BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori 2.1.1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas berasal dari kata dasar efektif yang menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti mempunyai efek, pengaruh, atau akibat. Kata efektivitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu ada efeknya (akibat, pengaruh, atau kesannya). Mawardi, Prihatini (2011: 199) mengungkapkan bahwa efektivitas berasal dari bahasa Inggris yaitu Effective yang berarti berhasil, tepat atau manjur. Efektif diartikan sebagai ketercapaian suatu tujuan (kompetensi) merupakan pijakan utama suatu rancangan pembelajaran oleh Somakim dalam Aisyah, dkk (2007:2-6) Menurut Gie dalam Sulistiyani (2010:23) efektivitas adalah berhubungan dengan hasil-hasil yang dicapai. Sementara menurut Komarudin masih dalam Sulistiyani (2010:23) memberikan pengertian bahwa efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Lain halnya dengan Stair dan Reynolds dalam Sari (2010:5) yang mengungkapkan bahwa efektivitas merupakan suatu ukuran mengenai seberapa luas sebuah sistem mencapai tujuannya. Sedangkan makna pembelajaran dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Pendidikan Nasional yaitu proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran Menurut Dimyati dan Mudjiono dalam Al-Habsy (2009) pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain intruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekan pada penyediaan sumber belajar. Secara keseluruhan efektivitas pembelajaran diartikan keberhasilan suatu interaksi siswa dengan guru dalam kegiatan yang terprogram dalam desain
intruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif. Menurut Sudjana (2010:35) mengungkapkan bahwa suatu pembelajaran efektif dapat ditinjau dari segi proses dan hasilnya. Proses yang dimaksudkan adalah kegiatan belajar mengajar yang terprogram dalam desain instruksional. Sementara hasil yang dimaksud adalah hasil yang diperoleh siswa setelah kegiatan belajar mengajar. 2.1.2. Matematika Istilah Matematika menurut Ensiklopedia dalam Asin (2009:9) berasal dari bahasa Yunani “Mathematikos” berarti secara ilmu pasti, atau “Mathesis” yang berarti ajaran, pengetahuan abstrak dan deduktif, dimana kesimpulan tidak ditarik berdasarkan pengalaman keindraan, tetapi atas kesimpulan yang ditarik dari kaidah– kaidah tertentu melalui deduksi. Ruseffendi (1996:42) menuliskan bahwa: James dan James (1976) dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lainya dengan jumlah yang banyaknya terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri…. Sedangkan tujuan diberikannya matematika menurut Permendiknas Nomor 2 Tahun 2006 Standar Isi antara lain: (1). Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2). Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika, (3).
Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4). Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5). Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Hal senada dikemukakan Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) dalam Asin (2009:10) yang menjabarkan tujuan pengajaran matematika di Sekolah Dasar. Tujua umum pengajaran matematika di Sekolah Dasar antara lain: 1). Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan yang ada di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang melalui latihan atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, dan efektif, 2). Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir mat ematika dalam kehidupan seharihari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, 3). Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, 4). Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, 5). Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Sedangkan untuk tujuan khusunya antara lain: 1). Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung (dalam menggunakan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari, 2). Menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialih gunakan, melalui kegiatan matematika, 3). Mengembangkan kemampuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut di SMP, 4). Membentuk sikap logis, kritis, kreaktif, cermat dan disiplin. 2.1.3. Teori Belajar Dienes Teori belajar Dienes s eperti yang dikemukan oleh Ruseffendi (1996:204), Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap siswa-siswa. Dasar teorinya bertumpu pada Piaget, dan pengembangannya diorientasikan pada siswa-siswa, sedemikian rupa
