BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw 2.1.1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang mengorganisasi pembelajaran di dalam kelas dan menunjukkan cara penggunaan materi pembelajaran (Koes, 2003: 60). Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien serta efektif untuk mencapai tujuan pendidikannya. Sumarno (dalam Chairunnisa 2012: 17), mengemukakan bahwa model pembelajaran merupakan strategi yang digunakan oleh guru untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar dikalangan siswa, mampu berpikir kritis, memiliki ketrampilan sosial dan pencapaian hasil pembelajaran yang lebih optimal (Isjoni, 2009: 8). Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan dengan demikian bahwa yang disebut dengan model pembelajaran adalah rencana atau pola atau strategi yang digunakan oleh guru untuk meningkatkan motivasi belajar, membentuk sikap belajar, sehingga mencapai hasil pembelajaran yang lebih optimal.
2.1.2. Jenis-jenis Model Pembelajaran Kardi dan Nur (dalam Trianto, 2009) mengemukakan bahwa ada lima model pembelajaran yang dapat digunakan dalam mengelola pembelajaran, yaitu: a.
Model pembelajaran langsung Menurut Arends (Trianto, 2009: 41) model pembelajaran langsung adalah suatu model
pembelajaran yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan procedural yang terstruktur dengan baik dan dapat diajarkan dengan pola kegiatan bertahap. b.
Model pembelajaran kooperatif Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan
kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran, dimana siswa belajar bersama dalam sebuah kelompok kecil yang terdiri dari sejumlah siswa yang heterogen baik dilihat dari kemampuan belajarnya, rasnya, suku atau jenis kelaminnya.
6
7
c.
Model pembelajaran berdasarkan masalah Arends (dalam Chairunnisa 2012: 18) menyatakan bahwa model pembelajaran
berdasarkan masalah (problem base learning) adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik, sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkan ketrampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, melatih siswa agar mandiri dan percaya diri. Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu dan meningkatkan ketrampilan berpikir kritis dan menyelesaikan masalah, serta mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting. d.
Model pembelajaran diskusi Model pembelajaran diskusi merupakan model pembelajaran yang sangat berkaitan
dengan pemecahan masalah. Model pembelajaran in sering disebut diskusi kelompok atau resitasi (pelafalan bersama). e.
Learning strategy Strategi belajar yang baik adalah yang dapat menjamin tercapainya tujuan pengajaran
yang efektif, efisien, dan ekonomis serta dapat meningkatkan keterlibatan siswa baik secara intelektual maupun fisik. Dari sekian model pembelajaran yang dipaparkan di atas, dalam penelitian ini, penulis memilih menggunakan model cooperative learning sebagai model pembelajaran yang akan diterapkan dalam penelitian ini. Pemilihan model cooperative learning dalam penelitian ini dibangun atas pertimbangan-pertimbangan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, yaitu kondisi riil subyek penelitian yang akan diteliti oleh penulis.
2.1.3. Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning Mengenai cooperative learning, Slavin (dalam Isjoni, 2007: 15) mengemukakan: “in cooperative learning methods, students work together in four member teams to master material initially presented by teacher”. Dari pernyataan tersebut dapat dikemukakan bahwa cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran yang di dalamnya kegiatan belajar dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara bersama, sehingga dapat merangsang siswa lebih termotivasi dalam belajar. Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan secara penuh dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis. Siswa bukan lagi sebagai objek pembelajaran namun bisa juga berperan sebagai tutor bagi rekan sebayanya. Menurut Sagala (2003: 88) cooperative learning merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivisme.
8
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa cooperative learning merupakan model pembelajaran yang memanfaatkan pengelompokan siswa untuk bekerja sama selama proses pembelajaran, sehingga mendapatkan hasil yang maksimal. Karena dengan pengelompokan ini, diharapkan siswa dapat saling membantu dalam tugas akademiknya.
