BAB II KECAKAPAN HIDUP SISWA SMA, PENDEKATAN CTL DAN TOPIK GIZI & MAKANAN
A. Kecakapan Hidup 1. Karakteristik Kecakapan Hidup Era globalisasi harus dilalui oleh siapapun dewasa ini, di dalamnya sarat dengan kompetisi, dan kompetisi tersebut sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia, karenanya dalam dunia pendidikan diperlukan paradigma baru untuk menentukan kualitas sumber daya manusia. Pemikiran tersebut disadari oleh UNESCO yang merekomendasikan “empat pilar pembelajaran”. Sejalan dengan hal tersebut Hidayanto (Anwar, 2006: 5) menjabarkan empat pilar tersebut menjadi pengetahuan, keterampilan, kemandirian dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dan bekerja sama. Empat pilar pendidikan tersebut harus menjadi basis dalam dari setiap lembaga pendidikan guna meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Searah dengan empat pilar pembelajaran, muncul suatu pertanyaan untuk menguji paradigma pembelajaran yang lebih menekankan kepada pemerolehan keterampilan, karena disisi lain masih bertahan satu pandangan yang menyatakan bahwa belajar itu menghasilkan keterampilan belajar bukan mempelajari tentang keterampilan. Life skills atau kecakapan hidup bagi pendidikan formal memiliki tujuan memberikan bekal keterampilan dasar bagi siswa yang tidak dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
6
2. Jenis-jenis Kecakapan Hidup Kecakapan hidup terbagi menjadi 2 konsep yaitu kecakapan hidup yang bersifat generik dan kecakapan hidup yang bersifat spesifik (Depdiknas, 2008). Kecakapan hidup yang bersifat generik (generic life skill/GLS) mencakup kecakapan personal (personal skill/PS) dan kecakapan sosial (social skill/SS). Kecakapan personal mencakup kecakapan akan kesadaran diri atau memahami diri (self awareness) dan kecakapan berpikir (thinking skill), sedangkan kecakapan sosial mencakup kecakapan berkomunikasi (communication skill) dan kecakapan bekerjasama (collaboration skill). Menurut Wiharto (2007), kecakapan hidup spesifik (specific life skill/SLS), yaitu kecakapan untuk menghadapi pekerjaan atau keadaan tertentu, yang mencakup kecakapan akademik (academic skill) atau kecakapan intelektual dan kecakapan vokasional (vocational skill). Kecakapan akademik terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih memerlukan pemikiran, sehingga mencakup kecakapan mengidentifikasi variabel dan hubungan antara satu dengan lainnya (identifying variabels and describing relationship among them), kecakapan merumuskan hipotesis (constructing hypotheses) serta kecakapan merancang dan melaksanakan penelitian (designing and implementing a research). Kecakapan vokasional terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih memerlukan keterampilan motorik. Kecakapan vokasional mencakup kecakapan vokasional dasar (basic vocational skill) dan kecakapan vokasional khusus (occupational skill).
7
3. Kecakapan Akademik Kecakapan akademik (academic skill/AS) yang seringkali juga disebut kecakapan intelektual atau kemampuan berpikir ilmiah pada dasarnya merupakan pengembangan dari kecakapan berpikir pada Generic Life Skill (Anwar, 2006). Jika kecakapan berpikir pada Generic Life Skill (GLS) masih bersifat umum, kecakapan akademik sudah lebih mengarah kepada kegiatan yang bersifat akademik/keilmuan. Hal itu didasarkan pada pemikiran bahwa bidang pekerjaan yang ditangani memang lebih memerlukan kecakapan berpikir ilmiah. Kecakapan akademik mencakup antara lain kecakapan melakukan identifikasi variabel dan menjelaskan hubungannya pada suatu fenomena tertentu (identifying variabels and describing relationship among them), merumuskan hipotesis terhadap suatu rangkaian kejadian (constructing hypotheses), serta merancang dan melaksanakan penelitian untuk membuktikan suatu gagasan atau keingintahuan (designing and implementing a research).
