BAB II KAJIAN TEORI A.
Konsep Pengawasan Secara konseptual dan filosofis, pentingnya pengawasan berangkat dari
kenyataan bahwa manusia sebagai penyelenggara operasional organisasi merupakan mahluk yang tidak sempurna. Secara internal, manusia memiliki keterbatasan, baik dalam hal interpretasi makna suatu rencana, kemampuan, pengetahuan maupun keterampilan. Artinya, dengan itikad yang paling baik, dedikasi dan loyalitas yang tinggi dan pengerahan kemampuan mental dan fisik sekalipun, penyelenggara kegiatan dan operasioal dapat saja melakukan kesalahan. Dalam konteks demikian, pengawasan mutlak diperlukan. Sebagaimana Winardi (2000:165) mengemukakan bahwa Pengawasan akan menentukan kemajuan bagaimana telah dicapai dalam hal menuju ke arah sasaran-sasaran. Farland (dalam Simbolon, 2004:61), memberikan batasan mengenai pengawasan (control) sebagai berikut : “control is the process by which an executive gets the performance of his subordinate to correspond as closely as possible to chosen plans, orders objective, or policy.” Pengawasan adalah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, kebijakan yang telah ditentukan). Pengawasan harus berpedoman pada beberapa hal, yakni rencana (planning) yang telah ditentukan; perintah (orders) terhadap pelaksanaan pekerjaan (performance); tujuan serta kebijakan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam kaitan ini, Winardi (1982:19), juga mengemukankan bahwa pengawasan (controling) 8
2
mengusahakan agar aktivitas-aktivitas sesuatu perusahaan tetap berada dalam saluran-saluran yang tepat. Siagian (2004:258), mengemukakan bahwa pengawasan sebagai keseuruhan upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional guna menjamin bahwa berbagai kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Beberapa pendapat tersebut mendukung makna bahwa pengawasan diselenggarakan dalam waktu operasional sedang berlangsung, yang berarti bahwa orientasi waktu pengawasan adalah sekarang, sasaran pengawasan terbatas pada aspek keterkaitan dengan rencana. Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dikemukakan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengawasan adalah upaya sistematis (terutama oleh pimpinan) untuk meminimalisasi berbagai penyimpangan atas rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengawasan baik yang dikakukan secara langsung maupun tak langsung memungkinkan pimpinan untuk sekaligus melakukan penilaian terhadap kinerja pegawai. Control secara harfiah dapat diartikan Pengawasan atau sekarang banyak yang menyebutkannya dengan istilah Pengendalian. Fungsi controlling ini meliputi juga penelitian, mengawasi berjalan dan dilaksanakannya rencana, memberikan pandangan berdasarkan standar yang ditentukan.
Menurut Mochtar Effendy (2000: 115-116) bahwa control adalah :
2
3
Seluruh kegiatan mulai dari penelitian serta pengamatan yang teliti terhadap berjalannya rencana dengan menggunakan rencana yang ada serta standar yang ditentukan serta memberikan dan mengoreksi penyimpangan rencana dan standar serta penilaian terhadap hasil pekerjaan yang diperbandingkan dengan masukan yang ada dengan pengeluaran yang dihasilkan.
Pengawasan merupakan penemuan dan penerapan cara serta peralatan untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan yang ditetapkan serta pengawasan sendiri dapat bersifat positif atau negatif. Hakikat pengawasan adalah mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugastugas organisasi. Pengawasan positif mencoba untuk mengetahui apakah tujuan organisasi dicapai dengan efisien dan efektif, sedangkan pengawasan negatif mencoba untuk menjamin bahwa kegiatan yang tidak diinginkan atau dibutuhkan tidak lagi terjadi atau terulang kembali. Jika kita teliti menurut prosesnya maka control itu terdiri dari kegiatan sebagai berikut : 1. Menentukan standar sebagai ukuran untuk pengawasan 2. Pengukuran dan pengamatan terhadap berjalannya operasi berdasarkan rencana yang ditentukan 3. Penafsiran dan pembandingan hasil yang ada dengan standar yang diminta
4
4. Melakukan tindakan koreksi terhadap penyimpangan 5. Pembandingan hasil akhir dengan masukan (input) yang telah terjadi. Dalam melaksanakan proses pengawasan kita harus menentukan standar yang menjadi ukuran dan pola yang akan dilaksanakan, standar itu harus jelas, logis, wajar, tidak muluk, objektif, dapat dikerjakan dengan keadaan objektif serta input yang tersedia. Dapatlah dipahami bahwa setiap pemimpim berkeinginan untuk memiliki sistem pengendalian yang memadai dan efektif guna membantu untuk mendapatkan kepastian, bahwa kegiatan yang dijalankan dalam organisasi itu berjalan sesuai dengan rencana. Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan keinginan maka pengawasan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Pengawasan harus disesuaikan dengan perencanaan. 2. Harus sesuai dan cocok dengan individu manajer dan kepribadiaannya. 3. Harus dapat menunjukan pengecualian (penyimpangan) pada titik-titik yang kritis. 4. Harus bersifat objektif. 4. Harus mudah disesuaikan. 5. Harus cocok dengan suasana organisasi. 6. Harus murah dan ekonomis. 7. Harus dapat menghasilkan diambilnya tindakan korektif.(Koontz, dkk, 1993: 209) 4
5
Dalam menjalankan proses pengawasan ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh sesorang yang melakukan kegiatan pengawasan diantara hal-hal tersebut adalah menyangkut masalah tipe-tipe pengawasan.
