BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teoritis 2.1.1
Makanan
Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Menurut Notoatmodjo (2003) ada empat fungsi pokok makanan bagi kehidupan manusia, yakni : 1. Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan/perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak 2. Memperoleh energi guna melakukan aktivitas sehari-hari 3. Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral dan cairan tubuh yang lain. 4. Berperan di dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit Agar makanan dapat berfungsi sebagaimana mestinya, kualitas makanan harus diperhatikan. Kualitas tersebut mencakup ketersediaan zat-zat (gizi) yang dibutuhkan dalam makanan dan pencegahan terjadinya kontaminasi makanan dengan zat-zat dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan diperlukan penerapan sanitasi makanan. Sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan makanan agar tetap bersih, sehat dan aman.
8
9
Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan 3 faktor yakni faktor fisik, faktor kimia dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung pengamanan makanan, faktor kimia karena adanya zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan dan juga cemaran logam berat, faktor mikrobiologis karena adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit (Mulia, 2005 : 103). 2.1.2
Makanan Jajanan
2.1.2.1 Pengertian Makanan Jajanan Makanan jajanan, dikenal juga sebagai street food adalah jenis makanan yang dijual di kaki lima, pinggiran jalan, di stasiun, di pasar, tempat pemukiman serta lokasi yang sejenis. Makanan jajanan banyak sekali jenis dan sangat bervariasi dalam bentuk, keperluan dan harga. Oleh region workshop on street foods di Yogyakarta 1986, makanan jajanan adalah jenis makanan yang siap dimakan termasuk minuman yang dipersiapkan atau dijual oleh penjual kaki lima di pinggir jalan atau di tempat-tempat umum lain yang mirip dengan itu (Winarno, 1997). Menurut Widjanti (1998), makanan jajanan yang sehat, aman, dan bergizi adalah makanan yang halal, mengandung zat gizi yang diperlukan tubuh, disajikan dalam wadah atau kemasan tertutup, tidak mengandung bahan tambahan makanan yang berbahaya dan atau dalam jumlah yang berlebihan serta tidak basi atau rusak secara fisik. Menurut Hubeis (1994) dalam Rosyidi (2006), makanan jajanan (Streetfood) adalah makanan siap makan atau diolah dilokasi jualan. Pedagang makanan
10
jajanan dikategorikan sebagai pedagang berpangkal di area permukiman dan di lokasi strategis (pertokoan, terminal, jalan, pasar) dan berkeliling. Makanan jajanan menurut FAO didefisinikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempattempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (Judarwanto, 2008). Menurut Keputusan Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
942/MENKES/SK/VII/2003,
makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan atau restoran, dan hotel. Makanan kecil atau jajan adalah makanan yang biasanya menemani minum teh, kopi, atau minuman dingin. Dapat dihidangkan pagi sekitar jam 10.00 atau sore hari pukul 16.00 – 17.00, kadang-kadang dapat dihidangkan pada malam hari sebelum tidur. Kira-kira satu kali makan jajan, seseorang cukup 1-2 potong yang mengandung 150-200 kalori (Tarwotjo, 1998). Pangan jajanan termasuk dalam kategori pangan siap saji yaitu makanan dan minuman yang dijual untuk langsung dikonsumsi tanpa proses pengolahan lebih lanjut. Ragam pangan jajanan antara lain: bakso, mie goreng, nasi goreng, ayam goreng, burger, cakue, cireng, cilok, cimol, tahu, gulali, es jepit, es lilin dan ragam pangan jajanan lainnya (Direktorat Perlindungan Konsumen, 2006).