2.1.4. Tujuan Model Pembelajaran Cooperative Learning Model cooperative learning adalah model pembelajaran yang memungkinkan guru dapat mendorong siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran baik berupa tujuan akademik, penerimaan akan keragaman, maupun sebagai saran untuk mengembangkan ketrampilan sosial (Suhadi, 2010: 7). Suhadi melanjutkan bahwa dengan cooperative learning, siswa dapat meningkatkan prestasi (hasil) belajarnya, karena siswa diberikan kesempatan untuk saling belajar dengan sesamanya – inilah yang disebut dengan pencapaian pembelajaran yaitu pada tujuan akademik. Sebab, menurut Suhadi, dengan belajar dari sesama siswa lainnya, siswa sebagai individu justru lebih mudah menyerap pelajaran, karena rekannya berada pada dimensi kognitif yang sama dengan dirinya. Selain tujuan akademik, dengan cooperative learning siswa diberikan kesempatan untuk saling belajar menerima keragaman, baik keragaman suku, agama, ras, intelektual dan latar belakang yang lain (Slavin, 2003: 39). Akhirnya cooperative learning adalah sarana yang tepat bagi para siswa untuk mengembangkan ketrampilan sosialnya (Suhadi, 2010: 8). Dengan belajar menerima perbedaan, pada saat itu juga siswa sedang belajar bagaimana mengembangkan ketrampilannya sebagai makhluk sosial.
2.1.5. Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw Model cooperative learning tipe Jigsaw merupakan salah tipe dari model cooperative learning. Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins. Cooperative learning tipe jigsaw merupakan salah satu tipe cooperative learning yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal (Isjoni, 2007: 54). Aronson (dalam Isjoni 2007: 54), tokoh yang mendesain model cooperative learning tipe Jigsaw mengatakan: Esensi dari jigsaw adalah suatu model cooperative learning dimana tiap siswa dalam kelompok memiliki satu potongan gambaran informasi khusus yang masingmasing berbeda, kemudian ia bertanggungjawab untuk mengajarkannya kepada teman satu
9
kelompoknya. Ketika seluruh gambaran informasi ini bergabung, siswa telah memiliki satu puzzle utuh (dinamakan jigsaw) Menurut Isjoni (2007: 55) disebutkan bahwa dalam penerapan jigsaw, siswa dibagi berkelompok dengan 4-6 anggota kelompok belajar secara beragam, karena kelompok yang beranggotakan 4-6 orang lebih sepaham dalam menyelesaikan suatu permasalah dibandingkan dengan kelompok yang beranggotakan 2-4 orang. Kunci jigsaw adalah saling ketergantungan, yakni setiap siswa bergantung kepada teman satu kelompoknya untuk dapat memberikan informasi yang diperlukan supaya dapat berkinerja baik saat penilaian. Dari pendapat di atas, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa model cooperative learning tipe jigsaw adalah sebuah model pembelajaran yang beranggotakan 4-6 orang, di mana setiap anggota kelompok saling bergantung satu dengan lainnya untuk dapat memberikan informasi yang diperlukan supaya dapat berkinerja baik saat penilaian.
2.1.6. Langkah-langkah Pembelajaran Cooperative Tipe Jigsaw Langkah-langkah atau tahapan pelaksanaan cooperative learning tipe jigsaw yang diadopsi dari Aronson (2010) adalah sebagai berikut (lihat tabel 2.1)
Tabel 2.1 Langkah-Langkah (tahapan) Model Cooperative learning Tipe Jigsaw Tahapan
Kegiatan
Pertama
Membentuk jigsaw/kelompok
Kedua
Keterangan kelompk Guru membagi siswa dalam asal
yang kelompok
asal
yang
heterogen
berjumlah 4-6 orang
Membagikan tugas/materi
Guru membagi pelajaran yang akan di bahas ke dalam 4-6 bagian Siswa membagi tugas/materi yang
berbeda
pada
ditap
siswa dalam tiap kelompok Ketiga
Membentuk kelompok ahli
Siswa
dari
masing-masing
kelompok
jigsaw/asal
bergabung dengan siswa lain yang
memiliki
segmen
10
pelajaran yang sama Keempat
Diskusi kelompok ahli
Siswa
berdiskusi
kelompok
dalam
berdasarkan
kesamaan
materi
masing-
masing siswa Kelima
Diskusi kelompok jigsaw/asal
Siswa kembali ke kelompok asalnya masing-masing dan bergiliran mengajarkan materi kepada
anggota
kelompok
melakukan
penilaian
yang lain Keenam
Evaluasi tingkat penguasaan siswa Guru terhadap materi
untuk mengukur hasil belajar siswa
secara
mengenai
individu seluruh
pembahasan
Adapun langkah-langkah pembelajaran jigsaw di atas diuraikan sebagai berikut: a.
Tahap 1: Bahan Ajar Guru memilih satu bab dalam buku ajar, kemudian membagi bab tersebut menjadi
bagian-bagian, sesuai dengan jumlah anggota kelompok. Jadi, apabila jumlah anggota kelompok ada 4 orang siswa, maka bab tersebut dibagi menjadi empat bagian. Setiap anggota kelompok ditugasi untuk membaca dan mempelajari bagiannya pada bab tersebut. Pada tahap selanjutnya, masing-masing anggota kelompok bertemu dengan ahli-ahli dari kelompok lain dalam kelas. b.
