BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Sumber Daya Informasi Pada Perpustakaan Perguruan Tinggi Perpustakaan Perguruan Tinggi menurut pendapat Sutarno (2003 : 4) “Perpustakaan perguruan tinggi merupakan
perpustakaan yang berada dalam
suatu perguruan tinggi dan yang sederajat yang berfungsi mencapai tri dharma perguruan tinggi, sedangkan penggunanya adalah seluruh sivitas akademika”. Untuk mencapai fungsi dari perpustakaan perguruan tinggi tersebut, maka diperlukan sumber daya informasi guna memenuhi kebutuhan sivitas akademika dalam hal informasi. Sumber daya informasi pada sebuah perpustakaan bisa dikatakan sebagai wadah informasi yang terdapat pada perpustakaan tersebut, seperti koleksi yang dilayankan kepada pengguna sivitas akademika di perguruan tinggi.
2.1.1 Pengertian Sumber Daya Informasi Pengertian informasi, sumber informasi dan pusat informasi tentu berbeda, seperti yang dikatakan oleh Yusup (2010 : 15): Informasi itu ialah isi sedangkan sumber informasi ialah wadah dari isi tersebut, dan pusat sumber informasi merupakan tempat dikelola dan terkumpulnya sumber informasi atau wadah tadi. Kalau isi suatu buku ialah informasinya, maka yang disebut dengan sumber informasi yaitu buku itu sendiri yang bertugas sebagai penyimpan atau penampung informasi, sedangkan pusat sumber informasi dapat bermakna tempat berkumpulnya buku atau sumber informasi tadi. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Yusup di atas, maka dapat disimpulkan bahwa informasi, sumber informasi dan pusat informasi itu berbeda, tetapi masih merupakan satu komponen dimana informasi merupakan komponen dari sumber informasi yang terdapat pada pusat informasi seperti perpustakaan. Kartika (2011 : 1) menjabarkan akan pengertian dari sumber informasi sebagai berikut, “Sumber informasi yakni segala sesuatu yang digunakan sebagai
6 Universitas Sumatera Utara
rujukan atau pegangan dalam melakukan segala aktifitas atau proses kerja, sumber informasi itu dapat berupa dokumen, lembaga, manusia, benda, ataupun situasi.” Sedangkan Perdani (2009 : 9) menyatakan bahwa: Sumber daya informasi tidak hanya sekedar data dan informasi, melainkan mencakup pula perangkat keras, perangkat lunak, para spesialis informasi, dan para pemakai informasi. Data dan informasi merupakan sumberdaya utama yang harus dikelola dengan baik seperti sumberdaya utama lainnya adalah merupakan pendekatan yang positif untuk penggunaan komputer. Dengan perkataan lain, bahwa mengelola data (input) dengan bantuan komputer hal tersebut berarti mengelola informasi (output) yang dimiliki. Hal di atas menjelaskan bahwa sumber daya informasi tidak hanya sekedar data dan informasi saja namun juga termasuk wadah dari informasi tersebut, sehingga seseorang dapat mengelola informasi dengan mengelola sumber daya yang menghasilkan informasi. Informasi yang ditampung pada perpustakaan perguruan tinggi relatif paling lengkap, mengingat segala macam informasi di semua tingkatan dan jenisnya terdapat di dalamnya, hal ini juga dapat dilihat dari beragamnya jenis bidang ilmu yang dikelola dan dikembangkan di perguruan tinggi. Menurut Yusup (2010 : 21) “secara umum perpustakaan perguruan tinggi bertugas mengelola sumber-sumber informasi yang mampu mendukung pelaksanaan kurikulum dan dapat dimanfaatkan secara bersama oleh seluruh sivitas akademiknya”. Berdasarkan pendapat diatas, sumber informasi yang disediakan oleh perpustakaan perguruan tinggi secara relatif harus memenuhi segala kebutuhan belajar sivitas akademi perguruan tinggi. Informasi dan sumber-sumber informasi yang dikelola juga berciri akademik ilmiah.
2.1.2 Jenis-Jenis Sumber Daya Informasi Informasi sebagai sumber data, sumber komunitas atau sumber fakta yang banyak tersimpan dalam rekaman tercetak maupun elektronik. Sumber informasi pada perpustakaan merupakan seluruh koleksi yang dilayankan. Koleksi perpustakaan yang diartikan dalam buku Pedoman Umum Pengelolaan Koleksi Perpustakaan Perguruan Tinggi adalah semua pustaka yang dikumpulkan, diolah, 7 Universitas Sumatera Utara
dan disimpan dan disebarkan kepada masyarakat guna memenuhi kebutuhan informasi mereka. Menurut Krikelas yang dikutip oleh Budiyanto (2000 : 23): Pilihan sumber dapat dibagi menjadi dua, yaitu internal dan eksternal: Sumber internal dapat berupa: memori, catatan pribadi atau hasil pengamatan. Sedangkan sumber eksternal dapat berupa: hubungan antar personal langsung dan informasi terekam atau tertulis. Dari pendapat Krikelas di atas, sumber informasi dibagi menjadi dua yaitu internal dan eksternal. Sumber informasi internal dapat berupa memori, catatan pribadi dan hasil pengamatan sedangkan eksternal berupa hubungan antar seseorang langsung dan informasi terekam atau tertulis. Sedangkan menurut Yusup (2009 : 1) menyatakan bahwa “informasi itu ada dimana-mana, dipasar, sekolah, rumah, lembaga-lembaga suatu organisasi komersial, buku-buku, majalah, surat kabar, perpustakaan dan tempat-tempat lainnya”. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa perpustakaan merupakan salah satu sumber informasi, karena didalam perpustakaanlah banyak ditemukan bendabenda yang menyimpan informasi, baik tercetak maupun dalam bentuk elektronik. Pada umumnya perpustakaan modern menyediakan koleksi tercetak maupun elektronik. Dalam Training Perpustakaan Indonesia Power UBP Bali oleh YPPI (2012: 4) menjelaskan bahwa “Perpustakaan modern tidak saja menyediakan ruang dan buku tetapi juga tanpa batas, waktu dan ruang dengan koleksi buku dan non buku atau digital, bentuk koleksi digital bisa berupa slide, mikrofilm, rekaman audio, koleksi digital (e-Journal dan e-book)”. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa sumber informasi terdapat dimana-mana, baik di pasar, rumah, sekolah dan lembagalembaga. Perpustakaan modern juga tidak hanya menyediakan ruang dan buku namun menyediakan sumber informasi yang tanpa batasan waktu dan ruang, yaitu koleksi digital seperti e-Journal dan e-book.