11
2.1.2.2 Jenis-Jenis Makanan Jajanan Jenis makanan jajanan menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi dalam Mariana (2006) dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu: 1. Makanan jajanan yang berbentuk panganan, seperti kue kecil-kecil, pisang goreng dan sebagainya. 2. Makanan jajanan yang diporsikan (menu utama), seperti pecal, mie bakso, nasi goreng dan sebagainya. 3. Makanan jajanan yang berbentuk minuman, seperti es krim, es campur, jus buah dan sebagainya. Ada 2 (dua) jenis makanan kecil (jajanan), yaitu: 1. Makanan jajanan dengan rasa manis Bila dilihat dari cara memasaknya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu jenis makanan jajanan basah dan kering : a. Kue basah manis, antara lain sebagai berikut: 1) Aneka bubur, seperti: bubur sumsum, bubur candil, dan bubur sagu 2) Aneka kolak, seperti: kolak pisang, kolak ubi, dan kolang-kaling 3) Aneka jajan yang dikukus, seperti: nagasari, putu mayang, dan kue lapis 4) Jajan yang direbus, seperti: kelepon, ongol-ongol, dan agar-agar b. Kue kering manis, antara lain sebagai berikut: 1) Aneka goreng-gorengan, seperti: pisang goreng dan ubi kuning goreng.
12
2) Aneka kue yang dipanggang, seperti: cake, bolu, kue kering dan yang dipanggang dengan cetakan, misalnya kue lumpur dan carabikang. 2. Jajanan dengan rasa asin Makanan jajanan dengan rasa asin, seperti arem-arem, lumpia dan risol.
Pisang Goreng
Bakwan
Tempe Goreng
Ketela Goreng
Popolulu
Tahu Isi Goreng
Gambar 2.1 Contoh Makanan Jajanan (dokumentasi pribadi)
13
2.1.2.3 Peran Makanan Jajanan Menurut Khomsan (2003) peranan makanan jajanan antara lain: 1. Merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan energi. 2. Pengenalan berbagai jenis makanan jajanan akan menumbuhkan penganekaragaman pangan. Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam Marlina (2003) menyebutkan beberapa aspek positif makanan jajanan yaitu: 1. Lebih murah daripada masak sendiri Diperkirakan setiap keluarga di daerah perkotaan membelanjakan uangnya untuk makanan jajanan bervariasi dari 15% sampai 20% dari seluruh anggaran rumah tangga yang disisihkan untuk makanan. Makanan jajanan ini dapat dijual dengan relatif murah dibandingkan dengan masak sendiri karena bahan-bahan dan bumbu dibeli dengan harga murah di pasar dan dalam jumlah yang banyak. Kadang-kadang untuk mempertahankan harga yang murah para pedagang makanan terpaksa harus membeli bahan makanan yang rendah mutunya. 2. Manfaat makanan jajanan bagi anak sekolah dan pekerja Makanan yang dikonsumsi di pagi hari akan mengganti zat tenaga dan zat-zat lainnya yang telah digunakan semalaman oleh tubuh. Disamping sebagai cadangan makanan yang disimpan dalam tubuh selama jam sekolah kandungan zat gizi yang diperoleh dari makanan pagi tersebut akan menurun. Untuk mengatasi hal tersebut dapat diperoleh dengan
14
mengkonsumsi makanan jajanan. Bagi kedua kelompok ini makanan memegang peranan penting dalam memenuhi kecukupan gizi, terutama energi. 3. Peranan makanan jajanan dalam pemenuhan kecukupan gizi Hasil penelitian Sujana terhadap 52 macam jajanan yang sering dikonsumsi oleh orang dewasa maupun anak sekolah yang harganya relatif murah, kandungan zat gizi dari makanan jajanan sumber energi menempati urutan pertama, kemudian diikuti campuran sumber energi dan protein seperti mie bakso. 2.1.2.4 Makanan Jajanan yang Aman Menurut Srikandi dalam Marlina (2003), masalah makanan jajanan di Indonesia umumnya terjadi karena pengolahan dan penyajiannya yang tidak higienis. Biasanya diproduksi dan dijual dalam kondisi yang kurang baik sehingga sering terkontaminasi oleh mikroorganisme dan hal ini dapat menimbulkan berbagai penyakit. Makanan sehat selain mengandung zat gizi yang cukup dan seimbang juga harus aman, yaitu bebas dari bakteri, virus, parasit, serta bebas dari pencemaran zat kimia. Makanan dikatakan aman apabila kecil kemungkinan atau sama sekali tidak mungkin menjadi sumber penyakit atau yang dikenal sebagai penyakit yang bersumber dari makanan (foodborne disease). Oleh sebab itu, makanan harus dipersiapkan, diolah, disimpan, diangkut dan disajikan dengan serba bersih dan telah dimasak dengan benar (Soekirman, 2000).