Kata penelitian dan aspek-aspek
kecakapan akademik di atas, tidak hanya mencakup penelitian eksperimental atau penelitian untuk membuktikan suatu hipotesis, tetapi juga penelitian bentuk lainnya (Wiharto, 2007). Sebagai kecakapan hidup yang spesifik, kecakapan akademik penting bagi orang-orang yang akan menekuni pekerjaan yang menekankan pada kecakapan berpikir (Anwar, 2006). Oleh karena itu kecakapan akademik lebih cocok untuk jenjang SMA, walaupun kecakapan hidup lainnya cocok untuk jenjang SMA namun pada penelitian ini kecakapan hidup yang diteliti adalah kecakapan hidup akademik.
8
Terdapat hal yang perlu diingat, para ahli meramalkan di masa depan akan semakin banyak orang yang bekerja dengan profesi yang terkait dengan mind worker dan bagi siswa itu belajar melalui penelitian (learning through research) menjadi kebutuhan sehari-hari. Penelitian disini tentu dalam arti luas, sesuai dengan bidangnya. Pengembangan kecakapan akademik yang disebutkan di atas, tentu disesuaikan dengan tingkat berpikir siswa dan jenjang pendidikan. 4. Manfaat Kecakapan Akademik Kecakapan
akademik
dapat
dikembangkan
melalui
berbagai
mata
pelajaran/mata pelajaran di berbagai jenjang pendidikan (Wiharto, 2007). Tidak semua aspek dalam kecakapan akademik dapat dan perlu dilaksanakan dalam suatu pembelajaran (Anwar, 2006). Mungkin saja hanya sampai identifikasi variabel dan mempelajari hubungan antar variabel tersebut. Mungkin juga sampai merumuskan hipotesis dan bahkan ada yang dapat sampai mencoba melakukan penelitian, sesuai dengan tingkat pendidikannya. Pola seperti itu oleh para ahli disebut pola belajar dengan cara meniru bagaimana ahli (ilmuwan) bekerja. Pola belajar dalam kecakapan akademik diperlukan siswa, khususnya siswa SMA yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Pola ini sangat penting bagi siswa yang akan menekuni pekerjaan yang mengandalkan kecakapan berpikir, karena pola pikir seperti itulah yang akan digunakan dalam bekerja.
9
B. Pendekatan CTL 1. Karakteristik pendekatan CTL Pendekatan konstekstual berlatar belakang bahwa belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami sendiri kegitan dalam lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami (Muslich, 2009). Pembelajaran tidak hanya berorientasi pada target penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Prinsip pembelajaran seperti itu menjelaskan bahwa pengetahuan bukan lagi seperangkat fakta, konsep, dan aturan yang siap diterima siswa, melainkan harus dikonstruksi (dibangun) sendiri oleh siswa dengan difasilitasi oleh guru. Siswa belajar dengan mengalami sendiri, mengkonstruksi pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuan itu. Siswa harus tahu makna belajar dan menyadarinya, sehingga pengetahuan dan ketrampilan yang diperolehnya dapat dipergunakan untuk bekal kehidupannya. Tugas guru adalah mengatur strategi pembelajaran dengan membantu
menghubungkan
pengetahuan
lama
dengan
yang
baru
dan
memanfaatkannya. Siswa menjadi subjek belajar sebagai pemain dan guru berperan sebagai pengatur kegiatan pembelajaran (sutradara) dan fasilitator (Suryati, 2008). Secara lebih sederhana menurut Nurhadi (Muslich, 2009: 42) mendeskripsikan karakteristik
pembelajaran
dengan
pendekatan
kontekstual
dengan
cara
menderetkan sepuluh kata kunci yaitu kerja sama, saling menunjang, menyenangkan, belajar dengan gairah, pembelajaran integrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, sharing dengan teman, siswa kritis dan guru kreatif.
