10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Hasil Belajar 2.1.1.1 Pengertian Hasil Belajar Hasil Belajar Siswa - Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek dalam belajar. Sedangkan mengajar merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan seseorang guru sebagai pengajar. Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru terpadu dalam satu kegiatan. Diantara keduanya itu terjadi interaksi dengan guru. Kemampuan yang dimiliki siswa dari proses belajar mengajar saja harus bisa mendapatkan hasil bisa juga melalui kreatifitas seseorang itu tanpa adanya intervensi orang lain sebagai pengajar. Oleh karena itu, hasil belajar yang dimaksud disini adalah kemampuankemampuan yang dimiliki seorang siswa setelah ia menerima perlakukan dari pengajar (guru), seperti yang dikemukakan oleh Sudjana. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima
perlakuan
yang
diberikan
oleh
guru
sehingga
mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.
10
dapat
11
2.1.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa (Sudjana, 1989 : 39). Dari pendapat ini faktor yang dimaksud adalah faktor dalam diri siswa perubahan kemampuan yang dimilikinya seperti yang dikemukakan oleh Clark (1981 : 21) menyatakan bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70 % dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan. Demikian juga faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan yang paling dominan berupa kualitas pembelajaran (Sudjana, 2002 : 39). "Belajar adalah suatu perubahan perilaku, akibat interaksi dengan lingkungannya" (Ali Muhammad, 204 : 14). Perubahan perilaku dalam proses belajar terjadi akibat dari interaksi dengan lingkungan. Interaksi biasanya berlangsung secara sengaja. Dengan demikian belajar dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan dalam diri individu. Sebaliknya apabila terjadi perubahan dalam diri individu maka belajar tidak dikatakan berhasil. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik). Dari beberapa pendapat di atas, maka hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif.
12
2.1.2 Konsep pengajaran Bahasa Indonesia dalam KTSP Bahasa berperan sangat penting dalam berkomunikasi dalam kehidupan yakni sebagai sarana menyampaikan dan memperoleh informasi, penyesuaian terhadap lingkungan, saling berinteraksi serta sebagai sarana hubungan sosial. Bahkan siswa komunikasi sangat penting dalam kegiatan pembelajaran di sekolah maupun kegiatan di rumah. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis kompetensi tentulah harus memberikan berbagai kecakapan bahasa, baik dalam mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Unsur pertama yang perlu diperhatikan dalam penyusunan pembelajaran adalah kompetensi dasar yang diuraikan. Adapun standar kompetensi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas V semester II yang disebutkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) antara lain sebagai berikut: Mendengarkan
: Memahami tentang suatu peritiwa dan cerita pendek anak yang disampaikan secara lisan.
Berbicara
: Mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi dan bermain drama.
Membaca
: memahami teks dengan membaca sekilas, membaca memindai, dan membaca cerita anak.
Menulis
: mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan fakta secara tertulis dalam bentuk ringkasan, laporan, dan puisi bebas.
Berdasarkan aspek keterampilan yang telah disebutkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia kelas V meliputi empat keterampilan berbahasa dengan kemampuan siswa dapat memahami sesuatu yang disampaikan secara lisan, mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi, memahami teks dalam keterampilan membaca serta dapat mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara tertulis.
13
2.1.3 Metode Bermain Peran 2.1.3.1 Pengertian Metode Dalam suatu proses pembelajaran, agar guru dapat membantu siswa memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, dan mengekspresikan dirinya, guru perlu menyusun suatu rencana mengajar yang memfasilitasi terjadinya konsep perubahan pada siswa. Perwujudan rencana
pengajaran
dapat
diungkapkan
dalam
bentuk
metode
pembelajaran. Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia, model dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman melakukan kegiatan. Sedangkan menurut Sagala (2003: 175), metode pembelajaran dapat dipahami sebagai kerangka konseptual yang mendeskripsikan dan melukiskan
prosedur
yang
sistematik
dalam
mengorganisasikan
pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu, dan berfungsi, sebagai pedoman bagi perencanaan pengajaran bagi para guru dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran. Metode
pembelajaran
perlu
dipahami
guru
agar
dapat
melaksanakan pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil pembelajaran. Dalam penerapannya, metode pembelajaran harus dilakukan sesuai
dengan
kebutuhan
siswa
karena
masing-masing
metode
pembelajaran memiliki tujuan, prinsip, dan tekanan utama yang berbedabeda (Aunnurahman,2010). Jadi, berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah suatu pola yang mendeskripsikan urutan prosedur dalam mengorganisasikan pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman atau petunjuk oleh guru dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu yang membedakan metode pembelajaran yang satu dengan yang lain adalah tingkah laku mengajar (sintaks) yang digunakan
14
masing-masing metode pembelajaran. Sintaks inilah yang menjadi ciri khas dari suatu metode pembelajaran.
Masing-masing metode
pembelajaran memiliki sintaks yang berbeda-beda meskipun memiliki tujuan pembelajaran yang sama.
