8
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pengertian Matematika Istilah Matematika mulanya muncul dari bahasa Yunani, mathematike, yang berakar kata mathema yang berarti pengetahuan. Istilah mathematikejuga berhubungan erat dengan sebuah kata yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar atau berpikir (Erman Suherman dkk, 2001: 18). Berdasarkan pengertian etimologis tersebut Elea Tinggih (dalam Erman Suherman dkk, 2001: 18) mengartikan matematika sebagai “ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan berpikir”. Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran, serta berkaitan erat dengan proses berpikir. Reys (dalam Erman Suherman, 2001: 19) juga mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, suatu alat. Erman Suherman (2001: 25) juga berpendapat bahwa konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks. Dalam matematika terdapat topik atau konsep prasyarat sebagai dasar untuk memahami topik atau konsep selanjutnya. Ibarat sebuah gedung bertingkat, lantai kedua dan selanjutnya tidak akan terwujud apabila fondasi dan lantai sebelumnya yang menjadi prasyarat benar-benar dikuasai agar dapat menguasai konsep selanjutnya. Sumardyono (2004: 28) juga berpendapat bahwa matematika bisa diartikan sebagai pola pikir deduktif dan matematika sebagai seni yang kreatif. Matematika merupakan salah satu alat untuk mengembangkan cara berpikir seseorang yang jelas dan logis, sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan sarana untuk perkembangan budaya. 8
9
Menurut Soedjadi dalam bukunya Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia (2000:11) menyampaikan beberapa pengertian tentang matematika sebagai berikut : a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran, logika, dan berhubungan dengan bilangan d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur yang logis f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat Sedangkan
dalam
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia
(2005:637)
“Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan dengan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan”. Selain itu matematika adalah ilmu deduktif yang tidak menerima generalisasi yang didasarkan pengamatan secara induktif saja, tetapi generalisasi yang didasarkan pada pembuktian deduktif. Dari pendapat-pendapat tentang matematika tersebut, dapat didefinisikan bahwa matematika merupakan ilmu yang berkaitan erat dengan proses berpikir, bersifat deduktif, hierarkis dari yang sederhana sampai ke yang kompleks, yang logis serta sebagai sarana untuk mengembangkan kreativitas.
2. Berpikir a. Pengertian Berpikir Menurut John W. Santrok (2007:294) “Berpikir adalah proses yang melibatkan memanipulasi dan transformasi informasi dalam memori yang merupakan tugas eksekutif sentral”. Kita dapat berpikir secara konkret atau secara abstrak. Kita juga dapat berpikir tentang masa lampau (apa yang terjadi pada kita 1 bulan yang lalu) dan tentang masa depan (seperti apa hidup kita pada tahun
10
2020). Kita dapat berpikir agar dapat membuat pertimbangan, berintropeksi, mengevaluasi ide-ide, menyelesaikan persoalan, dan mengambil keputusan. Othman (Sabar Nurohman, 2008) mengatakan bahwa “Thinking is any mental activity that helps formulate or solve a problem, make a decision, or fulfill a desire to understand. It is searching answer, a reaching for meaning”. Cotton (dalam jurnal Sabar Nurohman, 2008) mengatakan “Thinking Skills The set of basic and advanced skills and subskills that govern a person’s mental processes. These skills consist of knowledge, cognitive and metacognitive operations”. Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (1991:55) mengemukakan hubungan-hubungan yang terjadi dalam berpikir, yaitu : 1) Hubungan sebab akibat 2) Hubungan tempat 3) Hubungan waktu 4) Hubungan perbandingan Proses yang dilewati dalam berpikir meliputi : 1) Proses pembentukan pengertian, yaitu menghilangkan ciri-ciri umum dari sesuatu sehingga tinggal ciri khas dari sesuatu tersebut 2) Pembentukan pendapat, yaitu pikiran menggabungkan (menguraikan) beberapa pengertian, sehingga menjadi tanda masalah 3) Pembentukan keputusan, yaitu pikiran menggabung-gabungkan pendapat 4) Pembentukan kesimpulan, yaitu pikiran menarik keputusan-keputusan dari keputusan yang lain Dari beberapa pendapat mengenai pengertian berpikir di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa berpikir merupakan proses yang intens untuk memecahkan masalah, dengan menghubungkan satu hal dengan lainnya. b. Proses Berpikir Proses berpikir menurut Mayer (dalam Solso, 1995) meliputi tiga komponen pokok, yaitu :
11
1) Berpikir adalah aktivitas kognitif yang terjadi di dalam mental atau pikiran seseorang, tidak tampak, tidak dapat disimpulkan berdasarkan perilaku yang tampak 2) Berpikir merupakan suatu proses yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan di dalam sistem kognitif, pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan digabungkan dengan informasi sekarang sehingga mengubah pengetahuan seseorang mengenai situasi yang sedang dihadapi 3) Aktivitas berpikir diarahkan untuk menghasilkan pemecahan masalah Sumadi Suryabrata (2006:64) mendefinisikan bahwa, “Proses berpikir itu adalah proses melengkapkan kompleks (complex completion)”. Sehingga secara singkat dapat disimpulkan bahwa proses berpikir adalah aktivitas kognitif yang melibatkan manipulasi pengetahuan untuk menghasilkan pemecahan masalah sebagai proses melengkapkan kompleks yang terjadi di dalam pikiran seseorang. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa proses berpikir adalah suatu proses mental yang dimulai dengan menerima data, mengolah, dan menyimpannya di dalam ingatan kemudian memanggil kembali dari ingatan pada saat dibutuhkan. c. Pengertian Berpikir Kreatif Seorang yang kreatif selalu mempunyai rasa ingin tahu, ingin mencobacoba, berpetualang, suka bermain-main serta intuitif. Dalam masyarakat kita, kita cenderung memandang orang-orang tertentu seperti seniman, ilmuwan, atau penemu, sebagai orang-orang misterius hanya karena mereka itu kreatif. Walaupun demikian, kita semua mempunyai kemampuan untuk menjadi pemikirpemikir yang kreatif dan pemecah masalah. Yang diperlukan adalah pikiran yang penuh rasa ingin tahu, kesanggupan untuk mengambil resiko dan dorongan untuk membuat segalanya berhasil (Edmund Bachman, 2005). Menurut Amber Y. Wang (2001) “Berpikir kreatif adalah kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan, membuat penyelesaian, mengungkapkan ide baru dan penyelesaian yang komunikatif”. Tatag Yuli Eko Siswono (2004) menyatakan bahwa “Berpikir kreratif adalah merupakan suatu proses mental yang digunakan seseorang untuk
12
memunculkan suatu ide atau gagasan yang “baru” secara fasih dan fleksibel. Ide dalam pengertian di sini adalah ide dalam memecahkan masalah.” Beberapa ahli (dalam La Moma, 2012:2) mendefinisikan berpikir kreatif dengan cara pandang yang berbeda, antara lain : 1) Johnson mengatakan bahwa berpikir kreatif yang mengisyaratkan ketekunan, disiplin pribadi dan perhatian melibatkan aktivitas-aktivitas mental seperti mengajukan pertanyaan, mempertimbangkan informasi-informasi baru dan ide-ide yang tidak biasanya dengan suatu pikiran terbuka, membuat hubungan-hubungan, khususnya antara sesuatu yang serupa, mengaitkan satu dengan yang lainnya dengan bebas menerapkan imajinasi pada setiap situasi yang membangkitkan ide baru dan berbeda, dan memperhatikan intuisi. 2) Coleman dan Hammen mengatakan bahwa berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental untuk meningkatkan kemurnian (originality), dan ketajaman pemahaman (insight) dalam mengembangkan sesuatu (generating). 3) Sabandar mengatakan bahwa berpikir kreatif sesungguhnya adalah suatu kemampuan berpikir yang berawal dari adanya kepekaan terhadap situasi yang sedang dihadapi, bahwa situasi itu terlibat atau teridentifikasi adanya masalah yang ingin harus diselesaikan. Selanjutnya ada unsur originalitas gagasan yang muncul dalam benak seseorang terkait dengan apa yang teridentifikasi. Silver (dalam Tatag Yuli Eko Siswono, 2004) menjelaskan bahwa untuk menilai berpikir kreatif anak-anak dan orang dewasa sering digunakan tiga komponen kunci yang dinilai dalam kreativitas adalah kefasihan (fluency), fleksibilitas, dan kebaruan (novelty). Dalam kajian ini ketiga komponen itu diartikan sebagai : 1) Kefasihan
