BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Televisi bisa dikatakan sebagai jembatan informasi penuh warna yang dapat dilalui oleh siapapun. Dunia pertelevisian nasional telah marak oleh program acara dengan konsep beragam. Berbagai stasiun televisi berkompetisi untuk menjadi yang terbaik dan layak menjadi TV favorit audience. Mulai dari program acara untuk anak-anak hingga dewasa tayang 24 jam tanpa henti. Program acara di televisi tak bisa dilepaskan dari efek visual dan animasi. Mulai dari bumper, iklan, film kombinasi spesial efek dengan gambar realis, sampai dengan film animasi (full-animated). Film-film Hollywood di Amerika contohnya, produk audio visual dari negeri tersebut terkenal dengan visual yang sangat bagus, belum lagi jika dikombinasikan oleh efek visual yang mewah. Ditambah dengan serial-serial animasi yang setiap hari ada di televisi nasional, seperti Spongebob Squarepants, Shaun the Sheep, dan Avatar. Begitupun dengan negara Jepang yang juga terkenal dengan film dan serial animasinya, seperti Doraemon, Crayon Sinchan, Naruto Shippuden, dan Final Fantasy. Banyak dari produk-produk audio visual tersebut yang sepertinya telah menjajah televisi nasional di Indonesia sehingga produk animasi lokal seperti tak pernah diberi kesempatan untuk menunjukkan eksistensinya. Menurut data yang peneliti dapatkan dari media, Dwifriansyah (2012) mengulas tentang produk animasi lokal. Sebenarnya pada tahun 2003 Indonesia
1
sudah bisa membuat film animasi yang di putar di layar lebar. Film tersebut berjudul Janus Prajurit Terakhir yang mengisahkan tentang seorang prajurit mekanik dari abad 34 bernama Janus. Di kisahkan Janus terlibat dalam sebuah peperangan melawan Draco hingga Janus terlempar ke abad 21 dan ingin kembali ke masa depan untuk melanjutkan perjuangannya. Dalam cerita film ini Janus di bantu oleh sahabat barunya dari abad 21, Mayo (Derby Romero), serta sahabatnya, Indri (Alyssa Soebandono). Tantangan yang dihadapi ketiga sahabat ini tidak mudah. Mereka dikejar dua anak badung, diburu pasukan Draco dari masa depan, serta orang-orang dewasa yang tidak mempercayai cerita Mayo. Film ini boleh dibilang menjadi film animasi 3D pertama di Indonesia. Dengan mengandalkan 14 orang animator, Janus dipenuhi teknik animasi 3D yang cukup memukau.
Meski
sebenarnya
tidak
seluruhnya
animasi,
karena
mengkombinasikan animasi 3D dengan live action atau figur manusia yang sebenarnya. Sayang, Janus hanya mampu bertahan di layar bioskop nasional selama 1 minggu saja. Namun setidaknya hal tersebut mampu membuktikan bahwa orang Indonesia sudah bisa menunjukkan semangat untuk berkarya di bidang animasi. Masih menurut Dwifriansyah (2012), pada akhir dekade 90-an, Indonesia sudah mampu menciptakan produk animasi, yang digawangi oleh Castle Production. Perusahaan animasi lokal yang berdiri sejak 1998 ini, tanpa banyak terekspos publik, telah menjadi pengekspor film-film animasi, baik 2D maupun 3D, ke luar negeri. Sejumlah produsen film animasi di Eropa dan Amerika, telah menjadi langganan Castle Production sejak tahun 2000. Sejak
2
tahun 2002 hingga kini, tak kurang sekitar 11 film animasi telah diekspor Castle ke sejumlah negara seperti Perancis, Spanyol, Jerman, Inggris hingga Amerika Serikat dan Amerika Latin. Sementara untuk pasar Indonesia, Castle telah memproduksi sekitar 6 film animasi. Salah satunya adalah animasi serial TV berjudul Kabayan Lip Lap yang telah diputar di TVRI pada 2008 dan kemudian di salah satu TV swasta nasional sejak Mei 2009 lalu. Bahkan Castle telah menerima beberapa penghargaan dari luar negeri atas komitmennya dalam mengembangkan teknik animasi. Sementara dari dalam negeri, Castle telah mendapatkan 3 rekor MURI sebagai pengekspor film animasi pertama dari Indonesia ke pasar Eropa dan Amerika, sekolah animasi 3D profesional pertama serta produsen film animasi yang membangkitkan nation-pride pada anak-anak Indonesia . Menurut Anonim (2012b), pada tahun 2009 ada juga film animasi lokal berjudul Meraih Mimpi yang digarap oleh Infinite Frameworks Studio Batam dan diproduseri oleh Nia Dinata. Film Meraih Mimpi, adalah film animasi 3D musikal yang melibatkan puluhan pekerja seni komputer grafis Indonesia. Dewi Ratri, produser animator yang terlibat dalam proses perekrutan animator, harus bekerja keras memilih para animator yang memiliki kemampuan di atas rata-rata dan gigih berinovasi. Dewi yang juga pernah terlibat dalam pembuatan Homeland, harus mampu membagi-bagi jenis pekerjaan dan SDM yang diperlukan. Misalnya menempatkan animator, tim komputer grafis, 2D artist, effect team, compositing team hingga supervisor sesuai jumlah dan tempatnya serta membuat anggaran. Selain animator, proses produksi film ini juga melibatkan sejumlah artis dan pekerja seni Indonesia sebagai pengisi suara tokoh-tokoh yang ada dalam film.
