BAB II KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori 1. Pembelajaran Kimia Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik dan belajar dilakukan oleh siswa sebagai peserta didik. Kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003: 2). Pembelajaran menurut E. Mulyasa (2006: 255) pada hakekatnya adalah proses interaksi antara siswa dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Pembelajaran kimia tidak lepas dari pengertian pembelajaran dan pengertian ilmu kimia itu sendiri. Kimia adalah ilmu yang mencari jawaban atas apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energitika zat. Oleh sebab itu, mata pelajaran kimia di SMA/MA mempelajari segala sesuatu tentang zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energitika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran. Ada dua hal yang berkaitan dengan kimia yang tidak bisa dipisahkan, yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori) dan kimia sebagai proses yaitu kerja ilmiah (E. Mulyasa, 2006: 132–133). Adapun menurut Keenan (1984: 2) ilmu kimia mempelajari bangun (struktur) materi dan perubahan-perubahan yang dialami materi dalam prosesproses alamiah maupun dalam eksperimen yang direncanakan. Melalui kimia, kita mengenal susunan (komposisi) zat dan penggunaan bahan-bahan kimia, baik alamiah maupun buatan, dan mengenal proses-proses penting pada makhluk hidup, termasuk tubuh kita sendiri. Mata pelajaran kimia diklasifikasikan sebagai mata pelajaran yang cukup sulit bagi sebagian siswa SMA/MA (Kasmadi dan Indraspuri, 2010: 574). Kesulitan ilmu kimia ini terkait dengan ciri-ciri ilmu kimia
10
itu sendiri yang disebutkan oleh Kean dan Middlecamp (1985: 5–9), yaitu sebagian besar ilmu kimia bersifat abstrak sehingga diperlukan suatu media pembelajaran yang dapat lebih mengkonkritkan konsep-konsep yang abstrak tersebut, ilmu kimia yang dipelajari merupakan penyederhanaan dari ilmu yang sebenarnya, ilmu kimia berkembang dengan cepat, ilmu kimia tidak hanya sekedar memecahkan soal-soal, dan beban materi yang harus dipelajari dalam pembelajaran kimia sangat banyak. Menurut E. Mulyasa (2006: 133–134), mata pelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: a.
membentuk sikap positif terhadap kimia dan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
b.
memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat bekerja sama dengan orang lain
c.
memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana siswa melakukan pengujian hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan, dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis
d.
meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat
e.
memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi. Pembelajaran kimia merupakan proses interaksi antara siswa dengan
lingkungannya dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran kimia. Kualitas pembelajaran atau ketercapaian tujuan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Misalnya, strategi belajar mengajar, metode dan pendekatan pembelajaran, serta sumber belajar yang digunakan baik dalam bentuk buku, modul, lembar kerja, media, dan lain-lain. Penggunaan media dalam pembelajaran
11
dapat membantu keterbatasan guru dalam menyampaikan informasi maupun keterbatasan jam pelajaran di sekolah. Media berfungsi sebagai sumber informasi materi pembelajaran maupun sumber soal-soal latihan. Kualitas pembelajaran juga dipengaruhi oleh perbedaan individu siswa, baik perbedaan gaya belajar, perbedaan kemampuan, perbedaan kecepatan belajar, latar belakang, dan sebagainya.
2. Pembelajaran Mandiri Menurut Munir (2010: 97), pembelajaran mandiri (individual or personal instruction) adalah pembelajaran yang disajikan tidak hanya dalam bentuk tatap muka di kelas melainkan melalui cara dan teknik yang memungkinkan untuk dapat belajar secara individual atau perorangan. Pembelajaran mandiri memungkinkan siswa belajar sesuai dengan kemampuan individu yang dimilikinya sehingga dapat menguasai materi pembelajaran secara penuh. Pembelajaran mandiri merupakan suatu kegiatan belajar aktif yang didorong oleh keinginan untuk menguasai suatu kompetensi tertentu dan dibangun dengan bekal pengetahuan yang telah dimiliki. Konsep pembelajaran mandiri meliputi kepemilikan kompetensi tertentu sebagai tujuan pembelajaran, belajar aktif sebagai strategi belajar untuk mencapai tujuan, keberadaan motivasi belajar sebagai prasyarat berlangsungnya kegiatan belajar, dan konstruktivisme sebagai landasan konsep pembelajaran mandiri seperti pada Gambar 1.
