BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
KAJIAN TEORI
2.1.1 Pembelajaran IPA di SD Nash (dalam Samatowa, 2010: 3) menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam merupakan suatu cara atau jalan yang digunakan untuk melihat atau memperhatikan alam. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan rumpun ilmu, yang mempunyai ciri-ciri khusus yaitu mempelajari fenomena alam, baik berupa kenyataan (reality) atau kejadian (events) dan hubungan interaksianya. Powler (dalam Samatowa, 2010: 3) mengemukakan bahwa IPA merupakan ilmu yang berkaitan dengan gejala alam yang tersusun secara sistematis dan teratur serta bersifat umum yang merupakan hasil pengamatan dan eksperimen/sistematis artinya pengetahuan itu tidak berdiri sendiri namun saling menjelaskan sehingga membentuk suatu kesatuan yang utuh. Berdasarkan istilah yang dipakai, kata Ilmu Pengetahuan Alam melibatkan tiga istilah, yaitu “Ilmu”, “Pengetahuan”, “Alam”. Tiga istilah tersebut tentunya memiliki pengertian atau pengertian atau arti yang berbeda antara satu dengan yang lain. Pengertian Ilmu (KBBI, 2008) adalah “pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu dibidang itu”. Pengetahuan (KBBI, 2008) merupakan “gabungan dari berbagai pengetahuan yang disusun secara logis dan bersistem dengan memperhitungkan sebab akibat”. Alam merupakan segala yang ada di langit dan di bumi (KBBI, 2008). Pengertian diatas dapat menjadi dasar dalam mengetahui hakikat IPA. IPA dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang sebab adan akibat fenomena, kejadian-kejadian yang terjadi di alam (Sukarno, 1973 dalam Wisudawati dan Sulistyowati, 2014: 23). Jadi boleh dikatakan bahwa IPA adalah ilmu yang mempelajari tentang alam. Gagne (2010) mendefinisikan “Science should be viewed as a way of thinking in the pursuit of understanding nature, as a way of investigating claims about phenomena, and as a body of knowledge that has resulted from inquiry.”
5
6
(dalam Wisudawati dan Sulistyowati, 2014: 24). Definisi tersebut mengandung arti bahwa IPA adalah sebuah cara berfikir untuk mencari sebuah jawaban dari pengetahuan yang belum ditemukan. Pengetahuan yang belum ditemukan dapat berupa sebagai penyelidikan terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di alam. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah body of knowdge yang dihasilkan atau didapatkan berdasarkan pengadaan suatu penyelidikan. Carin dan Stund menyatakan bahwa IPA adalah pengetahuan yang bersifat sistematis dan tersusun secara runtut, berlaku secara umum (universal), dan merupakan kumpulan data dari hasil observasi dan ekperimen (dalam Wisudawati dan Sulistyowati, 2014: 24). Artinya IPA merupakan sebuah pengetahuan yang didapat dari sebuah penemuan masalah. Berdasarkan masalah yang didapati maka melakukan serangkaian observasi dan eksperiment yang menghasilkan sebuah pengetahuan
yang merupakan pemecahan dari masalah yang didapati.