dalam
pemecahan
masalah
mengacu
pada
keberagaman
(bermacam-macam) jawaban masalah yang dibuat siswa dengan benar, sedang
dalam
pengajuan
masalah
mengacu
pada
banyaknya
atau
keberagaman masalah yang diajukan siswa sekaligus penyelesaiannya dengan benar. Dua jawaban yang beragam belum tentu berbeda. Beberapa jawaban dikatakan beragam tetapi tidak berbeda bila jawaban-jawaban itu tidak sama
13
satu dengan yang lain, tetapi tampak didasarkan pada suatu pola atau urutan tertentu. Misalkan jawaban suatu masalah didasarkan pada bentuk aljabar 2y. Bila semula siswa menjawab 2 (karena y = 1), kemudian 4 (karena y = 2), berikutnya 6 (karena y = 3), maka jawaban siswa ini beragam tetapi tidak berbeda. Bila siswa semula menjawab 2 (karena y = 1), kemudian 5 (karena y = 2,5), berikutnya 1 (karena y = 0,5), maka jawaban siswa itu beragam sekaligus berbeda. Jawaban tersebut beragam karena jawaban satu dengan yang lain tidak sama, sedang jawaban itu berbeda karena pilihan nilai-nilai y tidak didasarkan pada urutan atau pola tertentu. Dalam pengajuan masalah, suatu masalah merupakan ragam dari masalah sebelumnya bila masalah itu hanya mengubah nama subyek tetapi isi atau konsep atau konteks yang digunakan sama. Dua masalah yang diajukan berbeda bila konsep matematika atau konteks yang digunakan berbeda. 2) Fleksibilitas dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan siswa memecahkan masalah dengan berbagai cara yang berbeda. Sedang fleksibilitas dalam pengajuan masalah mengacu pada kemampuan siswa mengajukan masalah yang mempunyai cara penyelesaian berbeda-beda. 3) Kebaruan dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan siswa menjawab masalah dengan beberapa jawaban yang berbeda-beda tetapi bernilai benar atau satu jawaban yang tidak biasa dilakukan oleh individu (siswa) pada tahap perkembangan mereka atau tingkat pengetahuannya. Kebaruan dalam pengajuan masalah mengacu pada kemampuan siswa mengajukan suatu masalah yang berbeda dari masalah yang diajukan sebelumnya. Berdasar beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa berpikir kreatif adalah aktivitas mental yang terkait dengan kepekaan terhadap masalah dengan mengungkapkan ide yang baru dan membuat hubungan-hubungan dalam menyelesaikan masalah tersebut. d. Tahap Proses Berpikir Kreatif Wallas Proses berpikir kreatif merupakan suatu proses yang mengkombinasikan berpikir logis dan berpikir divergen. Berpikir divergen digunakan untuk mencari
14
ide-ide untuk menyelesaikan masalah sedangkan berpikir logis digunakan untuk memverifikasi ide-ide tersebut menjadi sebuah penyelesaian yang kreatif. Untuk mengetahui proses berpikir kreatif siswa, pedoman yang akan digunakan adalah proses berpikir kreatif yang dikembangkan oleh Wallas. Hal ini disebabkan karena proses berpikir kreatif menurut Wallas merupakan salah satu teori yang paling umum dipakai untuk mengetahui proses berpikir kreatif dari para penemu maupun pekerja seni yang menyatakan bahwa proses kreatif meliputi empat tahap seperti pada tabel di bawah ini. Tabel 2.1 Tahapan Proses Berpikir Kreatif oleh Wallas Tahapan Proses Berpikir Kreatif Uraian 1. Tahap Persiapan Pengumpulan informasi/ data untuk memecahkan masalah. Bekal pengetahuan-pengalaman, menjajaki kemungkinan penyelesaian masalah. Belum ada arah tertentu/ tetap, tetapi alam pikiran mengeksplorasi bermacam alternatif. 2. Tahap Inkubasi Melepaskan diri sementara dari masalah. Tidak memikirkan secara sadar tetapi ‘mengeramnya’ dalam alam pra-sadar. Penting untuk mencari inspirasi. 3. Tahap Iluminasi Tahap timbulnya inspirasi atau gagasan baru. 4. Tahap Verifikasi Ide atau kreasi baru diuji. Diuji terhadap realitas, muncul pemikiran kritis. Pemikiran dan sikap spontan harus diikuti oleh pemikiran selektif atau sengaja. Akseptasi total harus diikuti oleh kritik. Firasat harus diikuti oleh pemikiran logis. Keberanian harus diikuti oleh sikap hatihati. (Munandar, 1999: 58-59)
