BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG TAKHRIJ
A. Takhrij dan Ruang Lingkupnya 1. Pengertian Takhrij Takhrij menurut bahasa mempunyai beberapa makna, yang paling mendekati disini adalah berasal dari kata kharaja yang artinya nampak dari tempatnya, atau keadaannya dan terpisah dan kelihatan. Demikian juga kata alikhraj yang artinya menampakan dan memperlihatkan dan al-makhraj artinya tempat keluar dan akhraja al hadits wa kharajahu artinya menampakan dan memperlihatkan hadits kepada orang dengan menjelaskan tempat keluarnya1. Pengertian takhrij menurut ahli hadits memiliki tiga macam pengertian yaitu:
1. Usaha mencari sanad hadits yang terdapat dalam kitab hadits karya orang lain, yang tidak sama dengan sanad yang terdapat dalam kitab tersebut. Usaha ini dinamakan juga istikraj, misalnya seseorang mengambil sebuah hadits dari kitab jamiul shahîh muslim kemudian ia mencari sanad hadits
1
. Tahkrij menutu istilah; mengumpulkan dua urusan yang berlawanan dalam masalah yang satu, dalam kamus Arab takhrij juga mengandung pengertian; (subur) dan (tandus) sebagai mana perkataan;
; tanah yang tandus, adapun makna-makna dari takhri yang
lain adalah; al-Istinbat, at-Tadrib, at-Taujih. Sedangkan takhrij menurut para ulama sendiri adalah; mengeluarkan hadits terhadap seseorang dengan menyebutkan mukharijnya (yang meneluarkan hadits tersebut), Ibnu Shalah mengatakan bahwa takhrij itu adalah; mengeluarkan hadits beserta riwayatnya terhadap seseorang dari kitab aslinya. As-Shakhawi mengistilahkan tahkrij dengan; mengeluarkanya seorang muhaditsin terhadap hadits-hadits dari jud, guru, kitab, atau seumpamanya, dan menyebutkan hadits itu apakan dari riwayat dirinya, atau sebagian gurunya, atau zamanya. Sedangkan menurut istihah sendiri takhrij adalah; petunjuk atas posisi hadits dalam sumber aslinya dengan mengeluarkanya dengan disertakan sanadnya kemudian menyebutkan kedudukanya ketika dibutuhkan. Lihat; Mahmud Thahhan, Ushul at-Takhrij wa Risalah as-Sanid, Riyad; (Maktab al-Ma'arif 1978) hal 7-8.
21
tersebut yang berbeda dengan sanad yang telah ditetapkan oleh imam Muslim.
2. Suatu keterangan bahwa hadits yang dinukilkan kedalam kitab, susunannya itu terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunnya. Misalnya penyusun hadits mengakhiri penulisan haditsnya dengan kata-kata : "Akhrâjâhul Bukhâri" artinya bahwa hadits yang dinukil itu terdapat di kitab jami' as-shahîh bukhâri. Bila mengakhirinya dengan kata "akhrâjâhul muslim" berarti hadits tersebut terdapat dalam kitab shahîh muslim.
3. Suatu usaha mencari derajat, sanad dan rawi hadits yang tidak diterangkan oleh penyusun atau pengarang suatu kitab. Sedangkan Takhrîj menurut istilah adalah menunjukkan tempat hadits pada sumber aslinya yang mengeluarkan hadits tersebut dengan sanadnya dan menjelaskan derajatnya ketika diperlukan.2 2. Metodologi Takhrij Dalam Takhrij terdapat beberapa metode yaitu: Metode pertama, takhrij dengan cara mengetahui perawi hadits dari sahabat. Metode ini dikhususkan jika kita mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan hadits, lalu kita mencari bantuan dari tiga macam karya hadits: 1) Al-Masanid (musnad-musnad) dalam kitab ini disebutkan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh setiap shahabat secara tersendiri. Selama kita sudah mengetahui nama shahabat yang meriwayatkan hadits, maka kita mencari
2
. Lihat; Abu al-Zauja, www. Ilmu Takhrij Hadits. coom.
22
hadits tersebut dalam kitab al-Masanid hingga mendapatkan petunjuk dalam satu musnad dari kumpulan musnad tersebut3. 2) Al-Ma'ajim (mu'jam-mu'jam) susunan hadits ini didalamnya berdasarkan urutan musnad para shahabat atau syuyukh (guru-guru) atau bangsa (tempat asal) sesuai huruf kamus (hijaiyyah). Dengan mengetahui nama sahabat dapat memudahkan untuk merujuk haditsnya4. 3) Kitab-kitab Al-Alhraf kebanyakan kitab-kitab al-athraf disusun berdasarkan musnad-musnad para sahabat dengan urutan nama mereka sesuai huruf kamus. Jika seorang peneliti mengetahui bagian dari hadits itu, maka dapat merujuk pada sumber-sumber yang ditunjukan oleh kitab-kitab al-athraf tadi untuk kemudian mengambil hadits secara lengkap5. Metode kedua, takhrij dengan cara mengetahui permulaan lafadz dari hadits. Cara ini dapat dibantu dengan : 1) Kitab-kitab yang berisi tentang hadits yang dikenal oleh orang banyak6. 3
. Metode ini merupakan salah satu metode yang unuk, sehingga jika seseorang meruju kepada kitab musnad dan ia mau mencari hadits yang berkaitan dengan kitab shalat misalnya, ia tidak akan mendapatan hasil apa-apa Lihat misalnya; Ali Mustofa Yakub, Keritikan Hadits (Jakarta; Pustaka Firdaus, 2000). Cet ke-3 hal 77. Jumlah kitab ini bayak sekali yang diantaranya Musnad Abi Bakar Abdullah bin al-Jabir al-Humaidi (219 H), Musnad Ahmad bin Hambal (241 H) Musnad Abi Da'ud Sulaiman bin Da'ud at-Thayalisi (203 H) Lihat; Ushul at-Takhrij wa Risalah as-Sanid hal. 40 4 . Lajimnya nama-nama itu disusun berdasarkan huruf mu'jam (alphabet), kitab-kitab yang menggunalan metode ini diantaranya al-Mujam al-Kabir Karuya Sulaiman bin Ahmad atThabrani (260 H), Mu'jam al-Aushath, Mu'jam Shagir, Mujam as-Shahabi Karya Ahmad bin Ali ( 398 H). Lihat musalnya; Ushul at-Takhrij wa Risalah as-Sanid hal. 45 Lihat; Ali Mustofa Yakub, Keritikan Hadits 79. 5 . Bisa diartikan juga dengan meringkasnya seseorang mu'alif dengan hanya menyubutkan ujung hadits yang mewakili dari sebagian hadits tersebut, kitab al-athraf ini bayak sekali diantaranya al-athraf as-Shahihain Karya Abi Mas'ud Ibrahim bin Muhammad ad-Damasqi (401 H), Mausuat al-Atharaf Karya Jaghul. Lihat; Ushul at-Takhrij wa Risalah as-Sanid hal 48. 6 . Yang dimaksud dengan dikenal banyak orang adalah; bahwa hadits ini popular dan beredar dikalangannya (para ulama) kemudian kemudian diantara mereka saling meriwayatkan hadits, kemudian mereka menisbatkan hadits tersebut kepada Nabi Muhammas Saw. Sebagian haditsnya ada yang shahih, hasan, dhaif, maudhu dan la asla lahu. Kitab-kitab tersebut misalnya; "Ad-Durar Al-Muntatsirah fi ahaditsi Al-Musytaharah" karya As-Suyuti (911 H), "Al-
23
2) Kitab-kitab hadits yang disusun berdasarkan urutan huruf kamus7. "Al-Jami'u ash-Shagir min Ahadits al-Basyir an-Nadzir" karya As-Suyuti. 3) Petunjuk-petunjuk dan indeks yang disusun para ulama untuk kitab-kitab tertentu kemudian disusun berdasarkan ketentuan mu'jam8. Metode ketiga, takhrij dengan cara mengetahui kata yang jarang penggunaannya oleh orang dari bagian mana saja dari matan hadits. Metode ini dapat dibantu dengan kitab Al-Mu'jam AI-Mufahras li Alfaadzi Al-Hadits AnNabawi, berisi sembilan kitab yang paling terkenal diantara kitab-kitab hadits, yaitu : Kutubus Sittah, Muwartha' Imam Malik ' Musnad Ahmad dan Musnad adDarimi. Kitab ini di susun oleh seorang orientalis, DR. Vensink (wafat 1939 M), guru bahasa Arab di Universitas Leiden, Belanda, dan ikut dalam menyebarkan dan mengedarkannya kitab ini Muhammad Fuad Abdul Baqi9. Metode keempat, takhrij dengan cara mengetahui topik pembahasan hadits. Jika telah telah diketahui topik dan objek pembahasan hadits maka bisa dibantu dalam
Laili' al-Mantsurah fi al-Ahadits al-Masyhurrah" karya Ibnu Hajar (852 H) , "Al-Maqasid alHasanah fi Bayaani Katsirin min al-Ahadits al-Musytahirah 'ala Alsinah" karya As-Sakhawy (902 H), "Tamyiizu at-Thayyib min al-Khabits fima Yaduru 'al Alsinati an-Naas min al-Hadils" karya Ibnu Ad Dabi' Asy-Syaibany (944 H)" Kasyful Khafa' wa Muziilu al-Ilbaas 'amma Isytahara min al-Ahadits 'ala al-sinati annas'" karya Al- 'Ajluni (1176 H0. Lihat; Ushul atTakhrij wa Risalah as-Sanid hal. 60-61 7 . Metode ini dianggap sulit untuk mencari hadits dari kitab-kitab aslinya yang mencantumkan sanad secara lengkap. Kitab-kitab tersebut misalnya; "Al-Jami'u ash-Shagir min Ahadits alBasyir an-Nadzir" karya As-Suyuti (911 H). Lihat; Ushul at-Takhrij wa Risalah as-Sanid hal. 67. 8 . Misalnya: "Miftah ash-Shahihain" karangan Ar-Tauqadi, "Miftah at-Tartiibi li ahadits Tarikh al-Khatib ' karya Sayyid Ahmad al-Ghumari"Al-Bughiyah fi Tartibi Ahadits al-Khilyah" karya Sayyid Abdulaziz bin Af-Ghumairi, "Fihris li Tartibi Ahadits al-Khilyah karya Sayyid Abdulaziz bin al-Ghumairi, "Fihris li Tartibi Ahadits Shahih Muslim" karya Muhammad Fu'ad Abdul Baqi, "Miftah Muwattha' Malik " karya Muhammad Fuad Abdui Baqi. Lihat; Ushul atTakhrij wa Risalah as-Sanid hal. 70. 9 . Lihat; Ushul at-Takhrîj wa Risalah as-Sanid hal. 81
24
takhrijnya dengan karya-karya hadits yang disusun berdasarkan bab-bab dan judul-judul10. 3. Manfaat Takhrij Al-Hadits Adapun manfaat dari takhrijul hadits antara lain sebagai berikut: 1. Memberikan informasi babwa suatu hadits termasuk hadits shahîh, hasan ataupun dha 'if, setelah diadakan penelitian dari segi matan maupun sanadnya. 2. Memberikan kemudahan bagi orang yang mau mengamalkan, setelah tahu bahwa suatu hadits adalah hadits maqbul (dapat diterima). Dan sebaliknya tidak mengamalkannya apabila diketahui hadits itu adalah mardud (tertolak) 11.
B. Kriteria Keshahihan Matan dan Sanad 1. Tashhih Matan al-Hadits Ada beberapa kriteria untuk menentukan keshahihan sebuah matan hadits yaitu; mengadakan perbandingan matan dengan kandungan al-Qur'an; meninjau tabi dan syahîd yang dimiliki oleh hadits, apabila sebuah hadits didukung oleh tabi dan syahîd maka derajat hadits tersebut akan naik; asbab al-wurud jika ada, jika matan hadits tidak singkron dengan asbab al-wurud maka hadits dianggap cacad; Illat dan syudzudz, bisa terjadi pada sanad dan matan, illāt adalah sebab yang membuat suatu rawayat tersamar sehingga mengurangi keshahîhan hadits, 10
. Cara ini banyak dibantu dengan kitab "Miflah Kunuz As-Sunnah" yang berisi daftar isi hadits yang disusun berdasarkan judul-judu! pembahasan. Disusun oleh seorang orientalis berkebangsaan Belanda, DR. Arinjan Vensink juga. Lihat; Ushul at-Takhrij wa Risalah as-Sanid hal. 95. Metode klasifikasi ini pada dahap berikutnya berkembang menjadi berbagai metode dan kemudian metode ini menjadi popular sebagaimana kitab-kitab hadits, diantaranya adalah; Muatta, Mushannaf, Musnad, Jami, Mustakhraj, Mustadrak, Sunan, Mu'jam, Majma dan Zawa'id. Ali Mustofa Yakub, Keritikan Hadits (Jakarta; Pustaka Firdaus, 2000). Cet ke-3 hal 7780. 11 . Lihat; Abu al-Zauja, www. Ilmu Takhrij Hadits. coom.
25
syādz adalah periwayat yang tsiqah terhadap sebuah hadits yang matanya bertentangan dengan matan riwayat orang banyak12. 2. Tashhih Sanad al-Hadits a. Skema sanad, untuk mengetahui rijal sand secara lengkap dalam skema dan melihat jalur sanad beberapa hadits dalam satu bagan. b. Rijal al-hadits Sanad hadits terdiri rangkaian silsilah atau satu perawi degan perawi lain hingga sampai pada Nabi Muhammad Saw. Langkah untuk sampai kepada satu penilain derajat hadits tersebuta adalah; -
Adalah al-Rawi, bertujuan untuk mengetauhi peribadi seorang perawi pada thabaqah tertentu seperti tabiat atau sifat ketakwaan dan muru'ah.
-
Dhabit al-Rawi, adalah akurasi hafalan dan catatan seorang perawi terhadap hadits-hadits yang diterimanya.
c. Kriteria penilaian ulama Para ulama muhaddisin
berbeda pendapat dalam menilai seorang
perawi dengan tingkat jārh dan tâ'dil. Ini ditandai dengan adanya seorang perawi yang dinilai tsiqah oleh seorang ulama, namun pada pandangan ulama lain belum sampai pada tingakan itu, atau sebut saja shudûq13.
12
. Nurdin, Studi Kehujahan Hadits Tesis Magister Hadits (Bandung, Perpustakaan UIN, 2003) hal. 34 13 . Abdul al-Aziz bin Muhammad bin Ibrahim al-Abdullathif, Dhawabith al-Jarh wa al-Tā'dil. hal 171-172. Lihat; Panduan Mata Kuliah Takhrij Hadits hal. 22-23
26
3. Unsur-unsur keshahihan hadits a. Sanad harus muttashil (bersambung) b. Rawi-rawinya harus bersifat adil c. Rawi-rawinya harus dlabith d. Sanad hadits tidak terhindar dari syudzudz dan e. Sanad hadits itu terhindar dari îllat.
27