Pengawasan pendahuluan sering disebut Steering Controls yaitu pengawasan yang
dirancang
untuk
mengantisipasi
masalah-masalah
atau
penyimpanganpenyimpangan dari standar atau tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum sesuatu tahap kegiatan tertentu dilaksanakan. Pendekatan pengawasan ini lebih aktif dan agresif dengan mendeteksi masalah-masalah dan mengambil tindakan yang diperlukan sebelum sesuatu masalah terjadi. Pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan sering disebut Sceening Control. Tipe pengawasan ini merupakan proses dimana aspek tertentu dari suatu proses harus disetujui dulu sebelum melanjutkan kegiatan yang lain. Pengawasan umpan balik dikenal dengan istilah Pastaction Controls yaitu mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Pengawasan ini bersifat histories, pengukuran dilakukan setelah kegiatan terjadi. Dalam lingkungan aparatur Pemerintah, sesuai dengan Instruksi Presiden No.15 Tahun 1983, pengawasan bertujuan mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan. Adapun sasarannya adalah: a.
Agar pelaksanaan tugas umum pemerintah dilakukan secara tertib
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku serta berdasarkan sendi-
6
sendi kewajaran penyelenggaraaan pemerintahan agar tercapai daya guna, hasil guna dan tepat guna yang sebaik-bainya. b.
Agar pelaksanaan pembangunan dilakukan sesuai dengan rencana
dan program pemerintah serta peraturan perundangan yang berlaku sehingga tercapai sasaran yang ditetapkan. c.
Agar hasil-hasil pembangunan dapat dinilai seberapa jauh tercapai
untuk memberi umpan balik berupa pendapat, kesimpulan dan saran terhadap kebijaksanaan, perencanaan, pembina dan pelaksanaan tugas umum pemerintah dan pembangunan. d.
Agar sejauh mungkin mencegah terjadinya pemborosan, kebocoran
dan penyimpangan dalam penggunaan wewenang, tenaga, uang dan perlengkapan milik negara, sehingga dapat terbina aparatur yang tertib, bersih, berwibawa, berhasil guna dan berdaya guna. Menurut Lembaga Administrasi Negara dalam merancang sistem pengawasan harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Kesesuaian dengan Sifat dan kebutuhan Kegiatan Sistim pengawasan harus mencerminkan atau harus sesuai dengan sifat pekerjaan yang diawasi. Pengawasan terhadap proyek fisik, misalnya tidak dapat disamakan dengan pengawasan terhadap proyek sosial. b.
Menghasilkan Umpan Balik Sistem pengawasan harus memungkinkan adanya umpan balik, yaitu
informasi untuk keperluan tindak lanjut. 6
7
c. Efisiensi dan Efektifitas Sistem pengawasan harus secara mudah, cepat dan tepat memberikan gambaran tentang keseluruhan kegiatan tujuan dan pelaksanaan rencana. Untuk itu perlu pemilihan titik strateginya. d. Ekonomis Nilai hasil (output) pengawasan haruslah seimbang dengan biaya atau pengorbanan yang dikeluarkan untuk melaksanakan pengawasan itu. Bagaiamanapun pengawasan merupakan cost item juga. e. Fleksibilitas Sistem pengawasan hendaknya mudah dilaksanakan dan apabila perlu dapat disesuaikan dengan perkembangan keadaan. f. Keseuaian dengan Pola Organiasasi Sistem pengawasan hendaknya sejalan dengan pola-pola organisasi yang ada; misalnya perlu memperhatikan sistem pendelegasian wewenang, pembagian tugas dan sebagainya. g. Dapat Dipahami dengan Mudah Sistem pengawasan harus mudah dipahami oleh mereka ysng menggunakan, yaitu pengawas dan yang diawasi maupun pimpinan yang akan menggunakan pengawasan untuk pengambilan keputusan. h. Menjamin Tindakan Korektif Pengawasan harus bermanfaat, yang berarti bahwa sistem pengawasan harus dapat menjain adanya tindakan-tindakan korektif. Oleh karena itu,
8
misalnya pelaporan yang merupakan sarana pengawasan tidak hanya memuat apa yang salah, tetapi juga sebab-sebab atau faktor-faktor yang mempengaruhi serta saran saran pemecahannya. i.
