BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Kebijakan Publik Kebijakan publik merupakan aturan-aturan dan merupakan bagian dari keputusan politik yang megikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik, maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas publik, yakni menerima mandat dari publik atau orang banyak, setelah melalui proses pemilihan yang berlaku sesuai dengan amanat yang tercantum dalam konstitusi. Selanjutnya, kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi Negara yang dijalankan oleh birokrasi pemerintah. Dalam kehidupan masyarakat yang ada di wilayah hukum suatu negara sering terjadi berbagai permasalahan. Oleh karena itu dalam rangka menyeimbangkan peran Negara yang mempunyai kewajiban menyediakan pelayanan publik dengan dibarengi hak menarik pajak dan retribusi, pemerintah memegang penuh tanggungjawab pada kehidupan rakyatnya dan harus mampu menyelesaikan berbagai permasalahanpermasalahan tersebut. Kebijakan publik dibuat dan dilaksanakan untuk mengatasi berbagai permasalahan dan isu-isu yang ada dan berkembang di masyarkat. Pengertian tentang apa itu kebijakan publik telah banyak didefinisikan oleh para ahli dan sumber. Menurut Robert Eyestone (dalam Winarno, 2012:20) bahwa secara luas kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Sedangkan Thomas R. Dye (dalam Winarno, 2012:20) mengatakan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan.
7
Universitas Sumatera Utara
Kebijakan publik adalah sebuah fakta integritas daripada fakta politis ataupun teknis. Sebagai sebuah strategi, dalam kebijakan publik sudah terangkum preferensipreferensi politis daripada actor yang terlibat dalam roses kebijakan, khususnya pada proses perumusan. Selanjutnya Nugroho (2008:54) mendefinisikan kebijakan publik: “Kebijakan Publik adalah keputusan yang dibuat oleh Negara, khusunya pemerintah, sebagai strategi-strategi untuk merealisasikan tujuan Negara yang bersangkutan. Kebijakan Publik adalah strategi untuk mengatur masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju pada masyarakat yang dicita-citakan”. Suatu hal yang harus diingatdalam mendefinisikan kebijakan adalah bahwa pendefinisian kebijakan tetap harus mempunyai pengertian mengenai apa yang sebenarnya dilakukan, ketimbang apa yang diusulkan dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu. Definisi kebijakan publik akan lebih tepat bila definisi tersebut mencakup pula arah tindakan atau apa yang dilakukan dan tidak semata-mata menyangkut usulan tindakan. Berkaitan dengan hal tersebut, Jams Anderson (dalam Winarno 2012:22) mendefiniskan kebijakan publik: “Kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah actor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan.” Berdasarkan pengertian-pengertian tentang Kebijakan sebagaimana dijelaskan diatas peneltiti dapat simpulkan bahwa kebijakan publik adalah yang dipilih pemerintah utntuk melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan berkaitan dengan pencapaian tujuan yang diinginkan ataupun penyelesaian masalah di suatu Negara. Adapun sebuah kebijakan mempunyai tahap-tahap. Tahap-tahap kebijakan publik yang sebagaimana dikemukakan oleh William Dunn (dalam Winarno, 2012:35-37) yaitu:
8
Universitas Sumatera Utara
1.
Tahap Penyusunan Agenda Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebenarnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan.
2.
Tahap Formulasi Kebijakan Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tersebut didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternative atau pilihan kebijakan. Masing-masing alternative bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk menyelesaikan masalah.
3.
Tahap Adopsi Kebijakan Dari sekian banyak alternative kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternative kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislative, consensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.
4.
Tahap Implementasi Kebijakan Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya financial dan manusia. Pada tahap ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana (implementers), namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh pelaksana.
5.
Tahap Evaluasi Kebijakan Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu menyelesaikan masalah.
9
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini, peneliti mengangkat mengenai masalah implementasi suatu kebijakan yang berupa SMS Gateway di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan. 2.2 Implementasi Kebijakan Suatu implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar suatu kebijakan dapat mencapai tujuannya. Oleh karena itu disadari bahwa dengan mempelajari implementasi kebijakan sebagai suatu konsep akan dapat memberikan kemajuan dalam upaya-upaya pencapaian tujuan yang telah diputuskan. Implementasi merupakan tahap yang sangat menentukan di dalam proses kebijakan, karena tanpa implementasi yang efektif maka keputusan pembuat kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan. Guna memperoleh pemahaman yang baik mengenai impelemntasi kebijakan publik kita jangan hanya menyoroti perilaku lembaga-lembaga administrasi atau badan-badan yang bertanggungjawab atas suatu program beserta pelaksananya terhadap kelompok-kelompok yang menjadi sasaran, tetapi juga perlu memperhatikan berbagai jaringan kekuatan politik, sosial, ekonomi yang langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku dari berbagai pihak yang etrlibat dalam suatu program yang pada akhirnya membawa dampak pada program tersebut. Eugene (dalam Agustino, 2006:153) mengungkapkan kerumitan dalam proses implementasi sebagai berikut: “Adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijaksanaan umum yang kelihatannya bagus diatas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam katakata dan slogan-slogan yang kedngarannya mengenakkan bagi telinga para pemimpin dan pemilih yang mendengarnya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk yang memuaskan semua orang.” Kebijakan-kebijakan dapat dimodifikasi untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan kelompok individu, yang dengan demikian tujuan umum dari 10
Universitas Sumatera Utara
kebijakan tersebut dapat saja dibelokkan. Mengingat bahwa dalam banyak kasus para pelaksana kebijakan-kebijakan publik tersebut adalah administrator publik, maka tidak heran apabila kemudian mereka pulalah yang paling sibuk memodifikasi kebijakan itu sendiri demi kepentingan rezim. Grindle (dalam Wahab, 2008:221) mengikhtisarkan keadaan tersebut dengan menyatakan sebagai berikut: “Hingga derajat yang paling besar bila dibandingkan dengan sistem-sistem politik di Amerika Serikat dan Eropa Barat, proses implementasi kebijakan publik di Negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin adalah pusat partisipasi politik dan persaingan politik.” Beberapa definisi implementasi kebijakan publik menurut Jenkis (dalam Parsons, 2006:463), Implementasi adalah studi perubahan, bagaimana perubahan terjadi, bagaimana kemungkinan perubahan bisa dimunculkan. Pendapat lain diungkapkan oleh Maxmanian dan Sabatier (dalam Agustino, 2006:139) yang menyatakan Implementasi kebijakan adalah: “Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya”. Sedangkan Meter dan Horn (dalam Agustino, 2006:139) mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai: “Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabatpejabat suatu kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan”.