10
2. Langkah Pembelajaran Pendekatan CTL Menurut Suryati (2008) langkah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual dimulai guru mengaitkan pembelajaran dengan dunia nyata yaitu diawali dengan bercerita atau tanya-jawab lisan tentang kondisi aktual dalam kehidupan siswa (daily life), kemudian diarahkan melalui modeling agar siswa termotivasi, questioning agar siswa berfikir, constructivism agar siswa membangun pengertian, inquiry agar siswa bisa menemukan konsep dengan bimbingan guru, learning community agar siswa bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman serta terbiasa berkolaborasi, reflection agar siswa bisa mereviu kembali pengalaman belajarnya, serta authentic assessment agar penilaian yang diberikan menjadi sangat objektif (Krishananto, 2009). Adapun dasar atau filosofi dari pembelajaran kontekstual meliputi: a. Konstruktivisme (Constructivism) Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. b. Menemukan (Inquiry) Guru harus merancang kegiatan pembelajaran yang merajuk pada kegiatan menemukan apapun materi yang diajarkannya. c. Bertanya (Questioning) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan kegiatan bertanya. d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
11
Menciptakan masyarakat belajar dengan pembentukan kelompok-kelompok belajar yang anggotanya heterogen. e. Pemodelan (Modeling) Guru menghadirkan model sebagai contoh atau media dalam pembelajaran. f. Refleksi (Reflection) Refleksi dilakukan pada akhir pertemuan, misalnya dengan mencatat hal-hal yang telah dipelajari melalui diskusi, maupun hasil karya. g. Autentik Asesmen (Authentic Assessment) Melakukan autentik asesmen (penilaian sebenarnya) dengan berbagai cara, baik dalam proses maupun hasil sebagai tolok ukur keberhasilan pembelajaran. Asesmen berbeda dengan evaluasi, evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai daripada sesuatu, sehingga evaluasi pendidikan diartikan sebagai suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendididikan. Menurut Depdiknas (2008) asesmen berarti penilaian, penafsiran hasil pengukuran, serta penentuan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran. Sementara itu menurut Rustaman et al (2003) penilaian atau pengukuran hasil belajar sering dikaitkan dengan penilaian formatif dan penilaian sumatif, sedangkan penilaian yang melibatkan proses belajar dikenal sebagai asesmen. Walaupun antara keduanya dapat dipertukarkan, namun sebenarnya asesmen memiliki makna yang lebih luas yaitu meliputi pengukuran hasil belajar siswa, dan sekaligus melihat potensi ke depan perseorangannya. Asesmen yang tepat
12
berguna untuk membantu siswa yang diases berkembang secara optimal, baik fisik, sosial, emosional, intelektual maupun spiritual. Asesmen yang tepat merupakan bagian penting dari program evaluasi dan perbaikan terus menerus kualitas program pendidikan yang sudah dirancang. 3. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan CTL Menurut John A Zahorik (Muslich, 2009: 52) terdapat lima elemen yang menjadi kelebihan dari pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Lima elemen yang dimaksud adalah: a. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge). b. Pemerolehan
pengetahuan
baru
(acquiring
knowledge)
dengan
cara
mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya. c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun konsep sementara, melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan, lalu konsep yang didapatkan direvisi dan dikembangkan. d. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge). e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut. Lima elemen yang diterapkan dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual membuat siswa belajar lebih bermakna tidak hanya belajar konsep saja. Pemahaman tentang pembelajaran Contextual Teaching and Learning dipakai sebagai acuan dalam pembelajaran telah terjabarkan, namun hal ini hanya bersifat garis besar saja apabila ingin diterapkan dalam pembelajaran harus tercermin dari sejak perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran sampai
13
dengan penilaian pembelajaran. Fenomena yang ada saat ini menunjukkan bahwa pembelajaran terbiasa dilakukan secara konvensional, sehingga apabila ingin menerapkan pembelajaran dengan pendekatan ini harus dilakukan dengan pembiasaan terlebih dahulu. 4. Hubungan Pendekatan CTL dengan Kecakapan Hidup Pendekatan CTL berhubungan dengan kecakapan hidup terutama kecakapan hidup akademik. Telah disebutkan sebelumnya bahwa kecakapan hidup akademik bertujuan untuk melatih pola pikir siswa agar siswa dapat memecahkan permasalahan yang ada dalam kehidupannya sehari-hari (Wiharto, 2007). Sejalan dengan prinsip pembelajaran CTL yang memiliki karakteristik tidak hanya berorientasi target penguasaan materi, tetapi juga membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Selain itu, pola pikir pada kecakapan hidup akademik oleh para ahli disebut juga pola belajar dengan cara meniru bagaimana ahli (ilmuwan) bekerja, hal ini berarti pola pembelajaran sama dengan inqury yang merupakan salah satu landasan dalam pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning.