3. Pemecahan Masalah a. Pengertian Masalah Masalah yang dalam bahasa Inggris disebut problem adalah kata yang digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan yang bersumber dari hubungan
15
antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang membingungkan. Masalah biasanya dianggap sebagai suatu keadaan yang harus diselesaikan. Umumnya masalah disadari “ada” saat seorang individu menyadari keadaan yang ia
hadapi
tidak
sesuai
dengan
keadaan
yang
ia
inginkan.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Masalah) Cooney (dalam Shadiq, 2009:4) menyatakan bahwa: “....a question to be a problem, it must present a challenge that can not be resolved by some routin procedure known to the student.” Menurut Cooney dalam Shadiq (2009:4) adalah “Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan dengan suatu prosedur rutin yang sudah diketahui orang yang memecahkan masalah”. Ini berarti tidak semua pertanyaan merupakan masalah. Jadi, termuatnya “tantangan” serta “belum diketahuinya prosedur rutin” pada suatu pertanyaan yang akan diberikan kepada siswa akan menentukan terkategorikan tidaknya suatu pertanyaan menjadi “masalah”. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa masalah adalah suatu situasi yang disadari keberadaannya dan perlu dicari penyelesaiannya dengan membutuhkan langkah-langkah dalam menyelesaikannya. b. Pemecahan Masalah Pemecahan masalah secara sederhana adalah proses penerimaan masalah sebagai tantangan untuk memecahkannya. Cooney (dalam Shadiq, 2009) mengemukakan bahwa pemecahan masalah adalah proses penerimaan masalah dan berusaha menyelesaikannya. Dengan demikian pemecahan masalah dapat diartikan sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai. Dalam pemecahan masalah bukan hanya menggunakan dan mengaplikasikan konsep, definisi, teorema-teorema yang telah dipelajari tetapi memerlukan aspek-aspek lain seperti penalaran, analisis, dan sintesa. Dalam pemecahan masalah siswa didorong dan diberi kesempatan seluasluasnya untuk berinisiatif dan berpikir sistematis dalam menghadapi suatu masalah dengan menerapkan pengetahuan yang didapat sebelumnya.
16
Jadi, memecahkan masalah adalah suatu usaha atau kegiatan untuk mencari penyelesaian masalah dengan bekal ilmu yang telah dipelajari sebelumnya.
4. Tipe Kepribadian David Keirsey (2009) menggolongkan kepribadian dalam empat tipe, yaitu artisan, guardian, rasional, dan idealis. Penggolongan ini didasarkan pada bagaimana seseorang memperoleh energinya (extrovert atau introvert), bagaimana seseorang mengambil informasi (sensing atau intuitive), bagaimana seseorang membuat keputusan (thinking atau feeling), dan bagaimana gaya dasar hidupnya (judging atau perceiving). Tentunya masing-masing tipe kepribadian tersebut akan mempunyai karakter yang berbeda dalam memecahkan masalah matematika. Keirsey menamakan penggolongan tipe kepribadiannya sebagai The Keirsey Temperament Sorter (KTS). KTS adalah penggolongan kepribadian yang didesain dengan tujuan membantu manusia untuk lebih memahami dirinya sendiri. Pembagian ini dimulai dari kesadaran bahwa setiap manusia dapat bersifat observe (mengamati) dan instropective (mawas diri). Keirsey menyatakan hal ini sebagai sensing dan intuitive. Ketika seseorang menyentuh objek, memperhatikan permainan sepak bola, merasakan makanan, dan lain-lain dimana manusia tersebut akan menggunakan
sifat
observant.