11
Universitas Sumatera Utara
Tindakan-tindakan yang dimaksud dalam hal ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan. Menurut Meter dan Horn ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan tipologi kebijakan publik yakni: pertama, kemungkinan implementasi yang efektif akan bergantung sebagian pada tipe kebijakan yang dipertimbangkan. Kedua, faktor-faktor tertentu yang mendorong realisasi atau non realisasi tujuan-tujuan program akan berbeda dari tipe kebijakan yang satu dengan tipe kebijakan yang lain. Suatu implementasi akan sangat berhasil bila perubahan marginal diperlukan dan konsensus tujuan tinggi. Sebaliknya bila perubahan besar ditetapkan dan konsensus tujuan rendah maka prospek implementasi yang efektif akan sangat diragukan. Hal ini selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Lester dan Stewart (dalam Agustino, 2006:139) bahwa: “Implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil (output), maka keberhasilan suatu impelementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan akhir (output) yaitu tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih”. Berikut juga tidak bertentangan dengan yang dikemukakan oleh Grindle (dalam Agustino,2006:154) bahwa: “Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual projects dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai”. Dari beberapa definisi implementasi diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi dapat diartikan sebagai proses pelaksanaan dari kebijakan yang telah 12
Universitas Sumatera Utara
dirumuskan sebelumnya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perlu pula ditambahkan bahwa proses implementasi untuk sebagian esar dipengaruhi oleh macam tujuan-tujuan yang ingin dicapai dan oleh cara tujuan-tujuan itu dirumuskan. Dengan demikian benar implementasi merupakan tahap yang sangat menentukan di dalam proses kebijakan, karena melalui tahap ini keseluruhan prosedur kebijakan dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan kebijakan tersebut. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Kebijakan publik dalam bentuk Undang-Undang atau Perda adalah jenis kebijakan yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau yang sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan. Sedangkan kebijakan publik yang bisa langsung dioperasionalkan antara lain Keppres, Inpres, Kepmen, Kputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas, dan lain-lain. Secara umum dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Kebijakan Publik
Kebijakan Publik Penjelas
Program Intervensi
Program Intervensi
Program Intervensi
Sumber: (Nugroho, 2003:159)
Dalam penelitian ini, peneliti mengangkat salah satu contoh kebijakan publik yang dibentuk dalam rogram yang dimaksud disini adalah program SMS Gateway.
13
Universitas Sumatera Utara
2.3 Model-Model Implementasi Kebijakan Dalam literature ilmu kebijakan terdapat beberapa model implementasi kebijakan publik yang lazim dipergunakan. Pada prinsipnya terdapat dua pemilahan jenis teknis atau model implementasi kebijakan. Pemilahan pertama adalah implementasi kebijakan yang berpola “dari atas ke bawah” (top-bottomer) versus “dari bawah ke atas” (bottom-topper), dan pemilahan implementasi yang berpola paksa (command-andcontrol), dan mekanisme pasar (economic incentive) (Nugroho, 2003:165). Namun secara umum model implementasi kebijakan yang dikemukakan para ahli lebih dipandang pemilahan yang pertama, yang lazim disebut model top-down dan bottom-up. Model top-down berupa pola yang dikerjakan oleh pemerintah untuk rakyat, dimana partisipasi lebih berbentuk mobilisasi. Sebaliknya bottom-up bermakna meski kebijakan dibuat oleh pemerintah, namun pelaksanaannya oleh rakyat. Di antara keduanya ada interaksi pelaksanaan antara pemerintah dengan masyarakat (Nugroho, 2003: 167). Beberapa model implementasi kebijakan dikemukakan oleh para ahli di antaranya model implementasi kebijakan George C. Edward III dengan Direct and Indirect Impact on Implementation,Donald Van Meter dan Carl Van Horn dengan A Model of The Policy Implementation, Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dengan A Framework for Policy Implementation Analysis, dan Merille S. Grindle dengan Implementation as A Political and Administration Process. 2.3.1 Model Implementasi Edward III Model implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Edward III disebut dengan Direct and Indirect Impact on Implementation. Menurut model yang dikemukakan oleh Edward III, ada empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu kebijakan, yaitu faktor sumber daya, birokrasi, komunikasi, dan disposisi, (Agustino, 2006:156). 14
Universitas Sumatera Utara
a. Faktor Komunikasi Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan apa yang menjadi pemikiran dan perasaannya , harapan atau pengalamannya kepada orang lain. Faktor komunikasi dianggap sebagai faktor yang amat penting, karena menjembatani antara masyarakat dengan pemerintah dalam pelaksana kebijakan. Sehingga dapat diketahui apakah pelaksanaan kebijakan berjalan dengan efektif dan efisien tanpa ada yang dirugikan. Implementasi yang efektif baru akan terjadi apabila para pembuat kebijakan dan implementator mengetahui apa yang akan mereka kerjakan, dan hal itu hanya dapat diperoleh melalui komunikasi yang baik. b. Faktor Sumber Daya Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan, karena bagaimanapun dibutuhkan kejelasan dan konsistensi dalam menjalankan suatu
kebijakan
dari
pelaksana
kebijakan.