sehingga sistem yang dikembangkannya itu menarik bagi siswa-siswa yang mempelajarinya. Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan di antara strukturstruktur dan mengkategorikan hubungan – hubungan di antara struktur-struktur. Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa jika benda-benda atau objek-objek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika. Dalam teori yang dikemukakannya, Dienes dalam Aisyah (2007:2-8) menyatakan bahwa konsep-konsep matematika akan berhasil bila dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dalam konsepnya itu Dienes membagi tahap-tahap belajar dalam 6 tahap, yaitu permainan bebas (free play), permainan yang disertai aturan (games), permainan kesamaan sifat (searching for communities), representasi (representation), simbolisasi (symbolization), dan formalisasi (formalization). Adapun penjabaran dari 6 tahapan belajar menurut Dienes yakni sebagai berikut: (1). Permainan Bebas (Free Play) merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak terstruktur dan tidak diarahkan. Siswa diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Permainan yang menggunakan aturan (Games), (2). Permainan ini disertai aturan, permainan yang disertai aturan sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep lainnya. Melalui permainan, siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktu mateatia itu. Makin banyak bentuk lain yang diberikan dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena aka memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang
dipelajari itu, (3). Permainan Kesamaa Sifat (Searching for communalities), dalam permainan ini siswa diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifatsifat ini guru perlu mengarahkan siswa dengan mentranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain, (4). Permainan Representasi (Representation) yaitu tahap pengambilan sifat dari beberapa situabesi yang sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah siswa berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang bersifat abstrak dalam konsep yang dipelajari, (5). Permainan dengan Simbolisasi (Symblization) termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan symbol matematika atau melalui perumusan verbal, (6). Permainan dengan Formalisasi (Formalization) merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa dituntut untuk megurutkan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti membuktika teorema tersebut. Perkembangan konsep matematika menurut Dienes dapat dicapai melalui pola berkelanjutan, yang setiap seri dalam rangkaian kegiatan belajar dari kongkret ke simbolik. Tahap belajar adalah interaksi yang direncanakan antara yang satu segmen struktur pengetahuan dan belajar aktif, yang dilakukan melalui media matematika yang didesain secara khusus. Menurut Dienes, permaianan matematika dangat penting sebab operasi matematika dalam permainan tersebut menunjukkan aturan secara konkret dan lebih membimbing dan menajamkan pengertian matematika pada anak didik. Dapat dikatakan bahwa objek-objek konkret dalam bentuk permainan mempunyai
peranan sangat
dimanipulasi dengan baik.
penting dalam pembelajaran
matematika
jika
2.1.4. Metode Penemuan Terbimbing dan Metode Role Playing Pengertian metode menurut Winarno Surakhmad yang dikutip oleh Wiryawan, dkk (1990:1-2) adalah cara yang didalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Hal ini berlaku baik bagi guru (metode mengajar) maupun bagi siswa (metode belajar). Makin baik metode yang dipakai, makin efektif pula pencapaian tujuan. Sementara Setiawan dalam Antik (2006) mengemukakan bahwa metode mengajar adalah cara mengajar secara umum yang dapat ditetapkan pada semua mata pelajaran. Sedangkan menurut Surakhmad masih dalam Antik (2006) , metode pengajaran adalah cara-cara pelaksanaan daripada proses pengajaran, atau soal bagaimana teknisnya sesuatu bahan pelajaran diberikan kepada murid-murid disekolah. Penemuan atau discovery menurut Sund dalam Pribadi (2010:5), adalah proses mental dimana siswa mengasimilasikan sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Proses mental itu misalnya: mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Sedangkan menurut Jerome Bruner dalam Markaban yang ditulis lagi oleh Antik (2006), penemuan adalah suatu proses. Proses penemuan dapat menjadi kemampuan umum melalui latihan pemecahan masalah, praktek membentuk dan menguji hipotesis. Dengan demikian didalam pandangan Bruner, belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan. Menurut Setiawan dalam Antik (2006), di dalam metode penemuan ini, ada dua macam yakni metode penemuan murni dan metode penemuan terbimbing. Pada metode penemuan murni, masalah yang akan ditemukan semata-mata ditentukan oleh siswa. Begitu pula jalannya penemuan. Jelas bahwa metode ini kurang tepat untuk
siswa sekolah lanjutan/menengah, karena jika setiap konsep atau prinsip dalam materi dari hasil pengembangan silabus harus dipelajari dengan cara ini, kita kekurangan waktu dan tidak banyak matematika yang dapat dipelajari siswa. Metode Penemuan Murni