Kompetensi Belajar Aktif Motivasi Belajar Konstruktivisme Gambar 1. Konsep Pembelajaran Mandiri
12
Tujuan pembelajaran mandiri yaitu mencari kompetensi baru baik pengetahuan maupun keterampilan. Siswa secara aktif mencari informasi dari berbagai sumber dan mengolahnya berdasarkan pengetahuan yang dimiliki untuk memperoleh kompetensi baru tersebut. Motivasi belajar merupakan prasyarat yang harus dikembangkan lebih dahulu sebelum melakukan belajar aktif. Penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki untuk mendapatkan pengetahuan atau keterampilan baru adalah prisip belajar menurut paradigma konstruktivisme. Paradigma kostruktivisme merupakan dasar yang melandasi proses pembelajaran mandiri sebab kelancaran proses pembelajaran mandiri sangat ditentukan oleh sejauh mana siswa telah memiliki pengetahuan yang relevan sebagai modal awal untuk menciptakan pengetahuan baru atas informasi baru yang diperolehnya dalam proses pembelajaran (Haris Mudjiman, 2007: 7–16). Teori konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri informasi, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama, dan merevisinya apabila aturan itu tidak lagi sesuai. Menurut teori ini, pembelajaran berpusat kepada siswa yaitu siswa harus membangun sendiri pengetahuannya. Guru tidak melakukan transfer pengetahuan kepada siswa, melainkan membantu siswa membentuk pengetahuannya sendiri (Trianto, 2010: 28). Beberapa karakteristik konstruktivisme yaitu proses top-down yang artinya siswa mulai belajar dengan masalah-masalah yang lebih kompleks untuk dipecahkan atau dicari solusinya dengan bantuan guru dengan menggunakan keterampilan dasar yang diperlukan, menggunakan model pembelajaran kooperatif karena siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika siswa saling mendiskusikan dengan teman, pembelajaran generatif yang mengajarkan kepada siswa cara khusus untuk menangani informasi baru seperti mengucapkan dengan kata-kata sendiri apa yang telah siswa dengar, discovery learning (pembelajaran dengan penemuan) dengan mendorong siswa untuk belajar secara aktif dan melakukan percobaan yang memungkinkan siswa menemukan konsep sendiri, self regulated learning (pembelajaran dengan pengaturan diri) yaitu seseorang yang memiliki pengetahuan tentang strategi belajar efektif dan bagaimana serta kapan menggunakan pengetahuan itu, dan scaffolding yang merupakan bantuan kepada
13
siswa pada awal pembelajaran dilanjutkan dengan mengaktifkan siswa untuk belajar mandiri (Hari Suderadjat, 2004: 112–114). Lebih lanjut, Munir (2010: 99) menjelaskan beberapa karakteristik pembelajaran mandiri antara lain: a.
Tujuan pembelajaran disesuaikan dengan minat dan kebutuhan siswa.
b.
Siswa belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing. Siswa yang cepat belajar dapat maju mendahului siswa yang kurang cepat, siswa yang kurang cepat belajar tidak mengganggu siswa yang lain, namun kedua-duanya tidak ada yang dirugikan.
c.
Sistem pembelajaran mandiri dilaksanakan dengan menyediakan paket belajar mandiri yang dapat dipilih sesuai dengan tujuan yang akan dicapai atau gaya belajar siswa, kemampuan yang dimiliki, dan minat masing-masing individu. Beberapa keuntungan belajar mandiri bagi siswa yaitu:
a.
Siswa belajar sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing.
b.
Siswa berinteraksi langsung dengan materi pembelajaran yang sedang dipelajari.
c.
Siswa memperoleh tanggapan langsung mengenai jawaban atau tes yang telah dikerjakan, sehingga mendapatkan kepuasan.
d.
Siswa memperoleh pembelajaran mendalam tentang materi pembelajaran.
e.
Siswa dapat memusatkan perhatian pada materi pembelajaran yang belum dikuasai dan mengulang dengan cepat hal-hal yang telah dikuasai.
f.
Siswa memperoleh kesempatan untuk mendalami materi pembelajaran tanpa dibatasi sehingga dapat belajar sampai batas kemampuannya.
3. Media Pembelajaran Media pembelajaran merupakan alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran (Oemar Hamalik, 1986: 23). Menurut Daryanto (2010: 6), media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (materi pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan
14
pembelajaran. Oleh karena proses pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung dalam suatu sistem, maka media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa berlangsung secara optimal. Posisi media pembelajaran sebagai komponen komunikasi ditunjukkan pada Gambar 2. Sumber
IDE
PENGKODEAN
Penerima
pengalaman
pengalaman
PENAFSIRAN KODE
MEDIA
MENGERTI
GANGGUAN UMPAN BALIK Gambar 2. Posisi Media dalam Sistem Pembelajaran (Daryanto, 2010: 7)
Oemar Hamalik (1986: 27–31) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran
dapat
membangkitkan
keinginan
dan
minat
yang
baru,
membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Mulyati Arifin (2005: 149) mengatakan bahwa penggunaan media dalam proses pembelajaran dapat membantu guru dalam mempermudah, menyederhanakan, dan mempercepat keberlangsungan proses pembelajaran, penyajian informasi secara utuh dan lengkap, serta membantu merancang lingkup materi pembelajaran secara sistematis sesuai dengan tingkat kemampuan dan alokasi waktu. Media juga membantu siswa dalam mengaktifkan fungsi psikologis dalam dirinya, meliputi pemusatan perhatian dan mempertahankan perhatian, memelihara keseimbangan mental (otak) dan fisik (indera), serta mendorong belajar mandiri (mempercepat konstruksi/rekonstruksi kognitifnya).
15
Selain itu, kontribusi media pembelajaran menurut Daryanto (2010: 6) serta Kemp dan Dayton seperti yang dikutip oleh Azhar Arsyad (2009: 21–23) dan antara lain: a.
Penyampaian pesan pembelajaran menjadi lebih terstandar. Setiap siswa yang melihat atau mendengar penyajian materi melalui media dapat menerima pesan yang sama. Terkadang siswa yang duduk di kursi belakang kurang memahami materi yang disampaikan. Dengan adanya media pembelajaran sebagai sumber belajar mandiri, materi dapat tersampaikan secara utuh kepada siswa.
b.
Pembelajaran dapat lebih menarik. Media dapat diasosiasikan sebagai penarik perhatian dan membuat siswa tetap terjaga dan memperhatikan. Kejelasan dan keruntutan pesan, daya tarik gambar yang berubah-ubah, penggunaan efek khusus yang dapat menimbulkan keingintahuan menyebabkan siswa tertawa dan berpikir, yang semuanya menunjukkan bahwa media memiliki aspek motivasi dan meningkatkan minat.
c.
Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya teori belajar dan prinsip-prinsip psikologi yang diterima dalam hal partisipasi siswa, umpan balik, dan penguatan.
d.
Waktu pelaksanaan pembelajaran dapat dipersingkat karena sebagaian besar media hanya memerlukan waktu singkat untuk mengantarkan pesan-pesan dengan isi pembelajaran dalam jumlah yang cukup banyak dan kemungkinan dapat diserap oleh siswa.
e.
Kualitas pembelajaran dan hasil belajar dapat ditingkatkan karena ketika siswa mempunyai minat dan motivasi terhadap suatu pesan pembelajaran, berdampak pada meningkatnya kualitas hasil belajar dan tujuan pembelajaran dapat tercapai.
f.
Proses pembelajaran dapat berlangsung kapan saja dan di mana saja sesuai keperluan, terutama jika media pembelajaran dirancang untuk penggunaan secara individu.
g.
Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran dan proses pembelajaran dapat ditingkatkan.
16
h.
Peran guru mengalami perubahan ke arah yang lebih positif. Beban guru untuk penjelasan berulang-ulang mengenai materi pembelajaran dapat dikurangi bahkan dihilangkan sehingga guru dapat memusatkan perhatian kepada aspek penting lain, misalnya menjadi konsultan atau penasihat siswa.
4. Aspek dan Kriteria Penilaian Media Pembelajaran Menurut Romi Satria Wahono (2006) terdapat beberapa aspek dan kriteria penilaian media pembelajaran, yaitu : a. Aspek rekayasa perangkat lunak 1) Efektif dan efisien dalam pengembangan maupun penggunaan media pembelajaran. 2) Reliable (handal). 3) Maintainable (dapat dipelihara/dikelola dengan mudah). 4) Usabilitas (mudah digunakan dan sederhana dalam pengoperasiannya). 5) Ketepatan pemilihan jenis aplikasi/software/tool untuk pengembangan. 6) Kompatibilitas (media pembelajaran dapat diinstall/dijalankan di berbagai hardware dan software yang ada). 7) Pemaketan program media pembelajaran terpadu dan mudah dalam eksekusi. 8) Dokumentasi program media pembelajaran yang lengkap meliputi: petunjuk instalasi (jelas, singkat, lengkap), trouble shooting (jelas, terstruktur, dan antisipatif), desain program (jelas, menggambarkan alur kerja program). 9) Reusable (sebagian atau seluruh program media pembelajaran dapat dimanfaatkan kembali untuk mengembangkan media pembelajaran lain). b. Aspek desain pembelajaran 1) Kejelasan tujuan pembelajaran (rumusan, realistis). 2) Relevansi tujuan pembelajaran dengan SK/KD/Kurikulum. 3) Cakupan dan kedalaman tujuan pembelajaran. 4) Ketepatan penggunaan strategi pembelajaran. 5) Interaktivitas. 6) Pemberian motivasi belajar. 7) Kontekstualitas dan aktualitas.
17
8) Kelengkapan dan kualitas bahan bantuan belajar. 9) Kesesuaian materi dengan tujuan pembelajaran. 10) Kedalaman materi. 11) Kemudahan untuk dipahami. 12) Sistematis, runut, alur logika jelas. 13) Kejelasan uraian, pembahasan, contoh, simulasi, latihan. 14) Konsistensi evaluasi dengan tujuan pembelajaran. 15) Ketepatan dan ketetapan alat evaluasi. 16) Pemberian umpan balik terhadap hasil evaluasi. c. Aspek komunikasi visual 1) Komunikatif; sesuai dengan pesan dan dapat diterima/sejalan dengan keinginan sasaran. 2) Kreatif dalam ide berikut penuangan gagasan. 3) Sederhana dan memikat. 4) Audio (narasi, sound effect, backsound, musik). 5) Visual (layout design, typography, warna). 6) Media bergerak (animasi, movie). 7) Layout Interactive (tombol navigasi).
