PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI PADA SISTEM KERUMAHTANGGAAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI JONNER HASUGIAN Staf Pengajar Program Studi Ilmu Perpustakaan Fakultas Sastra USU
Abstract Library housekeeping is a term used to describe routine daily activities of a library. General description of library housekeeping includes acquisitions, cataloguing, circulation control, serial control, online public access catalogue (OPAC) and statistics. Library housekeeping activities is a series of integrated activities which become an integrated library systems. Traditional pattern or conventional method in managing higher- education library can not be implemented to handle the huge information explosion of this century and to fulfil the needs of users. For these reasons, the requirement of information and technology implementation has been realized by library from both developed and developing countries. This implementation is known as library automation, which is the application of computers to perform numbers of works in library. The main reason for a library to implement automation is to increase processing efficiency, to improve service to users, saving money and containing cost, to improve administrative and management information. The application of computer for library housekeeping must be through mature consideration by referring to scientific method. This article describe comprehensively through literature review. Key Word : Housekeeping
Library
Automation,
Library
and
Information
Technology,
Library
1. Pendahuluan Teknologi informasi biasanya diartikan serbagai perpaduan antara (a) komputer, mencakup perangkat lunak dan perangkat keras, (b) komunikasi data yang memungkinkan komputer yang berdiri sendiri terintegrasi pada jaringan komputer, baik yang bersifat lokal maupun internasional ( c ) media penyimpanan dan metode untuk merepresentasikan data, dengan tujuan untuk memperoleh, mengolah, menyimpan serta menyampaikan informasi (Keen, 1995 :1- 2, dan Longley, 1983 : 165). Dalam ruang lingkup perpustakaan, teknologi informasi diartikan sebagai aplikasi komputer dan teknologi lain untuk pengadaan, pengolahan, penyimpanan, temu kembali (retrieval) dan penyebaran informasi (Duval, 1992: 245) Penggunaan komputer pada sistem kerumahtanggaan perpustakaan (library housekeeping) bukanlah merupakan suatu fenomena baru. Tedd (1993: 163) mengemukakan bahwa pada permualaan dasawarsa 1960- an, beberapa perpustakaan di Amerika Serikat dan Inggris telah menggunakan komputer untuk melaksanakan kegiatan perpustakaan, terutama kegiatan sirkulasi. Penggunaannya semakin meningkat sejalan dengan perkembangan ilmu pengatahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi. Sejalan dengan era globalisasi, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat. Perkembangan ini terasa semakin cepat karena dipacu oleh adanya kemudahan pada penyebarluasan informasi baik melalui media cetak maupun melalui jaringan komputer atau internet. Berbagai terbitan baru bermunculan baik dalam bentuk tercetak seperti buku dan jurnal, maupun dalam bentuk noncetak seperti CD- ROM, audio visual maupun bentuk digital lainnya. Berbagai jenis informasi ilmiah ©2003 Digitized by USU digital library
1
semakin tersedia di berbagai site di internet, dan akses terhadap informasi tersebut semakin mudah. Semua hal tersebut merupakan suasana yang kondusif bagi berkembangnya kegiatan pengajaran dan penelitian di suatu perguruan tinggi, termasuk pada perpustakaanya. Di sisi lain menuntut suatu pola baru yang lain dari pola sebelumnya untuk mengelola perpustakaan perguruan tinggi, yang merupakan unit pela ksana teknis (UPT) dari kegiatan pendidikan dan penelitian tersebut. Pola tradisional atau konvensional untuk mengelola perpustakaan perguruan tinggi semakin hari dirasakan tidak bisa lagi menghandel ledakan informasi, dalam rangka pemenuhan kebutuhan pengguna. Pola tradisional mengelola perpustakaan, secara berangsur- angsur harus dialihkan kepada pola pengelolaan yang berorientasi kepada penerapan teknologi informasi. Di sisi lain, pengguna perpustakaan perguruan tinggi yang mayoritas adalah mahasiswa, telah mulai familier dengan teknologi informasi khususnya komputer untuk melakukan pencarian informasi yang dibutuhkannya. Sebagai contoh, sistem temu kembali manual