Pengetahuan pada IPA bersifat umum (universal) karena pengetahuan tersebut dapat diterapkan pada setiap masalah yang sama. Sehingga IPA adalah sebuah pengetahuan yang sangat penting bagi manusia. Namun alangkah baiknya penerapan pengetahuan IPA dilakukan dengan kesadaran akan lingkungan sekitar, jangan sampai dapat menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan apalagi dampak buruk yang berkepanjangan dan menimbulkan kerugian bagi banyak pihak. IPA bukan hanya saja mengenai sebuah fakta yang terungkap namun juga mengenai sebuah proses bagaimana fakta tersebut terungkap dengan sederet penyelidikan yang telah dilakukan. “Objek IPA adalah proses IPA dan produk IPA.” (Wisudawati dan Sulistyowati, 2014: 27). Suatu proses IPA sangatlah menentukan produk IPA yang dihasilkan. Proses IPA adalah kerja ilmiah. Kerja ilmiah dapat dikatakan sebagai cara penyelidikan IPA. Cara penyelidikan IPA meliputi observasi, eksperimen, matematika. Sedangkan produk IPA merujuk pada sebuah fakta, prinsip, teori, dan hukum yang dihasilkan berdasarkan proses yang telah dilakukan. Hal tersebut disanggah oleh Paolo dan Marten (dalam Samatowa, 2010: 5) mendefinisikan keterampilan proses IPA untuk anak adalah mengamati, mencoba memahami dari hal yang diamati, menggunakan
7
pengetahuan baru untuk meramalkan atau menebak apa yang akan terjadi selanjutnya, kemudian dilanjutkan dengan membuktikan apakah pengetahuan yang ditemukan tersebut benar adanya. Sebuah proses IPA yang sedang dicoba dapat dikatakan tidak selalu benar adanya, namun terkadang juga mengalami sebuah kesalahan, sehingga pengetahuan tersebut digunakan untuk mengetahui apakah sebuah pengetahuan baru itu benar atau tidak. Sebagai guru mata pelajaran IPA maupun guru kelas seperti halnya disekolah dasar sudah seyogyanya guru mengetahui alasan mengapa mata pelajaran yang akan diajarkan perlu dilakukan. Guru haruslah mengetahui benar manfaat dari pembelajaran yang dilakukan untuk lingkungan sekitar. Berdasarkan hal tersebut maka sangatlah penting bagi anak Sekolah Dasar untuk menghasilkan sebuah karya menggunakan konsep IPA secara bijaksana dan sadar akan lingkungan sekitar sehingga diharapakan tidak akan merusak lingkungnan sekitar dengan percobaan maupun karya yang dihasilkan. 2.1.2 Metode Discovery dalam Pembelajaran IPA di SD Menurut Fathurrahman Pupuh (dalam Hamruni, 2012: 6) metode secara harfiah didefinisikan sebagai cara. Dapat ditelaah metode merupakan suatu cara atau prosedur yang diterapkan dalam usaha mencapai sebuah tujuan tertentu. Apabila dikaitkan dengan pembelajaran, metode dapat diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang diterapkan dalam menyampaikan materi pembelajaran sehingga dapat tercapai tujuan pembelajaran tertentu. Metode pembelajaran merupakan langkah atau jalan operasional di cara atau strategi yang telah ditetapkan dalam mencapai tujuan dari suatu pembelajaran (Sani, 2013: 158). Seiring dengan berjalannya waktu, metode pembelajaran yang telah dikembangkan sangat bervariasi. Discovery adalah salah satu dari banyaknya metode yang telah dikembangakan. Arti kata discovery adalah penemuan. Discovery adalah menemukan sebuah konsep berdasarkan informasi atau data yang diperoleh berdasarkan pada sebuah pengamatan atau percobaan yang dilakukan (Sani, 2013: 220). Metode ini sangatlah sering diterapkan dalam IPA yang
dapat
dilakukan
didalam
ruangan
maupun
ditempat
lain
yang
memungkinkan untuk melakukan sebuah percobaan ataupun bisa dilakukan juga
8
diluar ruangan yang masih dibutuhkan campur tangan guru untuk melakukannya atau dapat disebut sebagai guided discovery atau discovery terbimbing (Sani, 2013: 97). Pembelajaran discovery merupakan pembelajaran yang selalu meminta siswa untuk turun langsung dalam pembangunan konsep IPA yang melibatkan proses mental yang terjadi di dalam diri siswa. Menurut Suparno (dalam Wisudawati dan Sulistyowati, 2014: 83), proses discovery meliputi: a. Mengamati: siswa melakukan suatu aktivitas pengamatan terhadap suatu objek, fenomena, dan suatu masalah yang dihadapinya. b. Menggolongkan: siswa menggolongkan data yang telah diperoleh berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan. c. Memprediksi: siswa memperkirakan atau memprediksi mengapa suatu gejala dapat terjadi dalam pengamatannya berdasarkan data yang telah digolongkan. d. Mengukur: siswa mengukur objek yang sedang diamati guna memperoleh data yang lebih lengkap sehingga mempermudahnya dalam membuat sebuah simpulan dari pengamatan yang dilakukan. e. Menguraikan atau menjelaskan: siswa dibantu untuk menguraikan dan menjelaskan data-data yang diperoleh dari hasil pengukuran yang dilakukan. f. Menyimpulkan: siswa membuat simpulan berdasarkan data-data yang telah diperoleh melalui serangkaian kegiatan yang telah dilakukannya. Discovery sangatlah sering diterapkan dalam percobaan Ilmu Pengetahuan Alam baik di laboratorium maupun di luar rungan yang tentunya masih membutuhkan campur tangan seorang guru dalam pelaksanaannya, yang disebut dengan guided discovery (Sani, 2014: 97). Hal tersebut menunjukan bahwa guru tidak melepas begitu saja kegiatan yang dilakukan oleh siswa namun guru tetap membimbing dam memberikan arahan kepada siswa bagaimana langkah-langkah yang harus siswa tempuh sehingga seluruh siswa dapat melaksanakan kegiatan dengan baik. Langkah-langkah dari discovery terbimbing (Sani, 2013: 98), yaitu a. Guru melakukan penjelasan atau mengomunikasikan tujuan dari pembelajaran yang akan dilaksanakan di awal pertemuan dari sebuah pembelajaran.
