BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SD Pendidikan Kewarganegaraan terbentuk dari dua kata yaitu “Pendidikan” dan “Kewarganegaraan”. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menolong peserta didik agar mencapai kedewasaan baik dalam pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Kata kewarganegaraan dapat diartikan sebagai kedudukan resmi seseorang dalam suatu negara dan kegiatan-kegiatan yang terkait erat dengan fungsi-fungsi
politik
seperti
pemberian
suara,
organisasi
pemerintahan,
menduduki jabatan yang sah. Dengan demikian Pendidikan kewarganegaraan dapat dipahami sebagai usaha sadar untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta didik agar dapat menjadi warganegara yang memahami, menyadari dan mampu menggunakan
hak
serta
menjalankan
kewajiban
kenegaraannya
secara
bertanggung jawab. Menurut Depdiknas (2006), Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD NRI 1945. Lebih lanjut Somantri (2001) mengemukakan bahwa: PKn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar yang berkenaan dengan hubungan antar warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
Pendidikan PKn merupakan salah satu mata pelajaran yang penting bagi kehidupan bangsa dan negara ini. PKn penting karena dapat digunakan untuk membina generasi penerus bangsa/ anak-anak bangsa sehingga mereka sadar terhadap hak dan kewajiban dalam hidup berbangsa agar dapat menjadi warganegara yang dapat diandalkan senantiasa oleh negara. Demikian juga bagi negara Indonesia pada masa lalu dan sekarang, PKn menjadi sarana untuk menanamkan jalur formal ataupun nonformal (Rahardja, 2008). Pendidikan
Kewarganegaraan
adalah
sebagai
wahana
untuk
mengembangkan kemampuan, watak dan karakter warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran PKn dalam rangka “nation and character building”. Pertama : PKn merupakan bidang kajian kewarganegaraan yang ditopang berbagai disiplin ilmu yang releven, yaitu: ilmu politik, hukum, sosiologi, antropologi, psokoliogi dan disiplin ilmu lainnya yang digunakan sebagai landasan untuk melakukan kajian-kajian terhadap proses pengembangan konsep, nilai dan perilaku demokrasi warganegara. Kedua : PKn mengembangkan daya nalar (state of mind) bagi para peserta didik. Pengembangan karakter bangsa merupakan proses pengembangan warganegara yang cerdas dan berdaya nalar tinggi. PKn memusatkan perhatiannya pada pengembangan kecerdasan warga negara (civic intelegence) sebagai landasan pengembangan nilai dan perilaku demokrasi. Ketiga: PKn sebagai suatu proses pencerdasan, maka pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah yang lebih inspiratif dan partisipatif dengan menekankan pelatihan penggunaan logika dan penalaran. Untuk menfasilitasi pembelajaran PKn yang efektif dikembangkan bahan pembelajaran yang interaktif yang dikemas dalam berbagai paket seperti bahan belajar tercetak, terekam, tersiar, elektronik, dan bahan belajar yang digali dari ligkungan masyarakat sebagai pengalaman langsung (hand of experience).
Dari berbagai pendapat mengenai teori PKn yang dikemukakan oleh beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa PKn adalah materi pembelajaran yang didalamnya mencakup aspek pengetahuan kewarganegaraan, aspek
keterampilan
kewarganegaraan,
dan
aspek
watak
atau
karakter
kewarganegaraan, serta dapat digunakan untuk membentuk peserta didik menjadi warga negara yang baik. 2.1.1.1 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan SD Secara umum tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
adalah
untuk
menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, serta membentuk sikap dan perilaku cinta tanah air yang bersendikan kebudayaan dan filsafat bangsa pancasila. Sedangkan tujuan mata pelajaran PKn menurut Mulyasa (2007) adalah untuk menjadikan siswa: 1) Mampu berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi persoalan hidup maupun isu kewarganegaraan di negaranya 2) Mau berpartisipasi dalam segala bidang kegiatan, secara aktif dan bertanggung jawab, sehingga bisa bertindak secara cerdas dalam semua kegiatan 3) Bisa berkembang secara positif dan demokratis, sehingga mampu hidup bersama dengan bangsa lain di dunia dan mampu berinteraksi, serta mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dengan baik. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan PKn di SD adalah untuk menjadikan warganegara yang baik, yaitu warganegara yang tahu, mau, dan sadar akan hak dan kewajibannya. Dengan demikian, diharapkan kelak dapat menjadi bangsa yang terampil dan cerdas, dan bersikap baik sehingga mampu mengikuti kemajuan teknologi modern. Berdasarkan tujuan tersebut diatas ruang lingkup PKn secara umum meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1). Persatuan dan Kesatuan, 2) Norma
Hukum dan Persatuan, 3) HAM, 4) Kebutuhan Warga Negara, 5) Konstiusi, 6) kekuasaan Politik, 7) Kedudukan Pancasila, dan 8) Globalisasi. 2.1.2 Hasil Belajar 2.1.2.1 Pengertian Belajar Belajar umumnya diartikan sebagai proses perubahan perilaku seseorang setelah mempelajari suatu objek (pengetahuan, sikap, atau keterampilan) tertentu. Perubahan perilaku tersebut tampak dalam penguasaan siswa pada pola-pola tanggapan (respons) baru terhadap lingkungannya yang berupa keterampilan (skill), kebiasaan (habit), sikap atau pendirian (attiude), kemampuan (ability), pengetahuan (knowledge), pemahaman (understanding), emosi (emosional), apresiasi (appreciation), jasmani dan etika atau budi pekerti, serta hubungan sosial. Sedangkan menurut Galloway yang menyatakan bahwa belajar sebagai suatu perubahan seseorang yang relatif cenderung tetap sebagai akibat adanya penguatan (reinforcement). Dari dua pandangan diatas, terungkap bahwa belajar adalah pemerolehan pengalaman baru seseorang dalam bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap, sebagai akibat adanya proses dalam bentuk interaksi belajar terhadap suatu objek (pengetahuan), atau melalui suatu penguatan (reinforcement), atau melalui suatu objek yang ada dalam lingkungan belajar. Belajar menunjukkan suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Slameto, 2010: 2). Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Gagne (Slameto, 2010: 13), memberikan dua definisi mengenai belajar yaitu (1) belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku, (2) belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi. Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengkokohkan kepribadian. Menurut Illeris, 2000 dan Ormorod (Suyono, 2011: 14), seperti yang dikutip Wikipedia menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang membawa bersama-sama pengaruh dan pengalaman kognitif, emosional, dan lingkungan untuk
memperoleh,
meningkatkan
atau
membuat
perubahan
di
dalam
pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan cara pandang (world views) dari seseorang. 2.1.2.2 Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2010: 22). Individu yang belajar akan memperoleh hasil dari apa yang telah dipelajari selama proses belajar itu. Hasil belajar yaitu suatu perubahan yang terjadi pada individu yang belajar, bukan hanya perubahan mengenai pengetahuan, tetapi juga untuk membentuk kecakapan, kebiasaan, pengertian, penguasaan, dan penghargaan dalam diri seseorang yang belajar. Hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik dengan melakukan usaha secara maksimal yang dilakukan oleh seseorang setelah melakukan usaha-usaha belajar. Hasil belajar biasanya dinyatakan dalam bentuk nilai. Setelah mengkaji pengertian hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran.
Sudjana,
(2010:
22)
mengemukakan
bahwa
hasil
belajar
adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu: a) Ranah kognitif Ranah kognitif merupakan hasil belajar yang berhubungan dengan kemampuan intelektual. Ranah kognitif meliputi enam aspek, yakni: 1. Pengetahuan Pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata knowledge dalam taksonomin Bloom. Sekalipun demikian, maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan faktual di samping pengetahuan hafalan atau untuk diingat. Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah yang paling rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat bagi tipe hasil belajar berikutnya. Hafal menjadi prasyarat bagi pemahaman. 2. Pemahaman Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan adalah pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan, atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi dari pada pengetahuan. 3. Aplikasi Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi kedalam situasi baru disebut aplikasi. Mengulang-ulang menerapkannya pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan.
4. Analisis Analisis adalah usaha memilih suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe sebelumnya. 5. Sintesis Sintesis adalah penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian kedalam bentuk penyeluruhan. Berpikir berdasar pengetahuan hafalan, pemahaman, aplikasi, dan analisis dapat dipandang sebagai berfikir konsvergen yang satu tingkat lebih rendah daripada berpikir devergen. Berfikir sintesis merupakan salah satu terminal untuk menjadikan orang lebih kreatif. 6. Evaluasi Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, dan metode. b) Ranah afektif Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila, bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar. Kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar sampai tingkat yang kompleks, yaitu: reciving/attending (kesepakatn dalam menerima rangsangan), responding atau jawaban, valuing (jawaban), organisasi, dan karakteristik. c) Ranah psikomotorik Hasil belajar psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Tipe hasil belajar psikomotorik berkenaan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah ia menerima pengalaman belajar tertentu.
2.1.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif, hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Menurut Slameto (2010: 54) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua. Dua faktor tersebut akan dijelaskan dengan penjelasan sebagai berikut: a) Faktor-faktor internal Faktor intern adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor interen ini terbagi menjadi tiga faktor yaitu: faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan. Faktor jasmaniah Pertama adalah faktor kesehatan. Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beseta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan seseorang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Proses belajar akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, mengantuk jika badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan fungsi alat indera serta tubuhnya. Kedua adalah cacat tubuh. Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh. Cacat ini dapat berupa: buta, tuli, patah kaki, patah tangan, lumpuh dan lain-lain. Jika ini terjadi maka belajar akan terganggu, hendaknya apabila cacat ia disekolahkan di sekolah khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat mengurangi pengaruh kecatatan itu. Faktor psikologis Sekurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah: pertama inteligensi yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Kedua perhatian yaitu keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju kepada
suatu objek atau sekumpulan objek. Ketiga minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. keempat bakat yaitu kemampuan untuk belajar. Kemampuan ini akan baru terealisasi menjadi kecakapan nyata sesudah belajar atau berlatih. Kelima motif harus diperhatikan agar dapat belajar dengan baik harus memiliki motif atau dorongan untuk berfikir dan memusatkan perhatian saat belajar. Keenam kematangan adalah suatu tingkat pertumbuhan seseorang. Ketujuh kesiapan adalah kesediaan untuk memberi renspon atau bereaksi. Dari faktor-faktor tersebut sangat jelas mempengaruhi belajar, dan apabila belajar terganggu maka hasil belajar tidak akan baik. Faktor kelelahan Kelelahan seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat praktis). Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul untuk membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena kekacauan substansi sisa pembakaran di dalam tubuh. Sehingga darah tidak lancar pada bagian-bagian tertentu. Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan ini sangat terasa pada bagian kepala sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak kehabisan daya untuk bekerja. Kelelahan rohani dapat terjadi terus-menerus karena memikirkan masalah yang dianggap berat tanpa istirahat, menghadapi suatu hal yang selalu sama atau tanpa ada variasi dalam mengerjakan sesuatu karena terpaksa dan tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatiannya. b) Faktor eksternal Faktor eksten adalah faktor yang berasal dari luar siswa. Faktor ini meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat yaitu dengan penjelasan sebagai berikut:
Faktor keluarga Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga. Sebagian waktu seorang siswa berada di rumah. Oleh karena itu, keluarga merupakan salah satu yang berperan pada hasil belajar. Oleh sebab itu orang tua harus mendorong, memberi semangat, membimbing, memberi teladan yang baik, menjalin hubungan yang baik, memberikan suasana yang mendukung belajar, dan dukungan material yang cukup. Faktor sekolah Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. Sekolah adalah lingkungan kedua yang berperan besar memberi pengaruh pada hasil belajar siswa. Sekolah harus menciptakan suasana yang kondusif bagi pembelajaran, hubungan dan komunikasi perorang di sekolah berjalan baik, kurikulum yang sesuai, kedisiplinan sekolah, gedung yang nyaman, metode pembelajaran aktif-interaktif, pemberian tugas rumah, dan sarana penunjang cukup memadai seperti perpustakaan sekolah dan sarana yang lainnya. Faktor masyarakat Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Pengaruh ini karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa ini meliputi: pertama kegiatan siswa dalam mayarakat yaitu misalnya siswa ikut dalam organisasi masyarakat, kegiatan-kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, belajar akan terganggu, lebihlebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya. Kedua multimedia misalnya: TV, radio, bioskop, surat kabar, buku-buku, komik dan lain-lain. Semua itu ada dan beredar di masyarakat. Ketiga teman bergaul, Keempat bentuk kehidupan masyarakat. Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruh pada hasil belajar siswa.
2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif 2.1.3.1 Model Pembelajaran Menurut Joyce (Trianto, 2007), menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain Selanjutnya, Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelaajran tercapai. 2.1.3.2 Pembelajaran Kooperatif Sunal dan Hans, 2000 (Isjoni, 2009: 15) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran. Sedangkan menurut Anita Lie, 2000 (Isjoni, 2009: 23) menyebutkan pembelajaran kooperatif dengan istilah pembelajaran gotong-royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Menurut Davidson dan Warsham, 2003 (Isjoni 2009: 27), pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang berkelompok pengalaman individu maupun pengalaman kelompok. Menurut Roger dan Johnson (Lie, 2002) Ada 5 komponen dasar pembelajaran kooperatif yang efisien yaitu: a) Saling ketergantungan positif. Keberhasilan kelompok sangat bergantung usaha tiap anggotanya. Dengan demikian siswa harus merasa bahwa mereka saling bergantung secara positif dalam kelompok.
b) Tanggung jawab perseorangan. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari materi dan bertanggungjawab terhadap hasil belajar kelompok. c) Interaksi tatap muka. Hasil belajar yang terbaik dapat diperoleh dengan cara adanya komunikasi verbal antar siswa yang didukung oleh saling ketergantungan positif. Siswa harus saling berhadapan dan saling membantu dalam pencapaian tujuan belajar. d) Komunikasi antar anggota. Keterampilan sosial sangatlah penting dalam belajar kooperatif dan harus diajarkan kepada siswa. Keberhasilan tiap kelompok bergantung pada keaktifan tiap anggota mengutarakan pendapatnya. e) Evaluasi proses kelompok. Siswa memproses keefektifan kelompok belajar mereka dengan cara menjelaskan tindakan mana yang bermanfaat dan mana yang tidak, serta membuat keputusan terhadap tindakan yang bisa dilanjutkan atau yang perlu diubah. 2.1.3.3 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif Isjoni (2009: 27), beberapa ciri-ciri pembelajaran kooperatif yaitu: a) setiap anggota memiliki peran, b) terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa, c) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga temanteman sekelompoknya, d) guru membantu mengembangkan keterampilanketerampilan interpersonal kelompok, dan e) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan. Adapun unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif menurut Lundgren (Pujiwati, 2003) adalah: a. Siswa mempunyai persepsi bahwa ”mereka tenggelam dan berenang bersamasama”.
b. Siswa mempunyai tanggung jawab terhadap siswa lain dalam kelompoknnya disamping tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi pelajaran. c. Mempunyai tujuan yang sama. d. Siswa harus berbagi tugas dan tanggung jawab secara merata antar anggota. e. Siswa akan diberi evaluasi atau penghargaan yang berlaku sama terhadap semua anggota f. Siswa berbagi kepemimpinan disamping belajar g. Siswa akan mempertanggungjawabkan materi secara individu. 2.1.3.4 Landasan Pemikiran Model Cooperative Script Model pembelajaran Cooperative Script adalah model belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari. Dalam belajar cooperative script siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya. Pembelajaran cooperative script bernaung pada pendekatan konstruktivisme. Menurut Soedjadi (1999) pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran adalah pendekatan dimana siswa individual menemukan dan mentransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa dengan aturan yang ada dan merevisinya jika perlu. Sedangkan menurut Saefudin (2008), pendekatan konstruktivisme adalah pendekatan pembelajaran yang mengajak siswa untuk berpikir dan mengkonstruksi dalam memecahkan suatu permasalahan secara bersama-sama sehingga didapatkan suatu penyelesaian yang akurat. Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah
yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran cooperative script. Dalam pembelajaran cooperative script mengandung arti sebagai suatu sikap membantu antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok yang terdiri dari dua orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar. 2.1.3.5 Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Script Seperti telah dijelaskan diatas, dalam pembelajaran cooperative script siswa yang berperan aktif dan terjadi interaksi dominan siswa dengan siswa dalam kegiatan pembelajaran ini guru berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran, mengontrol selama pembelajaran berlangsung dan mengarahkan siswa jika mengalami kesulitan. Menurut Danserau (Hadi, 2007) mengemukakan bahwa pembelajaran cooperative script merupakan salah satu bentuk atau model pembelajaran kooperatif, dalam perkembangannya telah melahirkan beberapa pengertian dan bentuk yang sedikit berbeda satu dengan yang lainnya. Beberapa pengertian pembelajaran cooperative script adalah skenario pembelajaran kooperatif. Menurut Schank dan Abelson (Hadi, 2007) pembelajaran cooperative script adalah pembelajaran yang mengatur interaksi siswa seperti ilustrasi kehidupan sosial siswa dengan lingkungannya sebagai individu, dalam keluarga, kelompok masyarakat, dan masyarakat yang lebih luas. Pembelajaran cooperative script adalah kontrak belajar yang eksplisit antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa mengenai cara berkolaborasi.
Pada pembelajaran cooperative script terjadi kesepakatan antara siswa tentang aturan-aturan dalam berkolaborasi. Masalah yang dipecahkan bersama akan disimpulkan bersama. Peran guru hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan belajar. Pada interaksi siswa terjadi kesepakatan, diskusi, menyampaikan pendapat dari ide-ide pokok materi, saling mengingatkan dari kesalahan konsep yang disimpulkan, membuat kesimpulan bersama. Interaksi belajar yang terjadi benar-benar interaksi dominan siswa dengan siswa. Dalam aktivitas siswa selama pembelajaran cooperative script benar-benar
memberdayakan
potensi
siswa
untuk
mengaktualisasikan
pengetahuan dan keterampilannya, jadi benar-benar sangat sesuai dengan pendekatan konstruktivis yang dikembangkan saat ini. Brousseau
(Hadi,
2007)
menyatakan
bahwa
model
pembelajaran
cooperative script adalah secara tidak langsung terdapat kontrak belajar antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa mengenai cara berkolaborasi. Berdasarkan pengertian-pengertian yang diungkapkan diatas, antara satu dengan yang lainnya memiliki maksud yang sama yaitu terjadi suatu kesepakatan antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa untuk berkolaborasi memecahkan suatu masalah dalam pembelajaran dengan cara-cara yang kolaboratif seperti halnya menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan sosial siswa. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran cooperative
script
adalah
model
pembelajaran
berpijak
pada
faham
konstruktivisme pada pembelajaran cooperative script terjadi kesepakatan antara siswa tentang aturan-aturan dalam berkolaborasi, masalah dipecahkan bersama untuk kemudian disimpulkan bersama. Sedangkan kesepakatan antara guru dan siswa yaitu peran guru sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan belajar. Dalam aktivitas siswa selama pembelajaran cooperative script benar-benar memberdayakan potensi siswa untuk mengaktualisasikan pengetahuan dan keterampilannya.
2.1.3.6 Manfaat Model Pembelajaran Cooperative Script Pembelajaran cooperative script memotivasi siswa memperoleh sesuatu yang lebih dari aktivitas kooperatif lain yang diberikan penjelasan secara rinci. Menurut Spurlin (Hadi, 2007) menyatakan bahwa, cooperative script dapat mendorong siswa untuk mendapatkan kesempatan mempelajari bagian lain dari materi yang tidak dipelajarinya. Berdasarkan manfaat model pembelajaran cooperative script yang diungkapkan para ahli tersebut, dapat dijelaskan hal-hal yang berkaitan dengan manfaat pembelajaran cooperative script, yaitu: 1. Dapat meningkatkan keefektifan pelaksanaan pembelajaran, dalam hal ini bahwa materi yang terlalu luas cakupannya dapat dibagikan kepada siswa untuk mempelajarinya melalui kegiatan diskusi, membuat rangkuman, menganalisis materi baik yang berupa konsep maupun aplikasinya 2. Dapat memperluas cakupan perolehan materi pelajaran, karena siswa akan mendapatkan transfer informasi pengetahuan dari pasangannya untuk materi yang tidak di pelajarinya di kelas 3. Dapat melatih keterampilan berfikir siswa, melalui kegiatan yang dirancang pada cooperative script siswa akan dituntut untuk dapat menyelesaikan semua kegiatan dengan upaya efektif agar dapat menyelesaikan semua kegiatan dengan waktu yang telah disediakan. 2.1.3.7 Langkah-langkah Pembelajaran Cooperative Script Abdul Rahman Saleh (2010) menjelaskan bahwa langkah-langkah dalam pembelajaran cooperative script sebagai berikut: 1. Guru membagi siswa untuk berpasangan 2. Guru membagikan wacana/materi kepada masing-masing siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan 3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar
4. Pembicara
membacakan
ringkasannya
selengkap
mungkin,
dengan
memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar: 1) Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap 2) Membuat mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau materi lainnya. 5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti diatas. 6. Guru bersama siswa membuat kesimpulan 7. Penutup (evaluasi dan refleksi): Pada tahap penutup, guru memberikan soal evaluasi secara individu dan melakukan refleksi terhadap pelajaran yang baru dipelajari. Pada tahap kegiatan refleksi ini dijadikan sebagai media untuk merefleksi pada kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Refleksi ini merupakan suatu cara untuk belajar, menghindari kesalahan diwaktu yang akan datang dan untuk meningkatkan prestasi belajar serta kinerja peneliti. Kelebihan model Cooperative Script: 1) Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan. 2) Setiap siswa mendapat peran dalam diskusi, setiap siswa mendapatkan kesempatan untuk mengungkapkan ide atau pendapatnya. 3) Melatih siswa mengevaluasi hasil diskusi untuk diselesaikan bersama. Kekurangan model cooperative script: 1) Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu 2) Membutuhkan waktu yang relatif lama. 2.1.3.8 Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Script Beberapa tahap dalam pelaksanaan pembelajaran PKn dengan menggunakan model pembelajaran cooperative script yaitu: 1) Tahap pendahuluan (kegiatan awal)
Pada tahap ini guru membangkitkan minat siswa, dengan mengajak siswa melakukan tanya jawab yang berkaitan dengan pengambilan keputusan yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, dan menjelaskan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan selama proses pembelajaran. 2) Tahap penyampaian (kegiatan inti) Pada tahap ini guru
membagikan siswa dalam kelompok berpasangan,
menjelaskan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam kerja berpasangan, kemudian membagikan materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan. Kemudian guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara
dan
siapa
yang
berperan
sebagai
pendengar.
Pembicara
membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan hal-hal pokok yang termuat dalam ringkasannya.
Sementara siswa yang sebagai
pendengar menyimak/mengoreksi/menunjukkan hal-hal pokok yang
kurang
lengkap kemudian membantu mengingat/menghafal hal-hal pokok yang kurang lengkap. Selanjutnya bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. melakukan seperti diatas. Kemudian siswa bersama-sama dengan guru menyimpulkan hasil pembelajaran yang telah dipelajari. 3) Tahap panampilan hasil, kesimpulan dan refleksi (kegiatan akhir) Pada tahap terakhir, siswa diberi kesempatan untuk bertanya mengenai materi yang belum jelas, membuat kesimpulan pembelajaran, guru memberikan soal latihan/evaluasi secara individu dan melakukan refleksi terhadap pelajaran yang baru dipelajari. Dalam kegiatan refleksi ini dijadikan media untuk merefleksi pada kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Refleksi ini merupakan suatu cara untuk belajar, menghindari kesalahan di waktu yang akan datang.
2.1.3.9 Pembelajaran Cooperative Script Dalam PKn SD Seperti telah dijelaskan diatas bahwa model pembelajaran cooerative script merupakan sebuah kelompok pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Dalam hal ini belajar bekerjasama dalam kelompok kecil sangatlah membantu dalam menyelesaikan permasalahan yang didapat selama proses pembelajaran, dalam belajar bersama siswa dapat bersosialisasi dengan tim kerjanya, saling mendorong dan saling memotivasi antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. 2.1.4 Metode Pembelajaran Tanya Jawab 2.1.4.1 Pengertian Metode Pembelajaran Tanya Jawab Metode pembelajaran tanya jawab adalah penyampaian pesan pengajaran dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan siswa memberikan jawaban atau sebaliknya siswa diberi kesempatan bertanya dan guru menjawab pertanyaanpertanyaan. Metode ini memungkinkan terjadinya komunukasi langsung antara guru dan siswa, bisa dalam bentuk guru bertanya dan siswa menjawab atau sebaliknya. Metode tanya jawab dapat juga diartikan sebagai format interaksi antara guru-siswa melalui kegiatan bertanya yang dilakukan oleh guru untuk mendapatkan respons lisan dari siswa, sehingga dapat menumbuhkan pengetahuan baru pada diri siswa. Beberapa alasan penggunaan metode tanya-jawab dalam proses belajarmengajar yaitu: 1. Membangkitkan/menimbulkan keingintahuan siswa terhadap isi permasalahan yang sedang dibicarakan, sehingga mendorong minat siswa yang berpartisipasi dalam proses belajar-mengajar 2. Membangkitkan, mendorong, menuntun, dan membimbing pemikiran yang sistematis, kreatif, dan kritis pada diri siswa
3. Meningkatkan keterlibatan mental siswa, dengan menjawab pertanyaan, dalam proses belajar-mengajar sehingga dapat terwujud cara belaajr siswa aktif 4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan diri, sehingga dapat memupuk dan mengembangkan kemampuan untuk menyatakan pendapat dengan tepat 5. Memberikan kesempatan kepada para siswa menggunakan pengetahuan sebelumnya untuk belajar sesuatu yang baru. 2.1.4.2 Tujuan Metode Tanya Jawab Pemakaian metode tanya jawab dalam suatu proses belajar mengajar bertujuan untuk: 1. Mengecek pemahaman para siswa sebagai dasar perbaikan proses belajar mengajar 2. Membimbing usaha para siswa untuk memperoleh suatu keterampilan kognitif maupun sosial 3. Memberikan rasa aman pada siswa, melalui pertanyaan kepada seseorang siswa yang dapat dipastikan bisa menjawab pertanyaan 4. Mendorong siswa untuk melakukan penemuan (inquiri) dalam rangka memperjelas suatu masalah 5. Membimbing dan mengarahkan jalannya diskusi kelas. 2.1.4.3 Keunggulan dan Kelemahan Metode Tanya Jawab Suatu metode pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam mengajar sudah barang tentu mempunyai kelebihan dan kelemahan, begitu pun dengan metode tanya jawab. Berikut keunggulan dan kelemahan metode tanya jawab: Keunggulan: 1. Kelas lebih aktif karena siswa tidak sekedar mendengarkan saja 2. Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya sehingga guru mengetahui hal-hal yang belum dimengerti oleh para siswa
3. Guru dapat mengetahui sampai di mana penangkapan siswa terhadap segala sesuatu yang diterangkan. Kelemahannya: 1. Dengan tanya jawab kadang-kadang pembicara menyimpang dari pokok persoalan bila dalam mengajukan pertanyaan, siswa menyinggung hal-hal lain walaupun masih ada hubungannya dengan pokok yang dibicarakan. Dalam hal ini sering tidak terkendalikan sehingga membuat persoalan baru 2. Mambutuhkan waktu lebih banyak.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Model Cooperative Script Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Ketuntasan Hasil Belajar Pada Siswa Kelas VIII-A SMP Negeri 21 Malang (Admin). Berdasarkan judul diatas dapat diketahui bahwa dalam peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis Siswa Kelas VIII-A SMP Negeri 21 Malang dapat meningkat dikarenakan dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran cooperative script. Penelitian tersebut dilakukan oleh Dia Nurdiansah, dengan subjek penelitian berjumlah 47 siswa, terdiri atas laki-laki berjumlah 23 siswa, sedangkan perempuan berjumlah 24 siswa. Pengumpulan data dengan menggunakan lembar observasi, catatan lapangan dan soal tes. Data dianalisis dengan melihat ketuntasan belajar siswa secara klasikal, dan Kemampuan berpikir kritis dianalisis untuk mengetahui sejauh mana kemampuan berpikir kritis siswa. Caranya dengan menganalisis jawaban dan penilaian dilakukan dengan rubrik dan non-rubrik. Penilaian rubrik mempunyai rentangan antara 0-4 sedangkan nonrubrik antara 0-10. Berdasarkan hasil penelitian diatas disimpulkan bahwa model pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran
mendeskripsikan macam-macam kelainan penyakit yang berhubungan dengan organ penyusun sistem ekskresi dan teknologi penanggulangannya pada sistem ekskresi manusia. Hal ini terbukti dari adanya peningkatan tes hasil belajar siswa rata-rata pada siklus 1 mencapai ketuntasan hasil belajar 51,11% dan hasil tes kemampuan berpikir rata-rata 3,96 sedangkan hasil tes siklus 2 mencapai 100% dan hasil tes kemampuan berpikir kritis 3,96. Ditinjau dari pencapaian ketuntasan belajar siswa pada siklus 1 diperoleh 85% dan siklus 2 diperoleh 100%. Dengan demikian, ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2 sebesar 15%. Maka dapat disimpulkan melalui pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan hasil belajar dan cara berpikir kritis siswa. Terbukti bahwa ada peningkatan hasil belajar dan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Cooverative Script Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Negeri Mangunsari 04 Salatiga Semester II Tahun 2010/2011 (Setyaningtyas). Berdasarkan judul diatas dapat diketahui bahwa hasil belajar pada siswa kelas IV SD Negeri Mangunsari 04 meningkat dikarenakan dalam pembelajaran menerapkan model pembelajaran cooperative script. Penelitian tersebut dilakukan oleh Setyaningsih dengan subjek penelitian berjumlah 38 siswa. Pengumpulan data dengan menggunakan soal tes untuk mengetahui kemampuan siswa dan lembar observasi digunakan untuk mengetahui tindakan guru dalam penerapan pembelajaran cooperative script. Berdasarkan hasil penelitian diatas disimpulkan bahwa model pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terbukti dari adanya peningkatan tes hasil belajar siswa, pada kelompok eksperimen berjumlah 19 siswa nilai rata-rata posttes yaitu 80,52 dan rata-rata nilai posttes untuk kelompok kontrol berjumlah 19 siswa yaitu 60,00. Dengan demikian, hasil belajar siswa SD Negeri Mangunsari 04 yang berjumlah 19 siswa dengan menerapkan model pembelajaran cooperative script lebih tinggi
dibanding dengan hasil belajar kelompok kontrol (19 siswa). Maka dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan model pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan hasil belajr siswa. 2.3 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagaimana masalah yang penting. Keberhasilan kegiatan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh keefektifan penggunaan model pembelajaran, penggunaan model pembelajaran yang baik yaitu kesesuaian model yang akan digunakan dengan karakteristik materi yang akan diajarkan dan karakteristik siswa. Tetapi pada kenyataannya proses pembelajaran masih banyak yang cenderung berpusat pada guru dan sering menjadikan siswa sebagai objek pasif yang dapat menyebabkan kurang efektifnya kegiatan pembelajaran. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dibutuhkan tindakan yang mampu mencari jalan keluarnya. Salah satu solusinya adalah penggunaan model pembelajaran yang tepat, yaitu model yang mampu membuat seluruh siswa terlibat dalam suasana pembelajaran, diantaranya menggunakan model cooperative script. Model pembelajaran cooperative script adalah model pembelajaran dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikstisarkan bagianbagian dari materi yang dipelajari. Masalah yang dipecahkan bersama akan disimpulkan bersama, peran guru hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan belajar. Dengan menggunakan model pembelajaran cooperative script diharapkan dalam proses pembelajaran lebih efektif. Dan model pembelajaran cooperative script disandingkan dengan metode tanya jawab, dalam metode tanya jawab ini siswa dirangsang untuk aktif melakukan tanya jawab dengan guru secara lisan mengenai materi yang dipelajari, dan dapat
menghidupkan suasana belajar. Adapun kerangka berpikirnya dapat digambarkan dalam skema berikut:
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir
Hasil Belajar (Pretest-postest)
Hasil belajar menggunakan
Pembelajaran Kelompok Eksperimen
model
dengan Pretest
menggunakan
Postest
cooperative
model
script lebih tinggi
cooperative script
dibandingkan hasil belajar menggunakan
Pembelajaran Kelompok Kontrol
metode tanya
dengan Pretest
menggunakan
Postest
jawab, sehingga
metode tanya
model
jawab
cooperative script efektif digunakan dalam pembelajaran
Hasil Belajar (Pretest-postest)
Dalam penelitian ini, peneliti akan membandingkan antara kelas eksperimen dengan menggunakan model cooperative script dan kelas kontrol menggunakan metode tanya jawab. Dalam alat ukur yang digunakan diantara dua kelompok tersebut adalah sama. Proses pembelajaran pertama dilakukan pada kelompok eksperimen kemudian pada kelompok kontrol. 2.4 Hipotesis Penelitian Dari kerangka berpikir diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian sebagai berikut: Model
pembelajaran
cooperative
script
efektif
digunakan
dalam
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan kelas V di SD Negeri Mangunsari 07 Salatiga.