ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB II KEABSAHAN JUAL BELI TANAH HAK MILIK OLEH PERSEROAN TERBATAS
1. Syarat Sahnya Jual-Beli Tanah Hak Milik Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Argaria, LNRI Tahun 1960 No. 104 - TLNRI No. 2043 diundangkan pada tanggal 24 September 1960. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 lebih dikenal dengan sebutan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). UUPA melaksanakan ketentuan Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana telah di sebutkan dalam Pasal 2 Ayat (1) UUPA, yaitu “Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 Ayat 3 UndangUndang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.” Perkataan “dikuasai” dalam Pasal 2 Ayat (1) UUPA, bukanlah berarti “dimiliki”, akan tetapi adalah pengartian yang memberi wewenang kepada negara sebagai organisasi kekuasan seluruh rakyat indonesia untuk pada tingkatan tertinggi: 15 a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa.
15
TESIS
Urip Santoso II, Op.Cit., h. 288
PEMBELIAN TANAH ...
GETAR DANURAMANDA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa. c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. Ketentuan mengenai hak atas tanah diatur dalam Pasal 4 Ayat (1) UUPA yang menyatakan bahwa “Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik diri sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.” Dari ketentuan Pasal 4 Ayat (1) UUPA menunjukkan bahwa dasar terjadinya hak atas permukaan bumi atau hak atas tanah adalah berasal dari hak menguasai dari negara, yang dapat diberikan kepada perseorangan (secara individual) baik negara indonesia (WNI) maupun orang asing yang berkedudukan di indonesia, orang-orang secara bersama-sama (kolektif), badan hukum privat maupun badan hukum publik. Menurut Soedikno Mertokusumo, yang dimaksud dengan hak atas tanah adalah hak untuk memberikan wewenang kepada yang mempunyai hak untuk menggunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. Kata “Menggunakan” dalam hak atas tanah mengandung pengertian bahwa hak atas tanah digunakan untuk kepentingan mendirikan bangunan (non-pertanian), sedangkan kata “mengambil manfaat” dalam hak atas tanah mengandung pengertian bahwa hak atas tanah digunakan untuk
TESIS
PEMBELIAN TANAH ...
GETAR DANURAMANDA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
kepentingan pertanian, perikanan, perternakan, dan perkebunan.16 Atas dasar ketentuan Pasal 4 Ayat (2) UUPA, kepada pemegang atas tanah diberikan kewenangan untuk menggunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batasbatas menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan peraturan-peraturan hukum yang lebih tinggi. Ketentuan tentang Hak Milik diatur dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 27 UUPA, Hak Guna Usaha diatur dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 34 UUPA, Hak Guna bangunan diatur dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 40 UUPA, Hak Pakai diatur dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 43 UUPA, Hak Sewa untuk pembangunan diatur dalam Pasal 44 sampai Pasal 45 UUPA, Hak Membuka Tanah dan Hak Memungut Hasil Hutan diatur dalam Pasal 46 UUPA, dan hak atas tanah yang bersifat sementara di atur dalam Pasal 53 UUPA. Ketentuan-ketentuan Hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA hanya garis besarnya, sehingga masih harus diatur dengan peraturan pelaksanaan. Pasal 50 Ayat (1) UUPA memerintahkan ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Milik akan diatur dengan undang-undang yang mengatur tentang Hak Milik sampai saat ini belum dibuat. Pasal 50 Ayat (2) UUPA memerintahkan ketentuan lebih lanjut untuk menguasai Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Sewa untuk Bangunan lebih lanjut akan diatur dengan peraturan perundangan. Peraturan yang dimaksudkan oleh Pasal 50 Ayat (2) UUPA
16
TESIS
Ibid, h. 290
PEMBELIAN TANAH ...
GETAR DANURAMANDA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai Atas tanah, dan sedangkan Hak Sewa Untuk Bangunan belum dibuat peraturan pelaksanaannya. Peralihan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah memindahkan, sedangkan hak berarti benar. Jadi peralihan hak atas tanah adalah memindahkan atau beralihnya penguasaan tanah yang semula milik sekelompok masyarakat ke masyarakat
lainnya.