5. Sumber Belajar Sumber belajar merupakan salah satu komponen yang mempunyai peranan penting untuk mewujudkan proses pembelajaran yang efektif sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Pembelajaran yang efektif tidak hanya diukur dari hasil belajar, namun dapat juga dilihat dari proses berupa interaksi siswa dengan berbagai macam sumber yang dapat merangsang untuk belajar dan membantu pemahaman dan penguasaan bidang ilmu yang dipelajarinya. Sumber belajar berperan dalam menyediakan berbagai informasi dan pengetahuan yang diperlukan dalam mengembangkan berbagai kompetensi. Sumber belajar adalah segala sesuatu yang ada di sekitar lingkungan kegiatan belajar yang dapat membantu mempermudah siswa mempelajari topik tertentu dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran (Kemendiknas, 2010: 10). Belajar dengan berbagai
18
sumber belajar diyakini dapat mengatasi tidak hanya berbagai kesulitan dalam proses pembelajaran, akan tetapi juga dapat mendidik siswa untuk belajar dengan cara yang sesuai dengan gaya belajarnya sehingga dapat belajar secara mandiri (BP. Sitepu, 2008: 79). Sumber belajar dapat dikategorikan menjadi dua kelompok. Pertama, sumber belajar yang dibuat, yaitu sumber belajar yang sengaja dibuat, misalnya media cetak (koran, buku, majalah, dan sebagainya), media rakyat ( drama, dongeng, hikayat, dan lain-lain), dan media audio/audio-visual (radio, acara televisi, video, dan lain-lain). Kedua, sumber belajar yang dimanfaatkan, yaitu sumber belajar yang sudah ada kemudian dimanfaatkan untuk mempermudah siswa belajar sesuatu, misalnya narasumber (ketua RW, petani, pengusaha, dan lain-lain), sarana dan prasarana (gedung, kendaraan, lahan pertanian, dan sebagainya). Sarana dan prasarana belum tentu merupakan sumber belajar, akan menjadi sumber belajar jika digunakan dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh, kendaran bisa jadi sumber belajar jika pada proses pembelajaran siswa mengamati , mempelajari, dan meneliti kendaraan tersebut lebih mendalam (Kemendiknas, 2010: 9). Munir (2010: 134 – 136) dan Association for Educational Communication and Technology (AECT) yang dikutip oleh Direktorat Tenaga Kependidikan (2008: 38 – 40) membedakan beberapa jenis sumber belajar yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, yaitu: a. Pesan (Message) Pesan merupakan sumber belajar yang meliputi pesan formal dan pesan nonformal. Pesan formal yaitu pesan yang dikeluarkan oleh lembaga resmi atau pesan yang disampaikan guru dalam proses pembelajaran. Pesan-pesan ini selain disampaikan secara lisan juga dibuat dalam bentuk dokumen seperti kurikulum, peraturan pemerintah, perundangan, dan sebagainya. Pesan nonformal yaitu pesan yang ada di lingkungan masyarakat luas yang dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran misalnya cerita rakyat, legenda, ceramah oleh tokoh masyarakat dan ulama, dan lain-lain.
19
b. Orang (People) Semua orang pada dasarnya dapat berperan sebagai sumber belajar, namun secara umum dapat dibagi dua kelompok. Pertama, kelompok orang yang didesain khusus sebagai sumber belajar utama yang dididik secara profesional untuk mengajar, seperti guru atau instruktur. Kelompok yang kedua adalah orang yang memiliki profesi selain tenaga yang berada di lingkungan pendidikan dan profesinya tidak terbatas. Misalnya untuk mempelajari undang-undang lalu lintas, polisi dapat dijadikan sumber belajar dan untuk mempelajari topik-topik yang berhubungan dengan kesehatan, tenaga medis dapat dijadikan sebagai narasumber. c. Bahan (Materials) Bahan merupakan suatu segala sesuatu yang digunakan untuk menyimpan pesan pembelajaran, seperti buku teks, modul, program video, film, majalah, koran, OHT (over head transparency), program slide, dan situs internet atau web. d. Alat (Device) Alat yang dimaksud di sini adalah benda-benda yang berbentuk fisik sering disebut juga dengan perangkat keras (hardware). Alat ini berfungsi untuk menyajikan bahan-bahan pada butir c di atas, misalnya multimedia Projector, tape recorder, dan sebagainya. e. Teknik Teknik yang dimaksud adalah cara (prosedur) yang digunakan orang untuk menyampaikan materi pembelajaran guna mencapai tujuan pembelajaran. Teknik ini menakup berbagai aktivitas guru untuk memfasilitasi kegiatan belajar siswa, sebagai contoh ceramah, permainan/simulasi, demonstrasi, sosiodrama, dan sebagainya. f. Latar (Setting) Latar atau lingkungan yang berada di dalam sekolah maupun lingkungan yang berada di luar sekolah, baik yang sengaja dirancang maupun yang tidak secara
khusus
disiapkan
untuk
pembelajaran.
Misalnya,
ruang
kelas,
perpustakaan, laboratorium, halaman sekolah, kebun sekolah, dan sebagainya.
20