8 Universitas Sumatera Utara
2.1.2.1 Sumber Daya Informasi Tercetak Sumber daya informasi tercetak adalah salah satu sumber daya informasi yang tersedia di perpustakaan, yaitu : (1) Buku Buku adalah kumpulan kertas atau bahan lain yang dijilid jadi satu. Kertaskertas tersebut mempunyai tema bahasan yang sama dan disusun menurut kronologi tertentu. Menurut Yusup (2010 : 47) buku terbagi menjadi 2 (dua) bagian: a. Buku Fiksi Buku fiksi adalah jenis buku yang ditulis bukan berdasarkan fakta atau kenyataan. Ia ditulis atas dasar kehendak dan khayalan pengarangnya saja. b. Buku Nonfiksi Buku nonfiksi adalah buku yang pembahasannya berdasarkan fakta atau kenyataan. Isinya berupa uraian tentang fakta atau peristiwa yang sebenarnya. Buku nonfiksi terdiri dari: • Buku teks atau buku pelajaran • Buku referensi: kamus, ensiklopedi, buku tahunan, direktori, almanak, bibliografi, katalog, indeks, abstrak, atlas, dokumen pemerintah, laporan hasil penelitian, sumber-sumber informasi geografi, biografi dan petunjuk perjalanan. (2) Terbitan Berseri Salah satu layanan yang disediakan oleh perpustakaan adalah layanan terbitan berseri. Menurut Sulistyo-Basuki (1991 : 34), “terbitan berseri merupakan terbitan yang keluar dalam bagian secara berturut-turut dengan menggunakan nomor urut dan/atau secara kronologi, serta dimaksudkan untuk terbitan dalam waktu yang ditentukan”. Macam-macam terbitan berseri yang dijabarkan oleh Surachman (2005 : 2) adalah sebagai berikut: a. Majalah. Dapat dibedakan menjadi berbagai macam jenis seperti ilmiah, popular, ilmiah popular, teknis, dan sekunder. b. Jurnal. Merupakan terbitan dalam bidang tertentu khususnya ilmiah yang diterbitkan oleh badan/lembaga/instansi/organisasi yang ingin mempublikasikan hasil-hasil penelitiannya.
9 Universitas Sumatera Utara
c. Buletin. Biasanya diterbitkan lembaga / badan tertentu untuk memberikan informasi kepada khalayak mengenai kegiatan/program atau pemikiran dari lembaga tersebut. d. Pamflet. Biasanya diterbitkan secara isidentil dalam satu lembaran informasi yang berisi pemberitahuan, pengumuman, maupun berita. e. Ringkasan, Sari Karangan, Abstrak. Merupakan inti dari sebuah artikel atau tulisan atau hasil penelitian yang biasanya dikumpulkan dan disusun secara sistematis berdasarkan bidang tertentu. f. Laporan Tahunan & Laporan Bersejarah. Diterbitkan tahunan yang biasanya berisi tentang perjalanan sebuah institusi/badan atau catatan peristiwa yang terjadi dalam satu tahun, dan biasanya terbatas dalam bidang tertentu. g. Surat Kabar, harian, Koran. Merupakan terbitan yang berupa lembaran-lembaran yang diterbitkan setiap hari, berisi berita, pengumuman, laporan, pemikiran yang actual, atau hal-hal yang perlu diketahui masyarakat secara cepat. h. Leaflet. Merupakan terbitan yang berisi informasi tertentu dan biasanya berupa lembaran yang dilipat menjadi dua atau tiga lipatan. i. Brosur. Merupakan terbitan atau karya cetak pendek yang diterbitkan dalam beberapa halaman saja sesuai dengan kebutuhan. j. Warta Singkat. Terbitan suatu instansi, lembaga pada waktu tertentu berisi berita maupun laporan kegiatan secara ringkas. Biasanya diterbitkan hanya dalam beberapa halaman saja. Dari penjabaran di atas dapat diketahui bahwa macam-macam terbitan berseri antara lain : majalah, jurnal, buletin, pamflet, ringkasan atau abstrak, laporan tahunan dan laporan bersejarah, surat kabar, leaflet, brosur, warta singkat. 2.1.2.2 Sumber Daya Informasi Elektronik Saat ini perpustakaan modern tidak hanya melayankan sumber daya informasi tercetak saja, namun juga melayankan sumber daya informasi elektronik untuk memenuhi kebutuhan informasi pengguna perpustakaan. Brophy (2000 : 2) menyatakan bahwa sumber daya informasi elektronik adalah “every document in electronic form which needs special equipment to be used. Electronic resources include digital documents, electronic serials, databases, patents in electronic form and networked audiovisual documents”. Pendapat di atas dapat diartikan bahwa sumber daya informasi elektronik adalah setiap dokumen dalam bentuk elektronik yang membutuhkan peralatan khusus untuk menggunakannya yang meliputi dokumen digital, terbitan berseri 10 Universitas Sumatera Utara
elektronik, database (pangkalan data), hak paten dalam format elektronik dan dokumen jaringan kerja audiovisual. Dalam Undang-Undang No. 11 tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik, pada pasal 1 dicantumkan definisi mengenai informasi elektronik adalah sebagai berikut: Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, Electronic Data Interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Dari kutipan di atas sangat jelas dikatakan bahwa informasi elektronik tidak terbatas hanya pada tulisan tetapi juga termasuk suara, gambar, peta, rancangan, foto, Electronic Data Interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti. Sumber-sumber yang dapat digunakan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan, salah satunya adalah sumber daya informasi elektronik (yang bersumber dari internet/online database). Sumber informasi ini dapat memperoleh informasi berupa karya-karya digital, misalnya E-journal, E-books, E-articles, dan lain-lain.
