BAB II KERANGKA TEORI
2.1
Ekuitas Merek (Brand equity)
2.1.1. Pengertian Ekuitas Merek ( Brand equity ) Ekuitas berarti nilai. Nilai sebuah merek sebenarnya didapatkan dari kata-kata dan tindakan konsumennya. Keputusan pembelian konsumen didasarkan pada faktor-faktor yang menurut merek penting, semakin banyak faktor yang dinilai penting maka merek tersebut dapat dikatakan sebagai merek yang bernilai. Ekuitas merek adalah serangkaian aset dan kewajiban merek yang terkait dengan sebuah merek, nama, dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan atau pelanggan perusahaan tersebut (Tjiptono,2004:38). Aaker dalam Ferrina dewi (2008:169) Brand equity atau ekuitas merek adalah sejumlah asset dan kewajiban yang berhubungan dengan merek, namanya, dan simbol, yang menambah atau mengurangi nilai produk atau jasa bagi perusahaan atau bagi pelanggannya. Ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, dan juga harga, pangsa pasar, dan profitabilitas, yang diberikan, merek bagi perusahaan (Kotler, Keller 2009: 26). Brand Equity (ekuitas merek) adalah serangkaian aset dan kewajiban (liabilities) merek yang terkait dengan sebuah merek, nama, dan simbolnya, yang
menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan/atau pelanggan perusahaan tersebut (Aaker (1991) dalam Fandy Tjiptono, 2005). Ekuitas merek adalah efek diferensiasi yang positif yang dapat diketahui dari respon konsumen terhadap barang atau jasa. Jadi brand equity adalah kekuatan suatu brand yang dapat menambah atau mengurangi nilai dari brand itu sendiri yang dapat diketahui dari respon konsumen terhadap barang atau jasa yang dijual, Kotler dan Armstrong (2004:292). 2.1.2. Membangun Ekuitas Merek (Brand equity) Kriteria dalam merancang dan memilih elemen-elemen merek untuk membangun ekuitas merek yaitu : 1. Mudah diingat 2. Memiliki arti tertentu 3. Mengandung daya tarik secara estetika 4. Dapat digunakan baik untuk maupun dalam kategori produk, lintas geografis dan budaya serta segmen pasar. 5. Mudah diadaptasi dan fleksibel sepanjang waktu 6. Terlindungi secara hukum dari pesaing
2.1.3. Konsep Brand equity Konsep ekuitas merek mempengaruhi proses keputusan pembelian yaitu bahwa merek juga membantu meyakinkan konsumen, dimana mereka membeli produk tersebut. Dengan demikian, merek berkaitan dengan cara konsumen dan membeli barang-barang bukan sekedar sebuah karakteristik barang-barang tertentu. Hal tersebut dijelaskan dengan gambar dibawah:
Gambar 2.1 Konsep Ekuitas Merek yang mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian Brand Awareness
Perceived Quality
Brand Associatiion
Brand Equity
Brand Loyalty
Other Propritary
Sumber : Aaker dalam Durianto (2001:5)
2.1.4. Elemen-elemen Ekuitas Merek (Brand equity) Elemen-elemen utama dalam ekuitas merek ada empat, yaitu: 1). Kesadaran Merek (Brand awareness) 2). Asosiasi Merek (Brand association) 3). Kesan Kualitas (Perceived quality) 4). Loyalitas Merek (Brand loyalty)
1) Kesadaran Merek (Brand awareness) Brand awareness adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Bagian dari suatu kategori produk perlu ditekankan karena terdapat suatu hubungan yang kuat antara kategori produk dengan merek yang dilibatkan (Durianto,2001:54).
Peran Brand awareness dalam brand equity tergantung pada tingkatan akan pencapaian kesadaran dibenak konsumen. Awareness dikatakan tinggi jika konsumen dapat mengingat merek, baik sebelum proses pembelian, ketika dalam proses pembelian, maupun ketika konsumen mengkonsumsi produk pesaing. Empat tingkatan Brand awareness yaitu: a. Unawareof brand (Tidak menyadari merek) Merupakan tingkat yang paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek. b. Brand recognition (pengenalan merek) Tingkat minimal dari kesadaran merek. Hal ini penting pada saat seorang pembeli memilih suatu merek pada saat melakukan pembelian. c. Brand recall (Pengingatan kembali terhadap merek) Pengingatan kembali terhadap merek didasarkan pada permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk. Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan, karena berbeda dari tugaspengenalan, responden tidak perlu dibantu untuk memunculkan merek tersebut. d. Top of mind (Puncak pikiran) Apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan pengingatan dan orang tersebut dapat menyebutkan satu nama merek, maka merek yang paling banyak disebutkan pertama kali merupakan puncak pikiran. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada di dalam benak konsumen.