dengan menggunakan katalog kartu di perpustakaan perguruan tinggi, dewasa ini dirasakan sema kin kurang memadai, karena pengguna telah mampu menilai sistem itu sangat lambat jika dibanding dengan online public access catalogue (OPAC). Kebutuhan akan penerapan teknologi informasi di perpustakaan sudah lama dirasakan sangat penting oleh perpustakaan di berbagai negara maju, negara berkembang, maupun negara terbelakang. Hasil survei yang dilakukan oleh Zhou (1997) terhadap perkembangan perpustakaan dan teknologi informasi di Asia Tengga menunjukkan bahwa 60 % perpustakaan-perpustakaan besar di Asia Tenggara (China, Malaysia, Singapura, Hongkong dan Vietnam) telah memiliki homepages, dan 50 % katalog perpustakaan tersebut telah dapat diakses di internet, dan semua negaranegara di Asia Tenggara mempunyai respek terhadap teknologi informasi, serta telah siap untuk memulai dan melakukan investasi. Disarankannya juga, bahwa telah waktunya bagi perpustakaan untuk mempertimbangkan kembali (reconsider) peranan tradisionalnya untuk melakukan perubahan kearah konsep virtual library, yang nota bene harus memanfaatkan teknologi informasi. Penerapan komputer untuk sistem kerumahtanggaan perpustakaan bagi beberapa perpustakaan di Indonesia, khususnya perpustakaan perguruan tinggi, dewasa ini sudah merupakan kebutuhan yang mendesak karena berbagai alasan. Perpustakaan perguruan tinggi yang berkembang dengan pesat dan dinamis, telah merasakan bahwa sistem manual tidak lagi memadai untuk penanganan beban kerja, khususnya untuk kegiatan rutin yang bersifat klerikal, misalnya untuk bidang pengadaan, pengatalogan, pengawasan sirkulasi, dan untuk berebagai jenis layanan jasa lainnya. Di sisi lain, ternyata masih banyak perpustakaan perguruan tinggi yang tidak mempunyai pengalaman pada pemanfaatan komputer untuk kegiatan kerumahtanggaannya. Para pustakawan di perpustakaan perguruan tinggi ini diperkirakan masih banyak yang belum mempunyai pengetahuan yang memadai untuk bidang ini. Ironisnya, diduga masih ada diantara elit pengelola perpustakaan perguruan tinggi yang masih merasa alergi dengan teknologi informasi. Mereka secara konservatif bercolokol mempertahankan pola pengelolaan konvensional, dengan memunculkan berbagai alasan yang irrasional. Keadaan yang demikian menyebabkan pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi di perpustakaan perguruan tinggi, terasa berjalan sangat lambat, karena pustakawan merasa enggan bahkan mungkin tidak mampu berkomunikasi dengan baik dengan para profesional di bidang komputer, yang seharusnya menjadi mitra kerja yang dapat diajak bekerjasama untuk pengembangan sistem kerumahtanggaan perpustakaan yang berbasis teknologi informasi. Perpustakaan mengaplikasikan komputer untuk sistem kerumahtanggaannya dengan berbagai tujuan antara lain, untuk meningkatkan produktifitas dan efisiensi kerja, memperluas atau menambah jenis layanan baru yang tidak bisa dilakukan dengan sistem manual seperti silang layan (inter library loan) (Duval, 1992 : 249). ©2003 Digitized by USU digital library
2
Akan tetapi jika dikaji secara mendalam, tujuan penerapan komputer pada sistem kerumahtanggaan perpustakaan pada hakekatnya bermuara pada peningkatan kualitas layanan perpustakaan yang diharapkan bisa memberikan kepuasan kepada penggunanya. Untuk merealisasikan tujuan itu, mutlak diperlukan suatu perencanaan yang matang dan sistematis, karena banyak faktor yang perlu dipertimbangkan secara cermat sebelum suatu sistem diimplementasikan dan dioperasikan dengan mulus, termasuk pemahaman tentang konsep dasar sistem kerumahtanggaan perpustakaan, dan faktor pemilihan sistem. Tulisan ini mencoba menyajikan konsep dasar komponen sistem kerumahtanggaan perpustakaan, dan konsep dasar pemilihan sistem mencakup metode pemilihan perangkat komputer (software dan hardware). Tujuan yang diharapkan melalui tulisan ini ialah memberikan gambaran tentang beberapa pertimbangan dasar yang melatarbelakangi pemilihan sistem yang cocok atau sesuai dengan kondisi masing-masing perpustakaan, khususnya perpustakaan perguruan tinggi. Tulisan ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi upaya pemahaman yang berkaitan dengan pengembangan sistem kerumahtanggaan perpustakaan yang menggunakan komputer, baik bagi para pustakawan maupun pemerhati aplikasi komputer di perpustakaan. 