7
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Keaktifan Belajar Siswa Pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif. Ketika peserta didik belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi aktifitas pembelajaran (Hisyam Zaini, dkk, 2007:16). Belajar aktif adalah mempelajari dengan cepat, menyenangkan, penuh semangat, dan terlibat secara pribadi untuk mempelajari sesuatu dengan baik. Oleh karena itu, siswa harus mendengar, melihat, menjawab pertanyaan, dan mendiskusikannya dengan orang lain (Jamal Ma’mur, 2011:65). Menurut Nana Sudjana (2000:72) dikemukakan bahwa keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar dapat dilihat dari: a. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya. b. Terlibat dalam pemecahan masalah. c. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapi. d. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah. e. Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru. f. Menilai kemampuan dirinya dan hasil yang diperolehnya. g. Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah sejenis. h. Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapi. Pembelajaran aktif berlangsung ketika para siswa berinteraksi dengan temannya perihal pokok bahasan yang sedang dihadapi, mengembangkan pengetahuan (bukan menerima informasi). Siswa terlibat dalam aktivitas mengamati,
mengklasifikasi,
mencari
hubungan,
membuat
hipotesis,
8
menginterprestasi, menyimpulkan dan mengkomunikasikan (Utomo Dananjaya, 2010:31). Berbagai penjelasan diatas disimpulkan bahwa keaktifan belajar siswa merupakan suatu keadaan dimana siswa berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Keaktifan siswa terlihat dari mereka merespon pertanyaan dan petunjuk guru, mendengarkan dan memperhatikan penjelasan dari guru, keberaniannya mengemukakan pendapat dan mengajukan pendapat serta aktif mengerjakan soal yang guru berikan. Belajar secara aktif itu sangat diperlukan oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal. Ketika peserta didik pasif, atau hanya menerima dari guru, ada kecederungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan. Mengaktifkan belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu cara menghidupkan dan melatih memori siswa bekerja secara maksimal dengan memberikan kesempatan mengungkapkan dengan bahasanya dan melakukan kreativitas sendiri (Marno dan Idris, 2008:170). Cara lain mengaktifkan belajar siswa adalah dengan memberikan berbagai pengalaman belajar bermakna yang bermanfaat bagi kehidupan siswa dengan memberikan
rangsangan
tugas,
tantangan,
memecahkan
masalah
atau
mengembangkan pembiasaan agar dalam dirinya tumbuh kesadaran bahwa belajar menjadi kebutuhan hidupnya dan oleh karena itu perlu dilakukan sepanjang hayat. Keaktifan siswa dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran, guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa,
sehingga siswa aktif bertanya,
mempertanyakan dan mengemukakan gagasan. Alat evaluasi yang digunakan dalam mengukur keaktifan siswa adalah dengan melakukan teknik non tes seperti observasi, angket, wawancara dan lain sebagainya. 2.1.2 Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar yang diperoleh melalui usaha dalam menyelesaikan tugas-tugas belajar (Saminanto, 2010: 100). Sedangkan Sudjana
9
(2005:3) mengatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif,dan psikomotor yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Menurut Gagne (dalam Suprijono, 2009: 5-6) hasil belajar berupa : 1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. 2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. 3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya. 4) Keterampilan motorik yaitu melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani 5) Sikap yaitu kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Dari beberapa pendapat tentang hasil belajar tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan tingkat keberhasilan dalam menguasai bidang studi ilmu pengetahuan
setelah memperoleh pengalaman atau proses belajar