2) Asosiasi Merek (Brand association) Asosiasi Merek (Brand association) adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Kesan-kesan yang terkait dengan merek akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam mengonsumsi suatu merek atau dengan semakin seringnya penampakan suatu merek dalam strategi komunikasinya, ditambah lagi jika kaitan tersebut didukung oleh suatu jaringan dari kaitan-kaitan lain (Durianto, 2001:69). Asosiasi-asosiasi yang terkait dengan suatu merek umumnya dihubungkan dengan berbagai hal berikut: a. Atribut produk Mengasosiasikan atribut atau karakteristik suatu produk merupakan strategi positioning yang paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi semacam ini efektif karena jika atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat secara langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek. b. Atribut tak berwujud Suatu faktor tak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya persepsikualitas, kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang mengikhtisarkan serangkaian atribut yang objektif. c. Manfaat bagi pelanggan Karena sebagian besar atribut produk memberikan manfaat bagi pelanggan maka biasanya terdapat hubungan antara keduanya. Manfaat bagi pelanggan terbagi menjadi dua, yaitu manfaat rasional dan manfaat psikologis. Manfaat rasional erat kaitannya dengan atribut dari prouk yang dapat menjadi bagian
dari proses pengambilan keputusan yang rasional. Manfaat psikologis seringkali merupakan konsekuensi ekstrim dalam proses pembentukan sikap,berkaitan dengan perasaan yang ditimbulkan ketika membeli atau menggunakan merek tersebut. d. Harga relative Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk ini diawali dengan penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua dari tingkat harga. e. Penggunaan Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu penggunaan atau aplikasi tertentu. f. Pengguna/pelanggan Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe pengguna atau pelanggan dari produk tersebut. g. Orang terkenal/khalayak Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer asosiasi kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke merek tersebut. h. Gaya hidup/kepribadian Asosiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi para pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan karakteristik gaya hidup yang hampir sama. i.
Kelas produk Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya.
j.
Para pesaing Mengetahui pesaing dan berusaha untuk menyamai atau bahkan mengungguli pesaing.
k. Negara/wilayah geografis. Sebuah negara dapat menjadi simbol yang kuat asalkan memiliki hubungan yang erat dengan produk, bahan, dan kemampuan. Disamping beberapa acuan yang telah disebutkan, beberapa merek juga memiliki asosiasi dengan hal lain yang belum disebutkan di atas.
3) Kesan Kualitas (Perceived quality) Perceived quality didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Perceived quality ini akan membentuk persepsi kualitas dari suatu produk di mata pelanggan (Durianto,2001:96). Persepsi terhadap kualitas keseluruhan dari suatu produk atau jasa dapat menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh secara langsung kepada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka terhadap merek. Perceived quality yang positif akan mendorong keputusan pembelian dan menciptakan loyalitas terhadap produk tersebut. Sebaliknya, jika Perceived quality pelanggan negatif, produk tidak akan disukai dan tidak akan bertahan lama di pasar. Karena Perceived quality merupakan persepsi dari pelanggan maka Perceived quality tidak dapat ditentukan secara objektif. Persepsi pelanggan akan
melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan (yang diukur secara relatif) yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa. Menurut Griffin (2005 :98) Perceived quality dibagi dalam tujuh dimensi yaitu: a.Kinerja: melibatkan berbagai karakteristik operasional utama. Karena faktor kepentingan pelanggan berbeda satu sama lain, sering kali pelanggan mempunyai sikap yang berbeda dalam menilai atribut-atribut kinerja ini. b.Pelayanan: mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan dalam produk tersebut. c. Ketahanan: mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut. d. Keandalan: konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu pembelian ke pembelian berikutnya. e. Karakteristik produk: bagian-bagian tambahan dari produk. Penambahan ini biasanya digunakan sebagai pembeda yang penting ketika dua merek produk terlihat hampir sama. Bagian-bagian tambahan ini memberi penekanan bahwa perusahaan memahami kebutuhan pelanggannya yang dinamis sesuai perkembangan. f. Kesesuaian dengan spesifikasi: merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji. g. Hasil: mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan ”hasil akhir”
produk yang baik maka kemungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai atribut kualitas lain yang penting. 4) Loyalitas Merek (Brand loyalty) Brand loyalty adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Kepuasan adalah pengukuran secara langsung bagaimana konsumen tetap loyal pada suatu merek. Kepuasan terutama menjadi pengukuran di bisnis jasa. Sementara itu loyalitas merupakan hasil akumulasi pengalaman penggunaan produk (Durianto,2001:126). Brand loyalty merupakan salah satu indikator inti dari brand equity yang jelas terkait dengan peluang penjualan, yang berarti pula jaminan perolehan laba perusahaan di masa mendatang. Pelanggan yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian merek tersebut walaupun dihadapkan pada banyak alternatif merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul dipandang dari berbagai sudut atributnya.