3
Nia Dinata yang menjadi produser Meraih Mimpi, melakukan casting yang serius untuk memilih pengisi suara yang cocok dengan karakter tokoh-tokoh manusia dan binatang di dalam film. Tak kurang dari Jajang C. Noer, Surya Saputra, Gita Gutawa, Shanty, Ria Irawan hingga Patton Idola Cilik, harus melewati proses casting dan latihan yang ketat untuk bisa mengisi suara tokoh-tokoh Meraih Mimpi secara pas dan menarik. Paling hangat dibicarakan oleh kalangan pelaku animasi lokal dan masyarakat di forum-forum diskusi dunia maya maupun obrolan-obrolan ringan adalah sebuah film pendek berjudul Pada Suatu Ketika produksi studio Lakon Animasi Solo yang beberapa bulan ini videonya tersebar dengan cepat di YouTube, Vimeo, situs-situs jejaring sosial seperti twitter, facebook, MySpace, maupun forum-forum lainnya. Menurut Anonim (2012c), Pada Suatu Ketika atau disingkat PSK adalah salah satu film animasi 3D karya anak bangsa. Dari segi visual-nya, film pendek ini banyak mengadopsi gaya film Tansformers dan District 9. Alur ceritanya berawal di sebuah pasar, ada seorang kakek sedang menikmati santapan mie sambil mendengarkan radio. Namun, tiba-tiba saja gelombang radio yang diterima rusak dan lagu yang diputar pun tidak dapat ditangkap dengan baik, sejurus kemudian sebuah UFO (pesawat dari luar angkasa) besar menutupi langit. Para pengunjung pasar pun mulai panik ketika UFO tersebut mengeluarkan cahaya. Cahaya tersebut tidak melukai para warga yang ada di pasar, namun tiba-tiba saja sebuah bajaj berubah menjadi robot. Tidak hanya satu, beberapa bajaj lainnya pun berubah menjadi robot merah dan sebuah bus yang sedang berjalan langsung berubah pula menjadi robot. Walaupun hanya
4
berdurasi sekitar 4 menit, film tersebut sudah mampu membuat decak kagum masyarakat Indonesia yang telah menontonnya, terutama di dunia maya. Visualisasinya sangat mewah, perpaduan antara suasana masyarakat menengah ke bawah Jakarta dengan teknologi super canggih yang biasanya akrab dengan warga negara maju. Semua aspek dalam produk animasi ini terlihat sangat serius dikerjakan dan jika tidak ada identitas Indonesia pada film tersebut, mungkin orang yang melihatnya akan mengira bahwa film ini bukan buatan Indonesia. Di kota Malang sendiri, terdapat beberapa studio animasi maupun komunitas animasi yang sampai saat ini masih menunjukkan eksistensinya. Salah satunya yaitu PT. Digital Global Maxinema atau DGM. Studio animasi yang terletak di Jalan Kebon Jeruk Malang ini berdiri sejak 2007 dengan nama K-Deep Animation Studio sebelum baru-baru ini berganti nama. Beberapa karya telah dihasilkan, seperti video klip band Padi yang berjudul Terluka dengan konsep fullanimated, serial animasi Catatan Dian yang sempat tayang di beberapa TV lokal di tanah air, dan saat ini sedang mengerjakan beberapa project, diantaranya KukuRockYou dan Songgo Rubuh. KukuRockYou secara garis besar menceritakan tentang kehidupan para ayam yang dipelihara oleh seseorang di dalam sebuah kandang. Yang membuat kisah ini menjadi unik adalah kehidupan ayam-ayam tersebut yang dipersonifikasi. Sedangkan Songgo Rubuh, yang saat ini telah ditayangkan oleh MNC TV setiap hari selasa pukul 17.00 WIB, bercerita tentang dua orang penjaga gerbang kerajaan di Jawa. Mereka berdua adalah dua tokoh yang punya perbedaan karakter yang sangat mencolok. Songgo, tokoh pertama, adalah seorang yang polos dan baik kepada semua orang. Sedangkan Rubuh,