mengajar dalam kurun waktu tertentu yang akan diperlihatkan melalui skor yang diperoleh dalam tes hasil belajar. Hasil belajar tersebut merupakan kecakapan nyata yang dapat diukur langsung dengan menggunakan tes evaluasi hasil belajar. Kecakapan itu menyatakan seberapa jauh atau seberapa besar tujuan pembelajaran atau intruksional yang telah dicapai oleh siswa dalam pembelajaran. Tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik jika hasil belajar sesuai dengan standar yang diharapkan dalam proses pembelajaran tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar harus dirumuskan dengan baik untuk dapat dievaluasi pada akhir pembelajaran. Hasil belajar siswa tidak langsung kelihatan tanpa siswa itu melakukan sesuatu untuk memperlihatkan kemampuan yang diperolehnya melalui belajar. Salah satu rangkaian kegiatan pembelajaran adalah melaksanakan evaluasi proses dan hasil belajar. Evaluasi proses pembelajaran merupakan evaluasi yang dilakukan oleh pendidik untuk mengetahui efektivitas pemilihan strategi, metode,
10
media dan teknik pembelajaran terhadap peningkatan motivasi, aktivitas dan prestasi belajar siswa. Sedangkan evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengetahui pencapaian hasil pembelajaran oleh setiap peserta didik (Sri Wening, dkk. 2009: 1). Dalam proses evaluasi ada istilah yang dinamakan Penilaian (assesment). Penilaian (assesment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar siswa atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) siswa (Endang Poerwanti, 2008: 1-9). Kesimpulan dari kedua pendapat tersebut, bahwa penilaian digunakan untuk memperoleh data hasil belajar siswa. Tujuan Penilaian (assesment) dapat dijabarkan sebagai berikut. a. Mengetahui seberapa jauh siswa dapat mencapai tingkat pencapaian kompetensi yang dipersyaratkan. b. Memberikan umpan balik kepada peserta didik. c. Memantau kemajuan belajar yang dicapai oleh setiap peserta didik. d. Sebagai umpan balik bagi guru untuk memperbaiki metode, pendekatan, kegiatan, dan sumber belajar yang digunakan, sesuai kebutuhan materi dan juga kebutuhan siswa. e. Landasan untuk memilih alternatif jenis atau model penilaian mana yang tepat untuk digunakan saat pembelajaran. f. Memberikan informasi kepada orang tua dan komite sekolah tentang efektifitas pendidikan (Endang Poerwanti, 2008: 1-15). Fungsi Penilaian (assesment) yang dijabarkan sebagai berikut. a. Menggambarkan sejauh mana peserta didik telah menguasai suatu kompetensi. b. Landasan pelaksanaan evaluasi hasil belajar peserta didik. c. Sebagai alat diagnosis yang membantu peserta didik menentukan apakah seorang siswa perlu mengikuti remidial atau justru memerlukan program pengayaan.
11
d. Upaya pendidik untuk dapat menemukan kelemahan atau kekurangan proses pembelajaran. e. Sebagai kontrol bagi guru sebagai pendidik dan semua stake holder pendidikan
dalam
lingkup
sekolah
tentang
gambaran
kemajuan
perkembangan proses dan hasil belajar peserta didik. (Endang Poerwanti, 2008: 1-16). Evaluasi hasil belajar merupakan proses terakhir dalam pembelajaran. Evaluasi yang sering digunakan adalah evaluasi Formatif, yaitu penilaian yang dilaksanakan pada akhir pokok bahasan. Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam evaluasi hasil belajar, diperlukan instrumen penilaian atau alat pengukuran. Alat pengukuran hasil belajar dibedakan menjadi dua yaitu berupa tes dan non tes. Alat pengukuran tes sering digunakan untuk mengukur ranah kognitif sedangkan alat ukur non tes sering digunakan untuk mengukur ranah afektif dan psikomotorik. 1. Tes Tes adalah instrumen jenis alat pengumpulan data untuk mengukur kemampuan siswa dalam aspek kognitif, atau tingkat penguasaan materi pembelajaran (Sunardi, 2011:70). Menurut Endang Poerwanti, dkk (2008:1-5), tes adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur tingkat pemahaman dan penugasannya terhadap cakupan materi yang dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu. Menurut Endang Poerwanti, dkk (2008: 4-5) jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya, Tes dibagi menjadi tiga yaitu: 1) Tes essai (Essay-type test) Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakannya dalam bentuk tulisan. 2) Tes jawaban pendek Tes bisa digolongkan ke dalam tes jawaban pendek jika peserta tes diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi memberikan
12
jawaban-jawaban pendek , dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, katakata lepas, maupun angka-angka. 3) Tes objektif Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi yang diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia. 2. Non Tes Ranah afektif sering tidak dapat diukur dengan alat tes karena menyangkut sikap, kepribadian dan motivasi yang melekat pada pribadi seseorang. Meskipun demikian, informasi afektif tetap diperlukan dalam penilaian kompetensi atau hasil belajar. Oleh sebab itu, untuk mengukur ranah afektif diperlukan beberapa alat ukur yang bersifat non tes. Teknik evaluasi non tes ini antara lain observasi, penugasan, portofolio, wawancara dan lain sebagainya. Menurut Agus Suprijono (2009:139-142), 1. Observasi atau pengamatan adalah teknik penilaian yang dilakukan dengan menggunakan indra secara langsung. Observasi dilakukan dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang akan diamati. 2. Penugasan adalah suatu teknik penilaian yang menuntut peserta didik melakukan kegiatan tertentu diluar kegiatan pembelajaran dikelas. 3. Penilaian Portofolio merupakan proses penilaian yang berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan khususnya aspek psikomotor / unjuk kerja peserta didik dalam suatu periode tertentu. 2.1.3 Hakekat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Wahyana dalam Trianto (2010:136) menyatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematis dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.
13
Srini M. Iskandar (1997: 4) juga berpendapat bahwa IPA tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan atau kumpulan fakta-fakta. IPA tidak hanya merupakan kumpulan-kumpulan pengetahuan tentang benda-benda atau mahlukmahluk tetapi IPA juga merupakan cara kerja, cara berfikir dan cara memecahkan masalah. Di samping itu, dalam Permendiknas No. 22 tahun 2007 menyatakan bahwa pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut
dalam
menerapkannya
di
dalam
kehidupan
sehari-hari.
Proses
pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Proses pembelajaran IPA di SD mempunyai fungsi dan pengaruh yang sangat besar dalam membangun kontruksi kognitif dan psikomotorik siswa. Siswa di SD pada umumnya banyak mengalami kesulitan dalam kegiatan pembelajaran bidang studi IPA. Kenyataan tersebut diatas pada umumnya seringkali dilatar belakangi oleh rendahnya motivasi belajar siswa untuk bidang studi IPA. Apabila permasalahan ini tidak segera diambil tindakan oleh pihak-pihak yang mempunyai hubungan erat yaitu guru maka niscaya siswa akan menemui kesukaran dalam mengikuti proses pembelajaran IPA. Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) secara terperinci adalah: 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaann-Nya, 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, 4. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan,
14
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam 6. Meningkatkan
kesadaran
untuk
menghargai
alam
dan
segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan 7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran IPA di SD disamping untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, juga mengembangkan
keterampilan
proses
untuk
menyelidiki
alam
sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan. Tujuan tersebut dicapai dengan cara mengajarkan IPA yang mengacu pada hakikat IPA dan menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa. Pembelajaran IPA harus berpusat pada siswa serta memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan ide atau gagasan, mendiskusikan ide atau gagasan dengan siswa lain serta membandingkan ide mereka dengan konsep ilmiah dan hasil pengamatan atau percobaan untuk merekontruksi ide atau gagasan yang akhirnya siswa menemukan sendiri apa yang dipelajari. Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut. 1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. 2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. 3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana. 4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya (Depdiknas, 2006). Dalam pengajaran IPA sebaiknya penyampaian materi dimulai dari hal-hal yang kongkrit dan kemudian baru mengarah ke hal-hal yang abstrak. Pengalaman langsung yang dialami peserta didik akan membawanya pada tingkat memahami.