15
Menurut Direktorat Perlindungan Konsumen (2006), pangan jajanan yang sehat dan aman adalah pangan jajanan yang bebas dari bahaya fisik, cemaran bahan kimia dan bahaya biologis. 1. Bahaya fisik dapat berupa benda asing yang masuk kedalam pangan, seperti isi stapler, batu/kerikil, rambut, kaca 2. Bahaya kimia dapat berupa cemaran bahan kimia yang masuk ke dalam pangan atau karena racun yang sudah terkandung di dalam bahan pangan, seperti: cairan pembersih, pestisida, cat, jamur beracun, jengkol 3. Bahaya biologis dapat disebabkan oleh mikroba patogen penyebab keracunan pangan, seperti: virus, parasit, kapang, dan bakteri. Adapun kiat memilih pangan jajanan yang sehat dan aman yaitu : 1. Hindari pangan yang dijual di tempat terbuka, kotor dan tercemar, tanpa penutup dan tanpa kemasan 2. Beli pangan yang dijual ditempat bersih dan terlindung dari matahari, debu, hujan, angin dan asap kendaraan bermotor. Pilih tempat yang bebas dari serangga dan sampah 3. Hindari pangan yang dibungkus dengan kertas bekas atau koran. Belilah pangan yang dikemas dengan kertas, plastik atau kemasan lain yang bersih dan aman 4. Hindari pangan yang mengandung bahan pangan sintetis berlebihan atau bahan tambahan pangan terlarang dan berbahaya. Biasanya pangan seperti itu dijual dengan harga yang sangat murah
16
5. Warna makanan atau minuman
yang terlalu menyolok, besar
kemungkinan mengandung pewarna sintetis, jadi sebaiknya jangan dibeli 6. Untuk rasa, jika terdapat rasa yang menyimpang, ada kemungkinan pangan mengandung bahan berbahaya atau bahan tambahan pangan yang berlebihan 2.1.2.5 Dampak Negatif Makanan Jajanan Jajan yang terlalu sering dan menjadi kebiasaan akan berakibat negatif, antara lain : (Irianto, 2007) 1. Nafsu makan menurun 2. Makanan yang tidak higienis akan menimbulkan berbagai penyakit 3. Salah satu penyebab terjadinya obesitas pada anak 4. Kurang gizi sebab kandungan gizi pada jajanan belum tentu terjamin 5. Pemborosan 2.1.3
Timbal
2.1.3.1 Definisi Timbal Palar (2008 : 74) mengemukakan bahwa timbal atau dalam keseharian dikenal dengan nama timah hitam, dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum, dan logam ini disimbolkan dengan Pb. Logam ini termasuk ke dalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada Tabel Periodik unsur kimia. Mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2. Timbal atau dikenal sebagai logam Pb dalam susunan unsur merupakan logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil melalui proses alami. Apabila timbal terhirup atau tertelan
17
oleh manusia dan di dalam tubuh, ia akan beredar mengikuti aliran darah, diserap kembali di dalam ginjal dan otak, dan disimpan di dalam tulang dan gigi (Winarno, 2008). Palar (2008 : 75) mengemukakan bahwa logam timbal atau Pb mempunyai sifat-sifat yang khusus seperti berikut : 1. Merupakan logam yang lunak, sehingga dapat dipotong dengan menggunakan pisau atau dengan tangan dan dapat dibentuk dengan mudah. 2. Merupakan logam yang tahan terhadap peristiwa korosi atau karat, sehingga logam timbal sering digunakan sebagai bahan coating. 