2.2. Keputusan Pembelian Proses keputusan untuk membeli dipengaruhi oleh bermacam-macam dorongan. Walaupun keputusan untuk membeli sama sekali tidak bisa dipaksakan oleh produsen, akan tetapi adanya motif-motif pembelian itu maka para produsen dapat mempengaruhi atau memperbesar kecenderungan para konsumen tersebut untuk membeli dengan berbagai cara diantaranya dengan mengadakan promosi untuk mengkomunikasikan keunggulan-keunggulan produk yang dihasilkan agar calon pembeli tertarik. Pengambilan keputusan pembelian merupakan bagian
terpenting dalam tingkah laku konsumen secara umum dan merupakan titik awal dari keseluruhan pola konsumsi konsumen. Menurut Kotler dan Amstrong (2008:179) keputusan pembelian adalah hasil dari suatu proses yang terdiri dari lima tahap : pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian. Setiadi (2003:415) mengatakan bahwa keputusan pembelian adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif, dan memilih salah satu diantaranya. Keputusan pembelian adalah tahapan proses akhir dari serangkaian tahapan proses yang terjadi pada prilaku konsumen, (Nitisusastro 2013:194). Keputusan pembelian adalah proses interaksi antara sikap afektif, sikap kognitif, sikap behavioral dengan faktor lingkungan dengan mana manusia melakukan pertukaran dalam semua aspek kehidupannya, (Peter-Olson (1999:6) dalam Nitisusastro (2013:195) ). Dalam mempelajari keputusan pembelian konsumen, seorang pemasar harus melihat hal-hal yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian dan membuat
suatu
ketetapan
bagaimana
konsumen
membuat
keputusan
pembeliannya. Menurut Kotler dan Armstrong (2008:179) mengemukakan proses pembelian tersebut melalui 5 (lima) tahapan. Tahapan pembelian konsumen tersebut antara lain:
Gambar 2.2 Tahapan Pembelian Konsumen Pengenalan kebutuhan
Pencarian informasi
Pengevaluasian alternatif
Keputusan pembelian
Perilaku setelah pembelian
Sumber: Kotler dan Armstrong (2008:179)
Pengenalan masalah kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Tugas pemasar adalah memahami perilaku pembeli pada tiap-tiap tahap dan pengaruh apa yang bekerja pada tahap-tahap itu. Secara rinci tahap-tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Pengenalan Masalah Proses membeli diawali saat pembeli menyadari adanya masalah kebutuhan. Pembeli menyadari terdapat perbedaan antara kondisi sesungguhnya dengan kondisi yang diinginkannya. Kebutuhan ini dapat disebabkan oleh rangsangan internal dalam kasus pertama dari kebutuhan normal seseorang atau rangsangan eksternal seseorang. Munculnya kebutuhan seringkali terjadi secara spontan atau pada saat keutuhan disadari. Pengembangan media suasana di mal atau pusat perbelanjaan sering menimbulkan pembelian spontan, tanpa perencanaan
sebelumnya. Orang yang sebelumnya tidak
menyadari kebutuhan dan tidak berencana
membeli, menjadi tiba-tiba
membeli. 2. Pencarian Informasi Informasi adalah hal utama yang akan digunakan konsumen dalam mengambil keputusan membeli atau tidak membeli suatu produk. Seseorang
konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Salah satu faktor kunci bagi pemasar adalah sumber-sumber informasi utama yang dipertimbangkan oleh konsumen dan pengaruh relatif dari masing-masing sumber terhadap keputusan pembelian. 3. Evaluasi Alternatif Evaluasi alternatif merupakan tahap proses keputusan pembelian dimana konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merek alternatif dalam sekelompok pilihan.dalam tahapan ini pembeli telah memiliki beberapa pilihan, dan membandingkan diantara pilihan tersebut dengan kriteria yang ditentukan secara pribadi. Kriteria perbandingan menyangkut manfaat yang diperoleh dari masing- masing pilihan misalnya : kesesuaian ukuran, keawetan, fungsi, gengsi, kemudahan perawatan, harga pasca pembelian, kualitas dan warna. Harga yang mereka harus bayarkan juga menjadi kriteria pada masing-masing pilihan dan dibandingkan dengan manfaatnya. Dengan membandingkan masing-masing pilihan tersebut, akan dapat diperoleh pilihan-pilihan yang mungkin dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah. Dalam melakukan evaluasi, konsumen dapat melakukan evaluasi mendalam, namun ada pula yang melakukan evaluasi sederhana. Hal ini tergantung dengan resiko dan jenis produk. 4. Keputusan Membeli Tahap ini adalah tahap dimana pembeli telah menentukan pilihannya dan melakukan pembelian produk. Pembelian sendiri secara fisik bias dilakukan oleh konsumen, namun bisa juga oleh orang lain. Terdapat perbedaan antara konsumen dan pembeli. Misalnya pada pembelian sabun mandi keluarga, bisa
jadi yang membeli adalah pembantu, sedangkan yang mengkonsumsi keluarga. Dalam hal ini, konsumen juga melakukan konsumsi produk yang dibelinya, dan mulai bisa merasakan manfaat yang diterima, dan mulai bisa membandingkan dengan harapan yang sebelumnya dimiliki. Pada saat ini pula konsumen akan merasakan kepuasan atau ketidakpuasan. 5. Perilaku Pasca Pembelian Tahap ini merupakan tahap proses keputusan pembeli dimana konsumen mengambil tindakan selanjutnya setelah pembelian dan konsumsi dilakukan dan berdasarkan kepuasan atau ketidakpuasan yang mereka rasakan. Konsumen tersebut juga akan terlibat dalam tindakan-tindakan sesudah pembelian dan penggunaan produk yang akan menarik minat pemasar. Pekerjaan pemasar tidak akan berakhir pada saat suatu produk dibeli, tetapi akan terus berlangsung hingga periode sesudah pembelian. Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan pembeli atas produk tersebut dengan daya guna yang dirasakan dari produk tersebut. Jika daya guna produk produk tersebut dibawah harapan pelanggan, pelanggan tersebut akan merasa dikecewakan. Tetapi, jika memenuhi harapan, pelanggan tersebut akan merasa puas, dan jika melebihi harapan, maka pelanggan tersebut akan merasa sangat puas.
2.3
Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan Agriani (2012) dengan judul “ Pengaruh Brand
Equity Terhadap Keputusan Pembelian Mobil Toyota Pada PT. HADJI KALLA Cabang Urip Di Makassar. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi
linier berganda. Adapun variabel penelitian ini adalah ekuitas merek sebagai variabel bebas (X) terdiri dari brand awareness, perceived quality, brand association, brand loyalty, dan keputusan pembelian sebagai variabel terikat (Y). Hasil penelitian menyatakan bahwa pada mobil merek Toyota keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh perceived quality. Ria Maharani Ridhwan (2010) yang berjudul “Pengaruh Citra Merek dan Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian Mobil Honda All New Jazz di Kota Malang”. Berdasarkan perhitungan hasil analisis regresi linier berganda, citra merek memiliki nilai koefisien standardized sebesar 0,383 dan nilai signifikan sebesar 0,046 (lebih kecil dari 0,05) yang artinya bahwa citra merek
memiliki
pengaruh signifikan
terhadap
keputusan
pembelian.
Sedangkan kualitas produk, memiliki nilai koefisien standardized sebesar 0,384 dan nilai signifikan sebesar 0,047 (lebih kecil dari 0,05) yang memiliki arti bahwa kualitas
produk
memiliki
pengaruh signifikan terhadap keputusan
konsumen. Syaiful Syariffudin (2011) dengan judul
“Pengaruh Ekuitas Merek
Terhadap Pengambilan Keputusan Pembelian Mobil Toyota Avanza (Studi Kasus Pada Konsumen PT. Hadji Kalla Kantor Cab. Sidrap)”. Hasil perhitungan regresi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sebesar 62,3% Keputusan Pembelian konsumen terhadap pembelian mobil Toyota Avanza di PT. Hadji Kalla Cab. Sidrap dipengaruhi oleh variasi dari keempat variabel independen, yaitu Kesadaran Merek
(X1),
Asosiasi Merek (X2), Persepsi Kualitas (X3), dan
Loyalitas Merek (X4). Sedangkan sisanya sebesar 37,7% dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya yang tidak diteliti.
Mohamad Alzamendy (2011) yang berjudul “Analisis Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian Mobil Suzuki Swift (Studi Kasus pada Konsumen Suzuki Swift di Semarang)”. Dimana variabel keputusan pembelian konsumen (Y) , kesadaran merek (X1), persepsi kualitas (X2), asosiasi merek (X3), dan loyalitas merek (X4). Pengujian hipotesis menggunakan uji t menunjukkan bahwa tiga variabel independen persepsi kualitas, asosiasi merek, dan
loyalitas
merek
berpengaruh
positif
signifikan terhadap
keputusan
pembelian konsumen. Sedangkan satu variabel independen lainnya kesadaran merek berpengaruh positif tidak signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen. Putu Agus Sumahajaya (2011) yang berjudul “Analisis Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Minat Beli Mobil Honda Jazz di Surabaya”. Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang calon pembeli mobil yang berada di Surabaya. Sampel yang diambil adalah sebesar 108 responden. Data yang dipergunakan adalah data primer yaitu data yang berdasarkan kuisioner hasil jawaban responden. Sedangkan analisisyang dipergunakan adalah
Structural Equation
Modelling. Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan telah didapatkan bahwa Ekuitas Merek tidak berpengaruh terhadap Minat Beli Konsumen.