BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengantar Dalam bab ini akan dipaparkan beberapa pembahasan mengenai ilmu penerjemahan yang pernah dibahas oleh beberapa penerjemah dan ahli bahasa dalam beberapa karya dan buku-buku. Penelitian tentang terjemahan atau karya terjemahan sudah banyak dilakukan oleh para ahli bahasa. Para ahli bahasa di seluruh dunia telah melahirkan banyak buku maupun karya yang di dalamnya membahas tentang ilmu terjemahan. Penulis akan menguraikan tentang ilmu penerjemahan berikut penelitiannya dari buku-buku yang berbahasa Arab dan non-Arab. Penulis mengambil bahasa selain bahasa Arab dalam bab II ini agar mendapatkan pandangan tentang penerjemahan dan aplikasi teorinya dari sudut yang berbeda tetapi sama pada tujuannya. Buku non-Arab yang akan dipaparkan di sini adalah buku yang menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia penulis pilih karena bahasa Indonesia adalah bahasa yang masuk ke dalam ruang lingkup penelitian penulis (Bsa). 2.2 Linguis Arab 2.2.1
Umar (1982)
Dalam bukunya yang berjudul ‘Ilmu Ad-Dala:lati (اﻟﺪﻻﻟﺔ
)ﻋﻠﻢ
dijelaskan
tentang ranah makna. Jenis-jenis makna antara lain: 1.
Al-ma`na: al-’asa:si:, al-ma’na: al-’awwal (
)اﻷول
اﻟﻤﻌﻨﻰ اﻷﺳﺎﺳﻲ أو اﻟﻤﻌﻨﻰ
makna dasar adalah makna yang menjadi konsep dasar dari
pemahaman akan suatu objek. Perumpamaan denotatif (sebenarnya) terhadap fungsi dasar bahasa dimaksudkan untuk memahami dan mentransformasi ideide yang dikemukakan . Adapun contohnya adalah sebagai berikut: Kata ‘daddy’ dan ‘father’ dalam bahasa Inggris memiliki makna yang sama, yaitu seorang laki-laki dewasa yang memiliki tanggung jawab yang besar.
9
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
10
Dalam bahasa Arab, kata
أب
/’abun/ yang berarti ‘ayah’ dan
واﻟﺪ/wa:lidun/
yang juga berarti ‘ayah’, memiliki makna yang sama, yaitu seorang laki-laki dewasa. 2.
Al-ma`na: al-’idha:fi; (اﻹﺿﺎﻓﻲ
)اﻟﻤﻌﻨﻰ
makna tambahan/sekunder adalah
makna yang dimiliki oleh sebuah kata dengan mengemukakan makna sekunder dari makna dasarnya. Sebagai contoh : kata
اﻡﺮأة
/’imra’atun/
memiliki komponen makna (+ manusia laki-laki + dewasa) makna tersebut adalah makna yang denotatif, akan tetapi kata tersebut memiliki beberapa makna sekunder. Makna-makna tersebut diperoleh karena kesamaan konsep yang ada pada kata
اﻡﺮأة
/’imra’atun/ ‘wanita’, seperti
/’istikhda:mu al-bika:’/ ‘mudah menangis’, cinta kasih’, 3.
ﻏﻴﺮ ﻡﻨﻄﻘﻴﺔ
ﻋﺎﻃﻔﻴﺔ
اﺳﺘﺨﺪام اﻟﺒﻜﺎء
/`a:tifiyyatun/ ‘penuh
/ghairu manthiqiyyah/ ‘tidak rasional’,
إﺟﺎدة
اﻟﻄﺒﺦ/’ija:datu ath-thabakhi/ “pandai memasak” Al-ma`na: al-’uslu:bi ( )اﻟﻤﻌﻨﻰ اﻷﺳﻠﻮﺏﻲatau makna gaya bahasa yaitu salah satu jenis makna yang digunakan atas dasar fungsinya dalam suatu kelompok masyarakat atau berdasarkan daerah geografis tempat berkembangnya bahasa tersebut. Sebagai contohnya : kata ‘father’ dan ‘daddy’ memiliki makna dasar yang sama akan tetapi kata yang kedua (‘daddy’) pemakaiannya terbatas untuk kalangan lebih berbudi. Dalam bahasa Arab adalah kata أﺏﻮیﺎ/’abu:ya/ maknanya sama seperti makna kata ‘daddy’ dan ‘father’ yang tertera di atas.
4.
Al-ma`na: an-nafsi: (اﻟﻨﻔﺴﻲ
)اﻟﻤﻌﻨﻰatau makna psikologis yaitu makna yang
diperoleh secara semantis pada setiap individu yang tercakup dalam satu kata. Makna tersebut tampak karena adanya suatu pengalaman pribadi penuturnya. Contohnya: bagi orang yang sering bepergian dengan menggunakan jasa penerbangan, maka ia akan memaknai “perjalanannya” dengan kata ‘terbang’. 5.
Al-ma`na: al-’i:ha:’i: (اﻹیﺤﺎﺋﻲ
)اﻟﻤﻌﻨﻰ
atau makna isyarat adalah makna
yang terdapat pada kata-kata yang secara khusus mampu mendatangkan makna-makna selainnya karena keterkaitannya. Contohnya kata ‘meong’ atau
ﻡﻮاء/miwa:’/ bermakna ااﻟﻘﻄﺔ/al-qiththatu/ atau ‘kucing’. Dari keterangan di atas, dapat diambil benang merah bahwa ranah makna atau semantik sangat dekat hubungannya dengan penerjemahan. Karena sesuai dengan tujuan terjemahan yaitu untuk mentransfer makna, ide, dan gagasan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.
Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
11
2.2.2
Khalushi (1986)
Dalam karyanya yang berjudul Fan At-Tarjamatu (اﻟﺘﺮﺟﻤﺔ
)ﻓﻦ
dituliskan
tentang dua cara penerjemahan yang umum dipakai. Cara yang pertama adalah cara yang dikemukakan oleh Ibn Bathri:q yaitu dengan cara melihat semua kata dari teks yang menggunakan huruf latin, lalu mencarikan padanan kata-kata tersebut ke dalam bahasa Arab yang kemudian dirangkai menjadi suatu kalimat dalam bahasa Arab tanpa mengurangi kesesuaian dan kesejajaran bentuk dan maknanya. Jenis terjemahan ini bisa disebut sebagai terjemah harfiah. Cara yang kedua adalah cara yang dikemukakan oleh Hunain Ibn Ishaq yaitu dengan cara membaca keseluruhan kalimat yang kemudian dipahami makna dari kalimat itu untuk segera ditransfer maknanya ke kalimat dalam bahasa yang lain atau bisa disebutkan sebagai terjemah kontekstual. Dari dua cara terjemahan ini dapat diambil penengah yaitu terjemah harfiatun ma’nawiatun (ﻡﻌﻨﻮیﺔ
)ﺡﺮﻓﻴﺔ.
Di dalam bukunya ini juga dijelaskan dan dideskripsikan tentang penerjemahan pada pelbagai jenis teks yang berbahasa Arab ke dalam bahasa Inggris, ataupun sebaliknya dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Arab. Di dalam buku ini beliau lebih menekankan soal metode yang harus digunakan dalam menerjemahkan teks-teks yang berbeda jenis dan juga tujuan dari teks tersebut. Adapun jenis-jenis penerjemahan teks tersebut adalah: 1.
Penerjemahan puisi (اﻟﺸﻌﺮ
2.
Penerjemahan prosa lirik
)ﺕﺮﺟﻤﺔ/tarjamatu as-syi’ri/ ( )ﺕﺮﺟﻤﺔ اﻟﻨﺜﺮ اﻻیﻘﺎﻋﻲ/tarjamatu
an-nasyri al-
iqa:’i:/ 3.
Penerjemahan surat (اﻟﺮﺳﺎﺋﻞ
)ﺕﺮﺟﻤﺔ/tarjamatu ar-rasa:’il/ ekonomi dan hukum ( ﺕﺮﺟﻤﺔ اﻟﻨﺼﻮص اﻟﺘﺠﺎریﺔ
4.
Penerjemahan naskah
5.
)واﻟﻘﺎﻥﻮﻥﻴﺔ/tarjamatu an-nushu:si at-tija:riyyati wa al-qanu:niyyati/ Penerjemahan parafrase ( )ﺕﺮﺟﻤﺔ اﻟﺘﻔﺴﻴﺮیﺔ/tarjamatu at-tafsi:riyyati/ Adapun contoh yang penulis gunakan adalah penerjemahan parafrase.
Penerjemahan parafrase atau penerjemahan bebas adalah penerjemahan yang lebih condong kepada bahasa sasaran daripada ke bahasa sumber, terjemahan ini tidak menuntut penerjemah untuk menerjemahkan dengan bahasa yang sederhana saja, tetapi menuntut untuk memberikan pemahaman yang rasional dengan menambahkan kosakata-kosakata dalam bahasa tersebut berikut dengan ketepatan diksinya. Berikut di bawah ini adalah contoh penerjemahan parafrase dari bahasa Inggris ke bahasa Arab:
Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
12 (1) When those who take part in the government of a country are corrupt and vicious, honourable men prefer to live as private citizens.
ﻋﻨﺪﻡﺎ یﺼﺒﺢ اﻟﻤﺴﺎهﻤﻮن ﻓﻰ ﺡﻜﻢ دوﻟﺔ ﻡﺎ ﻡﺘﻔﺴﺨﻴﻦ ﻡﻠﻮﺙﻴﻦ ﺏﺎﻟﺮذاﺋﻞ یﺮﺟﺢ `.اﻻﻓﺎﺿﻞ ﻡﻦ اﻟﻨﺎس أن یﺤﻴﻮا )ﺡﻴﺎة اﻟﻌﺰﻟﺔ اﻟﺨﺎﺹﺔ( آﻤﻮاﻃﻴﻦ اﻋﺘﻴﺎدیﻴﻦ /`indama: yusbihu al-musahimu:na fi: hukmi daulatin ma: mutafasikhi:na mulawwitsi:na bi ar-radza:’il yarjahu al-afa:dhil min an-na:s ’an yuhyu: (haya:tu al-`uzlati al-kha:shati) kamuwa:thi:ni ’i`tiya:diyyi:n/ 2.3 Linguis non-Arab 2.3.1 Hasibuan (1990) Dalam bukunya yang berjudul Terjemahan dan Kaitannya dengan Tata Bahasa Inggris dipaparkan secara gamblang tentang penerjemahan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Di dalam buku ini juga diberikan pelatihanpelatihan atau praktik menerjemahkan. Buku ini lebih khusus membahas tentang bentuk-bentuk kalimat dan tata bahasa dalam bahasa Inggris yang akan dipadankan ke dalam bentuk-bentuk kalimat dan tata bahasa bahasa Indonesia, serta tentang ranah makna (semantik) dalam terjemahan. Beliau mengambil kesimpulan dari berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan oleh pakar-pakar penerjemah, bahwa yang bisa diandalkan dalam menerjemahkan, adalah pemindahan maknalah yang bisa diandalkan, bukan terjemahan kata demi kata. Berikut di bawah ini akan diuraikan tentang pembahasan yang di atas:
1. Bentuk-bentuk Kalimat dalam Bahasa Inggris 1.a. Kalimat Tunggal – The Simple Sentences Kalimat tunggal adalah kumpulan kata-kata yang mengandung makna tuntas dan mempunyai satu subjek dan satu predikat. Dalam predikat terdapat satu kata kerja utama (main verb). Seperti yang telah disebut di atas kalimat tunggal bisa pendek yaitu terdiri dari dua atau tiga kata, tetapi bisa juga panjang karena subjeknya diperluas dan kata kerjanya diberi beberapa keterangan. Selain daripada itu, kalimat tunggal bisa juga terdiri dari dua subjek tetapi satu kata kerja, dan yang bisa terdiri dari satu subyek dan dua kata kerja. Contohnya: (2)“In the dense forest of Central Kalimantan a snake attacked a man trying to hunt food for his hungry family.”(kalimat tunggal – subyek, Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
13 “snake,” dan kata kerja “attacked”). Terjemahannya dalam bahasa Indonesia : ‘Di sebuah hutan belantara di Kalimantan tengah, seekor ular menyerang seorang pria yang sedang mencari makanan untuk kelurganya yang sedang lapar.’ Perhatian bahwa dalam terjemahannya ke bahasa Indonesia, kalimat tunggal telah menjadi kalimat bertingkat dengan perluasan objek karena kalimat tersebut panjang. Dalam teori terjemahan hal yang demikian digolongkan pada teori perubahan struktural.