3. Mempunyai titik lebur rendah, hanya 327,5 0C. 4. Mempunyai kerapatn yang lebih besar dibandingkan dengan logamlogam biasa, kecuali emas dan merkuri. 5. Merupakan penghantar listrik yang tidak baik. Menurut Rahde dalam Palar (2008 : 110) bahwa timbal adalah logam yang mendapat perhatian karena bersifat toksik melalui konsumsi makanan, minuman, udara, air, serta debu yang tercemar Pb. Intoksikasi Pb bisa terjadi melalui jalur oral, lewat makanan, minuman, pernapasan, kontak lewat kulit, kontak lewat mata, serta lewat parenteral. Menurut Winarno dalam Hasibuan, Hasan dan Naria (2012), timbal di udara terutama berasal dari penggunaan bahan bakar bertimbal yang dalam pembakarannya melepaskan timbal oksida berbentuk debu/partikulat yang dapat terhirup oleh manusia. Mobil berbahan bakar yang mengandung timbal
18
melepaskan 95 persen timbal yang mencemari udara di negara berkembang. Sedangkan dalam air minum, timbal dapat berasal dari kontaminasi pipa, solder dan kran air. 2.1.3.2 Tingkat Pencemaran Jumlah Pb di udara mengalami peningkatan yang sangat drastis sejak dimulainya revolusi industri di benua Eropa. Asap yang berasal dari cerobong pabrik sampai pada knalpot kenderaan telah melepaskan Pb ke udara. Hal ini berlangsung terus-menerus sepanjang hari, sehingga kandungan Pb di udara naik secara sangat mencolok sekali. Keadaan ini secara dramatis dibuktikan dengan suatu hasil penelitian terhadap kandungan Pb yang terdapat pada lapisan es di Greenland pada tahun 1969. Arus angin ternyata telah menerbangkan debu-debu dan partikulat-partikulat yang mengandung logam Pb ke daerah kutub. Debu dan partikulat tersebut menumpuk pada lapisan atmosfer di kutub, dan kemudian dibawa turun oleh salju untuk selanjutnya membentuk lapisan es. Sampel-sampel yang diambil pada kedalaman tertentu pada lapisan es di Greenland, dimana setiap lapisan mewakili umur sampel yang juga berarti merupakan umur dari endapan logam Pb pada daerah tersebut. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa kandungan Pb mulai mengalami peningkatan setelah revolusi Industri (Palar, 2008 : 78). Emisi Pb dari lapisan atmosfer bumi berbentuk gas atau partikel. Emisi Pb bentuk gas, terutama berasal dari buangan gas kenderaan bermotor, merupakan hasil sampingan dari pembakaran mesin-mesin kenderaan dari senyawa tetrametilPb dantetra-etil-Pb dalam bahan bakar kenderaan bermotor. Emisi Pb dari
19
pembakaran mesin menyebabkan jumlah Pb udara dari asap buangan kenderaan meningkat sesuai meningkatnya jumlah kenderaan. Percepatan pertumbuhan sektor transportasi, kepadatan arus lalu lintas, serta tingginya volume kenderaan bisa menyebabkan kemacetan arus lalu lintas. Dampak negatif kemacetan lalu lintas bisa menyebabkan tingginya tingkat polusi udara di lingkungan kota. Hasil emisi gas pembuangan kenderaan bermotor akan meningkatkan pula kadar Pb di udara. Asap kenderaan bermotor bisa mengeluarkan partikel Pb yang kemudian bisa mencemari udara, tanaman di sekitar pinggir jalan. Asap bisa juga terserap oleh manusia secara langsung melalui pernapasan atau kulit. Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya kontaminasi Pb dalam lingkungan adalah pemakaian bensin bertimbal yang masih tinggi di Indonesia (Widowati, Sastiono dan Jusuf, 2008 : 111). Sumber utama pencemaran Pb berasal dari emisi gas buang kenderaan bermotor yang menempati 90 % dari total emisi Pb di atmosfer. Sekitar 10 % Pb mengendap langsung di tanah dalam jarak 100 meter dari jalan, 45 % mengendap dalam jarak 20 km, 10 % mengendap dalam jarak 20 – 200 km, dan 35 % terbawa ke atmosfer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan Pb di udara di daerah lingkungan perkotaan yang padat lalu lintas adalah sebesar 0,1 – 0,2 ppm dan kandungan Pb dalam darah penduduk sekitar lokasi adalah > 0,3 ppm (Widowati, Sastiono dan Jusuf, 2008 : 114). Selain sebagai bahan aditif pada benin, timbal juga banyak digunakan dalam beberapa produk peralatan masak sebagai pelapis anti karat. Salah satu produk peralatan masak yang menggunakan pelapis timbal adalah panci teflon, yaitu
20
dalam bentuk Timbal oksida (PbO). Lapisan PbO ini terdapat pada bagian dalam panci yang kontak dengan makanan waktu untuk memasak. Jika lapisan anti karat tersebut rusak (tergores) maka akan berpengaruh terhadap makanan yang dimasak karena timbal akan tercampur ke dalam makanan tersebut. Penggunaan timbal dalam roduk tahan karat adalah dalam bentuk alloy (campuran) dengan logam lain. Selain itu logam berat ini juga terdapat pada pewarna, keramik, pipa, pelapis kaleng tempat makanan, dan kosmetik (Widaningrum, Miskiyah, Muskiono : 2007). 2.1.3.3 Efek Toksik Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam Pb dapat terjadi karena masuknya persenyawan logam tersebut ke dalam tubuh (Palar, 2008 : 82). Timbal (Pb) adalah logam yang bersifat toksik terhadap manusia, yang bisa berasal dari tindakan mengonsumsi makanan, minuman, atau melalui inhalasi dari udara, debu yang tercemar Pb, kontak lewat kulit, kontak lewat mata, dan lewat parental. Logam Pb tidak dibutuhkan oleh tubuh manusia sehingga bila makanan dan minuman tercemar Pb dikonsumsi, maka tubuh akan mengeluarkannya. Orang dewasa mengarbsorbsi Pb sebesar 5 – 15 % dari keseluruhan Pb yang dicerna, sedangkan anak-anak mengabsorbsi Pb lebih besar, yaitu 41,5 % (Widowati, Sastiono dan Jusuf, 2008 : 119).
21
Timbal dari Emisi Kenderaan Bermotor
Timbal dari Alam
Tanah
Air
Hewan Ternak Air Minum
Timbal dari Renovasi/ Pengikisan Cat
Timbal Dari Emisi Industri
Udara
Tumbuhan Udara Pernapasan
Tangan ke mulut
Makanan
Manusia Gambar 2.2 Kinetika perjalanan timbal (Pb) hingga masuk ke dalam tubuh manusia Di dalam tubuh manusia, Pb bisa menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb) dan sebagian kecil Pb diekskresikan lewat urin atau feses, karena sebagian terikat oleh protein, sedangkan sebagian lagi terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut. Waktu paruh timbal (Pb) dalam eritrosit adalah selama 35 hari, dalam jaringan ginjal dan hati selama 40 hari, sedangkan waktu paruh dalam tulang adalah selama 30 hari. Tingkat ekskresi Pb melalui sistem urinaria adalah sebesar 8 %.