Peralihan
tersebut
dapat
dilakukan
dengan
cara
menukar/memindahkan tanah. Penguasaan yuridis dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasan secara fisik tanah yang dihaki. Tetapi ada juga penguasaan yuridis yang biarpun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisiknya dilakukan pihak lain. Pengertian lain tentang peralihan hak atas tanah, sebagaimana yang dikutip oleh Erene Eka Sihombing adalah beralihnya atau berpindahnya hak kepemilikan sebidang tanah atau beberapa bidang tanah dari pemilk semula kepada pemilik yang baru karena sesuatu atau perbuatan hukum tertentu. Perbuatan hukum pemindahan hak bertujuan untyuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain untuk selamalamanya (dalam hal ini subjek hukumnya memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah).17
Irene Eka Sihombing, Segi-segi Hukum Tanah Nasional dalam Pengadaan Tanah untuk Pembangunan, (Jakarta: Universitas Trisakti), 2005, cet I, h. 56 17
TESIS
PEMBELIAN TANAH ...
GETAR DANURAMANDA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Perbuatan hukum dapat diartikan sebagai setiap perbuatan yang dilakukan oleh subjek hukum yang menimbulkan akibat hukum. Menurut CST Kansil, bahwa “Segala perbuatan manusia yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban, misalnya membuat surat wasiat, membuat persetujuan-persetujuan dinamakan perbuatan hukum”.18 Peralihan hak atas tanah adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah yang dilakukan dengan sengaja supaya hak tersebut terlepas dari pemegangnya semula dan menjadi hak pihak lain. Sejak berlakunya UUPA, peralihan hak atas tanah dapat dilakukan melalui jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan Hak Milik. Menurut Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, ditegaskan bahwa: ”Peralihan hak atas tanah dan Hak Milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan data perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku” .
CST. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka) 1986, h.119 18
TESIS
PEMBELIAN TANAH ...
GETAR DANURAMANDA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Ada hal penting yang perlu diperhatikan di dalam jual-beli tanah supaya sah dimata hukum, diantaranya: a. Materiil b. Formal Penjual dan pembeli adalah subjek dari jual beli (syarat materiil), hal pertama yang harus diperhatikan ialah calon penjual berhak atau tidak menjual tanah tersebut, karena yang paling berhak menjual sebidang tanah ialah pemilik yang sah dari hak atas tanah tersebut. Hak atas tanah banyak macamnya, untuk memudahkan maka pemegang hak itu kita sebut pemilik walaupun sebenarnya sebutan pemilik hanya untuk pemegang hak untuk tanah Hak Milik. Jual-beli tanah yang dilakukan oleh yang tidak berhak adalah batal demi hukum. Artinya, sejak semula hukum menganggap tidak pernah terjadi jual-beli. dalam hal ini kepentingan pembeli sangat dirugikan, sebab ia sudah membayar harga tanah tersebut sedangkan hak atas tanah tersebut tidak pernah beralih kepadanya, walaupun ia telah menguasai tanah tersebut. sedangkan untuk syarat formaldalam pendaftaran jual beli, tukar menukar, hibah, dan pemasukan Di dalam perusahaan harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 37 (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, peralihan hak atas tanah dan Hak Milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah dan pemasukan modal dalam perusahaan serta perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta
TESIS
PEMBELIAN TANAH ...
GETAR DANURAMANDA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.19 Istilah jual beli dimuat dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pertanahan, yaitu Pasal 26 Undang-Undang Pokok Agraria yang berbunyi : (1) jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan Hak Milik serta pengawasan diatur dengan peraturan pemerintah. (2) Setiap jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan Hak Milik kepada orang asing, kepada warga negara yang
di
samping
kewarganegaraan
indonesia-nya
mempunyai
kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh pemerintah termaksud dalam Pasal 21 Ayat (2), adalah batal karena hukum dan tanah jatuh kepada negara, dengan ketentuan bahwa hakhak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat di tuntut kembali. 20 Jual beli yang dimaksudkan di sini adalah jual beli hak atas tanah, Dalam praktik disebut jual beli tanah. Secara yuridis, yang diperjual belikan adalah hak atas
19
Urip Santoso.(Selanjutnya disebut Urip Santoso III), Perolehan Hak Atas Tanah, (Surabaya : PT Revka Petra Media) 2011, h. 91-92 20 Urip Santoso II, Op.Cit., h. 355-356
TESIS
PEMBELIAN TANAH ...
