13
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Pedagogik Guru 2.1.1 Pengertian Kompetensi Kompetensi berasal dari bahasa Inggris yaitu competence. Maknanya sama dengan being competent, sedangkan competent sama artinya dengan having ability, power, authority, skill, knowledge, attitude dan sebagainya. Dengan demikian kompetensi adalah kemampuan, kecakapan, keterampilan, dan pengetahuan seseorang dibidang tertentu. Jadi, kata kompetensi diartikan sebagai kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas atau suatu keterampilan dan kecakapan yang disyaratkan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 ayat (10) disebutkan “kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan,dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya”. Menurut
Sagala,
(2009,
hlm.
23).
Rumusan
kompetensi
diatas
mengandung tiga aspek, yaitu: (1) kemampuan, pengetahuan, kecakapan, sikap, sifat, pemahaman, apresiasi dan harapan yang menjadi ciri dan karakteristik seseorang dalam menjalankan tugas. Aspek ini menunjuk pada kompetensi sebagai gambaran substansi/materi ideal yang seharusnya dikuasai atau dipersyaratkan untuk dikuasai oleh guru dalam menjalankan pekerjaannya. (2) ciri dan karakteristik kompetensi yang digambarkan dalam aspek pertama itu tampil nyata (manifest) dalam tindakan, tingkah laku dan unjuk kerjanya. Aspek ini merujuk pada kompetensi sebagai gambaran unjuk kerja nyata yang tampak dalam kualitas pola pikir, sikap dan tindakan sesorang dalam menjalankan pekerjaannya secara piawai. (3) hasil unjuk kerjanya itu memenuhi suatu kriteria standar kualitas tertentu. Aspek ini merujuk pada kompetensi sebagai hasil (output dan atau outcome) dari unjuk kerja. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
14
atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Kompetensi merupakan peleburan dari pengetahuan (daya pikir), sikap (daya kalbu), dan keterampilan (daya pisik) yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan (Sagala, 2009, hlm. 23). Sementara Charles (dalam Mulyasa, 2011:25) mengemukakan bahwa: competency as rational performance which satisfactorily meets the objective for a desired condition (kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Purwadarminta) kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. The state of legally competent or qualified Mc Leon (dalam Uzer, 1995). Wijaya dalam Nengah dan Kusmaningtiyas (2013, hlm. 96) mengatakan bahwa kemampuan atau kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Pelaksanaan pembelajaran di kelas merupakan proses dimana seorang guru diharuskan memiliki kompetensi guna dijadikan modal utama untuk mengajar dan memberikan pembelajaran kepada peserta didik. Guru dituntut memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang baik dalam melaksanakan tugas profesinya. Proporsi antara pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki setiap profesi sangatlah berbeda-beda, misalnya seorang guru dan dokter yang menuntut ketiga aspek tersebut haruslah seimbang, berbeda dengan tukang kayu yang memerlukan porsi keterampilan fisik lebih besar daripada pengetahuan dan sikap sebagai kompetensi. Kompetensi sangat kontekstual dan tidak universal untuk semua jenis pekerjaan. Menurut Lefrancois (dalam Asmani, 2009, hlm. 37) menyatakan bahwa kompetensi merupakan kapasitas untuk melakukan sesuatu yang dihasilkan dari proses belajar, selama proses belajar belajar, stimulus akan bergabung dengan isi memori dan menyebabkan terjadinya perubahan kapasitas untuk melakukan sesuatu. Rusman (dalam Komang, 2013, hlm. 3) mendefinisikan kompetensi Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
15
merupakan perilaku rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan. Dengan kata lain, kompetensi dapat dipahami sebagai kecakapan atau kemampuan. Sehingga kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak, sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seorang guru yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Menurut Daryanto (dalam Komang, 2013, hlm. 4) kompetensi merupakan kemampuan melakukan sesuatu yang dimensi-dimensinya meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Pengetahuan, ketrampilan dan sikap melalui nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten dalam arti memiliki pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan
kemampuan
seseorang
dalam
melakukan
tugas
profesinya.
Kemampuan sesorang tersebut dapat mencirikan tindakan/perilaku serta keprofesionalannya menjalankan tugas untuk menghasilkan tindakan kerja yang efektif dan efisien. Hasilnya merupakan produk dari kompetensi seseorang dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. Sehingga orang lain dapat menilai seseorang tersebut apakan dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya berkompeten dan profesional atau tidak. 2.2 Konsep Dasar Pedagogik 2.2.1 Pengertian Pedagogik Istilah pedagogik (bahasa Belanda: paedagogiek, bahasa Inggris: pedagogy) berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani kuno, yaitu paedos yang berarti anak dan agogos yang berarti mengantar, membimbing atau memimpin. Dari dua kata tersebut terbentuk beberapa istilah yang masing-masing memiliki arti tertentu. Istilah-istilah yang dimaksud yakni paedagogos, pedagogos (paedagoog
atau pedagogue), paedagogia,
pedagogi
(paedagogie), dan
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
16
pedangogik (paedagogiek). Dari kata paedos dan agogos terbentuk istilah paedagogos yang berarti seorang pelayan atau pembentu pada zaman Yunani kuno yang tugasnya mengantar dan menjemput anak majikannya ke sekolah, selain juga bertugas untuk selalu membimbing atau memimpin anak-anak majikannya. Selanjutnya terjadi perubahan istilah, yang dulunya sebagai pelayanan atau pembantu menjadi pedagog yang memiliki arti sebagai ahli didik atau pendidik. Namun secara prinsipil, bahwa dalam pendidikan anak ada kewajiban untuk membimbing hingga mencapai kedewasaan (Syaripudin & Kurniasih, 2008). Di sisi lain, ada juga paedagogia, yaitu pergaulan dengan anakanak yang kemudian berubah menjadi paedagogie atau pedagogi yang berarti praktik pendidikan anak atau praktik mendidik anak; dan terbentuklah istilah paedagogiek atau pedagogik yang berarti ilmu pendidikan anak atau ilmu mendidik anak. Dalam beberapa literatur, ditemukan di antara pendidik dan ahli ilmu pendidikan menyatakan pedagogik sebagai ilmu pendidikan atau ilmu mendidik. Berdasarkan perspektif pengertian pendidikan secara “luas”, maka tujuan itu tidak terbatas, tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup (Mudyaharjo, dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008). Oleh karena itu, pendidikan dapat berlangsung pada tahapan anak usia dini, anak, dewasa dan bahkan tahapan usia lanjut. Mengacu pada asumsi ini, maka terdapat beberapa cabang ilmu pendidikan yang dikembangkan oleh para ahli, yaitu pedagogik, andragogi, dan gerogogi (Sudjana dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008). Jadi, mengacu pada pengertian pendidikan dalam arti luas, yang benar dalam konteks ini, bahwa Pedagogik adalah ilmu pendidikan anak. Akan tetapi, Langeveld (dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008) dalam bukunya “Beknopte Theoritiche Paedagogiek” pendidikan dalam arti yang hakiki ialah proses pemberian bimbingan dan bantuan rohani kepada orang yang belum dewasa; dan mendidik adalah tindakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian, pendidikan adalah suatu upaya yang dilakukan secara sengaja oleh orang dewasa untuk membantu atau membimbing anak (orang yang belum dewasa) agar mencapai kedewasaan. Lanjut Langeveld, pendidikan baru terjadi ketika anak mengenal kewibawaan. Syaratnya anak Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
17
mengenal kewibawaan adalah ketika anak memiliki kemampuan dalam memahami bahasa. Oleh karena itu, batas bawah pendidikan atau pendidikan mulai berlangsung yakni ketika anak mengenal kewibawaan. Sedangkan batas atas pendidikan atau saat akhir pendidikan adalah ketika tujuan pendidikan telah tercapai, yaitu kedewasaan. Bila anak belum mengenal kewibawaan, pendidikan belum dapat dilaksanakan, dan dalam kondisi ini yang dapat dilaksanakan adalah pra-pendidikan atau pembiasaan. Dengan demikian, menurut tinjuaan pedagogik tidak ada pendidikan untuk orang dewasa, apalagi untuk manusia lanjut. Pendidikan hanyalah bagi anak. Jadi, apabila mencau pada pengertian pendidikan menurut tinjauan pedagogik, maka pernyataan “pedagogik adalah ilmu pendidikan anak” sama maknanaya dengan “pedagogik adalah ilmu pendidikan. Tetapi ketika mengacu pada pengertian pendidikan secara luas di awal, tidak benar apabila pedagogik dimaknai sebagai ilmu pendidikan. 2.2.2 Status Keilmuan Pedagogik Pendapat para ilmuwan telah banyak yang menyatakan bahwa pedagogik berstatus sebagai suatu ilmu yang otonom. Menurut banyak ahli, pandangan ilmiah tentang gejalan pendidikan itu (pedagogik) merupakan ilmu tersendiri, sejajar dengan ilmu-ilmu tentang humanisme (human sciences) seperti ekonomoi, hukum, sosiologi, dan sebagainya (Drikarya dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008). Pendapat di atas dapat dikaji dengan mengacu pada tiga persyaratan (kriteria) keilmuan sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, yaitu berkenaan dengan (1) objek studinya; (2) metode studinya; dan (3) sifat sistematis dari hasil studinya. 1. Objek Studi Pedagogik Dapat dirumuskan bahwa objek studi ilmu meliputi berbagai hal sebatas yang dapat dialami manusia. Objek studi ilmu dibedakan menjadi: (1) objek material, dan (2) objek formal. Objek material adalah seseuatu yang dipelajari oleh suatu ilmu dalam wujud materinya, sedangkan objek formal adalah suatu bentuk yang khas atau spesifik dari objek material yang dipelajari oleh suatu ilmu. Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
18
Setiap disiplin ilmu memiliki objek material dan objek formal tertentu. Beberapa disiplin ilmu mungkin memimiliki objek material yang berbeda, tetapi mungkin pula mempunyai objek material yang sama. Namun demikian, sebagai ilmu yang ototnom setiap ilmu harus mempunyai objek formal yang spesifik dan berbeda daripada objek formal ilmu yang lainnya. Objek meterial pedagogik adalah manusia, objek material pedagogik ini adalah sama halnya dengan objek material psikologi, sosiologi, ekonomi dan sebagainya. Namun demikian, pedagogik memiliki objke formal tersendiri, atau mempunya objek formal yang spesifik dan berbeda daripada objek formal psikologi, ekonomi dan sebagainya. Objek formal spikologi adalah proses mental dan tingkah laku manusia; objek formal ekonomi adalah pemenuhan kebutuhan hidup manusia, melalui proses produksi, distribusi dan pertukaran; sedangkan objek formal pedagogik adalah “fenomena pendidikan” atau “situasi pendidikaní” (Drikarya, 1980 & Langeveld, 1980 dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008). 2. Metode Studi (Penelitian) Pedagogik Semua
disiplin
ilmu
dalam
mempelajari
objek
studinya
tentu
menggunakan metode ilmiah, demikian pula pedagogik. Dalam rangka operasinya, metode ilmiah dijabarkan ke dalam metode penelitian ilmiah. Adapun metode penelitian ilmiah tersebut dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: (1) metode penleitian kualitatif dan (2) metode penelitian kuantitatif. Yang tergolong metode penelitian kualitatif antara lain fenomenologi, hermeneutika, dan etnometodologi, sedangkan yang tergolong metode penelitian kuantitatif antara lain metode eksperimen, metode kuasi eksperimen, metode korelasional dan sebagainya. Kelompok filsuf dan ilmuan tertentu berpendapat bahwa metode penelitian kualitatif merupakan metode penelitian ilmu-ilmu kemanusiaan, sedangkan metode penelitian kuantitatif merupakan penelitian ilmu kealaman. Sebaliknya, pada zaman keemasan sains modern (modern science), yaitu zamah keemasa ilmu-ilmu yang dilandasi filsafat positivisme dan pradigman Newtodian, ada di antara para filsuf dan ilmuan yang berpendapat bawa ilmu-ilmu kealaman maupun ilmu kemanusiaan adau ilmu sosial termasuk di dalamnya pedagogik, dalam
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
19
rangka studinya seharusnya menggunakan metode kuantitatif atau metode penelitian kealaman. 3. Sifat sistematis dari hasil studinya. Hasil penelitian ilmiah yang dilakukan para ilmuwan pedagogik dalam rentang waktu yang cukup panjang telah membangun suatu bangunan pengetahuan yang cukup panjang telah membangun suatu bangunan pengetahuan yang sitematis. Contohnya, melalui studi terhadap fenomena pendidikan dengan menggunakan metode fenomenologi, Langeveld (dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008) membangun teori pendidikan anak (pedagogik teoretis) yang berisikan berbagai konsep esensial yang saling berhubungan secara terpadu, sehingga memberikan kejelasan pemahaman mengenai makna pendidikan anak sebagai suatu tindakan/perbuatan insani yang tidak mekanistik. Berdasarkan seluruh uraian pada di atas, kiranya dapat dinilai bahwa pedagogik telah memenuhi ketiga persyaratan (kriteria) sebagai ilmu yang otonom. Sebab pedagogik memiliki objek formal tersendiri yang berbeda daripada objek formal ilmu lainnya, menggunakan metode penelitian tertentu yang dipandang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan, serta telah menghasilkan pengetahuan yang tersusun secara sistematis mengenai objek studinya itu. 2.2.3 Struktur/Sistematika Pedagogik Secara umum, pedagogik dapat dikelompokkan menjadi dua cabang utama, yaitu: (1) Pedagogik Teoretis, dan (2) Pedagogik Praktis. Pedagogik Teoretis meurpakan cabang dari pedagogik yang bertugas untuk menyusun pengetahuan yang bersifat teoretis mengenai pendidikan anak. Sedangkan Pedagogik Praktis merupakan cabang dari pedagogik yang bertugas untuk menyusun sistem pengetahuan mengenai cara-cara bertindak dalam praktik mendidik anak. Pedagogik praktis berkenaan dengan cara-cara bertindak dalam situasi pendidikan, yang didasari oleh pedagogik teoretis dan sekaligus tertuju untuk mrealisasikan konsep-konsep (teori) ideal yang tersusun dalam Pedagogik Teoretis. Mengacu pada sistematika pedagogik Langeveld (dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008) maka struktur/sistematika pedagogik menjadi sebagai berikut. Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
20
1. Pedagogik Teoretis, terdiri atas: (1) Pedagogik Sistematis dan (2) Pedagogik Historis. Pedagogik Historis terdiri atas: Sejarah Pendidikan dan Pedagogik Komparatif. Adapun Sejarah Pendidikan dibedakan menjadi Sejarah Teori Pendidikan dan Sejarah Praktik Pendidikan. 2. Pedagogik Praktis, terdiri atas: (1) Pedagogik di Keluarga; (2) Pedagogik di Sekolah; dan (3) Pedagogik di Masyarakat. Adapun Pedagogik di Sekolah terdiri atas: administrasi sekolah, didaktik/metodik dan kurikulum. Berdasarkan pembagian struktur/sistematika pedagogik diatas, maka Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan termasuk kedalam pedagogik praktis. Hal tersebut dikarenakan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan termasuk dalam cabang dari pedagogik yang memiliki tugas mendidik anak yang juga dilakukan di sekolah. 2.3 Pengertian Kompetensi Pedagogik Kompetensi pedagogik merupakan suatu performansi (kemampuan) seseorang dalam bidang ilmu pendidikan. Untuk menjadi guru yang profesional haruslah memiliki kompetensi padagogik. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a mengemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Senada dengan hal tersebut Susilo (2011, hlm. 115), menjelaskan bahwa Kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik, meliputi: menyiapkan perangkat pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Berdasarkan definisi tesebut diatas, maka dapat disimpulkan kompetensi pedagogik adalah kemampuan yang dimiliki oleh seorang guru dalam memahami peserta didiknya dan kemampuan dalam melaksanakan proses pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Hendayana, ett all (2007, hlm. 6) menyatakan bahwa kompetensi pedagogik yaitu kemampuan mengelola pembelajaran yang meliputi: 1) pemahaman
terhadap
peserta
didik,
2)
perancangan
dan
pelaksanaan
pembelajaran, 3) evaluasi pembelajaran, dan 4) pengembangan peserta didik Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
21
untuk mengaktualisasikan berbagao potensi yang dimilikinya. Lebih lanjut Hendayana ett all (2007, hlm. 6-7) menjelaskan secara rinci, kompetensi pedagogik meliputi: 1) memahami karakteristik peserta didik dari aspek fisi, sosial, kultural, emosional, dan intelektual, 2) memahami latar belakang keluarga, masyarakat, peserta didik dan kebutuhan belajar dalam konteks kebhinekaan budaya, 3) memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta didik, 4) memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik, 5) menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajran yang mendidik, 6) mengembangkan kurikulum yang melibatkan peserta didik dalam pembelajaran, 7) merancang pembelajaran yang mendidik, 8) melaksanakan pembelajaran yang mendidik, 9) mengevaluasi proses dan hasil belajar. Kompetensi pedagogik guru yang berkaitan dengan memahami karakter peserta didik adalah unsur yang penting dalam proses pembelajaran, karena setiap peserta didik memiliki kemampuan dan karakter yang berbeda. Karakteristik peserta didik adalah aspek atau kualitas perseorangan peserta didik yang terdiri dari minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berfikir, dan kemampuan awal yang dimiliki (Hamzah. B Uno, 2007). Untuk mengetahui kemampuan awal dan karakteristik peserta didik seorang guru dapat menggunakan berbagai metode diantaranya: 1. 2. 3. 4.