2.Visi dan Penyusunan Rencana Strategis Ledakan informasi yang membanjiri seluruh aspek kehidupan manusia di abad ini, memunculkan berbagai tantangan baru bagi perpustakaan, khususnya perpustakaan perguruan tinggi. Untuk menangani ledakan informasi ini, guna pemenuhan kebutuhan penggguna, maka seharusnya terjadi pergeseran visi. Visi perpustakaan sebagai pengelola bahan pustaka, seharusnya bergeser menjadi penyedia informasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Perumusan visi perpustakaan ini, tentunya sangat dipengaruhi kondisi internal dan eksternal dari peruguruan tinggi induknya. Oleh karena itu, visi dari suatu perpustakaan perguruan tinggi dengan yang lainnya tentu dapat berbeda dengan yang lainnya. Visi perpustakaan perguruan tinggi sangat dipengaruhi kondisi lingkungan internalnya, salah satu diantaranya ialah kondisi dan kemampuan pengguna utama untuk memanfaatkan segala sumber dan fasilitas yang tersedia. Kemampuan pengguna perpustakaan perguruan tinggi yang pada saat ini telah mulai familier dengan komputer, dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk merevisi bahkan untuk mengubah visi perpustakaan. Selain itu, faktor eksternal juga turut berpengaruh kepada penentuan visi perpustakaan perguruan tinggi, salah satu diantaranya ialah perkembangan teknologi informasi yang telah dapat dipakai sebagai sarana dan alat untuk melakukan berbagai kegiatan rutin di perpustakaan, yang telah terbukti bisa memberi efisiensi dan efektivitas pada pengelolaan perpustakaan. Konsekuensi terhadap pergeseran visi tersebut, adalah perlu untuk menyelaraskan perencanaan perpustakaan dengan perencanaan kegiatan akademis, serta keharusan untuk menerapkan teknologi informasi pada berbagai kegiatan perpustakaan tertentu yang dipandang sangat urgen. Misi utama penerapan teknologi informasi adalah sebagai sarana untuk mencapai visi yang dimilikinya, dan bukan semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan manajemen operasional perpustakaan. Oleh karena itu penerapan teknologi informasi tersebut harus dilakukan dalam perencanaan yang matang, melalui perencanaan strategis perpustakaan. Rencana strategis penerapan teknologi informasi perlu disusun agar teknologi informasi tersebut dapat diselaraskan dengan rencana pengembangan perpustakaan sesuai visi yang telah dicanangkan. Rencana strategis tersebut sebaiknya mencakup penjabaran visi ke dalam misi untuk penerapan teknologi informasi; tujuan dan sasaran penerapan teknologi informasi; peluang dan ancaman, serta memperkirakan berbagai faktor eksternal lainnya yang bisa mendukung, dan mungkin mengancam penerapan teknologi informasi tersebut. Rencana strategis itu juga diharapkan dapat memprediksi ©2003 Digitized by USU digital library
3
kekuatan dan kelemahan dari faktor internal, yang bisa memperkuat dan mungkin melemahkan penerapan teknologi informasi tersebut di perpustakaan. Selanjutnya perlu disusun strategi untuk melaksanakan pengaplikasian teknologi informasi tersebut, perlu ditentukan apa yang menjadi ukuran keberhasilan dari penerapan teknologi informasi tersebut, dan bagaimana cara untuk mengevaluasinya. Secara teoritis, pelaksanakan suatu rencana strategis di perpustakaan, perlu memperhatikan berapa hal antara lain, apa yang menjadi maksud atau tujuan dari rencana strategis tersebut , untuk keperluan siapa perencanaan itu, bagaimana rencana strategis diimplementasikan, dan apakah model perencanaan strategis yang dipilih cocok atau sesuai dengan struktur organisasi yang ada ( Walster, 1995 : 47). Pernyataan ini menunjukkan bahwa perencanaan penerapan teknologi informasi di perpustakaan harus melihat kebutuhan. Kebutuhan akan penerapan teknologi informasi tersebut tentu harus memperhatikan ruang lingkup kegiatan rutin yang ada dalam sistem kerumahtanggan perpustakaan itu sendiri. 