1
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang Tanah merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena tanah mempunyai nilai ekonomi, ekologi, dan nilai sosial dalam kehidupan. Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa kelangsungan hidup manusia, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial senantiasa memerlukan tanah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara melakukan hubungan dan memanfaatkan sumber daya tanah, baik yang ada di atas maupun yang ada di dalam tanah. Dalam sejarah pertanahan di Indonesia, Indonesia telah memiliki ketentuan khusus yang mengatur tentang pertanahan yaitu dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok -Pokok Agraria selanjutnya disebut UUPA, sebagai Peraturan dasar. UUPA ini merupakan implementasi dari Pasal 33 A yat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara dan digunakan sebesar besarmya bagi kemakmuran rakyat. Tujuan dari U UPA termuat dalam penjelasan umum yaitu : 1. M eletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria Nasional, yang merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat adil dan makmur.
2
2. M eletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan. 3. M eletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. Kepastian
hukum
hak-hak
atas
tanah,
khususnya
menyangkut
kepemilikan tanah dan penguasaannya akan memberikan kejelasan mengenai orang atau Badan hukum yang menjadi pemegang hak atas tanah, maupun kepastian mengenai letak, batas-batas, luasnya dan sebagainya. M engenai kepastian tersebut sangat besar artinya terutama kaitannya dalam perencanaan pembangunan suatu daerah, pengawasan pemilikan tanah dan penggunaan tanah. Untuk mencapai tujuan tersebut, berdasarkan pasal 2 ayat (2) U UPA, kewenangan Negara dalam bidang Pertanahan mempunyai hak menguasai seluruh wilayah Republik Indonesia terhadap bumi, air dan ruang angkasa 1
serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dengan wewenang untuk : 1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bum i, air dan ruang angkasa tersebut; 2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dengan bumi, air, dan ruang angkasa; 3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dan perbuatan yang mengenai bum i, air dan ruang angkasa. Ketentuan Pasal 2 tersebut di atas merupakan Negara dalam pengertian sebagai suatu organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat untuk mengatur masalah agraria (pertanahan). Kedudukan Negara sebagai penguasa (hak menguasai dari negara) tersebut tidak lain adalah bertujuan untuk mencapai 1
Undang-Undang Nom or 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok -Pokok Agraria Pasal 2 ayat (2).
3
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam rangka masyarakat adil dan makmur. Dalam
kerangka tersebut Negara diberi kewenangan untuk
mengatur mulai dari perencanaan, penggunaan, menentukan hak -hak yang dapat diberikan kepada seseorang, serta mengatur hubungan hukum anta ra orang-orang serta perbuatan-perbuatan hukum yang berkaitan dengan tanah.
2
Konversi dan pendaftaran tanah merupakan salah satu konsekuensi dari diberlakukannya UUPA sebagai perubahan dari dualisme hukum menjadi unifikasi hukum pertanahan yang berlaku di Indonesia demi terwujudnya kepastian hukum yang berkaitan dengan status kepemilikan hak atas tanah.
3
Sebelum Berlakunya U UPA berlaku bersamaan berbagai perangkat Hukum Agraria. Ada yang bersumber pada H ukum adat, yang berkonsepsi komunalistik religius. Ada yang bersumber pada hukum Perdata Barat yang individualistik-liberal dan ada pula yang berasal dari berbagai bekas Pemerintahan Swapraja, yang umumnya berkonsepsi feodal. Hukum Agraria yang merupakan bagian dari hukum Adm inistrasi Negara, hampir seluruhny a terdiri atas peraturan-peraturan perundang-undangan yang memberikan landasan hukum bagi pemerintahan jajahan dalam melaksanakan politik agrarianya yang dituangkan dalam Agrarische Wet 1870.
4
Secara umum, penguasaan tanah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Tanah Hak, dan tanah Negara. Tanah negara adalah tanah yang langsung dikuasai Negara sebagaimana dimaksud dalam UUPA , sedangkan tanah hak 2
Herawan Sauni, 2006,Politik Hukum Agraria, Pustaka Bangsa Press, Kampus USU, Hlm.125. 3 A.P Parlindungan, 1988, Pendaftaran Tanah dan K onversi Hak Atas Tanah menurut UUPA, Alumni, Bandung, hlm.5 4 Boedi Harsono, 1999,Hukum Agraria Indonesia: sejarah Pembentukan Undang -Undang Pokok Agraria,cetakan Ke-8,Djambatan,Jakarta.Hlm.2.
4
adalah tanah yang dipunyai oleh perorangan atau badan hukum dengan suatu hak atas tanah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penjabaran Pasal 33 ayat (3) Undang-undang dasar 1945 mengenai hak menguasai Negara diatur lebih lanjut kedalam Pasal 2 UUPA. Pasal 2 U UPA yang terdiri dari 4 ayat yang pada intinya menyatakan bahwa N egara memilki hak
menguasai
untuk
mengatur
dan
menyelenggarakan
peruntukan,
penggunaan persediaan dan atau pemeliharaan bagi bumi, air,dan ruang angkasa
untuk
mencapai
sebesar-besarnya
kemakmuran
rakyat
yang
pelaksanaanya dapat dikuasakan kepada pemerintah daerah dan kepada masyarakat-masyarakat
Hukum
adat
selama
dibutuhkan
dan
tidak
bertentangan dengan kepentingan Nasional menurut ketentuan-ketentuan pemerintah.
5
Dalam konsepsi H ukum adat, penguasaan atas tanah mempunyai kewajiban memelihara kesejahteraan dan kepentingan seluruh anggota masyarakat serta menjaga keseimbangan penguasaan dan pemakaian tanah tersebut kepada anggotanya. Dalam konsepsi UUPA, negara mempunyai wewenang untuk mengatur peruntukan, penggunaan, pemeliharaan tanah, serta mengatur tentang hubungan hukum antara tanah dengan pemilikn ya. Demi tercapainya tujuan UUPA mengenai pengaturan penguasaan tanah terhadap pemiliknya maka perlu adanya campur tangan pemerintah guna memberikan pengakuan kepemilikan tanah secara individu kepada anggota masyarakat serat menerbitkan alat bukti yang be rupa sertifikat.
5
2.
Undang-Undang Nom or 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pok ok-Pokok Agraria Pasal
5
Oleh karenanya pada tahun 1961 pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, namun Peraturan ini dipandang tidak dapat lagi sepenuhnya mendukung tercapainya hasil yang lebih
nyata
pada
pembangunan
nasional,
sehingga
perlu
dilakukan
penyempurnaan. Dengan pertimbangan itu pada tahun 1997, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah diikuti dengan Peraturan M enteri Negara Agraria /Kepala Badan Pertanahan Nasional yang selanjutnya dalam penelitian ini disebut PKBPN/PM NA, nomor 3 tahun 1997 tentang K etentua n Pelaksanaan PP nomor 24 Tahun 1997. Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997 menegaskan bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepad a pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak -hak lain yang terdaftar agar dengan mudah da pat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan, maka diperlukan pendaftaran tanah.
6
Dengan dilakukan pendaftaran tanah, maka tanah yang didaftar itu dapat diterbitkan sertifikat hak atas tanah kepada yang berhak atas tanah tersebut. Peningkatan kebutuhan akan tanah seiring dengan kebutuhan akan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan, salah satu penyebabnya adalah meningkatnya perbuatan hukum yang menyangkut tanah. Perangkat hukum tertulis yang lengkap dan jelas diperlukan dalam memberikan kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah. PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah diberlakukan untuk mengatur mekanisme
6
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 3 huruf (a).
6
dalam
proses pendaftaran tanah sehingga mengurangi kesulitan -kesulitan,
maupun hambatan atau ketidakpastian dalam pendaftaran tanah. Di dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA memerintahkan diselenggarakan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum. Dala m Pasal 1 menentukan untuk kepastian hukum atas tanah perlu diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Negara Indonesia. Selanjutnya di dalam Pasal 19 ayat 2 menentukan bahwa pendaftaran tanah yang dimaksud dalam ayat 1 meliputi : a. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah. b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihannya. c. Pemberian surat tanda bukti hak, yang berlaku yang sebagai alat pembuktian yang kuat. Pasal 19 ayat (3) menentukan bahwa Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial
ekonomis
serta
kemungkinan
penyelenggaraannya,
menurut
pertimbangan M enteri agraria, Peraturan tentang pendaftaran tanah selain di atur dalam UUPA juga diatur lebih lanjut dengan PP nom or 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dalam pasal 1 angka (9) PP No 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan :
7
“Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nom or 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah atau Peraturan Pemerintah ini” 7
Peraturan Peme rintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 1 angka (9).
7
Penyelenggara
dan
pelaksana
Pendaftaran
tanah
adalah
Badan
Pertanahan Nasional, sesuai Pasal 5 PP Nomor 24 Tahun 1997. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah meliputi kegiatan Pendaftaran tanah untuk pertama kali, dan pemeliharaan data pendaftaran tanah. Kegiatan pendaftaran tanah pertama kali tersebut yaitu :
1. Pengumpulan dan pengolahan data fisik; 2. Pembuktian hak dan pembukuannya; 3. Penerbitan sertfikat; 4. Penyajian data fisik dan data yuridis; 5. Penyimpanan daftar umum dan dokumen.
Untuk keperluan pendaftaran tanah, Untuk pembuktian hak-hak yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkuta n yang kadar kebenarannya oleh panitia ajudikasi/kepala kantor badan pertanahan dianggap cukup untuk mendaftarkan haknya.
Secara khusus bila bukti-bukti tertulis tidak ada atau tidak terura i secara lengkap, pembuktian hak-hak lama dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan dengan persayaratan tertentu, yaitu telah menguasai tanah selama 20 (dua Puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut dan penguasaan tersebut tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa atau kelurahan yang bersangkutan ataupun
8
pihak lainnya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 24 PP Nomor 24 tahun 1997, yaitu :
8
(1) Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistem atik atau oleh Kepala K antor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak -hak pihak lain yang membebaninya. (2) Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturutturut oleh pem ohon pendaftaran dan pendahuluan -pendahulunya, dengan syarat: a.Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya; b.Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengum uman sebagaim ana dim aksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.
Untuk Pembuktian yang berasal dari Hak-hak baru berdasarkan Pasal 23 PP Nomor 24 Tahun 1997 yaitu :
9
1. Dibutuhkan Penetapan pemberian hak dari Pejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari tanah Negara atau Tanah hak pengelolaan.
8
9
Peraturan Peme rintah Nomor 24 Tahun 1997 tentan g Pendaftaran Tanah Pasal 24. Peraturan Peme rintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 23.
9
2. Asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik. Dampak positif dengan diselenggarakannya pendaftaran tanah yakni pihak-pihak yang bersangkutan dengan mudah mengetahui status hukum dari satu bidang tanah, letak, luas, dan batas-batasnya, siapa yang memilikinya atau menguasainya dan beban-beban apa yang melekat di atas tanah tersebut. Sertifikat Tanah sebagai surat bukti kepemilikan tanah akan diperoleh setelah proses
pendaftaran tanah dilakukan sesuai dengan prosedur dan
aturan hukum yang ada. Pengertian sertifikat menurut Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 Ayat (2) huruf e UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan ru mah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Sertifikat diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota sedangkan Pejabat yang menandatanganinya adalah: 1. Dalam pendaftaran tanah secara sistematik, sertifikat ditandatangani oleh Ketua
Panitia
Ajudikasi
atas
nama
Kepala
Kantor
Pertanahan
Kabupaten/K ota. 2. Dalam pendaftaran tanah secara sporadik yang bersifat individual (perseorangan), sertifikat ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/K ota.
10
3. bersifat masal. Sertifikat ditandatangani oleh Kepala Seksi Pengukuran dan
Pendaftaran
Tanah
atas
nama
Kepala
Kantor
Pertanahan
Kabupaten/K ota. Fungsi Sertipikat Tanah
yaitu sebagai alat bukti yang kuat bagi
pemiliknya, artinya bahwa selama data f isik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya tidak dapat dibuktikan sebaliknya, harus diterima sebagai data yang benar. Data fisik maupun data yuridis yang tercantum dalam buku sertifikat harus diambil dari buku tanah dan surat ukur tentang bidang tana h yang bersangkutan. Sertifikat sebagai akta otentik, mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna bagi pemiliknya, dimana hakim harus terikat dengan data yang disebutkan dalam sertifikat itu selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya oleh pihak lain. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 PM NA /PKBPN Nom or 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian M asalah Hak Ulayat masyarakat Hukum Adat Pengertian tanah ulayat adalah sebidang tanah yang diatasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu.
10
Pada pasal 1 angka 3
pasal menjelaskan pengertian masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.
10
11
Peraturan M enteri Negara Agraria/Pe raturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian M asalah Hak Ulayat masyarakat Hukum Adat Pasal 1 angka 2. 11 Peraturan M enteri Negara Agraria/Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian M asalah Hak Ulayat masyarakat Hukum Adat Pasal 1 angka 3.
11
Setelah berlakunya UUPA, melalui ketentuan Konversi secara yuridis formal hak-hak atas tanah yang tunduk pada hukum adat, dikonversi menjadi salah satu hak yang ada dalam UUPA. Pengakuan terhadap eksistensi hak adat (perorangan) itu terwujud dalam Peraturan M enteri Pertanian d an Agraria (PM PA) Nomor 2 Tahun 1962 tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-hak Indonesia atas Tanah. Berdasarkan PM PA Nomor 2 Tahun 1962 mengatur bahwa konversi hak-hak Indonesia itu dilakukan atas permohonan yang bersangkutan dan ditempuh m enurut 2 acara yakni penegasan hak, jika hak atas tanah tersebut sudah diuraikan dalam suatu surat hak tanah sesuai dengan peraturan yang ada, atau melalui acara pengakuan hak apabila terhadap hak atas tanah tersebut tidak diuraikan dalam suatu surat hak tanah sesuai dengan peraturan yang ada, atau melalui acara pengakuan hak apabila terhadap hak atas tanah tersebut tidak diuraikan dalam suatu surat hak tanah. Hal ini dipertegas lagi dalam Pasal 7 yang menyebutkan bahwa mengenai hak-hak yang tidak ada atau tidak ada lagi tanda buktinya, atas permohonan yang bersangkutan diberikan pengakuan hak. Berdasarkan hal tersebut,terlihat jelas bahwa PM PA Nomor 2 tahun 1962 tentang Penegasan K onversi dan Pendaftaran Bekas Hak -hak Indonesia atas Tanah telah mengakomodasikan kenyataan yang ada dalam masyarakat berkenaan dengan kepemilikan tanah. Kecamatan Padang Jaya M erupakan Salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Bengkulu utara. Keberadaan hak ulayat Di kecamatan Padang Jaya tidak ditemukan lagi, karena eksistens i masyarakat adat setempat sudah tidak ada, sehingga timbul pemikiran di Kantor Pertanahan setempat bahwa
12
Tanah yang belum bersertifikat di Kecamatan Padang Jaya merupakan tanah Negara. Terhadap tanah-tanah Negara tersebut telah dikuasai oleh masyarakat sejak lama. Bukti-bukti yang ada sekarang berupa bukti Surat Pemindahan Penguasaaan Tanah (SPPT). Surat tersebut dibuat D ihadapan Kepala Desa dan diketahui oleh camat setempat. Surat Pemindahan Penguasaan Tanah merupakan bukti awal untuk melakukan Pendaftara n Tanah di Kabupaten Bengkulu Utara. Salah satu Dasar hukum Surat Pemindahan Penguasaan Tanah adalah Pasal 1 huruf b Peraturan Gubernur Nom or 132 Tahun 1991 tentang Tata Cara Pemindahan Penguasaan seseorang Atas Tanah Negara Baik Dari Bekas Tanah M arga M aupun Bekas Tanah Hak Barat Dalam Provinsi Bengkulu yang menyatakan bahwa
12
:
“selain dengan cara sebagai dim aksud pada butir a dapat pula ditem puh dengan cara mem buat Surat Pernyataan Pem indahan Penguasaan Tanah antara pihak-pihak yang bersangkutan dengan disaksikan oleh Kepala desa/Kepala Kelurahan setempat dan diketahui oleh camat yang bersangkutan”. M enurut keterangan Bapak Tabri Selaku Kepala Seksi Pendaftaran Tanah Di Kantor Pertanahan Kabupaten Bengkulu U tara Bahwa: “Guna dari surat Pernyataan Pemindahan Penguasaan Tanah adalah sebagai dasar pelengkap untuk melakukan pengajuan pendaftaran tanah pertama kali pada kantor pertanahan. kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai kepastian hukum suatu surat pemindahan penguasaan tanah (SPPT) sehingga menyebabkan penguasaan tanah tersebut tidak segera didaftarkan untuk mem peroleh sertifikat tanah. Masih banyaknya tanah yang belum didaftarkan tetapi telah dilakukan perbuatan hukum peralihan atas tanah tersebut, sehingga terlalu banyak Surat Pem indahan Penguasa an Tanah yang di keluarkan oleh camat,
12
Peraturan Gubernur Nom or 132 Tahun 1991 tentang Tata Cara Pemindahan Penguasaan seseorang Atas Tanah Negara Baik Dari Bekas Tanah Marga M aupun Bekas Tanah Hak Barat Dalam Provinsi Bengkulu Pasal 2.
13
yang suatu saat dikhawatirkan dapat menimbulkan sengketa pertanahan. “13
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, penulis juga mewawancarai Bapak Sofian, selaku mantan kepala seksi Pendaftaran tanah Kabupaten Bengkulu Utara pada tahun 2006, menurut beliau pendaftaran tanah yang ada d dilakukan di Kecamatan Padang Jaya, adalah Berdasarkan Penguasaan Fisik yang termasuk di dalam nya adalah penguasaan tanah-tanah bekas marga. Hampir tidak pernah ada pendaftaran tanah yang dilakukan menggunakan bukti-bukti tertulis bekas tanah marga ataupun hak barat.” Oleh karena itu penulis
14
tertarik melakukan penelitian mengenai
pendaftaran tanah berdasarkan penguasaan fisik yang terjadi di lokasi penelitian,
yang
mana
pendaftaran
tana h
tersebut
diharapkan
dapat
memberikan kepastian dan perlindungan hukum terhadap masyarakat di kecamatan Padang Jaya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali berdasarkan penguasaan fisik tanah di Kecamatan Padang Jaya Kabupaten Bengkulu Utara ?
13
Hasil W awancara dengan Bapak Tabri, selaku Kepala seksi pendataran tanah kantor pertanahan Kabupaten bengkulu utara , tanggal 6 oktober 2014 14 Hasil wawancara Hasil W awancara dengan Bapak Sofian, selaku M antan Kepala seksi pendataran tanah kantor pertanahan Kabupaten bengkulu utara , tanggal 6 oktober 2014
14
2. Bagaimana kendala dalam pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali berdasarkan penguasaan fisik tanah di Kantor Pertanahan Kabupate n Bengkulu Utara? C. Keaslian Penelitian Sepanjang pengetahuan penulis dan menelusuri kepustakaan, bahwa belum ada penelitian yang m engangkat dan membahas tentang Pendaftaran Tanah Berdasarkan Penguasaan Fisik Tanah (Studi Kasus di Kecamatan Padang Jaya, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu).Penulis telah melakukan penelitian kepustakaan terhadap tulisan -tulisan sebelum nya sebagai refrensi keaslian terhadap penelitian yang dilakukan oleh penulis, yaitu : Karya tulis dalam bentuk Tesis yang disusun oleh: 1. Cipto Subekti dengan judul Tesis “Akibat Hukum Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Studi Kasus Jual Beli Tanah Di Desa M uara Singan dan Desa B ipak Kali Kecamatan Gunung Bintang Awai Kabupaten Barito Selatan Provinsi Kalimantan Tengah).
15
Persamaan
dengan tesis yang penulis susun adalah adanya surat pernyataan tanah yang digunakan sebagai alat bukti kepemilikan tanah dan dapat dijadikan dasar sebagai salah satu persyaratan dalam pendaftaran tanah. Perbedaan dengan tesis yang penulis susun adalah, karya tulis tersebut menitik beratkan pada jual beli dibawah tangan berdasarkan Surat Penyataan penguasaan fisik bidang Tanah dan akibat hukum nya, sedangkan dalam 15
Cipto Subekti,, “Akibat Hukum Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Studi Kasus Jual Beli Tanah Di Desa M uara Singan dan Desa Bipak Kali Kecamatan Gunung Bintang Awai Kabupaten Barito Selatan Provinsi Kalimantan Tengah)”, Tesis, Program M agister Kenotariatan Universitas Gadjah M ada, Yogyakarta, 2013, hlm.
15
tesis yang penulis susun lebih menekankan pada proses pendaftaran tanah yang berdasarkan penguasaan fisik dan juga kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaannya. 2.
Wuri handoko dengan judul tesis “ Surat Pernyataan tanah sebagai dasar pensertifikatan tanah di Desa Anjir Kabupaten P ulang Pisau Propinsi 16
Kalimantan Tengah” . Persamaan dengan tesis yang penulis susun adalah adanya alas bukti hak yang hanya surat pernyataan tanah, yang menjadi perbedaaan dengan tesis yang penulis susun adala h karya tulis tersebut menitik beratkan pada kegunaan surat pernyataan tanah sebagai alat bukti kepemilikan tanah adat di kalimantan selatan sehingga untuk menghindari terjadinya sengketa yang timbul dikemudian hari, sedangkan tesis yang penulis susun lebih menekankan kepada kegunaan Surat Pemindahan Penguasaan
Tanah
penguasaan
fisik
dalam di
Proses
Kabupaten
Pendaftaran
Bengkulu
Tanah
Utara
berdasarkan
beserta
kendala-
kendalanya. 3.
Hendri Saputra dengan Judul Tesis “”. Dalam tesis tersebut memiliki objek penelitian yang berbeda dengan tesis yang penulis susun. Dalam tesis tersebut objek penelitiannya adalah Tana h Terlantar, sedangkan dalam tesis yang penulis susun objek penelitiannya
16
W uri Handoko, Surat Pernyataan tanah sebagai dasar pensertifikatan tanah di Desa Anjir Kabupaten Pulang Pisau Propinsi Kalimantan Tengah, Tesis, Program M agister Kenotariatan Universitas Gadjah M ada, Yogyakarta, 2012
16
adalah Pendaftaran
Tanah
Untuk
pertama
kali
berdasarkan
bukti
17
penguasaan fisik . Dari tiga karya tulis diatas terdapat perbedaan objek dan lokasi dari peneltian sebelum nya dengan penelitian yang penulis lakukan. Berdasarkan perbedaaan-perbedaan yang ada tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan. Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya. D. Manfaat Penelitian M anfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini dapat ditinjau dari 2 (dua) segi, yaitu segi teoritis dan segi praktis. Adapu manfaat yang diharapkan sebagai berikut : 1. M anfaat teoritis : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan huku m mengenai : a.
Bagaimana pelaksanaan pendaftaran tanah berdasarkan penguasaan fisik tanah di Kecamatan Padang Jaya Kabupaten Bengkulu Utara.
b.
Bagaimana kendala
dalam
Pelaksanaan pendaftaran tanah di Kantor
Pertanahan Kabupaten Bengkulu Utara. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pemikiran dalam hukum agraria, mengenai pendaftaran tanah berdasarkan penguasaan fisik tanah, agar lebih akurat dalam hal pelaksanaannya. Dengan mengetahui kendala-kendalanya diharapkan dapat menjadi pertimbangan dan saran serta
17
Hendri Saputra, Peranan Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara Dalam Penertiban Tanah Terlantar Hak Guna Usaha, Tesis, Program M agister Kenotariatan Universitas Gadjah M ada, Yogyakarta, 2013.
17
kajian informasi
guna tercapainya asas pendaftaran tanah yaitu asas
sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka.
2. M anfaat praktis : a. Bagi Kantor Pertanahan Kabupaten Bengkulu U tara : hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan guna mendukung tercapainya tujuan dari pendaftaran tanah. b. Bagi perangkat kecamatan Padang Jaya : hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan perhatian bagi perangkat desa tersebut mengenai proses untuk mendapatkan Surat Penguasaan Fisik. c. Bagi masyarakat : hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan penjelasan serta
pengetahuan
bagi masyarakat um um
mengenai
pendaftaran tanah. E. Tujuan Peneltian Untuk mengetahui, mengidentifikasi, mendes kripsikan dan menganalisa: 1. Pelaksanaan
pendaftaran tanah berdasarkan penguasaan fisik tanah di
Kecamatan Padang Jaya Kabupaten Bengkulu Utara . 2. Kendala dalam Pelaksanaan pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Bengkulu Utara.