Melakukan tes kemampuan awal (pre test) Menggunakan data-data probadi peserta didik yang telah tersedia Menggunakan wawancara Menggunakan angket atau kuisioner Sedangkan motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif
menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. Tugas guru adalah membangkitkan motivasi peserta didik sehingga ia mau melakukan belajar. Motivasi dapat timbul dari dalam diri individu dan dapat pula timbul akibat pengaruh dari luar dirinya.
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
22
Berikut ini beberapa cara guru membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi instrinsik menurut Moh. Uzer Usman (2006, hlm. 29) yaitu: 1. Kompetensi (persaingan): guru berusaha menciptakan persaingan diantara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya dan mengatasi prestasi orang lain. 2. Pace making (membuat tujuan sementara atau dekat): pada awal kegiatan belajar-mengajar guru, hendaknya terlebih dahulu menyampaikan kepada peserta didik TIK yang akan dicapainya sehingga dengan demikian peserta didik berusaha untuk mencapai TIK tersebut. 3. Tujuan yang jelas: motif mendorong individu untuk mencapai tujuan. Makin jelas tujuan, makin besar nilai tujuan bagi individu yang bersangkutan dan makin besar pula motivasi untuk mencapai TIK tersebut. 4. Kesempurnaan untuk sukses: kesuksesan dapat menimbulkan rasa puas, kesenangan dan kepercayaan terhadap diri sendiri, sedangkan kegagalan akan membawa efek sebaliknya. Dengan demikian, guru hendaknya banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih sukses dengan usaha sendiri, tentu dengan bimbingan guru. Sementara untuk menarik minat peserta didik menurut Tanner & Tanner (dalam Slameto, 2003, hlm. 181) guru berusaha untuk minat peserta didik dengan jalan memberikan informasi kepada peserta didik mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu, menguraikan manfaatnya mempelajari jaringan komputer. Menurut Roojikers (dalam Slameto, 2003, hlm. 181) menarik minat dapat pula dicapai dengan cara menghubungkan bahan pengajaran dengan suatu berita sensasional yang sudah diketahui kebanyakan siswa. Sementara menurut Slameto (2003, hlm. 54) terdapat dua faktor yang mempengaruhi belajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal sebagai yang diuraikan sebagai berikut: a. Faktor Internal 1. Faktor Jasmaniah meliputi: kesehatan, cacat tubuh 2. Faktor psikologis meliputi: intelegensi, perhatian, minat,bakat, motif, kematangan dan kesiapan. 3. Faktor kelelahan b. Faktor Eksternal 1. Faktor keluarga meliputi: cara orang tua mendidik 2. Relasi antar anggota keluarga 3. Suasana rumah Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
23
4. Keadaan ekonomi keluarga 5. Pengertian orang tua 6. Latar belakang kebudayaan Kompetensi pedagogik erat kaitannya dengan penguasaan guru terhadap berlangsungnya proses pembelajaran peserta didik didalam kelas, hal ini dikarenakan kompetensi ini merupakan kompetensi yang akan digunakan dalam keseharian seorang guru dalam melaksanakan tugasnya. Menurut Syaiful Sagala (2009, hlm. 158-159) “Kompetensi pedagogik adalah kemampuan pendidik menciptakan suasana dan pengalaman belajar bervariasi dalam pengelolaan peserta didik yang memenuhi kurikulum yang disiapkan”. Hal ini meliputi kemampuan pendidik dalam: a. b. c. d. e. f. g.
Memahami wawasan atau landasan pendidikan. Memiliki pemahaman terhadap terhadap peserta didik. Mampu mengembangkan kurikulum/silabus. Mampu menyusun rancangan pembelajaran. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Melakukan evaluasi hasil belajar dengan prosedur yang benar. Mampu mengembangkan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
tentang
Guru
dan
Dosen
dikemukakan
kompetensi
pedagogik
adalah
“kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Depdiknas (2004, hlm. 9) menyebut
kompetensi
pedagogik
ini
dengan
“kompetensi
pengelolaan
pembelajaran”. Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian. Tabel 2.1 Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru No.
Kompetensi Inti Guru
Kompetensi Guru Matapelajaran
Kompetensi Pedagogik 1.
Menguasai karakteristik 1.1 Memahami karakteristik peserta didik yang peserta didik dari aspek berkaitan dengan aspek fisik, intelektual, fisik, moral, spiritual, sosial-emosional, moral, spiritual, dan latar
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
24
sosial, emosional, intelektual.
2.
3.
4.
kultural, belakang sosial- budaya dan 1.2 Mengidentifikasi potensi peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu. 1.3 Mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu. 1.4 Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu. Menguasai teori belajar 2.1Memahami berbagai teori belajar dan dan prinsip-prinsip prinsip-prinsip pembelajaran yang pembelajaran yang mendidik terkait dengan mata pelajaran mendidik. yang diampu. 2.2 Menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif dalam mata pelajaran yang diampu. Mengembangkan 3.1Memahami prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang terkait kurikulum. dengan mata pelajaran 3.2Menentukan tujuan pembelajaran yang yang diampu. diampu. 3.3Menentukan pengalaman belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diampu. 3.4Memilih materi pembelajaran yang diampu yang terkait dengan pengalaman belajar dan tujuan pembelajaran. 3.5Menata materi pembelajaran secara benar sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan karakteristik peserta didik. 3.6Mengembangkan indikator dan instrumen penilaian. Menyelenggarakan 4.1Memahami prinsip-prinsip perancangan pembelajaran yang pembelajaran yang mendidik. mendidik. 4.2Mengembangkan komponen-komponen rancangan pembelajaran. 4.3Menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap, baik untuk kegiatan di dalam kelas, laboratorium, maupun lapangan. 4.4Melaksanakan pembelajaran yang mendidik di kelas, di laboratorium, dan di lapangan dengan memperhatikan standar keamanan yang dipersyaratkan. 4.5Menggunakan media pembelajaran dan sumber belajar yang relevan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran yang diampu untuk mencapai tujuan pembelajaran secara utuh.
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
25
5.
6.
7.
8.
4.6Mengambil keputusan transaksional dalam pembelajaran yang diampu sesuai dengan situasi yang berkembang. Memanfaatkan 5.1Memanfaatkan teknologi informasi dan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran yang komunikasi untuk diampu. kepentingan pembelajaran. Memfasilitasi 6.1Menyediakan berbagai kegiatan pengembangan potensi pembelajaran untuk mendorong peserta peserta didik untuk didik mencapai prestasi secara optimal. mengaktualisasikan 6.2Menyediakan berbagai kegiatan berbagai potensi yang pembelajaran untuk mengaktualisasikan dimiliki. potensi peserta didik, termasuk kreativitasnya. Berkomunikasi secara 7.1Memahami berbagai strategi berkomunikasi efektif, empatik, dan yang efektif, empatik, dan santun, secara santun dengan peserta lisan, tulisan, dan/atau bentuk lain. didik. 7.2 Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik dengan bahasa yang khas dalam interaksi kegiatan/permainan yang mendidik yang terbangun secara siklikal dari (a) penyiapan kondisi psikologis peserta didik untuk ambil bagian dalam permainan melalui bujukan dan contoh, (b) ajakan kepada peserta didik untuk ambil bagian, (c) respons peserta didik terhadap ajakan guru, dan (d) reaksi guru terhadap respons peserta didik, dan seterusnya. Menyelenggarakan 8.1Memahami prinsip-prinsip penilaian dan penilaian dan evaluasi evaluasi proses dan hasil belajar sesuai proses dan hasil belajar. dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu. 8.2Menentukan aspek-aspek proses dan hasil belajar yang penting untuk dinilai dan dievaluasi sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu. 8.3Menentukan prosedur penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. 8.4Mengembangkan instrumen penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. 8.5Mengadministrasikan penilaian proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan mengunakan berbagai instrumen.
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
26
8.6Menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk berbagai tujuan. 8.7Melakukan evaluasi proses dan hasil belajar. 9. Memanfaatkan hasil 9.1Menggunakan informasi hasil penilaian dan penilaian dan evaluasi evaluasi untuk menentukan ketuntasan untuk kepentingan belajar pembelajaran. 9.2Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk merancang program remedial dan pengayaan 9.3Mengkomunikasikan hasil penilaian dan evaluasi kepada pemangku kepentingan 9.4Memanfaatkan informasi hasil penilaian dan evaluasi pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. 10. Melakukan tindakan 10.1Melakukan refleksi terhadap pembelajaran reflektif untuk yang telah dilaksanakan. peningkatan kualitas 10.2Memanfaatkan hasil refleksi untuk pembelajaran. perbaikan dan pengembangan pembelajaran dalam matapelajaran yang diampu. 10.3Melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam matapelajaran yang diampu. Sumber: Permen Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru
Keterangan: Kompetensi Guru mata pelajaran PKn pada SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK* Memahami materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Memahami substansi Pendidikan Kewarganegaraan yang meliputi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), nilai dan sikap kewarganegaraan (civic disposition), dan ketrampilan kewarganegaraan (civic skills). Menunjukkan manfaat mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Kompetensi pedagogik guru sesuai dengan Permen Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru dalam prosesnya disesuaikan dengan materi pembelajaran yang sedang berlangsung. Misalnya saja Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
27
dalam hal tujuan pembelajaran, penggunaan media, penerapan metode pembelajaran, serta penilaian yang digunakan. Hal ini harus dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran di kelas agar tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik. Kompetensi pedagogik yang harus dimiliki setiap guru inilah yang dikenal dengan kemampuan guru dalam manajemen kelas. Dengan demikian terlihat bahwa kemampuan pedagogik bagi guru bukanlah hal yang sederhana, karena kualitas guru haruslah diperhatikan dengan teliti bagi pihak-pihak terkait guna kemajuan pendidikan di Indonesia. Kompetensi
pedagogik
guru
yang
berkaitan
dengan
menguasai
karakteristik peserta didik merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru sebelum proses pelaksanaan pembelejaran dilaksanakan. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui kesiapan dan latar belakang dari masingmasing peserta didik. Hamzah. B. Uno (2006, hlm. 58) mengemukakan bahwa “Karakteristik bisa berupa bakat, minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berpikir dan kemampuan awal yang telah dimilikinya”Setelah guru memahami karakteristik dari peserta didiknya, maka proses pembelajaran diharapkan berlangsung dengan baik dan juga dapat mencapai tujuan pembelajaran. Kemampuan guru untuk menciptakan suasana dan pengalaman belajar yang beragam maka guru dituntut untuk menguasai berbagai metode pengajaran dan memahami prinsip-prinsip pembelajaran. Dalam praktek mengajar menurut Nana Sudjana (2005, hlm. 77-89) jenis-jenis metode mengajar yang banyak digunakan dalam proses belajar mengajar sebagai berikut: a) metode ceramah, b) metode tanya jawab, c) metode diskusi, d) metode tugas belajar dan resitasi, e) metode kerja kelompok, f) metode demonstrasi dan eksperimen, g) metode sosiodrama, h) metode problem solving, i) metode simulasi. Sedangkan prinsipprinsip yang berkait dengan pembelajaran menurut Dimyati (2006, hlm. 42-49) meliputi: a.