GETAR DANURAMANDA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
tanahnya bukan tanahnya. Memang benar bahwa tujuan membeli hak atas tanah adalah supaya pembeli dapat secara sah menguasai dan mengggunakan tanah. Dalam perkembangannya, yang diperjualbelikan tidak hanya hak atas tanah, tetapi juga Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Istilah jual beli disebut dalam peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan pertanahan, Yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1960, Undang-Undang No. 15 Tahun 1985, Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993, Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005, dan Kepmen Agraria/Kepala BPN No. 21 Tahun 1994. Namun, demikian di dalam peraturan perundang-undangan tersebut tidak memberikan pengertian apa yang dimaksud dengan jual beli.21 Untuk memahami pengertian jual beli dapat dilihat dari dasar pembentukan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 (Hukum Agraria Nasional), yaitu didasarkan atas hukum adat, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 5-nya, yaitu: “Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama”.
21
TESIS
Ibid, h. 358-359
PEMBELIAN TANAH ...
GETAR DANURAMANDA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Dalam hukum adat tentang tanah dikenal tiga macam adol (jual) yaitu: 22 a. Adol Plas (jual lepas) Pada adol plas (jual lepas), pemilik tanah menyerahkan tanahnya untuk selama-lamanya kepada pihak lain (pembeli) dengan pembayaran sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan antara pemilik tanah dengan pihak lain (pembeli). b. Adol Gadai (jual gadai) Pada adol gadai (jual gadai), pemilik tanah pertanian (pemberi gadai) menyerahkan tanahnya untuk digarap kepada pihak lain (pemegang gadai) dengan menerima sejumlah uang dari pihak lain (pemegang gadai) sebagai uang gadai dan tanah dapat kebali kepada pemiliknya apabila pemilik tanah menebus uang gadai. c. Adol Tahunan (jual Tahunan) Pada adol Tahunan (jual Tahunan), pemilik tanah pertanian menyerahkan tanahnya untuk digarap dalam beberapa kali masa panen kepada pihak lain (pembeli) dengan pembayaran sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan antara pemilik tanah dan pembeli. Setelah beberapa kali masa panen sesuai kesepakatan kedua belah pihak, tanah pertanian diserahkan kembali oleh pembeli kepada pemilik tanah. Berkenaan dengan pengertian jual beli tanah, Boedi Harsono ,menyatakan bahwa pengertian jual beli tanah adalah perbuatan hukum yang berupa penyerahan Hak 22
TESIS
Loc. Cit
PEMBELIAN TANAH ...
GETAR DANURAMANDA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Milik (penyerahan tanah untuk selama-lamanya) oleh penjual kepada pembeli, yang pada saat itu juga pembeli menyerahkan harganya kepada penjual. Jual beli yang mengakibatkan beralihnya hak tanah atas tanah dari penjual kepada pembeli itu termasuk dalam hukum agraria atau hukum tanah. Pengertian jual beli tanah menurut Boedi Harsono, ruang lingkup objeknya terbatas hanya pada Hak Milik atas tanah. Dalam hukum positif, hak atas tanah yang dapat menjadi objek jual beli tidak hanya terbatas hanya pada Hak Milik. Namun, juga Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, maupun Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.23 Sebagai perbandingan, berikut ini diuraikan tentang jual beli tanah menurut Burgerlijik Wetboek (BW). Pengertian jual beli dimuat dalam Pasal 1457-nya, yaitu suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan sesuatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga yang telah di perjanjikan. Selanjutnya, dalam Pasal 1458-nya dinyatakan bahwa jual beli dianggap telah terjadi antara kedua pihak, seketika setelah orang-orang ini mencai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya. Meskipun kebendaan itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar. Sejak diundangkannya UUPA pada tanggal 24 September 1960 yang menghapus dualisme hukum tanah di Indonesia, pengertian jual beli tanah tidak sama lagi dengan jual beli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1457 dan Pasal 1458 BW. UUPA menciptakan unifikasi di bidang hukum tanah yang didasarkan pada hukum
23
TESIS
Ibid, h. 360
PEMBELIAN TANAH ...