Tahap 2: Diskusi Kelompok Ahli Kelompok ahli harus melakukan pertemuan sekitar satu kali pertemuan untuk
mendiskusikan topik yang ditugaskan. Setiap anggota kelompok ahli harus menerima lembar kerja “ahli”. Lembar kerja ahli harus memuat pertanyaan-pertanyaan dan kegiatan (jika ada) untuk mengarahkan diskusi kelompok. Guru mendorong siswa untuk menggunakan cara belajar yang bervariasi. Tujuan kelompok ini adalah mempelajari subbab tersebut dan menyiapkan ringkasan presentasi untuk mengajarkan subbab tesebut kepada kelompok kecil masing-masing.
11
c.
Tahap 3: Pelaporan dan Pengetesan Masing-masing anggota kelompok ahli kembali ke kelompok kecil masing-masing.
Masing-masing anggota kelompok mengajarkan topik ke anggota kelompok lainnya dalam kelompok. Guru mendorong siswa untuk menggunakan metode mengajar yang bervariasi. Guru mendorong anggota kelompok untuk mengajukan pertanyaan ke penyaji dan mendiskusikan lembar kerja kelompok. Setelah diskusi kelompok, guru menyelenggarakan tes yang mencakup materi satu bab penuh, dalam waktu yang tidak lebih dari 15 menit. d.
Tahap 4: Tahap penghargaan Tahap ini merupakan tahap yang mampu mendorong siswa untuk lebih kompak. Pada
tahap ini, rata-rata peningkatan kelompok dilaporkan pada warta penghargaan mingguan. Guru dapat menggunakan kata-kata istimewa untuk memberikan penghargaan pada kinerja kelompok seperti Bintang Sains, atau Kelompok Einstein, atau dengan sebutan lainnya. Penghargaan kerja masing-masing kelompok disajikan pada papan pengumuman yang melaporkan peringkat masing-masing kelompok dalam kelas. Kinerja individu yang luar biasa juga dilaporkan. Kepekaan guru sangat diperlukan disini. Penting untuk dipahami bahwa menghargai siswa secara akademik dari kelompok berkemampuan rendah merupakan bagian integral keefektifan pembelajaran jigsaw.
2.2. Motivasi Belajar 2.2.1. Pengertian Motivasi Sebelum membahas motivasi belajar, terlebih dahulu akan dibahas mengenai motivasi. Istilah
motivasi
berasal
dari
bahasa
Latin,
yakni
“movere”
yang berarti
“menggerakkan” (Winardi, 2007: 27). Menurut James O Whittaker (Wasty Soemanto 2003: 205) motivasi adalah kondisi-kondisi atau keadaan yang mengaktifkan atau memberi dorongan kepada mahluk untuk bertingkah laku mencapai tujuan yang ditimbulkan oleh motivasi tersebut. Menurut Mc Donald (Sardiman, 2011: 73-74) mengatakan bahwa motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Sardiman (2011: 75) juga mengatakan bahwa motivasi dapat dikatakan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan kondisikondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu.
12
Beberapa pendapat di atas, dengan bahasanya masing-masing menunjukkan perasamaan dalam memberikan pengertian tentang motivasi. Masing-masing bersepakat bahwa motivasi adalah sebuah kondisi yang mendorong. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa motif dan motivasi memiliki pengertian yang sama yaitu menunjukkan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu guna tujuan yang diinginkan.
2.2.2. Motivasi Belajar Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan. Seorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin dapat melakukan aktivitas belajar. Menurut Sadirman AM (2011), motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dan kegiatan belajar siswa dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar tercapai. Dari pengertian motivasi belajar diatas dapat disimpulkan 3 hal mendasar yang termuat dalam motivasi belajar sebagai berikut : a.
Mendorong manusia untuk berbuat (motivasi sebagai motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dilakukan)
b.
Menyeleksi sesuatu perbuatan (menentukan perbuatan-perbuatan) yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan.
c.