Perhatian dan Motivasi
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
28
b.
c.
d.
e.
Menurut Gagne dan Berliner (dalam Dimyati, 2006, hlm. 42) diungkapkan bahwa pengolahan informasi dalam belajar mengajar tak mungkin terjadi tanpa adanya perhatian. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada peserta didik apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya. Keaktifan Menurut teori kognitif Gagne dan Berliner (dalam Dimyati 2006, hlm. 44), “belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekedar menyimpannya tanpa mengadakan transformasi”. Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu untuk mencari, menemukan, dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Dalam proses belajar mengajar anak mampu mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisis, dan menarik kesimpulan. Keterlibatan Langsung/Berpengalaman Edgar Dale (dalam Dimyati, 2006, hlm. 45) mengungkapkan bahwa penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerucut pengalamannya mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung peserta didik tidak sekedar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Pengulangan Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan dikemukakan oleh teori Psikologi Daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menangkap, mengingat, menghayal, merasakan, berpikir, dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang. Sedangkan menurut teori koneksionisme menyatakan bahwa belajar merupakan pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respon benar. Balikan dan Penguatan Menurut Moh. Uzer Usman (2006, hlm. 80) penguatan merupakan segala bentuk respon, apakah bersifat verbal, ataupun nonverbal, yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku peserta didik, yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik bagi peserta didik atas perbuatannya sebagai suatu tindak dorongan ataupun koreksi. Pada dasarnya tiap individu merupakan satu kesatuan yang berbeda antara
satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu dilihat dari tingkat kecerdasan, bakat, Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
29
minat, ingatan, emosi dan sebagainya. Untuk mengembangkan potensi peserta didik yang memiliki perbedaan individual melalui proses pembelajaran maka ada beberapa upaya yang dilakukan oleh guru menurut Oemar Hamalik (2005, hlm. 94) meliputi: 1. Peserta didik yang tergolong cerdas dan berkembang akan berkembang sesuai dengan kemampuan dengan cara: (1) akselerasi, yakni memberi kesempatan kepada peserta didik tersebut untuk naik kelas lebih cepat satu atau dua tingkat, (2) program tambahan, yakni memberikan tugas-tugas tambahan pada setiap tingkatan kelas. 2. Pengajaran individual, yang dilaksanakan dalam bentuk pemberian tugas kepada setiap individu peserta didik yang juga dinilai secara individual, atau dengan pengajaran kelompok, dan dinilai secara kelompok pula. 3. Penyelenggaraan kelas khusus bagi peserta didik yang cerdas. Pembentukan kelas dilakukan pada awal tahun atau pada akhir tahun. 4. Bagi peserta didik yang lamban dapat diselenggarakan kelas remedial yang bertujuan untuk mengadakan perbaikan, baik bagi peserta didik yang lamban dalam satu matapelajaran, maupun yang lamban dalam bebrapa matapelajaran. Upaya perbaikan ini dilakukan dengan bimbingan guru dan/atau dengan bantuan anak-anak yang tergolong pandai. 5. Pengelompokan peserta didik berdasarkan kemampuan, menjadi kelompok kurang, kelompok sedang, dan kelompok pandai. Pembagian kelompok berdasarkan hasil tes intelegensi, angka rata-rata dan hasil tes objektif. Guru menyesuaikan dan mendeferensiasikan bahan pelajaran sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing kelompok tersebut. 6. Pembentukan kelompok informal oleh peserta didik sendiri berdasarkan minat, habitat, kapasitas, kebutuhan dan kematangannya. Peserta didik belajar secara kelompok, sedangkan guru bertindak sebagai narasumber. 7. Memberikan pelajaran pilihan, diferensiasi tugas, dan sistem tutorial. Kompetensi pedagogik guru dalam mengembangkan potensi peserta didik sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas peserta didik itu sendiri dan juga ditujukan untuk mencapai tujuan pembelajaran pada khsusnya dan tujuan pendidikan nasional pada umumnya. Sedangkan aktualisasi guru dalam mengembangkan potensi peserta didik meliputi: (1) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bermain dan berkreativitas, (2) Memberikan suasana aman dan bebas secara psikologis, (3) Disiplin yang tidak kaku, peserta didik boleh mempunyai gagasan sendiri dan dapat berpartisipasi secara aktif, (4) Memberi kebebasan berpikir kreatif dan partisipasi secara aktif. Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
30
Menurut Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru, kompetensi pedagogik guru yang berkaitan dengan menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik. Aspek ini mencakup: a) memahami prinsip-prinsip perancangan pembelajaran yang mendidik, b) mengembangkan komponen-komponen rancangan pembelajaran, c) menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap, baik untuk kegiatan di dalam kelas, laboratorium, maupun lapangan, d) melaksanakan pembelajaran yang mendidik di kelas, di laboratorium, dan di lapangan dengan memperhatikan standar keamanan yang dipersyaratkan, e) menggunakan media pembelajaran dan sumber belajar yang relevan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran yang diampu untuk mencapai tujuan pembelajaran secara utuh, f) mengambil keputusan transaksional dalam pembelajaran yang diampu sesuai dengan situasi yang berkembang. Salah satu kemampuan guru dalam menyelanggarakan pembelajaran yang mendidik yaitu dengan melihat kemampuan guru dalam mengelola kelas. Pengelolaan kelas secara baik dimaksudkan untuk menciptakan suasana pembelajaran yang lebih kondusif, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien. Menurut Suharsimi (dalam Suwardi, 2007, hlm. 108) pengelolaan kelas berarti suatu usaha yang dilaksanakan penanggung jawab kegiatan belajar mengajar atau yang membantunya dengan maksud agar tercapai suatu kondisi optimal sehingga terlaksana kegiatan belajar mengajar dapat dicapai seperti yang diharapkan. Untuk menciptakan kelas pembelajaran yang efektif diperlukan berbagai keterampilan yang perlu dimiliki oleh guru. Menurut Djamarah dan Zain (dalam Suwardi, 2007, hlm. 111) keterampilan pengelolaan kelas terbagi menjadi dua keterampilan meliputi: pertama, keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal. Kedua, keterampilan yang berhubungan dengan pengembangan kondisi belajar yang optimal. Sedangkan menurut Suwardi (2007, hlm. 111) keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar dengan cara: Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
31
a. Memberi tanda Memberi tanda digunakan untuk menarik perhatian atau dapat dijadikan simbol misalnya untuk memulai pelajaran guru dapat menggunakan tanda dengan mengajukan pertanyaan yang terkait dengan materi yang akan dipelajari atau menanyakan hal-hal terkait dengan pelajaran sebelumnya. b. Pertanggungan jawab Untuk menarik perhatian guru meminta pertanggungan jawab atas pekerjaannya, melaporkan tugas, memperagakan sesuatu. c. Pengarahan dan petunjuk yang jelas Untuk menarik perhatian kelompok guru perlu memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas, singkat, sehingga tidak menimbulkan kebingungan pada diri peserta didik. d. Penghentian Pengehentian maksudnya guru menghentikan gangguan yang terjadi dalam pembelajaran yang muncul dari peserta didik. Teguran disampaikan dengan tegas dan jelas tidak dengan kata-kata kasar, tidak berkepanjangan. e. Kecepatan Kecepatan dapat diartikan tingkat kemajuan yang ada pada diri peserta didik. Agar dapat mengatur tingkat kemajuan peserta didik, guru dapat memodifikasi tingkah laku, melakukan pendekatan terhadap masalah kelompok, dan menemukan dan memecahkan masalah. Kemampuan
guru
yang
berkaitan
dengan
pemanfaatan
media
pembelajaran menurut Suwardi (2007, hlm. 78-79) meliputi kemampuan guru menggunakan media audio, visual, audiovisual, dan multimedia dalam proses belajar mengajar. Guru yang dapat memanfaatkan media pembelajaran, diharapkan dapat membantu dalam penyampaian pembelajaran. Sehingga diharapkan dapat menjadikan peserta didik lebih bersemangat dan mudah memahami pelajaran. Kompetensi pedagogik guru yang berkaitan dengan menyelanggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar menurut Arifin (2009, hlm. 30) harus berpatokan pada prinsip-prinsip umum evaluasi yang meliputi: 1) Kontinuitas Evaluasi tidak boleh dilakukan secara insidental karena pembelajaran itu sendiri adalah suatu proses yang kontinu. Oleh sebab itu, evaluasi pun harus dilakukan secara kontinu. 2) Komprehensif Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu objek, guru harus mengambil seluruh objek itu sebagai bahan evaluasi. 3) Adil dan objektif Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
32
Dalam melaksanakan evaluasi, guru harus berlaku adil tanpa pilih kasih. 4) Kooperatif Dalam kegiatan evaluasi guru hendaknya bekerja sama dengan semua pihak, seperti orang tua peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, termasuk dengan peserta didik itu sendiri. 5) Praktis Praktis mengandung arti mudah digunakan, baik oleh guru itu sendiri yang menyusun alat evaluasi maupun orang lain yang akan menggunakan alat tersebut. Senada dengan pendapat tersebut diatas, Suwardi (2007, hlm. 89-90) menjelaskan bahwa guru dapat berpegang pada prinsip-prinsip penilaian meliputi: 1) valid, 2) mendidik, 3) beroientasi pada kompetensi, 4) adil, 5) terbuka, 6) berkesinambungan, 7) menyeluruh, 8) bermakna. Penilaian memiliki manfaat yang besar dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Manfaat tersebut menurut Suwardi (2007, hlm. 91) antara lain: 1. Umpan balik bagi siswa, sehingga peserta didik mengetahui kemampuan dan kekurangannya sehingga dapat menimbulkan motivasi peserta didik untuk memperbaiki hasil belajarnya. 2. Memantau kemajuan dan mendiagnosis kemampuan belajar peserta didik sehingga memungkinkan dilakukan pengayaan dan remedial untuk memenuhi kebutuhan peserta didik sesuai dengan kemajuan dan kemampuannya. 3. Memberikan masukan kepada guru untuk memperbaiki program pembelajarannya di kelas. 4. Memungkinkan peserta didik mencapai kompetensi yang telah digunakan walaupun dengan kecepatan belajar yang berbeda-beda. 5. Memberikan informasi yang lebih komunikatif kepada masyarakat tentang efektifitas pendidikan sehingga meningkatkan partisipasinya. Guru dalam melaksanakan penilaian dituntut membuat laporan tentang hasil penilaiannya. Laporan ini akan dimanfaatkan oleh peserta didik, orang tua, dan pendidik. Bagi pendidik laporan hasil penilaian akan digunakan untuk mendiagnosis hasil belajar peserta didik, memprediksi masa depan peserta didik sebagai umpan balik proses pembelajaran dan kurikulum, kepentingan seleksi dan sertifiksi, dan untuk menetapkan kebijakan yang terkait dengan pengelolaan pembelajaran.