Jika
para
personil
yang
mengimplementasikan kebijakan kurang bertanggung jawab dan kurang mempunyai sumber-sumber untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan bisa efektif. c. Faktor Disposisi (sikap) Disposisi ini diartikan sebagai sikap para pelaksana untuk mengimplementasikan kebijakan. Dalam implementasi kebijakan menurut Edward III, jika ingin berhasil secara efektif dan efisien, para implementator tidak hanya harus mengetahui apa yang
harus
mereka
lakukan
dan
mempunyai
kemampuan
untuk
mengimplementasikan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kemauan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut. d. Faktor Struktur Birokrasi Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu kebijakan sudah 15
Universitas Sumatera Utara
mencukupi dan para implementator mengetahui apa dan bagaimana cara melakukannya, serta mereka mempunyai keinginan untuk melakukannya, implementasi kebijakan bisa jadi masih belum efektif, karena terdapat ketidakefisienanan struktur birokrasi yang ada. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi yang baik. Menurut Edward III terdapat dua karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi ke arah yang lebih baik, yaitu dengan melakukan Standard Operating Prosedures (SOPs) dan melaksanakan fragmentasi. 1. Standard Operating Prosedure (SOP); adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan
para
pegawai
atau
pelaksana
kebijakan
untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatannya setiap hari sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. 2. Fragmentasi; adalah upaya penyebaran tanggungjawab kegiatan-kegiatan dan aktivitas-aktivitas pegawai diantara beberapa unit. 2.3.2 Model Implementasi Grindle Model implementasi kebijakan selanjutnya dikemukakan oleh Grindle ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan hasilnya ditentukan oleh implementability. (Nugroho, 2008: 445). Menurutnya keberhasilan implementasi kebijakan dapat dilihat dari dua hal yaitu: 1.
Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakan sesuai dengan yang ditentukan (design) dengan merujuk pada aksi kebijakannya.
2.
Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini diukur dengan melihat dua faktor, yaitu: 16
Universitas Sumatera Utara
a.
Dampak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok
b.
Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran dan perubahan yang terjadi. Keberhasilan implementasi kebijakan juga sangat ditentukan oleh tingkat
implementability kebijakan itu sendiri, yaitu yang terdiri dari Content of Policy and Context of Policy, Grindle (dalam Agustino, 2006:1168). 1. Content of Policy menurut Grindle adalah a. Kepentingan-kepentingan
yang
mempengaruhi,
berkaitan
dengan
berbagai kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan, indikator ini berargumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauhmana kepentingankepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya. b. Jenis manfaat yang bisa diperoleh. Pada poin ini Content of Policy berupaya untuk menunjukan atau menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang menunjukan dampak positif yang dihasilkan oleh pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan. c. Derajat perubahan yang ingin dicapai. Setiap kebijakan mempunyai target yang hendak dan ingin dicapai. Adapu yang ingin dijelaskan pada poin ini adalah bahwa seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin dicapai melalui suatu implementasi kebijakan harus mempunyai skala yang jelas. d. Letak pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini harus dijelaskan dimana letak pengambilan
keputusan
dari
suatu
kebijakan
yang
hendak
diimplementasikan. 17
Universitas Sumatera Utara
e. Pelaksana program. Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus didukung dengan adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel demi keberhasilan suatu kebijakan. Hal ini harus terdata atau terpapar dengan baik pada bagian ini. f. Sumber-sumber daya yang digunakan. Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung oleh sumber-sumber daya yang mendukung agar pelaksanaanya berjalan dengan baik. 2. Context of Policy menurut Grindle adalah: a. Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat. Dalam suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaan, kepentingan-kepentingan serta strategi yang digunakan oleh para aktor guna memperlancar jalannya pelaksanaan suatu implementasi kebijakan. Bila hal ini tidak diperhitungkan dengan matang, besar kemungkinan program yang hendak diimplementasikan akan jauh panggang dari api. b. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa. Lingkungan dimana suatu kebijakan dilaksanakan juga berpengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin dijelaskan karakteristik dari lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan. c. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana. Hal lain yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan adalah kepatuhan dan respon dari para pelaksana. Maka yang hendak dijelaskan pada poin ini, sejauhmana kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan. Pelaksanaan kebijakan yang ditentukan oleh isi atau konten dan lingkungan atau konteks yang diterapkan, maka akan dapat diketahui apakah para pelaksana kebijakan dalam membuat sebuah kebijakan sesuai dengan apa yang diharapkan, juga dapat diketahui apakah suatu kebijakan dipengaruhi oleh suatu lingkungan, 18
Universitas Sumatera Utara
sehingga tingkat perubahan yang diharapkan terjadi. 2.3.3 Model Implementasi Mazmanian dan Sabatier Selanjutnya
adalah
Model
implementasi
kebijakan
publik
menurut
Mazmanian dan Sabatier dikenal dengan Kerangka Analisis Implementasi (A Framework
for
Implementation
Analysis).
