BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gaharu (Aquilaria malaccensis Lam.) Gaharu adalah sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas serta memiliki kandungan kadar damar wangi, berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu yang tumbuh secara alami dan telah mati sebagai akibat dari proses infeksi yang terjadi baik secara alami atau buatan pada pohon tersebut, dan pada umumnya terjadi pada pohon Aquilaria sp.(Susetya, 2013:1). Tinggi pohon gaharu dapat mencapai 20 m dengan diameter 36 cm. Kulit batang kelabu putih, berserat panjang yang sangat kuat sehingga sering dimanfaatkan untuk tali. Daunnya bulat telur hingga elips melebar dan tipis. Bunga berupa tabung, panjangnya sekitar 1 cm. Buahnya berupa gelendong yang menyempit pada kedua ujungnya, berkulit tipis dan mengandung dua biji (Karyantara,2009:18). Gaharu merupakan jenis tumbuhan yang termasuk kedalam famili Thymelaeaceae. Beberapa nama lokal/daerah spesies ini adalah mengkaras, gaharu dan gumbil minyak/nyabak. Nama lokal gaharu di Sumatera yaitu Gaharu, Halim, Alim, Karas, Kareh, Mengkaras, Seringkak. Di Kalimantan disebut Baru, Gambil, Sigi-sigi, sedangkan di Malaysia disebut Ching Keras, Gaharu, Gloop Garu, Kekeras, Kepang (Adelina, 2004: 1).
Gambar 2.1: Ranting, bunga dan buah A. malaccensis Lam. (Adelina,2004:2).
2.2 Klasifikasi Menurut Corner dan Watanabe (1969:193), gaharu dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Sub-divisi kelas Ordo Famili Genus Spesies
: Plantae : Termatophota : Angiospermae : Dikotyledoneae : Myrtales : Thyrmeleaceae : Aquilaria : (Aquilaria malaccensis Lam.).
2.3 Penyebaran dan Tempat Tumbuh Gaharu Di Indonesia untuk sementara diketahui terdapat 27 jenis yang memiliki bentukan hidup berupa pohon, semak, perdu dan sebagai tumbuhan merambat (liana). Beberapa jenis gaharu dapat dilihat pada Tabel 2.1 seperti berikut :
Tabel 2.1: Potensi jenis dan dugaan sebaran tumbuh pohon penghasil gaharu di Indonesia (Susetya, 2013 :9). No Nama Botanis Famili Daerah Penyebaran 1. Aquilaria malacensis Thymeleaceae Sumatera, Kalimantan 2. A. hirta Thymeleaceae Sumatera. Kalimantan 3. A. fillaria Thymeleaceae Nusa Tenggara, Maluku, Irja. 4. A. microcarpa Thymeleaceae Sumatera, Kalimantan 5. A. agalloccha Thymeleaceae Sumatera, Jawa, Kalimantan 6. A. beccariana Thymeleaceae Sumatera, Kalimantan
7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
A. secundana A. moszkowskii A. tomentosa Aetoxylon sympethalum Dalbergia farviflora Enkleia malacensis Exccocaria agaloccha Gonystylus bancanus Gonystylus macrophyllus Gonystylus cumingiana Gonystylus rosbergii Gonystylus versteegii Gonystylus moluccana Gonystylus decipiens Gonystylus ledermanii Gonystylus salicifolia Gonystylus audate Gonystylus podocarpus Wikstroemia poliantha Wikstroemia tenuriamis
Thymeleaceae Thymeleaceae Thymeleaceae Thymeleaceae Leguminoceae Thymeleaceae Euphorbiaceae Thymeleaceae Thymeleaceae Thymeleaceae Thymeleaceae Thymeleaceae Thymeleaceae Thymeleaceae Thymeleaceae Thymeleaceae Thymeleaceae Thymeleaceae Thymeleaceae Thymeleaceae
27.
Wikstroemia androsaemofilia
Thymeleaceae
Maluku, Irian Jaya Sumatera Irian Jaya Kalimantan, Irja, Maluku. Sumatra, Kalimantan Irian Jaya, Maluku Jawa, Kalimantan, Sumatra Bangka, Sumatra, Kalimantan Kalimantan, Sumatra Nusa Tenggara, Sulawesi, Irian Jaya Sulawesi, Nusa Tenggara Maluku, NTT, NTB Maluku, Halmahera Sulawesi, Maluku, Irian jaya Irian Jaya Irian jaya Irian jaya Irian Jaya Nusa Tenggara, Irja. Sumatra, Bangka, Kalimantan. Kalimantan, NTT, Irian Jaya, Sulawesi.
