BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Belajar dan Hasil Belajar. Nana Sudjana (1989:5) berpendapat: “Belajar adalah sustu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, sikap, dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar”. Slameto (2003:2) berpendapat: “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannnya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Siswa dalam proses pembelajaran diharapkan dapat memperoleh pengalaman belajar. Dari pengalaman belajar tersebut diharapkan siswa memperoleh hasil sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. Kompetensi tersebut antara lain; hasil belajar, keaktifan, motivasi, dan kreatifitas siswa. Hasil belajar dibagi menjadi tiga macam hasil belajar yaitu; (a) ketrampilan dan kebiasaan; (b) pengetahuan dan pengertian; (c) sikap dan cita-cita yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah (Sudjana, 2004:22) Hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa, dan harus lebih tinggi hasil belajar yang diperoleh oleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang diperoleh siswa (Sudjana, 1989 : 111) Menurut Bred dan Gredller dalam (Winataputra, 2008) Belajar adalah proses yang dilakukan manusia untuk mendapatkan aneka ragam Competencies, Skill and Attitudes. Kemampuan (Competencies), ketrampilan (Skill), dan Sikap (Attitude) tersebut diperoleh secara bertahap mulai dari bayi sampai masa tua sebagai rangkaian belajar sepanjang hayat. Rangkaian proses belajar itu dilakukan dalam bentuk keterlibatannya dalam pendidikan informal, formal dan nonformal. Kemampuan belajar inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Sedangkan hasil belajar adalah tingkat pemahaman atau ketrampilan siswa yang diperoleh dari hasil belajar. Tingkat pemahaman atau ketrampilan siswa dapat diukur dari hasil belajar siswa. Dengan demikian hasil belajar siswa adalah tingkat pemahaman siswa atau tingkat ketrampilan siswa yang diukur dengan pemberian skor atau nilai. 5
6
Menurut Sriyono (ippotes.wordpress.com) aktivitas belajar siswa adalah segala kegiatan yang dilaksanakan secara jasmani maupun rohani. Aktivitas siswa dalam pembelajaran merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar aktifitas siswa merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi selama proses belajar mengajar. Kegiatan-kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat, mengerjakan tugas-tugas, dapat menjawab pertanyaan guru dan bisa bekerjasama dengan siswa lain serta tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan. 2.1.2 Hasil Belajar Matematika Tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik jika hasil belajar sesuai standar yang diharapkan dalam proses pembelajaran tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar harus dirumuskan dengan baik untuk dapat dievaluasikan pada akhir pembelajaran.hasil belajar seseorang tidak langsung kelihatan tanpa orang itu melakukan sesuatu untuk memperlihatkan kemampuan yang diperolehnya melalui belajar.namun demikian,hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti program belajar mengajar seuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan yang meliputi aspek koqnitif, afektif, dam psikomotorik. Syah, Muhibbin (1997: 91-92) menyatakan bahwa hasil belajar juga dapat dilihat dari 3 aspek , yaitu secara kuantitatif, institusional, dan kualitatif. Aspek kuantitatif menekankan pada pengisian dan pengembangan kemampuan koqnitif dengan fakta-fakta yang berarti. Aspek institusional atau kelembagaan menekankan pada seberapa baik perolehan belajar siswa yang dinyatakan dalam angka-angka. Sedangkan aspek kualitatif menekankan pada seberapa baik pemahaman dan penafsiran siswa terhadap lingkungan di sekitarnya. Sehingga dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan definisi dan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang dapat diamati setelah melakukan program belajar mengajar dalam bentuk tingkat penguasaan siswa terhadap pengetahuan dan ketrampilan. Dengan demikian hasil belajar matematika harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan matematika yang telah tercantum dalam kurikulum dengan tidak melupakan hakekat matematika itu sendiri. Hasil belajar dikelompokkan berdasarkan hakekat matematika yang meliputi matematika sebagai produk, proses dan sikap ilmiah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika meliputi pencapaian, produk, proses, dan sikap ilmiah.
7
Dalam segi produk, siswa diharapkan dapat memahami konsep-konsep Matematika dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Dari segi proses, siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan, penerapan, dan menerapkan konsep yang diperolehnya untuk memecahkan masalah yang mereka dalam kehidupan seharihari. Dari segi ilmiah siswa diharapkan mempunyai minat untuk mempelajari benda-benda yang ada disekitarnya, bersikap ingin tahu, tekun, kritis mawas diri, bertanggungjawab dan dapat bekerja sama dan mandiri serta mengenal dan mengembangkan rasa cinta terhadap alam sekitar dan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian hasil belajar yang dikembangkan di SD adalah hasil belajar yang mencakup penguasaan produk, proses dan sikap ilmiah. 2.1.3
Mata Pelajaran Matematika Menurut Kolosterman dan Gie dalam (Muhsetyo, 2008) pengertian matematika adalah:
ilmu dalam menghitung, mengukur, yang diambil dalam arti yang seluas-luasnya dan dijalankan sampai akibat yang sejauh-jauhnya. Menurut Schaf (1966:28) matematika mempunyai ciri yaitu abstrak, general, dan tetap pada strukturnya. Bersifat abstrak karena semua objek matematika bersifat abstraksi. Dengan abstraksi orang berfikir tanpa terganggu hal-hal yang konkrit. Untuk
mampu
bertahan
serta
mampu
menghadapi
tantangan,
persaingan,
ketidakpastian, dan permasalahan pelik dan rumit. Generasi muda perlu memperoleh bekal pengalaman, pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan kemajuan. Dengan demikian kita memerlukan pendidikan yang bermutu tinggi untuk membawa generasi muda menjadi manusia yang cerdas, ahli, terampil, cinta tanah air, mempunyai dedikasi dan tanggungjawab yang lebih tinggi terhadap kemajuan bangsa dan negara. Untuk menjadi siswa yang berkompeten, setiap siswa mengikuti proses pendidikan berupa pembelajaran. Dalam proses pembelajaran terdapat kegiatan yang berkaitan dengan pengeetahuan, ketrampilan, dan sikap. Proses merupakan factor penting untuk memperoleh hasil yang baik dan memuaskan. Pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada para peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari (Gatot Muhsetyo, 2008) Terkait pembelajaran matematika, banyak kecenderungan baru yang tumbuh dan berkembang di banyak negara, sebagai inovasi dan reformasi model pembelajaran.
8
Sebagai upaya untuk mereformasi pembelajaran di Indonesia, guru banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran. Dalam hal ini dituntut kreatifitas guru untuk mencoba dan mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dan suasana pembelajaran. Penerapan pembelajaran yang sesuai diharapkan akan meningkatkan hasil belajar siswa. Tingkat pemahaman usia SD merupakan tahapan perkembangan intelektual atau berpikir anak SD (Karso, 2005: 1-10). Dalam hal ini anak masih mengalami kesulitan merumuskan definisi dengan kata-kata sendiri, gurulah bertugas untuk membimbingnya. Uraian di atas jelas bahwa anak itu bukanlah tiruan dari orang dewasa, anak bukan bentuk mikro dari orang dewasa. Intelektual anak berbeda dengan orang dewasa, dan cara berpikirnya pun berbeda. Bertolak dari teori Piaget tersebut kesiapan untuk belajar dan bagaimana berpikir mereka itu berubah sesuai dengan perkembangan usianya, hal ini diperlukan agar tingkat pemahaman anak terhadap pelajaran matematika lebih baik. Jika pemahaman pelajaran baik dan maka tingkat kemampuan siswa dapat ditingkatkan. Hal-hal yang dapat dinyatakan sebagai proses belajar menurut Bruner dalam Karso (2005: 1-12) di bagi dalam tiga tahapan yaitu: 1. Tahap Enaktif atau Tahap Kegiatan (Enactive) Pada tahun awal ini anak belajar konsep berhubungan dengan benda-benda real atau mengalami peristiwa di dunia sekitar. 2. Tahap Ikonik atau Tahap Gambar Bayangan (Iconic) Pada tahap ini anak tetap mengubah, menandai dan menyimpan peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan dalam kata lain anak dapat membayangkan kembali tentang benda/peristiwa yang dialami. 3. Tahap Simbolik (Symbolik) Pada tahap ini anak dapat mengutarakan bayangan mental tersebut dalam bentuk simbol dan bahasa. Dalam hal ini anak sudah mampu memahami simbol-simbol atau penjelasan. Dari apa yang dirancang oleh Bruner ini, hendaknya dapat dijadikan guru sebagai dasar untuk merancang model pembelajaran. Sehingga dapat mempermudah pemahaman dan keberhasilan anak dalam pembelajaran matematika.
9
2.1.4. Pengertian Metode Pembelajaran Think Pair and Share (TPS) Seperti namanya “thinking” pembelajaran diawali dengan guru memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi pembelajaran. Selanjutnya “pairing” pada tahap ini guru meminta peserta didik untuk berpasang-pasangan. Beri kesempatan dari masing-masing pasangan untu berdiskusi. Hasil diskusi dari masing-masing subjek tiap pasangan dibicarakan bersama satu kelas atau disebut “sharing”. Dalam hal ini diharapkan terjadi Tanya jawab yang mendorong pengontruksian pengetahuan secara integratif (Supriyono, 2008). Metode pembelajaran think pair and share termasuk model pembelajaran kooperatif dengan sintaks: guru menyampaikan materi secara klasikal, guru memberikan persoalan kepada siswa dan siswa bekerja secara berkelompok secara berpasangan sebangku-sebangku (think pairs), kemudian dilanjutkan dengan presentasi kelompok, berikan kuis secara individual, buat skor perkembangan setiap siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward. Metode think –pair share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagai adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Metode think pair share ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan Koleganya di universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends (1997), menyatakan bahwa think pair share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think pair share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya. Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah dijelaskan dan dialami .Guru memilih menggunakan think-pair-share untuk membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan. 2.1.4.1. Langkah-langkah pembelajaran think-pair-share Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam proses pembelajaran dengan metode pembelajaran Think Pair and Share adalah sebagai berikut: a) Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai. b) Peserta didik diminta untuk berfikir tentang materi atau permasalahan yang disampaikan oleh guru.
10
c) Peserta didik diminta untuk berpasang-pasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang ) dan mengemukakan hasil pemikiran masing-masing. d) Guru memimpin pleno kecil dan masing-masing kelompok mengemukakan hasil diskusinya. e) Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapakan oleh siswa. f) Guru memberikan kesimpulan. g) Penutup (Frank Lyman dalam Depdiknas, 2008). Pada penerapan metode pembelajaran ini guru membuat lembar observasi bagi guru dan siswa, adapun lembar observasinya dapat kita lihat dalam lampiran laporan penelitian ini. 2.1.4.2. Keunggulan penerapan metode Pembelajaran “think pair and share” Setiap model pembelajaran yang diterapkan pasti mempunyai keuntungan dan kerugian. Keuntungan yang diperoleh dari penerapan model pembelajaran “think pair and share” antara lain adalah sebagai berikut: a)
Siswa akan lebih bersemangat dalam belajar.
b)
Konsentrasi siswa akan terfokus pada diskusi.
c)
Siswa tidak punya waktu lagi untuk mengganggu temannya karena telah disibukkan dengan kegiatan berdiskusi dengan teman di pasangannya.
d)
Materi akan cepat tersampaikan, karena melalui diskusi anak yang sudah paham akan menularkan pada temannya.
e)
Proses pembelajaran akan lebih efektif.
2.1.4.3. Kerugian penerapan metode Pembelajaran “think pair and share” Selain mempunyai keuntungan penerapan model pembelajaran tersebut juga mempunyai kerugian. Kerugian penerapan model pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut: a)
Tergantung pemahaman konsep masing-masing pasangan.
b)
Guru harus tanggap dan segera meluruskan pemahaman konsep yang salah dari masingmasing pasangan siswa.
c)
Guru harus benar-benar tepat dalam mengatur waktu karena kalau waktu tidak diatur dengan baik pembelajaran tidak akan efektif.
d)
Pada akhir pemebelajaran dalam menyimpulkan guru harus meluruskan pemahaman konsep yang salah.
11
2.1.4.4. Solusi dari kekurangan penerapan metode Pembelajaran “think pair and share” Apabila kita menemui kendala dalam menerapkan model pembelajaran “think pair and share” maka solusinya adalah sebagai berikut: a)
Guru harus mematangkan pemahaman konsep dari sebagian siswa agar bisa menularkan kemampuannya dengan temannya.
b)
Dalam membagi kelompok harus cermat karena dalam satu pasangan harus ada salah satu yang menguasai materi.
c)
Guru harus membagi waktu dengan efektif dalam scenario pembelajaran agar pelaksanaan diskusi menjadi lancar.