9
b. Guru memberikan petunjuk atau langkah-langkah praktikum eksperimen yang akan dilakukan. c. Siswa melaksanakan eksperimen berdasarkan langkah-langkah praktikum eksperimen yang telah diberikan dibawah pengawasan guru. d. Guru mengarahkan siswa untuk melihat gejala-gejala yang timbul dari serangkaian eksperimen yang dilakukannya e. Siswa membuat simpulan berdasarkan hasil eksperimen yang telah ia laksanakan. Metode Discovery sejalan dengan teori Bruner yang menyarankan bahwa siswa haruslah belajara secara aktif untuk menemukan ataupun membangun konsep yang dan prinsip (Sani, 2013: 93). Menurut pendapat Bruner dalam Teori Belajar Bruner (dalam Sani, 2013: 15) menyatakan bahwa proses belajar terjadi dalam tiga tahap, yaitu: a. Manipulasi objek langsung (enactive), pada tahap ini siswa di dalam belajar menggunakan manipulasi objek-objek secara langsung atau dapat disebut siswa melakukan observasi langsung realitas. b. Representasi gambar (iconic), tahap ini menyatakan bahwa kegiatan observasi yang dilakukan siswa mulai dilakukan secara tidak langsung yang menggunakan gambar-gambar ataupun tulisan dari objek-objek yang diobservasi. c. Manipulasi simbol (simbolic), pada tahap ini siswa memanipulasi, membuat abstraksi berupa teori, mengartikansi, analisis terhadap simbol-simbol yang telah diamati dan dikerjakan. Berdasarkan learning theories.com (dalam Laksmi, 2012: 9) keuntungan yang dicapai dari sebuah penerapan metode discovery adalah mendorong partisipasi
siswa
secara
aktif
dalam
pembelajaran
yang
berlangsung,
menumbuhkan motivasi untuk selalu belajar, membuat timbulnya rasa tanggung jawab dan mandiri, berkembangnya atau tumbuhnya kreativitas dan kecakapan dalam menyelesaikan permasalahan, bertambahnya pengalaman belajar. Herdian (dalam laksmi, 2012: 9) juga menyatakan beberapa keuntungan penerapan metode discovery dalam pembelajaran, yaitu pengetahuan yang didapat dapat diingat
10
dengan jangka waktu yang panjang, pembelajaran yang dilakukan dengan menerapkan metode discovery
dapat meningkatkan segi logika siswa dan
kecakapan dalam berfikir secara bebas, melatih siswa dalam menemukan, menghadapi, dan memecahkan suatu permasalahan secara mandiri. Penerapan metode discovery dalam sebuah pembelajaranpun tak luput dengan kekurangan atau kelemahan. Learning-theoris.com (dalam Laksmi, 2012: 9) menunjukan bahwa kelemahan metode ini adalah berpotensi adanya kesalahan konsep dan ada kemungkinan bahwa guru gagal mendeteksi kesalahan konsep yang terjadi. Herdian (dalam Laksmi, 2012: 9) juga menyatakan kelemahan metode ini adalah dalam pelaksanaannya membutuhkan alokasi waktu yang cukup panjang. Roestiyah (dalam Laksmi, 2012: 9) menyatakan bahwa siswa haruslah memiliki kesiapan dan kematangan mental untuk mengikuti pembelajaran dengan metode ini, siswa juga harus mempunyai rasa berani dan ingin tahu yang tinggi mengenai keadaan disekitarnya ataupun fenomena-fenomena yang terjadi disekitarnya, penggunaan metode discovery kurang efektif apabila diterapkan untuk kelas yang memiliki jumlah peserta didik yang banyak, bagi guru dan siswa yang sangat jarang menggunakan metode ini akan merasa aneh atau kecewa. 