Menurut Susetya (2013:11-16), beberapa ciri morfologis, sifat fisik, sebaran tumbuh serta nama daerah jenis pohon penghasil gaharu di Indonesia sebagai berikut: 1. Aquilaria spp. Pohon dengan tinggi batang yang dapat mencapai antara 35–40 m, berdiameter sekitar 60 cm, kulit batang licin berwarna putih atau keputih-putihan dan berkayu keras. Daun lonjong memanjang dengan ukuran panjang 5–8 cm dan lebar 3–4 cm, ujung daun runcing, warna daun hijau mengkilat. Bunga berada di ujung ranting atau di ketiak atas dan bawah daun. Buah berada dalam polongan berbentuk bulat telur atau lonjong berukuran sekitar 5 cm panjang dan 3 cm lebar. Biji/benih berbentuk bulat atau bulat telur yang tertutup bulu-bulu halus berwarna kemerahan. 2. Gyrinops spp. Tumbuhan gaharu jenis ini berbentuk sebagai pohon yang memiliki ciri dan sifat morfologis yang relatif hampir sama dengan kelompok anggota famili Thymeleacae lainnya.
Daun lonjong memanjang, hijau tua, tepi daun merata, ujung meruncing, panjang sekitar 8 cm, lebar 5–6 cm. Buah berwarna kuning- kemerahan dengan bentuk lonjong. Batang abukecoklatan, banyak cabang, tinggi pohon dapat mencapai 30 m dan berdiameter sekitar 50 cm. Daerah sebaran tumbuh di wilayah Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara dan potensi terbesar berada di Irian Jaya (Papua). 3. Aetoxylon spp. Pohon dengan rataan tinggi sekitar 15 m, berdiameter antara 25–75 cm, kulit batang ke abu-abuan atau kehitam-hitaman dan bergetah putih. Bentuk daun bulat telur, lonjong, licin dan mengkilap dan bertangkai daun sekitar 8 mm. Bunga dalam kelompok berjumlah antara 5–6 bunga, berbentuk seperti payung, dengan panjang tangkai bunga sekitar 9 mm, bentuk bunga membulat atau bersegi lima berdiameter sekitar 4 mm, buah membulat panjang sekitar 3 cm dan lebar 2 cm, serta tebal 1 cm. Tumbuh pada kawasan hutan dataran rendah dengan lahan kering berpasir, beriklim sedang dengan curah hujan sekitar 1400 mm/th, bersuhu sekitar 27 C dan berkelembaban sekitar 80%. Gaharu dari jenis ini memiliki nama daerah sebagai kayu biduroh, laka, garu laka, garu buaya dan pelabayan. 4. Gonystylus spp. Memiliki ciri dan sifat morfologis dengan tinggi dapat mencapai 45 m dan berdiameter antara 30–120 cm, memiliki tajuk tipis, dan berakar napas (rawa), berdaun tunggal, bentuk daun bulat telur, panjang 4–15 cm, lebar 2–7 cm dengan ujung runcing, bertangkai daun 8–18 mm, licin dengan warna hijau-kehitaman. Bunga berbentuk malai berlapis dua, muncul di ujung ranting atau ketiak daun, berwarna kuning, tangkai bunga panjang sekitar 1,5 cm. Berbuah keras, berbentuk bulat telur dengan ujung meruncing, memiliki 3 ruang, panjang 4–5 cm, lebar 3–4 cm, benih berwarna hitam. Gaharu dari