Ketika
manusia
merefleksikan
diri
dan
menunjukkan perhatian pada apa yang terjadi di dalam otaknya, maka manusia tersebut akan bersifat instropective. Keirsey percaya bahwa manusia tidak dapat dalam waktu yang bersamaan menjadi observant sekaligus instropective, dan kecenderungan terhadap salah satunya akan mempunyai efek pada tingkah lakunya. Seseorang yang lebih bersifat observant akan lebih ‘membumi’ dan lebih konkrit dalam memandang manusia, serta bertujuan untuk memperhatikan lebih pada kejadian-kejadian praktis, dan hubungan yang segera. Seorang observant akan menganggap segala yang dipentingkan lahir dari apa yang dialami, baik pengalaman tersebut dipastikan sebagai sesuatu yang benar (judging), maupun
17
pengalaman tersebut dibiarkan tetap terbuka seperti apa adanya (perceiving), dengan perkataan lain dia akan lebih menggunakan fungsi dalam pengaturan hidupnya, baik melalui judging maupun perceiving. Keirsey menamakan orang konkrit ini sebagai guardian, jika orang tersebut bersifat sensing dan judging, serta artisan jika orang tersebut bersifat sensing dan perceiving. Seseorang yang lebih bersifat instropective akan meletakkan otak di atas segalanya dan lebih abstrak dalam memandang dunia, serta berfokus pada kejadian global. Oleh karena bersifat instropective, maka sangatlah penting baginya untuk membentuk konsep di dalam dirinya. Konsep yang dibentuknya dapat berasal dari penalaran yang objektif dan tidak berdasar emosi (thinking), maupun konsep yang dibentuk berdasar perasaan atau emosinya (feeling). Keirsey menamakan orang instropective ini sebagai rational jika orang tersebut bersifat intuitive dan thinking, serta idealis jika orang tersebut bersifat intuitive dan feeling. Keirsey juga berpendapat bahwa apa yang nampak pada tingkah laku seseorang merupakan cerminan dari apa yang dipikirkannya. Di dalam dunia pendidikan, hasil pemikiran seorang peserta didik akan dapat dilihat melalui hasil pekerjaannya terhadap soal yang diberikan kepadanya, baik dalam latihan maupun dalam tes. Akan tetapi, sebagai pengajar tentunya tidak akan dapat memahami hasil pemikiran peserta didiknya apabila pengajar tersebut hanya melihat tulisan dan hasil pekerjaan peserta didik. Untuk lebih memahami terhadap apa yang dipikirkan oleh peserta didik, maka pengajar harus menggali lebih dalam bagaimana seseorang peserta didik sampai pada pemikiran tertentu. Hal ini biasanya dilakukan dengan wawancara, dimana peserta didik diminta untuk mengatakan apa yang sedang dipikirkannya. Kepribadian sebenarnya adalah campuran dari hal-hal yang bersifat psikologis, kejiwaan dan juga yang bersifat fisik. Salah satu bagian dari kepribadian yang tampak secara fisik adalah gaya belajar siswa. Siswa yang memiliki tipe kepribadian yang berbeda akan memiliki gaya belajar yang berbeda pula. Dengan berdasarkan pada keempat temperamen, akan diuraikan gaya belajar
18
yang pada masing-masing tipe kepribadian menurut Keirsey dan Bates (dalam Aris Yuwono, 2010) sebagai berikut. a. Tipe Guardian Tipe guardian ini menyukai kelas dengan model tradisional berserta prosedur yang teratur. Siswa dengan tipe ini menyukai pengajar yang dengan gamblang menjelaskan materi dan memberikan perintah secara tepat dan nyata. Materi harus diawali pada kenyataan nyata. Sebelum mengerjakan tugas, tipe guardian menghendaki instruksi yang mendetail, dan apabila memungkinkan termasuk kegunaan dari tugas tersebut. Segala pekerjaan dikerjakan tepat waktu. Tipe ini mempunyai ingatan yang kuat, menyukai pengulangan dan drill dalam menerima materi, dan penjelasan terstruktur. Meskipun tidak selalu berpartisipasi dalam kelas diskusi, tetapi tipe ini menyukai saat tanya-jawab. Tidak menyukai gambar, namun lebih condong kepada kata-kata. Materi yang disajikan harus dihubungkan dengan materi masa lalu, dan kegunaan di masa datang. Jenis tes yang disukai adalah tes objektif. b. Tipe Artisan Pada dasarnya tipe ini menyukai perubahan dan tidak tahan terhadap kestabilan. Artisan selalu aktif dalam segala keadaan dan selalu ingin menjadi perhatian dari semua orang, baik guru maupun teman-temannya. Bentuk kelas yang disukai adalah kelas dengan banyak demonstrasi, diskusi, presentasi, karena dengan demikian tipe ini dapat menunjukkan kemampuannya. Artisan