2.1.3.2 Metode Bermain Peran Menurut Andang (2006: 50) bermain khayal atau bermain peran termasuk salah satu jenis bermain aktif. Permainan ini juga disebut permainan drama, sebab merupakan kegiatan yang dilakukan dengan berpura-pura. Menurut Hamalik (2003: 214) bermain peran merupakan penerapan pengajaran berdasarkan pengalaman karena siswa dapat bertindak dan mengekspresikan perasaan dan pendapat tanpa kekhawatiran mendapat sanksi. Kenneth (1986) dalam artikel yang ditulis Ratri sumber peran (role) bisa diartikan sebagai cara seseorang berperilaku dalam posisi dan situasi tertentu. Bermain peran sebagai suatu metode mengajar merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar dan diskusi tentang peran dalam kelompok. Di dalam kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat sehingga murid-murid bisa mengenali tokohnya. Metode pembelajaran bermain peran ini merupakan metode pembelajaran yang menjadi wahana siswa untuk meningkatkan kecerdasan linguistiknya . Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode bermain peran adalah suatu metode mengajar berdasarkan pengalaman karena siswa dapat bertindak dan mengekspresikan perasaan dan pendapat dengan memperagakannya.
15
2.1.3.3 Tahapan Pelaksanaan Metode Bermain Peran Menurut Sharfel dan Shaftel (1967) yang dibahas kembali oleh Sumantri dan Permana mengemukakan sembilan tahap bermain peran yang dapat dijadikan pedoman pembelajaran: 1.
Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah, menafsirkan cerita dan mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan peran yang akan dimainkan. Masalah dapat diangkat dari kehidupan perserta didik, agar dapat merasakan masalah itu hadir dihadapan mereka, dan memiliki hasrat untuk mengetahui bagaimana masalah yang hangat dan actual, langsung menyangkut kehidupan peserta didik, menarik, dan merangsang rasa ingin tahu peserta didik, serta memungkinkan berbagai alternatif pemecahan. Tahap ini lebih banyak dimaksudkan untuk memotivasi peserta didik agar tertarik pada masalah. Oleh karena itu, tahap ini sangat penting dalam bermaian peran dan paling menentukan keberhasilan. Beramain peran akan berhasil apabila peserta didik menaruh minat dan memperhatikan masalah yang diajukan guru.
2.
Memilih partisipan/peran, tahap ini peserta didik dan guru mendeskripsikan berbagai watak atau karakter, apa yang mereka suka, bagaimana mereka merasakan, dan apa yang harus mereka kerjakan, kemudian para peserta didik diberi kesempatan secara sukarela untuk menjadi pemeran. Jika para peserta didik tidak menyambut tawaran tersebut, dan guru dapat menunjukkan salah seseorang peserta didik yang pantas dan mampu memerankan posisi tertentu.
3.
Menyusun tahap-tahap peran, pada tahap ini para pemeran menyusun garis-garis besar adegan yang akan dimainkan. Dalam hal ini, tidak perlu ada dialog khusus karena para peserta didik dituntut untuk
16
bertindak dan berbicara secara spontan. Guru membantu peserta didik menyiapkan adegan-adegan dengan mengajukan pertanyaan, misalnya di mana pemeranan dilakukan, apakah tempat sudah dipersiapkan, dan sebagainya. Persiapan ini penting untuk mencipatakan suasana yang menyenangkan bagi seluruh peserta didik, dan mereka siap untuk memainkannya. 4.
Menyiapkan pengamatan, sebaiknya pengamat dipersiapkan secara matang dan terlibat dalam cerita yang akan dimainkan agar semua peserta didik turut mengalami dan menghayati peran yang dimainkan dan aktif mendiskusikannya. Menurut Sharfel dan Shafel (1967), agar pengamat turut terlibat, mereka perlu diberi tugas. Misalnya menilai apakah peran yang dimainkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya? Bagaimana keefektifan perilaku yang ditunjukkan pemeran? Apakah dapat mengahayati peran yang dimainkan?
5.
Pemeranan, pada tahap ini para peserta didik mulai beraksi secara spontan, sesuai dengan peran masing-masing. Mereka berusaha memainkan setiap peran seperti benar-benar dialaminya. Mungkin proses bermain peran tidak berjalan mulus karena para peserta didik ragu dengan apa yang harus dikatakan akan ditunjukkan. Sharfel dan Shafel (1967) mengemukakan bahwa pemeranan cukup dilakukan secara singkat, sesuai tingkat kesulitan dan kompleksitas masalah yang diperankan serta jumlah peserta didik yang dilibatkan, tak perlu memakan waktu yang terlalu lama. Pemeranan dapat berhenti apabila para peserta didik telah merasa cukup, dan apa yang seharusnya mereka perankan telah dicoba lakukan. Adakalanya para peserta didik keasyikkan bermain peran sehingga tanpa disadarai telah memakan waktu yang terlampau lama. Dalam hal ini guru perlu menilai kapan bermain peran dihentikan. Sebaliknya pemeranan dihentikan pada saat
17
terjadinya
pertentangan
agar
memancing
permasalahan untuk
didikusikan. 6.
Diskusi dan evaluasi, diskusi akan mudah jika pemeran dan pengamat telah terlibat dalam bermain peran, baik secara emosional maupun secara intelektual. Dengan melontarkan sebuah pertanyaan, para peserta didik akan segera terpancing untuk diskusi. Diskusi mungkin dimulai dengan tafsirkan mengenai baik tidaknya peran yang dimainkan selanjutnya mengarah pada analisis terhadap peran yang ditampilkan, apakah cukup tepat untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.