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
33
2.4 Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2.4.1 Konsep Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Pendidikan Kewarganegaraan dirumuskan secara luas untuk mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengabil peran dan tanggung jawabnya sebagai warganegara dan secara khusus peran pendidikan termasuk didalamnya persekolahan, pengajaran dan belajar dalam proses penyiapan warganegara. Menurut (Cogan, 1999, hlm. 4) bahwa : Civic Education, the foundamental course work in school designed to prepare young citizen for an active role in their adult lives atau suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warganegara muda agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif di dalam masyarakat. Dari situ tampak bahwa dari pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dilihat sebagai suatu domain pendidikan yang bersifat multi dimensional dan tersebar secara programatik dalam keseluruhan tatanan kurikulum. Dalam hal ini lebih lanjut (Cogan, 1999, hlm. 5) mengungkapkan bahwa : Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya digunakan dalam pengertian luas di dalam lembaga pendidikan formal (di sekolah dan dalam program pendidikan guru) dan diluar sekolah baik berupa program lain yang berfungsi memfasilitasi proses pendewasaan atau pematangan sebagai warganegara. Rumusan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan akan berbeda-beda sejalan dengan tujuan nasional negara masing-masing. Secara umum tujuan negara mengembangkan program Pendidikan Kewarganegaraan adalah agar setiap warganegara menjadi warga negara yang baik (to be good citizens) yakni warganegara yakni yang memiliki kecerdasan (civic intelegence) baik secara intelektual, emosional sosial maupun secara spiritual mempunyai tanggung jawab (civic responsibility) dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam pengajaran di lapangan harus diakui bahwa ada beberapa konsep diantaranya perlu penegasan dan penajaman makna yang terdapat dalam pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan sehingga dapat member implikasi Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
34
positif bagi perkembangan perilaku warganegara yang diharapkan oleh masyarakat. Dengan demikian, masyarakat mempunyai bekal untuk hidup berbangsa dan bernegara dengan baik karena pembangunan bangsa dan negara membutuhkan sumber daya manusia yang unggul. Pembentukan manusia yang unggul dilakukan melalui pendidikan. Hal ini sesuai dengan tugas PKn dengan paradigma baru sebagaimana dinyatakan oleh Sapriya dan Winataputra (2010, hlm. 12) yaitu: sebagai wahana utama utama serta esensi pendidikan demokrasi yang dilaksanakan melalui: civic intellegence, yaitu kecerdasan dan daya nalar warga negara baik dalam dimensi spiritual, rasional, emosional, maupun sosial; civic responsibility, yaitu kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang bertanggung jawab, dan; civic participation, yaitu kemampuan berpartisipasi warga negara atas dasar tanggung jawab, baik secara individual, sosial, maupun sebagai pemimpin hari depan. Kecerdasan
warganegara
yang
dikembangkan
untuk
membentuk
warganegara yang baik bukan hanya dalam dimensi rasional melainkan juga dalam dimensi spiritual, emosional dan sosial sehingga paradigm baru Pendidikan Kewarganegaraan bercirikan multidimensional. Menurut Parsons (Djahiri, 2006, hlm. 6) ada lima system kehidupan yakni sistem nilai (value system), sistem budaya (cultural system), sistem sosial (social system), sistem personal (personal system) dan sistem organik (organis system). Hal ini dikarenanya dalam diri manusia yang bersifat organisme hidup terdapat lima sistem tersebut jelaslah bahwa pada diri manusia tidak ada kehidupan yang bebas nilai (value free). Penguatan konsep Pendidikan Kewarganegaraan yang berorientasi pada tuntutan nilai-nilai dan keyakinan yang berkembang dalam masyarakat yang akhirnya akan bermuara pada aplikasi nilai moral dan keyakinan dalam kontek berbangsa dan bernegara yang harus memperoleh
perhatian
dalam
mengembangkan
konsep
Pendidikan
Kewarganegaraan. Pendidikan Kewarganegaraan sudah menjadi bagian inheren dari instrumentasi serta praksis pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value-based education”. Konfigurasi atau Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
35
kerangka sistemik Pendidikan Kewarganegaraan dibangun atas dasar paradigma sebagai berikut: 1. Pendidikan kewarganegaraan secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga Negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggungjawab. 2. Pendidikan kewarganegaraan secara teoretik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang bersifat konfluen atau saling terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep, dan moral pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara. 3. Pendidikan kewarganegaraan secara programatik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai dan pengalaman belajar dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga Negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jadi
dengan
adanya
pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan
hendaknya dapat mempersiapkan para peserta didik untuk menjadi warga negara yang baik dan cakap karakter, berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. Pengetahuan dan keterampilan tidak cukup untuk menjadikan peserta didik dapat berinteraksi dengan baik terhadap lingkungan disekitarnya. 2.4.2
Strategi
Pembelajaran
Pendidikan
Pancasila
dan
Kewarganegaraan Mengembangkan
strategi
dan
model
pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan dengan menggunakan pendekatan terpadu, diperlukan adanya analisis kebutuhan (needs assessment) siswa dalam belajar Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam kaitan ini diperlukan adanya serangkaian kegiatan, antara lain : a. Mengidentifikasikan isu-isu sentral yang bermuatan moral dalam masyarakat untuk dijadikan bahan kajian dalam proses pembelajaran di kelas dengan menggunakan metode klarifikasi nilai. b. Mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan siswa dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan agar tercapai kematangan moral yang komprehensif yaitu kematangan dalam pengetahuan moral perasaan moral,dan tindakan moral.
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
36
c. Mengidentifikasi dan menganalisis masalah-masalah dan kendala-kendala instruksional yang dihadapi oleh para guru di sekolah dan para orang tua murid di rumah dalam usaha membina perkembangan moral siswa, serta berupaya memformulasikan alternatif pemecahannya. d. Mengidentifikasi dan mengklarifikasi nilai-nilai moral yang inti dan universal yang dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam proses pendidikan moral. e. Mengidentifikasi sumber-sumber lain yang relevan dengan kebutuhan belajar pendidikan moral. Dengan memperhatikan kegiatan yang perlu dilakukan dalam proses aplikasi Pendidikan Kewarganegaraan tersebut, kaitannya dengan kurikulum yang senantiasa berubah sesuai dengan akselerasi politik dalam negeri, maka sebaiknya pendidikan moral juga dilakukan penngkajian ulang untuk mengikuti competetion velocities dalam persaingan global. Bagaimanapun negeri ini memerlukan generasi yang cerdas, bijak dan bermoral sehingga bisa menyeimbangkan pembangunan dalam keselarasan keimanan dan kemajuan jaman. Pertanyaannya adalah siapkah lingkungan sekolah (formal-informal), masyarakat dan keluarga untuk membangun komitmen bersama mendukung keinginan tersebut. Unsur ontologi Pendidikan Kewarganegaraan memiliki dua dimensi, yakni objek telaah dan objek pengembangan (Winataputra, 2001). Objek telaah adalah keseluruhan aspek idiil, instrumental, dan praksis Pendidikan Kewarganegaraan yang secara internal dan ekstemal mendukung sistem kurikulum dan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah dan di luar sekolah, serta format gerakan sosial-kutural kewarganegaraan masyarakat. Pendidikan di sekolah tidak hanya kegiatan pengalihan pengetahuan, tetapi juga seluruh suasana, proses, keteladanan yang mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung perkembangan potensi insani seseorang. Proses belajar yang awalnya berpusat pada guru menjadi lebih berpusat pada siswa dan tidak hanya menekankan pada materi pelajaran tetapi tetapi lebih menekankan pada pemecahan masalah. Warganegara harus mampu melaksanakan dengan baik hak dan kewajiban sebagai warganegara, memiliki kepekaan dan tanggungjawab sosial maupun memecahkan masalahnya sendiri, juga masalah kemasyarakatan secara cerdas Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
37
sesuai dengan fungsi dan perannya, juga memiliki sikap disiplin berpikir kritis, kreatif dan inovatif. Strategi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut Gordon dan Jeannette ada tiga tujuan belajar yaitu: 1) Mempelajari keterampilan dan pengetahuan tentang materi-materi pelajaran spesifik. 2) Mengembangkan kemampuan konseptual umum dan mampu belajar menerapkan konsep belajar yang sama atau yang berkaitan dengan bidang lain. 3) Mengembangkan kemampuan dan sikap pribadi yang secara mudah dapat digunakan dalam segala tindakan. Melalui proses belajar tidak hanya melalui pemahaman, penghafalan dan analisis namun juga melalui observasi, imajinasi, eksplorasi dan refleksi. Dalam kenyataan dilapangan masih ada guru dalam proses pembelajarannya hanya menggunakan buku teks. Belajar hanya berada di ruangan kelas, guru bertindak sebagai pemberi informasi tunggal (teacher center) dan siswa sebagai objek atau pendengar
yang baik
sehingga dampaknya
mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran hapalan. Oleh sebab itu harus diubah cara pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan baik dari guru maupun siswanya. Merubah pandangan terhadap strategi pembelajaran bahwa siswa bukan saja hanya belajar konsep Pendidikan Kewarganegaraan melaikan juga belajar Pendidikan Kewarganegaraan. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warganegara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar negara rebublik Indonesia tahun 1945. Pendidikan Kewarganegaraan sudah saatnya diarahkan untuk membangun daya kreativitas belajar siswa melalui pendidikan yang demokrasi. Oleh karena secara konseptual Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu bentuk pendidikan yang memuat demokrasi yang berlaku universal dimana prinsip umum demokrasi mengandung pengertian mekanisme sosial politik yang dilakukan melalui prinsip
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
38
dari, oleh dan untuk warganegara dalam hal ini siswa di sekolah yang menjadi dasar dan tujuannya. Perubahan pada pendekatan Pendidikan Kewarganegaraan yang semula berorientasi pada tujuan dan isi semata menuju kearah yang lebih menekankan pada proses kecerdasan dan pemecahan masalah. Pendekatan mengajar yang selama ini seperti menuangkan air kedalam gelas (watering down) sebaiknya diubah menjadi pendekatan Pendidikan Kewarganegaraan yang dapat membentuk warganegara yang lebih mandiri dan kreatif dalam memahami dan mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi serta mampu mengambil keputusan-keputusan yang baik bagi dirinya lingkungan serta masyarakatnya. Melalui Pendidikan Kewarganegaraan siswa memiliki kepekaan sosial dan memahami permasalahan yang terjadi di lingkungannya secara cerdas. Dengan pemahaman pada proses siswa diharapkan memiliki kecakapan dan kreativitas belajar yang tinggi oleh sebab itu keterampilan dalam membuat atau mengambil keputusan dalam pemecahan masalah dan pemikiran yang kreatif perlu dilatihkan dan dikembangkan secara terus-menerus agar siswa memiliki kecakapan dalam mengembangkan berbagai solusi alternatif untuk membuat keputusan yang tepat. Menurut (Djahiri, 1999, hlm. 41) starategi yang hendaknya dilakukan oleh guru adalah sebagai berikut: 1) Membina dan menciptakan keteladanan, baik fisik dan mental (tat dan aksesoris kelas, sekolah), kondisional (suasana dalam proses belajarmengajar) maupun personal (kepala sekolah dan guru). 2) Membiasakan apa yang diajarkan di sekolah, di rumah dan lingkungan masyarakat. 3) Memotivasi dan gairah terlibat dalam proses belajar untuk kajian lanjutan serta membiasakannya. Perubahan-perubahan yang diuraikan telah mengakibatkan segala sesuatu menjadi cepat ketinggalan dan menjadi tidak relevan dengan keadaan baru. Halhal yang tadinya merupakan kekuatan berubah menjadi tidak berarti, bahkan menjadi kelemahan dan sesuatu yang pada awalnya merupakan keunggulan menjadi sesuatu yang tidak punya nilai.
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
39
2.4.3
Komponen
Pembelajaran
Pendidikan
Pancasila
dan
Kewarganegaraan Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses penyampaian pengetahuan yang bertujuan membentuk menusia berbudaya melalui proses pewarisan dan upaya mempersiapkan peserta didik menjadi masyarakat yang baik. Pembelajaran merupakan konsep yang memiliki ruang lingkup luas, dan digunakan dalam banyak hal. Seperti yang dikemukakan oleh Sudjana dalam Himawan (2011, hlm. 81): Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan disengaja untuk menciptakan kondisi-kondisi agar terjadi kegiatan belajar membelajarkan. Dalam kegiatan itu terjadi interaksi antara kedua belah pihak, yaitu peserta didik (warga belajar) yang melakukan kegiatan belajar, dengan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan. Berdasarkan pengertian pembelajaran tersebut, maka pembelajaran mengandung makna bahwa seseorang akan menjadi warga masyarakat dan warga negara yang baik apabila dapat memberikan kontribusi yang baik pula bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam mencapai tujuan tersebut, seorang guru dapat menerapkan model dan metode pembelajaran yang disesuaikan dengan materi pelajaran. Hal tersebut dilakukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dengan demikian, pembelajaran dapat meliputi segala pengalaman diaplikasikan guru kepada siswanya. Makin intensif pengalaman yang dihayati siawa, maka kualitas pembelajarannya akan semakin tinggi. Hal ini senada dengan pendapat Mulyasa (2003, hlm. 105) yang menyatakan bahwa pada hakekatnya pembelajaran dilakukan untuk mengembangkan aktifitas dan kreatifitas siswa, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Pada proses ini, suasana yang tercipta didalam ruangan kelas antara peserta didik dan guru dapat menjalankan komponen-komponen pembalajaran seperti materi pembelajaran, model atau metode pembelajaran, sumbe pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Selain itu pembelajaran juga harus dipersiapkan agar tujuan pembelajaran tercapai. Jadi, sebelum melaksanakan proses pembelajaran, sebaiknya seorang guru harus Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
40
mempersiapkan dan direncanakan segala sesuatunya guna mencapai tujuan yang diharapkan. Pembelajaran yang ada di sekolah meliputi seluruh bidang dalam kehidupan, salah satunya adalah pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Senada dengan hal tersebut, Djahiri dalam Himawan (2011, hlm. 82) mengemukakan bahwa: Pendidikan Kewarganegaraan merupakan program pendidikan/ pembelajaran yang secara programatik-prosedural berupaya memanusiakan (humanizing) dan membudayakan (civilizing) serta memberdayakan peserta didik/siswa (diri dan kehidupannya) supaya menjadi warga negara yang baik sebagaiman tuntutan keharusan /yuridis konstitusional bangsa/negara yang bersangkutan. Berdasarkan pengertian diatas, maka pembelajaran meliputi seluruh aspek kehidupan dan dapat diterapkan dalam lingkup yang lebih luas, salah satunya yakni dalam lingkup Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaan yang diajarkan di sekolah maupun dalam lingkungan di luar sekolah memiliki tujuan yakni menjadikan peserta didik maupun warga negara mengerti akan hak dan kewajibannya, beriman dan bertaqwa, serta dapat mencintai tanah airnya. Pembelajaran merupakan suatu proses penyampaian pengetahuan yang bertujuan membentuk manuasia berbudaya melalui proses pewarisan dan upaya mempersiapkan peserta didik menjadi manusia yang baik. Singkatnya manusia yang baik adalah yang tahu kak dan keajibanya sebagai warganegara yang dapat diperoleh melalui pembelajaran di sekolah. Seperti yang dikemukakan oleh Sudjana (dalam Sugiartini, 2006, hlm. 29) bahwa : Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan kondisi-kondisi agar terjadi kegiatan belajar membelajarkan. Dalam kegiatan itu terjadi terjadi interaksi antara kedua belah pihak, yaitu peserta didik yang melakukan kegiatan belajar dengan pendidik yang melakukan kegiatan pembelajaran. Pembelajaran merupakan proses interaksi edukatif antara dua belah pihak yaitu peserta didik dengan pendidik guna terjadinya perubahan, pembentukan dan pengendalian perilaku. Apabila dilihat dari hasil, maka pembelajaran merupakan Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
41
hasil dari pengalaman yang dialami oleh setiap individu. Sedangkan dilihat dari fungsi, maka penekanan dari kegiatan pembelajaran itu adalah pada hal-hal atau aspek-aspek penting tertentu, seperti motivasi yang diyakini dapat membentu hasil belajar lebih baik. Oleh karena itu, pembelajaran diartikan sebagai suatu pembekalan yang dapat member hasil jika orang-orang berinteraksi dengan informasi. Berdasarkan pengertian pembelajaran tersebut, maka pembelajaran mengandung makna bahwa, seseorang akan menjadi warganegara yang baik apabila ia dapat menyumbangkan dirinya bagi kehidupan yang baik atau begin habitat for good living melalui proses, hasil dan fungsi pembelajaran. Untuk mencapai tujuan tersebut guru dapat melakukan modifikasi berbagai metode atau model pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan akan pencapain tujuan pembelajaraanya. Dengan demikian pembelajaran dapat meliputi segala pengalaman yang diaplikasikan guru kepada peserta didiknya. Makin intensif pengalaman yang dihayati peserta didik maka kualitas pembelajaran semakin tinggi. Intensitas pengalaman belajar ini dapat dilihat dari tingginya keterlibatan siswa dalam proses belajar baik di dalam kelas maupun diluar kelas. Hal ini sejalan dengan pendapat (Mulyasa, 2002, hlm. 105) yang menyatakan bahwa : Pada hakikatnya pembelajaran dilakukan untuk mengembangkan aktifitas dan kreatifitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Dalam hal ini suasana interaktif antara siswa dan guru dalam mengoperasionalisasikan komponen-komponen pembelajaran seperti materi, media, metode, sumber dan evaluasi pembelajaran. Pembelajaran di sekolah meliputi seluruh bidang kehidupan, salah satunya adalah pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Kaitan dengan hal tersebut (Djahiri, 2006, hlm. 9) mengemukakan bahwa : Pendidikan Kewarganegaraan merupakan program pendidikan/ pembelajaran yang secara programatik-prosedural berupaya memanusiakan (humanizing) dan membudayakan (civilizing) serta memberdayakan peserta didik/siswa (diri dan kehidupannya) supaya menjadi warganegara yang baik sebagaimana tuntutan keharusan/yuridis konstitusional bangsa/negara yang bersangkutan.