GETAR DANURAMANDA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
adat. Oleh karena itu meskipun UUPA tidak mengatur secara khusus mengenai jual beli, dapat dipahami pengertian jual beli tanah dalam Hukum Tanah Nasional adalah jual beli tanah dalam pengertian hukum adat mengingat Hukum Tanah Nasional yang berlaku adalah hukum adat. Dalam UUPA istilah jual beli hanya disebutkan dalam Pasal 26 yaitu yang menyangkut jual beli Hak Milik atas tanah. Dalam Pasal-Pasal lainnya tidak ada kata yang menyebutkan jual beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan suatu perbuatan hukum yang disengaja untuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain melalui jual beli, hibah, tukar menukar, dan hibah wasiat. Jadi, meskipun dalam UUPA hanya disebutkan dialihkan, termasuk salah satunya adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah karena jual beli. Terkait dengan pengertian dialihkan tersebut di atas, Urip Santoso membedakan antara pengertian “beralih” dengan “dialihkan” yaitu sebagai berikut : a. Beralih artinya berpindahnya hak atas tanah dari pemiliknya kepada pihak lain dikarenakan suatu peristiwa hukum. Dengan meninggalnya pemilik tanah, maka hak atas tanah secara hukum berpindah kepada ahli warisnya sepanjang ahli warisnya memenuhi syarat sebagai sebyek hak atas tanah tersebut b. Dialihkan /pemindahan hak artinya berpindahnya hak atas tanah dari pemiliknya kepada pihak lain dikarenakan adanya suatu perbuatan hukum.
TESIS
PEMBELIAN TANAH ...
GETAR DANURAMANDA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Contoh perbuatan hukum yaitu jual beli, tukar menukar, hibah, penyertaan (pemasukan) dalam modal perusahaan, lelang. 24 Hal senada juga dinyatakan oleh John Salindeho, yang mengatakan bahwa beralihnya suatu hak dapat terjadi bukan karena suatu perbuatan hukum, melainkan sebagai suatu peristiwa hukum atau akibat hukum. Di sini tidak ada unsur sengaja di dalam hubungan dengan suatu perbuatan. Misalnya seorang yang meninggal dunia, maka sebagai peristiwa hukum almarhum meninggalkan warisan yang tanpa suatu perbuatan hukum, mengakibatkan haknya beralih atas suatu bidang tanah kepada ahli warisnya. Berbeda dengan beralihnya suatu hak, maka dengan dialihkan hak menunjukkan adanya kesengajaan suatu pihak melakukan suatu perbuatan hukum untuk mengalihkan/memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain. Perbuatan hukum yang mengakibatkan dialihkannya hak atas tanah dapat berupa jual beli, hibah, tukar menukar dan sebagainya, terkecuali peralihan hak karena warisan tanpa wasiat (ab intestato).25 Pengertian jual beli menurut hukum adat adalah suatu perbuatan pemindahan hak, yang sifatnya kontan, riil dan terang. Sifat kontan berarti bahwa penyerahan hak dan pembayaran harganya dilakukan pada saat yang sama. Sifat riil berarti bahwa dengan mengucapkan kata-kata dengan mulut saja belumlah terjadi jual beli. Jual beli dianggap terjadi dengan penulisan kontrak jual beli di muka Kepala kampung serta
TESIS
24
Urip Santoso I, Op.Cit., h. 93-94.
25
John Salindeho, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, (Jakarta: Sinar Grafika), 1987, h. 35.
PEMBELIAN TANAH ...