Peranan Guru - Sebagai sumber
Peranan Siswa Mendefinisikan, memecahkan
- Tidak berbuat
masalah
Sedikit Bimbingan
Menyatakan persoalan
Menemukan pemecahan
Banyak Bimbingan
- Menyatakan persoalan
Mengikuti petunjuk
- Memberikan bimbngan
Menemukan penyelesaian
Mengingat hal-hal di atas, muncullah metode mengajar yang kita kenal dengan nama metode penemuan terbimbing. Menurut Setiawan masih dalam Antik (2006), metode penemuan terbimbing sebagai suatu metode mengajar yang bermanfaat untuk pembelajaran matematika. Didalam metode ini siswa didorong untuk berpikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum, berdasarkan bahan yang difasilitasi oleh guru. Sampai seberapa jauh siswa dibimbing, tergantung pada kemampuannya dan pada materi yang dipelajari Dari uraian di atas disimpulkan bahwa, metode penemuan terbimbing adalah suatu metode pembelajaran yang dalam pelaksanaannya guru memperkenankan siswanya untuk berpikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum yang diinginkan dengan bimbingan dan petunjuk dari guru. 2.1.4.1. Kelebihan dan Kelemahan Metode Penemuan Terbimbing Dalam berjalannya suatu metode mengajar pastilah ditemui kelebihan dan kelemahan dalam penggunaannya. Markaban (2006:16) memaparkan kelebihan antara lain: (1). Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan,
(2). Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry (mencari-temukan), (3). Mendukung kemampuan problem solving siswa, (4). Memberi wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru, dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik da benar, (5). Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukannya. Selain kelebihan, Markaban (2006:16) juga memaparkan kelemahan metode ini. Adapaun kelemahannya anatara lain; (1). Untuk materi tertentu waktu tersita lebih lama, (2). Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Di lapangan, beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah. (3). Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topic-topik yang bersifat prinsip dapat dikembangkan dengan model penemuan terbimbing. Metode yang selanjutnya yaitu Role Playing. Role Playing menurut Mawardi, Suroso (2009:42) adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungan sosial dengan suatu problem, agar peserta didik dapat memecahkan masalah sosial. Metode ini bertujuan untuk mempertunjukkan suatu perbuatan dari suatu pesan yang ingin disampaikan dari peristiwa yang pernah dilihat. Sedangkan menurut Wiryawan, dkk (1990:1-26), metode ini meruapakan metode mengajar dengan cara mempertunjukkan kepada siswa tentang masalahmasalah hubungan sosial, untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu. 2.1.4.2. Kelebihan dan Kelemahan Metode Role Playing Metode Role Playing ini juga memiliki kelebihan dan kelemahan dalam pelaksanaannya. Kelebihan metode ini menurut Makhrufi dalam Djamarah, Zain (2010) antara lain: (1). Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping merupakan pengaman yang menyenangkan yang saling untuk dilupakan, (2). Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi
dinamis dan penuh antusias, (3). Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi, (4). Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dand apat memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri, (5). Dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan profesional siswa, dan dapat menumbuhkan / membuka kesempatan bagi lapangan kerja. Sementara Wahab dalam Djamarah, Zein (2010) menuturkan kelemahan metode Role Playing anatar lain: (1). Jika siswa tidak dipersiapkan secara baik ada kemungkinan tidak akan melakukan secara sunguguh-sungguh, (2). Bermain peran mungkin tidak akan berjalan dengan baik jika suasana kelas tidak mendukung, (3). Bermain peran tidak selamanya menuju arah yang diharapkan seseorang yang memainkannya. Bahkan juga mungkin akan berlawanan dengan apa yang diharapkan, (4). Siswa sering mengalami kesulitas untuk memerankan peran secara baik, khususnya jika mereka tidak diarahkan atau tidak ditugasi dengan baik. Siswa perlu mengenal dengan baik apa yang diperankannya, (5). Bermain membutuhkan waktu yang banyak/lama, (6). Untuk lancarnya bermain peran, diperlukan kelompok yang sensitif, imajinatif, terbuka, saling mengenal hingga bekerjasama dengan baik. Adapun langkah- langkah metode penemuan terbimbing dan metode role playing menurut Mulyatiningsih (2011:220-230) tersaji pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Langkah- Langkah Metode Penemuan Terbimbing dan Metode Role Playing Langkah-langkah metode penemuan terbimbing 1.
Menjelaskan
tujuan
Langkah-langkah metode role playing 1.
pembelajaran. 2.
3.
2.
3.
Guru peserta
didik
menunjuk untuk
beberapa memainkan
peran di depan peserta didik lainnya.
Guru menunjukkan gejala yang diamati.