2.1.5. Penerapan Metode Pembelajaran think pair and share pada Pembelajaran Matematika di SD. Dalam materi pembelajaran Matematika khususnya pada Kompetensi Dasar Menentukan kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dan faktor persekutuan terbesar (FPB) guru menerapkan langkah-langkah pembelajaran sesuai metode pembelajaran Think Pair and share seperti teori yang telah dipaparkan di atas. Setelah pendahuluan berupa apersepsi dan penyampaian tujuan pembelajaran guru membentuk kelompok berpasangan untuk mempersiapkan diskusi. Dengan adanya diskusi berpasangan tersebut diharapkan adanya transfer pengalaman dari siswa yang pandai kepada siswa yang kurang pandai. Pada saat berdiskusi siswa membahas lembar kerja yang telah disediakan oleh guru. Kemudian wakil dari kelompok siswa mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Pada akhir pertemuan pada setiap siklus siswa diberikan tes formatif yang hasilnya di rata-rata masing-masing pertemuan. Hasil dari rata-rata nilai tersebut merupakan pengukuran hasil belajar siswa.
2.2. Penelitian yang Relevan Metode yang sederhana, namun sangat bermanfaat ini dikembangkan pertama kali oleh frank Lyman dari University of Maryland. Pertama-tama siswa diminta untuk duduk berpasangan. Kemudian guru mengajukan pertanyaan kepada mereka. Setiap siswa diminta untuk berfikir sendiri-sendiri terlebih dahulu tentang pertanyaan itu, kemudian mendiskusikan dengan pasangan di sebelahnya. Diskusi ini untuk memperoleh consensus yang merupakan jawaban mereka. Setelah itu guru menyuruh pasangan untuk menshare, menjelaskan atau menjabarkan jawaban mereka. Jawaban yang telah disepakati bersama satu kelas itulah konsep yang digunakan bersama.
12
Ahmad Solikin, 2010 dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan pemahaman siswa tentang Konsep Pecahan di Kelas V SDN Klepu 01 Jepara” terjadi peningkatan pemahaman siswa pada pembelajaran sebelum siklus pemahaman siswa yang ditunjukkan dengan nilai firmatif siswa baru mencapai ketuntasan 35 %. Pada pembelajaran Siklus I meningkat menjadi 67 %. Sedangkan pada siklus II ketuntasan belajar siswa mencapai 85 %. Lilik Mardiyana, 2011 dalam penelitiannya yang berjudul “ Penggunaan Model Pembelajaran Think Pair and Share dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa tentang Perkalian sebagai Penjumlahan Berulang pada siswa Kelas II SDN Kajen Pati “. Setelah pembelajaran menggunakan Model Pembelajaran “Think Pair and Share” terjadi peningkatan hasil belajar siswa. peningkatan tersebut adalah: pada siklus I ketuntasan hasil belajar siswa mencapai 56 % sedangkan pada akhir siklus II ketuntasan belajar meningkat menjadi 86 %
2.3. Kerangka Berpikir Berdasarkan kajian teoritis di atas maka dirumuskan kerangka pemikiran. Penerapan model pembelajaran Think Pair and Share (TPS) siswa yang pandai akan mengajari temannya yang kurang pandai dalam memahami materi pelajaran. Dari proses pembelajaran tersebut diharapkan ada kerjasama antar siswa dalam diskusi kelompok. Dengan adanya kerjasama yang efektif diharapkan akan meningkatkan hasil belajar (tes) siswa terhadap materi FPB dan KPK. Dari kerjasama tersebut semua siswa akan terlibat aktif dalam proses pembelajaran sehingga peran siswa akan lebih optimal. Guru dalam hal ini hanya bertindak sebagai fasilitator dalam diskusi. Berdasarkan kajian teori, penelitian yang relevan, dan kerangka berfikir di atas maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan. 2.4. Hipotesis Tindakan Diduga metode pembelajaran Think Pair and Share (TPS) dapat meningkatkan hasil belajar Matematika materi FPB dan KPK bagi siswa kelas IV SDN Rejoagung 01 kecamatan Trangkil Kabupaten Pati semester I tahun pelajaran 2012/2013.