6. Web Salah satu fasilitas internet yang sangat populer yaitu layanan World Wide Web atau yang lebih dikenal dengan istilah WWW. Informasi-informasi yang dapat dilihat di dalam fasilitas web ini disebut sebagai web page atau web site. Web page ini juga dikenal dengan homepage karena telah banyak digunakan oleh kalangan pribadi baik untuk menyediakan informasi maupun melakukan transaksi bisnis (Tim ICT UNY, 2008: 46). Website memungkinkan kita untuk mengakses informasi atau data baik berupa teks, grafik, suara maupun video. Melalui website, siswa dapat membaca dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang up to date. Selain itu, siswa juga bisa mengaskes sumber belajar dengan mudah, cepat, dan dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun karena hampir semua informasiyang dibutuhkan dapat ditemukan (Munir, 2009: 192). Berbagai informasi yang telah diakses dapat disimpan dalam komputer pribadi sehingga dapat dibuka kembali saat dibutuhkan. Proses pembelajaran melalui website tidak lagi terkendala oleh waktu dan ruang pertemuan. Website (web) atau homepage dapat diartikan sebagai kumpulan halaman yang menampilkan informasi data teks, data gambar diam atau gerak, data animasi, suara, video dan atau gabungan dari semuanya, baik yang bersifat statis maupun dinamis yang membentuk satu rangkaian bangunan yang saling terkait dimana
masing-masing
dihubungkan
dengan
jaringan-jaringan
halaman
(hyperlink). Web bersifat statis apabila isi informasi web tetap, jarang berubah, dan isi informasinya searah hanya dari pemilik web. Web bersifat dinamis apabila isi informasi web selalu berubah-ubah, dan isi informasinya interaktif dua arah berasal dari pemilik serta pengguna web. Ditinjau dari sisi pengembangannya, web statis hanya bisa diupdate oleh pemiliknya saja, sedangkan web dinamis bisa diupdate oleh pengguna maupun pemilik. Setiap halaman web disimpan atau disediakan dalam web server yang kemudian dapat diakses dengan menggunakan perangkat lunak penjelajah web (web browser) (Anonim, 2007). Pemanfaatan web sebagai sumber belajar merupakan salah satu aplikasi elearning yang memungkinkan siswa belajar secara mandiri. Istilah e-learning
21
dapat diartikan pembelajaran dengan menggunakan media atau bantuan perangkat elektronika, khususnya perangkat komputer. Secara umum terdapat dua persepsi dasar tentang e-learning yaitu electronic based dan internet based. Electronic based adalah pembelajaran yang memanfaakan teknologi informasi dan komunikasi, terutama perangkat yang berupa elektronik. Artinya, tidak harus internet, melainkan semua perangkat elektronik seperti video, kaset, slide, dan sebagainya. Adapun internet based adalah pembelajaran yang menggunakan fasilitas internet yang bersifat online. Artinya, siswa mengakses materi pembelajaran tidak terbatas jarak, ruang, dan waktu, bisa di mana saja dan kapan saja (Munir, 2009: 167). Pada proses e-learning, guru dan siswa tidak perlu berada di tempat dan waktu yang sama untuk melakukan proses pembelajaran. Guru cukup mengupload bahan pembelajaran pada situs e-learning dan siswa dapat mempelajarinya dengan membuka situs e-learning tersebut di manapun. Elearning tidak membutuhkan ruangan (tempat) yang luas sebagaimana ruang kelas konvensional (Munir, 2010: 204). Kelebihan e-learning menurut Bates dan Wulf seperti yang dikutip oleh Munir (2009: 174–176) antara lain: a.
Meningkatkan interaksi pembelajaran. Apabila dirancang dengan cermat, e-learning dapat meningkatkan kadar
interaksi antara siswa dengan bahan pembelajaran, siswa dengan guru, dan antara sesama siswa. Hal ini berbeda dengan pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran konvensional, tidak semua siswa dapat, berani, atau mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyan atau menyampaikan pendapat. Kesempatan untuk menyampaikan pendapat atau bertanya pada pembelajaran konvensional sangat terbatas kaena kesempatan tersebut didominasi oleh siswa yang cepat tanggap dan tidak pemalu. Pada e-learning, siswa terpisah satu sama lain dan terpisah dari guru sehingga siswa lebih leluasa untuk mengungkapkan pendapat dan mengajukan pertanyaan tanpa dicemooh, dikritik, atau dilecehkan oleh siswa lain. Suasana pembelajaran seperti ini akan dapat mendorong siswa untuk meningkatkan kadar interaksinya dalam kegiatan pembelajaran, sehinga hasil belajar lebih optimal.
22
b.
Mempermudah interaksi pembelajaran dari mana saja dan kapan saja. Mengingat sumber belajar yang bisa diakses oleh siswa melalui internet,
maka siswa dapat mengakses sumber belajar di mana saja dan kapan saja. Adanya sumber belajar berupa soal-soal dengan umpan balik dan pembahasan dalam situs e-learning memungkinkan siswa dapat berlatih soal kapanpun dan di manapun tanpa harus menunggu sampai ada tatap muka di kelas. Siswa dapat segera mengetahui hasil pekerjaannya tanpa harus menunggu guru mengoreksi jawaban. Pembelajaran semacam ini menghemat waktu dan tenaga, baik siswa maupun guru. c.
Memiliki jangkauan yang lebih luas. Pembelajaran yang fleksibel dari sisi waktu dan tempat, maka jumlah
siswa yang dapat dijangkau dalam kegiatan e-learning juga semakin banyak dan semakin terbuka secara luas. Materi pembelajaran mudah diakses dengan tidak terbatas ruang dan waktu. Siapa saja, kapan saja, dan di mana saja seseorang dapat belajar melalui sumber belajar yang ada di situs internet, tidak hanya di ruangan kelas namun bisa dilakukan di rumah, di tempat rekreasi, atau tempat lain yang memungkinkan akses internet. Dengan demikian, kesempatan belajar benar-benar terbuka lebar bagi siapa saja yang membutuhkannya. d.
Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran. Fasilitas yang tersedia dalam teknologi internet dan berbagai software
yang terus berkembang turut membantu mempermudah pengembangan bahan pembelajaran e-learning. Penyempurnaan bahan pembelajaran dapat dilakukan secara berkala sesuai dengan tuntutan perkembangan materi keilmuan.