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
42
Pendapat
tersebut
memposisikan
pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai wahana pokok dalam membentuk warganegara Indonesia yang baik dan cerdas. Hal tersebut dapat terwujud apabila dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan siswa dibekali pengetahuan untuk menjadi warganegara yang melek politik dan hukum serta dilatih untuk menciptakan suasana kehidupan yang teratur serta mencerminkan kehidupan warganegara Indonesia yang melek politik dan hukum sehingga dapat melaksanakan hak dan keawjibannya sebagai warganegara. Sekaitan dengan hal di atas, (Djahiri, 2006, hlm. 10) mengemukakan tentang karakteristik pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yaitu: Secara pragmatik memuat bahan ajar yang kafah/utuh berupa bekal pengetahuan untuk melek politik dan hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara prosedural target sasaran pembelajarannya ialah menyampaikan bahan ajar pilihan fungsional untuk membina, mengembangkan dan membentuk potensi diri secara kafah serta kehidupan siswa dan lingkungannya yang humanis dan fungsional. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai kajian ilmu kependidikan yang memusatkan perhatian pada pengembangan warganegara yang cerdas, demokratis dan religious serta memiliki karakteristik yang multimensional perlu dilihat dalam tiga kedudukan. Pertama, Pendidikan Kewarganegaraan sebagai suatu bidang kajian ilmiah mengenai civic virture dan civic culture yang menjadi landasan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai program kurikuler dan gerakan sosial budaya kewarganegaraan. Kedua, Pendidikan Kewarganegaraan sebagai program kurikuler yang memiliki visi dan misi pengembangan kualitas warganegaran yang cerdas, demokratis dan religious baik dalam lingkungan pendidikan di sekolah maupun diluar sekolah yang berfungsi sebagai dasar orientasi dari keseluruhan upaya akademis untuk memahami fenomena dan masalah-masalah social secara inter disipliner sehingga siswa dapat mengambil keputusan yang benar dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi individu, masyarakat, bangsa dan negara. Ketiga, Pendidikan Kewarganegaraan sebagai gerakan sosial-budaya kewarganegaraan yang sinergistik dilakukan dalam upaya membangun civic
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
43
virture dan civic culture melalui partisipasi aktif secra cerdas, demokratis dan religius di lingkungannya (Winataputra, 1999, hlm. 23). Berkaitan
dengan
hal
tersebut
(Al
Muchtar,
2000,
hlm.
6-7)
mengemukakan bahwa: Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan memiliki potensi yang sangat strategis karena secara estimologis dikembangkan dalam tradisi citizenship education antara lain mengembangkan nilai demokratis untuk menegakan Negara hukum. Dengan demikian, sangat menarik dikaji dan dikembangkan agar program pendidikan ini mampu mengembangkan nilai-nilai demokratis sehingga peserta didik memiliki wawasan dan kemampuan untuk berpikir, bersikap dan bertindak demokratis. Dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah program pendidikan yang bertujuan membentuk warganegara yang bersikap dan berpikir cerdas, kritis serta serta berpartisipasi dan bertanggung jawab terhadap diri, masyarakat dan negaranya. Oleh karena itu, fokus dan target utama dari pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah pembekalan pengetahuan dan membina sikap dan perilaku serta keterampilan sebagai warganegara demokratis, taat hukum dan taat asas dalam kehidupan masyarakat. Tujuan dan Ruang Lingkup Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan menurut Maftuh dan Sapriya (2005, hlm. 320) menyatakan bahwa: Tujuan negara mengembangkan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be good citizenship) yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civic intelegence), baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civic responsibility); dan maupun berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara (civic participation) agar tumbuh rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Sedangkan tujuan matapelajaran PPKn sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37 ayat (1) dalam penjelasan ditegaskan bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”. Selanjutnya lebih diperjelas lagi dalam Permendikbud Nomor 57, 58, 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum SD, SMP, dan SMA secara umum tujuan Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
44
matapelajaran PPKn pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah mengembangkan seluruh potensi
peserta didik dalam seluruh dimensi
kewarganegraan, yakni (1) Sikap kewarganegaraan termasuk keteguhan, komitmen, dan tanggungjawab kewarganegaraan (civic confidence, civic commitment, and civic responsibility); (2) Pengetahuan kewarganegaraan; (3) Keterampilan
kewarganegaraan
kewarganegaraan (civic
termasuk
kecakapan
dan
partisipasi
competence and civic rsponsibility). Kemudian
berdasarkan Permendikbud tersebut, tujuan matapelajaran PPKn secara khusus yaitu supaya siswa mampu: 1. menampilkna karakter yang mencerminkan penghayatan, pemahaman, dan pengalaman nilai dan moral Pancasila secara personal dan sosial. 2. memiliki komitmen konstitusional yang ditopang oleh sikap positif dan pemahaman utuh tentang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. berpikir secara kritis, rasional dan kreatif serta memiliki semangat kebangsaan serta cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, semangat Bhineka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan 4. berpartisipasi secara aktif, cerdas, dan bertanggung jawab sebagai anggota masyarakat, tunas bangsa, dan warga negara sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang hidup bersama dalam berbagai tantangan sosial budaya. Kemudian dilihat dari ruang lingkup dalam Permendikbud Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi matapelajaran PPKn memuat hal-hal sebagai berikut: 1) Menunjukkan sikap sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam konteks keberagaman kehidupan di lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat sebagai perwujudan moral Pancasila. 2) Mengenal karakteristik individu, tata tertib, kesatuan, dan simbol-simbol Pancasila di rumah, sekolah, dan masyarakat. 3) Melaksanakan tata tertib dalam konteks beragam teman di keluarga dan sekolah sesuai Pancasila. 4) Menunjukkan sikap bangga sebagai bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 5) Melaporakan secara lisan dan tulisan dan melaksanakan kewajiban sesuai nilai-nilai dan moral Pancasila, melaksanakan kewajiban sesuai nilai-nilai dan moral Pancasila, menegakkan aturan dan menjaga ketertiban,
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
45
kerjasama, nilai-nilai persatuan dan kesatuan, dan keberagaman di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dari penjabaran tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dan ruang lingkup Pendidikan Pancasila dan Kewaganegaraan tidak hanya mementingkan pengetahuan dan keterampilan saja, tetapi juga harus memperhatikan sikap peserta didik. Hal ini dimaksudkan agar selain peserta didik menguasai pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga memiliki sikap yang baik agar tercipta warga negara yang baik pula. Dalam mencapai tujuan tesebut, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melaksanakan proses pembelajaran disekolah. Berkaitan dengan hal tersebut (Djahiri, 2005, hlm. 6) menyatakan bahwa proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan proses belajar siswa yang direkayasa oleh seluruh komponen belajar yang meliputi guru, materi, metoda media, sumber belajar, dan evaluasi pembelajaran. Sekaitan dengan hal tersebut, maka dapat dipaparkan penjelasan dari setiap komponen pembelajaran dalam konteks Pendidikan Kewarganegaraan. Adapun komponen dari pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah adalah sebagai berikut: a. Materi pembelajaran Materi yang tertuang dalam kurikulum sebaiknya dikembangkan oleh guru guna mencapai tujuan pembelejaran yang telah ditetapkan. Menurut Komalasari (2013, hlm. 37), dalam pengembangan materi pembelajaran tentunya dituntut kreativitas guru dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Prinsip relevansi: materi pelajaran hendaknya relevan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. 2. Prinsip konsistensi: jika kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa ada empat macam maka materi yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. 3. Prinsip kecukupan: artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Berdasarkan penjelasan diatas, maka materi yang disampaikan dalam kelas haruslah disesuaikan dengan topik dan tema yang telah ditentukan. Dengan Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
46
mengikuti prinsip-prinsip itu pula, materi yang disampaikan oleh guru diharapkan tidak melenceng dari SK dan KD yang sudah ada. Materi pembelajaran PKn ini juga dapat berupa lisan maupun terlulis, gambar-gambar, film, foto dan sebagainya. Materi pembelajaran merupakan subtansi yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran (Djamarah dan Zain, 2002, hlm. 50). Materi pembelajaran merupakan komponen penting dalam semua proses pembelajaran termasuk proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Tanpa materi pembelajaran, proses pembelajaran tidak akan berjalan. Materi pembelajaran dapat berupa fakta, konsep, prinsip maupun prosedur (Sadiman, 1990, hlm. 162). Pemilihan materi harus spesifik agar lebih mudah membatasi ruang lingkup dan agar lebih jalas dan mudah dibandingkan dan dipisahkan dengan pokok bahasan lainnya. Guru mempunyai tugas yang penting dalam mengembangkan dan memperkaya materi pelajaran, karena hal tersebut merupakan salah satu factor penting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menetapkan materi pembelajaran yaitu: 1) Materi pembelajaran hendaknya sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai. 2) Materi pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa pada umumnya. 3) Materi pembelajaran hendaknya terorganisasi secara sistematik dan berkesinambungan. 4) Materi pembelajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifat tekstual maupun kontekstual (Djamarah dan Zain, 2002, hlm. 51). Berdasarkan hal tersebut, maka meteri pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan harus mengacu pada kompetensi yang ingin dicapai. Materi yang dibelajarkan harus bermakna bagi siswa dan merupakanbahan yang benarbenar penting, baik dilihat dari kompetensi yang ingin dicapai maupun fungsinya untuk menentukan materi pada proses pembelajaran berikutnya. b. Metode pembelajaran Metode adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan pembelajaran metode diperlukan oleh guru dan penggunaanya bervariasi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai setelah Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
47