C. Gizi dan Makanan 1. Sistem Pencernaan Manusia Pencernaan makanan pada saluran pencernaan manusia meliputi dua proses yaitu pencernaan mekanik dan pencernaan kimiawi. Pencernaan mekanik adalah pencernaan yang dilakukan oleh gigi di dalam mulut. Pencernaan kimiawi adalah
14
pencernaan yang melibatkan enzim. Pencernaan kimiawi terjadi mulai dari mulut, lambung sampai usus (Jati, 2007:106). Proses pencernaan makanan pada manusia melibatkan alat-alat pencernaan. Alat-alat pencernaan makanan pada manusia terdiri dari saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Saluran pencernaan manusia terdiri dari mulut (cavum oris), kerongkongan (esophagus), lambung (ventrikulus), usus halus, usus besar (colon), dan anus. Kelenjar pencernaan menghasilkan enzim-enzim yang dibutuhkan dalam proses pencernaan. Kelenjar pencernaan terdapat di mulut, lambung, pancreas, dan hati (Jati, 2007: 128). 2. Proses Pencernaan Makanan yang dimakan perlu diubah terlebih dahulu menjadi bentuk yang lebih sederhana melalui proses pencernaan agar mudah diserap oleh usus. Zat-zat makanan yang mengalami proses pencernaan adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Sebaliknya, vitamin, unsur-unsur mineral, dddan air tidak mengalami proses pencernaan (Aryulina, 2007). Mulut merupakan tempat awal terjadinya pencernaan, baik secara mekanik oleh gigi dan secara kimiawi oleh enzim, di dalam mulut terdapat gigi, lidah dan kelenjar ludah. Gigi terdiri dari tiga bagian, yaitu mahkota gigi (corona), leher gigi (corum), dan akar gigi (radius). Akar gigi merupakan bagian gigi yang tertanam di dalam rahang gigi. Gigi berasal dari dua jaringan embrional yaitu ectoderm yang akan membentuk email. Email adalah lapisan keras yang menutupi permukaan gigi dan berfungsi melindungi gigi pada saat mengunyah. Mesoderm akan membentuk dentin (tulang gigi), sementum (lapisan luar akar gigi), dan pulpa (rongga gigi)
15
yang banyak mengandung serabut saraf dan pembuluh darah. Berdasarkan bentuknya, gigi yang dimiliki manusia terdiri dari gigi seri (insisivus), gigi tering (kaninus), dan gigi geraham depan (premolar), serta gigi geraham belakang (molar). Gigi seri berfungsi untuk memotong makanan. Gigi taring berfungsi untuk menyobek makanan. Gigi geraham berfungsi untuk mengunyah makanan. Pertumbuhan gigi pada manusia melalui dua tahap yaitu gigi susu dan gigi permanen. Gigi pada anak-anak berjumlah 20 buah, sedangkan pada orang dewasa berjumlah 32 buah (Jati, 2007: 122). Lidah tertutup oleh selaput lendir dan tersusun dari otot lurik yang dilapisi oleh selaput mukosa. Fungsi lidah adalah membantu mencampur makanan dalam mulut, membantu proses menelan, dan menghasilkan kelenjar ludah. Pada lidah terdapat papilla atau tunas pengecap (Jati, 2007: 123). Indera pengecap pada lidah dapat mengecap rasa manis, asin, asam, dan pahit. Pada mulut ssublingualis. Ketiga kelenjar tersebut smengeluarkan saliva atau ludah. Saliva mengandung enzim ptyalin atau amylase yang akan mengubah amilum (polisakarida) menjadi maltosa. Saliva memiliki pH netral karena mengandung air yang tinggi (98%). Saliva berfungsi untuk membasahi makanan, mencegah mulut dari kekeringan, membunuh mikroorganisme, dan bertindak sebagai penyangga pH (buffer). Makanan yang telah masuk ke dalam mulut dan dikunyah oleh gigi, kemudian akan masuk ke dalam kerongkongan (esophagus) melalui faring (tekak). Faring merupakan saluran persimpangan antara rongga hidung ke tenggorokan dan rongga mulut ke kerongkongan. Kerongkongan merupakan saluran yang panjang dan tipis sebagai jalan makanan yang telah dikunyah dari mulut ke lambung. Pada
16
kerongkongan tidak terjadi proses pencernaan. Email adalah lapisan keras yang menutupi
permukaan
gigi
dan
berfungsi
mengunyah.Panjang kerongkongan kurang
melindungi
gigi
pada
saat
lebih 20 cm dan lebarnya 2 cm.