5.
Guru memberikan scenario untuk dipelajari.
guru. 4.
tujuan
ingin dicapai.
Peserta didik melaksanakan eksperimen di bawah pengawasan
menjelaskan
pembelajaran dan kompetensi yang
Membagi petunjuk praktikum/ eksperimen.
Guru
4.
Peserta
didik
yang
telah
ditunjuk bertugas memainkan peran
Peserta didik menyimpulkan
di depan peserta didik lainnya.
hasil ekseprimen. 5.
Peserta
didik
yang
tidak
bermain peran bertugas mengamati kejadian khusus dan mengevaluasi peran masing-masing tokoh. 6.
Peserta
didik
merefleksi
kegiatan bersama-sama. 2.1.5. Hasil Belajar Tujuan dari sebuah pembelajaran yaitu mengetahui hasil belajar yang dimiliki siswa setelah mendapatkan pengajaran. Hasil belajar diartikan sebagai berikut menurut Sukmadinata (1997:124-125) yaitu:
Hasil belajar merupakan perilaku yang dimilki siswa sebagai akibat dari proses belajar yang ditempuhnya dan berupa suatu konsep yang bersifat umum dan di dalamnya tercakup prestasi…. Sementara menurut Sudjana (2010:22), hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar yakti faktor dari dalam diri siswa (internal) dan faktor dari luar diri siswa (eksternal). Menurut Syah (2010:129), faktor yang dimaksud yakni faktor internal yang beru dan faktor dari berupa keadaan jasmani dan rohani siswa, faktor eksternal berupa kondisi lingkungan di sekitar siswa, dan faktor pendekatan belajar (approach to learning) yang berupa upaya belajar siswa yng meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran. 2.2. Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan 2.2.1. Penelitian Tentang Teori Belajar Dienes Hamidah, Ni’mah. 2009. Melakukan penelitian dengan judul Penerapan Teori Dienes untuk Mengatasi Kesulitan Belajar Soal Cerita Operasi Campuran di Kelas III SDN Capang I Purwodadi Pasuruan dengan hasil penelitian sebagai berikut: (1) faktor- faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar soal cerita operasi campuran dengan penggunaan model pembelajaran yang konvensional, (2) Pembelajaran soal cerita operasi campuran melalui model pembelajaran yang bervariasi, diantaranya pembelajaran terpadu model tematik, model pembelajaran aktif dan menyenangkan dan model pembelajaran interaktif dapat meningkatkan semangat belajar siswa, (3) Melalui penerapan teori belajar Dienes dalam pembelajaran soal cerita operasi campuran di Kelas III SDN Capang I dapat mengatasi kesulitan belajar sehingga meningkatkan hasil belajar siswa dari 61,5 menjadi 85,5.
2.2.2. Penelitian Tentang Metode Penemuan Terbimbing Sukmawati, Dwi Ana. 2009 melakukan penelitian dengan judul
Upaya
Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matematika Melalui Penemuan Terbimbing Pada Siswa Kelas X Smk Yp 17 Parakan Kabupaten Temanggung Tahun Ajaran 2009/2010.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode penemuan terbimbing
dapat meningkatkan prestasi pembelajaran matematika. Hal ini dapat dilihat pada ratarata ketuntasan individu mengalami peningkatan dari 69,99 menjadi 87, 33 dengan nilai tertinggi siklus I adalah 100 dan nilai terendah adalah 45, sedangkan pada siklus II nilai tertinggi adalah 100 dan nilai terendah adalah 70. Persentase ketuntasan klasikal mengalami peningkatan dari 77,78% menjadi 100%. Dan penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan keaktifan siswa belajar matematika menggunakan metode penemuan terbimbing. Hal ini dapat dilihat pada observasi aktivitas siswa meningkat dari siklus I ke siklus II yaitu 52% menjadi 88%. Dilihat dari hasil angket menunjukkan bahwa siswa yang sangat berminat sebesar 37,78% , yang berminat sebesar 62,22% dan yang tidak berminat 0%. 2.2.3. Penelitian Tentang Metode Role Playing Nur Halimah. 