akan bekerja dengan keras apabila dirangsang dengan suatu konteks. Segala sesuatunya ingin dikerjakan dan diketahui secara cepat, bahkan sering cenderung terlalu tergesa-gesa. Artisan akan cepat bosan, apabila pengajar tidak mempunyai teknik yang berganti-ganti dalam mengajar. c. Tipe Rational Tipe rational menyukai penjelasan yang didasarkan pada logika. Mereka mampu menangkap abstraksi dan materi yang memerlukan intelektualitas yang tinggi. Setelah diberikan materi oleh guru, biasanya rational mencari tambahan materi melalui membaca buku. Rational menyukai guru yang dapat memberikan tugas tambahan secara individu setelah pemberian materi. Dalam menerima
19
materi, rational menyukai guru yang menjelaskan selain materinya, namun juga mengapa atau darimana asalnya materi tersebut. Bidang yang disukai biasanya sains, matematika, dan filsafat, meskipun tidak menutup kemungkinan akan berhasil di bidang yang diminati. Cara belajar yang paling disukai adalah eksperimen, penemuan melalui eksplorasi, dan pemecahan masalah yang kompleks. Kelompok ini cenderung mengabaikan materi yang dirasa tidak perlu atau membuang waktu, oleh karenanya, dalam setiap pemberian materi, guru harus dapat, meyakinkan kepentingan suatu materi terhadap materi yang lain. d. Tipe Idealis Tipe idealis menyukai materi tentang ide dan nilai-nilai. Lebih menyukai untuk menyelesaikan tugas secara pribadi daripada diskusi kelompok. Dapat memandang persoalan dari berbagai perspektif. Menyukai membaca dan juga menyukai menulis. Oleh karena itu, idealis kurang cocok dengan bentuk tes objektif, karena tidak dapat mengungkap kemampuan dalam menulis. Kreativitas menjadi bagian yang sangat penting bagi seorang idealis. Kelas besar sangat mengganggu idealis dalam belajar, sebab lebih menyukai kelas kecil dimana setiap anggotanya mengenal satu dengan lainnya.
5. Kesebangunan Materi dalam penelitian ini adalah kesebangunan bangun datar. Materi yang diamati dalam penelitian ini adalah pemecahan masalah yang melibatkan konsep kesebangunan segitiga. Berikut ini adalah indikator dan deskripsi singkat mengenai materi kesebangunan. a. Indikator Materi Kesebangunan Tabel 2.2 Indikator Materi Kesebangunan Mata Pelajaran : Matematika Kelas/ Semester : IX/I Standar Kompetensi : Memahami kesebangunan bangun datar dan penggunaannya dalam pemecahan masalah. Kompetensi Dasar : Menggunakan konsep kesebangunan segitiga dalam pemecahan masalah. Indikator : 1. Menentukan perbandingan sisi-sisi dua segitiga yang sebangun dan menghitung panjangnya.
20
2. Memecahkan masalah kesebangunan.
yang
melibatkan
b. Kesebangunan Segitiga 1) Dua segitiga dikatakan sebangun apabila : a) Sudut-sudut yang bersesuaian sama besar, b) Sisi-sisi yang bersesuaian adalah sebanding Adapun dalam mengidentifikasi kesebangunan, dua segitiga dikatakan sebangun jika memenuhi salah satu syarat di bawah ini : a) Dua sudutnya sama besar (sd, sd), atau b) Sisi-sisi yang bersesuaian mempunyai perbandingan yang sama (s, s, s), atau c) Kedua segitiga itu memiliki satu sudut sama besar dan kedua sisi yang mengapitnya mempunyai perbandingan yang sama (s, sd, s). Perhatikan gambar di bawah ini! E x
B x
A
*
cD *
o
o
F
Gambar 2.1 ∆ABC dan ∆DEF Berdasarkan Gambar 2.1, ∆ABC dan ∆DEF sebangun apabila : a) Perbandingan sudut-sudut yang bersesuaian sama besar ∠𝐴 = ∠𝐷, ∠𝐵 = ∠𝐸, ∠𝐶 = ∠𝐹 b) Sisi-sisi yang bersesuaian sebanding 𝐴𝐵 𝐴𝐶 𝐵𝐶 = = 𝐷𝐸 𝐷𝐹 𝐸𝐹 2) Menghitung panjang sisi pada segitiga sebangun Contoh : B
E
x
x 9CM
6cm
A
4cm
*
o
Gambar 2.2
CD
*
o 10cm
F
∆ABC dan ∆DEF yang sebangun
21
Berdasarkan Gambar 2.2 jika panjang AB = 6 cm, BC = 9 cm, DE = 4cm, dan DF = 1O cm. Tentukan panjang AC dan EF! Jawab : 𝐴𝐶 𝐴𝐵 = 𝐷𝐹 𝐷𝐸 𝐴𝐶 6 = 10 4
𝐴𝐵 𝐵𝐶 = 𝐷𝐸 𝐸𝐹 6 9 = 4 𝐸𝐹
4𝐴𝐶 = 6 𝑥 10
6𝐸𝐹 = 4 𝑥 9
𝐴𝐶 = 15𝑐𝑚
𝐸𝐹 = 6𝑐𝑚
3) Segitiga Sebangun pada Segitiga dengan Garis-garis Sejajar Perhatikan gambar di bawah ini! C
a
c
e
D
E
>
d b
f A
Gambar 2.3
>
B
∆ABC dengan dua garis sejajar
Berdasarkan Gambar 2.3, berlaku : 𝐶𝐷 𝐶𝐸 𝐷𝐸 𝑎 𝑐 𝑒 = = 𝑎𝑡𝑎𝑢 = = 𝐶𝐴 𝐶𝐵 𝐴𝐵 𝑎+𝑏 𝑐+𝑑 𝑓 4) Penyelesaian Soal Cerita yang Berkaitan dengan Kesebangunan Contoh : Tinggi tiang listrik dan gedung yang bersebelahan masing-masing 10 m dan 13 m. Karena terkena sinar matahari panjang bayangan gedung 26 m, hitunglah panjang bayangan tiang listrik!