jenis ini umumnya terbentuk pada bekas taksis duduk cabang, sehingga bentuk gaharu berbentuk bulatan-bulatan. Nama daerah gaharu dari kelompok jenis ini adalah karas, mengkaras, garu, halim, alim, ketimunan, pinangbae, nio, garu buaya, garu pinang, bal, garu hideung, bunta, mengenrai, udi makiri, sirantih dan lain-lain. 5. Enkleia spp. Tumbuhan penghasil gaharu dari kelompok jenis ini berbentuk tumbuhan memanjat (liana) dengan panjang mencapai 30 m berdiameter sekitar 10 cm, batang kemerah-merahan, beranting dan memiliki alat pengait. Bunga berada di ujung ranting, bertangkai bunga dengan panjang mencapai 30 cm, bunga berwarna putih atau kekuningan, Buah bulat telur, panjang 1,25 cm dan lebar 0,5 cm. Dikenal dengan nama daerah tirap akar, akar diam dan akar hitam, garu cempaka, garu pinang, ki laba, medang karan, mengenrai, udi makiri, garu buaya, bunta dan lain-lain. 6. Wiekstroemia spp. Pohon berbentuk semak dengan tinggi mencapai sekitar 7 m dan diameter sekitar 7,5 cm, ranting kemerah-merahan atau kecoklatan. Daun bulat telur, atau elips/lancet, panjang 4 – 12 cm dan lebar 4 cm. Helai daun tipis, licin didua permukaan, bertangkai daun panjang 3 cm. Bunga berada di ujung ranting atau ketiak daun, berbentuk malai dan tiap malai menghasilkan 6 bunga dengan warna kuning, putih kehijauan atau putih, dengan tangkai bunga sekitar 1 mm, mahkota bunga lonjong atau bulat telur dengan panjang 8 mm dan lebar 5 mm berwarna merah. Kelompok gaharu dari jenis-jenis ini dikenal memiliki nama daerah, layak dan pohon pelanduk, kayu linggu, menameng atau terentak dengan daerah sebaran tumbuh di wilayah Maluku dan Irian Jaya. 7. Dalbergia sp.
Sementara hanya ditemukan 1 jenis yakni Dalbergiaparvifolia sebagai salah satu dari anggota famili Leguminoceae merupakan tumbuhan memanjat (liana) dan produk gaharunya kurang disukai pasar. 8. Excoccaria sp. Genus ini hanya ditemukan 1 jenis yakni Excoccariaagaloccha yang merupakan anggota famili Euphorbiacae tergolong tumbuhan tinggi dengan tinggi pohon antara 10– 20 m dan dapat mencapai kelas diameter sekitar 40 cm. Produksi gaharunya kurang disukai pasar.
2.4 Manfaat Gaharu Pohon gaharu yang tumbang puluhan tahun dan sudah terinfeksi, dapat digunakan sebagai bahan baku industri parfum, kosmetik, obat-obatan, bahan perlengkapan upacara ritual keagamaan. Di Cina, gaharu telah dimanfaatkan untuk pengobatan berbagai penyakit yang menyerang perut, ginjal dan dada, serta untuk aphrodisiac, asma, kanker thyroiod, kolik, diare, cegukan dan tumor (paru-paru). Pemanfaatan gaharu di Mesir digunakan untuk membalsem dan meminyaki jenazah dan membentuk buku pada bulan kuno (Karyantara, 2009:20).
2.5 Pembudidayaan Pembudidayaan oleh sebagian kecil pengusaha sudah dilaksanakan, tetapi masih dalam skala kecil. Pelestarian tumbuhan ini telah dilakukan di Kebun Raya Bogor. Salah satu faktor penting keberhasilan budidaya dan perkembangbiakan gaharu adalah pemilihan tempat tumbuh yang tepat dan jenis gaharu yang akan dibudidayakan. Ketinggian tempat tidak lebih dari 1.000 m di
atas permukaan laut, curah hujan tidak kurang dari 1.500 mm/tahun, pH tanah berkisar 4,0-6,5, tekstur tanah berupa lempung berpasir dan memiliki kedalaman efektif untuk perkembangan perakaran sekurangnya 76 cm (Karyantara, 2009:20).