15
Cara yang digunakan untuk mengajar dan pembelajaran IPA di SD, bahwa pembelajaran IPA tidak hanya penentuan dan penguasaan materi, tetapi aspek apa dari IPA yang perlu diajarkan dan dengan cara bagaimana supaya siswa dapat memahami
konsep
yang
dipelajari
dengan
baik
dan
terampil
untuk
mengaplikasikan secara logis konsep tersebut pada situasi lain yang relevan dengan pengalaman kesehariannya. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran IPA yang ditujukan bagi siswa kelas 5 SD Negeri Karanggondang 01 disajikan melalui Tabel 2.1. berikut ini. Tabel 2 SK dan KD Mata Pelajaran IPA Kelas 5 Semester 2 Standar Kompetensi Bumi dan Alam Semesta
Kompetensi Dasar 7.4 Mendeskripsikan proses daur air
7. Memahami perubahan yang terjadi dan kegiatan manusia yang dapat di alam dan hubungannya dengan mempengaruhinya penggunaan sumber daya alam.
7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang
terjadi
di
Indonesia
dan
dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungan. (Permendiknas No. 22 Tahun 2006) 2.1.4 Model Pembelajaran Cooperative Script Dansereau, dkk dalam Jamal M. (2011: 40) menyatakan bahwa skrip kooperatif adalah salah satu metode belajar, dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan, untuk mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari. Dansereau dalam Slavin (2005:40) menyatakan bahwa dalam metode ini para siswa tersebut mengambil peran sebagai pembaca dan pendengar. Mereka membaca satu bagian dari teks, dan kemudian pembaca merangkum informasinya sementara pendengar mengoreksi kesalahan, mengisi materi yang hilang, dan
16
memikirkan cara bagaimana kedua siswa dapat mengingat gagasan utamanya. Pada bagian teks berikutnya para siswa bertukar peran. Dengan melihat karakteristik tersebut, berarti model cooperative script menekankan pada aktivitas belajar secara berkelompok berpasangan untuk memecahkan suatu masalah dalam pembelajaran dengan cara yang kolaboratif seperti halnya menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan sosial siswa. Pada pembelajaran cooperative script terjadi kesepakatan antara siswa tentang aturan-aturan dalam berkolaborasi, yaitu siswa satu dengan yang lainnya bersepakat untuk menjalankan peran masing-masing yaitu siswa yang berperan menjadi pembicara membacakan hasil pemecahan yang diperoleh beserta prosedurnya dan siswa yang menjadi pendengar menyimak dan mendengar penjelasan dari pembicara, mengingatkan pembicara jika ada kesalahan. Masalah dipecahkan bersama untuk kemudian disimpulkan bersama. Sedangkan kesepakan antara guru dan siswa yaitu peran guru sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan belajar. selain itu, guru mengontrol selama pembelajaran berlangsung dan guru mengarahkan siswa jika merasa kesulitan. Pada interaksi siswa terjadi kesepakatan, diskusi, menyampaikan pendapat dari ide-ide pokok materi, saling mengingatkan dari kesalahan konsep yang disimpulkan, membuat kesimpulan bersama. Interaksi belajar yang terjadi benarbenar interaksi dominan siswa dengan siswa. Dalam aktivitas siswa selama pembelajaran cooperative script benar-benar memberdayakan potensi siswa untuk mengaktualisasikan pengetahuan dan keterampilannya, jadi benar-benar sangat sesuai dengan pendekatan konstruktivistik yang dikembangkan saat ini. a. Manfaat Model Pembelajaran Cooperative Script Robert E. Slavin (1994:175) menyatakan bahwa model pembelajaran cooperative script juga dapat meningkatkan daya ingat siswa. Spurlin dalam Slavin (1994) menyatakan bahwa siswa juga mendapatkan kesempatan mempelajari bagian lain dari materi yang tidak dipelajarinya. Dansereau (1988) telah menemukan pada saat pembaca maupun pendengar bisa belajar lebih banyak daripada jika mereka belajar sendiri, si