7. Soal Pilihan Ganda Soal pilihan ganda merupakan salah satu jenis soal objektif yang penggunaannya cukup luas. Hal ini terkait dengan keunggulan soal pilihan ganda yaitu dapat mencakup materi yang relatif banyak karena jumah soal relatif banyak, dapat mengukur berbagai jenjang kognitif mulai dari mengingat sampai evaluasi, serta penentuan skor sangat mudah, cepat, dan objektif. Soal pilihan ganda sangat tepat untuk ujian dengan peserta yang banyak dengan hasil yang
23
segera diketahui. Selain itu, reliabilitas soal pilihan ganda relatif lebih tinggi daripada soal uraian. Siapapun yang menilai dan kapanpun dinilai hasilnya akan tetap sama. Selain mempunyai banyak kelebihan, soal pilihan ganda juga mempunyai kelemahan, diantaranya penyusunan soal yang baik memerlukan waktu yang relatif lama, adanya kemungkinan menebak benar kunci jawaban, dan sangat sulit menentukan alternatif jawaban yang benar-benar homogen dan logis (Sumarna Surapranata, 2007: 178). Soal pilihan ganda adalah yang menuntut siswa untuk memberikan jawaban atas pertanyaan atau pernyataan yang diserati dengan sejumlah kemungkinan jawaban. Soal tersebut terdiri dari pokok soal (stem) dan beberapa pilihan jawaban. Pokok soal dapat berupa kalimat perintah, kalimat tanya, maupun kalimat yang tidak lengkap. Pilihan jawaban meliputi jawaban benar (kunci jawaban) dan pengecoh (distractor) (Sumarna Surapranata, 2007: 132). Deni Widyantoro, dkk (2009: 20) mengatakan bahwa pengecoh baru dikatakan dapat menjalankan fungsinya dengan baik apabila pengecoh tersebut telah memiliki daya rangsang atau daya tarik demikian rupa, sehingga siswa yang berkemampuan rendah merasa bimbang dan ragu-ragu sehingga pada akhirnya siswa menjadi terkecoh untuk memilih distractor sebagai jawaban betul sebab siswa mengira bahwa distractor yang siswa pilih itu adalah kunci jawaban soal, padahal bukan. Soal yang baik adalah soal yang pengecohnya dipilih oleh minimal 5% dari seluruh peserta tes. Penulisan soal harus didasarkan pada kisi-kisi soal dan mengikuti kaidahkaidah penulisan soal. Kaidah penulisan soal pilihan ganda mencakup materi, konstruksi, dan bahasa yang dijabarkan oleh Sumarna Surapranata (2007: 179– 193) sebagai berikut. a. Soal harus sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator. b. Pilihan jawaban harus homogen dan logis dari segi materi, yaitu berasal dari materi yang sama seperti yang ditanyakan pada pokok soal. Penulisannya harus setara dan semua pilihan jawaban harus berfungsi. c. Setiap soal harus memiliki satu jawaban benar atau paling benar. d. Pokok soal harus jelas dan tegas.
24
e. Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja. f. Pokok soal tidak memberi petunjuk ke arah jawaban benar. g. Pokok soal tidak mengandung dua kata atau lebih yang mempunyai arti negatif untuk menghindari terjadinya kesalahan penafsiran oleh siswa. h. Gambar, grafik, tabel, dan sejenisnya harus jelas, dapat dimengerti, dan berfungsi. i. Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama. Apabila panjang rumusan pilihan jawaban tidak sama, siswa cenderung memilih jawaban yang paling panjang karena seringkali jawaban yang lebih panjang lebih lengkap informasinya dan merupakan kunci jawaban. j. Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan, “Semua pilihan jawaban di atas benar” atau “Semua pilihan jawaban di atas salah”. k. Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka tersebut atau kronologis waktunya. l. Butir soal tidak bergantung pada jawaban soal sebelumnya. Ketergantungan pada soal sebelumnya menyebabkan siswa yang tidak dapat menjawab benar pada soal pertama tidak akan dapat menjawab benar soal berikutnya. m. Menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. n. Menggunakan bahasa yang komunikatif agar mudah dimengerti. o. Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat jika soal digunakan untuk daerah lain atau nasional. p. Pilihan jawaban tidak mengulang kata atau frase yang bukan merupakan satu kesatuan pengertian. Meletakkan kata tersebut pada pokok soal.
8. Penelitian Pengembangan Trianto (2010: 206) mengemukakan bahwa penelitian dan pengembangan atau Research and Development (R&D) adalah proses atau langkah-langkah dalam rangka mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada agar dapat dipertanggungjawabkan. Produk tersebut dapat berbentuk benda atau perangkat keras (hardware) seperti buku, modul, alat bantu
25
pembelajaran di kelas atau di laboratorium, dapat pula berbentuk perangkat lunak (software) seperti program komputer, model pembelajaran, dan sebagainya. Adapun menurut Sugiyono (2010: 297) penelitian dan pengembangan merupakan metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Model penelitian pengembangan merupakan dasar untuk mengembangkan produk yang akan dihasilkan. Model pengembangan dapat berupa model prosedural, model konseptual, dan model teoritik. Model prosedural adalah model yang bersifat deskriptif, menunjukkan langkah-langkah yang harus diikuti untuk menghasilkan produk. Model konseptual adalah model yang bersifat analitis, yang menyebutkan komponen-komponen produk, menganalisis komponen secara rinci dan menunjukkan hubungan antarkomponen yang akan dikembangkan. Model teoritik adalah model yang menggambar kerangka berpikir yang didasarkan pada teori-teori yang relevan dan didukung oleh data empirik (Tim Puslitjaknov, 2008: 8–9). Pada penelitian ini menggunakan model prosedural dengan prosedur pengembangan Borg dan Gall yang sudah diadaptasi. Langkah-langkah penelitian pengembangan menurut Borg dan Gall seperti yang dikutip oleh Tim Puslitjaknov (2008: 10–11) terdiri dari sepuluh langkah yaitu a. penelitian pendahuluan untuk mengumpulkan informasi (kajian pustaka, pengamatan kelas), identifikasi masalah yang dijumpai dalam pembelajaran, dan merangkum permasalahan b. perencanaan meliputi identifikasi dan perumusan tujuan serta penentuan uji ahli atau uji coba skala kecil c. pengembangan
produk
awal
berupa
penyiapan
materi
pembelajaran,
penyusunan buku pegangan, dan perangkat evaluasi d. uji coba lapangan tahap awal yang dilakukan terhadap 2 – 3 sekolah menggunakan 6 – 10 subjek ahli. Pengumpulan informasi/data dengan menggunakan observasi, wawancara dan kuesioner, dilanjutkan dengan analisis data e. revisi produk berdasarkan saran-saran dari hasil uji coba awal
26
f. uji coba lapangan utama dilakukan terhadap 5 – 15 sekolah dengan 30 – 80 subjek. Tes prestasi belajar siswa dilakukan sebelum dan sesudah proses pembelajaran g. revisi produk berdasarkan masukan dari hasil uji lapangan utama h. uji pelaksanaan lapangan dilakukan terhadap 10 – 30 sekolah melibatkan 40 200 subjek, data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan kuesioner i. revisi produk akhir berdasarkan hasil uji pelaksanaan lapangan j. terakhir yaitu diseminasi serta implementasi produk, melaporkan dan menyebarluaskan produk melalui seminar dan jurnal ilmiah, bekerja sama dengan pihak penerbit guna sosialisasi produk untuk komersial dan memantau distribusi serta kontrol kualitas produk.
9.
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran Kimia SMA/MA Kelas XI Sesuai Standar Isi Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi lulusan
yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetenasi lulusan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh siswa pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Kimia termasuk kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi lanjut ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif, dan mandiri (E. Mulyasa, 2006: 45 & 48). Mata pelajaran kimia SMA/MA merupakan kelanjutan IPA di SMP/MTs yang menekankan pada fenomena alam dan pengukurannya dengan perluasan konsep abstrak. Materi pokok kimia SMA/MA terdiri dari 13 standar kompetensi. Sebanyak lima standar kompetensi diantaranya disampaikan di kelas XI. Materi pokok kimia SMA/MA kelas XI meliputi aspek termokimia, laju reaksi, kesetimbangan, larutan asam basa, stoikiometri larutan, kesetimbangan ion dalam larutan, dan sistem koloid. Standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) untuk mata pelajaran kimia SMA/MA kelas XI dapat dilihat pada Lampiran 7. Materi yang disajikan dalam media Smart with Chemistry (SwC) berbasis web merupakan ringkasan materi karena hal yang diutamakan dalam media ini
27
yaitu soal-soal yang disertai dengan umpan balik dan pembahasan. Ringkasan materi dalam media SwC bukan sumber utama dalam mengerjakan soal, namun hanya digunakan untuk membantu mengingat sekilas tentang materi kimia SMA/MA kelas XI.
B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang dilakukan oleh Cahya Dwi Wahyudi (2010) berjudul Pengembangan Permainan Who Wants To Be A Great Chemist? sebagai Media Pembelajaran Kimia untuk Siswa Kelas XI berisi latihan soal yang dikembangkan dengan menggunakan model prosedural. Teknik analisis data dilakukan dengan mengumpulkan data proses pengembangan produk dan data kualitas produk yang diperoleh dari penilaian oleh 5 guru kimia SMA sebagai reviewer. Penelitian tersebut menghasilkan software permainan Who Wants To Be A Great Chemist? untuk siswa kelas XI yang dapat diakses secara offline melalui CD maupun secara online melalui internet dan mempunyai kualitas baik sehingga layak digunakan sebagai sumber belajar untuk siswa SMA/MA. Penelitian yang berjudul Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Berbasis Web pada Mata Kuliah Sejarah dan Kepustakaan Kimia untuk Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Mahasiswa dilakukan oleh Erfan Priyambodo,
dkk
(2011).
Penelitian
tersebut
merupakan
penelitian
pengembangan, yaitu mengembangkan media pembelajran interaktif berbasis web pada mata kuliah Sejarah dan Kepustakaan kimia. Kualitas media diketahui dari penilaian oleh 2 dosen Pendidikan Kimia serta mahasiswa yang mengambil mata kuliah Sejarah dan Kepustakaan Kimia. Teknik analisis data dilakukan dengan mengubah data yang diperoleh menjadi data kuantitatif, kemudian menentukan kriteria kualitas media pembelajaran dengan membandingkan skor empiris media pembelajaran dengan kriteria kualitatif. Adapun teknik analisis data yang digunakan untuk mengetahui pengaruh media pembelajran tehadap motivasi dan prestasi belajar mahasiswa, dilakukan analisis deskriptif kuantitatif dengan bantuan tabel maupun grafik. Penelitian tersebut menghasilkan media pembelajran interaktif berbasis web pada mata kuliah Sejaran dan Kepustakaan Kimia yang
28
dapat diakses secara offline oleh mahasiswa dan mendapat penilaian sangat baik oleh 2 dosen Pendidikan Kimia. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kenaikan yang signifikan antara motivasi belajar mahasiswa sebelum dan sesudah pembelajaran menggunkaan media pembelajaran interaktif serta terdapat kenaikan yang sangat signifikan antara prestasi belajar mahasiswa sebelum dan sesudah pembelajaran menggunkaan media pembelajaran interaktif. Penelitian yang lain yaitu penelitian yang dilakukan oleh Handaru Jati (2006) dengan judul Penerapan Web Dinamis untuk Media Pembelajaran Distance Learning. Penelitian ini dilakukan melalui tahapan-tahapan rekayasa web (web engineering) yang dimulai dari tahapan perumusan masalah dan perencanaa, tahap analsis, tahap desain, tahap implementasi, dan tahap pengujian. Analisis dilakukan dengan analisis interaksi, analsis fungsi dan analisis konfigurasi web. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa adanya aplikasi web yang digunakan untuk sistem pembelajaran berbasis web dinamis secara online dapat memudahkan dosen dan mahasiswa melaksanakan pembelajaran serta pengelola lebih mudah memantau perkembangan proses pembelajaran. Hasil analisis mengenai aplikasi web menunjukkan bahwa aplikasi web telah memenuhi standar kualitas yang baik.