Mazmanian
dan
Sabatier
mengklasifikasikan proses implementasi kebijakan kedalam tiga variabel (Nugroho, 2003: 169): 1. Variabel Independen, yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman obyek, dan perubahan seperti apa yang dikehendaki. 2. Variabel
Intervening,
menstrukturkan
proses
yaitu
variabel
implementasi
kemampuan dengan
kebijakan
indikator
kejelasan
untuk dan
konsistensi tujuan, dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi sumber dana, keterpaduan hierarkis diantara lembaga pelaksana, aturan pelaksana dari lembaga pelaksana, dan perekrutan pejabat pelaksana dan keterbukaaan kepada pihak luar. Sedangakan variabel diluar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan dengan indikator kondisi sosio-ekonomi dan teknomogi, dukungan publik, sikap dan risorsis dari konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi, serta komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana. 3. Variabel dependen, yaitu tahapan dalam proses implementasi dengan lima tahapan, yaitu pemahaman dari lembaga/badan pelaksana dalam bentuk disusunnya kebijakan pelaksana, kepatuhan obyek, hasil nyata, penerimaan atas hasil nyata tersebut dan akhirnya mengarah kepada revisi atas kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan tersebut ataupun keseluruhan kebijakan yang bersifat mendasar. 19
Universitas Sumatera Utara
2.3.4 Model Implementasi Van Meter dan Van Horn Model implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn (1975:39) mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari kebijakan publik, implementator, dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel yang dimasukkan sebagai variabel yang mempengaruhi kebijakan publik adalah variabel: 1. Ukuran (Standar) dan Tujuan Kebijakan Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosiokultur yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan dilevel warga, maka agak sulit merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil. 2. Sumber daya Keberhasilan
proses
implementasi
kebijakan
sangat
tergantung
dari
kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menurut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumber daya itu nihil, maka sangat sulit untuk diharapkan. Tetapi diluar sumber daya manusia, sumber daya lain yang perlu diperhitungkan juga ialah sumber daya finansial dan sumber daya waktu. Karena mau tidak mau ketika sumber daya manusia yang kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan pencairan dana melalui anggaran tidak tersedia, maka menjadi persoalan pelik untuk merealisasikan apa yang hendak dituju oleh kebijakan publik tersebut. Demikian halnya 20
Universitas Sumatera Utara
dengan sumber daya waktu, saat sumber daya manusia giat bekerja dan pencairan dana berjalan dengan lancar tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hal itu pun dapat menjadi penyebab ketidakberhasilan implementasi kebijakan. 3. Karakteristik Agen Pelaksana Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi non formal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Misalnya implementasi kebijakan publik yang berusaha untuk merubah perilaku atau tingkah laku manusia secara radikal, maka agen pelaksana proyek itu haruslah berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum. Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak terlalu merubah perilaku dasar manusia maka dapat saja agen pelaksana yang diturunkan tidak sekeras dan tidak setegas pada gambaran yang pertama. Selain itu cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan, Van Meter dan Van Horn mengemukakan beberapa unsure yang
mungkin
berpengaruh
terhadap
suatu
organisasi
dalam
mengimplementasikan kebijaka yakni: a. Kompetensi dan ukuran staf suatu badan b. Tingkat pengawasan hierarkis terhadap keputusan sub unit dan proses dalam badan-badan pelaksana c. Sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan diantara anggota legislative dan eksekutif) d. Vitalitas suatu organisasi 21
Universitas Sumatera Utara
e. Tingkat
komunikasi-komunikasi
“terbuka”,
yang
didefinisikan
sebagai jaringan kerja komunikasi horizontal dan vertical secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu diluar organisasi f. Kaitan formal dan informal suatu badan dengan “pembuat keputusan” atau “pelaksana keputusan” 4. Komunikasi antar organisasi aktivitas pelaksana Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik komunikasi dan koordinasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Dan begitu pula sebaliknya. 5. Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik Hal lain yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi kebijakan publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Meter dan Van Horn adlah sejauhmana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi penyebab dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Oleh karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan lingkungan eksternal. Van Meter dan Van Horn juga mengajukan hipotesis bahwa lingkungan ekonomi, sosial, dan politik dari yuridiksi atau organisasi pelaksana akan mempengaruhi karakter badanbadan pelaksana, kecenderungan-kecenderunanpara pelaksana dan pencapaian itu sendiri. Kondisi-kondisi lingkungan sangat berpengaruh pada keinginan dan kemampuan yuridiksi atau organisasi dalam mendukung struktur, vitalitas, dan keahlian yang ada dalam badan-badan administrasi maupun tingkat dukungan politik yang dimiliki. Kondisi lingkungan juga akan berpengaruh pada 22