17
pembaca telah belajar lebih banyak. Ini memperlihatkan terjadinya penemuan peer-tutoring (pengajaran antarteman) dan juga penemuan Noreen Webb (1985), yang menemukan bahwa para siswa yang paling banyak mendapatkan keuntungan dari kegiatan kooperatif adalah mereka yang memberi penjelasan elaborasi kepada teman yang lain (Slavin, 2005:40). Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa manfaat dari pembelajaran model cooperative script adalah 1) meningkatkan aktivitas belajar siswa, karena peran siswa semakin terlihat dengan menunjukkan keaktifan yang tinggi, 2) keefektifan mengajar, siswa sebagai subyek dan guru sebagai fasilitator, 3) Meningkatkan daya ingat siswa, dengan begitu hasil belajar siswa akan meningkat, 4) Siswa belajar lebih banyak dari pada mereka yang belajar sendiri. b. Langkah-Langkah Pembelajaran Cooperative Script Dansereau, dkk dalam Saminanto (2010:34) menjelaskan bahwa langkahlangkah dalam pembelajaran cooperative script sebagai berikut: 1) Guru membagi siswa untuk berpasangan. 2) Guru membagikan wacana/materi kepada masing-masing siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan. 3) Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar. 4) Sesuai kesepakatan siswa yang menjadi pembicara membacakan ringkasan atau
prosedur
pemecahan
masalah
selengkap
mungkin,
dengan
memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasan dan pemecahan masalahnya. 5) Sementara pendengar menyimak/mengoreksi/ menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya. 6) Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti diatas. 7) Guru bersama siswa membuat kesimpulan. 8) Penutup
18
Sama
seperti
Dansereau,
langkah-langkah
model
pembelajaran
cooperative script menurut Hamdani (2011:88) adalah sebagai berikut: 1) Guru membagi siswa untuk berpasangan 2) Guru membagi wacana atau materi kepada setiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan 3) Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang menjadi pendengar. 4) Pembicara membacakan ringkasanya selengkap mungkin dengan masukan ide-ide pokok dalam ringkasan. Sementara, pendengar menyimak atau mengoreksi atau menunjukan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu
mengingat
atau
menghapal
ide-ide
pokok
dengan
menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainya. 5) Bertukar peran. Siswa yang semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. 6) Guru membuat kesimpulan. Begitu pula menurut Tim Penyusun dalam Micro Teaching (PGSD UKSW, 2011) memaparkan langkah-langkah pembelajaran cooperative script sebagai berikut: Buat kelompok berpasangan sebangku, bagikan wacana materi bahan ajar, siswa mempelajari wacana dan membuat rangkuman, sajian hasil diskusi oleh salah seorang dan yang lain menanggapi, bertukar peran, penyimpulan, evaluasi dan refleksi. Sejalan dengan para ahli, langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran cooperative script yang dikembangkan dalam penelitian ini yaitu: a. Guru membagi siswa untuk berpasangan. b. Guru membagikan wacana/materi kepada masing-masing siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan. c. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar. d. Sesuai kesepakatan siswa yang menjadi pembicara membacakan ringkasan atau
prosedur
pemecahan
masalah
selengkap
mungkin,
dengan
memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasan dan pemecahan masalahnya.