C. Kerangka Berpikir Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya internet memudahkan manusia memperoleh informasi. Keadaan ini dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk memperoleh informasi yang tidak terbatas dari situs internet. Keberadaan situs internet yang berhubungan dengan kimia sebagian besar berisi penjelasan materi dan soal yang dapat diunduh secara gratis. Adapun situs internet yang berisi soal beserta umpan balik dan pembahasan belum dikembangkan secara optimal. Materi kimia SMA/MA khususnya untuk kelas XI sangat beragam, mulai dari konsep-konsep abstrak tentang struktur atom, sampai konsep hitungan tentang larutan, laju reaksi, kesetimbangan, dan lain-lain yang membutuhkan pemahaman lebih mendalam. Dengan banyaknya materi yang harus dikuasai siswa, sedangkan jam belajar siswa di sekolah terbatas, guru hanya menyelesaikan
29
materi dan memberikan tugas untuk mengerjakan soal-soal tanpa adanya umpan balik, sehingga siswa kurang menguasai materi. Siswa sering menemui kesulitan saat menyelesaikan permasalahan-permasalahan kimia meskipun sudah membaca materinya. Siswa yang hanya membaca materi belum tentu dapat menyelesaikan soal dengan baik. Namun, dengan berlatih mengerjakan soal-soal siswa akan lebih menguasai dan memahami materi. Saat ini telah banyak soal-soal latihan berdasarkan Standar Isi, misalnya di LKS atau buku teks. Namun, untuk menghadapi ujian ujian masuk perguruan tinggi, siswa tidak bisa hanya belajar soal-soal berdasarkan Standar Isi karena soal yang sering muncul di ujian masuk perguruan tinggi lebih beragam dan tingkat kesukarannya pun berbeda. Buku yang berisi soal latihan menghadapi ujian nasional ataupun ujian masuk perguruan tinggi sudah banyak, tetapi masih jarang situs internet yang berisi soal-soal persiapan ujian nasional dan ujian masuk perguruan tinggi yang dilengkapi umpan balik dan pembahasan. Adanya umpan balik dan pembahasan akan membuat siswa mengetahui tingkat kemampuan yang ada pada dirinya mengenai materi yang sedang dipelajari. Adanya fasilitas internet gratis di sekolah maupun di rumah makan, tempat rekreasi ataupun di tempat-tempat lain dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya melalui internet. Tak terkecuali akses materi pembelajaran dan soal-soal latihan. Dengan adanya berbagai variasi sumber belajar berisi soal-soal latihan yaitu berupa buku dan situs internet, diharapkan siswa lebih tertarik terhadap mata pelajaran kimia. Penelitian ini mencoba mengembangkan salah satu alternatif media pembelajaran yang dapat digunakan yaitu media pembelajaran Smart with Chemistry (SwC) berbasis web. Media ini berisi soal kimia dan pembahasannya yang dikemas dalam bentuk soal pilihan ganda. Tingkat kesukaran dan distribusi materi dalam soal SwC mengacu pada soal ujian nasional dan ujian masuk perguruan tinggi, sehingga media ini dapat digunakan sebagai alternatif sumber belajar mandiri bagi siswa SMA/MA yang sedang mempersiapkan ujian akhir semester, ujian nasional, maupun ujian masuk perguruan tinggi. Selain itu, media SwC juga berisi ringkasan materi, glosarium, serta hiburan menarik seperti video
30
dan animasi. Dengan media ini diharapkan siswa lebih tertarik dan termotivasi untuk berlatih soal sehingga penguasaan materi kimia SMA/MA khususnya kelas XI akan meningkat. Media SwC berbasis web ditinjau oleh dosen pembimbing, ahli materi, peer reviewer, dan ahli media untuk mendapat masukan sebagai dasar revisi produk. Selanjutnya, menentukan kualitas media pembelajaran Smart with Chemistry (SwC) berbasis web melalui penilaian oleh lima guru kimia yang mempunyai pengetahuan yang sama mengenai materi kimia dan media pembelajaran yang baik. Penilaian dilakukan dengan cara mengisi lembar peniliaian kualitas media berupa lembar check list yang memuat beberapa aspek, yaitu aspek perangkat soal, desain pembelajran, rekayasa perangkat lunak, dan estetika. Hasil penilaian yang diperoleh kemudian dianalisis sehingga peneliti memperoleh data tentang kualitas media SwC berbasis web.
D. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian pengembangan media pembelajaran Smart with Chemistry (SwC) berbasis web adalah: 1. Bagaimana mengembangkan media Smart with Chemistry (SwC) berbasis web sebagai sumber belajar mandiri siswa SMA/MA kelas XI yang dikembangkan mengikuti model pengembangan prosedural dan mengadaptasi prosedur pengembangan Borg dan Gall? 2. Bagaimana kualitas dari media pembelajaran Smart with Chemistry (SwC) berbasis web sebagai sumber belajar mandiri siswa SMA/MA kelas XI setelah dinilai oleh reviewer ditinjau dari aspek perangkat soal, desain pembelajaran, rekayasa perangkat lunak, dan estetika?
31