BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Upacara Adat Dalam kamus lengkap
bahasa Indonesia Upacara adalah tanda-tanda
kebesaran, peralatan menurut adat-istiadat, rangkaian tindakan atau perbuatan yang terkait dengan atuaran adat, perayaan yang dilakukan sehubungan dengan peristiwa penting (EM Zul Fajri dan Rata Aprilia Senja: 851). Selain itu upacara dapat diartikan sebagai serangkaian tindakan atau perbuatan
yang terikat pada aturan tertentu berdasarkan adat istiadat, agama, dan kepercayaan. Jenis upacara dalam kehidupan masyarakat, antara lain, upacara penguburan, upacara perkawinan, dan upacara pengukuhan kepala suku.Sementara Benjamin Huninggher dalam “The Orign of the Theater”. Menulis bahwa upacara (Keagamaan) adalah sumber
dari
teater,
yang
sangat
perlu
untuk
mereprentaskan
hidup,
menginterprestasikan hidup dan, merekonstruksi hidup.Dengan upacaralah kita memahami, menafsirkandan memberikan makna pada kehidupan kita. (Darmanto Jatman. 1989: 119). Upacara seringkali mendramatisasikan atau memprapagandakn cerita-cerita mitos, dan oleh karena itu mitos itu menerangkan dan memberi rasionalisasi kepada pelaksanaan upacara. Mitos ialah cerita tentang asal muasal terjadinya dunia seperti sekarang ini, cerita tentang alam, peristiwa yang tidak
biasa sebelum (atau
dibelakang ) alam duniawi yang kita hadapi. Cerita-cerita itu menurut kepercayaan benar-benar terjadi dan dalam arti tertentu keramat. Upacara keagamaan adalah pelaksanaan tindakan yang ditentukan, yang strukturnya sangat ketat dan dianggap mempunyai arti keagamaan (Roger M. Keesing 1981: 106-107). Selain melalui mitologi dan legenda, cara yang dapat dilakukan untuk mengenal kesadaran sejarah pada masyarakat yang belum mengenal tulisan yaitu melalui upacara. Upacara yang dimaksud bukanlah upacara dalam pengertian upacara yang secara formal sering dilakukan, seperti upacara penghormatan bendera.Melacak melalui upacara, yaitu upacara yang pada umumnya memiliki nilai sakral oleh masyarakat pendukung kebudayaan tersebut. Upacara adat adalah suatu upacara yang dilakukan secara turun-temurun yang berlaku di suatu daerah. Dengan demikian, setiap daerah memiliki upacara adat sendiri-sendiri, seperti upacara perkawinan, upacara labuhan, upacara camas pusaka dan sebagainya.Upacara adat yang dilakukan di daerah, sebenarnya juga tidak lepas dari unsur sejarah. Dalam buku yang berjudul catatan seni yang di editori oleh Athur S. Nalan dan Agus R. Sarjono (1998), terdapat sebuah artkel yang berjudul Faal Kesenian dalam kerangka kebudayaan karya Saini K.M. Pada artikel tersebut djelaskan bahwa manusia pada hakekatnya menghadapi tiga keterbatasan dalam hidup, yaitu ketidakpastian, ketidak berdayaan, dan kelangkaan. Untuk menghadapi keterbatasan tersebut manusia mengembangkan mitos. Dengan mengembangkan suatu keyakinan
manusia dapat mengatasi tiga keterbatasan tersebut (Saini dalam Nalan, 1998: 3-4). Salah satu cara diyakini dapat menghadapi keterbatasan tersebut adalah dengan melakukan suatu upacara adat. Orang yang melakukan upacara adat mempunyai kepercayaan bahwa keterbatasan yang dimiliki oleh manusia dapat di atasi dengan keterlibatan para leluhur. Sehingga, roh-roh halus atau roh para leluhur harus diberi sesaji dan harus dihormati agar mau membantu atau member pertolongan kepada manusia untuk menyelesaikan segala hal yang tidak biasa diselesaikan oleh manusia.Pada umumnya upacara adat bertujuan untuk menghormati, mensyukuri, memuja, dan memohon keselamatan melalui perantara mahluk halus dan roh para leluhur. Dalam buku Yang berjudul Fungsi Upacara Adat Bagi Masyarakat Pendukungnya Masa Kini karya Ani Rostiyanti (1995). Di jelaskan bahwa dalam dunia ada yang di sebut dengan konsep makro kosmos dan mikro kosmos. Makro kosmos adalah alam semesta sedangkan mikro kosmos adalah manusia yang merupakan bagian dari makro kosmos. Dalam makro kosmos tedapat dua komponen, yaitu: 1.
Komponen materi
2.
Komponen non materi Komponen materi seperti tanah, gunung, sungai, laut. Sedangkan komponen
non materi seperti lingkungan gaib positif (Tuhan, roh-roh leluhur yang baik) serta
lingkungan gaib negatif (tempat roh-roh jahat berada). Manusia memiliki posisi di tengah dan harus menjaga agar tidak ada yang menyimpang berarti akan merusak keseimbangan kosmos. Seperti yang di ungkapkan Ani Rostiyanti, sebagai berikut: “Manusia yang berada di tengah harus menjaga dua komponen tersebut, salah satu caranya adalah melakukan upacara yang menjaga hubungan manusia dengan komponen makro kosmos tersebut” (1995: 87). Dari penjelasan Ani Rostiyanti diatas, dapat di tarik kesimpulan bahwa pelaksanaan upacara adat selain bertujuan untuk mencari keselamatan juga untuk melestarikan kelestarian kosmos. Sehingga pada hakekatnya upacara adat itu adalah suatu penghubung antara manusia dengan tuhan dan roh-roh halus yang dipercaya oleh orang-orang yang melaksanakan upacara adat tersebut. Upacara adat dilakukan karena berkaitan dengan berbagai unsur kehidupan manusia pada masyarakat bersangkutan.Unsur-unsur yang terkandung didalam upacara adat pada umumnya terdiri dari tiga hal. Pertama, adanya keyakinan akan dzat yang maha tinggi, seperti pencipta alam, dewa-dewa, dan mahluk halus. Kedua, adanya pendukung dan pelaku upacara, ketiga adanya seperangkat peralatan yang diperlukan. Upacara pada dasarnya merupakan bentuk perilaku masyarakat yang menunjukan kesadaran terhadap masa lalunya. Masyarakat menjelaskan tentang masa lalunya melalui upacara.Melalui upacara, kita dapat melacak tentang asal usul baik itu tempat, tokoh, sesuatu benda, kejadian alam, dan lain-lain.
Soekomo (2008 : 11). Upacara adat selain berfungsi spiritual, yaitu sebagai penghubung manusia dengan dunia atas, juga mempunyai fungsi sosial, yaitu sebagai penghubung antara manusia dengan manusia. Fungsi sosial yang terdapat pada suatu upacara adat, diantaranya dapat dilihat dari proses pelaksanaannya, karena pelaksanaan suatu upacara adat biasanya dilakukan secara berramai-ramai oleh seluruh anggota masyarakat, karena pendukung kebudayaan itu bukanlah manusia seorang diri melainkan masyarakat seluruhnya Nilai atau norma yang terdapat dalam sebuah upacara adat tidak disuguhkan secara tertulis melainkan tersirat seperti melalui sesaji dalam upacara adat yang merupakan suatu simbol. Simbol tersebut memiliki norma atau aturan yang mencerminkan nilai apa yang baik dan apa yang tidak baik sehingga dapat dipakai sebagai kontrol sosial dan pedoman berperilaku masyarakat. Pengendalian sosial ini bersifat positif karena berisi anjuran, pendidikan, dan arahan sebagai pedoman periaku warganya sesuai kehendak sosial atau masyarakatnya (Ani Rostiyanti. 1995: 112). Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa upacara Legu Dou termasuk dalam upacara adat. Upacara adat yang dilakukan ditunjukan kepada sesuatu kekuatan yang supranatural agar semua itu dapat berhasil dengan baik dan menghilangkan pengaruh-pengaruh atau akibat-akibat buruk yang dapat mengganggu keseimbangan masyarakat secara keseluruhan. Dengan kata lain masyarakat Tidore dan khususnya di desa Djai atau Kelurahan Jaya masih mempercayai akan adanya
kekuatan gaib yang dapat memancarkan pengaruh yang baik maupun yang buruk bagi manusia. 2.1.2. Konsep makna Istilah makna (meaning) merupakan kata dan istilah yang membingungkan. Bentuk makna diperhitungkan sebagai istilah sebab bentuk ini mempunyai konsep dalam bidang ilmu tertentu, yakni dalam bidang linguistik. Istilah makna walaupun membingungkan, sebenarnya lebih dekat dengan kata. Sering kita berkata, apa artinya kata ini, apakah artinya kalimat ini? 1.
Dalam
Kamus
Linguistik,
pengertian
makna
dijabarkan
menjadi
:
Maksud pembicara. 2.
Pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia.
3.
Hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya, dan
4.
Menggunakan lambang-lambang bahasa Makna adalah bagian yang terpisahkan dari simantik dan selalu melekatdari
apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sendiri saqngatlah beragam. Beberapa ahli mengemukakan bahwa istilah makna merupakan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Dengan kata lain, makna merupakan istilah yang paling ambigu dan paling kontroversial dalam teori tentang bahasa. Kekaburan itu sebenarnya dapat dikurangi
jika kita mau mempersempit perhatian kita ke arah makna saja. Pada hakekatnya pembentukan makna ada pada individu, maka semua tindakan sosial yang dilakukan individu memunculkan pembentukan makna dan pembentukan makna dikontruksi oleh setiap individu. Mungkin pembentukan itu sama, berhempitan, bahkan bertolak belakang. Sebagian besar sangat ditentukan oleh kapasitas dan kepentingan masingmasing
pihak
dalam
membentuk
makna
itu
(jagadkawula.blogspot.com/2012/11/teori-makna.html?m=1). Abdul Chaer (1994:289-296) membagi jenis-jenis makna sebagai berikut: “makna leksikal, gramatikal, kontekstual, referensial dan non referensial, denotative, konotatif, konseptual, asosiatif, kata, istilah, idiom serta makna pribahasa”. 1.
Makna Leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil observasi indra kita, makna apa adanya, atau makna yang ada yang ada dalam kamus.
2.
Makna Gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi atau kalimatisasi..
3.
Makna Kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam suatu konteks.
4.
Sebuah kata di sebut bermakna Referensial kalau ada referensinya, atau acuannya. Berkenan dengan acuan ini ada sejumlah kata, yang disebut deiktik, yang acuannya tidak menetap pada satu wujud, melainkan dapat berpindah dari
wujud yang satu ke wujud yang lain. Kata-kata yang deiktik ini adalah kata-kata yang pronominal. 5.
Makna Denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah kata
6.
Makna Konotatif adalah makna lain yang di tambahkan pada makna denotative yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut.
7.
Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosisi apapun.
8.
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu denagn sesuatu yang berada diluar bahasa. Pendapat Leech (1976) seperti yang di kutip Abdul Chaer (1994:294), tentang makna asosiasi yang menyatakan bahwa, “dalam makna asosiasi ini juga yang dimaksud atau disebut makna konotatif, makna stalistika, makna efektif, dan makna kolakatif.
9.
Makna Kata, Setiap kata leksem memiliki makna. Pada awalnya makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna leksikal, makna denotative atau makna konseptual. Namun, dalam penggunaan makna kata itu baru menjadi jelas jika kita itu sudah berada dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya.
10. Makna istilah, Yang disebut istilah adalah yang mempunyai makna yang pasti, jelas, dan tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Yang perlu kita di
ingat adalah bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang ke ilmuan atau kegiatan tertentu. 11. Makna Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat di ramalkan dari makna unsure-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. 12. Makna Pribahasa Berbeda dengan idiom yang maknanya tidak dapat di ramalkan secara leksikal maupun secara gramatikal, maka yang di sebut pribahasa memiliki makna yang masih dapat di telusuri atau di lacak dari makna unsureunsurnya. Karena adanya asosiasi antara makna asli dengan makna pribahasa.
Makna bersifat personal dan intrpersonal. Makna prsonal yaitu makna yang telah diperoleh ketika seseorang membawa pengalaman unik ke dalam interaksi. Sementara makna interpersonal adalah hasil interaksi manakala dua orang setuju terhadap interprestasi masing-masing pada sebuah interaksi itu. Makna personal dan interpersonal diperoleh dalam sebuah percakapan dan seringkali makna itu tanpa didasarkan
pada
banyak
pemikiran
(jagadkawula.blogspot.com/2012/11/teori-
makna.html?m=1).. 2.1.3. Konsep Budaya. Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta,
objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok. Budaya menampakan diri dalam pola-pola bahasa dan dalam bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model-model bagi tindakan-tindakan penyesuaian diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan orang-orang tinggal dalam suatu masyarakatdi suatu lingkungan geografis tertentu pada suatu tingkat perkembangan teknis tertentu dan pad asuatu saat tertentu. Dalam ilmu kebudayaan dan kemasyarakatan konsep kebudayaan sangat banyak sekali. Inventarisasi yang dilakukan oleh C. Kluckhohn dan A. L Kroeber ahli atropologi pada tahun 1952 telah ditemukan lebih kurang 179 defenisi. Tetapi yang sifatnya dan banyak dipakai para ahli adalah pendapat C. Kluckhohn yang memberikan batasan kebudayaan sebagai berikut: “Kebudayaan adalah keseluruhan dari gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia yang berupa satu sistem dalam rangka kehidupan masyarakat yang dibiasakan oleh manusia dengan belajar”. Kata kebudayaan dalam istilah inggris adalah “culture” yang berasal dari bahasa latin “colere”yang berarti mengolah, mengerjakan, terutama mengolah tanah atau pertanian. Dari pengertian ini kemudian berkembang menjadi “culture”. Istilah “culture” sebagai istilah teknis dalam penulisan oleh ahli antropologi inggris yang bernama Edwar B. Tylor mengatakan bahwa “culture” berarti “complex whole of ideas and thinks produced by men in their historical experlence”. Sesudah itu pengertian kultur berkembang terus dikalangan antroplogi dunia. Sebagai istilah
umum “culture” mempunyai arti, kesopanan, kebudayaan, pemeliharaan atau perkembangan dan pembiakan. Bahasa Indonesia sendiri mempunyai istilah budaya yang hampir sama dengan culture, dengan arti kata, kata kebudayaan yang dipergunakan dalam bahasa Indonesia bukanlah merupakan terjemahan dari kata “culture”. Kebudayaan berasal dari kata sansekerta “buddhayah” yang merupakan bentuk jamak dari kata budhi. Budhi berarti “budi” atau “akal”.Dengan demikian kata buddhayah (budaya) yang mendapatkan awalan ke- dan akhiran –an, mempunyai arti “hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal”.Berdasarkan dari asal usul kata ini maka kebudayaan berarti hal-hal yang merupakan hasil dari akal manusia dan budinya.Hasil dari akal dan budi manusia itu berupa tiga wujud, yaitu wujud ideal, wujud kelakuan, dan wujud kebendaan.
Menurut C. Kluckhohn, ada lima masalah dasar dalam kehidupan manusia yang menjadi landasan bagi kerangka variasi sistem nilai budaya yaitu: 1)
Masalah bhakikat dari hidup manusia.
2)
Masalah hakikat karya manusia.
3)
Masalah hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu.
4)
Masalah hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
5)
Masalah hakikat dengan hubungan manusia dengan sesamanya.
Wujud
ideal
membentuk
kompleks
gagasan
konsep
dan
fikiran
manusia.Wujud kelakuan membentuak komplek aktifitas yang berpola.Sedangkan wujud kebendaan menghasilkan benda-benda kebudayaan.Wujud yang pertama disebut sistim kebudayaan.Wujud kedua dinamakan sistim sosial sedangkan ketiga disebut kebudayaan fisik. Bertitik tolak dari konsep kebudayaan Koen Cakraningrat membicarakan kedudukan adat dalam konsepsi kebudayaan. Menurut tafsirannya adat merupakan perwujudan ideal dari kebudayaan. Ia menyebut adat selengkapnya sebagai adat tata kelakuan. Adat dibaginya atas empat tingkat, yaitu tingkat nilai budaya, tingkat norma-norma, tingkat hukum dan tingkat aturan khusus. Adat yang berada pada tingkat nilai budaya bersifat sangat abstrak, ia merupakan ide-ide yang mengkonsesikan hal-hal yang paling berniali dalam kehidupan suatu masyarakat. Seperti
nilai
gotong
royong
dalam
masyarakat
Indonesia.
Adat pada tingkat norma-norma merupakan nilai-nilai budaya yang telah terkait kepada peran-peran tertentu, peran sebagai pemimpin, peran sebagai mamak, peran sebagai guru membawakan sejumlah norma yang menjadi pedoman bagi kelakuannya dalam hal memainkan peranannya dalam berbagai kedudukan tersebut. Selanjutnya adat pada tingkat aturan-aturan yang mengatur kegiatan khusus yang jelas terbatas ruang lingkupnya pada sopan santun.Akhirnya adat pada tingkat hukum terdiri dari hukum tertulis dan hukum adat yang tidak tertulis.
Dari uraian-uraian di atas ada beberapa hal yang dapat disimpulkan, bahwa kebudayaan merupakaan hasil dari budi daya atau akal manusia, baik yang berwujud moril maupun materil. Disamping itu adat sendiri dimaksudkan dalam konsep kebudayaan dengan kata lain adat berada dalam kebudayaan atau bahagian dari kebudayaan. Setiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat baik berwujud sebagai komunitas desa, kota, sebagai kelompok kekerabatan, atau kelompok adat yang lain, bisa menampilkan suatu corak khas yang terutama terlihat oleh orang diluar warga masyarakat bersangkutan. Corak khas dari suatu kebudayaan bisa tampil karena kebudayaan itu menghasilkan suatu unsur yang kecil berupa unsur kebudayaan fisik dengan bentuk khusus atau karena diantara perantara-perantaranya ada suatu pola sosial khusus atau dapat juga karena warganya menganut suatu tema budaya khusus. Sebaliknya, corak khas juga dapat disebabkan karena adanya kompleks unsur-unsur yang lebih besar. Berdasarkan atas corak khusus inilah suatu kebudayaan dapat dibedakan dari kebudayaan lain. Koentjaraningrat 2009 : 214) Koentjaraningrat juga mengemukakan bahwa ada tujuh unsur dalam kebudayaanyang dapat ditemukan pada semua bangsa didunia. Ketujuh unsur yang disebut sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan di dunia itu adalah: a)
Bahasa,
b) Sistem pengetahuan, c)
Organisasi Sosial,
d) Sistem peralatan hidup dan teknologi e)
Sistem mata pencaharian hidup
f)
Sistem religi
g) Kesenian Tiap-tiap unsur kebudayaan universal sudah tentu juga menjelma dalam keretiga wujud kebudayaan terurai diatas, yaitu wujudnya berupa sistem budaya, berupa sistem sosial, dan berupa unsur-unsur sistem budaya. (Koentjaraningrat 2009: 165)