BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Jasa Menurut Kotler dan Keller dalam Setiawan (2013), jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Sedangkan menurut Zeithaml dan Bitner dalam Setiawan (2013) mengatakan bahwa: Jasa pada dasarnya adalah seluruh aktivitas ekonomi dengan output selain produk dalam pengertian fisik, dikonsumsi dan diproduksi pada saat bersamaan, memberikan nilai tambah dan secara prinsip tidak berwujud (intangible) bagi pembeli pertamanya. 2.1.2 Karakteristik Jasa Jasa memiliki empat karakteristik yaitu (Wijaya, 2011): 1. Intangibility (tidak berwujud) Jasa berarti tidak berwujud sehingga tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium, atau didengar sebelum dibeli dan dikonsumsi. 2. Inseparability (tidak terpisahkan) Jasa berarti tidak dapat dipisahkan, artinya bahwa jasa biasanya dijual terlebih dahulu setelah itu diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. 3. Variability (bervariasi) Jasa bersifat bervariasi karena tergantung pada siapa yang menyediakan jasa serta kapan dan dimana jasa itu dilakukan. 4. Perishability (mudah lenyap) Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan, hal ini tidak menjadi masalah jika permintaannya tetap karena mudah untuk menyiapkan pelayanan tersebut tetapi apabila permintaan berfluktuasi akan muncul berbagai masalah.
7 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.1.3 Konsep dan Definisi Pariwisata Dalam kepariwisataan, menurut Leiper dalam Ismayanti (2011), terdapat tiga elemen utama yang menjadikan kegiatan tersebut biasa terjadi. Kegiatan wisata terdiri atas beberapa komponen utama: 1.
Wisatawan Adalah aktor atau pelaku dalam kegiatan wisata. Berwisata menjadi sebuah pengalaman manusia untuk menikmati, mengantisipasi dan mengingatkan masa-masa di dalam kehidupan.
2.
Elemen Geografi Pergerakan wisatawan berlangsung pada tiga area geografi, seperti berikut ini: a. Daerah Asal Wisatawan (DAW) Daerah tempat asal wisatawan berada, tempat ketika ia melakukan aktivitas keseharian, seperti bekerja, belajar, tidur dan kebutuhan dasar lain. Rutinitas itu sebagai pendorong untuk memotivasi seseorang berwisata. Dari DAW, seseorang dapat mencari informasi tentang obyek dan daya tarik wisata yang diminati, membuat pemesanan dan berangkat menuju daerah tujuan. b. Daerah Transit (DT) Tidak seluruh wisatawan harus berhenti di daerah itu. Namun, seluruh wisatawan pasti akan melalui daerah tersebut sehingga peranan DT pun penting. Seringkali terjadi, perjalanan wisata berakhir di daerah transit, bukan di daerah tujuan. Hal inilah yang membuat negara-negara seperti Singapura dan Hongkong berupaya menjadikan daerahnya multifungsi, yakni sebagai Daerah Transit dan Daerah Tujuan Wisata. c. Daerah Tujuan Wisata (DTW) Daerah ini sering dikatakan sebagai sharp end (ujung tombak) pariwisata. Di DTW ini dampak pariwisata sangat dirasakan sehingga dibutuhkan perencanaan dan strategi manajemen yang tepat. Untuk menarik wisatawan, DTW merupakan pemacu keseluruhan sistem pariwisata dan menciptakan permintaan untuk perjalanan dari DAW. Dan DTW juga
8 http://digilib.mercubuana.ac.id/
merupakan raison d’etre atau alasan utama perkembangan pariwisata yang menawarkan hal-hal yang berbeda dengan rutinitas wisatawan. 3.
Industri pariwisata Elemen ketiga dalam sistem pariwisata adalah industri pariwisata. Industri yang menyediakan jasa, daya tarik, dan sarana wisata.Industri yang merupakan unit-unit usaha atau bisnis di dalam kepariwisataan dan tersebar di ketiga area geografi. Sebagai contoh, biro perjalanan wisata bisa ditemukan di daerah asal wisatawan, maskapai penerbangan bisa ditemukan baik di daerah asal wisatawan maupun di daerah transit, dan akomodasi bisa ditemukan di daerah tujuan wisata.
Pariwisata merupakan kegiatan yang dapat dipahami dari banyak pendekatan. Dalam Undang-undang RI nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan dijelaskan bahwa: 1.
Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi, dalam jangka waktu sementara.
2.
Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.
3.
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, dan pemerintah.
4.
Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan Negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah dan pengusaha.
5.
Usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.
6.
Pengusaha pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata.
9 http://digilib.mercubuana.ac.id/
7.
Industri pariwisata adalah sekumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.
2.1.4 Usaha Daya Tarik Wisata Daya tarik wisata merupakan fokus utama penggerak pariwisata di sebuah destinasi (Ismayanti, 2011). Dalam arti, daya tarik wisata sebagai penggerak utama yang memotivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu tempat. Daya tarik wisata juga menjadi fokus orientasi bagi pembangunan wisata terpadu. Pengusahaan daya tarik wisata dikelompokkan kedalam (Ismayanti, 2011): A. Pengusahaan daya tarik wisata alam; Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata alam merupakan usaha pemanfaatan sumber daya alam dan tata lingkungan untuk dijadikan sasaran wisata. Wisata alam dibedakan sebagai berikut: 1. Taman Nasional Kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budaya dan rekreasi. Contoh Taman Nasional Way Kambas Lampung, Taman Nasional Gunung Ciremai Kuningan Jabar. 2. Cagar Alam Suaka alam yang karena keadaan alam mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistem atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Misalnya cagar alam Cadas Malang Cianjur Jawa Barat dengan keunikan air terjun dan biodiversitas, cagar alam Danau Menghijau Bengkulu dengan potensi flora dan fauna (pakis, bamboo, meranti, burung belibis, ketilang, beruang madu). 3. Suaka Margasatwa Suaka alam yang mempunyai cirri khas berupa keanekaragaman atau keunikan jenis satwa untuk kelangsungan hidup yang dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. Contoh SM Muara Angke Jakarta memiliki flona bakau dan kera ekor panjang.
10 http://digilib.mercubuana.ac.id/
4. Taman Wisata Kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan
rekreasi
alam.
Taman
Wisata
menawarkan
pelestarian
keanekaragaman hayati, sekaligus merupakan tempat penelitian budidaya (agronomi), pemuliaan (breeding) dan perbanyakan bibit unggul untuk disebarluaskan kepada masyarakat umum. Misalnya Taman Wisata Alam Telaga Bodas Jawa Barat, Taman Wisata Mekarsari Jawa Barat. B. Pengusahaan daya tarik wisata budaya; Pariwisata budaya merupakan jenis pariwisata yang berdasarkan mosaic tempat, tradisi, kesenian, upacara-upacara, dan pengalaman yang memotret suatu bangsa atau suku bangsa dengan masyarakat, yang merefleksikan keanekaragaman (diversity) dan identitas (karakter) dari masyarakat atau bangsa bersangkutan. Pariwisata budaya memanfaatkan budaya sebagai potensi wisata dan budaya yang dapat dibedakan menjadi tiga wujud, yaitu gagasan, aktivitas dan artefak. Wujud dari wisata budaya dapat bersifat material dan nonmaterial, seperti dibawah ini: 1. Situs arkeologi, sejarah dan budaya seperti monumen, gedung bersejarah, tempat religius, keraton, daerah atau kota bersejarah seperti museum. Contoh kawasan kota tua di Jakarta, Candi Borobudur di Jawa Tengah. 2. Pola kehidupan masyarakat 3. Seni dan kerajinan tangan baik berwujud atau tak berwujud, seperti tari, musik, drama, patung arsitektur. 4. Kegiatan ekonomi masyarakat berupa perkampungan nelayan, kehidupan petani. Sebagai contoh desa wisata Cinangneng di Bogor, perkampungan Naga di Garut. 5. Festival budaya baik yang rutin setiap bulan atau kegiatan tahunan dalam masyarakat, seperti upacara panen padi, festival layang-layang. C. Pengusahaan daya tarik wisata minat khusus; Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata minat khusus merupakan usaha pemanfaatan sumber daya alam dan potensi seni budaya bangsa untuk menimbulkan daya tarik dan minat khusus sebagai sasaran wisata. Beberapa
11 http://digilib.mercubuana.ac.id/
wisata minat khusus antara lain: wisata olahraga, wisata Gua, wisata belanja, dan wisata Ekologi. 2.1.5 Pengertian Kualitas Jasa Parasuraman et al. (1990) dalam Tjiptono & Chandra (2007), menyatakan bahwa kualitas jasa adalah perbandingan antara harapan dan persepsi konsumen terhadap kinerja jasa yang mereka terima, apabila pelayanan yang diterima atau dirasakan sesuai dengan harapan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan. Persepsi dan ekspektasi adalah gambaran konsumen terhadap apa yang sebenarnya diterima oleh konsumen dan yang diharapkan oleh konsumen. Zisis et al. (2009) mendefinisikan kualitas jasa sebagai usaha yang diberikan suatu organisasi dalam memenuhi dan memuaskan harapan dan persyaratan pelanggan. 2.1.6 Dimensi Kualitas Jasa Menurut Gasperz (2002) dalam Wijaya (2011), mengidentifikasi dimensi kualitas jasa yaitu: 1.
Ketepatan waktu pelayanan Hal-hal yang perlu diperhatikan pada dimensi ini yaitu berkaitan dengan waktu tunggu dan waktu proses.
2.
Akurasi pelayanan Yaitu berkaitan dengan realibilitas dan bebas dari kesalahan-kesalahan.
3.
Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan Dimensi ini untuk pelayanan yang berinteraksi langsung dengan pelanggan. Citra pelayanan industri jasa sangat ditentukan oleh orang-orang yang berada di garis depan dalam melayani pelanggan secara langsung.
4.
Tanggung jawab Yaitu berkaitan dengan penerimaan pesanan dan penanganan keluhan dari pelanggan.
5.
Kelengkapan Berhubungan dengan lingkup layanan dan ketersediaan sarana pendukung serta pelayanan pelengkap lainnya.
6.
Kemudahan untuk mendapatkan pelayanan
12 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Berhubungan dengan banyaknya petugas atau mesin untuk dapat melayani pelanggan sehingga memberikan pelayanan yang cepat dan mudah. 7.
Variasi model pelayanan Berhubungan dengan inovasi dalam memberikan pola-pola baru, fitur pelayanan, dan lain-lain.
8.
Pelayanan pribadi Berhubungan dengan fleksibilitas dan penanganan permintaan khusus, dan lain-lain.
9.
Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan Berhubungan dengan lokasi, ruangan tempat pelayanan, kemudahan menjangkau, ketersediaan informasi, dll.
10. Atribut pendukung lainnya, seperti: lingkungan, kebersihan, fasilitas, hiburan, dan lain-lain. Parasuraman et al. (1985) dalam Yuri dan Nurcahyo (2013) mengidentifikasi sepuluh dimensi kualitas jasa yang dapat digunakan oleh pelanggan dalam mengevaluasi kualitas jasa yaitu : 1.
Tangibles, yaitu penampilan fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.
2.
Reliability, yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
3.
Responsiveness, yaitu keinginan para pegawai dalam membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
4.
Competence, keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki pegawai dalam memberikan pelayanan jasa.
5.
Courtesy , yaitu sifat pegawai yang sopan, hormat, dan ramah.
6.
Credibility, yaitu penyedia jasa dapat dipercaya dan jujur dalam memberikan jasa kepada pelanggan
7.
Security, yaitu bebas dari bahaya, resiko, dan keragu-raguan.
8.
Access, yaitu kemudahan untuk dihubungi
9.
Communication, yaitu selalu memberikan informasi kepada pelanggan dan mendengarkan saran dan keluhan pelanggan
13 http://digilib.mercubuana.ac.id/
10. Understanding the customer, yaitu berusaha untuk memahami kebutuhan pelanggan. Dari kesepuluh dimensi tersebut memiliki beberapa dimensi yang mempunyai pengertian yang sama sehingga terdapat beberapa dimensi yang digabungkan. Dimensi competence, courtesy, credibility, dan security digabungkan menjadi dimensi Assurance, sedangkan dimensi acces, communication, dan understanding the customer digabungkan menjadi dimensi empathy. Berdasarkan hasil penggabungan dimensi-dimensi yang memiliki pengertian yang sama diperoleh lima dimensi kualitas jasa, yaitu: a. Bukti langsung (tangibles), yaitu penampilan fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi. b. Keandalan (reliability), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan. c. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf dalam membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. d. Jaminan (assurance), meliputi pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuannya dalam menyakinkan pelanggan. e. Empati (empathy), meliputi kepedulian dan perhatian terhadap kebutuhan pelanggan. 2.1.7 Harapan Pelanggan Terhadap Kualitas Jasa Menurut Olson dan Dover dalam Zeithaml et al. (1990) dalam Tjiptono dan Chandra (2007), harapan pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut. Cara-cara yang dapat dilakukan pemasar jasa untuk mempengaruhi faktor-faktor pelanggan terhadap jasa, antara lain (Zeithaml et al.,1993 dalam Tjiptono & Chandra, 2007) : 1. Enduring Service Intensifiers Merupakan faktor yang bersifat stabil dan mendorong pelanggan untuk meningkatkan sensitivitasnya terhadap jasa. Faktor ini meliputi harapan yang disebabkan oleh orang lain dan filosofi pribadi seseorang mengenai jasa.
14 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2. Personal Needs Kebutuhan yang dirasakan seseorang mendasar bagi kesejahteraannya juga sangat menentukan harapannya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisik, sosial dan psikologis. 3. Transitory Service Intensifiers Merupakan faktor individual yang bersifat sementara (jangka pendek) yang meningkatkan sensitivitas pelanggan terhadap jasa. Faktor ini meliputi : a. Situasi darurat pada saat pelanggan sangat membutuhkan jasa dan ingin penyedia jasa dapat membantunya (misal jasa asuransi mobil pada saat terjadi kecelakaan lalu lintas). b. Jasa terakhir yang dikonsumsi pelanggan dapat pula menjadi acuannya untuk menentukan baik buruknya jasa berikutnya. 4. Perceived Service Alternatives Merupakan persepsi pelanggan terhadap tingkat atau derajat pelayanan perusahaan lain yang sejenis. Jika pelanggan memiliki beberapa alternatif, maka harapannya terhadap suatu jasa akan semakin besar. 5. Self-Perceived Service Role Faktor
ini
adalah
persepsi
pelanggan
tentang
tingkat
atau
derajat
keterlibatannya dalam mempengaruhi jasa yang diterimanya. Apabila pelanggan terlibat dalam proses penyampaian jasa dan jasa yang terjadi ternyata tidak begitu baik, maka pelanggan tidak bisa menimpakan kesalahan sepenuhnya kepada pihak penyedia jasa. 6. Situational Factors Terdiri atas segala kemungkinan yang bisa mempengaruhi kinerja jasa, yang berada di luar kendali penyedia jasa. 7. Explicit Service Promises Merupakan pernyataan (secara personal atau nonpersonal) oleh organisasi tentang jasanya kepada pelanggan. Janji ini bisa berupa iklan, personal selling, perjanjian atau komunikasi dengan karyawan organisasi tersebut. 8. Implicit Service Promises Menyangkut petunjuk yang berkaitan dengan jasa, yang memberikan kesimpulan bagi pelanggan tentang jasa yang bagaimana yang seharusnya dan
15 http://digilib.mercubuana.ac.id/
yang akan diberikan. Petunjuk yang memberikan gambaran jasa ini meliputi biaya untuk memperolehnya (harga) dan alat-alat pendukung jasanya. 9. Word-of-Mouth (rekomendasi dari mulut ke mulut) Merupakan pernyataan (secara personal atau nonpersonal) yang disampaikan oleh orang lain selain organisasi (service provider) kepada pelanggan. Wordof-Mouth ini biasanya cepat diterima oleh pelanggan karena yang menyampaikannya adalah mereka yang dapat dipercayainya, seperti para pakar, teman, keluarga dan publikasi media massa. Disamping itu, Word-ofMouth juga cepat diterima sebagai referensi karena pelanggan jasa biasanya sulit mengevaluasi jasa yang belum dibelinya atau belum dirasakannya sendiri. 10. Past Experience Pengalaman masa lampau meliputi hal-hal yang telah dipelajari atau diketahui pelanggan dari yang pernah diterimanya dimasa lalu. Harapan pelanggan ini dari waktu ke waktu berkembang, seiring dengan semakin banyaknya informasi (nonexperimential information) yang diterima pelanggan serta semakin bertambahnya pengalaman pelanggan. 2.1.8 Persepsi Terhadap Kualitas Jasa Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir dengan kepuasan pelanggan serta persepsi positif terhadap kualitas jasa (Kotler, 2000 dalam Tjiptono dan Chandra, 2007). Citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan pada sudut pandang atau persepsi penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan. Dengan adanya persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa menjadi bahan evaluasi menyeluruh atas layanan jasa yang diberikan oleh penyelenggara jasa tersebut. 2.1.9 Prinsip-Prinsip Kualitas Jasa Prinsip kualitas jasa menurut Tjiptono dan Chandra (2007), terdiri dari enam prinsip pokok yang meliputi : 1.
Kepemimpinan Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan komitmen dari manajemen puncak. Manajemen puncak harus memimpin perusahaan untuk terus meningkatkan kinerja kualitasnya tanpa adanya usaha dari manajemen
16 http://digilib.mercubuana.ac.id/
puncak, meningkatkan kualitas hanya berdampak kecil terhadap perusahaan. 2.
Pendidikan Semua personil perusahaan dari manajer puncak sampai karyawan operasional harus memperoleh pendidikan mengenai kualitas. Aspek-aspek yang perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan tersebut meliputi konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik implementasi strategi kualitas, dan peranan eksekusif dalam implementasi strategi kualitas.
3.
Perencanaan Proses perencanaan strategik harus mencakup pengukuran dan tujuan kualitas yang dipergunakan dalam mengarahkan perusahaan untuk mencapai visinya.
4.
Review Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi manajemen untuk merubah perilaku organisasional. Proses ini merupakan suatu mekanisme yang menjamin adanya perhatian yang konstan dan terus menerus untuk mencapai tujuan kualitas.
5.
Komunikasi Implementasi strategi kualitas dalam organisasi, komunikasi dipengaruhi harus oleh proses komunikasi dalam perusahaan dan dilakukan dengan pelanggan, karyawan, stakeholder perusahaan lainnya, seperti pemasok, pemegang saham, pemerintah, masyarakat umum, dan lain-lain.
6.
Penghargaan dan pengakuan (Total Human Reward) Penghargaan dan pengakuan merupakan aspek yang penting dalam implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan yang berprestasi baik perlu diberi penghargaan dan prestasinya tersebut diakui. Dengan demikian dapat meningkatkan motivasi, moral kerja, rasa bangga, dan rasa kepemilikan setiap orang dalam organisasi, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi besar bagi perusahaan dan bagi pelanggan yang dilayani.
2.1.10 Kepuasan Pelanggan Konsep kepuasan pelanggan pertama kali dikembangkan pada tahun 1970-an oleh Philip Kotler. Menurut Kotler (2000) kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dengan harapan-harapannya. Menurut Jusi, 2002 (dalam 17 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Sidharta, 2004) terdapat tiga hal yang melatar belakangi pentingnya mengetahui kepuasan pelanggan yaitu: 1. Adanya keyakinan yang kuat bahwa tingkat kepuasan pelanggan berpengaruh langsung pada besarnya pangsa pasar, laju pemasukan, dan tingkat pengembangan laba. 2. Pada umumnya manajemen merasa bahwa tingkat keberhasilan mereka (pribadi) juga tercermin melalui tingkat kepuasan pelanggan 3. Manajemen ingin mendapatkan gambaran tentang keberhasilan ataupun kegagalan mereka dalam persaingan mendapatkan dan mempertahankan pelanggan. Menurut Kotler (2006) dalam Wijaya (2011), terdapat empat metode yang digunakan untuk melacak dan mengukur kepuasan pelanggan, yaitu: 1.
Sistem keluhan dan saran Setiap perusahaan yang berfokus kepada pelanggan memberikan kemudahan bagi pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Contoh media yang dapat digunakan seperti kotak saran, kartu komentar, menyediakan saluran telepon khusus, menambahkan web pages dan email, dan lain-lain. Informasi keluhan dan saran pelanggan berguna bagi perusahaan agar dapa bertindak cepat dalam mengatasi permasalahan yang ada.
2.
Survei kepuasan pelanggan Menerima keluhan dari pelanggan tidak dapat dipakai sebagai ukuran kepuasan pelanggan. Perusahaan yang responsif akan mengukur kepuasan pelanggan secara berkala yaitu dengan bertanya langsung kepada pelanggan mengenai kepuasan pelanggan terhadap kinerja perusahaan. Survei kepuasan pelanggan dapat dilakukan dengan mengirimkan daftar pertanyaan atau dengan menelepon pelanggan.
3.
Belanja siluman (Ghost Shopping) Metode ini dilaksanakan dengan cara perusahaan membayar orang yang bertindak sebagai pembeli potensial dengan tujuan melaporkan kelemahan dan kekuatan ketika membeli produk perusahaan dan produk pesaing.
18 http://digilib.mercubuana.ac.id/
4.
Analisis kehilangan pelanggan Perusahaan menghubungi para pelanggannya yang telah berhenti membeli atau yang berganti pemasok untuk memperoleh informasi penyebab pelanggan berhenti membeli. Informasi tersebut berguna bagi perusahaan untuk dapat meningkatkan kepuasan pelanggan.
2.1.11 Model Kualitas Jasa (SERVQUAL) Model SERVQUAL adalah alat yang digunakan untuk mengukur kualitas jasa (Parasuraman et al., 1990). Cara ini mulai dikembangkan pada tahun 1980-an oleh Zeithaml, Parasuraman & Berry, dan telah digunakan dalam mengukur berbagai kualitas jasa. Dengan kuesioner ini, kita bisa mengetahui seberapa besar celah (gap) yang ada di antara persepsi pelanggan dan harapan pelanggan terhadap suatu perusahaan jasa. Kuesioner SERVQUAL dapat diubah-ubah (disesuaikan) agar cocok dengan industri jasa yang berbeda-beda pula (misalnya bank, restoran, atau perusahaan telekomunikasi). Pengukuran kualitas dengan metode ini terdiri dari 5 dimensi kualitas jasa yaitu tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy dimana setiap jasa yang ditawarkan memiliki beberapa aspek yang dapat dipergunakan untuk mengetahui tingkat kualitasnya. Setiap dimensi memiliki beberapa pertanyaan dan dijawab dengn skala Likert dalam rentang nilai 1 sampai 7, di mana angka 1 mewakili perasaan sangat tidak setuju (strongly disagree) dan angka 7 mewakili perasaan sangat setuju (strongly agree), dengan total pertanyaan sebanyak 22 pertanyaan mewakili kelima dimensi kualitas jasa. Nilai SERVQUAL merupakan besarnya gap 5 yang diperoleh dengan mengurangi nilai persepsi dan nilai harapan. Parasuraman et al. (1990) dalam Tjiptono & Chandra (2007), mengidentifikasikan lima kesenjangan (gap) yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa, yaitu: 1.
Gap 1 adalah kesenjangan antara harapan konsumen dengan persepsi manajemen terhadap harapan konsumen. Faktor penyebabnya adalah: a. Ketidaksesuaian penggunaan penelitian pemasaran b. Penelitian pemasaran yang tidak efektif c. Buruknya upward communication 19 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.