kegiatan pembelajaran berakhir (Djamarah, 2002, hlm. 72). Keberhasilan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tidak hanya bergantung pada kemampuan guru dalam mengembangkan kompetensi dan materi pembelajaran saja, tetapi didukung oleh metode pembelajaran yang tepat. Pemilihan metode yang tepat dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan akan sangat membentu guru maupun siswa untuk mencapai keberhasilan pembelajaran yang dilaksanakan. Metode pembelajaran yang bervariasi dalam melaksanakan proses pembelajaran sangat diperlukan untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyanangkan. Penggunaan metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru di dalam kelas diharapkan dapat menjadikan peserta didik tidak bosan dalam belajar. c. Media pembelajaran Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti „perantara atau pengantar‟. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Sadiman dkk., 1990, hlm. 6; Arsyad, 2005, hlm. 3). Asosiasi Teknologi dan komunikasi Pendidikan (Assosiation of Education and Communication Technology/AECT) di Amerika memberikan batasan media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan atau informasi. Gagne menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Briggs berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Batasan media yang agak berbeda berasal dari Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education Association/NEA). NEA menyatakan bahwa media merupakan bentuk-bentuk komunikasi, baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya. Dengan demikian, buku, tape recorder, kaset, video, camera, video recorder, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer termasuk media. Berbagai batasan tersebut menyiratkan hal yang sama, yakni media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
48
pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Media pembelajaran merupakan alat bantu yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan untuk mencapai tujuan pembelajaran (Djamarah dan Zain, 2002, hlm. 139). Dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan kehadiran media mempunyai arti yang sangat penting. Kerumitan materi yang akan disampaikan pada siswa dapat disederhanakan dengan menggunakan media. Bahkan keabstrakan materi pembelajaran dapat dapat dikonkritkan dengan kehadiran media. Media dapat mewakili apa yang tidak dapat guru sampaikan dengan kalimat. Namun perlu diingat, bahwa peranan media pembelajaran tidak akan terlihat apabila penggunaanya tidak sejalan dengan tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran harus dijadikan sebagai pangkal acuan dalam menggunakan media pembelajaran. Adapun jenis media pembelajaran yang biasa digunakan dalam setiap mata pelajaran termasuk pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah: 1) Media audio, yaitu media yang mengandalkan kemampuan susra saja, seperti radio, cassette recorder dan piringan hitam. 2) Media visual, yaitu media yang hanya mengandalkan indra penglihatan. Media ini ada yang menampilkan gambar diam seperti foto, lukisan dan sebagainya. Adapula media visual yang menampilkan benda bergerak seperti film bisu dan film kartun. 3) Media audiovisual yaitu media yang mempunyai unsure suara dan gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik karena meliputi kedua jenis media (Djamarah dan Zain, 2002, hlm. 141). Media pembelajaran lebih erat kaitannya dengan adanya sarana dan prasarana yang ada di sekolah. Media pembelajaran sangat membantu guru dalam menyampaikan pembelajaran di kelas, namun bagi sekolah yang kurang lengkap dalam media pembelajaran dapat disesuaikan dengan kondisi yang ada d. Sumber pembelajaran Berbicara tentang sumber belajar sering dikaitkan dengan media pembelajaran. Kedua istilah tersebut menimbulkan berbagai pertanyaan, di antaranya apakah sumber belajar sama dengan media pembelajaran, apakah sumber belajar bagian dari media pembelajaran atau media pembelajaran Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
49
merupakan bagian dari sumber belajar, dan adakah keterkaitan antara sumber belajar dan media pembelajaran. Rahadi (2003) menyatakan bahwa sumber belajar memiliki cakupan yang lebih luas daripada media pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan latar/lingkungan. Sumber belajar merupakan suatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat terdapatnya materi pembelajaran atau sumber belajar untuk seseorang (Winataputra dan Ardiniwata, 1991, hlm. 165). Dengan demikian, sumber belajar itu merupakan bahan/materi untuk menambah ilmu pengetahuan yang mengandung hal-hal baru bagi siswaselaku peserta didik. Sumber belajar pada hakikatnya terdapat dimana-mana seperti di sekolah, di rumah di pusat kota dan sebagainya. Pemanfaatan sumber-sumebr belajar tersebut tergantung pada kreativitas guru, waktu, biaya, serta kebijakan-kebajikan lainnya (Sudiman,1990). Setidaknya terdapat lima macam sumber belajar yaitu manusia, buku, media masa, lingkungan (lingkungan alam, lingkungan sejarah dan lingkungan masyarakat) dan media pendidikan. e. Evaluasi pembelajaran Pada tahap evaluasi pembelajaran, hal ini merupakan tahap terakhir dalam proses pembelajaran. Rosyada (dalam Afriyani 2013, hlm. 378) mengatakan bahwa evaluasi merupakan bagian penting dalam pembelajaran efektif yang dilakukan di akhir sesi pelajaran untuk perencanaan pembelajaran berikutnya. Tahap ini memiliki peran yang sangat penting, karena dalam tahap inilah dapat dilihat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar. Evaluasi pembelajaran dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Observasi Anecdotal Record Wawancara Portofolio Skala bertingkat Evaluasi diri Evaluasi
merupakan
serangkaian
kegiatan
untuk
memperoleh,
menganalisis dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
50
yang bermakna dalam pengambilan keputusan (Depdiknas, 2003, hlm. 20). Menurut
(Djahiri,
2005,
hlm.
2)
evaluasi
pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan momentum/instrument untuk mengukur/menilai tingkat keberhasilan, kegagalan, kelebihan atau kekurangan proses dan hasil belajar serta momentum untuk melakukan relearning yang bersifat kontinyu, multidimensional dan terbuka. Dengan kata lain evaluasi merupakan media untuk mengukur ketercapaian kompetensi pembelajaran yang telah ditetapkan. Evaluasi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan harus bersifat utuh, artinya evaluasi pembelajaran dilakukan baik dalam proses maupun hasil belajar yang menyangkut aspek kognitif, afektif maupun psikomotor (Al Muchtar, 2001, hlm. 373). Dengan demikian semua ranah kehidupan siswa menjadi subjek evaluasi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Evaluasi pembelajaran ini dilakukan untuk mengetahui hasil yang telah diperoleh dari setiap proses pembelajaran. Dengan adanya evaluasi ini dapat dijadikan bahan koreksi bagi guru untuk melakukan proses pembelajaran selanjutnya. 2.4.4 Kompetensi yang Dibentuk Melalui Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Kata kompetensi diartikan sebagai kemampuan yang harus dikuasai oleh peserta didik. Menurut (Gordon, 1988, hlm. 43) bahwa kompetensi meliputi pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nila, sikap dan minat. Dalam pengertian yang lebih konseptual McAsham (dalam Komalasari, 2009) merumuskan kompetensi sebagai berikut “competency is knowledge, skill and abilities that a person can learn and develop, which become parts of his or her being the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective and psykomotor behavior”. Pengertian di atas sejalan dengan pendapat (Debling, 1995, hlm. 80), Kupper dan Palthe (Wolf, 1995, hlm. 40) yang mengatakan bahwa esensi dari pengertian kompetensi “is the ability to perform”. Lebih lanjut (Debling, 1995, hlm. 80) mengatakan “competence pertains to the ability to perform the activities within a function or an occupational area to the level of Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
51
performance expected in employment”. Kupper dan Palthe (Wolf,1995, hlm. 40) mengatakan “competencies as the ability of a student/worker enabling him to accomplish tasks adequately, to find solutions and to realize them in work situations”. Berdasarkan berbagai pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi adalah pengetahuan, nilai dan sikap serta keterampilan siswa yang berguna untuk kehidupan di masyarakat. Kompetensi ini diantaranya dihasilkan dari proses pembelajaran di sekolah. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (civics
education)
menghasilkan
kompetensi
kewarganegaraan
(civics
kompetences) yang member bekal menuju “to be a good citizens” (terbentuknya warganegara yang baik). Dengan demikian kompetensi kewarganegaraan adalah pengetahuan, nilai dan sikap serta keterampilan siswa yang mendukungnya menjadi warganegara yang partisipatif dan bertanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Menurut Branson (1999, hlm. 8-9) menegaskan tujuan civics education adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik ditingkat lokal maupun nasional. Partisipasi semacam itu memerlukan kompetensi kewarganegaraan sebagai berikut: (1) penguasaan terhadap pengetahuan dan pemahaman tertentu; (2) mengembangkan kemampuan intelektual dan partisipatoris; (3) mengembangkan karakter atau sikap mental tertentu; (4) komitmen yang benar terhadapnilai dan prinsip fundamental demokrasi konstitusional. Terkait dengan hal di atas, dapat dirumuskan komponen-komponen utama civics competences yang merupakan tujuan civic education meliputi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), kecakapan kewarganegaraan (civic skills) dan watak kewarganegaraan (civic disposition). a.
Pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) Pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) berkaitan dengan materi
materi substansi yang seharusnya diketahui oleh warganegara berkaitan dengan hak dan kewajiban sebagai warganegara. Pengetahuan ini bersifat mendasar tentang struktur dan sistem politik, pemerintah sistem sosial yang ideal Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
52
sebagaimana terdokumentasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta nilai-nilai universal dalam masyarakat demokratis serta cara-cara kerjasama untuk mewujudkan kemajuan bersama dan hidup berdampingan secara damai dalam masyarakat global. Komponen pengetahuan kewarganegaraan ini diwujudkan dalam bentuk lima pertanyaan penting yang secaraterus menerus harus diajukan sebagai sumber belajar Pendidikan Kewarganegaraan (Branson, 1999, hlm. 9). Lima pertanyaan yang dimaksud adalah (1) apa kehidupan kewarganegaraan, politik dan pemerintahan; (2) apa dasar-dasar sistem politik; (3) bagaimana pemerintahan yang dibentuk oleh konstitusi; (4) bagaimana hubungan antara suatu negara dengan negara lain; (5) apa peran warganegra dalam pemerintahan. Cara yang dipilih untuk mengorganisasikan komponen pengetahuan kewarganegaraan ke dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan bukan tanpa alasan dan kebetulan belaka. Kegunaan pertanyaan-pertanyaan tadi adalah menunjukan bahwa proses perenungannya tidak pernah berakhir, tempat pemasaran ide-ide, suatu pencarian cara baru dan sebagai cara terbaik untuk merealisasikan cita-cita demokrasi. Sangatlah penting bahwa setiap orang memiliki kesempatan untuk menuangkan
pertanyaan-pertanyaan
pokok
mengenai
pemerintahan
dan
masyarakat sipil (civil society) yang akan merangsang orang berpikir. b.
Kecakapan kewarganegaraan (civic skills) Kecakapan kewarganegaraan (civic skills) merupakan keterampilan yang
dikembangkan dari pengetahuan kewarganegaraan, agar pengetahuan yang diperoleh menjadi suatu yang bermakna, karena dapat dimanfaatkan dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan berbangsa dan bernegara. Kecakapan kewarganegaraan (civic skills) mencakup keterampilan intelektual (intelektual skill) dan keterampilan partisipasi (participation skill). Keterampilan yang terpenting bagi terbentuknya warganegara yang berwawasan luas, efektif dan bertanggung jawab antara lain adalah keterampilan berpikir kritis. The national standards for civics and government and the civics framework for 1988 national assessment of educational progress (CCE, 1994 , hlm. 127-135) menegaskan bahwa keterampilan berpikir kritis meliputi Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
53
keterampilan mengidentifikasi, mendeskripsikan menjelaskan, menganalisis, mengevaluasi, menentukan dan mempertahankan pendapat yang berkenaan dengan masalah-masalah publik. Sedangkan keterampilan berpartisipasi meliputi keterampilan berinteraksi, memantau dan mempengaruhi. c.