1.b. Kalimat Majemuk Setara – The Coumpound Sentences Kalimat majemuk setara adalah gabungan dari kalimat tunggal dengan menggunakan kata gabung seperti, dan (and), tetapi (but), atau (or), sebaliknya (yet), tidak pula (nor), maka (so). Berikut ini adalah contoh kalimat dalam bahasa Inggris yang menggunakan kata gabung: (3) Her father is a doctor, and her mother is a teacher. (4) It is raining, but she still goes to school. (5) You can stay in the class, or you can wait outside. Dalam bahasa Inggris kata gabung tersebut bisa lebih rumit bentuknya dan bisaa disebut sebagai kata-kata transisi atau “transitional expressions”. Sebagai contoh: (6) Therefore, Nina married the man for his money although she did not love him. ‘Jadi, dia menikahi pria itu untuk uangnya walaupun dia tidak mencintainya.’ (7) Moreover, he is lazy and does not want to do anything. ‘Lagipula. dia pemalas dan tidak mau berbuat apapun.’ Dari contoh dan pembahasan yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan kalimat dalam bahasa asli dari bahasa sumber dan bahasa penerima berikut dengan tata bahasa yang baku harus ditekankan agar penerjemah tidak membuat kesalahan-kesalahan yang mendasar dalam struktur bahasa. Kesalahan struktur kalimat dan tata bahasa akan meragukan pembaca apakah penerjemah telah benar-benar memindahkan makna yang sebenarnya dari bahasa asal ke bahasa penerima atau tidak. Tambah pula, kalimat yang salah susunan kata-katanya juga akan mengubah juga makna kalimat itu sendiri. Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
14
2. Semantik dalam Penerjemahan Selain tata bahasa dan bentuk kalimat, yang penting dikuasai oleh penerjemah adalah ranah makna dari kata-kata atau disebut juga ranah semantik. Semantik adalah satu cabang ilmu bahasa yang menekankan pengertian atas makna dari kata-kata. Di dalam kajian ini Hasibuan menarik suatu analisis bahwa kajian semantik tidak bisa dilepaskan begitu saja dari perbendaharaan kata atau leksis. Semantik menekankan makna-makna menurut tata bahasa, suasana penggunaannya dan nuansa-nuansa makna, sedangkan leksis atau perbendaharaan kata memfokuskan arti kata sebagaimana adanya dalam kamus atau bahasa yang baku. Namun, keduanya, yaitu leksis dan semantik sama pentingnya dalam terjemahan. Selain leksis dan semantik, tata bahasa dalam kalimat (sintaksis) dan lingkungan yang berbeda (semotaksis) juga mempengaruhi makna, contoh: (8) The villagers drink water from well. Orang-orang desa minum air sumur. (9) Many foreign ship sail in Indonesian waters. Banyak kapal asing berlayar di perairan Indonesia. (10) The plane landed safely in the stormy weather. Pesawat mendarat dengan selamat dalam cuaca buruk. (11) The land is not fertile. Lahan itu tidak subur. Kata “water” dalam contoh (8) dan (9) digunakan sebagai kata benda, namun dalam contoh (9) suasana yang berbeda memberi “water” arti yang berbeda pula. Dalam contoh (9), arti ‘waters’ adalah ‘perairan’. Pada contoh (10) dan (11) ‘landed’ dipakai sebagai kata kerja (sintaksis) dan ‘land”’sebagai kata benda juga (sintaksis), tetapi karena lingkungan yang berbeda maka ‘land’ dalam contoh (11) digunakan, maka artinya berbeda pula. ‘Land’ dalam contoh (10) artinya ‘mendarat’, dan ‘land’ dalam contoh (11) maknanya ‘lahan’. Maka dapat disimpulkan
bahwa
kedua
bidang
tersebut
–sintaksis
dan
semotaksis-
dikategorikan dalam bidang semantik karena masih dalam ranah makna kata-kata. Hal menarik lagi dalam bidang semantik adalah ungkapan idiomatik. Seperti contohnya : (12) I take pity on the sick old man. Saya merasa kasihan pada orang tua yang sakit itu. Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
15 (13) Sports take up most of his time. Olahraga menyita sebagian besar waktunya. (14) I got in touch with him on the phone. Saya menghubunginya melalui telepon. (15) Look out! A train is coming from the another direction. Hati-hati! Kereta datang dari arah lain. Dapat disimpulkan bahwa idiom lazimnya disadur dari kata kerja asal. Dengan menambahkan partikel pada kata kerja tersebut, maka ia menjadi idiom atau ungkapan khas. Idiom masuk ke dalam ranah semantik karena tidak bisa diartikan kata demi kata tetapi harus dimaknai secara menyeluruh. Ungkapan ini harus ditulis apa adanya juga tidak boleh dikurangi partikel katanya. Apabila dipecah maka akan memiliki arti yang berbeda sama sekali, umpamanya kata ‘take’ yang dijelaskan dalam kamus mempunyai arti ‘mengambil’. Dengan adanya partikel atau kata depan, makna kata tersebut berubah. Jadi, penyampaian pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran harus mengusai tata bahasa, struktur kalimat, dan semantik. Tanpa penguasaan ketiga hal tersebut proses penerjemahan dan hasilnya tidak akan pernah bisa memuaskan.
2.3.2 Hollander (1995) Dalam karyanya Penerjemahan Suatu Pengantar yang merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, Hollander memuat tentang penerjemahan Serat Wedhatama. Serat Wedhatama adalah kitab yang membahas persoalan rohani dan pedoman untuk menjalani hidup secara sederhana. Serat Wedhatama menjadi populer dan kemudian menjadi bacaan acuan bagi sebagian orang Jawa dalam menjalankan kehidupan spiritual mereka. Berikut adalah teks Serat Wedhatama, Pupuh (Metrum) 1, Bait (Stanza) 1: Mingkar-mingkur ing angkara Akarana karenan mardi siwi Sinawung resmining kidung Sinuba sinukarta Mrih kretarta pakartining ngelmu luhung Kang kumrap ing tanah jawa Agama ageming aji Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
16 Terjemahan Sujadi Pratomo (1): (Sang pujangga) jauhkan diri berpaling tinggalkan nafsu angkara. Sebab gemar (terdorong di hati) membimbing mengasuh anak didiknya. Syarak dirangkum ajaran dirangkai di syair indah (seda dibaca). Sarat dihias dan dibungai (jalinan sajak pilihan kata). Semoga langsung pahala abadi ajaran agama (dikaji merata). (Segenap rakyat tentram dan damai) di tanah Jawa (Indonesia umumnya). Suri mulia syarak terpuji (dijunjung tinggi norma susila). Terjemahan S.Z Hadisutjipto (2): Menjauhkan diri dan menyingkiri sifat-sifat mementingkan kepentingan pribadi. Sebabnya ialah karena ingin memperoleh kepuasan dari hasil mendidik anak. Yang dirangkai dalam sebuah kidung yang mengasyikkan; digubah dengan baik dan seindah mungkin. Tujuannya adalah supaya budi pekerti yang berlandaskan ilmu yang tinggi dan mulia diterapkan di pulau Jawa; yakni; agama, yang menjadi pegangan raja dapat terlaksana sebaikbaiknya. Bentuk Serat Wedhatama adalah puisi terikat (tembang) yang terdiri dari sejumlah metrum, yang masing-masing tersusun oleh pola tertentu. Terjemahan Serat Wedhatama dalam bahasa Indonesia di atas memperlihatkan bahwa bentuknya sudah berbeda, tidak berbentuk puisi lagi, melainkan berbentuk prosa. Seorang penerjemah tidak akan bisa menerjemahkan jika memaksakan untuk tetap setia kepada bahasa sumber. Jika dipaksakan, hasilnya tidak dapat dikatakan sebagai hasil karya terjemahan, tetapi sebuah kerja sia-sia yang tidak berarti karena dalam beberapa kasus, penerjemahan kata demi kata (penerjemahan harfiah) tidak dapat dilakukan mengingat dalam beberapa teks terdapat ungkapan idiomatis yang – disamping sangat sulit untuk dipahami – saling berkaitan dengan konteks kalimat dalam wacana. Dari kedua terjemahan bahasa Indonesia yang tertera di atas, terjemahan (2) dapat dikatakan relatif lebih baik daripada terjemahan (1). Berikut di bawah ini beberapa alasannya: 1. Penerjemah (2) melakukan penerjemahan teks Serat Wedhatama lebih belakangan daripada penerjemah (1) sehingga ada kesempatan untuk menghasilkan sebuah terjemahan yang relatif lebih teliti dan lebih baik dibandingkan terjemahan terdahulu. Penerjemah (1) menerjemahkannya pada tahun 1959, sedangkan penerjemah (2) menerjemahkannya pada tahun 1975; berbeda 16 tahun antara keduannya. Perlu diketahui bahwa Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
17 bahasa Indonesia pada tahun 70-an sudah mengalami perkembangan yang pesat bila dibandingkan dengan masa 50-an. 2. Penerjemah
(2)
tidak
membuat
kesalahan
penafsiran
dalam
menginterpretasi tokoh yang sedang berbicara dalam teks Serat Wedhatama, ialah aku liris (aku yang abstrak, sedangkan penerjemah (1) menginterpretasikan tokoh tersebut adalah pujangga (Mangkunagara IV) 3. Penjelasan konsep-konsep Jawa dalam terjemahan (2) relatif lebih sesuai dengan maksud teks Serat Wedhatama. Konsep angkara murka dalam mingkar-mingkuring angkara, misalnya pada terjemahan (1) hanya diberi penjelasan dengan nasfu angkara yang kurang mengena maknanya. Sementara itu maksud angkara dalam konteks bersifat khusus yakni berkenaan dengan sifat negatif seseorang yang selalu mementingkan atau mendahulukan kepentingan sendiri tanpa ingin mengetahui kepentingan orang lain atau masyarakat. 4. Beberapa frase bahasa Jawa yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia pada terjemahan (1) dipandang menyimpang dari makna asal. Frase kang tumrap, yang seharusnya bermakna bagi, untuk, atau diterapkan, oleh penerjemah (1) diterjemahkan menjadi dikaji merata. Sudah barang tentu, pengertian dikaji merata ini berbeda maknanya dengan bagi, untuk, atau diterapkan Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa baik atau tidaknya suatu karya terjemahan sangat dipengaruhi oleh kemampuan seorang penerjemah dalam memahami Bsa dan Bsu. Selain daripada itu, masa atau zaman juga sangat mempengaruhi berterima atau tidaknya hasil terjemahannya itu, sebagaimana sifat bahasa yang selalu berkembang (dinamis) seiring dengan berkembangnya kebudayaan di masyarakat tertentu.
2.3.3 Hoed, ed. (1993) Dalam karya mereka yang berjudul Lintas Bahasa, Pengetahuan Dasar Tentang Penerjemahan menjelaskan secara komprehensif tentang metode penerjemahan yang termuat di dalam bab III. Mereka menjelaskan bahwa di dalam metode penerjemahan ada dua prosedur yang sangat memegang peranan Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
18 penting dalam menentukan kesempurnaan hasil terjemahan. Namun demikian, prosedur penerjemahan ini bukan suatu peraturan yang merupakan keharusan. Ia hanyalah cara, yang dapat membantu penerjemah mencari padanan. Adapun dua prosedur itu adalah tranposisi dan modulasi. Transposisi menurut Newmark adalah suatu prosedur penerjemahan yang melibatkan perubahan bentuk gramatika dari Bsu ke Bsa, sedangkan modulasi adalah prosedur penerjemahan yang menyangkut pencarian padanan dan pengaturan variasi melalui pengaturan atau pengubahan sudut pandang, perspektif ataupun perubahan kategori pemikiran. Berikut di bawah ini adalah pemaparan lebih dalam mengenai transposisi dan modulasi : 1. Transposisi Transposisi dibagi menjadi 4 jenis, yaitu: 1.a. Transposisi jenis pertama wajib dilakukan dalam mencari padanan ungkapanungkapan berikut: - kata benda jamak dalam Bsu menjadi tunggal dalam Bsa, contoh: (16) ikan-ikan itu = ‘the fish’ (17) (memberi) saran-saran = ‘(to give) advice’ - pengulangan kata sifat yang bermakna variasi yang tersirat dalam kata sifat, menjadi penjamakan kata benda itu sendiri, contoh: (18) rumah di jakarta bagus-bagus = ‘the houses in jakarta are nice’ - adjektiva + nomina menjadi nomina + pemberi sifat, contoh : (19) beautiful woman = ‘wanita (yang) cantik’ Semua contoh transposisi di atas adalah prosedur yang harus dilakukan dalam penerjemahan yang melibatkan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Jika bahasa yang terlibat menyangkut bahasa lain, sudah barang tentu transposisi yang diperlukan akan lain pula. Misalnya dalam menerjemahkan kalimat imperatif (perintah) negatif dari bahasa Inggris ke bahasa Arab, seorang penerjemah harus melakukan transposisi dalam bentuk verbanya : look = اﻥﻈﺮ/unzhur/, tetapi don’t look =
ﻻ ﺕﻨﻈﺮ
/la: tanzhur/ (bukan
ﻻ اﻥﻄﺮ
la: unzhur seperti analogi dalam
bahasa Inggrisnya). 1.b. Transposisi jenis kedua dilakukan apabila struktur gramatikal dalam Bsu Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
19 tidak ada dalam Bsa, contohnya: - Topikalisasi objek dalam bahasa Indonesia tidak ada dalam konsep struktur gramatikal bahasa Inggris, contoh: (20) Tritura perlu kita peringati ‘We should (need to) commerote Tritura’ - Peletakan verba di latar depan dalam bahasa Indonesia tidak lazim dalam struktur bahasa Inggris, contoh: (21) berbeda penjelasannya ‘the explanation differs’ -
Penerjemahan beberapa jenis gerund dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia,
sehingga
menjadi
struktur
kalimat
biasa
dengan
mempertimbangkan hubungan gerund tersebut dengan kata lain dalam kalimat, contoh: (22) Jane’s receiving the commision is wrong ‘penerimaan komisi oleh Jane itu...’ 1.c. Tranposisi jenis ketiga terjadi apabila suatu ungkapan dalam Bsu dapat diterjemahkan secara harfiah ke dalam Bsa melalui cara gramatikal, tetapi padanannya kaku dalam Bsa, contoh: - Nomina Frase nominal dalam Bsu menjadi verba dalam Bsa, contoh: (23) train intellectual man for the pursuits of an intellectual life ‘melatih seseorang intelektual untuk mengejar kehidupan intelektual’ - Kata penghubung dalam Bsu menjadi leksikon biasa dalam Bsa, contoh: (24) there is no alternative but no treat them as... ‘tidak ada alternatif lain selain memperlakukannya sebagai…’ - Suatu frase benda bentukan dengan of dalam Bsu menjadi klausa atau frase benda bisa dalam Bsa, contoh: (25) ...something of a paradoks ‘sesuatu yang merupakan paradoks atau suatu paradoks (bukan sesuatu daripada paradoks)’ - Kata sifat bentukan + kata frase benda dalam Bsu menjadi frase benda + benda dalam Bsa. Anak kalimat dalam bentuk participle dalam Bsu dinyatakan secara penuh dan eksplisit dalam Bsa, contoh: (26) the approval signed by the doctor is valid Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
20 ‘Persetujuan yang ditandatangani oleh...’ (27) The cells carrying the germ are dangerous ‘Sel-sel yang membawa/mengandung’ - Frase benda dengan kata sifat bentukan dari verba (tak) transitif dalam Bsu menjadi kata benda + klausa dalam Bsa, contoh: (28) Lending bank = ‘bank yang memberikan pinjaman’ (29) Thinking person = ‘orang yang berpikir’ - Subjek dalam bentuk klausa (diawali dengan verba) dalam Bsu diubah menjadi frase benda dengan gerund atau klausa dengan infinitif dalam Bsa. 1.d. Transposisi jenis keempat ini dilakukan dengan maksud mengisi kesenjangan leksikal (termasuk perangkat gramatikal yang mempunyai fungsi tekstual seperti /-lah/, /-pun/) dalam Bsa dengan menggunakan suatu struktur gramatikal. Berikut adalah beberapa contoh : -
Suatu perangkat tekstual penanda fokus dalam Bsu yang dinyatakan dengan konstruksi gramatikal dalam Bsa, contoh: (30) perjanjian inilah yang diacu ‘it is this agreement which is referred to’
-
Verba pelapor berawalan /di-/ dalam Bsu yang sering dipakai dalam jenis laporan yang isinya lebih dipentingkan daripada pelapor atau sumber isi. Dalam Bsa (Bahasa Inggris) umumnya dinyatakan melalui kalimat impersonal passive. contoh: (31) dinyatakan bahwa... ‘It was stated that... (memakai kala lampau karena verba asalnya mengandung keaspekan imperfektif)’
2. Modulasi Konsep modulasi yang dipergunakan di sini didasarkan atas pandangan Newmark (1988 : 88). Pembahasan mengenai modulasi menyangkut: modulasi wajib dan modulasi bebas. Modulasi wajib dilakukan apabila suatu kata, frase atau struktur tidak ada padanannya dalam Bsa, sehingga perlu ditambahkan atau diciptakan. a. Pasangan kata-kata dalam Bsu yang hanya salah satunya saja ada padanannya dalam Bsa. Contoh : kata-kata lessor dan lessee dalam bahasa Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
21 Inggris. Biasanya kata lessee diterjemahkan sebagai ‘penyewa’ tetapi padanan untuk kata lessor tidak ada. Maka, padanannya dapat dicari dengan mengubah sudut pandangnya atau dicari kebalikannya: ‘orang atau pihak yang menyewakan’ atau ‘pemberi sewa’. b. Struktur aktif dalam Bsu menjadi aktif dalam Bsa dan sebaliknya. Konstruksi pasif nol dalam bahasa Indonesia menjadi konstruksi aktif dalam bahasa Inggris. Contoh: Laporan itu akan saya sampaikan besok pagi = ‘i will submit the report tomorrow morning.’ c. Struktur subjek yang dibelah dua dalam bahasa Indonesia perlu modulasi dalam bahasa Inggris. Contoh : ikan yang akan diasin dibersihkan isi perut dan sisiknya. Modulasi dapat dilakukan dengan menyatukan subjek: ‘isi perut dan sisik ikan yang akan diasin’ dibersihkan dan diterjemahkan menjadi (alternatif) ‘the guts and scales of the fish (which are going) to be salted are removed’. Sebagai alternatif padanan dapat pula menambahkan kata depan penanda batas verba ‘the fish are cleaned from their guts and scales’. Namun padanan dapat juga dilakukan dengan transposisi jenis tiga ‘the fish are gutted an scaled’ (dari nomina menjadi verba), yang lebih idiomatik. Modulasi wajib juga terjadi pada penerjemahan kata yang hanya sebagian aspek maknanya dalam Bsu dapat diekspresikan dalam Bsa, yaitu dari makna bernuansa khusus ke umum. Contoh : penerjemahan kata-kata ganti nama dalam bahasa Indonesia seperti saudara, bapak, kamu (bernuansa khusus) menjadi ‘you’ (umum). Modulasi bebas adalah prosedur penerjemahan yang dilakukan karena alasan non-linguistik, misalnya untuk memperjelas makna, menimbulkan kesetalian dalam Bsa, atau mencari padanan yang terasa alami dalam Bsa, contoh kasus: a. menyatakan secara tersurat dalam Bsa apa yang tersirat dalam Bsu. (32) environmental degradation = ‘penurunan mutu lingkungan’ (konsep mutu tersirat dalam Bsu) b. bentuk negatif dalam Bsu manjadi positif dalam Bsa. (33) Konflik militer tak urung terjadi juga = ‘military conflicts are bound to occur (surely occur)’ Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
22 (34) it is not impossible that ... = ‘adalah mungkin bahwa...’ Dari contoh-contoh yang terdeskripsi di atas dapat diketahui bahwa prosedur modulasi melibatkan interpretasi terhadap lingkungan dalam teks (co-teks). Namun, ada kalanya dalam penerjemahan diperlakukan acuan ke konteks (lingkungan luar teks), seperti dalam contoh berikut: Apabila kalimat “buatlah bubur dari separuh alpukat yang matang” diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, kita perlu melihat konteks : Bidang kosmetika? Makanan? Apabila bidangnya kosmetika, misalnya untuk masker pembersih wajah, maka kata bubur tidak dapat diterjemahkan menjadi porridge (untuk dikonsumsi). Dengan demikian, konteks merupakan hal penting dalam perjemahan.
2.4 Sintesa Berdasarkan uraian yang telah dituliskan oleh para linguis Arab dan non Arab di atas, dapat diketahui bahwa penerjemahan sangat erat kaitannya dengan ilmu sintaksis atau gramatika dan juga ilmu semantik atau ranah makna. Umar (1982) sebagai linguis Arab melihat penerjemahan dari sudut pandang relasi makna. Bukunya yang berjudul اﻟﺪﻻﻟﺔ
اﻟﻌﻠﻢ/al-`ilm ad-adala:lah/ mengupas secara tuntas
tentang ranah makna atau ilmu semantik. Dalam kaitannya dengan penerjemahan,
أﻥﻮاع اﻟﻤﻌﻨﻰ/’anwa:’u alma`na:/atau jenis-jenis makna tersebut antara lain adalah اﻟﻤﻌﻨﻰ اﻷﺳﺎﺳﻲ/alma`na al-asa:si:/ atau makna dasar, اﻟﻤﻌﻨﻰ اﻹﺿﺎﻓﻲ/al-ma`na: al-idha:fi:/ atau makna tambahan/sekunder, اﻟﻤﻌﻨﻰ اﻷﺳﻠﻮﺏﻲal-ma`na al-’uslu:bi: atau makna gaya bahasa, اﻟﻤﻌﻨﻰ اﻟﻨﻔﺴﻲal-ma`na an-nafsi: atau makna psikologis, dan yang terakhir adalah اﻟﻤﻌﻨﻰ اﻷیﺤﺎﺋﻲal-ma`na al-’iha:’i: atau makna isyarat. Maknabeliau mengklasifikasikan makna menjadi lima jenis.
makna yang tersebut di atas berfungsi untuk membantu penerjemah dalam menyampaikan pesan yang ingin disampaikan dari Bsu ke Bsa agar makna yang dipadankan tidak berubah sama sekali atau bahkan dipertajam atau diperjelas. Khalusi (1986) memandang penerjemahan dari jenis-jenis terjemahan teks. Pembagian penerjemahan teks-teks tersebut di antaranya adalah teks puisi, teks prosa lirik, teks ekonomi dan hukum, dan terjemah parafrase. Teks-teks yang menjadi objek penerjemahan tidaklah sama dalam metodenya. Dari semua jenis teks yang tertulis di atas, Khalusi (1986) mengungkapkan bahwa ada tiga metode Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
23
umum dalam menerjemahkan. Yang pertama adalah
اﻟﺘﺮﺟﻤﺔ اﻟﺤﺮﻓﻴﺔ
/at-
tarjamatu al-harfiyyatu/ atau metode penerjemahan harfiah, yang kedua adalah
اﻟﺘﺮﺟﻤﺔ اﻟﻤﻌﻨﻮیﺔ/at-tarjamatu al-ma`nawiyyatu/ atau penerjemahan kontekstual, dan yang terakhir adalah kombinasi keduanya yaitu اﻟﺘﺮﺟﻤﺔ اﻟﺤﺮﻓﻴﺔ اﻟﻤﻌﻨﻮیﺔ/attarjamatu al-harfiyyatu al-ma`nawiyyatu/ atau penerjemahan komunikatif. Umar dan Khalusi sependapat bahwa penerjemahan suatu teks harus disesuaikan dengan budaya dari Bsa, dan hasil terjemahan yang baik adalah terjemahan yang lebih condong kepada Bsa. Hasibuan (1990) memaparkan tentang penerjemahan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Secara umum, ada dua hal penting yang menjadi fokus dalam penerjemahan, yaitu bentuk-bentuk kalimat dan ranah semantik. Bentuk kalimat dalam bahasa Inggris dapat berubah jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Ada dua bentuk umum, yaitu kalimat tunggal atau the simple sentences dan kalimat majemuk setara atau the compound sentences. Kedua bentuk kalimat di atas, akan mengalami transformasi jika dipadankan ke bentuk kalimat dalam bahasa Indonesia. Ranah makna atau semantik juga tidak bisa dilepaskan dari penerjemahan. Makna semantik sangat dipengaruhi oleh struktur gramatika (sintaksis) dan juga lingkungan yang berbeda (semotaksis). Di dalam kajian semantik ada satu bagian yang menarik yaitu ungkapan idiomatik atau ungkapan khas. Ungkapan idiomatik masuk ke dalam ranah semantik karena tidak dapat diterjemahkan kata per kata (secara leksikal), melainkan harus dimaknai secara menyeluruh. Setiap budaya dan bahasa memiliki pengungkapan idiomatik masing-masing, tetapi sama pada makna yang dikandungnya. Ungkapan idiomatik dalam bahasa Inggris umumnya berasal dari saduran kata kerja yang ditambah partikel di awal atau di akhir katanya. Dalam hal komparasi dua hasil terjemahan –yakni terjemahan serat Wedhatama- , Hollander (1995) menegaskan bahwa ada beberapa faktor yang membuat terjemahan tersebut dikatakan baik atau tidak, di antaranya adalah kemampuan penerjemah menguasai Bsu dan Bsa, masa atau waktu penerjemah itu menerjemahkan, dan pemilihan diksi yang tepat. Hollander mengatakan bahwa perubahan bentuk naskah lazim dilakukan –dalam hal ini bentuk puisi ke bentuk prosa- agar makna yang ingin disampaikan jelas dan tidak mengurangi kekuatan maknanya. Hoed, ed (1993) menegaskan bahwa ada dua prosedur penting dalam penerjemahan yaitu transposisi atau perubahan bentuk gramatika dan modulasi Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
24
atau pergeseran nilai kebudayaan. Ada beberapa faktor yang menuntut agar transposisi dilakukan yaitu jika ada perbedaan bentuk kalimat dari Bsu ke dalam Bsa, tidak ada padanan gramatika Bsu dalam Bsa, bentuk yang kaku dalam penerjemahan suatu ungkapan dan yang terakhir adalah mengisi kensenjangan leksikal dalam Bsa. Modulasi menurut pandangan Newmark dibagi menjadi dua yaitu modulasi wajib dan modulasi bebas. Modulasi wajib, dilakukan apabila suatu kata, frase atau struktur tidak ada padanannya dalam Bsa, sehingga perlu ditambahkan atau diciptakan, sedangkan modulasi bebas adalah prosedur penerjemahan yang dilakukan karena hal non-linguistik seperti untuk memperjelas makna, menimbulkan kesetalian dalam Bsa, dan mencari padanan yang terasa alami dalam Bsa. Dari semua yang telah diuraikan dari para linguis di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil terjemahan yang baik dan berterima adalah hasil terjemahan yang tidak mengurangi sedikitpun isi atau makna yang ingin disampaikan dari Bsu ke dalam Bsa. Terdapat banyak sekali perbedaan pada tata bahasa, bentuk kalimat, pemakaian diksi, atau bahkan penambahan kata yang tadinya tidak ada dalam Bsu menjadi ada di Bsa. Namun demikian, hal tersebut tidaklah menjadi masalah selama ide, pesan, esensi, gagasan, ataupun makna dasar yang ingin disampaikan tidak berubah sama sekali. Selain daripada itu, penerjemahan teks mengharuskan penerjemahnya memiliki penguasaan yang komprehensif terhadap Bsu dan Bsa. Ditambah penerjemah juga diharuskan memiliki wawasan ilmu khususnya linguistik yang luas dan juga tentang budaya yang dimiliki oleh pengguna Bsa, agar pemilihan diksi dari kata yang akan ditransfer dari Bsu ke dalam Bsa tepat dan berterima.
Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
BAB III KERANGKA TEORI 3.1 Pengantar Dalam bab ini akan diuraikan beberapa teori yang akan digunakan sebagai dasar analisis terjemahan buletin Al-Arkhabi:l yang bertujuan agar didapatkan gambaran yang jelas sebelum penelitian lebih lanjut pada bab IV. Landasan teori yang akan diuraikan ini terdiri dari teori utama dan teori pendukung. Seperti yang telah dibahas di dalam bab II bahwa dewasa ini buku-buku yang membahas tentang teori terjemahan sudah banyak sekali jumlahnya. Teori utama yang penulis gunakan untuk dasar analisis skripsi ini diangkat dari intisari bab II. Selain teori utama, penulis juga akan memakai beberapa teori pendukung. Teori-teori pendukung yang penulis sertakan dalam analisis skripsi ini, bertujuan untuk memperkuat validitas hasil penelitian. Teori pendukung yang penulis gunakan di antaranya adalah teori jurnalistik. Penulis menjadikan bidang jurnalistik sebagai rujukan karena buletin Al-Arkhabi:l adalah satu bentuk karya jurnalistik dari Ma`had LIPIA.
3.2 Proses Penerjemahan Seperti yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, penerjemahan dapat didefinisikan sebagai sebuah upaya ‘mengganti’ teks bahasa sumber dengan teks yang sepadan dengan bahasa sasaran (Machali, 2000:5). Kata ‘mengganti’ dalam konteks kalimat di atas dapat dimaknai dengan menjembatani makna yang ingin disampaikan dari Bsu ke Bsa. Namun, jika diamati lebih dalam dari prosesnya, penerjemahan tidak hanya sekadar alih-bahasa. Menurut Khalushi (1986) proses terjemahan diklasifikasikan menjadi dua, pertama adalah proses yang di ungkapkan oleh Ibn Bathriq, yaitu dengan melihat setiap kata yang terdapat dalam
اﻟﻠﻐﺔ ﻣﻨﻪ
/al-lughatu minhu/ atau Bsu yang kemudian memaknainya dengan
sesuai dengan padanannya dalam
اﻟﻠﻐﺔ إﻟﻴﻪ 25
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
/al-lughatu ’ilaihi/. Kedua adalah
26
proses yang diungkapkan Hunain Ibn Ishaq yaitu dengan cara membaca keseluruhan kalimat yang terdapat di dalam teks
اﻟﻠﻐﺔ ﻣﻨﻪ
/al-lughatu minhu/,
kemudian dipahami makna dari kalimat tersebut untuk segera diterjemahkan maknanya ke kalimat dalam إﻟﻴﻪ
اﻟﻠﻐﺔ/al-lughatu ’ilaihi/.
Hal yang senada juga diungkapkan oleh Nida dan Taber (1974: 33-34). Yaitu bahwa proses penerjemahan ada tiga tahap yaitu : (1) Analisis (analysis) : mempelajari teks sumber, baik bentuk maupun isinya (2) Pengalihan (transfer) : mengganti unsur Bsu dengan unsur Bsa yang sepadan (3) Penyerasian (restructuring) : menyerasikan hasil penerjemahan yang mungkin masih ‘kaku’ dengan kaidah dan calon pembaca Bsa. Proses (1) – (2) – (3) tidak harus terjadi sekali. Dalam prakteknya, penerjemah akan melakukan ‘loop’ pada beberapa bagian proses itu yang harus berakhir pada (3), misalnya (1) - (2) - (1) - (2) - (1) - (2) - (3) - (1) - (2) - (3)… Di dalam mengikuti proses itu, penerjemah perlu selalu memperhatikan hakikat teks, baik teks sumber maupun teks sasaran (Hoed 1993:4-5). 3.2.1 Analisis Pada kenyataannya sebuah teks tidaklah muncul dalam suatu ruang yang kosong, tanpa disertai maksud penulis, gaya penulis, maupun budaya dan konvensi yang diikuti penulis. Ketika penulis menuliskan sesuatu, di dalamnya pasti terkandung suatu maksud, yakni menyampaikan maksudnya kepada pembaca. Hal ini juga berlaku pada teks ekspresif (perwujudan perasaan) seperti puisi (Machali, 2000:33). Dengan demikian, setiap teks tentunya bukan hal yang steril (Hoed, 1993). Maka dari itu, suatu teks bahasa perlu dianalisis terlebih dahulu sebelum diterjemahkan. Pada tahap awal ini, penerjemah mempelajari teks bahasa sumber baik dari segi bentuk maupun isinya. Oleh karena sistem Bsu dan Bsa berbeda, fokus penerjemah harus diarahkan pada tata bahasa Bsu dan mencari padanannya dalam Bsa. Urutan kata yang berbeda saja sudah dapat membedakan makna. Sebaliknya struktur yang sama belum tentu menyatakan makna yang sama. Jadi, penerjemah harus pula melihat hubungan makna antarkata dan hubungan kata. Ia juga harus melihat makna kata dan gabungan kata tersebut, baik makna ‘asli’, makna ‘kias’, Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
27
maupun ‘nilai’ kata itu sendiri. Hal ini juga yang diungkapkan oleh Khalusi (1996) yang melihat penerjemahan dari relasi makna
yang kemudian
mengklasifikasikan makna-makna tersebut berdasarkan kajian
ﻋﻠﻢ اﻟﺪﻻﻟﺔ
/`ilm
dala:lah/ ‘semantik’. Ada tiga hal yang mendorong analisis perlu untuk dilakukan. 1. Untuk mengetahui maksud pengarang menuliskan teksnya. Dalam hal ini bertujuan untuk eksposisi, narasi, argumentasi, ataukah persuasi. 2. Untuk mengetahui bagaimana penulis menyampaikan maksud tersebut. Seperti menggunakan kalimat-kalimat yang mengandung ajakan atau tegas. Atau dengan penyampaian fakta dan bukti, dan apakah ia menggunakan makna denotatif saja atau digabungkan dengan makna konotatif. 3. Untuk mengetahui bagaimana pengarang mewujudkan maksud tersebut dalam pemilihan kata, frase, dan juga kalimat. Dari ketiga tujuan dasar analisis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan utama analisis adalah agar penerjemah memahami benar-benar pesan yang terkandung dalam teks bahasa sumber serta cara pengungkapannya secara kebahasaan (Hoed, 1993:12). 3.2.2 Pengalihan Setelah memiliki gambaran yang jelas tentang teks yang akan diterjemahkan yakni analisis lengkap yang mencakup aspek gramatikal dan semantik, penerjemah dapat memulai tahap selanjutnya yaitu mengalihkan teks sumber tersebut ke dalam teks sasaran. Proses ini pada awalnya masih terjadi di dalam pikiran penerjemah. Pengalihan dari Bsu ke Bsa tidak boleh dilakukan dalam kalimat-kalimat pendek yang tidak tampak hubungan maknanya. Hubungan tersebut harus mencakup hubungan ruang, waktu dan logis. Kata-kata yang memperlihatkan relasi-relasi itu, baik dalam kalimat maupun antar kalimat harus sudah mendapat perhatian dan dialihkan (Hoed, 1993:12). Dalam tahap pengalihan dari Bsu ke Bsa, penerjemah harus mempertahankan isi atau maksud yang ingin disampaikan oleh pengarang. Sedangkan bentuk sifatnya sekunder, kecuali untuk kasus tertentu seperti puisi. Dalam puisi, rima Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
28 irama sering harus diperhatikan karena memiliki ’makna’ juga. Terkadang, pengubahan bentuk perlu dilakukan untuk mempertahankan isinya. Hal ini terjadi pada kasus penerjemahan Serat Wedhatama yang dilakukan oleh Sujadi Pratomo dan S.Z Hadisutjipto. Pada awalnya serat Wedhatama berbentuk puisi terikat atau tembang, tetapi setelah mengalami pengalihan bentuknya berubah menjadi prosa. Hal ini dilakukan agar pembaca Bsa dapat mengerti maksud dari serat Wedhatama tersebut secara lebih mudah (Hollander:1995). 3.2.3 Penyerasian Setelah tahap analisis dan pengalihan dikerjakan tahap berikut yang harus dilakukan adalah tahap penyerasian. Pada tahap ini penerjemah dapat menyesuaikan bahasannya yang masih terkesan kurang berterima untuk disesuaikan dengan kaidah bahasa sasaran. Menurut Machali (2003) bahwa dalam satu bahasa selalu ada paling sedikit tiga tingkatan utama yaitu: (1) Ragam profesional atau bidang, yang dipakai oleh kalangan profesional di dalam bidangnya. (2) Ragam sehari-hari, yang dipakai oleh banyak orang dalam kehidupan sehar-hari (3) Ragam populer, yang biasa dikenal semua orang tetapi tidak dipakai ditempat yang sesuai. Bila unsur di atas sudah diketahui maka seorang penerjemah harus dapat menempatkan hasil terjemahan pada ragam-ragam di atas, dan tidak diperkenankan ragam Bsu berubah setelah diterjemahkan ke dalam Bsa. Dalam tahap ini seorang penerjemah harus pula mampu menjadi seorang penulis profesional, penyunting, dan juga korektor. Namun, akan lebih baik apabila tahap penyerasian dilakukan oleh orang lain. Ada dua motif yang melandasi hal ini: (1) Penerjemah pada umumnya merasa sulit jika mengoreksi pekerjaannya sendiri, karena secara psikologis ia akan beranggapan terjemahannya sudah bagus, peristilahannya sudah tepat, bahasanya sudah cukup alamiah, dan wajar.
Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
29 (2) Penerjemahan sebaiknya merupakan pekerjaan suatu tim. Dalam hal ini, penerjemah
melulu
yang
menerjemahkan,
sedangkan
kegiatan
penyerasian dilakukan oleh orang lain. Selain daripada itu kerja tim dapat membantu penerjemah dalam menguasai isi pesan dan mengalihkannya serta menyerasikannya menjadi teks Bsa yang tepat sasaran. 3.3 Metode Penerjemahan Permasalah pokok dalam penerjemahan selama ini adalah pemilihan metode yaitu antara penerjemahan harfiah atau penerjemahan bebas. Alasan pemilihan antara keduanya telah berlangsung lama sekali, yakni sebelum masehi (Newmark, 1998:45). Namun, alasan pemilihan metode yang dikemukakan pada zaman itu bersifat teoritis; pentingnya hal-hal yang berkenaan dengan tujuan penerjemahan, khalayak pembaca dan jenis teks tidak diperhatikan. Pada zaman sekarang, permasalahan telah berubah, sekalipun pada dasarnya tetap sama (Hoed, 1993:17). Newmark (1998) mengajukan dua kelompok metode penerjemahan, yaitu (1) metode yang memberikan penekanan terhadap bahasa sumber; dan (2) metode yang memberikan penekanan terhadap bahasa sasaran. Dalam metode jenis yang pertama, penerjemah berupaya mewujudkan kembali dengan setepat-tepatnya makna kontekstual teks bahasa sumber, meskipun banyak dijumpai hambatan sintaktis dan semantis pada teks bahasa sasaran (yakni hambatan dalam bentuk dan makna). Dalam metode kedua, penerjemah berupaya dampak yang relatif sama dengan yang diharapkan penulis asli terhadap pembaca versi Bsu (Machali, 2000:49). Lebih lanjut, Newmark menggambarkan kedua metode terjemahan tersebut pada diagram V berikut.
SL Emphasis
TL Emphasis
Word-for-word translation
Adaptation
Literal Translation Faithful Translation Semantic Translation
Free Tranlation Idiomatic Translation Communicative Translation
(Newmark, 1988:45) Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
30 Keterangan : SL= Bsu, TL= Bsa Dapat dilihat dari bagan di atas, bahwa metode yang memberikan tekanan pada Bsu adalah: (1) Penerjemahan Kata Demi Kata (Word- for- word Translation) Penerjemahan jenis pertama ini adalah penerjemahan yang paling dekat dengan Bsu. Di metode ini urutan kata dalam teks Bsu tetap dipertahankan, katakata diterjemahkan dengan makna dasarnya tidak dengan makna kontekstual. Kata-kata yang bersifat kultural (misalnya, kata tempe) dipindahkan apa adanya. Kegunaan terjemahan kata demi kata adalah untuk memahami mekanisme Bsu atau untuk menafsirkan teks yang sulit sebagai proses awal terjemahan. Umumnya metode ini digunakan sebagai tahap pra-penerjemahan (sebagai gloss). Contoh: (1) ﺻﻠّﻰ ﻋﻠﻲ ﻓﻲ اﻟﻤﺴﺠﺪ /shalla `ali: fi: al-masjidi/ ‘shalat Ali di masjid’ (2) آﺘﺐ ﻣﺤﻤﺪ اﻟﺪرس /kataba muhammadun ad-darsa/ ‘menulis Muhammad pelajaran’ (3) ذهﺐ ﻣﻘﺪاد إﻟﻰ اﻟﺠﺎﻣﻌﺔ /dzahaba miqda:d ila: al-ja:mi`ati/ ‘pergi Miqdad ke universitas’ (2) Penerjemahan Harfiah (Literal Translation) Struktur gramatikal dalam Bsu dicarikan padanannya yang terdekat dalam Bsa, sedangkan kata-kata diterjemahkan di luar konteks. Contoh penerjemahan harfiah adalah penerjemahan kalimat: It’s raining cats and dogs dalam bahasa Inggris, menjadi ‘hujan kucing dan anjing’ dalam bahasa Indonesia. Adapun contohnya dalam bahasa Arab adalah sebagai berikut: (4) یﺒﺤﺚ ﻣﺤﻤﺪ ﻋﻦ أﺑﻴﻪ /yabhatsu muhammad `an ’abi:hi/ ‘Muhammad membahas tentang ayahnya’ (5) اﻟﻠﻐﺔ
ﻗﺎم اﻟﻄﻼب ﺑﻨﺪوة Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
31
/qa:ma ath-thulla:b bi nadwati al-lughati/ ‘mahasiswa berdiri di seminar bahasa’ (6) ﺧﺮج ﻋﺎرف ﻋﻠﻰ إﺡﺴﺎن /kharaja `a:rif `ala: ihsa:n/ ‘Arief keluar kepada Ihsan’ Penerjemahan yang lepas konteks semacam ini, selain menghasilkan versi Tsa yang tak bermakna (kucing dan anjing tidak dapat berjatuhan dari langit), juga menghasilkan versi Tsa yang tidak lazim. Akan tetapi, sebagai proses penerjemahan awal, penerjemahan harfiah dapat membantu melihat masalah yang harus di atasi. (3) Penerjemahan Setia (Faithful Translation) Penerjemahan setia mencoba menghasilkan kembali makna kontekstual dengan masih dibatasi oleh struktur gramatikal Bsu. Metode ini sedikit lebih bebas daripada metode (2), tetapi versi Bsa-nya masih terasa kaku karena kesetiaan tersebut di atas mengabaikan kewajaran penyampaian dalam Bsa. Contoh: Ben is too well aware that he is naughty (kebetulan tanpa muatan budaya) menjadi ‘Ben menyadari terlalu baik bahwa ia nakal’. Meskipun maknanya sangat dekat (setia) dengan makna dalam Tsu versi Tsa-nya terasa kaku, dan akan terasa lebih wajar kalau dipoles lagi dengan tahap penyerasian serta disesuaikan dengan kaidah Tsa menjadi ‘Ben sangat sadar bahwa ia sangat nakal’. Adapun dalam contoh bahasa Arab adalah sebagai berikut: (7) یﺒﺤﺚ ﻣﺤﻤﺪ ﻋﻦ أﺑﻴﻪ /yabhatsu muhammad `an abi:hi/ ‘mencari Muhammad ayahnya’ (8) ﻗﺎم اﻟﻄﻼب ﺑﻨﺪوة اﻟﻠﻐﺔ /qa:ma ath-thulla:bu bi nadwati al-lughati/ ‘mengadakan mahasiswa seminar bahasa’ (9) ﺧﺮج ﻋﺎرف ﻋﻠﻰ إﺡﺴﺎن /kharaja `a:rif `ala: ihsa:n/ ‘berkelahi Arief kepada Ihsan’ (4) Penerjemahan Semantis (Semantic Translation) Penerjemahan semantis berbeda dengan penerjemahan setia, karena harus Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
32 lebih memperhitungkan unsur estetika (antara lain: keindahan bunyi) teks Bsu dengan mengkompromikan makna selama masih dalam batas kewajaran. Bila dibandingakan dengan penerjemahan setia, penerjemahan ini lebih fleksibel, sedangkan penerjemahan setia lebih terikat oleh Bsu. Contoh: ‘He is a bookworm’ yang diterjemahkan menjadi ‘dia (laki-laki) adalah orang yang suka sekali membaca’. Hasil terjemahan tersebut bersifat fungsional (dapat dimengerti dengan mudah, atau pada kalimat berikut ini:
ﺡﺴﻨﻲ ﻣﺒﺎرك هﻮ رﺝﻞ اﻷﻋﻤﺎل /husni muba:rak huwa rajulu al-’a`ma:li/ ‘Husni Mubarak adalah seorang pekerja’
ﻓﺎﻃﻤﺔ هﻲ اﻣﺮأة اﻟﺤﺪیﺪیﺔ /fa:thimatu hiya ’imraatu al-hadi:diyyati/ ‘Fatimah adalah seorang wanita yang tangguh’ Selain metode yang berorientasi pada Bsu seperti yang dijelaskan di atas, adapula metode penerjemahan yang berorientasi pada Bsa, yaitu: (5) Saduran (Adaptation) Metode saduran merupakan bentuk penerjemahan yang paling bebas dan paling dekat dengan Bsa. Metode ini biasanya dipakai dalam penerjemahan drama atau puisi. Karena pada penerjemahan drama atau puisi tema, karakter, dan plot dipertahankan, namun dalam penerjemahannya terjadi peralihan budaya Bsu ke budaya Bsa dan teks asli ditulis kembali serta diadaptasikan kepada Bsa. Contoh: penyaduran drama Shakespeare berjudul Macbeth yang disadur oleh W.S. Rendra dan dimainkan di TIM, Jakarta, 1994. Rendra mempertahankan semua karakter dalam naskah asli dan alur cerita juga dipertahankan tetapi dialognya sudah disadur dan disesuaikan dengan budaya Indonesia.
(6) Penerjemahan Bebas (Free Translation) Metode
penerjemahan
ini
merupakan
metode
penerjemahan
yang
mengutamakan isi dan mengorbankan bentuk teks Bsu. Biasanya metode ini berbentuk suatu parafrase yang dapat lebih panjang ataupun lebih pendek dari aslinya. Metode ini sering dipakai oleh kalangan media massa, mereka Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
33 menyebutnya metode oplosan (Suharno, 1990). Disebut demikian karena biasanya (baik bentuk retorik maupun bentuk kalimat teks Bsa sudah berubah sama sekali misalnya pada plot. Contoh berikut menunjukkan penerjemahan judul berita secara bebas. Bsu: (Time, May 28, 1990): Hollywood Rage for Remakes. Bsa: (Suara Merdeka, 15 Juli 1990) Hollywood Kekurangan Cerita Lantas RameRame Bikin Film Ulang. Atas penjelasan di atas dapat diketahui bahwa di sini versi Tsa lebih banyak daripada versi Tsu, tetapi bagian isi berita justru lebih pendek daripada aslinya (Suharno, 1990). Mungkin yang disebut oplosan dalam kasus ini adalah dimasukkannya beberapa kalimat dari unsur isi berita ke dalam judul berita sehingga membuatnya lebih panjang dari aslinya. Sebagai metode penerjemahan, penggunaan dan kegunaan metode ini sangat khusus dan bertujuan khusus pula.
(7) Penerjemahan Idiomatik (Idiomatic Translation) Metode ini bertujuan mereproduksi pesan dalam Bsu, tetapi sering menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatik yang tidak didapati pada versi aslinya. Contoh: he is a worm book. Diterjemahkan menjadi ‘dia (laki-laki) adalah seorang kutu buku’. Padanan budaya bagi kata ‘worm’ adalah ‘cacing’, tapi dalam konteks ini adalah ‘kutu’. Atau pada ungkapan (12) ﺻﺒﺎح اﻟﺨﻴﺮ /shaba:hu al-khair/ ‘selamat pagi’ (13) ﻣﻊ اﻟﺴﻼﻣﺔ /ma`a sala:matu/ ‘sampai jumpa’ Atau seperti contoh peribahasa bahasa Arab berikut ini (14) ﺑﺎﻟﻨﻮى
أﻥﺖ ﺕﺄآﻞ اﻟﺘﻤﻮر وأرﺝﻢ
/’anta ta’kulu tu,u:r wa ’arjamu bi an-nawa:/
Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
34
→ ‘kau yang makan nangka, aku yang kena getahnya’ Jika peribahasa tersebut diterjemahkan dengan metode penerjemahan harfiah akan menjadi ‘kau yang makan kurma, aku yang kena rajamnya’. Akan tetapi jika diterjemahkan dengan penerjemahan idiomatis, peribahasa di atas akan menjadi ‘kau yang makan nangka aku yang kena getahnya’. (8) Penerjemahan Komunikatif (Communicative Translation) Metode ini berusaha menyampaikan makan kontekstual dari Bsu sedemikian rupa sehingga isi dan bahasanya berterima dan dapat dipahami oleh dunia pembaca Bsa. Sesuai dengan namanya, metode ini memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi yaitu khalayak pembaca dan tujuan penerjemahan. Contoh: penerjemahan kata ‘spine’ dalam thorns spines in old reef sediments. Apabila kata tersebut diterjemahkan untuk para ahli atau kalangan biologi, maka padanannya adalah spine (istilah teknis Latin), tetapi jika diterjemahkan untuk khalayak pembaca umum, maka kata tersebut dapat diterjemahkan menjadi ‘duri’ (dari Lokakarya Penerjemahan III bidang Iptek, atas Kerjasama Pusat Penerjemahan Fakultas Sastra Universitas Indonesia dengan Pusat Bahasa, 1993). Selain daripada contoh di atas, ada juga contoh dalam bahasa Arab seperti penerjemahan kalimat berikut,
ﺡﺐ اﻷم ﻻ یﻤﻮت أﺑﺪًا /hubbu al-’ummu la: yamu:tu ’abadan/ ‘kasih ibu sepanjang jalan. ﻻ إﻟﻪ إﻻ اﷲ /laa ’ila:ha ’illa Allah/ ‘hanya Allah-lah Tuhan itu’ Dari kedelapan metode di atas, ada yang bersifat umum, tetapi adapula yang bersifat khusus. Metode yang bersifat khusus, khusus pula penggunaan dan tujuan penggunaannya. Dari metode-metode yang bersifat umum, hanya metode (4) dan (8) saja yang memenuhi tujuan utama penerjemahan yaitu demi ketepatan dan efisiensi suatu teks. Metode (4) sering digunakan untuk penerjemahan teks yang ekspresif, sedangkan metode (8) sering digunakan untuk teks yang informatif atau vokatif. Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
35
3.4 Prosedur Penerjemahan Hoed (1993) di dalam bukunya lintas bahasa pengetahuan dasar tentang penerjemahan menjelaskan secara ringkas tentang prosedur penerjemahan yang umum dilakukan. Menurut The Macquarie Dictionary,” a procedure is the act or manner of proceeding in any action or process” ‘prosedur adalah perbuatan atau cara kerja dalam segala tindakan atau proses’. Perbedaan antara metode dan prosedur terletak pada satuan penerapannya. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud (dalam ilmu pengetahuan ). Metode penerjemahan berkenaan dengan keseluruhan teks, sedangkan prosedur penerjemahan berlaku untuk kalimat dan satuan-satuan bahasa yang lebih kecil seperti klausa, frase, dan kata. 3.4.1 Transposisi Transposisi dapat didefinisikan secara singkat sebagai pergeseran bentuk atau sudah sejak lama oleh Catford (1965) disebut ‘shift’. Pergeseran bentuk yang dimaksud adalah prosedur penerjemahan yang melibatkan pengubahan bentuk gramatikal Bsu ke Bsa (Machali, 2000: 62-63). Ada empat jenis transposisi yaitu: (1) Transposisi wajib dan otomatis yang disebabkan oleh sistem kaidah bahasa. Penerjemah tidak punya pilihan lain selain melakukannya. Contoh: a. Beberapa nomina jamak dalam bahasa Inggris menjadi tunggal dalam bahasa Indonesia seperti: (17) a pair of glasses = ‘sebuah kacamata’ (18) a pair of scissors = ‘sebuah gunting’ Atau sebaliknya nomina jamak dalam bahasa Indonesia menjadi nomina tunggal dalam bahasa Inggris seperti: (19) ikan-ikan itu = ‘the fish’ (20) domba-domba tersebut = ‘the sheep’ Ada juga contohnya dalam bahasa Arab: (21) اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ
اﻟﻘﻮم هﻢ یﻌﻴﺸﻮن ﻓﻲ ﺝﺰیﺮة Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
36
/al-qaumu hum ya`i:syu:na fi al-jazi:rati al-`arabiyyati/ Kaum tersebut tinggal di Arab Seperti yang telah diketahui secara leksikal, bahwa kata
اﻟﻘﻮم
/al-qaum/
اﻟﻘﻮم/alqaum/ dimaknai jamak. Padahal kata kaum mempunyai kata jamak yaitu اﻷﻗﻮام
memiliki makna tunggal ‘kaum’, akan tetapi dalam kalimat diatas kata /al-’aqwa:m/. Seperti yang terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an berikut:
(22) ﻻ یﺘﺨﺬ اﻟﻤﺆﻣﻨﻮن اﻟﻜﺎﻓﺮون أوﻟﻴﺎء ﻣﻦ دون اﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ /la: yattakhidzu al-mu’minu:na al-ka:firi:na ’auliya:’a min du:ni al-mu’mini:n/ ‘Janganlah orang-orang mu’min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu’min’. (Ali ‘Imran:28) (23) وءاﺕﻮا اﻟﻴﺘﺎﻣﻰ أﻣﻮاﻟﻬﻢ /wa ’a:tu: al-yata:ma: ’amwa:lahum/ ‘Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka’. (an-Nisa: 2) (24) وءاﺕﻮا اﻟﻨﺴﺎء ﺻﺪﻗﺘﻬﻦ ﻥﺤﻠﺔ /wa ’a:tu an-nisa:’ shadiqa:tihinna nihlatan/ ‘Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan’. (an-Nisa: 4). Pada contoh (22), (23), dan (24) di atas penerjemah mengubah dan mentransposisikan Tsu yang berbentuk jamak ke dalam bentuk tunggal dalam Tsa yaitu
pada
أوﻟﻴﺎء
/’auliya:’/,
أﻣﻮاﻟﻬﻢ
/’amwa:luhum/,
dan
ﺻﺪﻗﺘﻬﻦ
/shadiqatihinna/ yang di transposisikan menjadi ‘wali’, ‘harta’, dan ‘maskawin’ berbentuk tunggal. b. Pengulangan kata sifat dalam bahasa Indonesia yang maknanya menunjukan variasi yang tersirat dalam kata sifat menjadi penjamakan nominanya dalam bahasa Inggris. Contoh: (25) Rumah di jakarta bagus-bagus = the Housses in jakarta are built beautifully c. Adjektiva + nomina menjadi nomina + pemberi sifat contoh: (26) Beautiful woman = wanita (yang) cantik. Transposisi wajib ini, bukan hanya berlaku pada bahasa Inggris saja. Tetapi, Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
37
juga berlaku pada bahasa Arab, contohnya pada transposisi dalam bentuk verba. Kata kerja imperatif ‘Pergi!’ = ! اذهﺐ/idzhab!/, tetapi ‘jangan pergi’ = !ﺕﺬهﺐ /la: tazdhab!/ (bukan
ﻻ اذهﺐ
ﻻ
la: idzhab seperti analogi dalam bahasa
Indonesianya). (2) Transposisi jenis kedua dilakukan jika suatu struktur gramatikal dalam Bsu tidak ada dalam Bsa. Contoh: - Peletakan objek di latar depan dalam bahasa Indonesia tidak ada dalam konsep struktur bahasa Inggris, seperti kalimat: (27) Buku itu harus kita bawa = ‘we must bring the book’ - Peletakan verba di latar depan dalam bahasa Indonesia tidak lazim dalam struktur bahasa Inggris, kecuali dalam kalimat imperatif. Contohnya seperti kalimat berikut: (28) berbeda penjelasannya = ‘the explanation differs’. (3) Transposisi jenis ketiga terjadi apabila suatu ungkapan dalam Bsu dapat diterjemahkan secara harfiah ke dalam Bsa melalui cara gramatikal, akan tetapi padanannya kaku dalam Bsa. berikut adalah contoh-contohnya - Nomina/frase nominal dalam Bsu menjadi verba dalam Bsa, contoh dalam frase: (29) train intellectual man for the pursuits of an intellectual life = ‘melatih seseorang intelektual untuk mengejar kehidupan intelektual’ (30) أﻥﺎ ذاهﺐ/’ana: dza:hibun/ = ‘saya pergi’ - Kata penghubung dalam Bsu menjadi leksikon biasa dalam Bsa contoh: (31) there is no alternative but no treat them as... = ‘tidak ada alternatif lain selain memperlakukannya sebagai...’ - Kata sifat bentukan + kata frase benda dalam Bsu menjadi frase benda + benda dalam Bsa. contoh: (32) engineering technique = ‘rekayasa teknik’ (33) medical student = ‘mahasiswa kedokteran’ - Anak kalimat dalam bentuk participle dalam Bsu dinyatakan secara penuh dan eksplisit dalam Bsa. Contoh: (34) the approval signed by the doctor is valid ‘Persetujuan yang ditandatangani oleh...’ (35) The cells carrying the germ are dangerous Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
38 ‘Sel-sel yang membawa/mengandung’ - Frase benda dengan kata sifat bentukan dari verba (tak) transitif dalam Bsu menjadi kata benda + klausa dalam Bsa. Contoh: (36) Lending bank = ‘bank yang memberikan pinjaman’ (37) Thinking person = ‘orang yang berpikir’ (4) Tranposisi jenis keempat dilakukan dengan maksud mengisi kesenjangan leksikal (termasuk perangkat gramatikal yang mempunyai fungsi tekstual seperti /-lah/, /-pun/) dalam Bsa dengan menggunakan suatu struktur gramatikal, contoh: - Suatu perangkat tekstual penanda fokus dalam Bsu yang dinyatakan dengan konstruksi gramatikal Bsa, seperti pada kalimat: (38) Perjanjian ini telah diacu = ‘it is the agreement which is referred to’ (not anything else) Pergeseran unit dalam istilah Catford (1965) termasuk dalam transposisi atau pergeseran bentuk jenis ini, yaitu misalnya dari kata menjadi klausa, frase menjadi klausa. Berikut adalah contoh dari kata menjadi frase atau sebaliknya: (39) adept = ‘sangat terampil’ (40) amenity = ‘sikap ramah tamah, tata krama, sopan santun’ (41) deliberate = ‘dengan sengaja, tenang dan berhati-hati’ (42) interchageability = ‘keadaan dapat saling dipertukarkan’ (43) اﻟﻔﻄﻮر/al-futhu:r/ = ‘sarapan pagi’ (44) ﻥﻬﺎرك ﺱﻌﻴﺪ/naha:ruka sa`i:dun/ = ‘selamat siang’ (45) رﺝﺎل اﻷﻋﻤﺎل/rija:[u al-’a`ma:li/ = ‘pengusaha’
3.4.2 Modulasi Berdasarkan konsep Newmark modulasi adalah prosedur penerjemahan yang menyangkut pencarian padanan dan pengaturan variasi melalui pengaturan atau pengubahan sudut pandang, perspektif, segi maknawi yang lain ataupun perubahan kategori pemikiran. Konsep modulasi yang dipergunakan di sini berdasarkan atas pandangan Newmark (1988). Pembahasan modulasi disini menyangkut modulasi wajib dan modulasi bebas. Modulasi wajib dilakukan apabila suatu kata, frase, atau struktur tidak ada padanannya dalam Bsa sehingga perlu dimunculkan. Berikut adalah beberapa jenis modulasi wajib: Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
39 a. Pasangan kata dalam Bsu yang hanya salah satunya saja ada padanannya dalam Bsa. Contoh: (46) kata-kata lessor dan lessee dalam bahasa Inggris. Pada umumnya kata lessee diterjemahkan sebagai ‘penyewa’ tetapi padanan untuk kata lessor tidak ada. Oleh karena itu, padanannya dapat dicari dengan mengubah perspektifnya atau dicari kebalikannya yaitu menjadi ‘orang/pihak yang menyewakan’ atau ‘pemberi sewa’. b. Struktur aktif dalam Bsu menjadi pasif dalam Bsa dan sebaliknya. Contoh: infinitive of purpose dalam bahasa Inggris: (47) The problem is hard to solve = ‘masalah itu sukar untuk dipecahkan’ (48) اﻟﻜﻠﺐ ﺿﺮﺑﻪ أﺡﻤﺪ/al-kalbu dharabahu ’ahmad/ = ‘anjing itu dipukul oleh Ahmad’ Atau seperti dalam ayat berikut: (49) ﻓﺄﺻﺎﺑﻬﻢ ﺱﻴﺌﺎت ﻣﺎ ﻋﻤﻠﻮا /fa‘ asha:bahum sayyi’a:tu ma: `alimu:/ ‘Maka mereka ditimpa oleh (akibat) kejahatan perbuatan mereka’ (an-Nahl: 34). Pada contoh yang tertera di atas tampak gejala pengubahan konstruksi aktif menjadi pasif , yaitu kata
أﺻﺎﺑﻬﻢ
/’asha:bahum/ yang aktif dimodulasikan
menjadi pasif, ditimpa. c. Struktur subjek yang dibelah dua dalam bahasa Indonesia perlu modulasi dalam bahasa Inggris. Contoh: (50) buku tersebut telah disahkan penggunaannya oleh DIKTI = ‘the use of the book has been approved by DIKTI’. Modulasi wajib juga tejadi pada penerjemahan kata yang hanya sebagian aspek maknanya dalam Bsu dapat diungkapkan dalam Bsa, yaitu dari makna yang bernuansa khusus ke makna yang bernuansa umum seperti dalam contoh berikut ini: (51) society = ‘masyarakat’ (hubungan sosialnya, dsb) (52) community = ‘masyarakat’ (kelompok orangnya) Atau seperti ayat-ayat berikut: (53)
ﻗﺎل ﻣﺎ ﺧﻄﺒﻜﻦ إذ راودﺕﻦ یﻮﺱﻒ ﻋﻦ ﻥﻔﺴﻪ ﻗﻠﻦ ﺡﺎش ﷲ ﻣﺎ ﻋﻠﻤﻨﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻦ
ﺱﻮء Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
40 /qa:la ma khatbukunna idz rawadtunna yu:suf `an nafsihi qulna ha:sya lillah ma: `alimna: `alaihi min su:’in/ ‘Raja berkata (kepada wanita-wanita) itu: “Bagaimana keadaan kamu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukan dirinya (kepadamu)”. Mereka berkata: “Maha Sempurna Allah, kami tiada mengetahui sesuatu keburukan dari padanya”. (Yusuf: 51) (54) ﻗﺎل هﻞ ﻋﻠﻤﺘﻢ ﻣﺎ ﻓﻌﻠﺘﻢ یﻮﺱﻒ وأﺧﻴﻪ إذ أﻥﺘﻢ ﺝﺎهﻠﻮن /qa:la hal `alimtum ma: fa`altum bi yu:suf wa akhi:hi idz antum ja:hilu:n/ ‘Yusuf berkata: “Apakah kamu mengetahui (kejelekan) apa yang telah kamu lakukan terhadap Yusuf dan saudara ketika kamu tidak mengetahui (akibat) perbuatanmu itu” (Yusuf:89) Pada kedua contoh ayat di atas tampak gejala penyamaan antara kata ganti untuk maskulinum dan kata ganti feminium. Kata ganti femininum pada /khathbukunna/,
راودﺕﻦ
/rawadtunna/, dan
ﻗﻠﻦ
ﺧﻄﺒﻜﻦ
/qulna/ diterjemahkan menjadi
‘kamu’ yang lebih umum dan dalam bahasa Indonesia dapat berlaku baik bagi laki-laki maupun perempuan. Adapun modulasi bebas, adalah prosedur penerjemahan yang dilakukan karena alasan non-linguistik, seperti untuk memperjelas makna, menimbulkan kesetalian dalam Bsa, mencari padanan yang terasa alami dalam Bsa, dsb. Contoh: a. Menyatakan secara tersurat dalam Bsa apa yang tersirat dalam Bsu. (55) environmental degradation = ‘penurunan mutu lingkungan’ (konsep mutu tersirat dalam Bsu). b. Bentuk negatif dalam Bsu manjadi positif dalam Bsa. (56) Konflik militer tak urung terjadi juga = military conflicts are bound to occur (surely occur) it is not impossible that ... = adalah mungkin bahwa... c. Frase preposisional sebab-akibat dalam Bsu menjadi klausa sebab akibat dalam Bsa. (57) We all suffer from the consequences of environtmental degradation = ‘kita semua menderita karena (adanya) penurunan mutu lingkungan’. Adapun contoh modulasi di bidang idiomatik adalah pada peribahasa bahasa Arab berikut: (58) أﻥﺖ ﺕﺄآﻞ اﻟﺘﻤﻮر وأرﺝﻢ ﺑﺎﻟﻨﻮى /’anta ta’kulu tumu:r wa ’urjamu bi an-nawa:/ ‘kau yang makan nangka aku yang kena getahnya’. Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
41
3.4.3 Pemadanan Berkonteks Pemberian konteks atau contextual conditioning adalah penempatan suatu informasi dalam konteks agar maknanya jelas bagi penerima informasi atau berita (Nida, 1982:109). Dalam penerjemahan, sangat penting diperhatikan prinsip komunikasi bahwa semakin kaya konteks suatu berita (yang terwujud dalam kalimat), semakin kecil salah informasi (Jakobson, 1996:264). Berikut adalah contoh
yang
dapat
menunjukan
bahwa
kegiatan
penerjemahan
perlu
memperhatikan konteks. a.
Ungkapan selamat malam dalam bahasa Indonesia tidak selalu dapat
diterjemahkan menjadi ‘good night’. Padanannya dalam bahasa Inggris bergantung pada konteks: jika pengucapannya dilakukan pada saat awal pertemuan maka padanannya adalah ‘good evening’, akan tetapi jika pengucapannya dilakukan ketika berpisah maka padanannya adalah ‘good night’ (Machali, 2000:71-72). b.
Ungkapan-ungkapan yang erat kaitannya dengan budaya setempat. Contoh:
(1) Kalimat the mustang was the fastest in the race lebih baik diterjemahkan dengan menyertakan konteksnya bahwa mustang adalah sejenis kuda, dan diterjemahkan menjadi ‘kuda mustang itu adalah yang tercepat dalam pacuan tersebut’. (2) Penerjemahan percakapan tentang orang yang meninggal seperti berikut ini. A : Mengapa ada banyak orang di rumah Ibu Mina B : Hari ini adalah empat puluh harinya Ibu Mina Frase ‘empat puluh hari’ tidak dapat diterjemahkan menjadi ‘the fortieth day’ tanpa menyertakan konteksnya, yaitu ‘of her mother’s death’ (Machali, 2000:72). Demikian juga dengan penerjemahan ungkapan-ungkapan dasar seperti selamat makan, selamat belajar, yang konsepnya tidak ada di dalam bahasa Inggris. Newmark menyebutnya (1998) ungkapan seperti ini sebagai ungkapan kultural atau adaptasi. Contoh lainnya adalah penerjemahan salam seperti dear sir diterjemahkan menjadi ‘dengan hormat’ dalam bahasa Indonesia bukan ‘tuan yang terhormat’ (Hoed, 1993:27). Atau seperti ungkapan ’ama:nillah/
dalam bahasa
Arab
tidak
diterjemahkan
ﻓﻲ أﻣﺎن اﷲ/fi: menjadi
‘dalam
Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
42
perlindungan Allah’, akan tetapi diterjemahkan menjadi ‘sampai jumpa’. (3) Di dalam bahasa Indonesia dikenal dan dipahami secara meluas ‘Sholat Subuh’. Namun tidak demikian halnya dengan di bahasa Arab. Di bahasa Arab ‘Sholat Subuh’ ini dikenal dengal sebutan اﻟﻔﺠﺮ
ﺻﻼة/shala:tu al-fajri/.
Contoh
lain juga terdapat pada kata ر ّﺑﺔ/rabbatun/ yang secara leksikal diartikan sebagai ‘dewi’ atau ‘dewata’, akan tetapi kata kata
ر ّﺑﺔ/rabbatun/ jika disandingkan dengan
اﻟﺒﻴﺖ/al-baitu/ yakni ر ّﺑﺔ اﻟﺒﻴﺖ/rabbatu al-baiti/ maknanya akan menjadi
‘ibu rumah tangga’. 3.4.4 Pemadanan Bercatatan Pemadanan bercatatan dilakukan apabila seluruh prosedur penerjemahan di atas seperti transposisi, modulasi, pemadanan berkonteks atau adaptasi telah dilakukan, tetapi tidak dapat menghasilkan padanan yang diharapkan. Hal ini berlaku misalnya dalam penerjemahan kata atau ungkapan yang padanan leksikalnya tidak ada dalam Bsa seperti kata sarung dalam bahasa Indonesia. Kata tersebut dapat langsung dipakai di dalam Bsa dengan diberi catatan penjelasan. Oleh karena itu, prosedur ini disebut pemadanan bercatatan (dapat berupa catatan kaki atau foot note maupun catatan akhir). Contoh: Teks Bsu: Doodgeridoo is a traditional musical instrument used by the aborigines Teks Bsa: Doodgeridoo adalah alat musik tradisional yang digunakan oleh suku aborijin. (Catatan: Doodgeridoo adalah alat musik yang bentuknya seperti seruling panjang, dengan ujung yang melengkung, dan mengeluarkan sirine kapal laut yang akan berangkat)
3.5 Bahasa Jurnalistik Pers Di antara berbagai fungsi bahasa, fungsi informatif adalah salah satu fungsi yang paling utama. Inti dari fungsi informatif adalah situasi eksternal: ungkapan yang disampaikan berorientasi pada fakta suatu topik bahasa atau realita di luar bahasa, termasuk teks laporan tentang gagasan atau teori tertentu. Teks jenis ini biasanya menggunakan gaya bahasa kontemporer, non-regional, non-kelas. Dari Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
43 segi gaya bahasa, gaya akrab cenderung tampak dalam penulisan teks ini. Seperti halnya dalam dunia jurnalistik, dengan kalimatnya yang pendek-pendek dan tanda baca yang tidak konvensional. Seringkali, teks-teks jenis informatif ini ditulis untuk mengejar waktu, atau dari sudut pandang linguistik sebagai asal jadi. Oleh karena itu seorang penerjemah seringkali perlu membetulkan kalimat-kalimatnya sebelum diterjemahkan (Hoed: 1993,28). Secara etimologis, jurnalistik berasal dari kata journ. Dalam bahasa perancis, journ berarti catatan atau laporan harian. Secara sederhana jurnalistik diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan dan pelaporan setiap hari (sumadiria, 2005:2). Jurnalistik adalah kegiatan yang memungkinkan pers atau media massa bekerja dan diakui eksistensi dengan baik. Secara leksikal, jurnalistik diartikan sebagai kegiatan untuk menyiapakan, mengedit, dan menulis untuk surat kabar, majalah, atau berkala lainnya. Dalam kamus, jurnalistik diartikan sebagai kegiatan untuk mempersiapkan, mengedit dan menulis untuk surat kabar, majalah, atau berkala lainnya (Assegaf, 1983:9). Dalam Leksikon Komunikasi dirumuskan, bahwa jurnalistik adalah mengumpulkan, menulis, menyunting, dan menyebarkan berita untuk surat kabar, majalah, dan media masa lainnya seperti radio dan televisi (Kridaklasana, 1977:44). Menurut Ensiklopedia Indonesia, jurnalistik adalah bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian dan atau kehidupan seharihari (pada hakikatnya dengan bentuk penerangan, penafsiran, dan pengkajian) secara berkala, dengan menggunakan sarana-sarana penerbitan yang ada. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karya Poerwadarminta, jurnalistik adalah kegiatan tentang hal karang-mengarang dalam surat kabar; kewartawanan; persuratkabaran. Dari pengertian yang telah dijeaskan di atas maka jurnalistik dapat didefinisikan sebagai kegiatan menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya. Produk jurnalistik adalah surat kabar, tabloid, majalah, buletin, atau berkala lainnya seperti radio, televisi, dan media on-line internet. Namun demikian, tidak semua surat kabar disebut produk jurnalistik. Surat kabar, tabloid, majalah, dan buletin dapat digolongkan menjadi tiga kelompok besar : (1) berita (news), (2) Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
44 opini (views), (3) iklan (advertising). Dari tiga kelompok besar itu, hanya berita (news) dan opini (views) saja yang termasuk ke dalam produk jurnalistik. Iklan bukanlah produk jurnalistik walaupun teknis yang digunakannya merujuk pada teknik jurnalistik. Kelompok berita (news) meliputi antara lain berita langsung (straight news), berita menyeluruh (comprehensive news), berita mendalam (depth news), pelaporan mendalam (depth reporting), berita penyelidikan (investigate news), berita khas bercerita (features news), berita gambar (photo news). Sumadiria (2005, 2006) dalam dua bukunya yaitu Bahasa Jurnalistik dan Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature menuliskan bahwa bahasa jurnalistik memiliki beberapa ciri, diantaranya sederhana, singkat, padat, lugas, jelas, jernih, menarik, demokratis, populis, logis, menghindari kata tutur, menghindari kata dan istilah asing, pemilihan kata (diksi) yang tepat , mengutamakan kalimat aktif, sejauh mungkin menghindari penggunaan kata atau istilah-istilah teknis, dan tinduk kepada kaidah serta etika bahasa baku. Di bawah ini adalah penjelasan mengenai ciri-ciri bahasa jurnalistik tersebut:
a. Sederhana Pengertian sederhana di sini adalah selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh khalayak pembaca. Kalangan pembaca sangat heterogen baik itu dilihat dari tingkat intelektualitas, karakteristik demografis dan aspek psikografisnya seperti status sosial ekonomi, profesi, tempat tinggal, suku bangsa, agama, dan budaya.
b. Singkat Dalam hal ini berarti langsung kepada pokok permasalahan (to the point), tidak
bertele-tele,
tidak
berputar-putar,
tidak
membuang-buang
waktu
pembacanya.
c. Padat Padat dalam bahasa jurnalistik adalah sarat dengan informasi. Setiap kalimat dan paragraf yang ditulis memuat banyak informasi penting dan menarik untuk Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
45 khalayak pembaca.
d. Lugas Lugas berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufisme atau penghalusan kata atau kalimat yang bisa membingungkan khalayak pembaca terjadi perbedaan persepsi dan kesalahan penyimpulan atau konklusi.
e. Jelas Jelas disini berarti mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur. Sebagai contoh, hitam dan putih. Hitam adalah warna yang jelas dan putih juga merupakan warna yang jelas. Ketika kedua makna itu disandingkan, maka terdapat perbedaan yang jelas mana yang disebut hitam, mana pula yang disebut putih.
f. Jernih Jernih berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus, tidak menyembunyikan sesuatu yang lain yang bersifat negatif seperti prasangka atau fitnah. Menurut pakar komunikasi, jernih berarti senantiasa mengembangkan pola pikir positif (positive thinking), hanya dengan pola pikir positif kita akan dapat melihat semua fenomena dan persoalan yang terdapat dalam masyarakat dan pemerintah dengan kepala dingin, hati jernih, dan lapang dada.
g. Menarik Bahasa jurnalistik harus menarik. Menarik dalam arti mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca, memicu selera baca, bahkan dapat membuat orang yang sedang tertidur menjadi terjaga seketika. Bahasa jurnalistik berpijak pada prinsip menarik, benar dan baku.
h. Demokratis Demokratis berarti bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa sebagaimana dijumpai dalam gramatika bahasa sunda dan bahasa jawa. Bahasa Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
46 jurnalistik memperlakukan siapapun, baik itu presiden, guru, karyawan, maupun tukang becak, pengemis dan pemulung secara sama.
i. Populis Populis berarti setiap kata, istilah, atau kalimat apapun yang terdapat dalam dunia jurnalistik harus akrab di telinga, di mata, dan di benak pikiran khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa. Bahasa jurnalistik harus merakyat, artinya diterima dan diakrabi oleh semua lapisan masyarakat.
j. Logis Logis berarti apapun yang terdapat dalam kata, istilah, kalimat, atau paragraf jurnalistik harus dapat diterima dan tidak bertentangan dengan akal sehat (common sense). Bahasa jurnalistik harus dapat diterima dan sekaligus mencerminkan nalar.
k. Gramatikal Gramatikal berarti kata, istilah, atau kalimat apapun yang dipakai dan dipilih dalam bahasa jurnalistik harus mengikuti kaidah bahasa baku. Bahasa baku artinya bahasa resmi sesuai dengan ketentuan tata bahasa serta pedoman ejaan yang disempurnakan berikut pedoman pembentukan istilah yang menyertai.
l. Menghindari Kata Tutur Kata tutur ialah kata yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari secara informal. Kata tutur ialah kata-kata yang digunakan dalam percakapan di warung kopi, terminal, bus kota, atau di pasar. Kata tutur ialah kata yang hanya menekankan pada pengertian sama sekali tidak memperhatikan masalah struktur dan tata bahasa.
m. Pilihan Kata (diksi) yang Tepat Bahasa jurnalistik sangat menekankan efektifitas. Setiap kalimat yang disusun tidak hanya harus produktif tetapi juga tidak boleh keluar dari asas efektifitas. Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
47 Artinya, setiap kata yang dipilih memang tepat dan akurat sesuai dengan tujuan pesan pokok yang ingin disampaikan kepada khalayak. Pilihan kata atau diksi yang tidak tepat dalam setiap kata jurnalistik bisa menimbulkan akibat fatal. Dalam bahasa jurnalistik, diksi kerap bersinggungan dengan, antara lain, masalah pemakaian: kata-kata bersinonim, kata-kata yang bernilai rasa, kata-kata konkret, kata-kata abstrak, kata-kata umum, kata-kata khusus, dan kata lugas. (Sumadiria, 2006:30)
n. Mengutamakan Kalimat Aktif Kalimat aktif lebih mudah dipahami dan lebih disukai khalayak pembaca daripada kalimat pasif. Contohnya seperti pada kalimat ‘Presiden mengatakan’, bukan ‘dikatakan oleh Presiden’. Bahasa jurnalistik harus jelas susunan katanya dan kuat maknanya (clear and strong). Kalimat aktif lebih memudahkan pengertian dan memperjelas tingkat pemahaman. Kalimat pasif sering menyesatkan pengertian dan membingungkan tingkat.
o. Menghindari Kata atau Istilah Teknis Karena ditujukan untuk umum, maka bahasa jurnalistik harus sederhana, mudah dipahami, dan ringan dibaca. Salah satu cara untuk itu ialah dengan menghindari penggunaan kata atau istilah-istilah teknis. Bagaimanapun, kata atau istilah teknis hanya berlaku untuk kelompok atau komunitas tertentu yang bersifat homogen. p. Tunduk Kepada Kaidah dan Etika Bahasa Baku. Salah satu fungsi utama pers adalah edukasi, mendidik (to educate). Fungsi ini bukan saja harus tercermin pada materi isi berita, laporan, gambar, dan artikelartikelnya, melainkan juga harus tampak pada bahasanya. Bahasa pers merujuk kepada bahasa baku. Bahasa baku artinya bahasa resmi sesuai dengan ketentuan tata bahasa serta pedoman ejaan yang disempurnakan berikut pedoman pembentukan istilah yang menyertainya. Dalam etika berbahasa, pers tidak boleh menuliskan kata-kata yang tidak sopan, kata-kata vulgar, kata-kata yang berisi sumpah-serapah, kata-kata hujatan, Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
48 dan makian yang sangat jauh dari norma sosial budaya agama, atau dengan sengaja menggunakan pilihan kata pornografi dan berselera rendah lainnya dengan maksud untuk membangkitkan asosiasi serta fantasi seksual khalayak pembaca.
Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
BAB IV ANALISIS PENERJEMAHAN BULETIN AL-ARKHABI:L 4.1 Pengantar Dalam bab ini akan dibahas analisis penerjemahan buletin Al-Arkhabi:l. Analisis yang akan dilakukan adalah analisis penerjemahan terhadap Tsu (bahasa Arab) yang telah dipadankan maknanya ke dalam Tsa (bahasa Indonesia). Adapun analisis di dalam bab ini, mengacu kepada kalimat Bsu (bahasa Arab) yang secara umum dibagi menjadi dua kalimat yaitu kalimat verbal (ﻓﻌﻠﻴﺔ fi’liyyatun/ dan kalimat non-verbal (اﺳﻤﻴﺔ
)ﺟﻤﻠﺔ
/jumlah
)ﺟﻤﻠﺔ/jumlah ismiyyatun/. Selain itu,
analisis ini juga mengacu kepada aspek semantik dari kedua teks (bahasa Arab dan bahasa Indonesia), berdasarkan atas teori terjemahan yang diutarakan oleh Newmark mengenai proses penerjemahan yang di dalamnya ada berbagai proses dari transposisi, modulasi dan yang lainnya, dan juga melihat dari sisi pemilihan diksi dalam Tsa untuk memadankan kata dalam Tsu. Pemerolehan data yang dianalisis, dilakukan dengan cara acak atau random. Penulis mengambil dan menganalisis beberapa artikel yang ada di rubrik-rubrik dalam buletin Al-Arkhabi:l. Namun, tidak semua rubrik yang berbahasa Arab di dalam buletin Al-Arkhabi:l di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Adapun
اﻝﺴﻼم ﻋﻠﻴﻜﻢ/as-sala:mu `alaikum/, ﻡﻦ أﺧﺒﺎر اﻝﻤﻌﻬﺪ/min ’akhbari al-ma`had/ dan ﻡﻦ ﻓﺘﺎوى اﻝﻌﻠﻤﺎء/min fata:wa: al-`ulama:’/. Penulis memilih analisis penerjemahan rubrik-rubrik yang diterjemahkan oleh penerjemah LIPIA adalah rubrik
pada tingkat kalimat karena kalimat merupakan tingkatan tertinggi dalam unit pembentukan sebuah teks yang mana di dalam suatu kalimat terdapat subunitsubunit seperti kata, frase, dan juga klausa. Landasan teori di dalam bab III akan diaplikasikan oleh penulis seoptimal mungkin dalam melakukan analisis terhadap teks-teks atau artikel-artikel yang telah dipilih. 4.2 Penerjemahan Struktur Verbal (Jumlah Fi’liyyah) Kalimat struktur verbal atau ﻓﻌﻠﻴﺔ
ﺟﻤﻠﺔ/jumlatun fi’liyyatun/ adalah kalimat 49
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
50 yang awali oleh verba atau ﻓﻌﻞ/fi`il/. Adapun unsur-unsur pembentuknya adalah verba (sebagai predikat) dan
ﻓﺎﻋﻞ/fa`il/ atau ﻧﺎﺋﺐ اﻝﻔﺎﻋﻞ/na’ib al-fa`il/ (sebagai
subjek) (El-Dahdah, 1990: 2). Kalimat verbal diklasifikasikan berdasarkan kepada jenis-jenis kata kerja yang digunakannya didalamnya. Pada pembahasan selanjutnya, akan dibahas mengenai pengklasifikasian tersebut berserta analisis terjemahan terhadap kalimat-kalimatnya. 4.2.1 Penerjemahan Klausa Intransitif Klausa intransitif adalah klausa yang predikat verbalnya tidak mempunyai sasaran dan tidak memiliki objek (Kridalaksana, 1987: 220). Dalam linguistik Arab, istilah ini dikenal dengan اﻝﻼزم fi’lu al-la:zim/ adalah kata kerja
اﻝﻔﻌﻞ/al-fi’lu al-la:zim/. اﻝﻔﻌﻞ اﻝﻼزم/alyang tidak membutuhkan objek ( ﻡﻔﻌﻮل ﺏﻪ
/maf`u:l bih/) (Ash-Shinniy, 1990: 20). Berikut adalah contoh kalimat verbal intransitif dalam bahasa Arab.
ﺟﺎء اﻝﻐﻼم /ja:’a al-ghula:mu/ ‘Pemuda itu datang’
ﻧﺎم اﻝﻄﻔﻞ ﻡﺒﻜﺮا /na:ma ath-thiflu mubakkiran/ ‘Anak itu tidur lebih cepat’
رﺟﻊ اﻝﻄﻼب /raja`a ath-thulla:bu/ ‘Para mahasiswa pulang’ Jumlah kalimat verbal intransitif di dalam buletin ini tidak variatif. Dari penelusuran teks yang telah penulis lakukan terhadap 18 artikel di dalam 6 buletin Al-Arkhabi:l, penulis menemukan 15 kalimat verbal intransitif. Jumlah ini sudah sangat representatif untuk dijadikan sebagai sampel analisis. Berikut adalah beberapa data kalimat verbal intransitif dalam Tsu dan Tsa beserta analisisnya: (1) ( وﺕﻢ اﻝﺒﺤﺚ ﺧﻼﻝﻬﺎ ﻋﻦ أﻃﺮ اﻝﺘﻌﺎونAr. Vol 5) /wa tamma al-bahtsu khilalaha: `an ’athri at-ta`a:wuni/ ‘telah Ө dibahas kerangka kerjasama’ (2)ﺕﺒﻄﻞ
( هﻞ ﺕﺠﻮز أمAr. Vol 11) Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
51 /hal taju:zu ’am tubthilu?/ ‘Sahkah?’ (3) ( ﻓﺼﻞ وﺡﺪك وﻻ ﺕﺠﺬب أﺡﺪا وﻻ ﺕﺘﻘﺪم ﻝﻠﺼﻼة ﻡﻊ اﻹﻡﺎمAr. Vol 11) /fa shalli wahdaka wa la: tajdzab ’ahadan wa la: tataqaddam li ash-shala:ti ma`a al-ima:m/ ‘maka hendaklah anda mengerjakan shalat sendirian di belakang shaf dan tidak perlu menarik seseorang dari barisan shaf tersebut –untuk menemani anda- atau maju untuk shalat bersama imam’ Verbal intransitif pada data (1), adalah kata ﺕﻢ/tamma/. Secara harfiah kata ﺕﻢ /tamma/ dapat diterjemahkan ‘menjadi penuh’, ‘utuh’, ‘selesai’, ‘terpenuhi’, ‘terjadi’. Akan tetapi, dalam hal ini penerjemah tidak menuliskan padanan kata ﺕﻢ /tamma/ secara harfiah dalam Tsa, akan tetapi diterjemahkan menjadi ‘telah’. Dalam Tsu, kalimat pada data (1), merupakan kalimat verbal yang tidak terdapat objek di dalamnya, namun demikian dalam kalimat tersebut ada preposisi /`an/ yang menjelaskan tentang
اﻝﺒﺤﺚ
ﻋﻦ
/al-bahtsu/ ‘pembahasan’. Dalam
padanannya dalam Tsa, kalimat tersebut berubah bentuk menjadi kalimat verbal pasif. Hal ini dapat diketahui dari bentuk kalimatnya ‘telah dibahas kerangka kerjasama’. Jika pada Tsu, frase
ﻋﻦ أﻃﺮ اﻝﺘﻌﺎون
/`an ’athri at-ta`a:wuni/
merupakan frase berpreposisi, maka dalam Tsa, bentuk tersebut berubah menjadi subjek (‘kerangka kerjasama’). Hal ini terjadi karena proses modulasi wajib yang mana struktur aktif dalam Tsu diterjemahkan menjadi pasif dalam Tsa. Penerjemahan pada data (1) ini sudah ekuivalen, akan tetapi akan lebih baik jika makna harfiah kata
ﺕﻢ
/tamma/ juga ikut disertakan dalam Tsa menjadi ‘telah
dibahas secara menyeluruh, kerangka kerjasama’. Selain itu, proses transposisi juga terjadi pada perubahan nomina
اﻝﺒﺤﺚ/al-
bahtsu/ menjadi verba (‘dibahas’). Proses penerjemahan yang dilakukan terhadap data (1), oleh penerjemah, termasuk pada proses transposisi yang dilakukan apabila suatu ungkapan atau kata dalam Bsu dapat diterjemahkan secara harfiah/leksikal ke dalam Bsa, akan tetapi padanannya tidak berterima dalam Bsa. Klausa verbal intransitif pada data (2) adalah kalimat tanya
ﺕﺒﻄﻞ
/hal taju:zu ’am tubthil?/.