7.
Pemeranan ulang, dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan diskusi mengenai alternative pemeranan. Mungkin ada perubahan peran watak yang dituntut. Perubahan ini memungkinkan adanya perkembangan baru dalam upaya pemecahan masalah. Setiap perubahan peran akan mempengaruhi peran lainnya.
8.
Diskusi dan evaluasi tahap dua, diskusi dan evaluasi pada tahap ini sama
seperti
pada
tahap
enam,
hanya
dimaksudkan
untuk
menganalisis hasil pemeranan ulang dan pemecahan masalah pada tahap ini mungkin sudah lebih jelas. Para peserta didik menyetujui cara tertentu untuk memecahkan masalah, meskipun dimungkinkan adanya peserta didik yang belum menyetujuinya. Kesepakatan bulat tidak perlu dicapai karena tidak ada cara yang pasti dalam menghadapi masalah kehidupan. 9.
Mengambil pengalaman dan mengambil kesimpulan, tahap ini tidak harus menghasilkan generalisasi secara langsung karena tujuan utama bermain peran ialah membantu para peserta didik untuk memperoleh pengalaman berharga dalam hidupnya melalui kegiatan interaksional dengan temannya. Mereka bercermin pada orang lain untuk lebih memahami dirinya. Hal ini mengandung implikasi bahwa yang paling
18
penting dalam bermain
peran
ialah terjadinya
saling tukar
pengalaman. Proses ini mewarnai seluruh kegiatan bermain peran, yang ditegaskan lagi pada tahap akhir. Pada tahap ini para peserta didik saling mengemukakan hidupnya dalam berhadapan dengan orang tua, guru, teman, dan sebagainya. Semua pengalaman peserta didik dapat diungkap atau muncul secara spontan.
2.1.4 Hakikat Kecerdasan 2.1.4.1 Pengertian Kecerdasan Kecerdasan (inteligensi) secara umum dipahami pada dua tingkat yakni : 1) Kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran. 2) Kecerdasan kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang kita hadapi dapat di pecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuanpun bertambah. Gardner dalam Campell, dkk (2002: 2) mengemukakan bahwa kecerdasan adalah “bahasa-bahasa yang dibicarakan oleh semua orang dan sebagian dipengaruhi oleh kebudayaan dimana ia dilahirkan. Merupakan alat untuk belajar, menyelesaikan masalah, dan menciptakan semua hal yang bisa digunakan manusia”. Sedangkan menurut Kartono (1995: 1) dalam Putranti (2007: 1) kecerdasan merupakan “salah satu aspek yang penting, dan sangat menentukan berhasil tidaknya studi seseorang. Kalau seorang murid mempunyai tingkat kecerdasan normal atau di atas normal maka secara potensi ia dapat mencapai prestasi yang tinggi.” Kecerdasan mempunyai arti yang berbeda-beda, tapi pada umumya kecerdasan mempunyai peran yang penting bagi seseorang. Terutama dalam kehidupan sesorang, baik dalam memperoleh informasi, dalam memecahkan masalah yang dihadapi, dan terkait dengan bahasa yang
19
sangat berpengaruh terhadap suatu kebudayaan. Selain itu merupakan salah satu yang dapat menentukan berhasil tidaknya studi seseorang. Bawasannya setiap orang mempunyai kecerdasan dan itu berbeda-beda dan tergantung orang itu mengembangkan kecerdasannya. Oleh sebab itu, melalui pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik dalam penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat mengembangkan kecerdasan linguistik siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Dari beberapa pendapat yang diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan adalah kemampuan berfikir dan bertindak secara terarah untuk memproses informasi, memecahkan masalah, menciptakan sesuatu, yang membentuk pengetahuan yang bernilai dan dapat digunakan oleh manusia.