Watak kewarganegaraan (civic disposition) Menurut Buchanan dan Bahmueller (1991, hlm. 11) bahwa watak
kewarganegaraan (civic disposition) adalah “…those attitudes and habit of mind of citizen that the citizen that are conducive to the healthy functioning and common good of the democratic system” atau sikap dan kebiasaan berpikir warganegara yang menopang berkembangnya fungsi sosial yang sehat dan jaminan kepentingan umum. Secara konseptual watak kewarganegaraan (civic disposition) meliputi sejumlah karakteristik kepribadian diantaranya: “Civility (respect and civil discourse), individual responbility, self discipline, civic mindedness, open mindedness (openness, skepticism, recognition of ambiguity), compromise, conflict of principles, compassion, generosity and loyalty to the nation and its principles” (Buchanan dan Bahmueller, 1991, hlm. 13-14). Maksud semua itu adalah kesopanan yang mencakup penghormatan dan interaksi manusiawi, tanggung jawab individual, disiplin diri, kepedulian terhadap masyarakat, keterbukaan pikiran yang mencakup skeptisme, sikap kompromi yang mencakup prinsip-prinsip konflik dan batas-batas kompromi, toleransi pada keragaman, kesabaran, kemurahan hati, kesetiaan terhadap bangsa dan negaranya. Pengembangan civic disposition akan memungkinkan proses politik berjalan dengan evektif untuk memajukan kepentingan umum dan member kontribusi terhadap perwujudan ide fundamental dari sistem politik termasuk di dalamnya perlindungan terhadap hak-hak pribadi. Menurut Branson (1999, hlm. 23) bahwa civic disposition mengisaratkan pada karakter publik maupun karakter privat yang penting bagi pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional. Watak kewarganegaraan sebagaimana kecakapan kewarganegaraan berkembang secara berlahan sebagai akibat dari apa yang telah dipelajari di rumah, sekolah, komunitas dan organisasi civil society. Karakter privat seperti tanggung jawab moral, disiplin diri dan penghargaan Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
54
terhadap harkat dan martabat manusia. Karakter publik juga tidak kalah penting, kepedulian sebagai warganegara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of law), berpikir kritis dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan berkompromi merupakan karakter yang sangat diperlukan. 2.5 Pengertian, Ciri-ciri, Faktor-taktor yang Mempengaruhi Sikap 2.5.1 Pengertian Sikap Menurut Bruno, sebagaimana dikutip oleh Muhibbin Syah (2002, hlm. 120), sikap adalah kecenderungan yang relative menetap untuk bereaksi denan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Hal ini berarti sikap adalah kecenderungan seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu yang dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku belajar anak yang ditandai dengan munculnya kecenderungan-kecenderungan baru yang telah berubah terhadap suatu obyek, tata nilai, atau peristiwa. Sikap ini tidak terlapas dari yang namanya karakter. Menurut Daniel Goleman (dalam Darmansyah, 2014, hlm. 11) berpendapat bahwa keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosional, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Dari pendapat tersebut, maka terlihat betapa pentingnya kompetensi sikap seseorang dibandingkan kompetensi pengetahuannya. Menurut Prof. Dr. Mar‟at sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin (2010, hlm. 259), terdapat 11 rumusan mengenai pengertian sikap, yaitu: 1) Sikap merupakan hasil belajar melalui pengalaman dan interaksi yang terus menerus dengan lingkungan (attitudes are learned) 2) Sikap selalu dihubungkan dengan obyek seperti manusia, wawasan, peristiwa ataupun ide (attitudes have referent). 3) Sikap diperoleh dalam berinteraksi dengan manusia lain baik di rumah, sekolah, tempat ibadat ataupun tempat lainnya melalui nasehat, teladan atau percakapan (attitudes are social learnings). 4) Sikap sebagai wujud dari kesiapan untuk bertindak dengan cara-cara tertentu terhadap obyek (attitudes have readiness to respond). 5) Bagian yang dominan dari sikap adalah perasaan dan afektif seperti yang tampak dalam menentukan pilihan apakah positif, negative atau ragu (attitudes are affective). 6) Sikap memiliki tingkat intensitas terhadap obyek tertentu yakni kuat atau lemah attitudes are very intensive) Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
55
7) Sikap bergantung terhadap situasi dan waktu, sehingga dalam situasi dan saat tertentu mungkin sesuai sedangkan di saat dan situasi yang berbeda belum tentu cocok attitudes have a time dimension). 8) Sikap dapat bersifat relative consistent dalam sejarah hidup individu (attitudes have duration factor). 9) Sikap merupakan bagian dari konteks persepsi ataupun kognisi individu (attitudes are complex). 10) Sikap merupakan penilaian terhadap sesuatu yang mungkin mempunyai konsekuensi tertentu bagi seseorang atau yang bersangkutan (attitudes are evalutions). 11) Sikap merupakan penafsiran dan tingkah laku yang mungkin menjadi indicator yang sempurna, atau bahkan tidak memadai (attitudes are inferred). Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kecenderungan seseorang yang dipengaruhi oleh psikologis untuk melakukan tindakan yang diwujudkan dalam bentuk tingkah laku tertentu. 2.5.2 Ciri-ciri Sikap Menurut Sutarmo (1989, hlm. 42), ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut: a. Sikap tidak dibawa seseorang sejak ia lahir melainkan dibentuk sepanjang perkembangannya. b. Sikap dapat berubah-ubah, oleh karena itu sikap dapat dipelajari. c. Objek suatu sikap dapat tunggal atau jamak. d. Sikap mengandung motivasi atau perasaan. Pengetahuan mengenai suatu objek tanpa disertai motivasi belum berarti sikap. Senada dengan pendapat tersebut, ciri-ciri sikap menurut Heri Purwanto (dalam Notoadmodjo, 2003, hlm. 34) adalah: a. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan itu dalam hubungannya dengan obyeknya. b. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu. c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu obyek. Dengan kata lain sikap itu terbentuk, dipelajari, atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu obyek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas. d. Obyek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
56
e. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan- kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang. Berdasarkan ciri-ciri sikap diatas, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum ciri-ciri sikap yaitu individu yang biasanya menunjukkan respon yang tetap terhadap suatu objek dalam waktu yang berbeda relatif tetap. Sikap tidak dibawa sejak lahir dimana terjadi karena adanya hubungan individu dengan objek sehingga dapat berlangsung lama maupun sebentar yang mengandung faktor perasaan dan faktor motif, yang berarti sikap terhadap suatu objek akan diikuti adanya perasaan tertentu. 2.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Menurut Azwar S (2011, hlm. 30) faktor-raktor yang mempengaruhi sikap yaitu: a.
Pengalaman pribadi Pengalaman pribadi dapat menjadi dasar pembentukan sikap apabila pengalaman tersebut meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.
b.
Pengaruh orang lain yang dianggap penting Individu pada umumnya cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau
searah
dengan
sikap
seseorang
yang
dianggap
penting.
Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. c.
Pengaruh kebudayaan Kebudayaan
dapat
memberi
corak
pengalaman
individu-individu
masyarakat asuhannya. Sebagai akibatnya, tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah. d.
Media massa
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
57
Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyektif berpengaruh sikap konsumennya. e.
Lembaga pendidikan dan lembaga agama Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan. Tidaklah mengherankan apabila pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.
f.
Faktor emosional Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. 2.5.4 Pengertian Spiritual Berdasarkan yang terdapat pada kurikulum 2013, sikap spiritual adalah
menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya. Indikator sikap spiritual berdasarkan pedoman penilaian (17-19 Juli 2013) adalah sebagai berikut: 1. 2. 3.
Berdoa sebelum dan sesudah menjalankan sesuatu. Menjalankan ibadah tepat waktu. Memberi salam pada saat awal dan akhir presentasi sesuai agama yang dianut. 4. Bersyukur atas nikmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa; 5. Mensyukuri kemampuan manusia dalam mengendalikan diri 6. Mengucapkan syukur ketika berhasil mengerjakan sesuatu. 7. Berserah diri (tawakal) kepada Tuhan setelah berikhtiar atau melakukan usaha. 8. Menjaga lingkungan hidup di sekitar rumah tempat tinggal, sekolah, dan masyarakat 9. Memelihara hubungan baik dengan sesama umat ciptaan Tuhan Yang Maha Esa 10. Bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai bangsa Indonesia. 11. Orang lain menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya. 2.5.5 Pengertian Sosial Kata sosial, dari kata lain societas, yang artinya masyarakat. Kata societas dari kata socius, yang artinya teman, dan selanjutnya kata sosial berarti hubungan Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
58
antara manusia yang satu dengan manusia yang lain dalam bentuknya yang berlain-lainan, misalnya: keluarga, sekolah, organisasi dan sebagainya (Suyanto, 1995, hlm. 236). Berdasarkan pengertian di atas maka sikap sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu perbuatan, perilaku yang berkenaan dengan masyarakat. Bagi siswa taman kanak-kanak, lingkungan masyarakat yang dimaksud adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat pada umumnya. Perkembangan sikap sosial peserta didik adalah proses perkembangan kepribadian peserta didik selaku anggota masyarakat dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan sosial merupakan proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya. Oleh karena itu guru maupun orang tua harus mampu memberikan balance (keseimbangan), dengan memberikan sebanyak mungkin rangsangan, dan kesempatan kepada anak untuk melakukan konsep diri secara baik. 2.6 Penilaian Pencapaian Kompetensi Sikap Berdasarkan Kurikulum 2013 2.6.1 Pengertian Sikap bermula dari perasaan yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu/objek. Sikap juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Sikap dapat dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang diinginkan. Kompetensi sikap yang dimaksud dalam panduan ini adalah ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang yang diwujudkan dalam perilaku. Penilaian kompetensi sikap dalam pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mengukur nilai-nilai atau pandangan hidup yang diperoleh oleh peserta didik sebagai hasil suatu program pembelajaran. Penilaian sikap juga merupakan aplikasi suatu standar atau sistem pengambilan keputusan terhadap sikap. Kegunaan utama penilaian sikap sebagai bagian dari pembelajaran adalah refleksi (cerminan) pemahaman dan kemajuan sikap peserta didik secara individual. Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
59
2.6.2 Cakupan Kurikulum 2013 membagi kompetensi sikap menjadi dua, yaitu sikap spiritual yang terkait dengan pembentukan peserta didik yang beriman dan bertakwa, dan sikap sosial yang terkait dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Sikap spiritual sebagai perwujudan dari penguatan interaksi vertikal dengan Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan sikap sosial sebagai perwujudan eksistensi kesadaran dalam upaya mewujudkan harmoni kehidupan. Pada jenjang SMP/MTs, kompetensi sikap spiritual mengacu pada KI-1: Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya, sedangkan kompetensi sikap sosial mengacu pada KI-2: Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam, dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya. Berdasarkan rumusan KI-1 dan KI-2 di atas, penilaian sikap pada jenjang SMP/MTs mencakup hal-hal yang terdapat di dalam tabel berikut. Tabel 1. Cakupan Penilaian Sikap Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianut 1. jujur 2. disiplin 3. tanggung jawab Penilaian sikap sosial 4. toleransi 5. gotong royong 6. santun 7. percaya diri Sumber: Pedoman Penilaian 17-19 Juli 2013 Penilaian sikap spiritual
Guru dapat menambahkan sikap-sikap tersebut sebagai perluasan cakupan penilaian sikap. Perluasan cakupan penilaian sikap didasarkan pada karakterisitik kompetensi dasar pada KI-1 dan KI-2 setiap mata pelajaran.
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
60
2.6.3 Perumusan Indikator dan Contoh Indikator Acuan penilaian adalah indikator yang merupakan tanda ketercapaian suatu kompetensi. Oleh karena itu, indikator itu harus terukur. Dalam konteks penilaian sikap, indikator merupakan tanda-tanda yang dimunculkan oleh peserta didik, yang dapat diamati atau diobservasi oleh guru, sebagai representasi dari sikap yang dinilai. Berdasarkan rumusan KI-1 dan KI-2, penilaian sikap pada jenjang SMP/MTs mencakup hal-hal yang terdapat di dalam tabel berikut.
Tabel 2.2 Indikator Sikap Sikap dan pengertian
Indikator
Sikap spiritual Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianut
1. Saya berdoa sebelum dan sesudah menjalankan sesuatu. 2. Saya menjalankan ibadah tepat waktu. 3. Saya memberi salam pada saat awal dan akhir presentasi sesuai agama yang dianut. 4. Saya bersyukur atas nikmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa. 5. Saya mengucapkan syukur ketika berhasil mengerjakan sesuatu. 6. Saya berserah diri kepada Tuhan apabila gagal dalam mengerjakan
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
61
Sikap dan pengertian
Indikator sesuatu. 7. Saya menjaga lingkungan hidup di sekitar rumah tempat tinggal, sekolah, dan masyarakat. 8. Saya memelihara hubungan baik dengan sesama umat ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. 9. Saya bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai bangsa Indonesia. 10. Saya menghormati orang lain menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya.
Sikap sosial 1. Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
2. Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
1. Saya mengerjakan ujian/ulangan dengan usaha sendiri. 2. Saya mengambil/menyalin karya orang lain dengan menyebutkan sumber) dalam mengerjakan setiap tugas. 3. Saya mengemukakan perasaan terhadap sesuatu apa adanya. 4. Saya melaporkan barang yang ditemukan. 5. Saya melaporkan data atau informasi apa adanya. Saya mengakui kesalahan atau kekurangan yang dimiliki.
1. Saya datang tepat waktu. 2. Saya patuh pada tata tertib atau aturan bersama/sekolah. 3. Saya mengerjakan/mengumpulkan tugas sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
62
Sikap dan pengertian
3. Tanggungjawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa
Indikator 4. Saya tertib dalam menerapkan aturan penulisan untuk karya ilmiah. 5. Saya membuang sampah pada tempatnya. 1. Saya melaksanakan tugas individu dengan baik. 2. Saya menerima risiko dari tindakan yang dilakukan. 3. Saya tidak menyalahkan / menuduh orang lain tanpa bukti yang akurat. 4. Saya mengembalikan barang yang dipinjam. 5. Saya meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan.
1. Saya menghargai teman yang 4. Toleransi adalah sikap dan tindakan yang berbeda pendapat. menghargai perbedaan agama, 2. Saya menghormati teman yang suku, etnis, pendapat, sikap, dan berbeda suku, agama, ras, budaya, tindakan orang lain yang berbeda dan gender. dari dirinya. 3. Saya menerima kesepakatan meskipun berbeda dengan pendapatnya. 4. Saya menerima kekurangan orang lain. 5. Saya mememaafkan kesalahan orang lain. 5. Gotong royong adalah bekerja bersama-sama 1. Saya terlibat aktif dalam bekerja dengan orang lain untuk mencapai bakti membersihkan kelas atau tujuan bersama dengan saling sekolah. berbagi tugas dan tolong-menolong 2. Saya mengantar teman yang secara ikhlas. sedang sakit. 3. Saya bersedia melakukan tugas sesuai kesepakatan. 4. Saya bersedia membantu orang lain tanpa mengharap imbalan. 5. Saya aktif dalam kerja kelompok.
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
63
Sikap dan pengertian
Indikator
6. Santun atau sopan adalah sikap baik dalam pergaulan dari segi bahasa maupun tingkah laku. Norma kesantunan bersifat relatif, artinya norma kesantunan yang diterima bisa berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, atau waktu.
7. Percaya diri adalah kondisi mental psikologis diri seseorang memberi keyakinan kuat dirinya untuk berbuat melakukan sesuatu tindakan.
1. Saya menghormati guru baik di kelas maupun diluar kelas. 2. Saya tertib saat guru menerangkan. 3. Saya melakukan salam dan cium tangan jika ketemu guru. 4. Saya berbicara sopan kepada guru. 5. Saya menerima sesuatau dengan tangan kanan. 6. Saya meminta ijin ketika akan memasuki kelas atau menggunakan barang.
atau 1. Saya berpendapat dan melakukan yang sesuatu dengan yakin. pada 2. Saya mampu membuat keputusan atau dengan cepat. 3. Saya bersedia mengikuti lomba di sekolah. 4. Saya berani presentasi di depan kelas. 5. Saya berani bertanya, atau menjawab pertanyaan.