Mengembangkan Pengawasan Diri Sendiri (Self-control) Sistem
pengawasan
hendaknya
memungkinkan
pengembangan
pengawasan diri sendiri (Self-control) dari pelaksanaan. Ini bararti mengembangkan rasa tanggung jawab para pelaksana kegiatan. Dengan demikian budaya pengawasan akan demikian berkembang sesuai dengan hakikat pengawasan itu sendiri. j.
Mengembangkan Pengawasan Secara Pribadi (Personal Control) dari
Pimpinan Hendaknya
sistem
pengawasan
memungkinkan
pengembangan
pengawasan secara pribadi (personal) dari pimpinan terhadap bawahan mereka. Ini perlu sekali dalam pengawasan terhadap bawahan langsung (direct-subordinate). Pimpinan langsung (direct-supervisor) sudah seharusnya paling banyak mengetahui pelaksaaan pekerjaan bawahannya. Oleh karena itu pembimbingan sebagai fungsi pimpinan dalam rangka pembinaan terhadap bawahan sangatlah penting. k. Memperhatikan Faktor Manusia Walaupun prinsip pengawasan bukan mencari siapa yang salah, namun perlu memperhatikan faktor manusia. Hal ini penting karena pada umumnya orang tidak begitu senang diawasi. Di samping itu dalam kenyataannya sering 8
9
terjadi pejabat yang mengawasi lebih rendah jabatannya dari pejabat yang diawasi. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pengawasan perlu digunakan pendekatan secara manusiawi.
B. Pengawasan Melekat Pengawasan adalah salah satu dari fungsi manajemen yang merupakan landasan fungsional setiap pejabat negara untuk menempati posisi pimpinan dari tingkat tertinggi sampai tingkat yang terendah. Berdasarkan landasan fungsional yang seperti itu berarti bahwa kewenangan pengawasan berada pada pejabat pimpinan, baik pejabat pimpinan struktural sebagai atasan terhadap bawahan, maupun pejabat pimpinan sesuai dengan bidang tugas (substansi) yang dipimpinnya. Pengawasan pada hakekatnya melekat pada jabatan pemimpin sebagai pelaksana fungsi manajemen, disamping keharusan melaksanakan fungsi perencanaan dan fungsi pelaksanaan. Dalam melaksanakan fungsi-fungsinya tersebut harus ada kerja sama antara pimpinan dan bawahan. Situmorang (dalam Nawawi, 2006: 322) mengatakan bahwa pengawasan melekat yaitu berupa tindakan atau kegiatan usaha untuk mengawasi dan mengendalikan anak buah secara langsung, yang harus dilakukan sendiri oleh setiap pimpinan organisasi yang bagaimanapun juga. Menurut Nawawi (2006: 322) pengawasan melekat yaitu suatu proses pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi yang dilakukan secara berdaya dan berhasil guna oleh pimpinan unit/organisasi kerja terhadap fungsi semua komponen untuk
10
mewujudkan kerja di lingkungan masing-masing agar secara terus menerus berfungsi secara maksimal dalam melaksanakan tugas pokok yang terarah pada pencapaian tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Menurut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1989 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan, Pengawasan melekat (Waskat) adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus menerus dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya, secara preventif atau represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menentukan kualitas pengawasan melekat Menurut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1989 ada dua hal yaitu: 1) Susunan dari sistem pengendalian manajemen. 2) Pelaksanaan dari sistem pengendalian manajemen tersebut. Pengawasan melekat merupakan salah satu fungsi manajemen yang harus dilakukan oleh setiap atasan sebagai pimpinan, disamping perencanaan dan pelaksanaan untuk itu pengawasan melekat bukanlah suatu hal yang rumit, melainkan merupakan disiplin diri yang harus ditumbuhkan pada setiap atasan untuk melakukannya. Pengawasan melekat sebagai salah satu kegiatan pengawasan, merupakan tugas dan tanggung jawab setiap pimpinan untuk menyelenggarakan manajemen atau administrasi yang efektif dan efisien di lingkungan organisasi atau unit kerja masingmasing, baik di bidang pemerintahan maupun swasta. Peningkatan fungsi 10
11
pengawasan melekat di lingkungan aparatur pemerintah bertolak dari motivasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan, dengan cara sedini mungkin mencegah terjadinya kekurangan dan kesalahan dalam merencanakan dan melaksanakan tugas-tugas di lingkungan organisasi atau unit kerja masing-masing. Pelaksanaan pengawasan melekat yang demikian tersebut dapat mengurangi dan mencegah secara dini terjadinya berbagai kelemahan dan kekurangan aparatur pemerintah dalam melaksanakan tugas pokok masing-masing. (Anonim, Pengawasan Melekat. (Online) Diakses tanggal 4 Januari 2012). Adapun pedoman pelaksanaan pengawasan melekat mengaju pada Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1989 adalah sebagai berikut: a.a.1.