Menentukan arah perbuatan (ke arah tujuan yang hendak dicapai) (M Ngalim Purwanto, 1997) Berdasarkan kutipan di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud
dengan motivasi belajar adalah dorongan yang timbul dalam diri individu untuk melakukan sesuatu tindakan yang dipilih secara sadar, dengan tujuan-tujuan yaitu berhasil di dalam belajar. Terkait dengan penelitian ini, seseorang dikatakan memiliki motivasi belajar jika ia terdorong untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam pembelajaran IPA, secara sadar memilih menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam pembelajaran IPA dan berhasil tuntas dalam belajarnya, yang ditunjukkan dengan adanya dorongan dari dalam diri yang tinggi untuk berhasil mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Untuk mengetahui adanya dorongan yang tinggi dari dalam diri untuk mencapai KKM tersebut, maka digunakan patokan skala motivasi belajar dengan
13
menggunakan skala Likert, yang terdiri dari tiga kategori: tinggi, sedang dan rendah; dan diperoleh melalui angket, dengan patokan sebagai berikut:
Dengan ketentuan sebagai berikut: ≥ 80 ke atas
: tinggi
60 – 79
: sedang
≤ 59
: rendah
2.2.3. Macam-Macam Motivasi Belajar Dalam membicarakan macam-macam motivasi belajar, hanya dibahas dari dua sudut pandang yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang yang disebut “motivasi intrinsik” dan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang disebut “motivasi ekstrinsik” Djamarah (dalam Samsudin 2003). a.
Motivasi Intrinsik Motivasi Intrinsik adalah motiv-motif yang menjadi aktif dan berfungsi tanpa perlu
dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Bila seseorang memiliki motif intrinsik dalam dirinya, maka ia sadar akan melakukan sesuatu kegiatan yang tidak menimbulkan motivasi dari luar dirinya. Dalam aktivitas belajar, motivasi intrinsik diperlukan terutama belajar sendiri. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik selalu ingin maju sulit sekali melakukan aktifitas belajar terus menerus. Sedangkan seseorang yang memiliki motivasi intrinsik selalu ingin maju dalam belajar. Keinginan ini dilatar belakangi oleh pemikiran yang positif, bahwa semua mata pelajaran yang dipelajari sangat dibutuhkan dan sangat berguna kini dan mendatang. Motivasi memang berhubungan dengan kebutuhan seseorang yang memunculkn kesadaran untuk melakukan aktifitas atau kegiatan. Siswa yang memiliki motivasi intrinsik cenderung akan menjadi seseorang yang terdidik, berpengetahuan yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu. Untuk mendapatkan semuanya itu perlu belajar. Belajar adalah suatu cara untuk mendapatkan suatu ilmu pengetahuan dan ketrampilan. Sebenarnya motivasi baik itu intrinsik maupun ekstrinsik adalah sesuatu yang abstrak dan tidak dapat dilihat bentuknya. Karena itu, pertanyaannya adalah bagaimana mengukur motivasi tersebut?Uno (2011: 23) menyebutkan bahwa untuk dapat mengetahui motivasi
14
intrinsik atau motivasi yang datang dari dalam diri seseorang dapat diukur dengan: (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan. b.
Motivasi Ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yag aktif dan berfungsi karena adanya
perangsang dari luar. (Djamarah, 2003). Motivasi ekstrinsik diperlukan agar siswa mau belajar. Guru harus dapat membangkitkan minat siswa dengan motivasi ekstrinsik dalam berbagai bentuknya. Kesalahan dalam menggunakan motif-motif ekstrinsik bukan menjadi pendorong, tetapi menjadikan siswa malas belajar. Untuk itu guru harus tepat dan benar dalam memotovasi siswa dalam rangka proses interaksi belajar mengajar. Dalam pendidikan dan pengajaran, guru bukan hanya berperan menjadi administator, demonstrator, pengolola kelas, mediator, fasilitator, supervisor dan evaluator, tetapi juga sebagai motivator dan pembimbing. Sebagai motivator guru berperan untuk mendorong siswa agar giat belajar. Usaha ini dapat diusahakan guru dengan memanfaatkan bentuk – bentuk motivasi sekolah agar dapat membangkitkan gairah belajar siswa. Menurut Djamarah (Samsudin 2003) ada enam hal yang dapat diusahakan guru yaitu: a.
Membangkitkan dorongan kepada siswa agar belajar.
b.
Menjelaskan secara konkrit kepada siswa apa yang dapat di lakukan pada akhir pengajaran.
c.
Memberikan ganjaran kepada terhadap prestasi yang dicapai siswa sehingga dapat merangsang untuk mendapat prestasi yang lebih baik di kemudian hari.
d.
Membentuk kebiasaan belajar siswa secara individual maupun kelompok.
e.