Sumber: Pedoman Penilaian 17-19 Juli 2013
2.6.4 Teknik dan Bentuk Instrumen a. Teknik Observasi Observasi
merupakan
teknik
penilaian
yang
dilakukan
secara
berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan menggunakan instrumen yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati. Observasi langsung dilaksanakan oleh guru secara langsung tanpa perantara orang lain, sedangkan observasi tidak langsung
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
64
dilaksanakan melalui bantuan orang lain, seperti guru lain, orang tua, peserta didik, dan karyawan sekolah. Bentuk instrumen yang digunakan untuk observasi adalah pedoman observasi yang berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik. Daftar cek digunakan untuk mengamati ada atau tidaknya suatu sikap atau perilaku, sedangkan skala penilaian menentukan posisi sikap atau perilaku peserta didik dalam suatu rentangan sikap. Pedoman observasi secara umum memuat pernyataan sikap atau perilaku yang diamati dan hasil pengamatan sikap atau perilaku sesuai kenyataan. Pernyataan memuat sikap atau perilaku yang positif atau negatif sesuai indikator penjabaran sikap dalam kompetensi inti dan kompetensi dasar. Rentang skala hasil pengamatan antara lain ditentukan dengan pernyataan berikut. 1) selalu, sering, kadang-kadang, tidak pernah 2) sangat baik, baik, cukup baik, kurang baik (lihat lembar contoh instrumen). Pedoman observasi dilengkapi juga dengan rubrik dan petunjuk penyekoran. Rubrik memuat petunjuk/uraian dalam penilaian skala atau daftar cek, sedangkan petunjuk penyekoran memuat cara memberikan skor dan mengolah skor menjadi nilai akhir. Agar observasi lebih efektif dan terarah sebaiknya: 1) dilakukan dengan tujuan yang jelas dan sebelumnya dituangkan dalam perencanaan yang mencakup indikator atau aspek suatu proses yang akan diamati, 2) dilakukan dengan menggunakan pedoman observasi yang berupa daftar cek atau skala penilaian, 3) dilakukan pencatatan selekas mungkin, serta 4) kesimpulan dibuat setelah program observasi selesai dilaksanakan. b. Penilaian Diri Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
65
pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri menggunakan daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik. Skala penilaian dapat disusun dalam bentuk skala Likert atau skala semantic differential. Skala Likert adalah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang mengenai suatu gejala atau fenomena. Skala semantic differential adalah skala untuk mengukur sikap yang bentuknya bukan pilihan ganda atau checklist, melainkan tersusun dalam satu garis kontinum di mana jawaban yang sangat positif diletakkan di bagian kanan garis dan jawaban yang sangat negatif diletakkan di bagian kiri garis, atau sebaliknya. Data yang diperoleh melalui pengukuran dengan skala semantic differential adalah data interval. Skala bentuk ini biasanya digunakan untuk mengukur sikap atau karakteristik tertentu yang dimiliki seseorang. Lembar penilaian diri diusun berdasarkan kriteria berikut ini. 1) Berkenaan dengan pertanyaan mengenai pendapat, tanggapan, dan sikap, misalnya sikap responden terhadap sesuatu hal. 2) Menggunakan kata-kata yang sederhana dan mudah dimengerti oleh responden. 3) Menggunakan pertanyaan yang jelas dan khusus. 4) Menghindari penggunaan pertanyaan yang mempunyai lebih dari satu pengertian. 5) Menghindari pertanyaan yang mengandung sugesti. 6) Menggunakan pertanyaan yang berlaku bagi semua responden. c. Penilaian Antarpeserta Didik Penilaian antarpeserta didik merupakan teknik penilaian yang dilakukan dengan cara peserta didik saling menilai terhadap pencapaian suatu kompetensi. Instrumen yang digunakan untuk penilaian antarpeserta didik adalah daftar cek dan skala penilaian (rating scale) dengan teknik sosiometri berbasis kelas. Guru dapat menggunakan salah satu atau kedua instrumen itu. d. Jurnal
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
66
Jurnal merupakan catatan pendidik yang berisi informasi hasil pengamatan di dalam dan di luar kelas mengenai kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku. Sebagai teknik atau instrumen, jurnal memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya, peristiwa/kejadian dapat dicatat sesegera mungkin dan, dengan demikian, jurnal bersifat asli dan objektif dan dapat digunakan untuk memahami peserta didik dengan lebih tepat. Kekurangannya, reliabilitas yang dimiliki jurnal relatif rendah, menuntut waktu yang banyak, dan perlu kesabaran dalam menunggu munculnya peristiwa, sehingga dapat mengganggu perhatian dan tugas guru. Di samping itu, apabila pencatatan tidak dilakukan dengan segera, objektivitasnya bisa berkurang. Dalam melakukan pencatatan di dalam jurnal, guru perlu mengenal dan memperhatikan perilaku peserta didik, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Aspek-aspek pengamatan ditentukan terlebih dahulu oleh guru, sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diajarkan. Aspek-aspek pengamatan yang sudah ditentukan itu kemudian dikomunikasikan terlebih dahulu dengan peserta didik, pada awal semester. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat jurnal adalah sebagai berikut. 1) Catatan atas pengamatan guru harus dibuat secara objektif 2) Pengamatan dilaksanakan secara selektif, artinya yang dicatat hanya kejadian/peristiwa yang berkaitan dengan Kompetensi Inti. 3) Pencatatan segera dilakukan (tidak ditunda-tunda) Penyekoran pada jurnal, di antaranya, dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan berikut ini. 1) Menggunakan Skala Likert, misalnya menggunakan skala 1 sampai dengan 4. 2) Menentukan aspek-aspek yang akan diamati. 3) Menentukan indikator yang diamati untuk masing-masing aspek.
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
67
4) Memberi skor 1 untuk setiap aspek yang sesuai dengan indikator yang muncul pada diri peserta didik dan memberi skor 0 untuk setiap aspek yang sesuai dengan indikator yang tidak muncul pada diri peserta didik. 5) Menjumlah skor pada masing-masing aspek. 6) Membuat rerata atas skor yang diperoleh pada masing-masing aspek. 7) Dengan cara menghitung rata-rata skor dan membandingkan dengan kriteria penilaian, menentukan nilai akhir Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), dan Kurang (K).
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
68
2.7 Penelitian Terdahulu 1. Dina Munawaroh (2013). Kompetensi Sosial Guru PAI dan Relevansinya dengan Pembentukan Karakter Siswa di SMK Negeri 1 Nglipar Gunungkidul. Penelitian ini berawal dari fenomena yang terjadi di dalam dunia pendidikan sekarang ini, tidak sedikit hubungan guru dan murid pada akhirnya terkena dampak pergeseran dengan zaman globalisasi. Hilangnya moralitas yang tercermin pada sikap murid yang akhir-akhir ini semakin mempertegas dan menyampingkan keberadaan guru. Kompetensi sosial yang dimiliki oleh seorang guru disini sangat berperan penting, karena jika seorang guru sudah mampu menerapkan kompetensi sosial tersebut khususnya di lingkungan sekolah dan siswanya maka secara langsung seorang guru telah menanamkan dan memupuk siswa untuk memiliki karakter yang lebih baik. Karena salah satu lingkup dari kompetensi sosial adalah seorang guru mampu mengembangkan sikap positif pada siswa. Yang menjadi permasalahan penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan dan hasil apa saja yang dicapai dengan pelaksanaan penelitian di SMK N 1 Nglipar. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan mengambil latar SMK N 1 Nglipar. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan memberikan makna terhadap data yang berhasil dikumpulkan, dan dari makna itulah ditarik kesimpulan. Uji keabsahan data dilakukan dengan mengadakan triangulasi sumber, yakni untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Hasil penelitian ini adalah: 1) Kompetensi sosial guru PAI di SMK Negeri 1 Nglipar Gunungkidul dalam hubungannya dengan siswa diaktualisasaikan melalui kemampuan menjadi fasilitator belajar dengan memberikan kemudahankemudahan pada siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya. Bahwa kompetensi Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
69
sosial yang dimiliki oleh guru PAI di SMK Negeri 1 Nglipar Gunungkidul telah memenuhi beberapa aspek pencapaian kompetensi sosial. Hal ini dicerminkan oleh guru PAI di SMK Negeri 1 Nglipar Gunungkidul dalam bentuk keteladanan sikap, kedisiplinan, serta kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama dengan orang lain. 2) Seorang guru harus memberikan contoh yang baik atau menunjukkan teladan pada siswanya, baik dalam akhlak, sikap atau perbuatan dan dalam hal penampilan. Dalam bersikap dan berpenampilan siswa di SMK N 1 Nglipar Gunungkidul belum sepenuhnya berjalan dengan sempurna sekalipun sudah ada tata tertib, masih saja ada siswa yang berkarakter kurang baik. Karena latar belakang keluarga juga menjadi faktor pendukung dalam pembentukan karakter siswa. Dalam menangani karakter siswa yang menyimpang seorang guru di SMK N 1 Nglipar Gunungkidul yaitu dengan cara melakukan pendekatan, pemanggilan, diberi pemahaman serta pemantauan secara langsung. 2. Aris Munandar, Sulistyarini, Amrazi Zakso. (2013). Analisis Kompetensi Pedagogik Guru Dalam Pembelajaran Sosiologi Di SMA Negeri 1 Jawai Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kompetensi pedagogik guru dalam pembelajaran sosiologi di SMA Negeri 1 Jawai. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, metode deskriptif dengan bentuk survey. Kompetensi pedagogik guru mata pelajaran sosiologi di SMA Negeri 1 Jawai sebagian besar telah terpenuhi, hal ini dibuktikan dengan terpenuhinya delapan dari sepuluh aspek kompetensi pedagogik menurut ketentuan Permendiknas No. 16 Tahun 2007. Akan tetapi, pada aspek mengembangkan kurikulm yang terkait dengan mata pelajara yang diampau dan Begitu juga dengan aspek memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik, tidak bisa dilaksanakan dengan semestinya, hal ini dikarenakan oleh ketidak siapan guru dalam mengelola pengembangan kurikulum KTSP ini sendiri dan masih menggunakan format pengembangan kurikulum yang berorientasikan pada kurikulum KBK. 3. Nida Rahmawati. (2013). Tingkat Pengetahuan Guru TK Mengenai Kompetensi Pedagogik
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
70
Penelitian ini dilatar belakangi oleh pentingnya peran seorang guru dalam sistem pendidikan, khusunya disekolah. Seorang guru TK dituntut untuk memiliki kompetensi yang berkualitas dikarenakan tugas seorang guru TK adalah membina dan memberikan rangsangan pendidikan untuk anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun dan hal ini juga bertujuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru TK adalah kompetensi pedagogik. Pengetahuan dan pemahaman mengenai kompetensi pedagogik bermanfaat bagi seorang guru guna menghindari berbagai kesalahan dalam praktek pendidikan bagi anak yang mungkin dapat terjadi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini mengungkap tentang tingkat pengetahuan guru TK mengenai kompetensi pedagogik yang dilakukan dengan cara melakukan tes tertulis dalam bentuk tes pilihan ganda dengan empatpilihan alternatif jawaban. Tes dilakukan kepada guru TK di lingkungan Kecamatan Sukasari yang berjumlah 59 orang yang tersebar di 12 TK. Temuan penelitian menunjukan bahwa tingkat pengetahuan TK di Kecamatan Sukasari mengenai kompetensi pedagogik secara keseluruhan berada pada kategori tinggi. Rekomendasi dari penelitian ini ditujukan kepada guru-guru TKmaupun para penyelenggara pendidikan agar dapat terus berupaya untuk meningkatkan kompetensi. Hal ini sangat diperlukan untuk tercapainya tujuan pendidikan. Adapun untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian yang lebih
mendalam
dan
mendetail
lagi
mengenai
kompetensi
pedagogik,
menggunakan metode penelitian dan teknik pengumpulan data yang lebih variatif serta melibatkan sampel yang lebih besar sehingga penelitian lebih refresentatif.
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
71
2.8 Paradigma Penelitian
Banyak guru yang hanya mengajarkan materi, tetapi melupakan kemampuan sikap peserta didik
Guru PPKn
Peserta Didik
Angket
1.
P 2.
3.
4. 5.
Rumusan Masalah: Bagaimana kompetensi pedagogik guru dalam perencanaan pembelajaran PPKn untuk pencapaian kompetensi sikap peserta didik? Bagaimana kompetensi pedagogik guru dalam pelaksanaan pembelajaran PPKn untuk pencapaian kompetensi sikap peserta didik? Bagaimana kompetensi pedagogik guru dalam penilaian pembelajaran PPKn untuk pencapaian kompetensi sikap peserta didik? Bagaimana pencapaian kompetensi sikap peserta didik? Apa kendala dan upaya yang dilakukan guru PPKn dalam mencapai kompetensi sikap peserta didik?
Wawancara Observasi Dokumentasi
Kompetensi SikapPeserta didik: 1. Sikap Spiritual, meliputi: berdoa, beribadah, memberi salam, bersyukur kepada Tuhan, berserah diri (tawakal), menjaga lingkungan, memelihara hubungan baik dengan sesama. Proses Pembelajaran: 1. Materi pembelajaran 2. Metode pembelajaran 3. Media pembelajaran 4. Sumber pembelajaran 5. Evaluasi pembelajaran
1.
Pelaksanaan pembelajaran: Kegiatan pendahuluan Kegiatan inti Kegiatan penutup
2. a. b. c. d. e. f. g.
Sikap Sosial, meliputi: Jujur Disiplin Tanggung jawab Toleransi Gotong Royong Sopan Santun Percaya Diri
Kompetensi Pedagogik Guru: 2. 1. Memahami peserta didik 3. 2. Merancang pembelajaran Nurul Fadilah, 2015 3. Melaksanakan pembelajaran KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN 4. Merancang dan mengevaluasi KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK pembelajaran Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 5. Mengembangkan peserta didik
72
Nurul Fadilah, 2015 KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu