BAB II KAJIAN TEORITIS
2.1 Hakekat Metode Role Playing 2.1.1 Pengertian Metode Role Playing Pada dasarnya pembelajaran harus sebisa mungkin terwujud dalam suasana yang menyenangkan dan melibatkan keaktifan peserta didik, agar peserta didik dapat mengalami pembelajaran yang bermakna dan benar-benar memahami apa yang ia pelajari. Pembelajaran tersebut dapat dilakukan salah satunya dengan metode Role Playing. Melalui kegiatan Role Playing, pebelajar mencoba mengekspresikan hubungan-hubungan antar manusia dengan cara memperagakannya, bekerja sama dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama pebelajar dapat mengeksplorasi perasaan, sikap, nilai dan berbagai strategi pemecahan masalah. Menurut Santosa (2010 : 18) bahwa bermain peran adalah mendramatisasikan dan mengekspresikan tingkah laku, ungkapan, gerak-gerik seseorang dalam hubungan sosial antarmanusia. Dengan metode Role Playing (bermain peran) siswa berperan atau memainkan peranan dalam dramatisasi masalah/psikologis itu. Senada dengan itu, menurut Maufur (2009 : 57) metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Menurut Wahab (2009 : 109) bermain peran adalah berakting sesuai dengan peran yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk tujuan-tujuan tertentu. Bermain peran dapat menciptakan situasi belajar yang berdasarkan
5
pada pengalaman dan menekankan dimensi tempat dan waktu sebagai bagian dari materi pelajaran. Bermain peran memberikan kemungkinan kepada para murid untuk mengungkapkan perasaan-perasaannya yang tak dapat mereka kenali tanpa bercermin kepada orang lain. Melalui bermain peran, emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf kesadaran untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, Metode Role Playing (bermain peran) adalah metode mengajar yang dilakukan dengan sejalan pemeranan sebuah situasi dalam kehidupan manusia. 2.1.2 Tujuan Metode Role Playing Bermain peran dalam proses pembelajaran yang ditujukan agar siswa dapat mendramatisasikan tingkah laku, atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial atau manusia. Menurut Santosa (2010 : 18) tujuan bermain peran adalah agar siswa dapat: (a) memahami perasaan orang lain, (b) menempatkan diri dari situasi orang lain, (c) mengerti dan menghargai perbedaan pendapat. Dengan demikian peran mereka dapat menghayati peranan apa yang dimainkan, mampu menempatkan diri dalam situasi orang lain yang dikehendaki guru. Siswa tersebut juga bisa belajar watak dari orang lain, cara bergaul dengan orang lain, cara mendekati dan berhubungan dengan orang lain, dalam situasi itu mereka harus bisa memecahkan masalahnya sendiri. Menurut Djamarah dan Zain (dalam Buyung 2006) yakni: (a) Agar siswa dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain. (b) Dapat belajar
6
bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan. (c) Merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan masalah. Dengan demikian guru menggunakan metode Role Playing (bermain peran) dalam proses belajar memiliki tujuan agar siswa dapat menghayati peranan apa yang dimainkan, mampu menempatkan diri dalam situasi orang lain yang dikehendaki guru. Siswa juga bisa belajar dari watak orang lain, cara bergaul dari orang lain, cara mendekati dan berhubungan dengan orang lain, dalam situasi seperti itu mereka bisa memecahkan masalahnya. 2.1.2 Langkah-Langkah Metode Role Playing Metode Role Playing (bermain peran) merupakan cara terbaik untuk memperkuat kecenderungan perilaku berulang termasuk dalam meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Menurut Maufur (2009 : 58-59) langkah-langkah metode Role Playing (bermain peran) adalah sebagai berikut : 1. Guru menyusun atau menyiapkan skenario yang akan ditampilkan. 2. Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dua hari sebelum kegiatan belajar mengajar. 3. Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang. 4. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai. 5. Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan. 6. Masing-masing siswa duduk di kelompoknya, masing-masing sambil memperhatikan mengamati skenario yang sedang diperagakan.