Pengawasan melekat adalah serangkaian kegiatan yang
bersifat sebagai pengendalian yang terus menerus, dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya, secara preventif atau represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. a.a.2.
Tujuan Pengawasan melekat yaitu terciptanya kondisi
yang mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan, kebijaksanaan, rencana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang dilakukan oleh atasan langsung. a.a.3.
Sasaran Pengawasan Melekat, adalah :
12
a.
Meningkatkan disiplin serta prestasi kerja dan pencapaian sasaran
pelaksanaan tugas; b.
Menekan hingga sekecil mungkin penyalahgunaan wewenang;
c.
Menekan hingga sekecil mungkin kebocoran serta pemborosan
keuangan Negara dan segala bentuk pungutan liar; d.
Mempercepat penyelesaian perijinan dan peningkatan pelayanan
kepada masyarakat; e.
Mempercepat pengurusan kepegawaian sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. a.a.4. a.a.
Pelaksanaan pengawasan melekat dilakukan dengan: Menciptakan sarana atau sistem kerja berdasarkan kewenangan
yang dimiliki sehingga pelaksanaan tugas berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan yang berlaku. a.b.
Memantau, mengamati dan memeriksa pelaksanaan tugas agar
berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan yang berlaku secara berdayaguna dan berhasilguna; a.c.
Mengidentifikasi
dan
menganalisis
gejala-gejala
dan
penyimpangan serta kesalahan yang terjadi, menentukan sebab dan akibatnya serta cara mengatasinya.Merumuskan tindak lanjut dan mengambil langkahlangkah yang tepat sesuai dengan kewenangannya dengan memperhatikan kewenangan pejabat/instansi yang terkait;
12
13
a.d.
Menjalin kerjasama dengan aparat pengawasan fungsional dan
pengawasan-pengawasan
lainnya
dalam
laporan
dan
rangka
meningkatkan
mutu
pengawasan melekat; a.e.
Meminta
pertanggungjawaban
atas
pelaksanaan tugas bawahan; a.f. a.g.
Memberikan penilaian terhadap pelaksanaan tugas bawahan; Membina bawahan agar dapat melaksanakan tugas dengan
baik; Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengawasan melekat pada hakekatnya mewajibkan agar setiap atasan langsung atau pejabat pimpinan lainnya langsung mengetahui kegiatan nyata dari setiap aspek serta permasalahan pelaksanaan tugas dalam lingkungan satuan organisasi masing-masing untuk selanjutnya bilamana terjadi penyimpangan dapat langsung mengambil langkah-langkah perbaikan dan tindakan sepenuhnya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
C. Fungsi dan Tujuan Pengawasan Melekat Pengawasan dimaksudkan untuk mencegah atau untuk memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidaksesuaian, dan yang lainnya yang tidak sesuai dengan tugas dan wewenang yang telah ditentukan. Jadi, maksud pengawasan bukan mencari kesalahan terhadap orangnya, tetapi mencari kebenaran terhadap hasil pelaksanaan pekerjaan. Sedangkan tujuan pengawasan adalah agar hasil pelaksanaan
14
pekerjaan diperoleh secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif) sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Triton (2005:24), menegaskan bahwa “pengawasan dalam manajemen akan menjamin pekerjaan-pekerjaan dari organisasi bisnis atau perusahaan dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan”. Hal ini dapat dilakukan melalui observasi dan perbandingan pelaksanaan dengan rencana, dan apabila terjadi kesalahan dengan segera dilakukan koreksi semestinya. D. Tugas/fungsi Pengawasan Melekat Kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh manajemen organisasi pada dasarnya memiliki sejumlah fungsi, baik yang bersifat jangka panjang maupun jangka pendek. Berkaitan dengan hal ini, Simbolon (2004:62), mengemukakan beberapa aspek yang dapat dikatakan sebagai tugas/fungsi pengawasan, yakni : a)
Mempertebal rasa dan tanggung jawab terhadap pejabat yang diserahi
tugas dan wewenang dalam pelaksanaan pekerjaan; b)
Mendidik para pejabat agar melaksanakan pekerjaan sesuai dengan
prosedur yang telah ditentukan; c)
Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, penyelewengan, kelalaian dan
kelemahan agar tidak terjadi kerugian yang tidak diinginkan; d)
Untuk memperbaiki kesalahan dan penyeleewengan, agar pelaksanaan
pekerjaan tidak mengalami hambatan dan pemborosan-pemborosan.
14