2009 melakukan penelitian dengan judul Penerapan Metode Pembelajaran Role Playing Melalui Pendekatan Berbasis Problem (Problems Based Approach) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas X2 Sma Al Islam I Surakarta Tahun Ajaran 2007/2008 dengan hasil penelitian menunjukkan penerapan metode Role Playing melalui pendekatan berbasis problem (problems based approach) dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Peningkatan ranah kognitif diukur dari evaluasi siklus I dan siklus II dengan rata-rata nilai pada siklus I sebesar 61,90 dan pada siklus II sebesar 83,65. Hasil angket afektif rata-rata siklus I sebesar 63,29% dan siklus II sebesar 87,85%. Hasil observasi ranah psikomotor rata-rata siklus I sebesar 71,44% dan siklus II sebesar 85,3%. Hasil data tambahan berupa angket kepuasan siswa terhadap metode Role Playing siklus I sebesar 78,41% dan siklus II
sebesar 81,78% dan performance guru siklus I sebesar 61% dan siklus II sebesar 83,5%. Hasil tersebut menunjukkan penerapan pembelajaran metode Role Playing melalui
pendekatan
berbasis
problem
(problems
based
approach)
dapat
meningkatkan hasil belajar biologi siswa kelas X2 SMA Al Islam I Surakarta tahun pelajaran 2007/2008. 2.3. Kerangka Berpikir Pelajaran Matematika menjadi pelajaran yang selama ini siswa anggap sukar. Padahal pelajaran ini menjadi pelajaran yang akan terus siswa temui pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Anggapan siswa ini terkadang membelenggu diri siswa sehingga mempengaruhi minat belajar siswa terhadap pelajaran ini. Ketidak tertarikan siswa berakhir pada hasil belajar siswa yang tidak maksimal. Selebihnya, materi yang diajarkan oleh guru hanya menjadi angin lalu yang siswa pelajari tetapi tidak siswa pahami. Siswa menghafal rumus dan bukan memahaminya. Pada akhirnya, siswa akan mudah lupa dengan materi-materi tersebut. Metode mengajar yang guru gunakan terkadang tidak menarik perhatian siswa. Metode yang digunakan juga tidak melibatkan siswa dalam proses mencari informasi yang berkaitan dengan materi yang disampaikan. Guru berperan penuh dalam proses belajar mengajar. Pembelajaran yang demikian dirasa tidak mampu menarik minat belajar siswa. Dari masalah tersebut peneliti ingin bereksperimen untuk menerapkan sebuah teori belajar melalui metode-metode tertentu. Teori yang peneliti gunakan yaitu teori belajar Dienes, teori yang mengajak siswa belajar sambil bermain. Teori ini penulis rasa mampu menghilangkan pandangan siswa tentang pelajaran Matematika dari sulit menjadi menyenangkan dan lebih mudah. Teori tersebut diterapkan dengan menggunakan cara atau metode penemuan terbimbing dan akan dibandingkan dengan menggunakan metode role playing. Siswa nantinya akan belajar dengan metode tersebut namun tetap menerapkan karakteristik teori belajar Dienes. Pada akhir
pembelajaran akan dilihat adakah perbedaan hasil belajar dari penerapan teori Dienes melalui metode penemuan terbimbing dan role playing. Hasil belajar tersebut digunakan sebagai indikator untuk mengetahui keefektivitasan penerapan teori belajar Dienes melalui metode yang digunakan. 2.4. Hipotesis Secara empirik hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu “ada perbedaan efektivitas yang signifikan pada penerapan teori belajar Dienes dalam pelajaran Matematika melalui metode penemuan terbimbing dan role playing, pada siswa kelas V SD Gugus Kanigoro Salatiga”. Secara statistik hipotesis dirumuskan dengan ditolaknya Ho :
x1 = x2 dan diterimanya Ha :
x1
x2. Ho yakni
penerapan teori belajar Dienes dengan menggunakan metode penemuan terbimbing sama dengan penerapan teori belajar Dienes dengan menggunakan metode role playing atau dengan arti lain bahwa tidak ada perbedaan antara penerapan teori belajar Dienes menggunakan metode penemuan terbimbing dengan metode role playing. Ha yakni penerapan teori belajar Dienes dengan menggunakan metode penemuan terbimbing tidak sama dengan penerapan teori belajar Dienes dengan menggunakan metode role playing atau dengan arti lain bahwa ada perbedaan antara penerapan teori belajar Dienes menggunakan metode penemuan terbimbing dengan metode role playing.