BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) pendapatan Asli daerah adalah hak pemeritah daerah yang diakui sebagai penambah ekiuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali. Yuwono dalam Julitawati, Dkk (2012: 5) menyatakan bahwa pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas yang menjadi hak daerah dan diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oeh pemerintah. Menurut Darise (2009: 48) PAD adalah pendapatan yang diperole daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. Secara umum pendapatan dapat dipahami sebagai hak pemerintah daerah yang menambah kekayaan bersih yang terjadi akibat transaksi masa lalu. Halim dan Kusufi (2012: 101) Pendapatan asli daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Lebih lanjut dijelaskan oleh Florida (2006: 17) diartikan sebagai pendapatan yang bersumber dari pungutan-pungutan yang dilaksanakan oleh daerah berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku yang dapat
dikenakan kepada setiap orang badan usaha baik milik pemerintah maupun swasta. Karena perolehan jasa yang diberikan pemerintah daerah
tersebut maka daerah dapat melaksanakan pungutan dalam
bentuk penerimaan pajak, retribusi, dan penerimaan lainnya yang sah yang diatur dalam undang-undang. Sebagaimana diatur dalam pasal 6 Undang-Undang No 33 Tahun 2004 sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari: a) Pajak Daerah b) Retribusi Daerah c) Hasil Pengelolaan Kekayaan yang dipisahkan d) Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
2.1.2 Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) 1) Pajak Daerah Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa
berdasarkan
Undang-Undang,
dengan
tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan menurut Rochmat Sumitro dalam Darise (2009: 48) Pajak yaitu iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbale balik (kontra prestasi) yang langsung dapat
ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pajak daerah memiliki peran ganda yaitu sebagai sumber pendapatan daerah (budgetary) dan sebagi alat pengatur (regulator). Sebagai pendapatan pajak daerah, setiap pajak harus memenuhi smith’s canons yang terdiri dari unsur keadilan (equity), unsur kepastian (certainty), unsur kelayakan (convenience), efisien (efficiency), dan unsur ketepatan (adequacy) (Halim dan Iqbal, 2012: 202) Adapun pajak daerah yang dikelola oleh pemerintah provinsi sebagaimana diatur dalam Permendagri No. 21 Tahun 2011 perubahan kedua permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yaitu terdiri dari: a) Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Subjek kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air adalah orang pribadi dan/atau badan yang memililki atau menguasai kendaraan bermotor atau kendaraan di atas air. b) Pajak bea balik nama kendaraan bermotor atau kendaraan di atas air Subjek pajak bea balik nama kendaraan bermotor atau kendaraan diatas air adalah orang pribadi atau badan yang menerimah penyerahan kendaraan bermotor atau kendaraan di atas air. c) Pajak bahan bakar bermotor Subjek pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah konsumen bahan bakar bermotor. Sedangkan pemungutan pajak bahan bakar
kendaraan bermotor dilakukan oleh penyediah bahan bakar kendaraan bermotor antara lain pertamina dan produsen lainnya. d) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawa tanah dan air permukaan. Subjek pajak pengambilan dan pemanfaat air bawah tanah dan air permukaan adalah orang pribadi atau badan yang mengambil, atau memanfaatkan air bawah tanah dan/atu air permukaan.
2) Retribusi Daerah Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 dijabarkan melalui Permendagri No 21 Tahun 2011 retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Jadi dalam hal pemungutan retribusi dianut asas manfaat (benefit principles), yang mana besarnya pungutan yang dilakukan berdasarkan manfaat yang diterima oleh penerima manfaat pelayanan yang diberikan pemerintah.(Suparmoko dalam Halim dan Iqbal, 2012: 203). Menurut Darise (2009: 67) retribusi daerah dikelompokkan ke dalam tiga jenis yaitu: a) Retribusi jasa umum yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum
serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atu badan. Misalnya retribusi peayanan kesehatan, retribusi pelayanan persampahan/kebersihan, dan dan retribusi pelayanan pasar. b) Retribusi jasa usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Misalnya retribusi terminal,
retribusi
penyebrangan
di
atas
air,
dan
retribusi
penginapan/pesanggarahan/villa. c) Retribusi perizinan tertentu yaitu retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Misalnya retribusi izin mendirikan bangunan, retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol, dan retribusi izin gangguan.