2.1.3 Penggunaan Media Pembelajaran Proses belajar mengajar merupakan suatu kegiatan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Tujuan dari pendidikan sendiri adalah untuk melakukan perubahan-perubahan tingkah laku yang tentunya menuju kearah hal yang positif guna dapat hidup mandiri sebagai individu dan makhluk sosial. Dalam proses pencapaian tujuan maka siswa dibantu oleh guru melalui proses pembelajaran. “Dalam metodologi pengajaran ada dua aspek yang paling menonjol yakni metode mengajar dan media pengajaran sebagai alat bantu mengajar.” (Sudjana dan Rivai, 2010: 1). Maka sebagai guru selain menerapkan metode pembelajaran yang sesuai juga didukung dengan penggunan media pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran sehingga akan terpenuhi tujuan dari pembelajaran yang dilakukan. “Sadiman (1993:3) mengemukakan, bahwa media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.” (dalam Kustandi dan Sutjipto, 2013: 7). Raharjo berpendapat media merupakan tempat dari pesan yang
11
ingin disampaikan oleh pembawa sumber kepada penerima pesan (dalam Kustandi dan Sutjipto, 2013: 7). “ Gerlacy dan Ely (1971) mengatakan, apabila dipahami secara garis besar, maka media adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun suatu kondisi atau membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.” (dalam Kustandi dan Sutjipto, 2013: 7). Media yang digunakan pada penelitian ini yaitu standar, batang tembaga, batang besi, batang gelas, plastisin, lilin, stopwatch, gelas Erlenmeyer, alumunium foil, kotak konveksi, koil obat nyamuk, potongan kertas kecil-kecil, termometer, kertas karbon, kertas putih, korek api. Penggunaan media pembelajaran pada pembelajaran sangatlah bermanfaat untuk mendukung kesuksesan dalam pembelajaran. Berikut merupakan manfaat dari penggunaan media pembelajaran (Sudjana dan Rivai, 2010: 2). a) Dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa karena pembelajaran yang dilaksanakan lebih menarik. b) Siswa akan lebih memahami materi pembelajaran karena materi pembelajaran lebih jelas maknanya dan dapat membuat siswa mempunyai tujuan pembelajaran yang lebih baik. c) Pembelajaran yang dilakukan lebih inovatif, tidak hanya menggunakan metode ceramah dimana guru selalu menerangkan materi pembelajaran tetapi dengan media pembelajaran yang mendukung sehingga siswa tidak bosan untuk mengikuti pembelajaran dan guru dapat menghemat tenaga untuk kegiatan selanjutnya. d) Siswa akan lebih aktif dalam kegiatan proses pembelajaran karena peran siswa dalam proses pembelajaran tidak hanya mendengarkan ceramah dari guru namun
juga
ikut
berpartisispasi
dalam
mengamati,
melakukan,
mendemonstrasikan, dan lain-lain. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah sarana atau alat yang digunakan oleh tenaga pendidik guna membantu proses belajar mengajar yang diselenggarakan yang berfungsi untuk memperjelas materi ajar yang akan disampaikan, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
12
2.1.4 Pengaruh Pembelajaran IPA dengan Metode Discovery Kegiatan belajar mengajar yang terjadi didalam suatu pendidikan akademik merupakan suatu proses interaksi yang terjadi antara guru dan siswa, dan beberapa pihak terkait lainnya. “Belajar merupakan aktivitas interaksi aktif individu terhadap lingkungan sehingga terjadi perubahan tingkah laku.” (Sani, 2013:40). Sehingga diharapkan terjadinya perubahan tingkah laku yang bersifat positif, seperti perubahan tingkah laku dari tidak mengetahui menjadi mengetahui, dari tidak bisa menjadi bisa, dan lain-lain. Pembelajaran adalah pengondisian yang diterapkan guna menciptakan suasana belajar pada diri siswa. Penerapan konsisi atau pengondisian tersebut dapat dilakukan oleh guru sebagai pihak yang melakukan pembelajaran ataupun siswa yang merupakan pihak yang menerima pembelajaran. Berikut merupakan ilustrasi hubungan antara guru, siswa, dan media, sumber belajar (Sani, 2013:40). Guru
Proses Belajar Mengajar Media, Sumber belajar
Siswa
Gambar 2.1 Interaksi Guru, Siswa, dan Media, Sumber Belajar
Guna mencapai pembelajaran efektif perlu adanya menciptakan suasana kelas yang sedemikian rupa, sehingga siswa aktif berinteraksi. Interaksi yang terjalin antar siswa akan membentuk suatu komunitas yang memungkinkan mereka untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang saling mendukung antar satu dengan yang lain. Penciptaan kondisi suasana pembelajaran yang kondusif akan timbul suatu kerjasama yang baik antar siswa, sehingga aktivitas pembelajaran
yang terjadi
akan
menjadi
menarik
dan
menyenangkan.
13
“Pembelajaran yang efektif tidak lepas dari peran guru yang efektif, kondisi pembelajaran
yang
efektif,
keterlibatan
peserta
didik,
dan
sumber
belajar/lingkungan belajar yang mendukung.” (Sani, 2013:41). Kegiatan pembelajaran yang efektif meliputi beberapa aspek-aspek yang mempengaruhi (Sani, 2013:46), diantanya sebagai berikut a. Pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) Subjek utama dalam suatu proses pembelajaran adalah siswa, sehingga seyogyanya seluruh aktivitas pembelajaran yang dilakukan diarahkan untuk membantu atau mendukung pengembangan siswa. Pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) biasanya menciptakan pembelajaran yang aktif. b. Terjadinya interaksi yang aktif dan bersifat edukatif antar siswa dan pihak pendidik yaitu guru c. Terciptanya suasana yang demokratis d. Penerapan metode pembelajaran Penerapan metode pembelajaran yang tepat guna dengan tujuan dan bahan pembelajaran dapat mengatasi kejenuhan yang dialami oleh siswa. Guru perlu mengadakan pembelajaran yang dapat menurunkan tingkat kejenuhan siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa lebih senang dan aktif untuk berpartisipasi dalam proses pembelajaran yang dilakukan. e. Bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan dan bermanfaat bagi siswa Sebagai pihak yang mendidik, guru haruslah pintar dalam memilih bahan yang akan disampaikan kepada siswa. Pemilihan bahan ajar yang tepat dapat bermanfaat dan bermakna bagi kehidupannya. Sehingga alangkah baiknya apabila bahan ajar hendaknya sesuai dengan kondidi siswa dan kondisi geografis daerahnya. f. Terciptanya lingkungan pembelajaran yang kondusif g. Sarana pembelajaran yang menunjang proses pembelajaran Pembelajaran yang efektif perlu adanya dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Contohnya adalah pembelajaran IPA yang membutuhkan media untuk melakukan percobaan, sepak bola dalam olahraga yang membutuhkan bola
14
dan lapangan. Apabila tidak tersedia sarana dan prasarana yang menunjang dalam pembelajaran maka akan berdampak pada rendahnya hasil belajar. Benjamin S. Bloom merupakan salah satu tokoh yang sangat berpengaruh dan memberikan kontribusi yang besar dalam pengembangan keilmuan pendidikan di dunia dengan handbook yang ditulisnya membicarakan tentang taksonomi tujuan pembelajaran. Tingkat pemahaman dari siswa atau hasil belajar siswa berdasarkan taksonomi Bloom adalah bertingkat. Benjamin S. Bloom (dalam Sani, 2013: 53) mengelompokan hasil belajar berdasarkan tingkatnya, yaitu: 1) pengetahuan (knowledge); 2) pemahaman (comprehension); 3) penerapan (application); 4) analisis (analysis); 5) sintesis (synthesis); 6) evaluasi (evaluation). Kategori di dalam Taksonomi Bloom memiliki tingkatan yang berbeda. Tahapan hasil belajar siswa yang paling rendah yaitu tahap pengetahuan (knowledge), setelah itu diikuti dengan tahapan pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), sampai dengan tahapan yang paling tinggi yaitu evaluasi (eveluasion). Berikut merupakan ilustrasi tahapan Bloom taksonomi (dalam Sani, 2013:54).
Evaluasi Sintesis Analisis Penerapan Pemahaman Pengetahuan Gambar 2.2 Tingkat Hasil Belajar di dalam Taksonomi Bloom Pengertian dari masing masing tingkat hasil belajar di dalam Taksonomi Bloom (dalam Sani, 2013: 54) adalah sebagai berikut.
15
a. Pengetahuan (knowledge): mempunyai kemampuan mengingat informasi yang diterima baik secara abstrak maupun kongkret. b. Pemahaman (comprehension): mampu mengingat, mendefinisikan, dan menginterpretasikan informasi yang telah didapat c. Penerapan (application): mampu menerapkan konsep yang diterima kedalam sebuah permasalahan. d. Analisis (analysis): dapat menguraikan informasi yang didapat dan mengelompokan, serta menjelaskan hubungan atar kelompok. e. Sintesis (synthesis): menggabungkan konsep, informasi, pengalaman yang diterima untuk menghasilkan sesuatu yang baru. f. Evaluasi (evaluation): mempunyai kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap ide-ide baru. “Objek IPA adalah proses IPA dan produk IPA.” (Wisudawati dan Sulistyowati, 2014: 27). BNSP 2006 (dalam Laksmi, 2012: 2) menyatakan bahwa “Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah”. Sehingga dengan pembelajaran IPA menggunakan metode discovery siswa mempunyai tingkat hasil belajar yang lebih tinggi, karena siswa melakukan pembelajaran dengan melakukan rangkaian percobaan yang ia lakukan sendiri atau melalui pengalaman langsung. 2.2 Hasil Penelitian yang Relevan Berdasarkan studi eksperimental yang berjudul Pengaruh Implementasi Metode Discovery Terhadap Hasil Belajar Siswa IPA Kelas V SDN Gendongan 01 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012 yang dilakukan oleh Javid Nama Ayu Laksmi (2012) menunjukan bahwa implementasi metode discovery berpengaruh terhadap hasil belajar IPA kelas V SDN Gendongan 01 Salatiga. Subjek dari penelitian yang dilakukan implementasi metode discovery adalah siswa dari SD Gendongan 01 dengan siswa berjumlah 27 yang terdiri dari 15 siswa berjenis kelamin laki-laki dan 12 siswa berjenis kelamin perempuan. Sedangkan untuk kelas kontrol yang tidak diberikan perlakuan apapun adalah siswa dari SDN Gendongan 02 dengan jumlah siswa 32 yang terdiri dari 17 siswa
16
berjenis kelamin laki-laki dan 15 siswa berjenis kelamin perempuan. Hasil dari penelilitian pada kelas yang dilakukan implementasi penggunaan metode discovery menunjukan bahwa terjadi perubahan yang cukup signifikan pada kelas kontrol dan kelas eksperimen. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata nilai pada kelas kontrol adalah 67,81. Sedangkan nilai rata-rata pada kelas eksperimen adalah 75,19. Perbedaan antar kelas kontol dan kelas eksperimen sebanyak 7,38. Perbedaan nilai tersebut menunjukan bahawa implementasi metode discovery berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yaitu meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian eksperimen yang berjudul Pengaruh Penggunaan Metode Discovery Pada Pelajaran IPA Pokok Bahasan Bunyi Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Kristen Satya Wacana Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012 yang dilakukan oleh Lisa Saputri (2012) menunjukan bahwa penggunaan metode discovery berpengaruh terhadap hasil belajar pada pelajaran IPA pokok bahasan bunyi terhadap hasil belajar siswa kelas IV SD Kristen Satya Wacana Salatiga. Penelitian ini dilakukan di kelas IV A dan IV B dengan jumlah siswa masing-masing adalah 28 dan 29. Kelas eksperimen adalah kelas IV B dan kelas kontol adalah kelas IV A. Penerapan metode discovery dilakukan pada kelas eksperimen. Hasil membuktikan perbedaan perolehan hasil belajar siswa. Hal tersebut ditunjukan dengan perolehan rata-rata nilai pada kelas eksperimen adalah 77,76 sedangkan perolehan rata-rata nilai pada kelas kontol adalah yaitu 62,14. Selisih perolehan nilai dari kelas kontrol dan kelas eksperimen sebanyak 15,62. Perolehan nilai yang lebih tinggi pada kelas eksperimen menunjukan bahwa penerapan metode discovery memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa. Penelitian pertama yang merupakan penelitian eksperimen menunjukan bahwa terjadi perubahan terhadap hasil belajar siswa setelah menerapan metode discovery. Hal tersebut ditunjukan oleh perubahan perolehan nilai yang diperoleh siswa. Pada penelitian kedua juga terjadi hal yang sama. Penelitian menunjukan bahwa penerapan metode discovery
menunjukan pengaruhnya terhadap hasil
belajar siswa yang diukur dengan perolehan nilai. Berdasarkan kedua penelitian tersebut
maka
dapat
disimpulkan
bahwa
penerapan
memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa.
metode
discovery
17
Penelitian-penelitian yang relevan terdahulu menggunakan penelitian eksperimen pada mata pelajaran IPA dengan menerapkan metode discovery. Penelitian Javid Nama Ayu Laksmi dan Lisa Saputri sama-sama dilakukan 3 kali pertemuan. Lokasi penelitian dari Javid Nama Ayu Laksmi dilakukan di dua SD yang berbeda yaitu SN N Gendogan 01 dan SD N Gendongan 02. Berbeda dengan lokasi penelitian dari Lisa Saputri yang dilakukan di satu SD yaitu SD Kristen Satya Wacana. Penelitian yang dilakukan oleh Javid Nama Ayu Laksmi dilakukan di kelas V. Berbeda dengan Lisa Saputri yang melakukan penelitian di kelas IV. Penelitian dengan penerapan metode discovery yang dilakukan oleh kedua peneliti terdahulu memiliki fokus pada hal yang sama yaitu ada atau tidaknya pengaruh penggunaan metode discovery terhadap hasil belajar siswa pada pelajaran IPA. Penelitian tersebut menunjukan adanya pengaruh penggunaan metode discovery yaitu meningkatnya hasil belajar siswa pada pelajaran IPA. Persamaan dari kedua peneliti tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan metode discovery terhadap hasil belajar IPA siswa. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan metode discovery berbantuan media pada pelajaran IPA terhadap hasil belajar siswa. Perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian yang relevan terdahulu terdapat pada kelas yang dilakukan oleh peneliti, materi ajar yang digunakan, dan penggunaan media pada pembelajaran IPA. Persamaan penelitian peneliti dengan penelitian yang relevan terdahulu adalah penggunaan metode discovery, menggunakan penelitian eksperimen, dan dilakukan pada mata pelajaran IPA. Penelitian diatas menunjukan bahwa penerapan metode pembelajaran sangatlah berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Penerapan metode pembelajaran yang sesuai akan sangat membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajarnya. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti merasa perlu mengembangkan guna hasil belajar IPA siswa dapat meningkatkan dan siswa dapat belajar melalui proses menemukan sehingga pembelajaran akan lebih bermakna. Penelitian ini lebih menekankan pada Pengaruh Penerapan Metode Discovery Berbantuan
18
Media pada Pelajaran IPA Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas IV MI Asas Islam Kalibening Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2015/2016. 2.3 Kerangka Berfikir Penerapan metode pembelajaran yang sering dilakukan pada pembelajaran IPA adalah dengan metode ceramah disertai dengan diskusi. Namun penerapan metode ini dirasa kurang memberikan kontribusi dalam upaya meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Oleh karena itu perlu adanya penerapan metode yang tepat guna meningkatkan hasil belajar IPA siswa yang salah satunya adalah penerapan metode discovery. Metode Discovery adalah metode dimana siswa berusaha untuk menemukan sebuah konsep berdasarkan informasi atau data yang diperoleh berdasarkan