2.6 Media Tanam Bibit gaharu yang ditanam di luar habitat alaminya, pertumbuhannya cenderung lambat. Terdapat empat media tumbuh yang memberikan kualitas pertumbuhan lebih baik, yaitu media tumbuh dengan campuran bokashi (jerami dan sampah kota), media tumbuh dengan campuran pupuk kandang kuda, media tanah humus kopi dan tanah tanpa campuran bahan organik (Karyantara,2009:22). Media tanam merupakan tempat menampung unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Selain terkandung dalam media itu sendiri, dapat juga merupakan unsur hara yang ditambahkan untuk memperkaya mineral yang dibutuhkan tanaman. Media tanam yang disukai tanaman adalah media yang berstruktur gembur. Media yang gembur memudahkan perkembangan akar tanaman. Selain itu, media yang gembur memiliki pori tanah yang baik untuk sirkulasi udara dan menahan air lebih baik daripada media yang keras dan padat (Lestariningsih, 2012:6). Media yang berstruktur gembur biasanya merupakan media yang berasal dari bahan-bahan organik seperti kompos, humus atau pupuk kandang. Namun demikian, penggunaan kompos atau pupuk kandang harus benar-benar dalam kondisi telah matang atau siap pakai. Kompos dan pupuk kandang yang tidak matang justru merusak dapat merusak tanaman karena dalam kompos dan pupuk kandang yang tidak matang masih terjadi fermentasi oleh mikroba dalam bahan-bahan tersebut. Aktivitas fermentasi tersebut membahayakan tanaman karena mikroba pengurai yang sedang melakukan proses perombakan bahan-bahan organik itu melepas panas sebagai produk
fermentasinya. Adanya panas pada media tanam ini akan menyebabkan akar menjadi kering dan mematikan jaringan yang terdapat pada akar. Oleh karena itu, panas yang ditimbulkan tidak baik untuk tanaman terutama untuk perakaran tanaman, maka penggunaan kompos dan pupuk kandang yang tidak matang tidak dianjurkan (Lestariningsih, 2012:6). Media tanam yang baik merupakan media yang mempunyai aerasi dan drainase cukup baik. Media tanam yang baik juga harus mampu mengikat air dan unsur hara dengan baik. Berkaitan dengan kebutuhan tanaman akan air dan hara, menjadi hal penting yang harus dipertimbangkan dalam memilih tekstur dan struktur media yang digunakan. Untuk tanaman yang memiliki kebutuhan air dan hara yang banyak, maka dapat digunakan media yang mudah mengikat air dan menahan air dalam jangka waktu lebih lama, misalnya media tanam berbahan organik seperti kompos. Kompos yang bertekstur gembur mudah mengikat air dan menahannya dalam waktu yang cukup lama (Lestariningsih, 2012:7).
2.6.1
Tanah
Menurut Mulyani dan Kartasapoetra (1991:59) menyatakan bahwa tanah merupakan suatu sistem yang ada dalam suatu keseimbangan dinamis dengan lingkungannya (lingkungan hidup atau lingkungan lainnya). Tanah tersusun atas 5 komponen yaitu: 1. Partikel mineral, berupa fraksi anorganik, hasil perombakan bahan-bahan bantuan dan anorganik yang terdapat di permukaan bumi; 2. Bahan organik yang berasal dari sisa-sisa tanaman dan binatang dan berbagai hasil kotoran binatang; 3. Air; 4. Udara tanah; dan
5. Kehidupan jasad renik. Tanah tersusun dari empat bahan utama, yaitu bahan mineral, bahan organik, air dan udara. Bahan-bahan penyusun tanah tersebut jumlahnya masing-masing berbeda untuk setiap jenis tanah ataupun setiap lapisan tanah. Pada tanah lapisan atas yang baik untuk pertumbuhan tanaman lahan kering (bukan sawah) umumnya mengandung 45% (volume) bahan mineral, 5% bahan organik, 20-30% udara, 20-30% air (Hardjowigono, 2010:4). 2.6.2
Pasir Pasir merupakan media tanam berbahan anorganik terbentuk dari serpihan kerikil yang
tergerus oleh air sungai atau berasal dari letusan gunung berapi, ada juga pasir yang berasal dari pantai. Pasir memiliki struktur remah dan terpisah-pisah tidak menggumpal karena tidak saling merekat atau mengikat satu sama lain dan sangat porous. Pasir sangat cocok untuk menyemai bibit karena karakteristiknya yang porous menyebabkan pasir mudah meloloskan air sehingga media tanam ini tidak meninggalkan genangan air (Lestariningsih, 2012:8).