3. Penerapan Teknologi Informasi Pada Sistem Kerumahtanggaan Perpustakaan Perguruan Tinggi 3.1. Alasan Penerapan Tenologi Informasi Setiap perpustakaan mempunyai alasan tertentu untuk mengembangkan sistem kerumahtanggaannya, dari sistem manual menjadi sistem yang menggunakan komputer. Walaupun alasan- alasan tetrsebut ada yang bersifat spesifik untuk perpustakaan tertentu, tetapi biasanya terdapat beberapa alasan yang berlaku umum bagi semua perpustakaan. Salmon (1985 : 20) menyatakan ada sejumlah alasan yang valid untuk mengaplikasikan komputer (automasi) di perpustakaan, antara lain ialah untuk melakukan sesuatu yang lebih baik, lebih cepat atau lebih murah dibanding dengan sistem manual; atau untuk memberikan suatu pelayanan baru. Sejalan dengan pendapat itu, Duval dan Main (1992) menyatakan, dari berbagai alasan untuk melakukan automasi di perpustakaan, alasan berikut adalah yang paling sering dijumpai dan dikutip yaitu meningkatkan efisiensi pemrosesan (increased processing efficiency), memperbaiki layanan kepada pengguna (improved service to users), penghematan dan penekanan pembiayaan (saving money and containing cost), memperbaiki administrasi dan informasi manajemen (improved administrative and management information) sebagai jawaban atas kegagalan sistem manual dan sebagai suatu basis untuk melakukan reorganisasi. Satu hal menarik dari alasan di atas ialah perbaikan administrasi dan informasi manajemen. Hal ini dipandang sangat penting karena kegagalan perpustakaan termasuk perpustakaan perguruan tinggi untuk melakukan fungsinya ialah karena tidak didukung oleh administrasi dan informasi manajemen yang baik. Sistem perpustakaan yang berbasis komputer akan dapat dengan mudah menghasilkan berbagai jenis statistik berkenaan dengan kegiatan perpustakaan. Misalnya statistik sirkulasi, pengatalogan, pengadaan dan sebagainya. Ketersediaan informasi pada sistem yang berbasis komputer, akan mengakibatkan pengambilan keputusan manajemen yang cenderung akurat, efisien dan efektif. 3.2. Sitem Kerumahtanggaan Perpustakaan Kerumahtanggaan perpustakaan (library housekeeping) adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan kegiatan rutin sehari-hari perpustakaan. Rowley (1993 : 7) menyatakan bahwa penggunaan komputer dalam kerumahtanggaan perpustakaan mencakup pada pemesanan dan pengadaan (ordering and acquisitions), pengatalogan (cataloguing), pengawasan sirkulasi (circulation control), pengawasan serial (serials control) dan manajemen statistik koleksi (collection of management statistics). Semua kegiatan rutin kerumahtanggaan perpustakaan ditujukan untuk mengontrol koleksi suatu perpustakaan, mulai dari kegiatan pengadaan, pengatalogan ©2003 Digitized by USU digital library
4
sampai kepada kegiatan sirkulasi. Gambaran umum rutinitas kerumahtanggaan perpustakaan mencakup sejumlah pekerjaan sebagai berikut : (a) Pengadaan (acquisitions) yaitu mencakup seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pengadaan bahan pustaka, baik yang dilakukan melalui pembelian, pertukaran, maupun berupa hadiah. Kegiatan pengecekan bibliografi yang dilakukan sebelum pemesanan dan penerimaan bahan pustaka termasuk di dalamnya. Kegiatan lain yang juga termasuk ke dalamnya, adalah mencakup pemrosesan dan pemeliharaan administrasi atau arsip yang berhubungan dengan pengadaan tersebut.
(b) Pengatalogan (cataloguing) yaitu seluruh kegiatan yang dilakukan untuk mempersiapkan cantuman (record) bibliografi, dengan tujuan untuk menghasilkan katalog yang digunakan sebagai sarana temu kembali koleksi perpustakaan. Katalog tersebut dapat berbentuk kartu ataupun dalam bentuk online (OPAC).
(c) Pengawasan sirkulasi (circulation control) yaitu seluruh kegiatan yang berhubungan
dengan transaksi peminjaman dan pengembalian bahan pustaka. Kegiatan ini mencakup pencatatan peminjaman dan pengembalian koleksi yang biasanya untuk penggunaan di luar perpustakaan. Dengan kata lain, kegiatan ini berhubungan dengan pengontrolan peredaran koleksi perpustakaan. (d) Pengawasan Serial (serials control) yaitu seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan pesanan, penerimaan dokumen, akses terhadap koleksi serial, pengajuan tuntutan (claim), peminjaman dan penjilidan terbitan berkala atau serial. (e) Katalog Online (online public access catalogue) atau OPAC yaitu penyediaan fasilitas temu kembali koleksi perpustakaan melalui terminal komputer untuk digunakan oleh pengguna perpustakaan.
(f) Statistik yaitu pencatatan kuantitas pekerjaaan yang mencakup jumlah perolehan
bahan pustaka, jumlah pengolahan bahan pustaka, jumlah anggota perpustakaan, jumlah pengunjung, jumlah peminjam, jumlah bahan pustakan yang dipinjamkan kepada pengguna, keterlambatan pengembalian dan sebagainya. Sistem kerumahtanggaan perpustakaan mengumpulkan dan mengolah data ini untuk keperluan informasi manajemen dan pelaporan.
3.3. Kebutuhan Sistem Automasi Pada sistem kerumahtanggan perpustakaan yang manual, semua pekerjaan dalam setiap kegiatan dilakukan hanya dengan menggunakan kemampuan manusia. Pekerjaan rutinitas yang sering dilakukan secara berulang- ulang, biasanya akan menimbulkan kejemuan bagi pelaksananya. Kemampuan tenaga manusia untuk melakukan dan meningkatkan frekuensi pekerjaan sangatlah terbatas, padahal pada kondisi tertentu ada kalanya suatu pekerjaan harus diselesaikan dengan waktu yang cepat dan akurat. Keterbatasan untuk menangani atau melakukan berbagai kegiatan juga sering terjadi dialami oleh perpustakaan. Keadaan ini memicu munculnya keinginan untuk mengautomasikan sejumlah kegiatan di perpustakaan. Pernyataan kebutuhan sistem dinyatakan dalam bentuk spesifikasi dan rincian kebutuhan. Ada yang memula dari rincian kebutuhan hanya untuk bagian atau unit tertentu. Artinya, hanya bagian atau unit tertentu yang dianggap mendesak yang akan diautomasi. Dengan demikian, kebutuhan sistem automasi itu, hanyalah untuk modul sistem tertentu (modular systems). Ada kalanya perpustakaan berkeinginan unt uk mengautomasikan seluruh kerumahtangaannya. Pengelola perpustakaan memerinci kebutuhan sistem untuk semua bagian atau unit kegiatan yang ada. Untuk itu diperlukan sistem automasi yang mampu mengakomodir seluruh kegiatan yang ada pada kerumahtanggaan perpustakaan (total systems).
©2003 Digitized by USU digital library
5
Kegiatan kerumahtanggaan perpustakaan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terpadu. Data bilbliografi yang tercatat pada bagian pengadaan misalnya, umumnya akan dicatat pula pada bagian pengolahan, dan data yang sama juga mungkin akan dicatat pula pada bagian sirkulasi. Melihat rangkaian kegaiatan ini, dapat diperkirakan bahwa sistem perpustakaan yang terintegrasi (integrated library systems) menjadi primadona sistem yang dibutuhkanan perpustakaan. Sistem yang terintegrasi adalah sistem perpustakaan yang mengintegrasikan antara satu modul dengan modul yang lainnya. Dengan sistem yang terintegrasi tersebut, masing-masing bagian atau unit pada kerumahtanggan perpustakaan akan dapat saling memanfaatkan data bibliografis (sharing), yang tentunya akan menghasilkan efisiensi yang tinggi. Duplikasi pencatatan data bibliografis yang sama akan terhindar pada kegiatan tertentu. Proses pelaksanaan kegiatan akan berlangsung lebih cepat, dan kinerjanya akan lebih akurat. Dengan demikian, pernyataan kebutuhan sistem akan ditindak lanjuti dengan cara pemilihan sistem. Pemilihan sistem tentu berhubungan dengan kebutuhan sistem yang dinyatakan oleh masing-masing perpustakaan. 4. Pemilihan Sistem Automasi Kerumahtanggaan Perpustakaan Proses pemilihan sistem adalah salah satu faktor penting yang harus dilalui dalam usaha mengembangkan sistem kerumahtanggaan perpustakaan yang berbasis komputer. Secara teoritis, faktor tersebut dapat dilakukan dengan mengacu kepada berbagai metode pengembangan sistem kerumahtanggaan perpustakaan yang berbasis komputer. Hal itu sering disebut dengan istilah metode automasi perpustakaan, dan pemilihan perangkat komputer baik perangkat lunak (software) maupun perangkat keras (hardware) 4.1. Medote Automasi Perpustakaan Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa penggunaan komputer atau automasi perpustakaan pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan perpustakaan kepada para penggunanya. Untuk mencapai tujuan itu perpustakaan dapat menggunakan beberapa metode atau cara. Berdasarkan cara pengembangannya, Corbin (1985 : 9- 14) membagi metode automasi perpustakaan atas 4 (empat), yaitu membeli sistem turnkey (turnkey systems), mengadaptasi sistem (adapted systems), mengembangkan sistem lokal (locally development systems), dan menggunakan sistem bersama (shared systems).
(a) Membeli sistem turnkey
Sistem turnkey adalah suatu sistem komputer yang sudah dirancang, diprogram, diuji dan kemudian dijual oleh perusahaan (vendor atau supllier) kepada perpustakaan dalam keadaan siap untuk dipasang dan dioperasikan. Sistem ini merupakan suatu paket jadi. Biasanya vendor juga menyiapkan dokumentasi yang perlu, seperti pedoman untuk para pengguna. Ada kalanya vendor mengikutkan pada kontrak untuk pemasangan dan pemeliharaan sistem, serta penyelenggaraan pelatihan pengoperasian sistem tersebut untuk para staf perpustakaan. Sedangkan vendor lain hanya menyiapkan atau menjual software aplikasinya saja, dan perpustakaan sendiri yang bertanggungjawab untuk menyiapkan hardware- nya. Mengembangkan sistem automasi perpustakaan dengan cara turnkey mempunyai beberapa keuntungan diantaranya, sistem turnkey dapat dipasang di perpustakaan dalam tenggang waktu yang relatif singkat karena sistem tersebut merupakan paket jadi ; biaya desain, pemrograman dan pengujian dapat dihindarkan; spesialis sistem dan komputer biasanya disediakan pada saat instalasi dan pelatihan pengoperasian; dan staf tidak harus berlatarbelakang pendidikan komputer. Pada sisi lain, sistem turnkey juga mempunyai kelemahan anatara lain, beberapa ciri sistem turnkey tidak sesuai dengan keinginan atau kebutuhan perpustakaan, karena sistem ©2003 Digitized by USU digital library
6
tersebut dirancang dan diprogram untuk mengakomodasi kebutuhan perpustakaan secara umum. Kelemahan lainnya, disamping harganya mahal, beberapa sistem turnkey tidak fleksibel dalam pengertian bahwa tidak dapat dirubah setelah dipasang.
(b) Mengadaptasi sistem
Perpustakaan dapat juga membangun dan mengembangkan automasinya dengan cara mengadaptasi sistem melalui kerjasama jaringan. Sistem jaringan adalah suatu sistem yang dirancang, diprogram dan digunakan secara bersama oleh beberapa perpustakaan, karena itu sistem tersebut dinamakan juga sistem kooperatif. Perpustakaan yang menjadi anggota jaringan biasanya membayar sejumlah biaya kepada pengelola pusat jaringan sesuai kesepakatan bersama, menyangkut persyaratan anggota, hak dan kewajiban, serta jenis layanan yang digunakan secara bersama. Seperti pada sistem turnkey, instalasi sistem jaringan dapat dilakukan dalam waktu yang singkat, karena beberapa kegiatan yang cukup rumit seperti merancang, memrogram, dan sebagainya adalah tanggung jawab dari pengelola pusat jaringan. Perpustakaan yang menjadi anggota jaringan tidak harus memliki tenaga ahli komputer, karena tenaga ahli cukup disedia kan oleh pengelola jaringan. Selain itu, pendidikan dan pelatihan staf untuk mengelola dan mengoperasikan sistem tersenut biasanya dilakukan dan dikoordinasikan oleh pengelola pusat jaringan. Kelemahan dari pengembangan sistem ini ialah bahwa kebutuhan perpustakaan sebagai pengguna sistem dan anggota jaringan dapat berbeda, sehingga sistem sulit mengakomodasi semua kebutuhan tersebut. Kelemahan lain ialah bahwa perpustakaan anggota jaringan kurang leluasa mengembangkan sistem karena hak mereka dibatasi oleh aturan kerja sama. (c ) Mengembangkan Sistem Lokal Perpustakaan dapat juga membangun sistem automasinya dengan mengembangkan sistem lokal, yang sering disebut “in-house developed system”. Sistem lokal adalah sistem komputer yang dirancang, diprogram dan diuji oleh perpustakaan pembuatnya. Salah satu contoh sistem lokal di Perpustakaan Perguruan Tinggi di Indonesia ialah SPEKTRA di Perpustakaan Universitas Petra Surabaya.. Keuntungan dari sitem lokal, bahwa sistem dirancang dan diprogram sesuai kebutuhan atau keinginan perpustakaan. Kelemahannya, pengembangan sistem lokal membutuhkan biaya yang mahal untuk mencari atau memiliki tenaga ahli komputer. Kelemahan lainnya, membutuhkan waktu yang lama agar dapat beroperasi, karena pembuatannya biasanyan dimulai dari desain, pemrograman, pengujian sampai kepada penginstalan sistem.
(d) Menggunakan Bersama Sistem dari Perpustakaan Lain
Metode atau cara lain yang dapat dipilih oleh perpustakaan dalam rangka membangun dan mengembangkan sistem automasinya, adalah menggunakan bersama sistem dari perpustakaan lain. Dengan metode ini, perpustakaan bisa menekan biaya dan kegiatan merancang, memrogram dan menguji sistem yang biasanya membutuhkan biaya dan waktu yang banyak, karena kegiatan-kegiatan tersebut sudah dilakukan oleh perpustakaan asal sistem tersebut. Cara ini banyak dilakukan oleh perpustakaan di Indonesia, khususnya perpustakaan perguruan tinggi. Misalnya dengan menggunakan secara bersama sistem SIPISIS yang dirancang bangun oleh Perpustakaan IPB Bogor. Kelemahan yang harus diperhitungkan oleh perpustakaan bila menggunakan metode ini ialah, adanya perbedaan kebijakan antara perpustakaan asal pemilik sistem dengan perpustakaan yang mau menggunakan sistem tersebut. Selain hal itu, ©2003 Digitized by USU digital library
7
perpustakaan yang menggunakan met ode ini harus memiliki tenaga ahli komputer untuk mengadaptasi software aplikasi tersebut dan kemudian menginstalnya. 4.2. Memilih Perangkat Komputer Dewasa ini ada keinginan dari bebrbagai perpustakaan tertentu dalam rangkan membangun dan mengembangkan automasinya dengan cara membeli sistem turnkey, karena disamping lebih praktis, sejumlah perangkat lunak (software) khusus untuk kerumahtanggaan perpustakaan sudah semakin mudah ditemukan di pasar komersial seperti VTLS, Dynix dan sebagainya. Akan tetapi sebelum membeli sistem turnkey, perlu dilakukan analisis terhadap sistem tersebut dengan melihat berbagai faktor atau kriteria yang menjadi bahan pertimbangan, agar dikemudian hari tidak terjadi kegagalan dalam pengoperasiannya, sebagaimana pernah dialamai oleh sejumlah perpustakaan perguruan tinggi yang dikoordinasi oleh UKKP pada tahun 1990- an Berkenaan dengan penggunaan sistem turnkey, beberapa faktor atau kriteria yang harus dipertimbangkan oleh perpustakaan dalam pemilihan perangkat komputer, baik software maupun hardware hendaknya dikaji secara mendalam. 4.2.1. Pemilihan Perangkat Lunak (Software ) Untuk memilih software, banyak faktor dan kriteria yang harus dipertimbangkan oleh perpustakaan. Faktor dan kriteria tersebut bisa diidentifikasi melalui berbagai acuan tertentu. Tedd (1993 : 101-102) mengemukakan sejumlah pokok pikiran yang bisa digunakan sebagai acuan bagi perpustakaan dalam mengidentifikasi, mengevaluasi dan memilih software jadi yang cocok untuk kegiatan kerumahtanggaan perpustakaan. Pokok pikiran tersebut dikelompokkannya atas 4 (empat) kategori atau faktor sebagai berikut :
(a) Faktor Umum
Ada sejumlah faktor umum yang perlu dipertimbangkan dalam memilih software antara lain pengalaman perpustakaan lain yang pernah menggunakan software tersebut. Untuk ini perlu dilakukan kunjungan ke perpustakaan yang telah menggunakannya kemudian melakukan diskusi dan studi mendalam tentang cara kerja dan peralatan sistem tersebut. Jika ini tidak dapat dilakukan kerena lokasi yang berjauhan, maka dapat dilakukan melalui komunikasi lain seperti surat menyurat untuk mengetahui keberadaan software tersebut. Pengalaman perpustakaan lain yang telah menggunakan software yang akan dibeli tersebut jauh lebih penting, dari pada pengalaman yang dikemukakan oleh vendor atau supplier, sebap apa yang dikemukakan vendor atau supplier biasanya banyak berimplikasi kepada konsep pemasaran yaitu promosi terhadap produknya. Faktor umum lainnya yang perlu diketahui ialah reputasi dari badan atau organisasi yang menulis atau memproduksi software tersebut. Sistem turnkey atau paket jadi biasanya ditulis atau diproduksi oleh bermacam-macam organisasi seperti perpustakaan, perusahaan komputer, lembaga penelitian dan sebagainya. Faktor ini perlu dijadikan sebagai bahan pertimbangan, karena menyangkut reputasi dalam memproduksi software tersebut, karena hal ini menyangkut kepada kualitas produk.
(b) Faktor Teknis
Ada beberapa faktor teknis yang perlu diperhatikan dalam memilih software, yaitu (1) apakah software tesebut dapat melakukan sejumlah fungsi yang diperlukan dalam waktu yang tepat, (2) apakah software tersebut dapat dijalankan pada hardware yang tersedia, (3) apakah software tersebut dapat dijalankan pada sistem operasi (operating systems) yang tersedia, (4) batasan data, berapa jumlah records, besaran file, jumlah fields, besaran fields, besaran records dan sebagainya, (5)
©2003 Digitized by USU digital library
8
bagaimana kemudahan menggunakan software tersebut, dan (6) faktor bahasa atau komunikasi yang digunakan dalam software. Kemampuan sistem untuk melakukan sejumlah fungsi yang diperlukan pada waktu yang tepat, perlu dievaluasi. Untuk mengetahui sejumlah fungsi yang bisa dijalankan oleh suatu sistem, dan untuk mengetahui kemampuan fungsional dan kelengkapan antarmukanya (interface), maka setiap modul yang ada pada sistem dapat dievaluasi dengan menggunakan checklist yang dianggap standar untuk tipe perpustakaan tertentu. Hasil evaluasi tersebut dapat dijadikan sebagai acuan untuk memilih apakah sistem tersebut sesuai dengan kebutuhan. (c ) Faktor Pendukung Selanjutnya, beberapa faktor pendukung yang perlu diketahui dan dievaluasi dalam memilih software, antara lain menyangkut dokumentasi untuk pedoman instalasi, petunjuk pengoperasian, pemeliharaan dan sebagainya. Selain itu perlu diketahui, apakah vendor menyediakan bantuan untuk memasang software, pelatihan dan modifikasi sistem (upgrades) sesuai perkembangan teknologi komputer, misalnya jika muncul versi baru dari software tersebut. Perlu juga diketahui apakah ada orgnisasi pengguna (user group) untuk software tersebut. Biasanya software yang baik, memunculkan user group sebagai wadah tukar menukar pengalaman menggunakannya. Biasanya user group ini menerbitkan newsletter secara berkala, dan ada kalanya menyelenggarakan seminar dan kegiatan lainnya.
(d) Faktor Biaya
Faktor penting yang menjadi pertimbangan ialah harga dari software yang akan dibeli. Mahal atau murahnya harga suatu software harus dipertimbangkan dengan fasilitas yang tersedia di dalamnya. Semakin lengkap fasilitasnya tentu harganyapun cenderung semakin mahal. Untuk itu perlu dilakukan perhitungan yang cermat sesuai dengan kemampuan anggaran perpustakaan.
(e) Faktor Hukum
Salah satu faktor yang tidak boleh diabaikan dalam memilih dan membeli software ialah faktor hukum. Hal penting yang pelu diketahui dalam faktor hukum ini ialah mencakup ada tidaknya jaminan dalam pembelian software tersebut. Biasanya jaminan dalam membeli software selalu ada, akan tetapi tenggang waktu jaminan tersebut dapat berbeda antara satu dengan yang lain. Berkenan dengan jaminan ini, hal lain yang perlu diperhatikan ialah pengesahan kontrak, baik kontrak pembelian sistem dan kontrak pemeliharaan sistem. 4.2.2. Pemilihan Hardware Pendekatan yang paling penting dilakukan dalam memilih hardware ialah mengumpulkan berbagai informasi berkenaan dengan software yang akan dijalankan. Ada keterkaitan antara software dengan hardware. Adakalanya suatu software memerlukan spesifikasi hardware tertentu, misalnya menyangkut versi processor, RAM, topologi jaringan dan sebagainya. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam memilih hardware, selain kualitas barang, juga faktor ketersediaan suku cadang. Oleh karena itu, sebaiknya pihak perpustakaan melakukan konsultasi dengan staf pusat komputer yang ada di perguruan tinggi, sebelum melakukan penawaran atau transaksi pembelian. 5. Kesimpulan Penerapan teknologi informasi pada sistem kerumahtanggaan perpustakaan perguruan tinggi dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas layanan kepada penggunanya. Penerapan teknologi informasi tersebut adalah berupa penggunaan komputer pada berbagai kegiatan rutin perpustakaan, yang biasa disebut automasi ©2003 Digitized by USU digital library
9
perpustakaan. Melakukan automasi perpustakaan memerlukan suatu perencanaan yang sistematis, karena selain mahal banyak faktor yang sangat rumit yang harus dievaluasi dan dianalisis secara cermat. Penilaian merupakan salah satu upaya awal dalam rangka melakukan pemilihan sistem automasi yang sesuai dengan kebutuhan, kondisi dan lingkungan perpustakaan. Dalam rangka penilaian dan pemilihan software dan hardware yang dibutuhkan, sebaiknya perpustakaan perguruan tinggi melibatkan ahli komputer dari pusat komputer atau dari program studi komputer yang ada. Daftar Bacaan : Corbin, John. Managing the Library Automation Project, Oryx Press, Canada, 1985 Duval, Beverly K ; Main, Linda. Automated Library Systems : a Librarian’s Guide and Teaching Manual, Meckler, London, 1992. Keen, Peter G.W. Every Managers Guide to Information Technoloy, Harvard Business School, Boston, 1995. Longley, Dennis ; Shain, Michael. Dictionary of Information Techonology, Macmillan, London, 1993. Rowley, Jennifer E. Computers for Libraries, Clive Bingley, New York, 1993. Salmon, Stephen R. Library Automation Systems, Marcel Dekker, New York, 1985 Siddiqui, Moid A. “The Use of Information Technology in Academic Librabries in Saudi Arabia”. Journal of Librarianship and Information Science, 29 (4) 1997 : 195204 Tedd, Lucy A. An Introduction to Computer-based Library Systems, 3rd ed. John Wiley & Sons, 1993. Walster, Dian. “Planning for Technology”. Journal of Library Administration, 22 (1), 1995 : 39 - 50. Zhou, J.Z. “The Development of Library and Information Technologies in Southeast Asia”. Information Technology and Libraries, 16 (1), 1997 : 20 - 26.
Penulis: Jonner Hasugian Dosen Program Studi Ilmu Perpustakaan Fakultas Sastra USU Medan S1 USU S2 UI Jakarta
©2003 Digitized by USU digital library
10