22
Jawab : Tinggi tiang listrik = 8 m Tinggi gedung = 14 m Panjang bayangan gedung = 26 m Panjang bayangan tiang listrik = ….. ? 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑔𝑒𝑑𝑢𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑘 = 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑦𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑔𝑒𝑑𝑢𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑦𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑘 13 10 = 26 𝑡 13 𝑥 𝑡 = 10 𝑥 26 13 𝑡 = 260 𝑡 = 20
B. Penelitian yang Relevan Hana Paramita Sari (2014) melakukan penelitian untuk melihat proses berpikir kreatif siswa kelas IX dalam memecahkan masalah kesebangunan berdasarkan tahapan Creative Problem Solving (CPS) ditinjau dari tipe kepribadian siswa. Penelitian ini berusaha mendeskripsikan proses berpikir kreatif siswa kelas IX (dalam hal ini SMP Negeri 16 Surakarta) dalam memecahkan masalah matematika kesebangunan berdasarkan tipe kepribadian menurut Keirsey, yaitu tipe guardian, artisan, rational, dan idealist, dimana dalam memecahkan masalah mengacu pada langkah-langkah pemecahan masalah model Creative Problem Solving (CPS). Penjelasan tersebut didasarkan pada hasil penelitian deskriptif-kualitatif. Data yang diperoleh dalam penelitian ini berwujud data tertulis dan data lisan. Data tertulis diperoleh dari hasil pengerjaan subjek penelitian terhadap instrumen penggolongan tipe kepribadian dan instrumen tugas pemecahan masalah matematika. Sedangkan data lisan diperoleh dari proses wawancara yang dilakukan peneliti dengan subjek penelitian. Kemudian data dianalisis berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah model Creative Problem Solving (CPS).
23
Penelitian yang dilakukan oleh Hana Paramita Sari memiliki kesamaan dengan penelitian ini yakni penelitian ini meneliti proses berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah ditinjau dari tipe kepribadian menurut Keirsey. Sedangkan perbedaannya, dalam penelitian Hana Paramita Sari, pemecahan masalah mengacu pada langkah-langkah Creative Problem Solving (CPS) dan pada penelitian ini mengacu pada langkah pemecahan masalah model Wallas. C. Kerangka Berpikir Pemecahan masalah merupakan hal yang penting dalam pembelajaran matematika. Dalam pemecahan masalah matematika seringkali diperlukan pemikiran-pemikiran yang kreatif. pada dasarnya setiap orang memiliki kemampuan untuk berpikir kreatif. Akan tetapi, pada kenyataannya masih banyak yang mengalami hambatan untuk dapat berpikir kreatif. Matematika sebagai ilmu pasti yang menggunakan langkah-langkah pasti dalam setiap penyelesaiannya, dapat digunakan sebagai salah satu cara menganalisis proses berpikir kreatif siswa. Berdasarkan nilai ulangan harian siswa kelas IX pada materi kesebangunan, terlihat bahwa prestasi belajar geometri siswa masih rendah. Hal ini menunjukkan adanya kesulitan siswa dalam memahami materi tersebut. Materi kesebangunan ini juga merupakan salah satu materi yang menekankan pada pemecahan masalah. Oleh karena itu dalam memecahkan masalah pada materi kesebangunan ini dipelukan kreativitas siswa. Salah satu atribut kreativitas adalah tipe kepribadian. Kepribadian ini akan mempengaruhi proses berpikir kreatif seseorang dalam memecahkan suatu masalah. Dalam penelitian ini, tipe kepribadian dikelompokkan ke dalam empat kategori berdasarkan, yaitu guardian, artisan, rational, dan idealist. Peneliti akan menggunakan instrumen tipe kepribadian untuk mengelompokkan siswa. Siswa dengan tipe kepribadian guardian menyukai prosedur yang teratur (Hana Paramita Sari, 2014), akan menemukan kesulitan dalam memcahkan masalah yang penyelesaiannya tidak cukup menggunakan prosedur yang sudah diajarkan di kelas. Siswa dengan tipe kepribadian ini juga cenderung akan menemukan ide penyelesaian yang kurang beragam.
24
Siswa dengan tipe kepribadian artisan yang menyukai perubahan (Hana Paramita Sari, 2014), akan bekerja keras dalam memcahkan masalah yang diberikan. Namun sifatnya yang tergesa-gesa akan mengakibatkan kurang teliti dalam pengerjaan soal. Artisan yang cepat bosan juga akan mudah menyerah jika tidak dapat dengan segera menemukan pemecahan dari masalah yang diberikan. Siswa dengan tipe kepribadian rational yang mampu menangkap materi yang memerlukan intelektualitas yang tinggi dan cenderung menyukai matematika dan sains (Hana Paramita Sari, 2014), akan bersemangat dalam menyelesaikan masalah matematika. Rational yang menyukai pemecahan masalah yang kompleks akan menemukan ide-ide yang lebih beragam. Siswa dengan tipe kepribadian idealist yang menyukai materi tentang ide dan dapat memandang persoalan dari berbagai perspektif (Hana Paramita Sari, 2014), akan dapat memandang masalah matematika yang diberikan dari berbagai perspektif sehingga memungkinkan timbulnya ide yang beragam. Kreativitas juga menjadi hal yang penting bagi seorang idealist. Setelah pengelompokkan siswa berdarkan angket tipe kepribadian akan diperoleh beberapa kelompok. Dari data pengelompokkan tersebut akan digunakan sebagai dasar pemilihan responden yang akan diberi tes pemecahan masalah dan diwawancarai. Dari proses pengumpulan data, nantinya akan diperoleh data berupa tertulis dan lisan (rekaman). Data tersebut yang akan digunakan dalam menganalisis proses berpikir kreatif siswa berdasarkan tahapan Wallas. Proses berpikir kreatif berdasarkan tahapan Wallas meliputi empat tahapan, pada tahap pertama seseorang mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan data yang relevan, dan mencari pendekatan untuk menyelesaikannya. Pada tahap kedua, seseorang seakan-akan melepaskan diri secara sementara dari masalahnya. Tahap ini diperlukan sebagai awal proses timbulnya inspirasi yang merupakan titik mula dari suatu penemuan atau kreasi dari dari daerah pra sadar. Pada tahap ketiga, seseorang mendapatkan sebuah pemecahan masalah yang diikuti dengan munculnya inspirasi dan ide-ide yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi dan gagasan baru. Pada tahap
25
terakhir adalah tahap seseorang menguji dan memeriksa pemecahan masalah tersebut terhadap realitas. Pada tahap verifikasi ini seseorang setelah melakukan berpikir kreatif maka harus diikuti dengan berpikir kritis. Dugaan tingkah laku siswa dalam proses berpikir kreatif dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3
Kerangka Kerja Siswa Dalam Melakukan Tahapan Proses Berpikir Kreatif
Tahapan proses berpikir kreatif Tahap persiapan
Indikator
Siswa mampu memahami masalah yang disajikan
Siswa mampu menyampaikan informasi dengan bahasa sendiri
Tahap inkubasi
Siswa
melakukan
aktivitas
merenung.
Dalam tahap ini siswa membuat coretcoretan yang kemungkinan akan digunakan sebagai penyelesaian Tahap iluminasi
Siswa
menyampaikan
ide
yang
akan
digunakan sebagai penyelesaian Dalam tahap ini siswa menuliskan cara yang
akan
digunakannya
sebagai
pemecahan masalah. Tahap verifikasi
Siswa mampu menentukan penyelesaian dari masalah yang ditanyakan