19
e. Sementara pendengar menyimak/mengoreksi/ menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya. f. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti diatas. g. Guru bersama siswa membuat kesimpulan sekaligus sebagai penguatan materi yang telah dipelajari. h. Penutup c. Kelebihan Model Pembelajaran Cooperative Script: 1) Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan. 2) Setiap siswa mendapat peran dalam diskusi, setiap siswa mendapatkan kesempatan untuk mengungkapkan ide atau pendapatnya. 3) Melatih siswa mengevaluasi hasil diskusi untuk diselesaikan bersama. Model
pembelajaran
cooperative
script
baik
digunakan
dalam
pembelajaran untuk menumbuhkan ide-ide atau gagasan baru, daya berfikir kritis serta mengembangkan jiwa keberanian dalam menyampaikan hal-hal baru yang diyakininya benar. Belajar IPA menggunakan model cooperative script ini siswa dituntut aktif. Siswa yang lebih banyak melakukan kegiatan sedangkan guru lebih banyak membimbing dan mengarahkan. 2.2 Penelitian yang Relevan Khayyizatul
Muniroh,
2010
dalam
penelitiannya
“Implementasi
Pembelajaran dengan Model Cooperative Script Sebagai Usaha Untuk Meningkatkan Kreativitas dalam Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII MTs Wahid Hasyim Sleman Yogyakarta”. Menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan model cooperative script dapat meningkatkan kreativitas pemecahan masalah matematika. Berdasarkan hasil observasi, kreativitas pemecahan masalah matematika meningkat dengan rata-rata persentase dari 63,33% menjadi 75%. Berdasarkan analisis angket, kreativitas pemecahan masalah matematika diketahui dari persentase jumlah siswa untuk setiap aspeknya
20
meningkat dari siklus I ke siklus II yaitu (a) kemampuan menemukan fakta dari 22,72% menjadi 45,49%, (b) kemampuan menemukan masalah dari 33,85% menjadi 41,67%, (c) kemampuan menemukan gagasan dari 22,66% menjadi 33,68%, (d) kemampuan menemukan solusi dari 23,96% menjadi 53,47%, (e) implementasi dari 46,88% menjadi 49,07%. Hasil TAS menunjukkan adanya peningkatan yaitu dari 56,78 pada TAS I menjadi 60,21 pada TAS II. Dari hasil penelitian tersebut dapat disarankan supaya menjadi bahan masukan untuk dapat menerapkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran cooperative script pada saat proses belajar mengajar sehingga hasil belajar siswa lebih optimal. Penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih tahun 2011 dengan judul “Pengaruh penerapan model pembelajaran cooperative script pada pelajaran bahasa Indonesia terhadap peningkatan hasil belajar siswa SD Negeri Mangunsari Salatiga semester II tahun 2010/2011”. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata skor hasil belajar siswa pada kelompok eksperimen sebesar 80.52 lebih besar daripada rata-rata skor hasil belajar siswa pada kelompok kontrol sebesar 60.00 dengan besarnya nilai t adalah 9,839 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000, karena besarnya t hitung 9,839 > dari t table 1,734 maka hipotesis yang diajukan diterima berarti ada perbedaan yang sangat signifikan antara nilai posttest kelas kontrol dengan nilai posttest kelas eksperimen yang artinya terdapat perbedaan pengaruh yang sangat signifikan pada penggunaan model pembelajaran cooperative script terhadap peningkatan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas IV SD N Mangunsari 04 Salatiga semester 2 tahun 2010/2011. Kelebihan dari penelitian ini adalah penerapan model cooperative script yang sangat berhasil dengan terbuktikannya dengan adanya perbedaan yang sangat signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Penelitian yang dilakukan oleh Delita tahun 2010 yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Cooperative Script Dengan Media Gambar Pada Siswa Kelas IV SDN Mangunsari 01 Salatiga. Berdasarkan judul di atas dapat diketahui bahwa dalam pembelajaran IPS peningkatan hasil belajar siswa kelas IV SDN Mangunsari 01 Salatiga dapat
21
meningkat dikarenakan dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran cooperative script. Penelitian tersebut dilakukan oleh Delita tahun 2010, subjek penelitiannya berjumlah 40 orang.