2.1.4.2 Jenis-jenis kecerdasan Ada delapan jenis-jenis kecerdasan yang dikemukakan oleh Gardner dalam Amstrong (2004: 2-4). Jenis-jenis kecerdasan majemuk tersebut antara lain: Kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan kata secara efektif, baik secara lisan maupun tertulis, kecerdasan logis-matematis adalah kemampuan menggunakan angka dengan baik dan melakukan penalaran yang benar, kecerdasan spasial adalah kemampuan mempersepsi dunia spasial-visual secara akurat dan mentransformasikan persepsi dunia spasial-visual tersebut, kecerdasan kinestetis-jasmani adalah keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan dan keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu, kecerdasan musical adalah kemampuan menangani bentuk-bentuk musikal, dengan cara mempersepsi, mengubah,
dan
mengekpresikan,
kecerdasan
interpersonal
adalah
kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, serta perasaan orang lain, kecerdasan intrapersonal adalah
20
kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut, kecerdasan naturalis merupakan keahlian mengenali dan mengategorikan spesies flora dan fauna di lingkungan sekitar. Gardner dalam Armstrong (2004: 250) juga mengungkapkan kemungkinan adanya kecerdasan yang kesembilan yaitu kecerdasan eksistensial. Gardner mendefinisikan kecerdasan eksistensial sebagai minat pada masalah-masalah pokok dalam kehidupan. Ngermanto (2003) dalam Putranti (2007: 3) menjelaskan bahwa kecerdasan dapat dikembangkan berdasarkan pengelompokkan IQ (intelligence quentiont), EQ (emotional quetiont), dan SQ (spiritual quetion) lainnya sebagai berikut: Untuk mengembangkan IQ perlu percepatan pembelajaran accelerated learning) yaitu belajar bagaimana belajar (learn how to learn) termasuk dalam kategori ini adalah belajar cara menbaca cepat dan paham, penghafal cepat, mencatat efektif, serta berhitung cepat. Untuk mengembangkan EQ ada dua langkah : 1.menyadari dan menyakini bahwa emosi itu benar-benar ada dan riil.mengelola emosi menjadi kekuatan untuk mencapai prestasi terbaik. Ada dua macam emosi 1. Emosi positif semangat, gembira dan bahagia.2. Emosi negatif; mabuk karena frustasi. Untuk mengembangkan emosi SQ: mengenalkan benda alam dihalaman rumah (serangga, burung, tanaman) meminta anak untuk menceritakan apa yang diketahui tentang alam, membuat catatan dari tanyangan di TV yang berkaitan dengan flora dan fauna dan sebagainya. Pengembangan Q lainnya (Musik: menbaca atau ucapan dalam musik dan kemudian dilanjutkan dengan pemanasan untuk menyanyi bahkan membaca not musik dan bila dibutuhkan mengikuti kursus dan Body: mengelola konflik, belajar melayani, menghargai perbedaan, mengasihi diri sendiri yang didalamnya perlu menolong siswa untuk membangun dan menetapkan tujuan melalui survei minat siswa, apa yang menjadi cita-cita dan motivasi berprestasi).
21
Berdasarkan jenis-jenis kecerdasan yang di kemukakan oleh Gardner dalam Armstrong (2004: 250) dan Ngermanto dalam Putranti (2003: 3), dapat disimpulkan bahwa adanya kesamaan jenis-jenis kecerdasan manusia yang telah dikemukakan keduanya. Ini dapat dilihat bahwa kecerdasan linguistik dan kecerdasan logis-matematis masuk dalam kelompok kecerdasan IQ, kecerdasan eksistensial masuk dalam kecerdasan EQ, kecerdasan spasial, kinestetis-jasmani dan kecerdasan naturalis masuk dalam kecerdasan SQ. Sedangkan kecerdasan musikal, kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan interpersonal masuk dalam kecerdasan Q lainnya. Sehingga dapat ditarik kesimpulan lagi, teori kecerdasan yang dikemukakan oleh Gardner lebih spesifik bila dibandingkan dengan kecerdasan
yang
dikemukakan
oleh
Ngermanto.
Ngermanto
mengelompokan beberapa kecerdasan dalam kelompok-kelompok tertentu. Dalam Penelitian Tindakan Kelas ini peneliti akan mengembangkan keterampilan kecerdasan lingusitik yang telah ada pada siswa melalui kegiatan
pembelajaran
melalui
strategi
dalam
mengembangkan
keterampilan dalam aspek berbahasa.
2.1.5
Hakikat Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Linguistik
2.1.5.1 Pengertian Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Linguistik Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena
itu,
pembelajaran
bahasa
diarahkan
untuk
meningkatkan
kemampuan pembelajaran dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis Depdikbud (1995) dalam Utami (2009: 5). Hal ini bahwa kompetensi pembelajaran bahasa diarahkan ke dalam empat aspek, yaitu membaca, berbicara, menyimak, dan mendengarkan. Degeng (1997: 47) dalam Utami (2009: 5) menyatakan pembelajaran merupakan “upaya membelajarkan siswa”.
22
Carey (1986: 7) dalam Utami (2009: 5) menyatakan “pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisikondisi khusus/dihasilkan respon terhadap situasi tertentu”. Hamalik (1995: 78) dalam Utami (2009: 5) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan “proses komunikatif-interaktif antara sumber belajar, guru, dan siswa yaitu saling bertukar informasi dalam suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran”. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses mengatur lingkungan agar terjadi interaksi antara siswa dan media belajar. Dimana suatu lingkungan yang dapat membentuk dan memancing respon siswa terhadap suatu kegiatan pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh informasi melalui interaksinya. Menurut Campbell, dkk (2002: 2) menyatakan bahwa kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk berpikir dalam bentuk kata-kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dan menghargai makna yang kompleks. Menurut English (2005: 24) menyatakan bahwa kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan inti operasional bahasa dengan jelas. Menurut Suparno (2004: 26) menyatakan bahwa kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan dan mengolah kata-kata secara efektif baik secara oral maupun tertulis. Menurut Julia (2007: 16) menyatakan bahwa kecerdasan linguistik merupakan kecerdasan yang diwujudkan dalam kata-kata baik secara tertulis maupun lisan.