7
7. Setelah selesai dipentaskan, masing-masing siswa diberikan kertas sebagai lembar kerja untuk membahas. 8. Guru memberikan kesimpulannya secara umum. 9. Evaluasi. 10. Penutup Selain itu, Menurut Djumingin (dalam Dani 2013) langkah-langkah metode Role Playing (bermain peran) adalah sebagai berikut : 1. Guru menyuruh menyiapkan skenario yang akan ditampilkan 2. Guru menunjuk beberapa siswa untuk memelajari skenario yang sudah dipersiapkan dalam beberapa hari sebelum kegiatan belajar-mengajar 3. Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya lima orang 4. Guru memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai 5. Guru memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan 6. Setiap siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan 7. Setelah selesai ditampilkan, setiap siswa diberikan lembar kerja untuk membahas penampilan kelompok masing-masing 8. Setiap kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya 9. Guru memberikan kesimpulan secara umum 10. Evaluasi 11. Penutup
8
Dengan demikian, melalui metode Role Playing terjadi aktivitas berbahasa melalui dialog atau pecakapan serta pertunjukkan ekspresi karakter peran atau tokoh yang dimainkan oleh para pemain, sehingga model bermain peran dapat bermanfaat untuk mengembangkan berbahasa anak secara ekspresif. 2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode Role Playing Dalam penggunaan metode bermain peran, pasti mempunyai kelebihan dan kelemahan. Menurut Maufur (2009 : 57-58) Kelebihan metode Role Playing (bermain peran) yaitu : 1) Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh. 2) Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama. 3) Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda. 4) Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan. 5) Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak. Walalupun
metode
ini
banyak
memberi
kelebihan
dalam
penggunaannya tetapi metode ini juga mengandung kelemahannya. Menurut Wahab (2009 : 111) kelemahan metode bermain peran yaitu : 1) Jika siswa tidak dipersiapkan dengan baik ada kemungkinan tidak akan melakukan secara sungguh-sungguh.
9
2) Bermain peran mungkin tidak akan berjalan dengan baik jika suasanan kelas tidak mendukung. 3) Bermain peran tidak selamanya menuju pada arah yang diharapkan seseorang yang memainkannya. Bahkan juga mungkin akan berlawanan dengan apa yang diharapkannya. 4) Siswa sering mengalami kesulitan untuk memerankan peran secara baik khususnya jika mereka tidak diarahkan atau tidak ditugasi dengan baik. Siswa perlu mengenal dengan baik apa yang diperankannya. 5) Bermain memakan waktu yang banyak. 6) Untuk berjalan baiknya sebuah bermain peran, diperlukan kelompok yang sensitif, imajinatif, terbuka, saling mengenal sehingga dapat bekerjasama dengan baik. 2.1.4 Penerapan Metode Role Playing dalam Bermain Drama Guru menerapkan metode Role Playing dalam bermain drama kepada siswa dengan tiga aspek penilaian yang harus diterapkan dalam drama yaitu ekspresi, penghayatan, dan lafal/intonasi. Ketiga aspek ini yang harus siswa kuasai saat bermain drama didepan kelas dengan menggunakan metode Role Playing. Penerapan metode Role Playing dapat diterapkan dengan langkahlangkah sebagai berikut. Menurut Maufur (2009 : 58-59) langkah-langkah metode Role Playing (bermain peran) yaitu (1). Guru menyusun atau menyiapkan skenario yang akan ditampilkan. (2). Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dua hari sebelum kegiatan belajar mengajar. (3).
10
Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang. (4). Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai. (5). Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan. (6). Masing-masing siswa duduk di kelompoknya, masing-masing sambil memperhatikan mengamati skenario yang sedang diperagakan. (7). Setelah selesai dipentaskan, masing-masing siswa diberikan kertas sebagai lembar kerja untuk membahas. (8) Guru memberikan kesimpulannya secara umum. (9). Evaluasi. (10). Penutup. 2.2 Hakekat Drama 2.2.1 Pengertian Drama Drama berarti perbuatan, tindakan. Berasal dari bahasa Yunani “draomai” yang berarti berbuat, berlaku, bertindak dan sebagainya. Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak. Konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok drama, Wiyanto (Dalam Ewink 2012). Senada dengan itu, menurut Hermawan (dalam Faisal 2009 : 15) drama merupakan cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan action di hadapan penonton. Menurut kosasih (2012 : 132) drama adalah bentuk karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan menyampaikan pertikaian dan emosi melalui lakuan dan dialog. Lakuan dan dialog dalam drama tidak jauh beda dengan lakuan serta dialog yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum pengertian drama adalah teks yang bersifat dialog dari isinya membentangkan sebuah alur, Luxembung (dalam Rosdiana 2007 : 3).
11
dapat juga dikatakan bahwa drama adalah karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan tikaian dan emosi lewat lakuan dan dialog, lazimnya dirancang untuk pementasan di panggung, Sudjiman (dalam Rosdiana 2007 : 3). Dalam pengertian khusus, drama anak-anak proses lakukan anak sebagai tokoh dalam berperan, mencontoh, meniru gerak pembicara perseorangan, menggunakan secara nyata dari perangkat yang dibayangkan, penggunaan pengalaman pertama dan yang lalu serta pengetahuan, karakter dan situasi dalam suatu lakuan, dialog, monolog guna menghadirkan peristiwa dan rangkaian cerita tertentu, Wood dan Attfield (dalam Rosdiana 2007 : 4). Berdasarkan beberapa teori tersebut dapat kesimpulan bahwa drama adalah proses pemeranan diri kita menjadi seseorang yang harus diperankan di dalam pementasan. Drama adalah kehidupan sehari hari yang di pentaskan dengan sistematis dan menarik yang disaksikan oleh penonton. 2.2.2 Unsur-Unsur Drama Menurut kosasih (2012 : 135-137)
Drama meliputi unsur-unsur
sebagai berikut: 1. Plot Seperti juga bentuk-bentuk sastra lainnya, sebuah cerita drama pun harus bergerak dari suatu permulaan, melalui suatu bagian tengah, menuju suatu akhir. Dalam drama, bagian-bagian ini dikenal sebagai eksposisi, komplikasi, dan resolusi.
12
a. Eksposisi sesuatu cerita menentukan aksi dalam waktu dan tempat memperkenalkan para tokoh, menyatakan situasi sesuatu cerita, mengajukan konflik yang akan dikembangkan dalam bagian utama cerita tersebut, dan adakalanya membayangkan resolusi yang akan dibuat dalam cerita itu. b. Komplikasi atau bagian tengah cerita, mengembangkan konflik. Sang pahlawan atau pelaku utama menemukan rintangan-rintangan antara dia dan tujuannya, dan mengalami aneka kesalahpahaman dalam perjuangan untuk menaggulangi rintangan-rintangan ini. c. Resolusi
hendaklah
muncul
secara
logis
dari
apa-apa
yang
telah
mendahuluinya didalam komlikasi dan resolusi, biasanya disebut klimaks. Pada klimaks itulah terjadi perubahan penting mengenai nasib sang tokoh. 2.
Penokohan Tokoh-tokoh dalam drama diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Tokoh gagal atau tokoh badut. Tokoh ini mempunyai pendirian yang bertentangan dengan tokoh lain. Kehadiran tokoh ini berfungsi untuk menegaskan tokoh lain itu. b. Tokoh idaman. Tokoh ini berperan sebagai pahlawan dengan karakternya yang gagah, berkeadilan atau terpuji. c. Tokoh statis. Tokoh ini memiliki peran yang tetap sama, tanpa perubahan, mulai dari awal hingga akhir cerita. d. Tokoh yang berkembang. Tokoh ini mengalami perkembangan selama cerita itu berlangsung.
13
3.
Dialog Dalam drama, percakapan atau dialog haruslah memenuhi, dua tuntutan yaitu:
a.
Dialog harus turut menunjang gerak laku tokohnya. Dialog haruslah dipergunakan untuk mencerminkan apa yang telah terjadi sebelum cerita itu, apa yang sedang terjadi diluar panggung selama cerita itu berlangsung, dan harus pula dapat mengungkapkan pikiran-pikiran serta perasaan-perasaan para tokoh yang turut berperan diatas pentas.
b.
Dialog yang diharapkan diatas pentas lebih tajam dan terbit daripada ujaran sehari-hari. Tidak ada kata yang harus terbuang begitu sajah, para tokoh harus berbicara jelas dan tetap tepat sasaran. Dialog itu disampaikan secara wajar dan alamiah.
4. Latar Latar adalah keterangan mengenai tempat, ruang, dan waktu di dalam naskah drama. a.
Latar tempat, yaitu menggambarkan tempat kejadian di dalam naskah drama, seperti di meja makan.
b.
Latar waktu, yaitu penggambaran waktu kejadian di dalam naskah drama, seperti pagi hari pada tanggal 17 Agustus 1945.
c.
Latar suasana/budaya, yaitu penggambaran suasana ataupun budaya yang melatarbelatangi terjadinya adegan atau peristiwa dalam drama misalnya dalam budaya masyarakat Betawi, Melayu, Sunda.
14
Disamping unsur-unsur di atas, drama mengandung unsur konflik, tema, dan pesan. a. Konflik terjadi apabila pelaku utama menemukan rintangan-rintangan antara dia dan tujuannya, dia mengalami kesalahpahaman dalam perjuangan untuk menanggulangi rintangan-rintangan. b. Tema adalah gagasan yang menjalalin sturktur isi drama. Tema dalam drama menyangkut segala persoalan, baik itu berupa masalah kemanusiaan, kekuasaan, kasinh sayang, kecemburuan, dan sebagainya. Untuk mengetahui tema drama, kita perlu mengapresiasi menyeluruh terhadap berbagai unsur karangan itu. Tema jarang dinyatakan secara tersirat. Untuk dapat merumuskan tema, kita harus saling memahami drama itu secara keseluruhan. c. Pesan atau amanat merupakan ajaran moral didaktis yang disampaikan drama itu kepada pembaca/penonton. Amanat tersimpan rapi dan disembunyikan pengarangnya dalam keseluruhan isi drama. 2.2.3 Jenis-jenis Drama Menurut Yusi Rosdiana (dalam Aladzaniart 2012) jenis-jenis drama dapat ditinjau dari beberapa aspek, antara lain : 1.
Ditinjau dari aspek jumlah pelaku termasuk jenis drama dialog, yaitu drama yang dipentaskan oleh tiga pelaku atau lebih. Lawan kata dari drama dialog adalah drama monolog. Drama monolog adalah drama yang dipentaskan oleh seorang pemain.
2.
Ditinjau dari aspek kuantitas waktu pementasan termasuk jenis drama pendek atau drama sebabkan karena teks drama anak-anak terdapat satu babak dalam
15
kisahan ceritanya dan jika dipentaskan hanya memerlukan waktu yang pendek (20 menit). Drama jenis ini menuntut pemusatan pada satu tema, jumlah kecil pemeran, dan peringkasan dalam gaya, latar, dan pengaluran. Lawan kata jenis drama pendek adalah jenis drama panjang. Drama-drama yang terkenal biasanya berupa jenis drama panjang karena terdiri dari tiga atau lima babak, mempunyai karakter dan latar beragam, dan jika dipentaskan akan memerlukan waktu yang panjang ( 2 jam). 3.
Ditinjau dari aspek alur peristiwa yang menyedihkan dan berakhir dengan kebahagiaan, teks drama anak-anak termasuk jenis drama dukaria. Selain itu, terdapat drama tragedi yang artinya drama yang menyebabkan para penonton merasa belas dan ngeri sehingga mereka mereka mengalami pencucian jiwa atau kelegaan emosional setelah mengalami ketegangan dan pertikaian batin akibat satuan lakuan dramatis. Selain itu juga dikenal jenis drama komedi dan melodrama. Drama komedi adalah drama yang menyebabkan para penonton merasa gembira karena arus peristiwanya jenaka dan lucu.
4.
Ditinjau dari aspek kehidupan rakyat biasa, terdapat jenis drama domestik sebaliknya jika ditinjau dari aspek kehidupan kaum bangsawan terdapat jenis drama borjuis.
5.
Ditinjau dari aspek media pementasan, terdapat jenis drama radio, televisi, dan drama pentas (drama panggung).
6.
Ditinjau dari aspek keaslian penciptaan teks drama, terdapat jenis drama asli dan terjemahan. Drama dikatakan asli jika drama tersebut dikarang oleh pelaku
16
pementasan dan drama dikatakan terjemahan jika drama tersebut disalin dari bahasa lain dan dari pengarang lain. 7.
Ditinjau dari aspek sikap terhadap naskah terdapat jenis drama modern dan tradisional. Drama modern adalah drama yang berasal dari pengarang lain dan teks telah dipersiapkan terlebih dulu. Sedangkan drama tradisional adalah jenis drama yang dipentaskan secara improvisasi dan mengikuti adat kebiasaan turun-temurun serta tidak mengikuti kepribadian seniman pencipta tertentu.
2.2.4 Teknik Bermain Drama Menurut Patria (2012), Teknik bermain drama merupakan unsur penting dalam seni peran. Berikut ini hal-hal yang sangat mendasar berkaitan dengan teknik bermain drama. 1. Teknik Muncul Teknik muncul adalah cara seorang pemain tampil pertama kali ke pentas yaitu saat masuk ke panggung telah ada tokoh lain, atau ia masuk bersama tokoh lain. Tentu, setelah muncul, pemain harus menyesuaikan diri dengan suasana perasaan adegan yang sudah tercipta di atas pentas. Kehadiran seorang tokoh harus mendukung perkembangan alur, suasana, dan perwatakan yang sudah tercipta atau dibangun. 2. Teknik Memberi Isi Kalimat ”Engkau harus pergi!” mempunyai banyak nuansa. Ucapan tulus mengungkap keikhlasan atau simpati, sedangkan ucapan kejengkelan atau kemarahan tentu bernada lain. Nuansa tercipta melalui tekanan ucapan yang telah dijelaskan di muka (tekanan dinamik, tekanan nada, dan tekanan tempo).
17
3. Teknik Pengembangan Teknik pengembangan berkait dengan daya kreativitas pemeran, sutradara, dan bagian estetis. Dengan pengembangan, sebuah naskah akan menjadi tontonan memikat. Bagi pemain, pengembangan dapat ditempuh dengan beberapa cara, diantaranya: a. Pengucapan Pengembangan pengucapan dapat ditempuh dengan menaikkan– menurunkan volume dan nada. Dengan demikian setiap kata, frase, atau kalimat dalam dialog diucapkan dengan penuh kesadaran. Artinya, setiap pemain sadar kapan harus mengucap dengan keras-cepat-tinggi atau lembutlambat-rendah. b. Gesture Pengembangan gesture dapat dicapai dengan lima cara. Setiap cara, tentu saja, tidak dapat dipisah-pisahkan sebab saling melengkapi dan menyempurnakan yaitu : 1). Menaikkan posisi tubuh, 2). Berpaling, 3). Berpindah tempat, 4). Gerakan, 5). Mimik. 4. Menciptakan Peran Tentu saja untuk menciptakan peran, pemain harus sadar bahwa ia sedang ”memerankan sebagai……..” Artinya, seluruh sifat, watak, emosi, pemikiran yang dihadirkan adalah sifat, watak, emosi, dan pemikiran ”tokoh yang diperankan”. Dengan demikian, seorang pemain harus berkemampuan menciptakan peran dalam sebuah pertunjukan.
18
2.3 Kajian Penelitian Yang Relevan Kajian penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah : Siti Markhumah. 2009. Meningkatkan kemampuan berbicara melalui metode bermain peran. Dilaksanakan di SDN NO. 30 Kota Selatan Kota Gorontalo. Permasalahan dalam penelitian ini yakni apakah melalui metode bermain peran dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa Kelas IV SDN No. 30 Kota Selatan Kota Gorontalo? Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa Kelas IV SDN No. 30 Kota Selatan Kota Gorontalo. Hasil pelaksanaan diketahui bahwa pada pelaksanaan siklus I presentase keberhasilan mencapai 50% yang memperoleh kriteria baik, serta 50% yang memperoleh kriteria cukup atau kurang baik. Sedangkan pada siklus II diperoleh 25 % yang berkriteria sangat baik dan 75% yang berkriteria baik. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia menggunakan metode bermain peran dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Debie Mokodongan. 2009. Meningkatkan kemampuan berbicara melalui teknik Role Playing pada siswa kelas I SDN I Karya Baru Kecamatan Dengilo Kabupaten Pohuwato. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah dengan teknik Role Playing kemampuan berbicara siswa kelas I SDN I Karya Baru Kecamatan Dengilo Kabupaten Pohuwato akan meningkat? Tujuan dari penelitian ini
19
adalah mengetahui bagamimana cara guru dalam hal meningkatkan kemampuan berbicara siswa SDN I Karya Baru Kecamatan Dengilo Kabupaten Pohuwato. Hasil pelaksanaan diketahui bahwa pada prestasi belajar siswa yang berupa penguasaan konsep yang menunjukkan kenaikan, yang ditunjukkan oleh hasil evaluasi belajar yang tuntas belajar dari 15 atau 47% pada observasi awal menjadi 20 atau 63% dari 32 siswa pada siklus I, dan menjadi 26 atau 81% siswa pada siklus II. Sedangkan yang belum tuntas belajar mengalami penurunan dari 17 atau 53% pada oservasi awal menjadi 12 atau 38% siswa pada siklus I, dan menjadi 6 atau 19% siswa pada siklus II. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan teknik Role Playing dapat meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa kelas I SDN I Karya Baru Kecamatan Dengilo Kabupaten Pohuwato. Perbandingan antara kajian relevan diatas dengan peneliti lakukan sekarang ini berbeda, karena penelitian yang sekarang ini mengenai penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode Role Playing dalam bermain drama sedangan kajian relevan diatas mengenai penelitian tindakan kelas.
20