaminan atas hutang. 2. Simplicy, sederhana sehingga setiap orang dapat mengerti; 3. Accuracy, bahwa terdapat ketelitian dari pada sistem pendaftaran tersebut secara lebih efektip; 4. Expedition, artinya dapat lancar dan segera sehingga menghindari tidak jelas yang bisa berakibat berlarut-larut dalam pendaftaran tersebut. 5. Cheapness, yaitu agar biaya dapat semurah mungkin; 6. Suntability to circumstances, yatu akan tetap berharga baik sekarang maupun kelak dikemudian hari pendaftaran tanah tersebut; 7. Completeness of record : a. Perekaman tersebut harus lengkap lebih-lebih masih ada tanah yang belum terdaftar; b. Demikian pula pendaftaran dari setiap tanah tertentu dengan berdasarkan keadaan pada waktu didaftarkan.21 2.2.3
Sistem Pendaftaran Tanah
20
Perlindungan. A.P., Op cit, hal.126. Perlindungan. A.P., Op.Cit. hal .9
21
73 Di Indonesia dikenal dengan dua sistem pendaftaran tanah pertama kali secara sporadik dan secara sistematik. Hal ini berdasarkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menjelaskan bahwa pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal. Sedangkan pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi: 1. pengumpulan dan pengolahan data fisik, 2. pembuktian hak dan pembukuannya,. 3. penerbitan sertifikat,. 4. penyajian data fisik dan data yuridis; 5. penyimpanan daftar umum dan dokumen. Pendaftaran tanah secara sistematik didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri. Dalam hal suatu desa/kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pendaftarannya dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sporadik. Sedangkan pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan.
74 Badan Pertanahan Nasional telah menjalankan program PRONA (Proyek Operasi Nasional Agraria). Program ini berdasarkan dengan sistem pendaftran secara sistematik. Kegiatan PRONA pada prinsipnya merupakan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali. PRONA dilaksanakan secara terpadu dan ditujukan bagi segenap lapisan masyarakat terutama bagi golongan ekonomi lemah dan menyeselaikan secara tuntas terhadap sengketa-sengketa tanah yang bersifat strategis. Tujuan PRONA adalah memberikan pelayanan pendaftaran pertama kali dengan proses yang sederhana, mudah, cepat dan murah dalam rangka percepatan pendaftaran tanah diseluruh indonesia dengan mengutamakan desa miskin/tertinggal, daerah pertanian subur atau berkembang, daerah penyangga kota, pinggiran kota atau daerah miskin kota, daerah pengembangan ekonomi rakyat. Penyelenggara PRONA bertugas memproses pensertipikatan tanah secara masal sebagai perwujudan daripada program Catur Tertib di Bidang Pertanahan.22 Pemerintah juga memiliki program yang disebut dengan LARASITA (Layanan Rakyat Untuk Sertipikat Tanah), Program ini memiliki sifat sama dengan pendaftaran tanah pertamakali dengan sistem sporadik. LARASITA merupakan layanan pertanahan bergerak (mobile land service) yang bersifat pro aktif atau "jemput bola" ke tengah-tengah masyarakat. Sebagai sebuah kebijakan inovatif, kelahiran LARASITA dilandasi keinginan pemenuhan rasa keadilan yang diperlukan, diharapkan dan dipikirkan oleh masyarakat, serta adanya 22
Kementrian Agraria Dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, 2009, Sertipikasi PRONA, (Cited 2012 June 21), available from: URL: http://www.bpn.go.id/Program/Legalisasi-Aset/Program-Program/SertipikasiPRONA
75 kesadaran bahwa tugas-tugas berat itu tidak akan bisa diselesaikan hanya dari balik meja kantor tanpa membuka diri terhadap interaksi masyarakat yang kesejahteraannya menjadi tujuan utama pengelolaan pertanahan.23 Program LARASITA ini tidak dapat menjangkau semua daerah di Indonesia. Sehingga pelayanan pendaftaran tanah ini juga dibandung oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Penelitian ini menjelaskan bagaimana proses pendaftaran peralihan hak atas tanah yang dilakukan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. 2.2.4
Tujuan Pendaftaran Tanah Sebagaimana disebutkan dalam penjelasan umum angka IV Undang-
Undang Pokok Agaria bahwa pendaftaran tanah yang diselenggarakan diseluruh Indonesia adalah bersifat “Recht Cadaster”, artinya pendaftaran tanah tersebut beertujuan untuk kepastian hukum, sedangkan dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, bahwa pendaftaran tanah bertujuan untuk : 1. Memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hakhak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemeganh hak yang bersangkutan, bahwa tujuan pendaftaran tanah ini merupakan tujuan utama yang diperintahkan oleh Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria; 2. Menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah memperolah data yang
23
Kementrian Agraria Dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional, 2009, Sekilas LARASITA, (Cited 2012 June 21), Availabel from: URL: http://www.bpn.go.id/Program/LARASITA
76 diperlukan dalam melakukan perbuatan hukum mengenai bidangbidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar, hal ini dimaksudkan agar terciptanya suatu pusat informasi mengenai bidangbidang
tanah
sehingga
pihak
yang
berkepentingan
termasuk
pemerintah; 3. Terselenggaranya tertib administrasi pertanahan; Terselenggarannya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib administrasi di bidang pertanahan. Untuk mencapai tertib administrasi tersebut setiap bidang tanah wajib didaftar baik atas inisiatif sendiri maupun atas inisiatif pemerintah secara masal melalui proyek-proyek yang dibiayai oleh pemerintah melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), maupun melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Selain tujuan tersebut di atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 telah memperkaya ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria yaitu24 : 1. Bahwa dengan terbitnya sertipikat hak atas tanah maka kepada pemiliknya diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum; 2. Di Jaman reformasi ini Kantor Pertanahan sebagai Kantor digaris depan haruslah terpelihara dengan baik setiap informasi yang diperlukan untuk suatu bidang tanah, baik untuk pemerintah sendiri sehingga dapat mmerencanakan pembangunan bersama masyarakat;
24
Perlindungan. A.P.,Op. cit, hal.10
77 3. Sehingga untuk itu perlulah tertib administrasi pertanahan dijadikan suatu hal yang wajar dan patut dilaksanakan. Sedangkan menurut Rawton Simson pendaftaran tanah di Inggris bertujuan yaitu “To save person dealing with registered Land From the trauble and expance of going behind the register in order to investigate the histori of their auther’s title and to satisfy themselves of its validyti“ (bertujuan untuk mengamankan seseorang yang berhubungan dengan tanah yang telah terdaftar dari permasaalahan dan peralihan yang terjadi untuk menyelidiki riwayat sesuatu hak atas tanah dan untuk kepuasan kekuatan hukum ), kemudian dinyatakan lagi bahwa pendaftaran tanah adalah sebagai suatu tindakan pengamanan yaitu : 1. The unambiguousig definition of the parcel of land affected (and any right over other land which is enjoyed in viriue of owning the parcel). (difinisi yang bias/mendua dari bidang tanah yang terpengaruh terhadap hak-hak lain atas tanah tersebut yang mana dinikmati pemilik tanah). 2. The name and addess of the owner, individual or corporate ( nama dan alamat dari pemilik baik individual maupun badan hukum ). 3. The Particulars of any interest affecting the parocel. Which is enjoyed by some one other than owner (beberapa kepentingan khusus/spesifik yang mempengaruhi bidang tanah yang dinikmati oleh orang lain dari pada pemilik asli).25
25
Simson, S.R, Land Law and Registration, Cambridge University Press,
page.16.
78 Selain hal tersebut Williamson mengemukakan intisari manfaat sistim pendaftaran tanah di Australia yaitu: 1. Centainty of ownership ( kepastian pemilikan); 2. Security of tenure (jaminan keamanan); 3. Reduction in land disputes (pengurangan persengketaan); 4. Improved conceyancing (peningkatkan peralihan); 5. Stimulation of the land market (merangsang pemasaran tanah); 6. Security for credit (jaminan kredit); 7. Monitoring of the land market (pengendalian harga pasar tanah); 8. Facilitating
land
reform
(memudahkan
perombakan
tanah
/perencanaan); 9. Management of state lands (Pengaturan tanah oleh Negara); 10. Greater efficiency in land taxation (mendukung pajak tanah) 11. Improvements in physical planning (memudahkan perencanaan pisik); 12. Support for land resource management (mereka informasi sumber daya pertanahan).26 Pada negara-negara lain tujuan pendaftaran tanah adalah sudah berguna untuk banyak kepentingan (multi purpose) dan hanya ini dapat dilaksanakan di negara-negara yang menganut sistim pendaftaran tanah positif. Sedangkan di Indonesia pendaftaran tanah belum dapat memberikan data yang dapat digunakan untuk berbagai kepentingan hal ini disebkan masih tumpang tindih kewenangan untuk mengatur masalah pertanahan, walaupun demikian untuk masa yang akan 26
Williamson I, Cadastral and land Information system In Developing countries, The Australia Surveyer, Vol,Page 27-43.
79 datang pemerintah telah mulai agar pendaftaran tanah dapat digunakan untuk kepentingan-kepentingan lainnya misalnya untuk perencanaan pembangunan, perpajakan dan lain-lain, serta karena belum terdaftarnya seluruh bidang tanah yang ada di Indonesia 2.2.5
Obyek Pendaftaran Tanah Obyek pendaftaran tanah adalah bidang-bidang tanah yang dimiliki
dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, hak tanggungan, tanah negara.27 Dalam hal ini tanah negara sebagai obyek pendaftaran tanah. Pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah negara dalam daftar tanah melalui permohonan hak yang kemudian diberikan sertipikat sesuai dengan jenis subyek haknya. Dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria obyek pendaftaran tanah tanah tersebut diatas secara rinci telah dijelaskan sesuai dengan jenis hak atas tanah serta cara proses terjadinya hak-hak atas tanah. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 obyek pendaftaran tanah meliputi: 1. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai; 2. Tanah hak pengelolaan; 3. Tanah wakaf;
27
Boedi Harsono, Op.Cit. hal.429.
80 4. Hak milik atas satuan rumah susun; 5. Hak tanggungan; 6. Tanah negara. Berbeda dengan obyek pendaftaran tanah yang lain, dalam hal tanah negara pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang bersangkutan dalam daftar tanah. Untuk Tanah Negara tidak disediakan Buku Tanah dan karenanya juga tidak diterbitkan sertipikat. Obyek pendaftaran tanah yang lain didaftar dengan membukukannya dalam peta pendaftaran dan Buku Tanah serta menerbitkan sertipikat sebagai surat tanda bukti haknya.28
28
Boedi Harsono, Op. Cit. Hal. 479-480