23
Kecerdasan linguistik berkaitan dengan kemampuan penggunaan bahasa secara umum. Jadi berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan diatas
maka
kecerdasan
linguisik
merupakan
kemampuan
untuk
menggunakan kata secara efektif, baik secara lisan maupun tertulis dengan menggunakan inti operasional bahasa dengan jelas untuk mengekspresikan dan menghargai makna yang kompleks.. Menurut Gardner dalam Campbell, ddk (2002 : 12) mengemukakan kecerdasan linguistik ini meliputi yaitu: Kemampuan mendengar dan merespon setiap suara, ritme, dan berbagai ungkapan kata. Menirukan suara, bahasa, membaca, menulis, dan diskusi. Belajar melalui menyimak, membaca, menulis, dan diskusi. Menyimak secara efektif, memahami, menguraikan, menafsirkan, dan mengingat apa yang telah dibaca. Membaca
secara
efektif,
memahami,
menguraikan,
meringkas,
menafsirkan atau menerangkan, dan mengingat apa yang telah dibaca. Berbicara secara efektif kepada berbagai pendengar, berbagai tujuan, dan mengetahui cara berbicara secara sederhana, fasih, persuasive, atau bergairah pada waktu-waktu yang tepat. Menulis secara efektif, memahami dan menerapkan aturan-aturan tata bahasa, ejaan, tanda baca, dan menggunakan kosakata yang efektif. Memperlihatkan kemampuan untuk mempelajari bahasa lainnya. Menggunakan keterampilan menyimak, berbicara, menulis, dan membaca untuk mengingat, berkomunikasi, berdiskusi, menjelaskan, mempengaruhi, menciptakan pengetahuan, menyusun makna, dan menggambarkan bahasa itu sendiri. Berusaha untuk mengingat pemakaian bahasanya sendiri. Menunjukan minat dalam jurnalisme, puisi, bercerita, debat, berbicara, menulis atau menyunting. Menciptakan bentuk-bentuk bahasa baru atau karya tulis orisinil atau komunikasi oral. Dari uraian di atas maka pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik adalah suatu proses mengatur lingkungan agar terjadi interaksi
24
antara guru, siswa dan media belajar dalam kemampuan menggunakan kata secara efektif, baik secara lisan maupun tertulis. Artinya dalam proses pembelajaran siswa ditekankan bagaimana siswa menggunakan kata secara efektif baik secara lisan maupun tertulis dalam keterampilan berbahasa Indonesia melalui interaksi siswa dengan materi pelajaran.
2.5.1.2 Implementasi Pembelajaran Kecerdasan Linguistik Kecerdasan linguistik sangat berakar dalam perasaan mengenai kompetensi dan kepercayaan diri. Makin banyak anak-anak latihan dalam kecerdasan
ini
mengembangkan
ditempat
yang
kondusif,
makin
mudah
keterampilan-keterampilan
verbal
ini
mereka
yang
akan
bermanfaat bagi mereka sepanjang hayat. Siswa memerlukan berbagai pengalaman dengan melibatkan kecerdasan linguistik. Latihan mendengar, berbicara, membaca, dan menulis menimbulkan perkembangan manusia lebih penuh dengan penguasaan keterampilan-keterampilan yang penting bagi
manusia
seperti
berpikir,
belajar,
menyelesaikan
masalah,
berkomunikasi, dan menciptakan, seperti halnya membantu masyarakat. Menurut Champell, dkk (2002: 13) ada strategi khusus dalam pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik yaitu sebagai berikut: Meliputi aspek dalam keterampilan
a) mendengar, beberapa kegiatan
dalam proses pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan mendengar, yaitu: kunci-kunci untuk mendengar yang efektif, mendengar cerita dan membaca nyaring, mendengar puisi, guru sebagai pembaca cerita (pendongeng), mendengar ceramah. b) berbicara, beberapa kegiatan dalam proses pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan berbicara yaitu siswa sebagai pembaca cerita, dikusi kelas, mengingat laporan, wawancara. c) membaca, beberapa kegiatan dalam proses pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan membaca yaitu mencari bahan, kata-kata dalam kelas, membaca untuk memahami. d)
25
menulis, beberapa kegiatan dalam proses pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan menulis yaitu kategori-kategori tulisan, menulis lintas kurikulum, mulai menulis, karya nyata tulisan, menulis kelompok. Samples (1992) dalam Jasmin (2007: 125) mengemukakan kecerdasan linguistik dapat didiskusikan dan kemudian digambarkan dengan aktivitas-aktivitas yang melibatkan seperti abjad, fonik (suara), pengucapan atau pelafalan, dan membaca. Menulis, mendengar, berbicara, berdiskusi, dan memberikan laporan lisan, memainkan permainan kata dan mengerjakan teka-teki silang. English (2005: 24) mengemukakan strategi-strategi khusus dalam pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik sebagai berikut: Strategistrategi khusus dalam pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik yaitu seperti membaca untuk menemukan tema, membaca diantara baris-baris, mengajukan pertanyaan waktu membaca, mendongeng, membaca untuk bersenang-senang, menyeimbangkan tindakan, menggunakan catatan harian untuk merespon bacaan. Armstong (2004: 100-104) mengemukakan beberapa strategi dalam pengajaran untuk kecerdasan linguistik seperti bercerita, curah gagasan, merekam dengan tape recorder, menulis jurnal, dan publikasi. Madden (2002: 217) mengemukakan strategi pengajaran dalam pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik, yaitu: Strategi pengajaran dalam pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik seperti mempelajari kata-kata yang ditulis orang lain, menulis apa yang didengar, menulis atau merekam hasil curah gagasan, menyatakan pendapat dengan kata-kata sendiri, membaca untuk mencari ide-ide utama, dan membuat pertanyaan. Pengajaran dalam pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik yang meliputi empat keterampilan berbahasa yaitu mendengar, berbicara, menulis, dan membaca pada umunya mempunyai keterkaitan dalam setiap
26
keterampilan satu sama lainnya. Dalam mengembangkan keterampilan berbahasa ada beberapa strategi dimana tidak hanya satu saja aspek keterampilan yang dapat dikembangkan, akan tetapi melalui satu keterampilan
bahasa
yang
dikembangkan
juga
akan
mengaitkan
keterampilan bahasa yang lainnya. Semakin anak mengembangkan keterampilan semakin berkembang pula keterampilan dalam bahasanya. Oleh karena itu, diperlukan strategi pembelajaran yang tepat dan menekankan pada siswa dalam mengembangkan empat keterampilan berbahasa. Dari beberapa teori yang telah dikemukakan diatas maka secara garis besar strategi dalam pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik dapat dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut: 1) Mengembangkan
keterampilan
mendengarkan
pada
proses
pembelajaran melalui kegiatan bercerita, mendengarkan puisi, dan mendengarkan fonik (suara). 2) Mengembangkan keterampilan berbicara dalam proses pembelajaran melalui kegiatan siswa sebagai pendongeng, berdiskusi dikelas, mengingat dan memberikan laporan secara lisan, pengucapan atau pelafalan, menyatakan pendapat dengan kata-kata sendiri atau curah gagasan. 3) Mengembangkan keterampilan membaca dalam proses pembelajaran melalui kegiatan mencari bahan bacaan, membaca untuk memahami, merangkai kata-kata dalam kelas, membaca untuk menemukan tema, membaca diantara baris-baris, dan membaca abjad. 4) Mengembangkan keterampilan menulis dalam proses pembelajaran melalui kegiatan mengkategorikan tulisan, menulis lintas kurikulum, membuat karya nyata tulisan, menulis dalam kegiatan kelompok, memainkan permainan kata dan mengerjakan teka-teki silang,
27
menyeimbangkan tindakan dalam menulis, menggunakan catatan harian untuk merespon bacaan. 2.1.6
Pentingnya Kecerdasan Linguistik Dalam Pembelajaran Kelas pada setiap pelajaran di setiap kelas, harus berupa
lingkungan yang kaya akan bahasa tempat siswa dapat sering berbicara, berdiskusi dan menjelaskan dan yang terpenting mendorong rasa ingin tahu. Minat belajar bertambah ketika siswa merasa cukup aman untuk bertanya dan memperdebatkan sudut pandangnya. Mengungkapkan gagasan secara verbal merupakan latihan metakognitif yang penting, karena dengan sering mendengar diri kita berbicara, dan membaca apa yang kita tulis, maka kita akan memperoleh wawasan mengenai apa yang benar-benar kita pikirkan dan kita ketahui. Kepercayaan diri tumbuh ketika siswa belajar mempertahankan posisinya dalam suatu diskusi dan debat. Mereka memahami pelajaran lebih mendalam saat mereka memiliki peluang untuk berdiskusi atau mengajar teman lainnya apa yang telah dipelajari. Observasi kelas oleh John Godlad mengungkapkan bahwa dalam kebanyakan kasus, guru merupakan pihak yang berbicara paling banyak sepanjang waktu terhadap siswa yang pasif. Bahkan dikelas-kelas di mana siswa merupakan pendengar utama, keterampilan ini jarang diajarkan. Namun melalui menyimak, seseorang dapat menggunakan ungkapan katakata secara benar, efektif bahkan fasih. Keterampilan-keterampilan menyimak yang kurang efektif menyebabkan banyak kegagalan pelajaran, salah paham bahkan luka fisik. Keterampilan berbicara merupakan keterampilan esensial lainnya yang tidak dapat berkembang secara efektif tanpa banyak latihan dan dorongan. Menulis yang efektif memerlukan latihan secara mendalam, sama halnya dengan membaca. Dalam kelas yang berhasil di kelas apapun, keempat keterampilan ini dapat dikembangkan dengan benar dan aktif. Perkembangan empat komponen
28
dari kecerdasan verbal linguistik ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembelajaran pelajaran apapun sepanjang hayat. Pengembangkan
aspek
keterampilan
berbahasa
melalui
pembentukan lingkungan pembelajaran mempunyai peranan yang penting, dimana seorang siswa akan terlatih kemampuan bertanya, kemampuan dalam mengungkapkan gagasan merupakan merupakan suatu hal penting. Dengan pembentukan lingkungan belajar yang menekankan pada aspek keterampilan
berbahasa,
memperoleh
informasi
akan
melatih
melalui
siswa
kegiatan
dengan
sendirinya
mendengar
dan
mengungkapkannya dalam bentuk gagasan atau pertanyaan dalam keterampilan berbicara, siswa dapat memperoleh informasi dari kegiatan membaca sehingga dapat mengungkapkan kembali dalam keterampilan menulis. Keempat keterampilan ini saling terkait, siswa akan merasa percaya diri karena meperoleh wawasan yang ditemukan sendiri sehingga memacu siswa untuk dapat mengungkapkan dan mempertahankan pendapatnya dalam sutu dikusi. Akan tetapi kebanyakan yang masih terjadi adalah guru yang paling banyak berbicara dalam kelas, siswa lebih cenderung sebagai pendengar. Sehingga siswa tidak dibiasakan terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Siswa menjadi tidak terbiasa dalam mengungkapkan gagasan atau pertanyaan dikelas, melalui apa yang telah siswa dengar. Siswa kurang terlatih menuliskan kembali informasi apa yang telah siswa baca. Dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti akan menerapkan kecerdasan linguistik dalam pembelajaran, dimana dalam proses pembelajaran siswa akan dilatih mengungkapkan gagasan dalam kegiatan tanya jawab dan diskusi melalui informasi apa yang siswa temukan melalui kegiatan menyimak sebuah cerita, kemudian dapat menuliskan kembali secara runtut dalam bentuk cerita. Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan berbahasa merupakan suatu keterampilan essensial yang dapat
29
berkembang secara efektif jika banyak latihan dan dorongan. Dengan banyaknya latihan dan dorongan ini akan membuat anak lebih terampil kemampuan berbahasanya dan bisa berguna sepanjang hayat. Salah satunya melalui kegiatan pembelajaran yang dapat membentuk suatu lingkungan belajar yang menekankan pada aspek keterampilan berbahasa siswa, sehingga keterampilan siswa pun dapat terlatih sehingga dapat berkembang. 2.1.7 Metode Bermain Peran Berbasis Kecerdasan Lingusitik 2.1.7.1 Pengertian Metode Bermain Peran Berbasis Kecerdasan Lingusitik Metode pembelajaran bermain peran berbasis kecerdasan linguistik merupakan metode pembelajaran yang menjadi wahana siswa untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan berbahasa. Melalui metode ini anak dapat melakukan suatu kegiatan yang menyenangkan bagi anak, dan bermain adalah suatu kebutuhan yang sudah ada (inhern) dalam diri anak. Dengan demikian, anak dapat mempelajari berbagai ketrampilan dengan senang hati, tanpa merasa dipaksa ataupun terpaksa dalam kegiatan bermain. Bermain mempunyai banyak manfaat dalam mengembangkan ketrampilan dan kecerdasan anak agar lebih siap menuju pendidikan selanjutnya.
Kecerdasan
linguistik
adalah
kemampuan
untuk
menggunakan kata secara efektif, baik lisan maupun tertulis.
Metode bermain peran berbasis kecerdasan linguistik merupakan pengorganisasian kelas secara berkelompok, masing-masing kelompok memperagakan/menampilkan cerita yang telah disiapkan guru. Siswa diberi kebebasan berimprovisasi namun masih dalam batas-batas cerita dari guru. Metode bermain peran berbasis kecerdasan linguistik adalah suatu metode mengajar berdasarkan pengalaman karena siswa dapat
30
bertindak dan mengekspresikan perasaan dengan memperagakannya, baik secara lisan maupun tertulis. 2.1.7.2 Langkah-Langkah
Metode
Bermain
Peran
Berbasis
Kecerdasan Lingusitik Langkah-langkah metode bermain peran berbasis kecerdasan linguistik merupakan pemaduan antara langkah-langkah metode bermain peran dan implementasi pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik, yaitu Tabel 2.1 Langkah-Langkah Metode Bermain Peran Berbasis Kecerdasan Linguistik N Langkah o 1. Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik 2. Memilih partisipan
3.
4. 5. 6.
Deskripsi Menafsirkan cerita Menjelaskan peran dimainkan
yang
Aspek kecerdasan linguistik Membaca akan Berbicara
Mendeskripsikan berbagai watak/ karakter Pembagian peran di dalam kelompok Menyusun tahap- Kelompok mempersiapkan diri tahap peran sebelum bermain peran Peserta didik bermain peran menempatkan posisi masing-masing Menyiapkan Peserta didik mengamati dan pengamatan menghayati jalannnya cerita Pemeranan Bermain peran sesuai cerita dan perannya masing-masing Diskusi dan Melakukan diskusi, tanya jawab, dan evaluasi evalusi setelah bermain peran
7. Pemeranan ulang
Melakukan pemeranan ulang sesuai hasil yang disikusikan 8. Diskusi dan Melakukan diskusi dan tanya jawab evaluasi tahap dua dan evalusi setelah bermain peran 9. Mengambil pengalaman kesimpulan
Membaca Berbicara Berbicara
Mendegarkan Mendengarkan dan Menulis Berbicara dan Membaca Berbicara dan Menulis Berbicara Membaca Berbicara dan Menulis
dan
Menyimpulkan cerita yang Menulis, Membaca, dan diperankan dan pengalaman dari Berbicara, dan cerita yang diperankan Mendegarkan
31
2.1.2
Hubungan Metode Bermain Peran Berbasis Kecerdasan Linguistik dengan Hasil Belajar Penerapan metode bermain peran berbasis kecerdasan lingusitik
merupakan suatu pembelajaran dengan tahapan-tahapan pembelajaran yang memiliki berbagai macam aktivitas di dalamnya sehingga membuat setiap siswa menggali berbagai kecerdasan yang dimilikinya. Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran yang ada pada metode ini siswa akan lebih banyak
melakukan
aktivitas-aktivitas
yang
dapat
meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman serta dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dalam materi cerita pendek anak tersebut sebagai tokoh-tokoh dengan melakukan gerakan, memperkenalkan diri sebagai salah satu tokoh dalam cerita pendek tersebut beserta wataknya, dan memperhatikan teman yang lainnya, maka siswa menjadi paham dan dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-harinya sehingga siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya. 2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan Rahardjo (2002: 43-45) dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan majemuk dengan prestasi belajar belajar siswa kelas II SMU Khatolik Yos Sudarso, Batu, Malang. Kesimpulan penelitian yang didapat: ada hubungan yang signifikan antara pada taraf signifikan 1% antara kecerdasan bahasa dengan prestasi belajar Bahasa dan Sastra Indonesia (r=0,5777). Kecerdasan bahasa dengan prestasi belajar bahasa inggris (r=0,545). Kecerdasan gerak tubuh dengan prestasi belajar pendidikan jasmani dan kesehatan (r=0,6530. Kecerdasan logikmatematika dengan prestasi belajar matematika (r=0,299). Kecerdasan musik prestasi belajar kesenian (r=0,379). Kecerdasan naturalis dengan prestasi belajar biologi (r=0,507).