pada sebuah pengamatan atau percobaan yang dilakukan (Sani, 2013: 220). Pembelajaran menggunakan metode discovery menuntut siswa lebih aktif dalam pembelajaran dengan melakukan serangkaian pengamatan, sehingga dapat disebut dengan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Metode discovery sangatlah sering diterapkan dalam percobaan Ilmu Pengetahuan Alam baik di laboratorium maupun di tempat lain yang memungkinkan yang tentunya dalam pelaksanaannya masih membutuhkan campur tangan seorang guru, yang disebut dengan guided discovery (Sani, 2013: 97). Siswa mengalami sendiri bagaimana proses penemuan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ide-ide baru melalui kegiatan yang mereka lakukan sendiri secara mandiri. Bedasarkan uraian diatas peneliti melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan metode discovery terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA Kelas IV MI Asas Islam Kalibening Semester II Tahun Ajaran 2015/2016. Adapun skema kerangka berfikir sebagai berikut.
19
Metode
Kelas
demonstrasi
kontrol Pre-test
Post-test
Kelas
Metode
eksperimen
discovery
Pengaruh penerapan metode discovery terhadap hasil belajar
Gambar 2.3 Bagan Kerangka Pikir Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan kelas kontrol dan kelas eksperimen. Setelah kelas kontrol dan kelas eksperimen ditentukan, selanjutnya dilakukan pre-test pada kedua kelas tersebut. Pre-test yang dilakukan di awal penelitian ini bertujuan untuk mengetahui homogenitas pada kelas kontrol dan kelas eksperimen. Apabila diketahui bahwa kelas kontrol dan kelas eksperimen adalah homogen, maka dapat diberikan perlakuan. Diketahui bahwa kedua kelas tersebut homogen. Maka selanjutnya diterapkan perlakuaan yang berbeda untuk kelas kontrol dan kelas eksperimen. Kelas kontrol adalah kelas yang melakukan pembelajaran menggunakan metode demonstrasi. Kelas eksperimen adalah kelas yang melakukan pembelajaran dengan penerapan metode discovery. Setelah perlakuan yang berbeda diantara kelas kontrol dan kelas eksperimen maka dilakukan post-test. Post-test merupakan sarana yang digunakan peneliti untuk mengukur hasil belajar siswa setelah dilakukan perlakuan yang berbeda dengan cara dan aturan yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil post-test yang diperoleh selanjutnya adalah melakukan analisis hasil post-test. Bandingkan hasil belajar yang berasal dari hasil post-test antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Hasil belajar siswa sangatlah penting karena hasil belajar siswa menunjukan tingkat keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Hasil belajar siswa dari kelas kontrol dan kelas eksperimen dapat diketahui perbedaan hasil belajar antar keduannya, sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya pengaruh penerapan metode discovery dalam pembelajaran IPA.
20
2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian pustaka dan hasil penelitian relevan yang telah dipaparkan diatas maka hipotesis penelitian yang diperoleh yaitu penerapan metode discovery berpengaruh terhadap pengaruh hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA MI Asas Islam Kalibening Salatiga kelas IV semester II tahun ajaran 2015/2016. H0:Penerapan metode discovery tidak memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA MI Asas Islam Kalibening Salatiga kelas IV semester II tahun ajaran 2015/2016. H1:Penerapan metode discovery memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA
MI Asas Islam
Kalibening Salatiga kelas IV semester II tahun ajaran 2015/2016. H0 diterima apabila tidak terdapat perbedaan hasil belajar antara kelas kontrol dan kelas eksperimen, sedangkan H0 ditolak apabila terdapat perbedaan hasil belajar antara kelas kontrol dan kelas eksperimen.