GETAR DANURAMANDA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
penerimaan harga oleh penjual, meskipun tanah yang bersangkutan masih berada dalam penguasaan penjual. Sifat terang dipenuhi pada umumnya pada saat dilakukannya jual beli itu disaksikan oleh Kepala kampung, karena Kepala kampung dianggap orang yang mengetahui hukum dan kehadirannya mewakili warga masyarakat desa tersebut. Sekarang sifat riil dan sifat terang berarti jual beli itu dilakukan menurut peraturan tertulis yang berlaku. Menurut Maria S. W. Sumardjono, yang dimaksud dengan tunai/kontan adalah penyerahan hak oleh penjual dilakukan bersamaan dengan pembayaran oleh pembeli seketika itu juga hak sudah beralih. Harga yang dibayarkan itu tidak harus lunas, selisih harga dianggap sebagai utang pembeli kepada penjual yang termasuk dalam lingkup hukum utang piutang. Sifat riil berarti bahwa kehendak yang diucapkan harus diikuti dengan perbuatan nyata, misalnya dengan telah diterimanya uang oleh penjual, dan dibuatnya perjanjian di hadapan kepala desa. Perbuatan hukum jual beli tanah disebut terang kalau dilakukan di hadapan kepala desa untuk memastikan bahwa perbuatan itu tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku. 26 Selanjutnya menurut John Salindeho, jual beli tanah menurut jiwa hukum adat itu adalah: a. Hukum adat tidak mengenal pembagian bahkan pengertian “obligatoir” dan atau “zakelijk” (kebendaan) seperti Hukum Barat.
26
Maria S. W Sumardjono, Aspek Teoritis Peralihan Hak Atas Tanah Menurut UUPA, Majalah Mimbar Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, No. 18/X/93, Yogyakarta, 1993, h. 11.
TESIS
PEMBELIAN TANAH ...
GETAR DANURAMANDA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
b. Suatu jual beli pada hakekatnya bukan persetujuan belaka yang berada antara dua pihak (penjual dan pembeli), tetapi suatu penyerahan barang oleh penjual kepada pembeli dengan tujuan/maksud memindahkan hak di antara kedua belah pihak. c. Kalau tidak dibayar kontan, bukan jual beli, tetapi suatu hutang piutang. d. Para ahli hukum adat menegaskan bahwa sifat jual beli lebih bersifat mengalami sendiri secara nyata, terang dan tunai (kontant, concreet, belevend en participarent denken). Dalam masyarakat hukum adat, jual beli tanah dilaksanakan secara terang dan tunai. Terang berarti perbuatan hukum jual beli tersebut benar-benar dilaksanakan di hadapan Kepala Adat atau Kepala Desa atau sekarang harus di hadapan PPAT yang berwenang. Tunai berarti adanya dua perbuatan yang dilaksanakan secara bersamaan, yaitu pemindahan hak atas tanah yang menjadi objek jual beli dari penjual kepada pembeli dan pembayaran harga dari pembeli kepada penjual terjadi serentak dan secara bersamaan. Menurut Boedi Harsono, dalam hukum adat, jual beli tanah bukan perbuatan hukum seperti apa yang disebut “perjanjian obligatoir”. Jual beli tanah dalam hukum adat merupakan perbuatan hukum pemindahan hak dengan pembayaran kontan. Artinya, harga yang disetujui bersama dibayar penuh atau dianggap dibayar penuh pada saat dilakukannya jual beli yang bersangkutan. Dalam hukum adat tidak ada pengertian penyerahan yuridis sebagai pemenuhan kewajiban penjual, karena justru apa yang disebut “jual beli tanah” itu adalah penyerahan hak atas tanah yang dijual
TESIS
PEMBELIAN TANAH ...