2.6.3
Bahan Organik
Bahan organik pada media tanam memiliki kandungan hara yang lengkap juga memperbaiki struktur/tekstur tanah dan meningkatkan humus serta mendorong kehidupan mikroorganisme sehingga ketersediaan bahan organik terjamin dan pertumbuhan tanaman meningkat. Dengan pemberian bahan organik dalam media tanam membuat akar tanaman akan lebih cepat menyerap unsur hara untuk pertumbuhannya (Jauhari, 2008:30) 2.6.4
Tanah PMK (Pedsolik Merah Kuning) Secara umum tekstur tanah PMK didominasi oleh liat berpasir. Pada tanah yang demikian
merupakan media yang sangat baik untuk perkembangan nematoda puru akar. Tanah liat
biasanya digunakan untuk campuran media tanam. Tanah liat digunakan agar air tertahan pada media dan tidak mudah hilang karena tanah liat dapat menahan air dengan baik dan tidak mudah meloloskan tanah (Santoso, 2006:2).
2.6.5
Sekam Padi
Sekam padi adalah kulit biji padi (Oryza sativa) yang sudah digiling. Sekam padi yang biasa digunakan adalah sekam bakar atau sekam mentah (yang tidak dibakar). Penggunaan sekam padi untuk media tanam tidak perlu disterilkan lagi karena mikroba patogen telah mati selama proses pembakaran. selain itu sekam bakar juga sudah memiliki kandungan karbon (C) yang tinggi sehingga membuat media tanam ini menjadi gembur (Amilah, 2012:12).
2.6.6
Serbuk Sabut Kelapa
Serbuk kelapa mempunyai sifat fisik yang cocok sebagai campuran media. Serbuk kelapa biasanya digunakan untuk meningkatkan aerasi dan kapasitas air. Kelebihan serbuk kelapa sebagai media tanam karena mampu mengikat dan menyimpan air dengan kuat, sesuai untuk daerah panas, dan mengandung unsur-unsur hara seperti kalisum (Ca), Magnesium (Mg), kalium (K), natrium (Na) dan posfor (P) (Anonim, 2008:4). Pertumbuhan suatu tanaman dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor antara lain sinar matahari, suhu, udara, air dan unsur-unsur hara dalam tanah (N, P, K dan lain-lain). Tanah merupakan perantara penyediaan faktor-faktor tersebut kecuali sinar matahari. Pertumbuhan tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh tersedianya unsur hara dalam tanah, tetapi juga faktorfaktor lain seperti tersebut diatas (Hardjowigono, 2010:59). 2.6.7
Tanah Humus
Tanah humus adalah tanah yang sangat subur terbentuk dari lapukan daun dan batang pohon di hutan hujan tropis yang lebat. Tanah humus merupakan tanah hasil pelapukan dan pembusukan bahan organik khususnya dari tanaman yang telah mati. Humus sangat subur untuk media tanam. Karena kandungan bahan organiknya yang tinggi membuat tanah humus berwarna kehitam-hitaman (Anonim: 2014).
2.7 Fungsi Media Menurut Lestariningsih (2012:8-14), adapun fungsi media tumbuh bagi tanaman adalah : a. Ruang Tumbuh Tanaman
membutuhkan
ruang
sebagai
tempat
hidup
(habitat)
untuk
melangsungkan pertumbuhanya. Ruang tumbuh tanaman meliputi permukaan tanah dan di dalam tanah. Kebutuhan tanaman akan jenis tempat hidupnya tergantung kepada jenis tanaman itu sendiri. Apakah jenis tanaman itu suka hidup di dalam air, gurun, dataran tinggi, pantai, atau hutan tropis. Media tumbuh berfungsi sebagai media tumbuh bagi akar. Akar merupakan organ penting bagi tanaman. Selain bertugas mencari makanan atau unsur hara, akar merupakan penopang postur tubuh tanaman. Akar ibarat pondasi pada tanaman, untuk memperkokoh pondasi, maka ruang untuk menancapkan pondasi tersebut pun harus mampu menyokong pondasi sendiri.
b. Menyediakan Hara Bagi Tanaman Pada dasarnya ada jenis media yang menyediakan unsur hara bagi tanaman dan juga media yang tidak menyediakan makanan bagi tanaman. Media tanaman yang di alamnya telah terdapat makanan/nutrisi bagi tanaman lebih menguntungkan daripada
media tanam yang tidak mengandung unsur hara sebagai nutrisi tanaman. Namun demikian, media tanam yang tidak menyediakan unsur hara pun tidak kalah penting bagi tanaman karena media jenis ini biasanya justru digunakan untuk menambahkan pori pada media dan biasanya dibutuhkan bagi tanaman yang menyukai media yang porous. Media tanam berbahan organik biasanya telah menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman, sedangkan media tanam yang berbahan anorganik tidak menyediakan hara yang dibutuhkan oleh tanaman.
c. Menjamin Ketersediaan Air Fungsi ini merupakan fungsi yang penting dalam menentukan media sebelum menanam tanaman. Mengingat air merupakan unsur penting yang dibutuhkan kebanyakan tanaman dan air tersebut tersimpan dalam media tanam, maka penting memilih media tanam yang bisa menyimpan air dengan baik. Air berfungsi untuk melarutkan hara yang ada di dalam media tanam. Hara yang terlarut bersama air inilah yang merupakan hara yang bisa diserap oleh tanaman bersama dengan penyerapan air melalui proses difusi osmosis. Air tesimpan di dalam media sehingga sebelum menanam kita harus mencermati seberapa besar media tersebut dapat menahan atau menyimpan air. Media yang berbahan organik lebih baik dalam menyimpan air dibandingkan dengan media yang berbahan dasar anorganik seperti pasir dan kerikil.
d. Penopang Postur Tanaman Sebagai tempat berpijaknya akar, media tanam memberi kontribusi sebagai penyokong berdirinya tanaman. Media yang keras dan padat lebih kuat dalam menopang
berdirinya tanaman sehingga cocok untuk menopang pohon-pohon yang tinggi dan besar yang hidup bertahun-tahun seperti tanaman hutan.
2.8 Syarat Tumbuh dan Karakteristik Pertumbuhan Gaharu Tanaman gaharu memiliki tempat tumbuh dengan variasi kondisi struktur dan tekstur tanah berlempung, lempung berpasir dan bebatuan liat yang tergolong podsolik merah kuning dengan kondisi remah, baik pada lahan dengan kesuburan tinggi, sedang hingga lahan-lahan ekstrim pada tanah dengan solum yang dalam dan tidak dijumpai pada lahan yang terendam air secara permanen. Secara umum pohon penghasil gaharu merupakan tumbuhan tingkat tinggi berkayu (Milliang dkk, 2011:24).
2.9 Potensi Gaharu di Jambi Gaharu merupakan salah satu produk hasil hutan non kayu yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Kondisi sekarang gaharu yang dihasilkan oleh alam sudah sangat menurun produksinya terutama di pulau Sumatera. Berdasarkan kondisi ini, budidaya gaharu memiliki prospek ke depan yang cerah dengan semakin dikuasainya teknologi inokulasi. Kesadaran untuk penanaman gaharu sudah mulai tergerak di masyarakat baik dalam skala kecil maupun seeara luas. Kegiatan pengembangan dan peningkatan produktivitas pohon penghasil gaharu sebagai bahan obat di Sumatera pada tahap awal dengan melakukan survei potensi dan sebaran pohon penghasil gaharu yang ada di Sumatera Selatan dan Jambi. Kegiatan penelitian di Sumatera Selatan dilakukan di Kabupaten Musi Rawas, Banyuasin, dan Kabupaten Lahat, sedangkan di Jambi kegiatan penelitian di lakukan di Kabupaten Merangin dan Kota Madya Jambi (Wiriadinata dkk, 2010:22).
2.10 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Taanaman Menurut Anonim, (2009:4). Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi yang kompleks antara faktor internal (dalam) dan eksternal (luar). Diantara sebagai berikut :
a. Faktor internal yang mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman: 1. Sifat Menurun atau Hereditas. Ukuran dan bentuk tumbuhan banyak dipengaruhi oleh faktor genetik. Faktor genetik dapat digunakan sebagai dasar seleksi bibit unggul. 2. Hormon Pada Tumbuhan. Hormon merupakan hasil sekresi dalam tubuh yang dapat memacu pertumbuhan, tetapi adapula yang dapat menghambat pertumbuhan, Hormon-hormon pada tumbuhan yaitu auksin, giberilin, gas etilen, sitokinin, asam absisat dan kalin.
b. Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman: 1. Cahaya Matahari. Cahaya jelas pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman. Cahaya merupakan sumber energi untuk fotosintesis. Daun dan batang tumbuhan yang tumbuh ditempat gelap akan kelihatan kuning pucat. Tumbuhan yang kekurangan cahaya menyebabkan batang tumbuh lebih panjang, lembek dan kurus, serta daun timbul tidak normal. Panjang penyinaran mempunyai pengaruh khusus bagi pertumbuhan dan reproduksi tumbuhan. 2. Temperatur. Temperatur mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi tumbuhan. Perubahan temperatur dari dingin atau panas mempengaruhi kemampuan fotosintesis, translokasi, respirasi dan transpirasi. Jika temperatur terlalu dingin atau terlalu tinggi pertumbuhan akan menjadi lambat atau terhenti sama sekali pada beberapa tumbuhan apabila lingkungan, air, temperatur, dan cahaya tidak memungkinkan untuk tumbuh. 3. Kelembaban atau Kadar Air. Tanah dan udara yang kurang lembab umumnya berpengaruh baik terhadap pertumbuhan karena meningkatkan penyerapan air dan menurunkan penguapan atau transpirasi.
4. Air dan Unsur Hara. Air merupakan senyawa yang sangat penting bagi tumbuhan. Fungsi air antara lain sebagai media reaksi enzimatis, berperan dalam fotosintesis, menjaga turgiditas sel dan kelembapan. Kandungan air dalam tanah mempengaruhi kelarutan unsur hara dan menjaga suhu tanah. Tanaman, menyerap unsur hara dari media tempat hidupnya, yaitu dari tanah ataupun dari air. Unsur hara merupakan salah satu penentu pertumbuhan suatu tanaman baik atau tidaknya tumbuhan berkembangbiak.
2.11 Hubungan Air dan Tanaman Air merupakan komponen utama dalam tumbuhan, dimana air menyusun 60-90 % dari berat daun. Jumlah air yang dikandung tiap tanaman berbeda-beda, hal ini bergantung pada habitat dan jemis spesies tumbuhan tersebut. Tumbuhan herba lebih banyak mengandung air daripada tumbuhan perdu. Tumbuhan yang berdaun tebal mempunyai kadar air antara 85-90 %, tumbuhan hidrofik 85-98 % dan tumbuhan mesofil mempunyai kadar air antara 100-300 % (Fitter dan Hay, 1981).
Dwijoseputro (1985), menjelaskan bahwa pemasukan air dari dalam tanah ke dalam jaringan tanaman melalui sel-sel akar secara difusi dan osmosis. Dengan masuknya air melalui sel akan tentulah akan terbawa ion-ion yang terdapat di dalam tanah karena larutan tanah mengandung ion. Air mampu melarutkan lebih banyak bahan dari zat cair lainnya. Hal ini sebagian disebabkan karena air memiliki tetapan dielektrik yang termasuk tinggi yaitu suatu ukuran kemampuan untuk menetralkan tarik-menarik antara muatan listrik. Jika air mengandung elektrolit terlarut maka larutan ini membawa muatan, dan air menjadi penghantar listrik yang baik. Tapi jika air benar-benar murni, maka ia adalah penghantar listrik yang buruk. Ikatan hydrogen membuatnya terlalu kuat sehingga tidak mudah baginya untuk membawa muatan (Salisbury and Ross, 1995). Bila persedian air dalam tanah sedikit maka tumbuhan akan menyerap air sedikit pula, sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhannya. Jika persediaan air tanah makin kurang maka tumbuhan tersebut akan mengalami kelayuan. Air merupakan faktor utama pertahanan tumbuhan (Pratama, 2009). Fungsi lain dari air adalah menjaga turgiditas yang penting bagi perbesaran sel dan pertumbuhan, serta membentuk tanaman herba. Turgor penting dalam membuka dan menutupnya stomata, pergerakan daun dan pergerakan korola bunga dan terutama dalam variasi struktur tanaman. Kekurangan air dalam jumlah yang besar menyebabkan kurangnya tekanan turgor pada/dalam tumbuhan vegetative (Kramer, 1980).