Membantu kesulitan belajar siswa secara individual maupun kelompok.
f.
Menggunakan metode yang bervariasi. Selain Djamarah, Uno menyebutkan bahwa upaya agar siswa dapat termotivasi untuk
belajar, hal-hal di luar diri siswa yang dapat mendorong dirinya untuk belajar antara lain: a.
Adanya penghargaan dalam belajar;
b.
Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, dan;
c.
Adanya lingkungan belajar yang kondusif. Dari paparan di atas, dapat kita mengerti bahwa motivasi dapat terjadi karena dua hal.
Pertama bahwa motivasi ada karena ada keinginan dari dalam diri sendiri untuk belajar. Motivasi jenis ini disebut juga dengan motivasi intrinsik, dan kedua adalah motivasi belajar yang muncul dari dalam diri siswa untuk tertarik belajar karena adanya dorongan dari pihak-
15
pihak di luar dirinya. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan dua motivasi ini untuk melihat motivasi belajar siswa. Khusus untuk motivasi intrinsik, indikator yang akan digunakan untuk mengukur dua jenis motivasi belajar ini, yaitu indikator yang disampikan oleh Uno (2011). Sedangkan untuk motivasi ekstrinsik, indikator yang akan digunakan pada motivasi belajar siswa adalah indikator yang disampaikan oleh Djamarah (2003).
2.2.4. Bentuk-Bentuk Motivasi Belajar di Sekolah Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar mengajar sebagaimana dijelaskan Sardiman A.M, (2011: 92-95), dalam bukunya berjudul “ Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar” sebagai berikut: a.
Memberi angka Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak siswa
belajar, yang utama justru untuk mencapai angka/nilai yang baik. Sehingga siswa biasanya yang dikejar adalah nilai ulangan atau nilai-nilai pada raport angkanya baik-baik. Angka merupakan alat motivasi yang cukup memberikan rangsangan kepada siswa untuk mempertahankan atau bahkan lebih meningkatkan prestasi belajar. Angka biasanya terdapat dalam rapor sesuai dengan jumlah mata pelajaran yang diprogramkan dalam kurikulum. Angka-angka yang baik itu bagi para siswa merupakan motivasi yang sangat kuat. b.
Hadiah Hadiah adalah memberikan sesuatu kepada orang lain sebagai penghargaan atau
kenang-kenangan. Dalam dunia pendidikan, hadiah juga bisa dijadikan sebagai alat motivasi. c.
Saingan / kompetisi Saingan / kompetisi digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong siswa agar
bergairah belajar. Persaingan, baik persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. memang unsure persainga ini banyak dimanfaatkan di dalam dunia industri atau perdagangan, tetapi juga sangat baik digunakan untuk meningkatkan kegiatan belajar siswa. d.
Ego-involvement Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan
menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri, adalah sebagai salah satu bentuk motivasi yang cukup penting. Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya.
16
e.
Memberi Ulangan Ulangan merupakan strategi yang cukup baik untuk memotivasi siswa agar giat belajar.
Para siswa akan belajar lebih giat kalau tahu jika akan ada ulangan. Oleh karena itu, memberi ulangan ini juga merupakan sarana motivasi. Tetapi yang harus diingat oleh guru, adalah jangan terlalu sering ( misalnya setiap hari ) karena bisa membosankan dan bersifat rutinitas. Dalam hal ini guru juga harus bersifat terbuka, maksudnya kalau akan ada ulangan harus diberitahukan terlebih dahulu kepada siswanya. f.
Mengetahui Hasil Mengetahui hasil bisa dijadikan motivasi bagi siswa. Dengan mengetahui hasil siswa
terdorong untuk belajar lebih giat. Untuk mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat, maka ada motivasi pada diri siswa untuk terus belajar, dengan satu harapan hasilnya terus meningkat. g.
Pujian Pujian adalah bentuk reinforcement yang penting dan sekaligus merupakan motivasi
yang baik. Oleh karena itu, supaya pujian ini merupakan motivasi, pemberiannya harus tepat. Dengan pujian yang tepat akan memupuk suasana yang sangat menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar serta sekaligus akan membangkitkan harga diri siswa. h.
Hukuman Meski hukuman sebagai reinforcement yang negatif, tetapi apabila dilakukan dengan
tepat dan bijak akan merupakan alat motivasi yang baik. Oleh karena itu guru harus memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman. i.
Hasrat untuk belajar Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk belajar. Hal ini
akan lebih baik, bila dibandingkan segala sesuatu kegiatan yang tanpa maksud. Hasrat unutk belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasi untuk belajar, sehingga sudah barang tentu hasilnya akan lebih baik. j.