3) Hasil Pengeloalaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Menurut Halim dan Kusufi (2012: 104) hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Hasil perusahaan milik daerah merupakan pendapatan daerah dari keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik perusahaan daerah yang dipisahkan, sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan, maka sifat perusahaan dareah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat menambah pendapatan daerah, memberi jasa, menyelenggarakan kemamfaatan umum, dan memperkembangkan perekonomian daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan menurut Darise (2009: 72) antara lain sebagai berikut: a) Bagian
laba
atas
pernyataan
modal
pada
perusahaan
milik
daerah/BUMD. b) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan
milik
pemerintah/BUMD c) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.
4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah Lain-lain
pendapatan
daerah
yang
sah
ialah
pendapatan-
pendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak daerah, retribusli daerah, pendapatan dinas-dinas. Menurut Darise (2009: 73) antara lain: a) Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan secara tunai atau angsuran.
b) Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan c) Jasa giro d) Pendapatan bunga e) Penerimaan atas tuntutan ganti rugi f) Pendapatan denda pajak dan retribusi g) Pendapatan atas eksekusi atas jaminan h) Pendapatan dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
2.1.3 Kinerja Keuangan Kinerja merupakan pencapaian atas apa yang direncanakan, baik oleh pribadi atau organisasi(Sularso dan Restianto, 2011: 111). Jika hasil capaian sesuai dengan yang direncanakan, artinya kinerja yang dilakukan terlaksana dengan baik namun apabila hasil capaian tidak sesuai dengan rencana maka kinerja dinilai kurang baik. Kinerja keuangan yaitu tingkat capaian dari suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi anggaran dan realisasi PAD dengan menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundangundangan selama satu periode anggaran (Florida, 2006: 15). Kinerja
keuangan
merupakan
suatu
ukuran
kinerja
yang
menggunakan indikator keuangan. Sehingga dalam mengukur kinerja keuangan alat yang dapat digunakan yaitu dengan menganalisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya
(Halim dalam Florida, 2006: 16). Lebih lanjut dijelaskan Halim Dalam Sularso dan Restianto (2011: 111) Analisis Keuangan adalah usaha mengidentifikasi cirri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Laporan Keuangan daerah yang dapat dijadikan pedoman dalam menganalisis yaitu Laporan Realisasi Anggaran (LRA). Mahmudi (2007: 121) Laporan Realisasi anggaran (LRA) yang dipublikasikan pemerintah daerah memberikan informasi yang sangat bermanfaat untuk menilai kinerja keuangan. Dengan laporan keuangan dapat dilakukan analisis pendapatan asli daerah antara lain dengan cara: 1) Analisis Varians (Selisih anggaran) Analisis Varians anggaran Pendapatan dilakukan dengan cara menghitung
selisih
antara
realisasi
PAD
dengan
PAD
yang
dianggarkan
(Mahmudi, 2007: 123). Dalam Laporan Realisasi
anggaran biasanya telah dicantumkan selisih anggaran dan realisasi yang
sangat
membantu
pengguna
laporan
keuangan
dalam
memahami dan menganalisa laporan keuangan. Informasi yang dihasilkan dari analisis ini menunjukan tingkat pencapaian kinerja keuangan.