(1) E-Journal Jurnal elektronik saat ini mulai diminati oleh pengguna perpustakaan, sehingga perpustakaan berinisiatif untuk menyediakan jurnal elektronik untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa dikarenakan berbagai keunggulannya. Evans (2000 : 154) menyatakan bahwa “Electronic Journal are publications that exist only in an electronic format, whereas full-text identifies the availability of the text of paper based journals in an electronic format”. Dapat diartikan
bahwa
jurnal
elektronik
adalah
jurnal
berbentuk
teks
yang
dipublikasikan serta tersedia dalam format elektronik. LIPI (2005 : 1), “Jurnal elektonik (E-journal) adalah sarana berbasis web untuk mengelola sebuah jurnal ilmiah maupun non ilmiah. Sarana ini disediakan 11 Universitas Sumatera Utara
sebagai wadah bagi pengelola, penulis dan pembaca karya-karya ilmiah”. Hal yang dijabarkan
menurut LIPI di atas menganggap bahwa jurnal elektronik
sebagai sarana yang berbasis web bagi penulis, penerbit, dan pembaca karya ilmiah maupun non ilmiah. Menurut Surjono (2009 : 1) “E-journal adalah publikasi dalam format elektronik dan mempunyai ISSN (International Standard Serial Number)”. Senada dengan pendapat yang dikemukakan di atas, Tresnawan (2010 : 2) menyatakan bahwa “jurnal elektronik adalah terbitan serial seperti bentuk tercetak tetapi dalam bentuk elektronik. Biasanya terdiri dari tiga format, yaitu teks, teks dan grafik, serta full image (dalam bentuk pdf)”. Dari kedua definisi tersebut, dapat diketahui bahwa informasi yang terdapat di dalam e-journal (jurnal elektronik) adalah sekumpulan serial yang dapat berupa artikel-artikel ilmiah, karya ilmiah yang mempunyai nomor standar. Sehingga informasi yang terkandung di dalam jurnal elektronik tersebut dapat dipercaya karena telah diakui dengan adanya ISSN pada jurnal elektronik tersebut. Perbandingan jurnal elektronik dengan jurnal tercetak dapat dilihat dari hal yang telah dipaparkan tabel dibawah berikut ini oleh Tresnawan (2005 : 2): Tabel 2.1 Perbandingan Jurnal Elektronik dan Jurnal Tercetak No
Kriteria
Elektronik
Tercetak
1
Kemuktahiran
Mutakhir
Mutakhir
2
Kecepatan diterima
Cepat
Lambat
3
Penyimpanan
Sangat mengirit tempat
Makan Tempat
4
Pemanfaatan
24 Jam
Terbatas Jam buka
5
Kesempatan akses
Bisa bersamaan
Antri
6
Penelusuran
Otomatis tersedia
Harus dibuat
7
Waktu penelusuran
Cepat
Lama
8
Keamanan
Lebih aman
Kurang aman
9
Manipulasi dokumen
Sangat mudah
Tidak bisa
10
Langganan dengan harga Judul bisa lebih banyak
Judul lebih sedikit
yang sama 11
Harga total langganan
Jauh lebih murah
Lebih mahal
12 Universitas Sumatera Utara
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jurnal elektronik lebih banyak keunggulannya dibandingkan jurnal tercetak. Memang untuk mengakses jurnal elektronik ini harus memiliki media elektronik seperti komputer. Namun pada saat ini media elektronik yang dapat mengakses bahan elektronik sudah banyak tanpa harus ada arus listrik, bahkan sekarang hand phone juga dapat membuka bahan teks elektronik, seperti jurnal elektronik dan buku elektronik. Oleh karena itu dengan adanya koleksi elektronik ini diharapkan perpustakaan dapat menyediakan informasi dengan cepat, hemat waktu, biaya serta tenaga, dan informasi yang selalu up to date. (2) E-Book Pada akhir tahun 1990-an, pesatnya perkembangan dalam dunia media, penerbitan dan perpustakaan, menjadikan suatu hal yang tidak dapat dibayangkan penyediaan informasi khususnya informasi ilmiah tanpa e-book, sebagaimana yang disinyalir oleh Rafael Ball (2009 : 1) bahwa: Since the end of the 1990s, the media, publishers, and libraries have been unable to imagine a world without ‘e-books’. Rafael Ball define e-books as hardware, as a reading device for electronically available texts – quickly became a general term for the use of book content in electronic form. Rafael Ball berpendapat bahwa media, penerbit, serta perpustakaan telah membayangkan sulitnya ketersediaan informasi tanpa menggunakan e-book. Ia mendefinisikan e-book sebagai perangkat keras yang mampu membaca teks berbentuk elektronik. Ahmad (2009 : 1) menyatakan bahwa: E-Book adalah singkatan dari Electronic Book atau buku elektronik. Ebook tidak lain adalah sebuah bentuk buku yang dapat dibuka secara elektronis melalui komputer. E-book ini berupa file dengan format bermacam-macam, ada yang berupa pdf (portable document format) yang dapat dibuka dengan program Acrobat Reader atau sejenisnya. Ada juga yang dengan bentuk format html, yang dapat dibuka dengan browsing atau internet eksplorer secara offline. Ada juga yang berbentuk format exe. Dari pernyataan