22
SSP/otak/ Jaringan lunak
Tulang 90 % Kulit
Keringat Rambut Kuku
Mulut Faring
Saluran Cerna
Darah 95 %
Ginjal 60-75 %
Urin
Ingesti
Usus Besar Gambar 2.3 Metabolisme Timbal (Pb) dalam Tubuh Manusia
Tinja
Timbal yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan, minuman, tanah, debu dan cat yang mengandung timbal masuk ke dalam lambung, sedangkan timbal yang berada di udara masuk melalui paru-paru dan saluran pencernaan, kemudian masuk ke dalam aliran darah dan organ-organ, lalu dikeluarkan melalui kulit, feses dan urine. Timbal bersifat kumulatif yang mempengaruhi jaringan pembentuk darah dan saraf serta sistem ginjal. Anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan. Mekanisme toksisitas Pb berdasarkan organ yang dipengaruhinya adalah : 1. Sistem haemopoietik, dimana Pb menghambat sistem pembentukan hemoglobin (Hb) sehingga menyebabkan anemia. 2. Sistem saraf, dimana Pb bisa menimbulkan kerusakan otak dengan gejala epilepsi, halusinasi, kerusakan otak besar, dan delirium.
23
3. Sestem urinaria, dimana Pb bisa menyebabkan lesi tubulus proksimalis, loop of Henle, serta menyebabkan aminosiduria. 4. Sistem gastro-intestinal ; dimana Pb menyebabkan kolik dan konstipasi. 5. Sistem kardiovaskuler; dimana Pb bisa menyebabkan peningkatan permiabilitas pembuluh darah. 6. Sistem reproduksi berpengaruh terutama terhadap gametotoksisitas atau janin belum lahir menjadi peka terhadap Pb. Ibu hamil yang terkontaminasi Pb bisa mengalami keguguran, tidak berkembangnya sel otak embrio, kematian janin waktu lahir, serta hipospermia dan teratospermia pada pria. 7. Sistem endokrin; dimana Pb mengakibatkan gangguan fungsi tiroid dan fungsi adrenal . 8. Bersifat karsinogenik dalam dosis tinggi. Toksisitas Pb bersifat kronis dan akut. Toksisitas kronis sering dijumpai pada pekerja tambang dan pabrik pemurnian logam, pabrik mobil (proses pengecetan), pembuatan baterai, percetakan, pelapisan logam, dan pengecetan. Paparan Pb secara kronis bisa mengakibatkan kelelahan, kelesuan, gangguan iritabilitas, gangguan gastrointertinal, kehilangan libido, infertilitas pada laki-laki, gangguan menstruasi serta aborsi spontan pada wanita, depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, daya ingat terganggu, dan sulit tidur. Timbal (Pb) adalah racun sistemik yang menimbulkan rasa logam di mulut, garis hitam pada gusi, gangguan pencernaan, mual, muntah-muntah, kolik
24
abdomen, encephalitis, wrist drop, irritable, perubahan kepribadian, kelumpuhan dan kebutaan. Toksisitas akut bisa terjadi jika Pb masuk ke dalam tubuh seseorang melalui makanan atau menghirup gas Pb dalam waktu yang relatif pendek dengan dosis atau kadar yang relatif tinggi. Gejala dan tanda-tanda klinis akibat paparan Pb secara akut bisa menimbulkan beberapa gejala, antara lain : 1. Gangguan gastrointestinal, seperti kram perut, kolik, dan biasanya diawali dengan sembelit, mual, muntah-muntah, dan sakit perut yang hebat. 2. Gangguan neurologi berupa ensefalopati seperti sakit kepala, bingung atau pikiran kacau, sering pingsan dan koma. 3.
Gangguan fungsi ginjal, oliguria, dan gagal ginjal yang akut bisa berkembang dengan cepat.