32
Hasil dari penelitian bahwa Kecerdasan Bahasa berkorelasi dengan dengan prestasi belajar Bahasa dan Sastra Indonesia, Kecerdasan Bahasa berkorelasi dengan prestasi belajar Bahasa Inggris, Kecerdasan LogikMatematik berkorelasi dengan prestasi belajar Matematika, hasil ini sesuai deng hasil penelitian Ryue (1996) dan Kim (1999) di Korea selatan dalam Rahardjo (2002: 47) yang menyatakan bahwa Kecerdasan Bahasa dan Logik-Matematik, Spasial , Intrapribadi dan antar Pribadi berkorelasi dengan prestasi belajar siswa. Kecerdasan musik berkorelasi dengan prestasi belajar Pendidikan Seni, sesuai dengan penelitian Kim (1999) dalam Rahardjo (2002: 480) menyatakan bahwa siswa yang berasal dari Sekolah Menengah Musik menunjukkan signifikansi yang kuat dengan Kecerdasan Musik. Adanya korelasi yang signifikan anatara Kecerdasan Gerak Tubuh dengan Naturalis dengan prestasi mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan dan mata pelajaran Biologi adalah sejalan dengan temuan untuk jenis kecerdasan yang ada dalam kecerdasan majemuk dari Gardner (1996). Berdasarkan penelitian yang diteliti maka dengan adanya hubungan yang signifikan antara Kecerdasan Majemuk dengan prestasi belajar dapat dijadikan sebagai alat untuk mengetahui prestasi belajar siswa ataupun sebaliknya. Selain itu, dapat mengenal potensi yang terdapat pada siswa dan membantu guru dalam mempersiapkan pelajaran bagi guru yang lebih mendekati potensi siswa. Hasil yang diperoleh salah satunya yang sesuai dengan Penelitian Tindakan Kelas ini yaitu ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan linguistik dengan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Oleh karena itu, disarankan adanya penekanan dalam proses pembelajaran agar kecerdasan linguistik siswa lebih berkembang. Terutama dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.
33
2.3 Kerangka Berpikir Dalam suatu proses pembelajaran, agar guru dapat membantu siswa memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, dan mengekspresikan dirinya, guru perlu menyusun suatu rencana mengajar yang memfasilitasi terjadinya konsep perubahan pada siswa. Salah satunya yaitu melalui metode pembelajaran. Pembelajaran yang menggunakan metode akan mengurangi kondisi yang monoton dan pembelajaran yang menarik bagi siswa. Salah satu metode yang dapat digunakan guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah metode bermain peran berbasis kecerdasan linguistik, karena bahasa Indonesia merupakan bahasa yang berperan sangat penting dalam
berkomunikasi
menyampaikan
dan
dalam
kehidupan
memperoleh
informasi,
yakni
sebagai
penyesuaian
sarana terhadap
lingkungan, saling berinteraksi serta sebagai sarana hubungan sosial. Bahkan siswa berkomunikasi sangat penting dalam kegiatan pembelajaran di sekolah maupun kegiatan di rumah. Dengan menggunakan metode bermain peran berbasis kecerdasan linguistik dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia pada siswa. Sehingga dalam kegiatan belajar dapat menarik minat belajar siswa, karena dengan metode bermain peran berbasis kecerdasan linguistik, yaitu suatu metode mengajar berdasarkan pengalaman karena siswa dapat bertindak dan mengekspresikan perasaan dan pendapat dengan memperagakannya, baik secara lisan maupun tertulis. Dengan tahapan metode bermain peran berbasis kecerdasan linguistik, yaitu menghangatkan suasana dan memotivasi siswa, memilih peran, menyusun tahap-tahap peran, menyiapkan pengamatan, pemeranan, diskusi dan evaluasi, pemeranan ulang, diskusi evaluasi tahap dua, mengambil pengalaman dan kesimpulan. Dengan demikian pemahaman terhadap kemampuan dan keterampilan
34
berbahasa siswa dapat secara optimal, sehingga hasil belajar siswa pun menjadi optimal.
2.4
Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah melalui metode
bermain peran berbasis kecerdasan linguistik dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas V di SDN 2 Panggang Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara Semester II Tahun Ajaran 2011/2012.