Universitas Sumatera Utara
kecenderungan-kecenderungan para pelaksana. Jika masalah-masalah yang dapat dislesaikan oleh suatu program begitu berat dan para warga Negara swasta serta kelompok-kelompok kepentingan di mobilisasi untuk mendukung suatu program maka besar kemungkinan para pelaksana menolak program tersebut. Van Meter dan van Horn lebih lanjut menyatakan bahwa kondisi lingkungan mungkin menyebabkan para pelaksana suatu kebijakan tanpa mengubah pilihan-pilihan pribadi mereka tentang kebijakan itu. Namun akhirnya variabel-variabel lingkungan ini dipandang mempunyai pengaruh langsung pelayanan publik yang dilakukan. Dengan kata lain, kondisi-kondisi lingkungan mungkin memperbesar atau membatasi pencapaian, sekalipun kecenderungan-kecenderungan para pelaksana dan kekuatan-kekuatan lain dalam model ini juga mempunyai pengaruh terhadap implementasi program. 6. Kecenderungan (disposition) dari para pelaksana/impelemntor Sikap penerimaan atau penolaan dari agen pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Melainkan kebijakan yang akan implementor laksanakan adalah kebijakan “dari atas ke bawah” (top down) yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga ingin selesaikan.
23
Universitas Sumatera Utara
2.4. Perizinan
Perizinan atau izin merupakan salah satu instrument hukum administrasi Negara yang dapat digunakan bagi pelaksana undang-undang untuk melakukan tindakan hukum dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Meskipun Syahran Basah mengakui betapa sulitnya memberikan defenisi perihal perizinan karena terlalu beragamnya defenisi tersebut, tetapi kata kunci yang dapat menjadi pegangan dari pada izin menurut hemat penulis, bahwa pada dasarnya perbuatan itu berangkat memang pada dasarnya dibolehkan oleh sesutau ketentuan hukum. Di bawah ini dikutip beberapa defenisi perizinan dari beberapa ahli diantaranya:
1. Utrecht, Perizinan adalah bilamana pembuat peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan tetapi masih jua memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka perbuatan administrasi Negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (vergunning). 2. Prins, Perizinan adalah pada izin memuat uraian yang limitatif tentang alasan-alasan penolakannya, sedangkan syarat atau bebas dispensasi memuat uraian yang limitatif tentang hal-hal yang untuknya dapat diberikan dispensasi itu, tetapi perbedaan ini tidak selamanya jelas. 3. Ateng Syarifuddin,Perizinan adalah bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh atau als opheffing van een algemen verbodsregel in het concrete geval (sebagai peniadaan ketentuan larangan umum dalam peristiwa konkret). 4. Bagir Manan mengatakan Perizinan adalah bahwa izin dalam arti luas, suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu secara umum dilarang.
24
Universitas Sumatera Utara
5. N.M Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, Perizinan adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan-larangan peraturan perundang-perundangan.
Jenis perizinan dapat dibagi berdasarkan sifanya diantaranya terbagai dalam beberapa bagian: Izin yang bersifat bebas adalah izin yang sebagai KTUN (Keputusan Tata Usaha Negara) yang penerbitannya tidak terikat pada aturan dan hukum tertulis serta organ yang berwenang dalam izin memiliki kadar kebebasan yang besar dalam memutuskan pemberian izin. Izin bersifat terikat adalah izin sebagai KTUN yang penerbitannya terikat pada aturan hukum tertulis dan tidak tertulis serta organ yang berwenang dalam izin kadar kebebasannya dan wewenangnya tergantung pada kadar sejauh mana peraturan perundangundangan mengaturnya. Misalnya Izin Memdirikan Bangunan, izin HO (gangguan), izin usaha industri.
Perizinan yang bersifat menguntungkan, merupakan izin yang isinya mempunyai sifat menguntungkan pada yang bersangkutan, misalnya SIM. SIUP, SITU.
Izin yang bersifat memberatkan merupakan izin yang isinya mengandung unsurunsur yang memberatkan dalam bentuk ketentuan-ketentuan yang berkaitan kepadanya. Misalnya Perizinan pendirian perusahaan.
Izin yang segera berakhir, merupakan izin yang menyangkut tindakan-tindakan yang akan segera berakhir atau izin yang masa berlakunya bersifat pendek, misalnya izin mendirikan bangunan yng hanya berlaku pada saat bangunan didirikan dan berakhir pada saat bangunan selesai didirikan.
25
Universitas Sumatera Utara
Izin yang berlangsung lama, merupakan izin yang menyangkut tindakan-tindakan yang berakhirnya atau masa berlakunya relatif lama, misalnya izin usaha industri dan izin yang berhubungan dengan lingkungan.
Perizinan yang bersifat pribadi merupakan izin yang isinya tergantung pada sifat atau kulitas pribadi dan pemohon izin, misalnya izin mengemudi.
Izin yang bersifat kebendaan adalah izin yang tergantung pada sifat dan objek izin misalnya izin HO (Hinderordonnantie atau izin gangguan), SITU (Surat Izin Tempat Usaha).
Pembedaan antara izin yang bersifat pribadi dan kebendaan adalah penting karena hal itu menyangkut kemungkinan mengalihkannya kepada pihak lain, izin yang bersifat pribadi jelas tidak dapat dialihkan kepada lain mislanya SIM. Sedangkan yang dapat dialihkan kepada pihak lain misalnya jika terjadi penjualan perusahaaan maka izin HO-nya dapat saja secara otomatis beralih pada pihak lain dengan syarat nama perusahaan tidak berubah.
2.5.2 Perizinan yang ada di DPMPTSP Kota Medan Berdasarkan Perwal no. 36 Tahun 2010 Terdiri Dari : o
Ijin Gangguan Perusahaan Industri Dan Bukan Perusahaan Industri
o
Ijin Kerja Petugas Kesehatan
o
Ijin Optik
o
Ijin Pelataran Parkir
o
Ijin Pengelolaan Pengeboran, Pengambilan Dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah
o
Ijin Reklame (Spanduk, Umbul-Umbul, Reklame Berjalan, Selebaran, Udara, Suara, Film/Slide, Peragaan Dan Apung)
o
Ijin Usaha Industri Kecil
o
Ijin Usaha Industri Menengah 26
Universitas Sumatera Utara
o
Ijin Usaha Jasa Konstruksi Dan Jasa Konstruksi Konsultan
o
Ijin Usaha Perdagangan
o
Tanda Daftar Perusahaan
o
Ijin Paralel
2.5 Pelayanan 2.5.1 Pengertian Pelayanan Publik Jasa sering dipandang sebagai suatu fenomena yang rumit. Kata jasa itu sendiri mempunyai banyak arti, dari mulai pelayanan personal (personal service) sampai jasa sebagai produk. Berbagai konsep mengenai pelayanan banyak dikemukakan oleh para ahli seperti Haksever et al (2000) menyatakan bahwa jasa atau pelayanan (services) didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang menghasilkan waktu, tempat, bentuk dan kegunaan psikologis. Menurut Edvardsson et al (2005) jasa atau pelayanan juga merupakan kegiatan, proses dan interaksi serta merupakan perubahan dalam kondisi orang atau sesuatu dalam kepemilikan pelanggan. Sinambela (2010, hal : 3), pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Menurut Kotlern dalam Sampara Lukman, pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya Sampara berpendapat, pelayanan adalah sutu kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan. Sementara itu, istilah publik berasal dari Bahasa Inggris public yang berarti umum, masyarakat, negara. Kata publik sebenarnya sudah diterima menjadi Bahasa 27
Universitas Sumatera Utara
Indonesia Baku menjadi Publik yang berarti umum, orang banyak, ramai. Inu dan kawan-kawan mendefinisikan publik adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap atau tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang merasa memiliki. Oleh karena itu pelayanan publik diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Lebih lanjut pelayanan publik dapat diartikan, pemberi layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. 2.5.2 Kualitas Pelayanan Publik
Dalam Sinambela (2010, hal : 6), secara teoritis tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari : 1. Transparan Pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. 2. Akuntabilitas Pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3. Kondisional Pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.
28
Universitas Sumatera Utara
4. Partisipatif Pelayanan
yang
dapat
mendorong
peran
serta
masyarakat
dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. 5. Kesamaan Hak Pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial dan lain-lain. 6. Keseimbangan Hak Dan Kewajiban Pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.
Selanjutnya, jika dihubungkan dengan administrasi publik, pelayanan adalah kualitas pelayanan birokrat terhadap masyarakat. Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi mulai dari yang konvensional hingga yang lebih strategis. Definisi konvesional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk, seperti : 1. Kinerja (performance) 2. Kehandalan (reliability) 3. Mudah dalam penggunaan (easy of use) 4. Estetika (estehetics), dan sebagainya Adapun dalam definisi strategis dinyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers). Salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan dan kualitas perusahaan menurut Lupiyoadi (2001, hal : 147) adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Salah satu pendekatan kualitas
29
Universitas Sumatera Utara
pelayanan yang banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model SERVQUAL (Service Quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam serangkaian penelitian mereka yang melibatkan 800 pelanggan terhadap enam sektor jasa : reparasi, peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi, sambungan telepon jarak jauh, perbankan ritel, dan pialang sekuritas disimpulkan bahwa terdapat lima dimensi SERVQUAL sebagai berikut (Parasuraman et al, 1998) : 1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak
eksternal. Penampilan
dan
kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya. 2. Reliability, atau kehandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama, untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberi pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam pelayanan. 3. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), 30
Universitas Sumatera Utara
kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy). 4. Emphaty, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupayamemahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan. Abidin (2010, hal : 71) mengatakan bahwa pelayanan publik yang berkualitas bukan hanya mengacu pada pelayanan itu semata, juga menekankan pada proses penyelenggaraan atau pendistribusian pelayanan itu sendiri hingga ke tangan masyarakat sebagai konsumer. Aspek-aspek kecepatan, ketepatan, kemudahan, dan keadilan menjadi alat untuk mengukur pelayanan publik yang berkualitas. Hal ini berarti, pemerintah melalui aparat dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat harus memperhatikan aspek kemudahan. 2.5.3 Pelayanan SMS GATEWAY 2.5.3.1 SMS (Short Message Service) SMS (Short Message Service) merupakan salah satu fitur GSM yang dikembangkan oleh ETSI (Eurpean Tellecommunications Standarts Instituted)
untuk mengirim atau
menerima pesan singkat. SMS adalah layanan pesan singkat berbasis teks dengan media komunikasi handphone. Pesan teks yang biasa digunakan adalah huruf dan angka. Satu paket pesan teks biasanya berkapasitas 160 karakter huruf latin.
31
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 SMS GATEWAY SMS Gateway adalah suatu sistem yang menjembatani antara handphone dengan sistem yang menjadi server dengan SMS sebagai informasinya. SMS Gateway tidak memerlukan koneksi internet maupun karena sifatnya memang bekerja sendirian (stand alone). SMS Gateway memerlukan satu atau beberapa buah terminal. Pemilihan banyak terminal akan menjadikan pengiriman dan penerimaan SMS semakin cepat. (Budicahyanto, 2003) Pada SMS Gateway, data yang dikirimkan ke telepon seluler peminta sebagai repon atau permintaan tersebut. Data-data yang disediakan oleh penyedia data dikelompokkan dengan kode-kode tertentu yang sudah distandartkan dan sudah dibentuk format tertentu yang disesuaikan dengan kemampuan SMS. Jadi peminta dapat memilih data mana yang diinginkan dengan mengirimkan kode tertentu yang sudah ditetapkapkan tadi. 2.4.3 Komponen Pendukung SMS Gateway a.
PC atau laptop sebagai SMS server yang digunakan untuk meletakan aplikasi SMS Gateway dan administrasi yang akan dibangun.
b.
Hp (receiver) yang digunakan untuk menerima sms dalam hal ini sms yang telah dikirim oleh handphone pemakai.
c.
Hp (Orginator) yang digunakan untuk mengirimkan sms ke handphone.
d.
Kabel data yang digunakan untuk penstransferan sms dari handphone (receiver) ke PC atau laptop dan sebaliknya. Bila menghubungkan ponsel melalui port serial tidak akan dapat terdeteksi secara otomatis oleh komputer. Jika menggunakan kabel data kestabilan koneksinya tidak akan terputus selama kabelnya tidak dicabut. 2.4.4 Keunggulan SMS Gateway
a.
Dapat mengotomasisasi pesan-pesan yang ingin di kirim dengan menggunakan tambahan yang dapat dibuat sendiri. Pengirim pesan dapat lebih fleksibel dalam
32
Universitas Sumatera Utara
mengirim berita karena biasanya pesan yang ingin dikirim berbeda-beda untuk masingmasing penerimanya. b.
Dapat menyebarkan pesan ke ratusan nomor secara otomatis dann cepat yang langsung terhubung dengan database nomor-nomor ponsel saja tanpa harus mengetik ratusan nomor dan pesan di ponsel karena semua nomor akan diambil secara otomatis dari database, sehingga sanat menghemat waktu.
c.
SMS Gateway
merupakan pintu gerbang bagi penyebaran informasi dengan
menggunakan SMS. d.
Selain itu, kebutuhan untuk SMS Gateway juga tidak perlu berlebihan karena hanya menggunakan sebuah PC denngan menggunakan sebuah handphone. Modem dan kartu GSM, dan sebuah program yang dibangun sendiri khususnya bahasa pemprograman PHP yang berfungsi sebagai pesan. Dengan menggunakan program tambahan yang dapat dibuat sendiri, pengirim pesan dapat lebih fleksibel. 2.4.5 Kekurangan SMS Gateway
a.
Tidak mendukung pengiriman sms dalam bentuk gambar dan suara melainkan dalam bentuk teks saja.
b.
Jika terdapat gangguan pada jaringan telekomunikasi, maka sistem tidak dapat secara otomatis mengirim ulang pesan yang telah dikirimkan. 2.4.6 SMS Gateway Beberapa fitur atau model yang umum dikembangkan dalam aplikasi SMS Gateway adalah (Budicahyono, 2003): •
Auto-Replay SMS Gateway secara otomatis akan membalas SMS yang masuk. Pengirim mengirimkan SMS dengan format tertentu akan dikenali aplikasi, kemudian aplikasi dapat melakukan auto-replay dengan membalas SMS tersebut, berisi informasi yang dibutuhkan. 33
Universitas Sumatera Utara
•
Pengiriman Masal Disebut juga dengan istilah SMS broadcast atau jenis sms satu arah ke banyak nomor tujuan yang bertujuan untuk mengirimkan SMS ke banyak tujuan sekaligus.
•
Pengiriman Terjadwal Sebuah SMS dapat diatur untuk dikirimkan ke tujuan secara otomatis pada waktu tertentu. Contohnya
untuk keperluan mengucapkan selamat
ulangtahun. 2.4.7 Mekanise Kerja SMS Gateway Ketika pelanggan mengirimkan SMS ke sistem, SMS akan masuk terlebih dulu ke SMS center (SMC) operator telepon yang digunakan. SMSC sendiri dapat diartikan sebuah server yang bertanggungjawab pada proses pengiriman SMS dalam suatu operator. Dari SMSC itu akan diambil oleh Gammu dan dimasukkan ke dalam tabel inbox selanjutnya akan diproses oleh PHP. Pesan yang diproses dinamakan autoreplay. Autoreplay SMS akan di-query melalui PHP kemudian dmasukkan ke dalam tabel outbox. Autoreplay pada tabel outbox disalin kedalam tabel sent items. Autoreplay pada tabel sent items diambil oleh Gamma kembali dan dikirim ke SMSC dan selanjutnya dikirim ke handphone pelanggan. Dan ketika sistem mengirim suatu SMS ke banyak nomor, SMS yang dikirimkan tidak akan langsung dikirimkan ke nomor tersebut, namun akan masuk terlebih dahubulu ke SMSC, kemudian baru diteruskan ke nnomor tujuan terssebut, bila nomor yang dituju sedang mati/offline, SMSC akan menyimpan SMS tersebut untuk sementara waktu hingga nomor tujuan hidup kembali. Lamanya waktu penyimpanan SMS sangat tergantung dari lamanya waktu yang telah ditetapkan oleh operator untun menyimpan SMS tersebut. Nomor yang telah menerima SMS akan mengirimkan laporan ke SMSC bahwa SMS tersebut telah dikirim.
34
Universitas Sumatera Utara
2.4.8 Short Message Service Center Short Message Service Center (SMSC) adalah kombinasi perangkat keras dan perangkat lunak yang bertanggungjawab memperkuat, menyimpan dan meneruskan pesan pendek antara SME dan piranti bergerak. SMSC harus memiliki kehandalan, kapasitas pelanggan dan throughput pesan yang tinggi. Selain itu, SMSC juga harus dapat diskalakan dengan mudah untuk mengakomodasi peningkatan permintaan SMS dalam jaringan yang ada (Octomo, 2003 : 43)
35
Universitas Sumatera Utara
2.7 Definisi Konsep Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok, atau inividu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variable yang diteliti (Singarimbun, 1995:37). Oleh karena itu, untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang akan diteliti, maka peneliti mengemukakan definisi konsep dari penelitian, yaitu: 1. Implementasi kebijakan publik dalah serangkaian eksekusi atas kebijakan yang telah ditetapkan yang akan meghasilkan dampak sebagai konsekuensi dari eksekusi atas kebijakan yang telah ditetapkan tersebut. Implementasi kebijakan
dapat
diamati
dengan
menggunakan
faktor-faktor
yang
dikemukakan oleh Edward III yaitu: a. Komunikasi dalam organisasi yang mencakup transmisi perintah, kejelasan printah, serta konsistensi perintah; b. Sumber daya, yaitu bagaimana keadaan staf, informasi, serta fasilitas yang dimiliki oleh organisasi pelaksana kebijakan; c. Disposisi, yaitu melihat bagaimana pengangkatan pegawai serta perihal insentif dalam organisasi pelaksana kebijakan. d. Struktur organisasi pelaksana kebijakan, dengan melihat SOP organisasi;
2.8. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran merupakan alat berpikir peneliti dalam penlitian, untuk mengetahui bagaimana alur berpikir peneliti dalam menjelaskan permasalahan penelitian sehingga perlu dibuat suatu bentuk kerangka pemikiran. Dalam
penelitian ini yang menjadi focus
36
Universitas Sumatera Utara
penelitian adalah Implementasi Kebijakan SMSgateway pada Proses Perizinan di Badan Pelayanan Perizinan Kota Madya Medan. Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini sebagai berikut:
Gambar 2.2 Kebutuhan Masyarakat
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan
Akan Proses Perizinan
Output
Rekomendasi
Peningkatan Pelaksanaan Pelayanan Program SMS Gateway dalam perizinan di DPMPTSP Medan
Implementasi Program SMSGateway
Implementasi Kebijakan Model Edward III: 1. Komunikasi 2. Sumber Daya 3. Disposisi 4. Struktur Birokrasi
2.9 Sistematika Penulisan BAB I
PENDAHULUAN Bab Ini Terdiri Dari Latar Belakang Masalah, Fokus Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Definisi Konsep dan Sistematika Penulisan.
BAB II
KERANGKA TEORI Bab ini berisi segala teori yang dianggap penting dan memiliki hubungan dengan teori yang diperlukan selama melakukan penelitian, baik dilapangan maupun dalam analisis data 37
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN Bab ini terdiri dari Jenis Penelitian, Lokasi Penelitian, Informan Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data.
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian berupa sejarah singkat, visi dan misi, tugas dan fungsi serta struktur organisasi.
BAB V
PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini memuat memuat hasil pengumpulan data di lapangan. Dalam bab ini akan dicantumkan semua data yang diperoleh dari lapangan atau dari lokasi penelitian selama proses penelitian dan memuat analisis data - data yang diperoleh saat penelitian dilakukan dan memberikan interpretasi terhadap masalah yang diteliti
BAB VI
PENUTUP Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang dilakukan.
38
Universitas Sumatera Utara