Pengumpulan data menggunakan tes dan
pengamatan. Data dianalisis dengan melihat ketuntasan belajar siswa secara klasikal yaitu 80% siswa mendapat skor ≥ 70. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran menyimak berita. Hal ini terbukti dari adanya peningkatan rata-rata hasil tes siklus 1 diketahui 75,10 dan hasil tes siklus 2 rata-rata 78,65. Ditinjau dari pencapaian ketuntasan belajar siswa pada siklus 1 diperoleh 85% dan siklus 2 diperoleh 93%. Dengan demikian, ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2 sebesar 8%. Berdasarkan penelitian tersebut maka terbukti bahwa peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS dikarenakan dalam pembelajaran Delita menggunakan model pembelajaran cooperative script. Berdasarkan penelitian tersebut maka terbukti bahwa terdapat peningkatan hasil belajar siswa dikarenakan penggunaan pembelajaran Delita menggunakan model pembelajaran cooperative
script
(meningkat
8%).
Maka
dapat
disimpulkan
melalui
pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 2.3 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir dalam penelitian yang berjudul “Upaya meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPA dengan menggunakan model pembelajaran cooperative script siswa kelas 5 SDN Karanggondang 01 Kabupaten Semarang Semester 2 tahun pelajaran 2012/2013 adalah sebagai berikut: Pendidikan saat ini diutamakan dengan berbagai cara agar siswa lebih maju, dan guru dituntut untuk mempunyai berbagai cara agar siswa aktif dan kreatif. Cara lain menjadikan siswa belajar aktif dapat menggunakan berbagai strategi dan salah satunya adalah menggunakan model pembelajaran. Selama ini pembelajaran belum efektif dalam penggunaan model pembelajaran hal tersebut karena kebanyakan guru masih menggunakan pembelajaran klasikal atau teacher center yang dalam belajar, sehingga
22
berdampak pada keaktifan dan hasil belajar siswa yang kurang optimal. Pengajaran merupakan suatu sistem yaitu sebagai kesatuan yang saling berhubungan satu sama lain dalam rangka pencapaian tujuan yang diinginkan. Sebagai suatu sistem, pengajaran mengandung sejumlah komponen antara lain penggunaan metode dalam pembelajaran, oleh karena itu pembelajaran akan menerapkan model pembelajaran cooperative script untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang telah dipaparkan tersebut, diketahui bahwa proses pembelajaran IPA di SDN Karanggondang 01 cenderung di dominasi oleh guru, siswa kurang aktif dan tidak berani bertanya jika merasa kesulitan dalam pemecahan masalah maupun dalam pembelajaran. Dengan demikian diperlukan pembelajaran yang melalui pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center). Alternatif pembelajaran yang diterapkan adalah model pembelajaran cooperative script. Penelitian ini menerapkan model pembelajaran cooperative script karena dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa dan memancing siswa untuk lebih dapat menggunakan seluruh kemampuannya selama proses pembelajaran, sehingga siswa lebih giat belajar dan lebih termotivasi dalam mengikuti pembelajaran IPA sehingga akan berimbas pada hasil belajar IPA akan meningkat. Adapun kerangka berpikir model pembelajaran cooperative script dapat dilihat pada skema di bawah ini.
23
Guru/Peneliti
KONDISI AWAL
TINDAKAN
KONDISI AKHIR
Rendahnya keaktifan dan hasil belajar siswa karena pembelajaran belum memanfaatkan model Cooperative Script
Pembelajaran Menggunakan model pembelajaran Cooperative Script
Diduga melalui pembelajaran Cooperative Script keaktifan dan hasil belajar siswa meningkat.
System yang Diteliti Siswa yg diteliti keaktifan & hasil belajar rendah
SIKLUS I keaktifan dan hasil belajar meningkat
Menggunakan model pembelajaran Cooperative Script
Bagan 1 Kerangka Berpikir Penelitian 2.4 Hipotesis Tindakan Dari kerangka berpikir yang telah dikemukakan dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut : Melalui model pembelajaran cooperative script diduga dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SDN Karanggondang 01 Kabupaten Semarang Semester 2 tahun pelajaran 2012/2013.