di atas, dapat dinyatakan bahwa
e-book
(buku
elektronik) adalah buku yang dikemas dalam format elektronik yang dapat 13 Universitas Sumatera Utara
pengguna peroleh dan diakses dengan memanfaatkan komputer. Pengguna dapat menyimpan beberapa banyak buku elektronik dalam sebuah flashdisc dan bisa dibawa kemana-mana, sedangkan buku dalam format tercetak akan mengalami kesulitan untuk membawanya kemana-mana dalam jumlah yang banyak. Pembuatan buku dalam format elektronik juga merupakan satu usaha untuk melestarikan informasi-informasi yang tadinya terdapat dalam buku tercetak. Buku dalam format tercetak lebih mudah mengalami
kerusakan dan biaya
perawatannya pun lebih mahal, maka dari itu akan lebih baik jika dilakukan transfer data/informasi dari buku ke buku elektronik (e-book) untuk menjaga kelestarian informasi yang ada. (3) E-Article E-Article atau artikel elektronik adalah artikel yang dikemas dalam format elektronik. Artikel elektronik dapat kita temukan dalam jurnal elektronik atau dalam bentuk artikel lepas. Dalam Wikipedia (2010 : 1) dinyatakan bahwa: Electronic articles are articles in scholarly journals or magazines that can be accessed via electronic transmission. The are a specialized form of electronic document, with a specialized content, purpose, format, metadata, and availability–they consist of individual articles from scholarly journals or magazines (and now sometimes popular magazines), they have the purpose of providing material for academic research and study. Pernyataan di atas menunjukkan bahwa artikel elektronik adalah artikel yang
terdapat dalam jurnal atau majalah ilmiah yang dapat diakses melalui
transmisi elektronik. Artikel elektronik merupakan bentuk khusus dari dokumen elektronik, dengan konten khusus, tujuan, format dan metadata. Artikel elektronik ini ditujukan untuk penyediaan informasi, baik untuk kegiatan pendidikan maupun sebagai bahan rujukan untuk penelitian akademik. Artikel elektronik dapat ditemukan dalam jurnal online (elektronik), sebagai versi online dari artikel yang terbit dalam jurnal tercetak.
14 Universitas Sumatera Utara
2.2 Kebutuhan Informasi Manusia adalah
makhluk yang kompleks. Manusia memiliki banyak
kebutuhan untuk melangsungkan kehidupannya. Salah satunya adalah kebutuhan kognitif. Kebutuhan ini berkaitan erat dengan kebutuhan untuk memperkuat atau menambah
informasi,
pengetahuan,
dan
pemahaman
seseorang
akan
lingkungannya. Belkin dalam Fourie (2008 : 4) yang menyatakan bahwa “An information need can refer to the gap between what we know and what we need to know, or to an anomalous state of knowledgee”. Dalam hal ini kebutuhan informasi mengacu pada perbedaan antara apa yang kita tahu dengan apa yang perlu kita ketahui, sehingga kita dapat mendefenisikan apa yang menjadi kebutuhan informasi kita. 2.2.1 Pengertian Kebutuhan Informasi Seperti yang telah dinyatakan di atas bahwa kebutuhan informasi merupakan salah satu kebutuhan seseorang untuk melangsungkan hidupnya. Miranda dan Tarapanoff menyatakan (2008 : 1): “Information need is defined as a state or process started when one perceives that there is a gap between the information and knowledge available to solve a problem and the actual solution of the problem”. Miranda dan Tarapanoff mendefinisikan kebutuhan informasi sebagai sebuah keadaan atau proses yang diawali ketika seseorang mulai merasa informasi dan pengetahuan yang dimilikinya masih belum cukup (kurang), informasi juga dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu masalah untuk menentukan solusi apa yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Defenisi di atas memperkuat pernyataan bahwa setiap orang memang membutuhkan informasi sebagai bagian dari kebutuhan hidupnya. Informasi kian dirasakan perlu untuk menjawab ketidakpastian dan ketidaktahuan seseorang akan suatu hal. Rasa ingin tahu seseorang ini timbul karena ia ingin selalu berusaha memperkaya diri dengan informasi-informasi terbaru dengan tujuan untuk menambah wawasan dan meningkatkan cakupan pengetahuannya yang pada akhirnya dapat membentuk dan merubah sikap.
15 Universitas Sumatera Utara
Kuhlthau (1991 : 362) juga memberikan batasan pengertian kebutuhan informasi. Kuhlthau menyatakan bahwa “kebutuhan informasi muncul akibat kesenjangan pengetahuan yang ada dalam diri seseorang dengan kebutuhan informasi yang diperlukan”. Selanjutnya Crawford yang disitir oleh Devadason (1996 : 51) mengemukakan bahwa “kebutuhan informasi sulit didefinisikan dan diukur karena melibatkan proses kognitif dengan tingkat kesadaran yang berbedabeda”. Dari kedua pendapat di atas sudah jelas bahwa kebutuhan informasi muncul akibat kesenjangan informasi yang ada pada setiap individu yang melibatkan proses kognitif atau proses pikiran. Hal ini biasanya mengacu pada proses psikologi individu yang berhubungan dengan hal dalam memperoleh serta memproses informasi tersebut. Tentunya memahami kebutuhan informasi sangat penting bagi lembaga yang melayankan informasi seperti perpustakaan, seperti yang dinyatakan oleh Hiller (2004 : 15) bahwa: Memahami kebutuhan informasi pemakai sebenarnya untuk mengetahui antara lain: 1. Siapa pemakai potensial perpustakaan 2. Apa yang mereka pelajari dan teliti 3. Sumber informasi dan layanan perpustakaan apa yang mereka butuhkan 4. Bagaimana pengetahuan mereka tentang sumber informasi dan layanan yang ada di perpustakaan 5. Bagaimana mereka menggunakan sumber informasi dan perpustakaan 6. Bagaimana mereka menjadikan perpustakaan sebagai nilai tambah dalam membantu menyelesaikan tugas dan pekerjaan. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa pentingnya sebuah perpustakaan untuk mengetahui kebutuhan informasi penggunanya agar dapat diketahui siapa pemakai, apa yang harus dilayankan, bagaimana ketergunaan dari sumber daya informasi yang terdapat pada perpustakaan dan bagaimana pemanfaatan dari perpustakaan itu sendiri. Kebutuhan informasi muncul ketika seseorang menyadari pengetahuan yang ada padanya tidak cukup untuk mengatasi permasalahan tertentu. Seperti yang telah dikatakan oleh Chowdhury (1999 : 24): 16 Universitas Sumatera Utara
Kebutuhan informasi merupakan suatu konsep yang samar. Selanjutnya sifat-sifat kebutuhan informasi antara lain: 1. Mempunyai konsep yang relatif 2. Berubah pada periode tertentu 3. Berbeda antara satu orang dengan orang lain 4. Dipengaruhi oleh lingkungan 5. Sulit diukur secara kuantitas 6. Sulit diekspresikan 7. Seringkali berubah setelah seseorang menerima informasi lain. Sehubungan dengan hal di atas Devadason (1996 : 56) mengemukakan bahwa kebutuhan informasi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti: 1. Ketersediaan sumber informasi 2. Kegunaan informasi 3. Latar belakang, motivasi, kepentingan profesional, dan karakteristik lain yang dimiliki pemakai 4. Sosial, politik, ekonomi, hukum dan sistem yang berkaitan dengan pemakai, 5. Konsekuensi dari penggunaan informasi. Sedangkan Pannen (1990 : 32) mengatakan bahwa “faktor yang paling umum mempengaruhi kebutuhan informasi adalah pekerjaan, termasuk kegiatan profesi, disiplin ilmu yang miminati, kebiasaan, dan lingkungan pekerjaan”. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa kebutuhan informasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: faktor psikologi, profesi, lingkungan, hobi, serta ketersediaan informasi itu sendiri.
2.2.2 Jenis-Jenis Kebutuhan Informasi Jenis kebutuhan informasi pengguna sangat beraneka ragam. Berhubungan dengan tugas pekerjaan, Jarverlin yang dikutip oleh Ishak (2003 : 4), Klasifikasi terhadap jenis kebutuhan informasi, yaitu: 1. Informasi yang berkaitan dengan masalah, menggambarkan struktur, sifat dan syarat dari masalah yang sedang dihadapi, misalnya dalam masalah konstruksi jembatan, informasi yang dibutuhkan adalah mengenal jenis, tujuan dan masalah yang dihadapi dalam membangun, konstruksi jembatan. Pada kasus ini kemungkinan telah ada sumber informasi yang telah membahas hal yang sama. 2. Informasi yang berkaitan dengan wilayah, terdiri dari pengetahuan tentang fakta, konsep, hukum dan teori dari wilayah permasalahan. Misalnya dalam masalah kontruksi jembatan, wilayah informasi yang 17 Universitas Sumatera Utara
diperlukan adalah kekuatan dan tingkat pemuaian besi. Jenis ini yang dibutuhkan berupa uji ilmiah dan teknologi informasi. Informasi tersebut terdapat dalam terbitan jurnal ilmiah dan buku teks. 3. Informasi sebagai pemecahan masalah, menggambarkan bagaimana melihat dan memformulasikan masalah, apa masalah dan wilayah informasi bagaimana yang akan digunakan dalam upaya memecahkan masalah. Misalnya dalam konstruksi jembatan, insinyur perencana akan menghadapi pro dan kontra mengenai berbagai informasi mengenai desain jenis jembatan. Ini hanya dapat dipecahkan pada keahlian seseorang dan pengetahuan yang dimiliki. Sedangkan menurut Devadason (1996 : 92): Jenis kebutuhan informasi tergantung pada kegiatan kerja, disiplin ilmu, bidang pekerjaan/minat, fasilitas yang tersedia, kedudukan atau jabatan seseorang, motivasi, kebutuhan untuk mengambil keputusan, kebutuhan untuk menemukan ide baru dan kebutuhan mencari kebenaran. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa jenis kebutuhan informasi ada beberapa jenis antara lain: informasi yang berkaitan dengan masalah, informasi yang berkaitan dengan wilayah, informasi sebagai pemecahan masalah, dan jenis kebutuhan informasi tergantung pada kegiatan kerja, disiplin ilmu dan lain sebagainya. Menurut Guha yang dikutip Saepudin (2009 : 4) ada empat jenis kebutuhan informasi, yaitu: 1. Current need approach, yaitu pendekatan kepada kebutuhan pengguna informasi yang sifatnya mutakhir. Pengguna berinteraksi dengan sistem informasi dengan cara yang sangat umum untuk meningkatkan pengetahuannya. Jenis pendekatan ini perlu ada interaksi yang sifatnya konstan antara pengguna dan sistem informasi. 2. Everyday need approach, yaitu pendekatan terhadap kebutuhan pengguna yang sifatnya spesifik dan cepat. Informasi yang dibutuhkan pengguna merupakan informasi yang rutin dihadapi oleh pengguna. 3. Exhaustic need approach, yaitu pendekatan terhadap kebutuhan pengguna akan informasi yang mendalam, pengguna informasi mempunyai ketergantungan yang tinggi pada informasi yang dibutuhkan dan relevan, spesifik, dan lengkap. 4. Catching-up need approach, yaitu pendekatan terhadap pengguna akan informasi yang ringkas, tetapi juga lengkap khususnya mengenai perkembangan terakhir suatu subyek yang diperlukan dan hal-hal yang sifatnya relevan.
18 Universitas Sumatera Utara
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sulit untuk mendefenisikan dan mengukur kebutuhan informasi pengguna. Keanekaragaman kebutuhan dan permintaan informasi menuntut dilakukannya pendekatan terhadap kebutuhan pengguna, agar dapat memenuhi dan menyediakan informasi yang mereka cari. Keempat pendekatan di atas,
merupakan
metode untuk
mendefinisikan jenis-jenis kebutuhan informasi dari setiap pengguna agar mempermudah proses pemenuhannya. Menurut Taylor yang dikutip oleh Putubuku (2008 : 1), ada empat lapisan atau tingkatan yang dilalui oleh pikiran manusia sebelum sebuah kebutuhan benar-benar dapat terwujud secara pasti: 1. Visceral need, yaitu tingkatan ketika “need for information not existing in the remembered experience of the inquirer” atau dengan kata lain ketika kebutuhan informasi belum sungguh-sungguh dikenali sebagai kebutuhan, sebab belum dapat dikaitkan dengan pengalamanpengalaman seseorang dalam hidupnya. Inilah kebutuhan “tersembunyi” yang seringkali baru muncul setelah ada pengalaman tertentu. 2. Conscious need, yaitu ketika seseorang mulai menggunakan “mentaldescription of an ill-defined area of indecision” atau ketika seseorang mulai mereka-reka apa sesungguhnya yang ia butuhkan. 3. Formalized need, yaitu ketika seseorang mulai secara lebih jelas dan terpadu dapat mengenali kebutuhan informasinya, dan mungkin di saat inilah ia baru dapat menyatakan kebutuhannya kepada orang lain. 4. Compromised need, yaitu ketika seseorang mengubah-ubah rumusan kebutuhannya karena mengantisipasi, atau bereaksi terhadap kondisi tertentu. Dari pendapat Taylor di atas, dapat diketahui bahwa sebelum suatu kebutuhan dapat terwujud, ada beberapa tingkatan yang dilalui oleh pikiran manusia, yaitu visceral need ketika kebutuhan informasi belum dikenali sebagai kebutuhan, conscious need ketika seseorang mengira-ngira apa yang dibutuhkan, formalized need ketika seseorang mulai mengenali kebutuhan informasinya dan compromised need yaitu ketika seseorang mengubah-ubah rumusan kebutuhannya karena mengantisipasi atau bereaksi terhadap kondisi tertentu.
19 Universitas Sumatera Utara
2.3 Pengguna Perpustakaan Perguruan Tinggi Pada umumnya kita telah mengetahui bahwa tugas perpustakaan pada umumnya adalah menghimpun, mengelola, dan menyebar luaskan informasi kepada masyarakat luas. Demikian juga dengan perpustakaan perguruan tinggi, seperti yang dinyatakan oleh Yusup (2010 : 21): Perpustakaan perguruan tinggi bertugas mengelola sumber-sumber informasi yang mampu mendukung pelaksanaan kurikulum perguruan tinggi yang bersangkutan, dan semua sumber informasi dimaksud dapat dimanfaatkan secara bersama oleh seluruh sivitas akademikanya. Dalam sebuah perguruan tinggi terdapat berbagai kelompok pengguna yang berbeda-beda, mulai dari bidang ilmu yang dikuasainya, usia, dan profesi seperti dosen, staf perguruan tinggi dan mahasiswa sebagai pelajar. Hal ini seperti yang dijabarkan oleh Jalaludin Rakhmat yang disitir oleh Yusup (2010 : 88) “Dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok sosial berdasar jenis kelamin, usia, pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan, tempat tinggal, dan keyakinan beragama”. Kebutuhan pengguna perpustakaan akan informasi berbeda-beda sesuai dengan latar belakang kebutuhan pencari informasi, sebagaimana yang dinyatakan oleh Prawati (2003 : 27) “hal tersebut untuk meningkatkan pengetahuan, mengikuti perkembangan baru, mendukung dan merencanakan penelitian, mengajar, manajemen, serta mengutip sitasi bibliografi bagi karya tulis”. Brophy (2000 : 56) mengatakan bahwa kelompok pengguna perpustakaan perguruan tinggi dapat dikategorikan : 1. Mahasiswa under graduate 2. Mahasiswa postgraduate 3. Mahasiswa peneliti 4. Staf pengajar 5. Staf peneliti 6. Pihak manajemen kampus 7. Alumni 8. Anggota komunitas bisnis lokal 9. Anggota organisasi lokal 10. Pemerintah 11. Badan pendanaan kampus 12. Anggota dari komunitas perpustakaan lokal 20 Universitas Sumatera Utara
13. Komunitas peneliti nasional dan internasional 14. Komunitas perpustakaan nasional dan internasional 15. Pustakawan dan profesional di bidang informasi Berbagai macam kelompok pengguna ini memiliki kepentingan yang berbeda-beda
terhadap
perpustakaan.
Setiap
kelompok
pengguna
merefleksikan harapan dan opini terhadap layanan perpustakaan y ang mereka inginkan atau pernah mereka dapatkan. Perpustakaan harus dapat menjadikan pengguna perpustakaan sebagai fokus dalam penyediaan layanan. Hal ini dikemukakan oleh Montanelli (1999 : 83) bahwa: Upaya perpustakaan dalam menjadikan layanan perpustakaan dapat dinilai baik oleh pengguna adalah dengan memahami bahwa kebutuhan pengguna terhadap perpustakaan sangat beragam sesuai dengan kelompok dan harapan yang mereka inginkan. Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa kebutuhan pengguna terhadap perpustakaan sangat beragam sesuai dengan kelompok dan harapan yang mereka inginkan. 2.3.1 Pengguna Perpustakaan Berdasarkan Profesi Jika dilihat berdasarkan profesi maka pengguna perpustakaan pada perpustakaan perguruan tinggi dapat digolongkan menjadi, mahasiswa sebagai pelajar, dosen sebagai staf pengajar perguruan tinggi. (1) Mahasiswa Perpustakaan
akademik
memiliki
hubungan
yang
erat
dengan
mahasiswa. Tingginya aktivitas akademik di sebuah perguruan tinggi akan meningkatkan frekuensi kunjungan dan pemanfaatan layanan di perpustakaan. Hal ini akan menciptakan interaksi yang kuat antara perpustakaan dengan mahasiswa. Jordan (1998 : 3) menyatakan bahwa: Kebutuhan mahasiswa terhadap perpustakaan pada umumnya tidak dapat diidentifikasikan oleh mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa yang tidak dapat menjelaskan kebutuhan mereka terhadap layanan perpustakaan merupakan kelompok pengguna yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah. Pada umumnya tidak memiliki kemampuan menyampaikan pendapat mereka terhadap layanan perpustakaan yang 21 Universitas Sumatera Utara
mereka inginkan secara spesifik sehingga perpustakaan tidak dapat mengetahui apa yang mereka inginkan dari layanan perpustakaan. Beberapa mahasiswa bahkan melakukan tindakan instant dengan melakukan pencurian dan vandalism terhadap koleksi perpustakaan. Kebutuhan mahasiswa terhadap perpustakaan merupakan hal yang tidak dapat ditawar lagi. Namun kebutuhan informasi akan mahasiswa tentu berbeda jauh dari seorang pelajar SMA/SMP, seperti yang dikatakan oleh Tan dalam Yusup (2010 : 98) “seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi lebih banyak mempunyai kebutuhan-kebutuhan dibandingkan dengan orang yang berpendidikan rendah”. (2) Dosen Dosen merupakan seorang staf pengajar pada perguruan tinggi, yang memerlukan sumber informasi termutakhir. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut tentunya perpustakaan sangat berperan penting dalam menyediakan sumber informasi yang dibutuhkan. Harisanty (2008 : 11) menyatakan bahwa: Pada perpustakaan perguruan tinggi saat ini, jumlah dosen yang memanfaatkan jasa perpustakaan masih relatif sedikit. Pengguna perpustakaan, khususnya dosen, terdiri dari banyak sekali kelompok, strata sosial, lingkungan pendidikan, etnis suku, kebudayaan, agama, dan kepercayaan, serta masih banyak lagi. Oleh karena itu sikap, pandangan, cara berpikir, wawasan dan persepsi terhadap sesuatu juga berbeda. Akibat keterbatasan dari informasi dan komunikasi maka respon terhadap perpustakaan tidak sama. Penyelenggaraan perpustakaan sebagai sumber belajar merupakan suatu keharusan dalam pendidikan (UU No. 2/1989, pasal 35). “Suatu lembaga pendidikan tinggi tidak mungkin dapat terselenggara dengan baik jika para dosen dan para mahasiswa tidak didukung oleh sumber belajar yang diperlukan untuk penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar”. Saat ini metode pembelajaran pada tingkat perguruan tinggi tidak lagi menggunakan metode tradisional yang seluruhnya dari dosen. 2.3.2 Pengguna Perpustakaan Berdasarkan Generasi Usia
22 Universitas Sumatera Utara
2.3.2.1 Digital Native Istilah digital native yang digambarkan oleh Karnain (2006 : 1): Merupakan istilah yang digunakan untuk seseorang yang lahir dan tumbuh bersama dengan perkembangan teknologi dan komunikasi, digital native juga merupakan orang yang mengerti nilai teknologi digital dan menggunakannya untuk mencari peluang untuk mengimple-mentasikannya Pendapat di atas menjelaskan bahwa digital native merupakan istilah yang digunakan untuk seseorang yang lahir dan tumbuh bersama dengan perkembangan teknologi
dan
komunikasi
serta
membuatnya
menjadi
peluang
untuk
mengimplementasikannya. Prensky (2001 : 5) mendefinisikan Digital Native sebagai “penutur asli” bahasa digital yaitu mereka yang akrab dengan dunia digital dan yang lahir dan tumbuh bersama dengan perkembangan teknologi dan komunikasi, hampir semua aktifitas dalam kehidupannya dikelilingi dengan teknologi digital seperti komputer, video game, ponsel dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Marteney yang dikutip Hasugian (2011 : 7) generasi manusia dibagi dalam 6 kategori yaitu: (a) The Greatest Generation (World War II, 1901-1924), (b) The Silent Generation (1925-1942); (c) The Baby Boomers (1943-1960); (d) Generasi X (1961-1981); (e) Millennial (1982-2002); (f) Digital Natives (Generasi Z atau Internet Generation), mulai tahun 1994 sampai akhir tahun sekarang. Setelah melihat beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa digital native merupakan seseorang yang lahir dimulai pada tahun 1994 dan tumbuh bersama dengan perkembangan teknologi dan komunikasi dan hampir semua aktifitasnya dikelilingi dengan teknologi digital. Siswoyo (2011 : 1) memberikan penjelasan akan ciri-ciri dari seorang digital native sebagai berikut:
1. Digital native berkomunikasi dan berinteraksi melalui jejaring social, 2. Mencari data dengan menggunakan google (search engine), 23 Universitas Sumatera Utara
3. Menggunakan istilah-istilah yang baru saat berkomunikasi. Sedangkan Pujiono (2013 : 2) mengemukakan bahwa ciri-ciri digital native adalah : Cara berfikir mereka non-linear. Contoh kasus, ketika membaca buku tidak harus dari halaman pertama. Mereka bisa memulai dari halaman mana saja yang ingin mereka tuju (berdasarkan rasa ingin tahu dan yang dikehendaki). Kaitannya, ini dalam hal substansi. Mereka bisa memanfaatkan daftar isi, indeks, dsb., untuk mengarahkan keingintahuan mereka terhadap isi buku. Kedua, mereka akrab dengan gadget. Ini seperti yang telah saya sebutkan di atas. Ketiga, Lahir pada masa era digital sudah ada/marak alias booming. Keempat, dapat melakukan pekerjaan dalam satu waktu. Dari 2 (dua) pendapat di atas dapat diketahui bahwa ciri-ciri digital native adalah cara berfikir yang non-linear, akrab dengan gadget terkini, dan lahir pada masa era digital dan dapat melakukan pekerjaan dalam satu waktu.
2.3.2.2 Digital Immigrants Digital immigrants adalah istilah yang digunakan untuk seorang yang berlatarbelakang kebalikan dari Digital Native. Prensky (2001 : 6) memberikan contoh
untuk seseorang
Digital
Immigrant, sebagai berikut: Digital Immigrant tidak percaya bahwa siswa dapat belajar di depan televisi atau sambil mendengarkan musik atau mungkin sambil chatting dengan smartphonenya hanya karena para Digital Immigrant tidak dapat melakukan hal-hal tersebut. Tentu saja mereka tidak bisa, para Digital Immigrant berfikir bahwa belajar seharusnya memang tidak menyenangkan. Sedangkan, para Digital Native sejak awal memulai kegiatan belajar mereka bersama dengan Sesame street, Dora, Barney dsb. Sedangkan Wijaya (2012 : 1) menyatakan dalam wacananya pada blognya bahwa “Digital Immigrant merupakan kelompok masyarakat yang tumbuh dan berkembang pada era transisi atau baru menggenal sumber daya teknologi informasi pada masa dewasa”. Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa digital immigrant merupakan seseorang yang tumbuh dan berkembang pada era transisi atau baru mengenal 24 Universitas Sumatera Utara
sumber daya teknologi informasi pada masa dewasa, pola pikir digital immigrant dengan digital native tentu berbeda jauh mengenai teknologi informasi sebagai media pembelajaran seperti yang telah dicontohkan oleh Prensky. 2.4 Kecenderungan Pengguna Menggunaan Sumber Daya Informasi Masyarakat pelajar dan mahasiswa, sangat jelas akan kebutuhannya terhadap informasi, terutama informasi yang berkaitan dengan akademik dan pendidikan. Tidak hanya pada masyarakat pelajar saja tetapi seluruh kalangan masyarakat
membutuhkan
informasi,
untuk
dapat
berperan
terhadap
lingkungannya. Perpustakaan merupakan tempat yang menyediakan sumber-sumber informasi seperti buku, majalah, surat kabar dan juga sumber informasi digital seperti yang diuraikan di atas. Salah satu media yang menyimpan informasi terbesar adalah internet. Internet menyediakan mesin pencari (search engine) sebagai alat pencari informasi. Di lingkungan perguruan tinggi sebagian besar mahasiswa menggunakan internet sebagai sumber informasi. pencarian informasi oleh mahasiswa dalam internet menggunakan search engine dapat dilihat dari temuan OCLC yang dikutip oleh Munggaran (2009 : 3) sebagai berikut: 1. 89% mahasiswa perguruan tinggi menggunakan search engine memulai pencarian, hanya 2% yang memulainya dari website perpustakaan. 2. 93% merasa puas dengan pengalaman menggunakan search engine bandingkan yang puas dengan bantuan pustakawan hanya mencapai 84%. 3. Search engine sesuai dengan gaya hidup para mahasiswa.
Jalaluddin Rakhmat dalam Yusup (2010 : 88) “Sikap dan organisasi personal psikologis individu akan menentukan bagaimana seseorang memiliki stimuli dari lingkungannya”. Pernyataan menjelaskan bahwa terdapat sekelompok tertentu yang ada dimasyarakat yang mempunyai kecenderungan orientasi yang sama atau hampir sama terhadap objek yang ada kaitannya dengan kepentingan individu itu sendiri. 25 Universitas Sumatera Utara