Minat Motivasi muncul karena ada kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau
minat merupakan alat motivasi yang pokok. Proses belajar itu akan berjalan lancar kalau disertai dengan minat. Mengenai minat ini antara lain dapat dibangkitkan dengan cara caracara diantaranya : (1) Membangkitkan adanya suatu kebutuhan, (2) Menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau, (3) Memberi kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik, (4) Menggunakan berbagai macam bentuk mengajar.
17
k.
Tujuan yang diakui Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa, karena dirasa sangat
berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus belajar. Diakui bahwa dalam proses pembelajaran, tidak mudah untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa. Artinya bahwa jika tidak muncul motivasi dari dalam diri siswa, diperlukan motivasi dari luar diri siswa. Dalam konteks belajar mengajar, guru yang berperan sebagai motivator dalam membangkitkan motivasi belajar siswa. Karena itu, diperlukan berbagai cara atau strategi untuk dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa itu sendiri. Sardiman (2011) menawarkan 11 strategi yang dapat digunakan oleh guru untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Meskipun demikian, dalam penelitian ini, penulis memilih menggunakan jenis-jenis motivasi belajar siswa yang digunakan oleh Uno (2011) Djamarah (2003) yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik antara lain: (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan (4) membangkitkan dorongan kepada siswa agar belajar; (5) menjelaskan secara konkrit kepada siswa apa yang dapat di lakukan pada akhir pengajaran; (6) memberikan ganjaran kepada terhadap prestasi yang dicapai siswa sehingga dapat merangsang untuk mendapat prestasi yang lebih baik di kemudian hari; (7) membentuk kebiasaan belajar siswa secara individual maupun kelompok; (8) membantu kesulitan belajar siswa secara individual maupun kelompok; dan (9) menggunakan model pembelajaran yang bervariasi. Lebih khusus lagi, dalam penelitian ini penulis memilih menggunakan indikator yang kesembilan yaitu menggunakan model pembelajaran yang bervariasi. Dalam penelitian ini model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Artinya setelah menggunakan model pembelajaran ini, siswa memiliki motivasi belajar terhadap mata pelajaran IPA yang diukur dengan adanya motivasi intrinsik atau motivasi dari dalam diri siswa berupa: 1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan. Dari ketiga motivasi intrinsik ini, hanya dua aspek yang akan digunakan dalam penelitian yaitu: adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil, dan adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar.
2.3. Prestasi Belajar Sebelum membicarakan pengertian prestasi belajar terlebih dahulu akan dikemukakan apa yang dimaksud dengan prestasi dan belajar. Prestasi menurut kamus Bahasa Indonesia berasal dari kata “prestasi” yang berarti hasil yang telah dicapai dan “belajar” yang berarti
18
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran. Lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai (angka) yang diberikan oleh guru. Jadi prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai dalam penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru (Depdikbud 1997). Selanjutnya menurut Winkel (1996:53), belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Memahami pengertian prestasi belajar secara garis besar harus bertitik tolak kepada pengertian belajar itu sendiri; untuk itu para ahli mengemukakan pendapatnya yang berbedabeda sesuai dengan pandangan yang mereka anut. Namun dari pendapat pendapat yang berbeda itu dapat kita temukan satu titik persamaan. Menurut Djamarah (2002:19), prestasi adalah suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individual maupun kelompok”. Pengertian yang dimaksud dengan prestasi belajar adalah suatu bukti atau simbol keberhasilan yang dapat dicapai dalam suatu proses yang berlangsung dalam proses interaksi belajar baik yang diciptakan secara individual maupun dalam kelompok. Dalam dunia pendidikan prestasi dapat diartikan sebagai hasil dari proses belajar mengajar yakni, penguasaan, perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku yang dapat diukur dengan tes tertentu (Abdullah, 2008). Dapat diartikan bahwa prestasi belajar adalah hasil dari sebuah proses yang dialami siswa dalam sebuah pengajaran yang dapat diukur melalui tes tertentu. Hampir serupa dengan pernyataan Abdullah, Ilyas (2008) menjelaskan bahwa prestasi belajar adalah hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melakukan kegiatan belajar yang diberikan berdasarkan atas pengukuran tertentu. Seseorang yang telah melakukan kegiatan belajar yang diberikan berdasarkan atas pengukuran tertentu diharapkan dapat mencapai hasil yang maksimum. Seorang yang dapat melakukan memperoleh hasil maksimum dari kegiatan belajarnya maka sebuah prestasi belajar akan didapatkan. Sementara itu, Syah (2006) mencoba meluaskan pemahaman dengan menyampaikan bahwa prestasi belajar adalah perubahan tingkah laku yang dianggap penting yang diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta, dan rasa maupun yang berdimensi karsa. Kata lainnya, prestasi belajar
19
adalah sebuah usaha perubahan tingkah laku siswa yang berorientasi menuju perubahan tingkah laku siswa yang mengandung nilai-nilai positif sebagai hasil dari hasil belajar siswa. Selanjutnya Winkel (1996:162) mengatakan bahwa “prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.” Di atas, tampak bahwa meskipun memberikan batasan-batasan yang berbeda-beda tentang apa itu prestasi belajar, namun demikian, para ahli tersebut tetap sampai pada satu titik temu yang sama, bahwa prestasi belajar adalah sebuah capaian yang dalam pemaparan Syah (2006) disebut sebagai perubahan tingkah laku pada dimensi cipta, rasa dan karsa. Illyas (2008) menyebutkan sebagai hasil maksimum yang dicapai karena telah melakukan kegiatan belajar. Abdullah (2008) menyebutkan sebagai hasil dari proses yang dialami dalam pengajaran, dimana alat ukur untuk mengukur hasil proses tersebut dilakukan melalui tes, sedangkan Djamarah (2002) menyebutkan sebagai simbol keberhasilan yang dicapai dalam proses interaksi karena proses belajar mengajar yang berlangsung. Winkel (1996) sendiri membatasi prestasi belajar dengan menyebutkan bahwa prestasi belajar sebagai bukti keberhasilan atau kemampuan siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya. Namun demikian, demi kepentingan penelitian ini, penulis memilih untuk membuat batasan tentang prestasi belajar sebagai hasil atau capaian yang telah diperoleh siswa karena telah melewati proses belajar mengajar, dimana hasil atau capaian itu diukur dengan memberikan tes. Nilai yang diperoleh dari hasil tes tersebut kemudian yang diukur untuk melihat siswa tersebut telah berhasil mencapai belajarnya atau masih belum. Agar lebih terukur, kriteria nilai sebagai bukti keberhasilan bahwa siswa tersebut telah berhasil mengikuti proses pembelajaran, diukur berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM).
2.4. IPA 2.4.1. Hakikat IPA Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran wajib di sekolah. IPA merupakan mata pelajaran yang berhubungan dengan fenomena yang terjadi di alam. Dengan mempelajari seluk beluk alam dan fenomenanya siswa diharapkan mampu memahami manfaat alam dalam kehidupan sehari-hari dan dapat bermanfaat bagi siswa dalam menjalani kehidupannya. Namun demikian, menurut Iskandar (2001:2-3) hakikat pembelajaran IPA terdiri dari:
20
a.
IPA sebagai produk IPA sebagai produk adalah fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan teori-teori
IPA. Fakta dalam IPA adalah pertanyaan benda-benda yang benar-benar ada, atau peristiwa yang betul-betul terjadi dan sudah dikonfirmasi secara objektif. Konsep IPA adalah suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta IPA. Prinsip IPA adalah generalisasi tentang hubungan antara konsep-konsep IPA. Teori ilmiah merupakan kerangka yang lebih luas dari fakta-fakta, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang saling berhubungan. b.
IPA sebagai proses Keterampilan proses IPA adalah keterampilan yang dilakukan oleh para ilmuan
diantaranya adalah :
(1) Mengamati, (2) Mengukur, (3) Menarik kesimpulan, (4)
Mengendalikan Variabel, (5) Membuat Grafik dan Tabel Data, (6) Membuat Definisi Operasional, (7) Melakukan Eksperimen, (8) IPA sebagai sikap. IPA sebagai sikap ilmiah yaitu dalam memecahkan masalah seorang ilmuan sering berusaha mengambil sikap tertentu yang memungkinkan usaha mencapai hasil yang diharapkan. Beberapa ciri sikap ilmiah yaitu: (1) Obyektif terhadap fakta, (2) Tidak tergesagesa mengambil kesimpulan, (3) Berhati terbuka, (4) Tidak mencampuradukan fakta dengan pendapat, (5) Bersifat hati-hati, (6) Ingin menyelidiki.
2.4.2. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Depdiknas (2006: 61), dinyatakan bahwa salah satu tujuan pengajaran IPA adalah agar siswa memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan seharihari. Sulistyorini (2007: 40), mengemukakan tujuan pembelajaran IPA, sebagai berikut: 1.
Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan YME berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan ciptaan-Nya.
2.
Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Mengembangkan rasa ingin tahu sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
4.
Mengembangkan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5.
Meningkatkan kesadaran dalam berperan serta dalam memelihara, menjaga, melestarikan lingkungan alam.
21
6.
Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dengan segala keteraturan sebagai salah satu ciptaaan Tuhan.
7.
Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.
2.5. Kajian Penelitian yang Relevan Laela Mardhiyah, 2010 “Meningkatkan hasil belajar siswa kelas V pada mata pelajaran matematika melalui metode pembelajaran koopratif tipe jigsaw di SD Porworjo Kec. Suruh kab. Semarang semester 1 tahun ajaran 2009/2010”. Hasil penelitian yang di peroleh ini adalah terjadi peningkatan ketuntasan hasil belajar evaluasi dari tiap siklus pada pembelajaran materi luas bangun datar di kelas V SD Negeri purworjo semester I hasil yang di peroleh dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan ketuntasan belajar siswa tersebut terjadi secara bertahap, dimana kondisi awal hanya terdapat 20 siswa yang telah tuntas dalam belajarnya, pada siklus 1 ketuntassan belajar siswa dapat mencapai 100% tanpa kegiatan tindak lanjut. Cicik Asti Tahapsari, 2011 “ Peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tentang materi pengaruh globalisasi melalui cooperative learning tipe jigsaw bagi siswa kelas IV SD Negri wulung 4 Randu blatung Kabupaten blora tahun 2010-2011.” Dengan hasil penelitian yang diperoleh terjadi peningkatan ketuntasan prestasi belajar siswa tersebut terjadi secara bertahap dimana pada kondisi awal siswa yang tuntas sebanyak 8 (40%) pada siklus 1 ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 15 siswa (75%) dan pada siklus II ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 20 siswa (100%) 1dengan demikian dapat di simpulkan bahwa penggunaan model kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri Randublatung kabupaten Blora semester 1 Tahun ajaran 2009 – 2010. Kisnanto (2010), Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPS dengan Model Cooperative Learning pada Siswa Kelas VI SD Negeri 02 Wonogiri Tahun 2010. Bentuk penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas yang terdiri dari 4 tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Sebagai subyek adalah siswa kelas VI SD Negeri 02 Wonogiri kecamatan Ampelgading Kabupaten Pemalang yang berjumlah 17 siswa. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : penggunaan model Cooperative Learning dapat meningkatkan prestasi belajar IPS. Hal ini dapat dilihat dari nilai yang diperoleh siswa sebalum dilakukan PTK hanya ada 9 siswa atau 47,1 % yang nilai prestasi belajarnya sudah mencapai KKM, sedangkan pada siklus I ada 12 anak atau 70, 6 % yang
22
sudah mencapai KKM dan pada siklus II ada 15 siswa atau 88,2 % yang sudah mencapai KKM yaitu memperoleh nilai 60,0.
2.6. Kerangka Berpikir Penelitian ini dilakukan dalam rangka untuk memperbaiki situasi pembelajaran yang terjadi pada siswa kelas 2 SDN 08 Salatiga. Fakta yang ditemui mengenai suasana pembelajaran pada siswa di sekolah ini adalah bahwa guru masih mendominasi pembelajaran. Akibatnya siswa menjadi kurang termotivasi dalam belajar IPA, dan prestasi belajarnya pun menjadi rendah. Penelitian ini memilih pendekatan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan dua siklus, dengan pemikiran bahwa evaluasi pada siklus pertama akan menjadi catatan untuk dijadikan masukan pada siklus II. Namun demikian, uji coba pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw tetap dilanjutkan hingga tercapai kriteria KKM yaitu ≥ 75. Pemilihan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dipilih berdasarkan situasi subyek penelitian yaitu bahwa siswa masih berada pada kelas 2. Pada usia ini, siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, namun disaat yang bersamaan siswa pada usia ini juga memiliki rasa ego yang tinggi. Karena itu, dengan model kooperatif tipe Jigsaw diharapkan bahwa pembelajaran akhirnya mendorong agar terjadi kerjasama diantara siswa.
2.7. Hipotesis Tindakan Dengan berbagai pemaparan di atas, maka yang menjadi hipotesis tindakan penelitian adalah penerapan model cooperatif learning tipe jigsaw dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas 2 SDN 08 Salatiga.