GETAR DANURAMANDA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
kepada pembeli yang pada saat yang sama membayar kepada penjual harga yang telah disetujui bersama. Maka jual beli tanah menurut pengertian hukum adat ini pengaturannnya termasuk dalam Hukum Tanah Nasional. Dalam memenuhi kebutuhan masyarakat modern yang terbuka, lembaga jual beli tanah sebagaimana terkandung dalam UUPA, mengalami modernisasi dan penyesuaian, tanpa mengubah hakikatnya sebagai perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah dengan sifat dan cirinya yang kontan, riil dan terang, prinsip ini kemudian juga diangkat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah sebagaimana telah dicabut dan diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dengan dibuatnya akta jual beli tanah oleh PPAT, pada saat itu juga hak sudah beralih dari penjual kepada pembeli.27 Tanah yang menjadi objek dari jual-beli apabila sudah terjadi transaksi jualbeli maka secara otomatis menjadi hak dari pembeli, permasalahan akan muncul apakah pembeli tersebut berhak atau tidak terhadap hak atas tanah yang dibelinya. Misalnya saja Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer tidak boleh menjadi subjek hukum Hak Milik karena kedua Badan Hukum tersebut diluar klasifikasi BadanBadan Hukum yang berhak mempunyai Hak Milik Atas tanah sesuai yang telah diatur Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963. Begitu halnya dengan Warga Negara Asing yang tidak berhak terhadap Hak Milik atas tanah, karena Hak
27
http://urai28imam.blogspot.com/2011/03/memahami-lembaga-jual-beli-tanah-di.html. Diakses Tanggal 2 Januari 2015.
TESIS
PEMBELIAN TANAH ...
GETAR DANURAMANDA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Milik atas tanah menurut Pasal 21 UUPA hanya untuk Warga Negara Indonesia, Badan-Badan Hukum yang sudah ditetapkan pemerintah. Objek jual-beli hak atas tanah yang akan dijual, Di dalam praktek disebut jualbeli tanah. Secara hukum yang benar ialah jual-beli hak atas tanah, yang dijual adalah hak atas tanahnya bukan tanah itu sendiri. Karena yang dijual adalah hak atas tanah, maka kita harus mengetahui hak apa yang menjadi objek itu, Hak Milik, Hak Guna Usahadan Hak Guna Bangunan jelas dinyatakan oleh UUPA dapat dialihkan atau dipindahkan, akan tetapi ada peraturan perundang-undangan yang membatasinya. Jual-beli hak atas tanah, batas-batas tanah tersebut harus diketahui supaya tidak terjadi keragu-raguan dan nantinya tidak menimbulkan sengketa. Untuk tanah yang sudah bersertipikat, batas-batas tanah, luas, panjang dan lebarnya sudah ada disurat ukur atau gambar lokasi tanah, sedangkan untuk tanh yang yang belum bersertipikat, maka batas-batas tanah tersebut dijelaskan oleh penjual kepada pembeli. Jual-beli terhadap tanah diatur Di dalam Undang-Undang Pokok Agraria, yaitu UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960. 2. Keabsahan Jual-Beli Tanah Hak Milik Oleh Perseroan Terbatas Yang Diatasnamakan Seseorang Dalam pengertian Hukum Adat, jual beli tanah adalah merupakan suatu perbuatan hukum, yang mana pihak penjual menyerahkan tanah yang dijualnya kepada pembeli untuk selama-lamanya, pada waktu pembeli membayar harga (walaupun baru sebagian) tanah tersebut kepada penjual sejak itu Hak Atas Tanah telah beralih dari penjual kepada pembeli. Dengan kata lain bahwa sejak saat itu
TESIS
PEMBELIAN TANAH ...
GETAR DANURAMANDA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
pembeli telah mendapat Hak Milik atas tanah tersebut. Jadi jual beli menurut Hukum Adat tidak lain adalah suatu perbuatan pemindahan hak antara penjual kepada pembeli. Maka biasa dikatakan bahwa jual beli menurut Hukum Adat itu bersifat “tunai” (kontan) dan “nyata”(kongkrit). Jual-beli tanah, khususnya untuk tanah yang memiliki sertipikat Hak Milik harus memenuhi syarat objektif (tanah) dan syarat subjektif (para pihak), karena dengan terpenuhinya dua syarat tersebut, maka jual-beli tanah yang dilakukan oleh para pihak bisa sah di mata hukum dan nantinya tidak ada masalah yang akan timbul di kemudian hari. Terkait dengan pembelian tanah Hak Milik yang dilakukan oleh Perseoran Terbatas dengan diatasnamakan orang lain yang bertujuan supaya harga jual tanah tersebut tidak turun seiring dengan berjalannya waktu karena terjadinya penurunan hak terhadap tanah tersebut, seperti yang kita ketahuai bahwa hak atas tanah selain Hak Milik memiliki jangka waktu yang sudah ditentukan oleh UndangUndang, sehingga harga dari tanah selain Hak Milik sangat bergantung dengan sisa waktu hak atas tanah tersebut. Perbuatan Perseroan tersebut tidak dibenarkan dimata hukum, karena dalam hal ini Perseroan Terbatas tidak menjadi subjek Hak Milik sesuai yang sudah diatur Di dalam Undang-Undang Pokok Agraria, dimana subjek Hak Milik atas tanah hanya Warga Negara Indonesia dan Badan-Badan Hukum yang sudah ditentukan oleh pemerintah, maka secara tidak langsung Perseroan Terbatas tersebut sudah melanggar ketentutan yang diatur di dalm Undang-Undang Pokok Agraria, oleh karena itu jual-beli hak atas tanah mengandung unsure penyelundupan
TESIS
PEMBELIAN TANAH ...
GETAR DANURAMANDA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
hukum, sehingga jual beli tersebut batal demi hukum dan dianggap tidak pernah ada jual beli hak atas tanah. Setelah jual-beli, tentu saja tanah atau hak atas tanah tersebut akan menjadi hak pembeli. Persoalannya ialah, apakah pembeli boleh menjadi subjek hak atas tanah yang dibeli itu. Perseroan terbatas tidak boleh menjadi subjek Hak Milik atas tanah, dengan begitu Perseroan Terbatas tersebut tidak boleh membeli tanah yang berstatus Hak Milik, begitu juga dengan Perseroan Komanditer (CV) tidak boleh menjadi subjek hak atas tanah, maka CV tidak boleh membeli tanah. Terkait dengan kasus jual beli tanah Hak Milik tersebut, maka dalam hal ini Perseroan Terbatas sudah melanggar syarat materiil dalam syarat sahnya jual-beli tanah, serta melanggar syarat objektif dalam sahnya suatu perjanjian yakni tentang “suatu sebab yang diperbolehkan” sehingga jual-beli atas tanah Hak Milik tersebut menjadi batal demi hukum yang artinya sejak semula jual-beli atas tanah Hak Milik tersebut dianggap tidak pernah ada. Karena apabila Perseroan Terbatas ingin memiliki atau membeli tanah yang berstatus Hak Milik, maka tanah tersebut sebelumnya dilakukan pelepasan hak oleh pemilik tanah supaya nantinya hak atas tanah yang sudah dilepaskan tersebut menjadi tanah Negara sehingga bisa diajukan permohonan hak oleh Perseroan Terbatas yang ingin membeli tanah tersebut. Biasanya sebelum masuk ke Kantor Pertanahan Pembeli akan mengikat Penjual dengan Perikatan karena tanah yang akan dibeli tidak bisa langsung di balik nama kepada Perseroan Terbatas dan itu memerlukan waktu sehingga untuk menjaga kepentingan Perseroan Terbatas maka dibuatlah Perikatan Jual Beli beserta Kuasa
TESIS
PEMBELIAN TANAH ...
GETAR DANURAMANDA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Menjual. Namun harus diingat bahwa ketika Haknya sudah dilepaskan maka secara yuridis perikatan dan kuasa itu otomatis tidak berlaku lagi karena status tanahnya menjadi tanah negara. Antisipasinya adalah proses permohonan haknya langsung dikerjakan tanpa menunggu waktu terlalu lama agar tanah tersebut dapat dimiliki oleh Perseroan Terbatas yang membeli tanah tersebut. Senada dengan hal tersebut, Di dalam yurispudensi Mahkamah Agung Tanggal 25 September Tahun 1980 Nomor 147K/Sip/1979. Di dalam perkara Liem Swie Tjhoen melawan Bintoro Sumargo, dalam hal ini Mahkamah Agung memutuskan bahwa jual-beli tanah tersebut tidak sah dan batal demi hukum, karena mengandung sebab yang dilarang oleh Undang-Undang yakni ingin menyelundupkan ketentuan Di dalam Pasal 9 jo Pasal 21 Undang-Undang Pokok Agraria, karena dalam jual beli tersebut terjadi pembelian pura-pura (jual-beli tanah yang diatasnamakan).
TESIS
PEMBELIAN TANAH ...
GETAR DANURAMANDA