Analisis Varians = (Mahmudi, 2007: 123)
2) Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Rasio Kemandirian Keuangan Daerah bermanfaat untuk mengetahui apakah suatu daerah telah mampu membiayai kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat (Wenny, 2012: 43). Rasio
kemandirian
keungan
daerah
dihitung
dengan
cara
membandingkan antara jumlah pendapatan asli daerah dengan pendapatan transfer pemerintah pusat, provinsih dan pinjaman daerah. Rasio ini di hitung dengan rumus:
Rasio Kemandirian =
(Mahmudi, 2007: 128)
3) Rasio Ketergantungan Daerah Rasio ketergantungan daerah ini bermanfaat untuk mengetahui tingkat ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat. Semakin tinggi angka
rasio
ketergantungan
daerah
maka
semakin
tinggi
ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat. Rasio ini dihitung dengan rumus: Rasio Ketergantungan Daerah =
(Mahmudi, 2007: 128)
4) Rasio Derajat Desentralisasi Rasio ini bermanfaat untuk mengetahui tingkat kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD maka semakin tinggi kemampuan daerah dalam menyelenggarakan desentralisasi. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut: Derajat Desentralisasi =
(Mahmudi, 2007: 128)
2.2 Penelitian Terdahulu yang Relevan Pemerintah daerah dikatakan memiliki kinerja keuangan yang baik apabila memperoleh pendapatan yang melebihi dari target anggaran. Menurut Penelitian Wenny (2012: 49) Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pada pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Selatan, artinya keseluruhan dari komponen PAD sangat mempengaruhi kinerja keuangan pada pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Selatan sesuai dengan prinsip-prinsip otonomi daerah. Lebih lanjut Hasil penelitian di seluru kabupaten Provinsi Sumatra Utara, Florida (2006: 55) menyatakan bahwa terdapat pengaruh PAD secara simultan terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah, Sedangkan Secara parsial hanya Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dominan mempengaruhi kinerja keuangan Pemerintah. Sedangkan Penelitian
Kurniawan (2011: 84) yang menempatkan belanja modal sebagai variabel intrvening hasil analisis menunjukkan bahwa dalam hubungan langsung, secara parsial variabel PAD dan DAU berpengaruh tehadap kinerja keuangan. Berdasarkan beberapa penelitian diatas, dapat ditampilkan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 1. Penelitian Terdahulu Yang Relevan Nama/
Judul
Variabel
Tahun
Penelitian
Penelitian
No
1.
Kesimpulan
Cherrya
Analisis
Varibel X (Pajak
Berdasarkan Hasil
Dhia Wenny
Pengaruh
Daerah,
Penelitian disimpulkan
(2012)
Pendapatan
Retribusi
PAD berpengaruh secara
Asli Daerah
Daerah, Hasil
simultan terhadap kinerja
(PAD)
Perusahaan
keuangan pada
Terhadap
Dan Kekayaan
pemerintah kabupaten
Kinerja
Daerah Yang
dan kota di Provinsi
Keuangan
Dipisahkan,
Sumatra Selatan
Pada
Lain-Lain
sedangkan secara parsial
Pemerintah
Pendapatan
Hanya Lain-Lain PAD
Provinsi
Daerah Yang
yang Sah yang secara
Sumatra
Sah)
dominan mempengaruhi
Selatan.
Varibel Y
kinerja keuangan
(Kinerja
pemerintah kabupaten
Keuangan
dan kota di Provinsi
Pemerintah)
Sumatra Selatan sedangkan Pajak Daerah, Retribusi Daerah serta hasil Perusahaan dan Kekayaan daerah yang dipisahkan tidak secara dominan mempengaruhi kinerja keuangan pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Sumatra Selatan.
2.
Asha
Pengaruh
Varibel X (Pajak
Hasil Penelitan adalah: (1)
Florida
Pendapatan
Daerah,
Pengujian Secara
(2006)
Asli Daerah
Retribusi
serempak seluruh
(PAD)
Daerah,
komponen PAD
Terhadap
Pembagian
berpengaruh secara
Kinerja
Laba BUMD,
simultan terhadap kinerja
Keuangan
Penerimaan
keuangan pada
Pemerintah
Lain-Lain Yang
pemerintah kabupaten
Kabupaten
Sah Dan Bukan
dan kota di Provinsi
Dan Kota Di
Pajak)
Sumatra Utara. (2) Secara
Provinsi
Varibel Y
parsial hanya Pajak
Sumatra
(Kinerja
Daerah dan Retribusi
Utara
Keuangan
Daerah yang dominan
Pemerintah)
mempengaruhi kinerja
keuangan pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Sumatra Utara sedangkan laba BUMD dan Penerimaan Lain-Lain Yang Sah tidak dominan mempengaruhi kinerja keuangan pemeintah kabupaten dan kota di Provinsi Sumatra Utara 3.