Gap 2 adalah kesenjangan antara persepsi manajemen dengan spesifikasi kualitas jasa dimana spesifikasi kualitas jasa tidak mewakili harapan konsumen. Faktor penyebabnya adalah: a. Tidak sesuainya komitmen manajemen dengan kualitas jasa b. Tidak adanya proses formal dalam menentukan tujuan dari kualitas jasa c. Tidak sesuainya standar pekerjaan
3.
Gap 3 adalah kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dengan penyampaian jasa dimana spesifikasi kualitas jasa tidak hanya mewakili harapan konsumen tetapi juga harus didukung oleh sumber daya yang sesuai dan mencukupi. Faktor penyebabnya adalah: a. Tim kerja yang buruk b. Teknologi yang rendah c. Karyawan yang tidak berkompeten d. Evaluasi yang tidak sesuai
4.
Gap 4 adalah kesenjangan antara penyampaian jasa dengan komunikasi eksternal. Faktor penyebabnya adalah: a. Kurangnya komunikasi antara salesman dengan bagian operasional b. Kurangnya komunikasi antara bagian periklanan dengan bagian operasional c. Perbedaan kebijakan dan prosedur antara cabang dan departemen
5.
Gap 5 adalah kesenjangan antara jasa yang diterima dengan jasa yang diharapkan. Jasa yang diharapkan dipengaruhi oleh komunikasi dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengalaman masa lalu, dan komunikasi eksternal kepada pelanggan.
Pada penelitian ini yang akan dibahas hanya gap 5 saja yaitu kesenjangan jasa yang diterima dengan jasa yang diharapkan, gap 5 ini menunjukkan kualitas pelayanan yang dirasakan pelanggan. Sedangkan gap 1 hingga gap 4 yang merupakan kesenjangan yang terjadi pada penyedia jasa tidak dibahas. Model konseptual service quality dari gap 1 sampai dengan gap 5 hubungan antara customer dengan penyedia jasa dapat dilihat pada Gambar 2.1.
20 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.1 Model Konseptual Service Quality; Sumber: Zeithaml (1990) Keuntungan dari metode Servqual (Tan & Pawitra, 2001) yaitu: 1. Servqual bagus
dalam memunculkan
pandangan
pelanggan
terhadap
pelayanan/jasa, contohnya kepentingan pelanggan, harapan pelanggan, dan kepuasan pelanggan. 2. Dapat
menyiagakan
manajemen
untuk
mempertimbangkan
persepsi
manajemen dan pelanggan. 3. Mengatasi kesenjangan pelayanan dapat berfungsi sebagai dasar untuk merumuskan strategi atau taktik untuk menjamin terpenuhinya harapan pelanggan. 4. Servqual mampu mengidentifikasi daerah keunggulan dan kelemahan yang spesifik. 5. Mampu memprioritaskan daerah kelemahan pelayanan. 6. Mampu melakukan analisis benchmarking untuk organisasi dalam industri yang sama. 7. Servqual dapat melacak kecenderungan dari kepentingan pelanggan, harapan pelanggan, dan persepsi pelanggan bila digunakan secara periodik.
21 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.1.12 Definisi Quality Function Deployment Quality Function Deployment (QFD) pertama kali dikembangkan oleh Yoji Akao pada tahun 1972 di Jepang. QFD disebut juga dalam bahasa jepang yaitu hin shitsu kino ten kai. Dimana hin shitsu berarti kualitas atau fitur atau atribut, kino berarti fungsi atau mekanisasi, dan ten kai berarti penyebaran, difusi, pengembangan atau evolusi. Menurut Akao (1990) dalam Tan dan Pawitra (2001), mendefinisikan QFD sebagai sistem untuk menerjemahkan persyaratan pelanggan ke dalam persyaratan teknis yang sesuai pada setiap tahap siklus hidup produk dari konsep produk ke penjualan dan ke pelayanan. Sedangkan menurut Cohen (1995), mendefinisikan QFD sebagai metode perencanaan dan pengembangan produk yang terstruktur untuk menetapkan spesifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen, serta mengevaluasi kapabilitas suatu produk atau jasa secara sistematis dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. 2.1.13 Tujuan dan Manfaat QFD Tujuan dari QFD tidak hanya berusaha memenuhi kebutuhan konsumen tetapi juga berusaha melebihi dari yang dibutuhkan konsumen sehingga diharapkan konsumen merasa puas dan tidak kecewa mengingat ketatnya persaingan dan kompetensi saat ini. Beberapa manfaat QFD adalah sebagai berikut (Jaiswal, 2012): 1.
Pengurangan besar dalam pengembangan, waktu dan biaya, memperpendek siklus desain dan perubahan. Secara signifikan mengurangi masalah start up, waktu dan biaya.
2.
Mengarahkan untuk benar-benar
memuaskan dan membuat senang
pelanggan. 3.
Memperbaiki komunikasi dalam organisasi. Menyatukan multifungsi tim dan mendorong kerja tim dan partisipatif.
4.
Kualitas dan produktivitas pelayanan menjadi lebih tepat dalam proses perbaikan yang berkesinambungan dan perusahaan dapat mencapai kelas dunia.
22 http://digilib.mercubuana.ac.id/
5.
QFD menjelaskan prioritas pelanggan untuk keunggulan kompetitif, keunggulan pemasaran melalui peningkatan penerimaan pasar – terkemuka untuk meningkatkan pangsa pasar dan reaksi yang lebih baik untuk peluang pemasaran.
6.
Memungkinkan seseorang untuk fokus secara proaktif pada CR (customer relationship) sejak tahap awal perancangan. Item-item penting diidentifikasi untuk desain parameter dan perencanaan produk jauh lebih mudah untuk dilaksanakan. Juga, memastikan konsistensi antara perencanaan dan proses produksi.
Selain beberapa manfaat di atas, QFD juga memiliki kekurangan menurut Bouchereau dan Rowlands (1999) dan Shen et al., (2000), dalam Tan dan Pawitra (2001), yaitu: 1.
Bisa terjadi ambigu pada voice of customer (VOC).
2.
Terdapat kebutuhan yang perlu dimasukkan dan menganalisa data subjektif dalam jumlah banyak.
3.
Memasukkan input informasi survei pelanggan ke dalam HOQ membutuhkan waktu yang lama dan sulit.
4.
HOQ dapat menjadi besar dan kompleks.
5.
Kekuatan antara hubungan kadang-kadang tidak didefinisikan.
6.
Analisis QFD sering berhenti hanya pada HOQ yang pertama, sedangkan hubungan pada keempat phase tidak dibentuk.
7.
QFD hanya bersifat kualitatif.
8.
QFD mengasumsikan bahwa antara kepuasan konsumen dan kinerja atribut/produk berhubungan linier.
2.1.14 House of Quality (HOQ) Penerapan metode QFD dalam proses perancangan produk dan jasa diawali dengan pembentukan matriks perencanaan produk atau sering disebut sebagai House of Quality (rumah kualitas) seperti pada Gambar 2.2.
23 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.2 Konsep House of Quality Sumber: Cohen (1995) Keterangan gambar: A
: Customer needs
B
: Planning matrix (market research and strategic planning)
C
: Technical response
D
: Relationship (impact of technical response om customer needs and benefit)
E
: Technical correlations
F
: Technical matrix (technical response priorities, competitive technical benchmark, technical targets)
A. Kebutuhan dan keinginan konsumen Berisi daftar terstruktur mengenai kriteria produk ataujasa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh pelanggan. Data tersebut diperoleh melalui survei, diskusi, wawancara dan lain-lain. B. Matriks Perencanaan (planning matrix) Berisi data kuantitatif dan mempunyai beberapa informasi sebagai berikut: 1. Tingkat kepentingan masing-masing kriteria produk menurut pendapat konsumen (important to costumer) 2. Tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk/jasa yang mereka gunakan dibandingkan dengan beberapa produk/jasa pesaing lainnya (Customer andcompetitive satisfaction performance) 3. Penentuan competitive satisfaction performance
24 http://digilib.mercubuana.ac.id/
4. Sasaran (goal/target) perbaikan performansi masing-masing atribut terhadap produkatau layanan. C. Respon teknis (technical response) Terdiri dari data atau kemampuan teknis perusahaan terhadap pengembangan produk atau jasa yang telah direncanakan. Pada bagian Relationship berisi penilaian dari pihak pengguna mengenai hubungan antara setiap elemen dari bagian Customer need dan bagian technical response. D. Hubungan (relationships) Pada bagian ini dilakukan penilaian dari pihak pengguna (perusahaan) mengenai hubungan antara setiap elemen dari bagian A (customer needs) dan bagian C (technical response). E. Hubungan teknis (technical correlations) Pada bagian ini dilakukan penilaian mengenai hubungan antara masingmasing technical response, apakah saling mendukung atau bahkan saling bertentangan. F. Matriks teknis (technical matrix) Pada bagian technical matrix terdiri dari 3 tipe informasi yaitu: 1.
Hasil dari perhitungan tingkat prioritas masing-masing technical response.
2.
Informasi kemampuan teknis pihak perusahaan dibandingkan dengan pesaingnya (competitive benchmark).
3. 2.2
Tingkat kemampuan teknis yang menjadi tujuan atau sasaran perusahaan. Kajian Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berhubungan dengan kualitas jasa telah banyak dilakukan dalam berbagai macam objek penelitian. Frochot dan Huges (2000), telah melakukan penelitian dengan menggunakan metode HISTOQUAL pada bangunan bersejarah di Inggris dan Skotlandia. Ada lima dimensi yang diukur untuk menentukan service quality yaitu responsiveness, tangibles, communication, consumables, empathy ditambah dengan variabel revisiting dan price. Tan dan Pawitra (2003), menggunakan metode integerasi SERVQUAL, Model Kano dan Quality Function Deployment (QFD) untuk meneliti pariwisata di
25 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Singapura. Nowacki (2005), melakukan penelitian tentang kualitas jasa dan kepuasan pengunjung di Rogalin Palace Polandia dengan metode SERVQUAL dengan melakukan perubahan atau penyesuaian pada dimensi kualitas. Ying (2008), menggunakan metode SERVQUAL untuk mengukur Gap 5 yaitu gap antara persepsi dan ekpektasi turis di museum prasejarah Taiwan dengan memodifikasi
dimensi
kualitas
menjadi
educational
entertainment,
responsiveness, assurance, reliability, tangibility, serta analisis Pearson dan Importance-Performance Analysis (IPA). Narayan et al., (2008) mengeksplorasi variabel kualitas pada industri pariwisata India. Variabel kualitas yang telah valid yaitu hospitality, food, logistics, security dan value for money. Penelitian di museum juga dilakukan oleh Mavragani dan Lymperopoulos (2012) menggunakan metode SERVQUAL dengan melakukan modifikasi terhadap dimensi kualitas yaitu facilities and exhibits, educational aspects, price & expected quality, store & café, personnel ditambah dengan variabel revisits dan recommend. Pengolahan data menggunakan structural equation modeling (SEM) untuk memperoleh struktur model dan korelasi dari tiap variabel atau dimensinya. Histoqual sebagai metode pengukuran kualitas jasa (service quality) pada museum yang didasari pada analogi SERVQUAL oleh Markovic et al., (2013) memperkenalkan dimensi tangibles and communication, empathy, exhibition presentation, accessibility, dan convenience. Kazemi et al., (2013), meneliti service quality di bidang kesehatan dengan objek penelitian rumah sakit. Mengembangkan model Hospital Service Quality (HSQ) dengan menerapkan 5 dimensi dari Parasuraman yaitu: tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan empathy. Meneliti pula hubungan antara service quality di rumah sakit dengan general satisfaction, trust, dan acceptance. Triwibowo dkk. (2014), meneliti kualitas jasa sektor pariwisata di salah satu ekowisata Jawa Barat menerapkan SERVQUAL secara menyeluruh dari Gap 1 s.d 5 dengan 31 atribut atau item pertanyaan. Yusof et al. (2014), penelitian pada ecotourism di Malaysia dengan menggunakan metode Exploratory Factor Analysis (EFA) & SERVQUAL. Adapun faktor-faktor yang diteliti yaitu tangible, 26 http://digilib.mercubuana.ac.id/
QFD
X
Metode Penelitian
X
X
X
X X
X
IPA
X X
EFA CFA
X
SEM
X
X
Subjek Penelitian
Fuzzy Servqual
X
Kesehatan Rekreasi
Aneesh et al. (2014)
X
Yusof et al. (2014)
Model Kano
Triwibowo dkk (2014)
X
Kazemi et al. (2013)
X
X
Markovic et al. (2013)
Shi (2008)
X
Histoqual
Narayan et al. (2008) Mavragani & Lymperopoulos (2012)
Nowacki (2005)
Servqual
Kualitas Jasa
Frochot & Hughes (2000)
Pawitra & Tan (2003)
Tabel 2.1 Matriks Penelitian Terdahulu
X X
X
X
X
X
X
X
X
Transportasi
X X
Keterangan: QFD = Quality Function Deployment; IPA = Importance Performance Analysis; EFA = Exploratory Factor Analysis; CFA = Confirmatory Factor Analysis; SEM = Structural Equation Modelling
sustainability, sustainable practices, tangibility, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty. Aneesh et al. (2014), meneliti kualitas jasa di bengkel motor dengan metode Fuzzy Servqual dan QFD. Dimensi yang diukur yaitu tangibles, reliability, responsiveness, assurance, empathy. Dari beberapa penelitian tersebut diatas, bila disederhanakan maka dapat dibuat matriks penelitian terdahulu seperti pada Tabel 2.1. Sedangkan didalam penelitian ini menggunakan metode SERVQUAL untuk mengetahui kualitas pelayanan kepariwisataan dan untuk analisa perbaikan pelayanan jasa pariwisata di Keraton Kasepuhan Cirebon menggunakan metode QFD dengan quality.
27 http://digilib.mercubuana.ac.id/
membuat house of
2.3
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran adalah narasi (uraian) atau pernyataan (proposisi) tentang kerangka konsep pemecahan masalah yang telah diidentifikasi atau dirumuskan. uraian atau paparan yang harus dilakukan dalam kerangka berpikir adalah perpaduan antara asumsi-asumsi teoretis dan asumsi-asumsi logika dalam menjelaskan atau memunculkan variabel-variabel yang diteliti serta bagaimana kaitan di antara variabel-variabel tersebut, ketika dihadapkan pada kepentingan untuk mengungkapkan fenomena atau masalah yang diteliti. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.3.
28 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian
29 http://digilib.mercubuana.ac.id/