5
mempunyai karakter yang bisa dibilang buruk. Dia adalah tokoh yang suka marah-marah dan sering merasa iri. Mereka berdua sangat berbeda 180 derajat namun saling berteman. Menurut Anonim (2010), film ini juga telah memenangkan kategori Best Animation pada HelloFest 8, yaitu sebuah festival tahunan yang diadakan oleh HelloMotion Academy Jakarta. Walaupun karya para animator lokal sudah cukup banyak, hal tersebut sepertinya belum cukup untuk membuat produk animasi lokal menjadi pilihan yang paling digemari oleh masyarakat Indonesia, terutama anak-anak. Saat ini televisi-televisi nasional lebih memilih untuk menayangkan produk-produk animasi luar negeri karena ada kecenderungan audience di Indonesia menganggap produk animasi lokal belum mampu bersaing. Televisi-televisi nasional juga dimungkinkan masih belum memberi ruang besar pada karya-karya animasi lokal untuk unjuk gigi di kancah nasional. Berbicara tentang film animasi tak bisa dilepaskan dari sosok animator. Animator merupakan tiang penyangga dari suatu produksi animasi. Tanpa adanya animator dalam suatu produksi animasi, mustahil produk animasi dapat tercipta. Perlu digaris bawahi, animator adalah seseorang yang menjalankan proses animasi pada suatu proses produksi. Tak bisa dipungkiri animator memiliki kedekatan emosional pada dunia yang digeluti, bahkan bila dibandingkan dengan sutradara sekalipun. Sutradara film animasi belum tentu memiliki pengalaman lebih banyak di dunia animasi dari pada animator sendiri. Peneliti, selain karena alasan di atas, menjadikan para animator yang ada di rumah produksi Digital Global Maxinema (DGM) sebagai subek penelitian, karena peneliti juga pernah bekerja sebagai
6
animator di rumah produksi tersebut pada tahun 2008-2010. Hal ini diharapkan akan memudahkan peneliti dalam proses penelitian ini. Berawal dari fenomena yang telah diuraikan di atas, peneliti tertarik untuk
melakukan
penelitian
tentang
“INTERPRETASI
ANIMATOR
TENTANG EKSISTENSI FILM ANIMASI LOKAL PADA TELEVISI NASIONAL” dengan studi fenomenologi pada animator di Rumah Produksi Digital Global Maxinema Malang.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana animator memaknai eksistensi film animasi lokal pada TV nasional?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menemukan pemaknaan animator tentang eksistensi film animasi lokal pada televisi nasional.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur penelitian kualitatif tentang interpretasi subjek penelitian terhadap suatu fenomena dengan menggunakan studi fenomenologi.
7
Jika permasalahan ini belum pernah diangkat sebelumnya, diharapkan dapat memberikan manfaat yang signifikan serta menjadi bahan referensi bagi para peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian dengan pokok bahasan yang hampir sama atau bersangkutan.
1.4.2 Manfaat Praktis Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat muncul suatu pemikiran tentang bagaimana seluk beluk dunia animasi, macam-macam pola dan strategi komunikasi yang dapat dilakukan oleh sebuah produk animasi tertentu yang ditujukan pada para audience, serta bagaimana perkembangan industri animasi nasional.
8