Kindi
Pengaruh
Variabel X
Hasil analisis
Kurniawan
Pendapatan
(PAD, DAU,
menunjukkan bahwa
(2011)
Asli Daerah,
DAK)
dalam hubungan
Dana Alokasi
Varibel Y
langsung, secara parsial
Umum, Dana
(Kinerja
variabel PAD dan DAU
Alokasi
Keuangan)
berpengaruh tehadap
Khusus
Variabel
kinerja keuangan, tetapi
Terhadap
Intervening
variabel DAK
Kinerja
(Belanja Modal)
tidak berpengaruh
Keuangan
terhadap kinerja
Dengan
keuangan. Namun secara
Belanja
simultan variabel PAD,
Modal
DAU dan DAK
Sebagai
berpengaruh terhadap
Variabel
kinerja keuangan. Dan
Intervening
dalam hubungan tidak
Di
langsung secara parsial
Kabupaten
variabel PAD dan DAU
Dan Kota
berpengaruh terhadap
Proovinsi
kinerja keuangan
Riau
melalui belanja modal, sedangkan variabel DAK tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan melalui belanja modal. Namun secara simultan variabel PAD, DAU, dan DAK berpengaruh terhadap kinerja keuangan melalui belanja modal.
4.
Ebit
Pengaruh
Variabel X
Hasil Penelitian Adalah
Julitawati,
Pendapatan
(Pendapatan
Pendapatan Asli Daerah
Darwanis,
Asli Daerah
Asli Daerah
dan Dana Perimbanagan
dan
(PAD) dan
Dan Dana
Berpengaruh terhadap
Jalaluddin
Dana
Perimbangan)
Kinerja Keuangan
(2012)
Perimabanga Variabel Y
Pemerintah
n Terhadap
(Kinerja
Kabupaten/Kota Di
Kinerja
Keuangan
Provinsi Aceh
Keuangan
Pemerintah)
Pemerintah Kabupaten/K ota Di Provinsi Aceh. Sumber: data Olahan, 2013
2.3 Kerangka Pikir Halim dalam Florida (2006: 16) kinerja keuangan merupakan suatu ukuran kinerja yang menggunakan indikator keuangan. Sehingga dalam mengukur kinerja keuangan alat yang dapat digunakan yaitu dengan menganalisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya. APBD memiliki peran penting sebagai alat stabilisasi, pertanggung jawaban dan penilaian kinerja. Berdasarkan laporan realisasi APBD pembaca laporan keuangan dapat menilai kinerja Pendapatan Asli Daerah. PP RI No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Pendapatan Asli Daerah adalah hak pemeritah daerah yang diakui sebagai penambah ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali. Penelitian mengenai Pendapatan Asli Daerah yang dilakukan oleh Wenny (2012) di kabupaten dan kota seprovinsi Sumatra Selatan menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah secara simultan berpengaru terhadap kinerja keuangan. Oleh karena itu kinerja keuangan dinilai baik apabila terjadi peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Hasil penelitian lainnya dilakukan oleh Julitawati,
Dkk, (2012) menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Lebih lanjut dijelakan oleh Kurniawan (2011: 84) dalam penelitiannya yang menempatkan belanja modal sebagai variabel intrvening hasil analisis menunjukkan bahwa dalam hubungan langsung, secara parsial variabel PAD dan DAU berpengaruh tehadap kinerja keuangan. Hasil yang sama diungkapkan oleh Florida (2006: 55) dalam penelitian di seluru kabupaten Provinsi Sumatra Utara menyatakan bahwa terdapat pengaruh PAD secara simultan terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah, Sedangkan Secara parsial hanya Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dominan mempengaruhi kinerja keuangan Pemerintah. Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu, kerangka berpikir dapat dilihat pada gambar 1 berikut:
Permasalahan Penelitian Berdasarkan fenomena pada latar belakang secara ringkas permasalahan penelitian adalah: Apakah Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan pada pemerintah Provinsi Gorontalo.
Gambar 1. Kerangka Pikir
2.4 Hipotesis
Hipotesis merupakan pernyataan yang penting kedudukannya dalam penelitian. Menurut Andrews dalam Mamang dan Sopia (2010 : 90), Hipotesis (hypothesis) adalah suatu jawaban bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai bukti melalui data yang terkumpul. Sehingga hipotesis dalam penelitian Ini adalah diduga terdapat pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Provinsi Gorontalo.