Bagian dalam kerongkongan selalu dibasahi oleh cairan yang dikeluarkan oleh kelenjar mukosa sehingga makanan menjadi basah dan licin. Pada dinding kerongkongan terdapat otot-otot yang dapat mengatur gerakan peristaltik yaitu gerakan kembang kempis pada saat mendorong makanan yang berbentuk gumpalan-gumpalan agar masuk ke dalam lambung (Jati, 2007: 125). Lambung sering dikatakan sebagai perut besar yang terdiri dri empat bagian, yaitu bagian kardiak, fundus, badan lambung, dan pylorus. Pada kedua ujung lambung terdapat klep
atau sfingter. Kep pertama terletak pada ujung yang
berbatasan dengan kerongkongan yang disebut sfingter esofageal yang berfungsi untuk menjaga makanan agar tetap di lambung dan hanya akan terbuka pada saat makanan masuk atau pada saat muntah. Sedangkan kelp kedua terdapat pada ujung yang berbatasan dengan duodenum yang disebut sfingter pylorus (Lestari, 2009: 178). Daerah fundus lambung menhasilkan getah lambung. Pada dinding lambung terdapat kelenjar buntu yang mehgasilkan hormon gastrin. Hormon gastrin memacu sekresi getah lambung. Makanan yang masuk ke dalam lambung tersimpan selama 2-5 jam. Selama makanan berada di dalam lambung, makanan dicerna secara kimiawi dan bercampur dengan getah lambung. Proses percampuran tersebut dipengaruhi oleh gerak yang bergelombang yang bergerak di sepanjang lambung selama 15-25 detik (Lestari, 2009: 179).
17
Getah lambung merupakan campuran zat-zat kimia yang sebagaian besar terdiri dari air, asam lambung (HCl), serta enzim pepsin, rennin, dan lipase.Asam lambung berfungsi mematikan bakteri yang terdapat dalam makanan, mengubah sifat protein, dan mengaktifkan pepsin. Pepsin merupakan enzim yang dapat menghidrolisis molekul-molekul protein molekul-molekul peptide.
Renin
merupakan enzim yang dapat mengubah kaseinogen menjadi kasein. Kasein oleh ion Ca2+ dari susu akan digumpalkan sehingga dapat dicerna oleh pepsin. Lipase adalah enzim yang menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak dan gliserol (Lestari, 2009: 181). Makanan dicerna oleh otot lambung dan enzim sehingga makanan menjadi lembut seperti bubur dan disebut kim (chyme). Otot pylorus yang membentuk klep akan mengatur keluarnya kim sedikit demi sedikit dari lambung ke duodenum. Otot pylorus yang mengarah ke lambung akan mengendur jika tersentuh kim yang bersifat asam. Sebaliknya, otot pylorus yang mengarah ke duodenum akan mengerut jika tersentuh kim (Lestari, 2009: 182). Pankreas adalah kelenjar berwarna keputihan, terbentuk dari usus dua belas jari, dan terletak di bawah lambung. Menurut Jati (2007: 128) sel kelenjar dalam pancreas menghasilkan getah pancreas yang akan masuk ke duodenum melalui saluran pancreas.Getah pancreas mengandung zat-zat : a. natrium bikarbonat, berfungsi menetralkan keasaman isi usus; b. amylase, berfungsi menghidrolisis pati menjadi maltose dan glukosa; c. lipase, berfungsi menghidrolisis lemak menjadi campuran asam lemak dan monogliserida;
18
d. tripsin dan kimotripsin, berfungsi memecah molekul protein; e. peptidase, berfungsi membantu hidrolisis peptide menjadi asam amino; f. nuclease, berfungsi menghidrolisis asam nukleat (RNA dan DNA) menjadi komponen nukleotida. Getah pancreas disekresikan dibawah pengaruh hormon. Jika isi lambung yang bersifat asam masuk ke dalam duodenum, sel-sel tertentu pada duodenum akan melepaskan hormon sekretin dan hormon kelositokinin ke dalam darah. Jika hormon sekretin sampai di pancreas, akan merangsang produksi dan pelepasan getah pancreas, sedangkan hormon kolesitokinin merangsang empedu untuk mengeluarkan bilus. Bilus mengandung garam empedu dan bilirubin yang dapat mengemulsikan lemak (Jati, 2007: 128). Meskipun hati bukan salah satu organ pencernaan, tetapi hati dapat mensekresikan empedu. Empedu mengandung garam empedu yang memegang peranan penting dalam pencernaan lemak. Lemak diemulsikan menjadi tetesantetesan halus sehingga lebih mudah dicerna dan diserap (Kurnadi, 2008: 70). Selain berfungsi menghasilkan empedu, hati memiliki fungsi penting lainnya yaitu: a. Metabolisme karbohidrat Hati berperan penting dalam mempertahankan kadar gula darah secara normal. Jika kadar gula darah rendah, hati memecah glikogen menjadi glukosa dan mengalirkannya ke dalam darah. Hati juga dapat mengubah asam amino dan asam laktat menjadi glukosa; fruktosa dan galaktosa menjadi glukosa. Jika
19
kadar gula darah tinggi, misalnya sesaat setelah makan, hati akan mengubah glukosa menjadi glikogen dan trigliserida untuk disimpan (Kurnadi 2008: 68).