2.1.3.4 Timbal (Pb) Dalam Makanan Palar (2004) mengatakan bahwa memang sudah ada beberapa studi yang menyebutkan adanya kontaminasi timbal (Pb) pada makanan olahan dan makanan kaleng serta makanan yang telah diasamkan dapat melarutkan timbal (Pb) dari wadah atau alat-alat pengolahannya. Beberapa studi terbatas juga telah menemukan timbal (Pb) pada daun tumbuhan. Pengemasan makanan menggunakan kertas koran bekas memungkinkan terjadinya migrasi logam berat (terutama Pb) dari tinta koran menuju makanan serta penggunaan alat-alat yang mengandung logam timbal. Berdasarkan hasil penelitian, makanan minuman yang dikemas dalam kaleng diketahui memiliki
25
kadar Pb sebesar 637,64 ± 94,25 ppm. Kadar Pb yang bermigrasi ke makanan/minuman sebesar 0,171 ± 0,02 ppm. Bahan pangan yang mengandung kontaminasi Pb cukup tinggi adalah sayuran yang ditanam di tepi jalan raya dengan rata-rata sebesar 28,78 ppm. Kandungan Pb yang tinggi ditemukan dalam sayuran, terutama dalam sayuran hijau. Beberapa bahan pangan dilaporkan mengandung Pb, diantaranya susu sapi, buah, dan sayuran, makanan kaleng, jeroan terutama hati dan ginjal ternak, serta ikan (Widowati, Sastino dan Jusuf, 2008 : 116). Makanan di pinggir jalan beresiko cukup tinggi untuk menyebabkan penyakit. Banyak wabah penyakit di Indonesia yang tersebar karena kebiasaan masyarakat untuk makan jajanan sembarangan yang berbahaya di pinggir jalan. Di antaranya adalah penyakit typhus, hepatitis dan keracunan bahan kimia. Meski demikian, terkadang kita kesulitan mencari makan saat di perjalanan atau jika sedang kemalaman. Pilihan yang paling mudah adalah membeli makan di pinggir jalan (Dewi, 2012). Menurut Fathurrahman (2011) dalam Hasibuan, Hasan dan Naria, Beberapa kalangan, khususnya kalangan yang sangat memperhatikan gizi dari setiap makanan yang dikonsumsi, melihat bahwa gorengan sebenarnya adalah makanan sangat berbahaya bagi kesehatan. Salah satu alasannya adalah faktor kondisi sekitar pedagang gorengan yang menjadi penyebab gorengan menjadi tidak sehat untuk dikonsumsi. Apabila membeli gorengan dari pedagang gorengan yang berjualan tepat di pinggir jalan yang banyak dilalui kendaraan kita tidak tahu
26
sudah berapa banyak kandungan asap kendaraan bermotor yang menempel pada gorengan tersebut. Cemaran logam timbal (Pb) ini diduga berasal dari sisa pembakaran atau asap kendaraan bermotor. Jadi, yang jadi permasalahan sebenarnya bukan jenis makanannya yang berbahaya, melainkan tercemarnya makanan tersebut oleh timbal (Pb) dari asap kendaraan bermotor (Yuliarti, 2007). 2.2 Kerangka Berpikir 2.2.1
Kerangka Teori Jajanan
Organisme Patogen
Bahan Kimia
Bahan tambahan lain
Bahan fisik
Cemaran Logam Berat
Timbal (Pb)
Asap Buangan Industri
Asap Kenderaan Bermotor
batas maksimum cemaran timbal (Pb) dalam makanan oleh Dirjen POM dalam keputusan Nomor HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 Gambar 2.4 Kerangka Teoritis
27
2.2.2
Kerangka Konsep Memenuhi syarat ≤ 0,25 ppm
Jajanan Pinggir
Kandungan Timbal
Jalan
(Pb)
Tidak memenuhi syarat ≥ 0,25 ppm
batas maksimum cemaran timbal (Pb) dalam makanan oleh Dirjen POM dalam keputusan Dirjen POM Nomor HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 yaitu 0,25 ppm atau mg/kg Gambar 2.5 Kerangka Konsep Jajanan pinggir jalan dilihat apakah mengandung timbal (Pb) didalamnya, kemudian di bandingkan dengan batas cemaran timbal (Pb) dalam makanan oleh Dirjen POM dalam keputusan Dirjen POM Nomor HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 dimana apabila memenuhi syarat kandungan timbalnya sebesar ≤ 0,25 ppm sedangkan yang tidak memenuhi syarat kandungan timbalnya sebesar ≥ 0,25 ppm.