b. Metabolisme lemak, Sel-sel hati menyimpan beberapa trigliserida, memecah asam lemak untuk meghasilkan ATP, mensintesis kolesterol untuk membuat garam empedu. c. Metabolisme protein, Sel-sel hati menghasilkan gugus amino dan NH2 dari asam amino sehingga asam amino dapat digunakan untuk menghasilkan ATP atau diubah menjadi karbohidrat dn lemak. Zat sisa berupa ammonia (NH3) yang bersifat racun diubah menjadi urea yang tidak beracun dan dikeluarkan bersama urin. Sel-sel hati juga mensintesis protein plasma, albumin, protrombin, dan fibrinogen. d. Memproses obat-obatan dan hormon, Hati
dapat
menghilangkan
mengekskresikan
obat-obatan
zat-zat ke
beracun
dalam
seperti
empedu.
Hati
alcohol, juga
atau dapat
mengekskresikan hormon-hormon tiroid, misalnya hormon estrogen dan aldosteron. e. Ekskresi bilirubin, Bilirubin diturunkan dari sel-sel darah merah yang telah tua, diserap oleh hati dari darah dan diekskresikan ke dalam empedu. Sebagian besar bilirubin dimetabolisme oleh bakteri di dalam usus halus dan dikeluarkan beserta feses. f. Sintesis garam-garam empedu,
20
Garam-garam empedu diperlukan di dalam usus halus untuk mengemulsikan dan menyerap lemak, kolesterol, fosfolipid, dan liloprotein. g. Penyimpanan Selain menyimpan glikogen, hati juga menyimpan beberapa vitamin A, B12, D, E, K, dan mineral
(besi dan tembaga). Vitamin dan mineral tersebut
dikeluarkan oleh hati ketika tubuh memerlukannya. h. Fagositosis Sel-sel Kupffer pada hati memfagositosis sel darah merah dan sel darah putih yang telah tua, serta beberapa bakteri. i. Mengaktifkan vitamin D Kulit, hati, dan ginjal berperan dalam mengaktifkan vitamin D. Usus halus terdiri dari tiga bagian, yaitu duodenum (usus 12 jari), jejunum (usus kosong), dan ileum (usus penyerapan). Pada duodenum bermuara dua saluran, yaitu dari pancreas dan kantung empedu. Di dalam usus halus terjadi proses pencernaan secara kimiawi. 3. Makanan dan Kebutuhan Energi Makanan yang bergizi adalah makanan yang sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Tubuh manusia memerlukan asupan kebutuhan energi dari makan secara seimbang (Sutrisno, 2004). Untuk cara mengetahui asupan makanan yang seimbang maka harus diketahui berapa angka BMR dari tubuh masing-masing. Basal Metabolic Rate ( BMR ) adalah kebutuhan kalori minimum yang dibutuhkan seseorang hanya untuk sekedar mempertahankan hidup, dengan asumsi bahwa orang tersebut dalam keadaan istirahat total, tidak melakukan
21
aktivitas sedikitpun. Menurut Santoso (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat metabolisme basal seseorang: a. Genetik, sebagian orang dilahirkan dengan tingkat metabolisme basal (BMR) tinggi, dan sebagian lagi dengan angka BMR lebih rendah. b. Gender, laki-laki cenderung memiliki massa otot lebih besar daripada perempuan, sehingga BMR laki-laki lebih besar daripada perempuan. c. Usia, BMR cendererung berkurang seiring dengan bertambahnya usia. BMR seseorang dapat turun sekitar 2% setiap 8 tahun. d. Berat tubuh, semakin berat massa tubuh seseorang, nilai BMR akan semakin tinggi. e.
Body surface area atau luas permukaan tubuh, ini berkaitan dengan tinggi dan berat seseorang. Orang yang lebih tinggi dan besar cenderung memiliki BMR yang lebih tinggi.
f. Pola makan, dalam keadaan lapar BMR seseorang bisa turun hingga 30% g. Suhu tubuh, setiap kenaikan suhu tubuh 0.5 C, BMR bisa meningkat hingga 10%. h.
Suhu Lingkungan, hal ini ikut berpengaruh pada tingkat BMR seseorang, berkaitan dengan upaya penyetabilan suhu tubuh. Semakin rendah suhu lingkungan, BMR akan cenderung lebih tinggi.
i. Hormon yang mempengaruhi tingkat BMR adalah hormon tiroksin. Hormon tiroksin sebagai regulator BMR, yang mengatur kecepatan metabolisme tubuh. Semakin banyak homon tiroksin yang disekresikan, maka akan semakin tinggi BMR.
22
3. Menghitung Kebutuhan Kalori Tubuh Menentukan kalori tubuh, ada beberapa tahap yang harus dilakukan, berikut beberapa tahapan perhitungan kebutuhan kalori (Anonim, 2004): Berat badan ideal = 0,9 x (tinggi badan-100cm) Berat perhitungan = (berat badan + berat badan ideal)/2 BMR
= berat perhitungan x 24jam x 1kkal
Apabila hamil BMR ditambah 300kkal Apabila menyusui BMR ditambah 500kkal Koreksi tidur = banyaknya tidur x berat perhitungan x 0,1 kkal BMR setelah koreksi tidur= BMR – koreksi tidur Kebutuhan kalori sesuai aktiitas = Apabila rendah (menonton , tidur-tiduran, membaca, dll)= 20% x BMR setelah koreksi tidur Apabila sedang (mengepel, mencuci pakaian, dll)=30% x BMR setelah koreksi tidur Apabila tinggi (bermain basket, beolahraga, dll)= 40% x BMR setelah koreksi tidur Apabila berat (bekerja berat, menembok rumah, dll)= 50% x BMR setelah koreksi tidur Kebutuhan kalori total
= BMR setelah koreksi tidur+ kebutuhan kalori
berdasarkan aktivitas Apabila demam = ditambah 10% setiap kenaikan 10C dari angka BMR setelah koreksi tidur dan ditambahkan pada angka kebutuhan kalori total
23
SDA (Spesiic Dyanamic Action) = 10% x kebutuhan kalori total Kebutuhan kalori tubuh
= Kebutuhan kalori total + SDA
Lalu nilai kebutuhan kalori tubuh yang di dapat dikonversikan dengan kebutuhan akan protein, karbohidrat dan lemak dengan perbandingan 4:4:9. Untuk menghitung nilai BMR angka berat badan yang dipakai adalah berat badan sesungguhnya (actual weight), namun angka berat badan sesungguhnya ini siatnya tidak mengikat sehingga dipergunakanlah angka berat perhitungan dimana berat badan sesungguhnya ditambahkan dengan berat badan ideal dibagi dua. Setelah menghitung BMR kemudian dikalikan dengan pengeluaran energi dari suatu aktivitas fisik. Bagi bayi dan anak, penggunaan energi di luar BMR, selain untuk pertumbuhan diperlukan pula untuk bermain, makan dan sebagainya. Besar kecilnya angka kecukupan energi sangat dipengaruhi oleh lama serta intensitas kegiatan jasmani tersebut (Almatsier, 2004 : 141). Setiap makanan yang dikonsumsi mengandung nilai kalorinya masing-masing. Setelah mengetahui angka kalori dari setiap bahan makanan, diharapkan setiap siswa dapat menentukan makanan apa yang baik dikonsumsi sesuai kebutuhannya (Setya, 2006).
24