ﺕﺠﻮز
/taju:zu/ dan
ﺕﺒﻄﻞ
هﻞ ﺕﺠﻮز أم
/tubthil/ merupakan
verbal intransitif. Tidak dituliskan objek dalam susunan kalimatnya. Jika diterjemahkan dengan metode terjemahan harfiah maka terjemahannya menjadi ‘apakah diizinkan atau dilarang? ’Akan tetapi di dalam penerjemahannya dalam buletin Al-Arkhabi:l padanannya menjadi ‘sahkah’. Penerjemahan ini dapat Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
52
dikategorikan dalam penerjemahan parafrase. Dalam penerjemahan parafrase, prosesnya membuat hasil terjemahannya menjadi lebih pendek atau yang tadinya menggunakan dua kalimat, ﺕﺒﻄﻞ
هﻞ ﺕﺠﻮز أم/hal taju:zu am tubthil?/ akan tetapi
dalam padanannya hanya menggunakan satu kalimat ‘sahkan’, proses ini dapat dikategorikan ke dalam proses transposisi yang dilakukan jika diterjemahkan secara secara harfiah maka hasilnya akan kurang berterima atau kurang efisien dalam Bsa. Walaupun hasil terjemahannya lebih pendek, sudah terjadi kesepadanan makna antara dua kalimat tersebut. Pada data (3), verba intransitif yang terdapat dalam kalimat tersebut adalah kata
ﺕﺘﻘﺪم
/tataqaddam/. Verba
ﺕﺘﻘﺪم
/tataqaddam/ diterjemahkan secara harfiah
ﺕﺘﻘﺪم/tataqaddam/ dalam Tsu merupakan ﻓﻌﻞ اﻷﻡﺮ/fi`il al-’amr/, yang juga diterjemahkan
oleh penerjemah menjadi ‘maju’. Kata berntuk kata kerja perintah
menjadi kata kerja perintah. Akan tetapi dalam konteks kalimat tersebut, kata
ﺕﺘﻘﺪم/tataqaddam/ diawali oleh negasi ﻻ/la:/ yang berarti ‘tidak’ atau ‘jangan’, sehingga kalimatnya adalah ‘jangan maju’. Penerjemahan pada contoh (3) ini sudah ekuivalen, namun demikian terjemahan tersebut dapat disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia yang baku sehingga menjadi ‘maka sepatutnya anda mengerjakan shalat sendirian di belakang shaf dan tidak perlu menarik seseorang dari barisan shaf tersebut –untuk menemani anda- atau maju untuk shalat bersama imam’. Kata ‘hendaklah’ dapat diganti dengan ‘sepatutnya’ karena isi dari kalimat tersebut adalah tentang tata cara beribadah (fikih) yang menuntut suatu keharusan dan kepastian. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemilihan diksi sangat bergantung kepada konteks kalimat tersebut. Dari pengamatan dan penelitian penulis terhadap setiap data yang telah dianalisis, proses transposisi wajib terjadi di dalam penerjemahan kalimat verbal intransitif ini. Hal ini dapat diketahui dari peletakan verba di latar depan kalimat yang sangat lazim di dalam kaidah bahasa Arab (Bsu) berubah letaknya jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia (Bsa), karena peletakkan verba di latar depan suatu kalimat sangat tidak lazim dalam kaidah bahasa Indonesia. 4.2.2 Penerjemahan Klausa Semitransitif Kalimat verbal semitransitif dapat dikatakan sebagai kalimat verbal yang dapat memiliki objek atau tidak memiliki objek. Kalimat ini jumlahnya relatif sedikit. Begitu pula di dalam buletin Al-Arkhabi:l, kata-kata kerja semitransitif Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
53
yang seringkali muncul di dalam buletin ini hanya beberapa kata seperti /yushalli/ atau ‘sholat’,
یﺼﻠﻲ
یﺴﺘﻤﻊ/yastami`u/ atau’ mendengar’ yang hanya berubah
derivasinya. Berikut adalah data-data kalimat verbal semitransitif yang penulis jadikan sampel analisis dalam Tsu dan Tsa beserta analisisnya: (4) ( ﺿﻤﻦ ﺧﻄﺘﻬﺎ ﻝﻨﺸﺮ اﻝﻜﺘﺐ اﻝﻤﻔﻴﺪةAr. Vol 9) /dhamana khiththatuha: li nasyri al-kutubi al-mufi:dati/ ‘Di antara program Departemen Terjemah LIPIA, adalah menerjemahkan bukubuku yang bermanfaat agar dapat ditelaah dan diambil manfaatnya’
ﺿﻤﻦ/dhamana/ pada data (4) di atas adalah verba semitransitif yang tidak memiliki objek. Adapun kata ﺿﻤﻦ/dhamana/ yang tidak memiliki objek Kata
adalah sebagai berikut:
ﺿﻤﻦ اﻝﻔﻘﻴﺮ ﺿﻌﻴﻔﺎ /dhamana al-faqi:ru dha`i:fan/ ‘Orang fakir termasuk kepada golongan orang-orang yang lemah’ (5) ( ﺛﻢ ﺏﻌﺪ ﻓﺮاﻏﻪ یﺼﻠﻲ ﺕﺤﻴﺔ اﻝﻤﺴﺠﺪAr. Vol 9) /tsumma ba`da fara:ghihi yushalli: tahiyyata al-masjidi/ ‘kemudian setelah adzan baru shalat tahiyat masjid’ Kata
یﺼﻠﻲ/yushalli/ pada data nomor (5) di atas adalah verba semitransitif
yang tidak memiliki objek. Adapun yang memiliki objek adalah sebagai berikut:
یﺼﻠﻲ ﻋﺎرف اﻝﻤﻐﺮب /yushalli `a:rifu al-maghriba/ ‘Arif sedang shalat maghrib’ (6) ( ویﺴﺘﻤﻊ ﻝﻠﺨﻄﺒﺔAr. Vol 11) /wa yastami`u li al-khuthbati/ ‘memperhatikan khutbah’
یﺴﺘﻤﻊ/yastami`u/ pada data (6) di atas, tidak memiliki objek karena adanya preposisi ﻝـ/li/. Adapun yang memiliki objek adalah sebagai berikut: Kata
یﺴﺘﻤﻊ إﺡﺴﺎن اﻝﺨﻄﺒﺔ /yastami`u ’ihsa:nu al-khutbata/ ‘Ihsan mendengarkan khutbah’ (7) ( وﺹﻠﻮا ﺏﺎﻝﻠﻴﻞAr. Vol 11) /wa shallu: bi al-laili/ Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
54 ‘dirikanlah pada malam hari’ Kata ﺹﻠﻮا/shallu/ pada data (7) di atas adalah verba semitransitif yang tidak memiliki objek dalam penyusunan kalimatnya. Adapun yang memiliki objek adalah sebagai berikut:
ﺹﻠﻮا ﺳﻨﺔ /shallu: sunnatan/ ‘Shalat sunnah lah’ (8) ( ﺛﻢ اﺳﺘﻤﻊ ﻡﻌﺎﻝﻴﻪ إﻝﻰ ﺏﻌﺾ اﻝﺘﺴﺎؤﻻت اﻝﻤﻘﺪﻡﺔ ﻡﻦ ﻃﻼب اﻝﻤﻌﻬﺪAr. Vol 11) /tsumma istama`a ma`a:li:hi ila: ba`dhi at-tasa:’ula:ti al-muqaddamati min thulla:bi al-ma`hadi/ ‘Kemudian beliau menanggapi beberapa pertanyaan yang dilontarkan oleh beberapa mahasiswa’ Kata
اﺳﺘﻤﻊ/istama`a/ pada data (8) di atas adalah verba semitransitif yang
tidak memiliki objek dalam penyusunan kalimatnya karena peranan objeknya digantikan oleh preposisi إﻝﻰ/’ila:/. Adapun contoh kalimat yang memiliki objek adalah sebagai berikut:
اﺳﺘﻤﻊ اﻷﺳﺘﺎذ اﻝﺘﺴﺎؤﻻت ﻡﻦ اﻝﻄﻼب /istama`a al-usta:dzu at-tasa:ula:ti min ath-thulla:bi/ ‘Guru menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para mahasiswa’ Pada data (4), verba semitransitif yang terdapat di dalam susunan kalimatnya adalah kata
ﺿﻤﻦ
/dhamana/. Secara harfiah, kata
ﺿﻤﻦ
/dhamana/ bermakna
‘meliputi’, ‘memasukan’, dan ‘menyertakan’. Dalam kalimat Tsu kata
ﺿﻤﻦ
/dhamana/ memiliki objek, dan dalam padanannya kalimat tersebut tetap menjadi kalimat transitif. Kalimat:
ﺿﻤﻦ ﺧﻄﺘﻬﺎ /dhamana khiththatuha:/ dapat diterjemahkan menjadi ‘program yang tercakup di dalam Departemen Terjemah LIPIA’. Namun demikian, penerjemah menerjemahkannya menjadi ‘Di antara program Departemen Terjemah LIPIA’, yang juga merupakan kalimat transitif. Dapat diketahui bahwa penerjemah menggunakan makna leksikal yaitu ‘di antara’ dalam menerjemahkannya. Menurut penulis, penerjemahan yang dilakukan oleh penerjemah LIPIA pada data (4) sudah ekuivalen, namun akan Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
55
lebih baik jika penerjemahannya mengikuti kaidah bahasa Indonesia yang baku, sehingga menjadi ‘Program Departemen Terjemah LIPIA memiliki beberapa program, di antaranya adalah menerjemahkan buku-buku yang bermanfaat’. Pada alternatif terjemahan di atas, tampak peletakan subjek di latar depan kalimat lebih terlihat lazim jika peletakannya berada di tengah kalimat. Selain daripada itu, terjemahan yang penulis ungkapkan di atas, sama sekali tidak mengubah isi/ pesan yang ingin disampaikan dari Tsu ke dalam Tsa. Selain dari pada itu frase ‘memiliki beberapa program’ juga sama sekali tidak mengurangi kekuatan makna dari kata ﺿﻤﻦ/dhamana/. Pada data (6), dan (8) kata
یﺴﺘﻤﻊ
/yastami`u/ dan
اﺳﺘﻤﻊ
/istama`a/
diterjemahkan di buletin ini berturut-turut menjadi ‘memperhatikan’ dan ‘menanggapi’. Jika diterjemahkan secara harfiah, kata
یﺴﺘﻤﻊ
/yastami’u/ dan
اﺳﺘﻤﻊ/istama’a/ memiliki persamaan makna yaitu ‘mendengarkan’. Akan tetapi pada data (6), kata یﺴﺘﻤﻊ/yastami’u/ diterjemahkan menjadi ‘memperhatikan’. Apabila dalam kalimat tersebut kata یﺴﺘﻤﻊ/yastami’u/ diterjemahkan menjadi ‘mendengarkan’, maka makna yang ingin disampaikan tidak akan sempurna, seperti berikut ini ‘mendengarkan khutbah’. Seandainya penerjemah menerjemahkan
یﺴﺘﻤﻊ ﻝﻠﺨﻄﺒﺔ/wa yastami`u li al-
khuthbati/ pada data (6) menjadi ‘mendengarkan khutbah’, maka makna yang sampai hanyalah ‘mendengarkan’, yang belum tentu di dalam kegiatannya itu ada nilai-nilai memahami dan mengerti akan apa yang didengar. Akan tetapi, lain hal jika penerjemah menerjemahkannya menjadi ‘memperhatikan khutbah’ seperti yang berada di dalam terjemahan buletin tersebut. Karena ‘memperhatikan’ adalah kegiatan mendengarkan dengan seksama, yang disertai dengan pemahaman. Hal serupa juga terjadi dengan data (8), kata اﺳﺘﻤﻊ/istama’a/ diterjemahkan menjadi ‘menanggapi’. Penerjemah memadankan kata
اﺳﺘﻤﻊ
/istama’a/ dengan
‘menanggapi’ karena objeknya adalah ‘pertanyaan’. ‘Pertanyaan’ adalah kata yang memiliki pasangan yaitu ‘jawaban’. Jika makna yang digunakan oleh penejemah adalah makna harfiahnya ‘mendengar’, maka kalimat tersebut merupakan kalimat yang ganjil, yang mana ada berbagai pertanyaan akan tetapi tidak ada jawaban-jawaban untuk berbagai pertanyaan itu. Seperti contohnya ‘Kemudian beliau mendengarkan beberapa pertanyaan yang dilontarkan oleh beberapa mahasiswa’. Atas dasar hal inilah penerjemah LIPIA menerjemahkannya Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
56
menjadi ‘menanggapi’, yang merupakan bentuk komunikasi dua arah. Kata ini juga memiliki makna yang sama dengan kalimat alla:hu li: man hamidahu/. Kata
ﺳﻤﻊ اﷲ ﻝﻤﻦ ﺡﻤﺪﻩ
/sami’a
ﺳﻤﻊ/sami`a/ dalam kalimat ini dapat dimaknai
dengan ‘memaknai’ atau ‘menjawab’ yang merupakan harapan atau doa ketika sedang beribadah. Pada data (8) dalam Tsu, terdapat preposisi
ﻝـ
/li/. Akan tetapi dalam
padanannya di dalam Tsa preposisi itu tidak diterjemahkan. Preposisi
ﻝـ
/li/
memiliki makna harfiah ‘untuk’, ‘kepada’. Tampak bahwa tim penerjemah menggunakan metode penerjemahan semantik. jika tim penerjemah tetap menerjemahkan preposisi
ﻝـ
/li/ tersebut, maka terjemahannya akan menjadi
‘memperhatikan kepada khutbah’. Jelas sekali bahwa kalimat dalam Bsa tersebut adalah kalimat yang tidak efektif. Kata ‘memperhatikan’ sudah pasti tertuju kepada suatu hal, dan tidak lagi diperlukan preposisi untuk menunjukkan maksudnya. Kata
یﺼﻠﻲ
/yushalli/ pada data (5) dan kata
ﺹﻠﻮا
/shallu/ pada data (7)
diterjemahkan berturut-turut menjadi ‘shalat’, dan ‘dirikanlah’. Kata /yushalli/ pada data (5) diterjemahkan menjadi ‘shalat’. Kata
یﺼﻠﻲ
یﺼﻠﻲ
/yushalli/
pada data (5) adalah verbal semitransitif yang memiliki objek, adapun objeknya adalah
ﺕﺤﻴﺔ اﻝﻤﺴﺠﺪ
/tahiyyata al-masjidi/. Di dalam Tsu
یﺼﻠﻲ
/yushalli/
merupakan verba bentuk kini, yang jika diterjemahkan secara harfiah akan menjadi ‘mengerjakan shalat’. Tetapi dalam Tsa penerjemah LIPIA melesapkan kata ‘mengerjakan’ sehingga yang dituliskan hanya kata ‘shalat’. Frase
ﺕﺤﻴﺔ
اﻝﻤﺴﺠﺪ/tahiyyata al-masjidi/ adalah nomina yang berperan sebagai objek. Namun demikian یﺼﻠﻲ ﺕﺤﻴﺔ اﻝﻤﺴﺠﺪ/yushall:i tahiyyata al-masjidi/ tidak diterjemahkan sebagaimana dalam Tsu, melainkan menjadi frase nominal ‘shalat tahiyyatul masjid’. Pada penerjemahannya susunan kata/pola kalimat dalam Bsu maupun Bsu nya tidak berubah sama sekali. (5) اﻝﻤﺴﺠﺪ
ﺛﻢ ﺏﻌﺪ ﻓﺮاﻏﻪ یﺼﻠﻲ ﺕﺤﻴﺔ
(1)
(2)
(3)
/tsumma ba`da fara:ghihi yushall:i tahiyyata al-masjidi/ ‘kemudian setelah adzan baru shalat tahiyat masjid’ (3)
(2)
(3)
Penerjemahan setia dilakukan oleh penerjemah dalam proses penerjemahan Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
57
ini. Hal ini dapat dilakukan karena hasil penerjemahan dalam Bsa, gagasan dan pesannya sudah dapat dipahami dengan sangat baik. Namun demikian akan lebih baik jika hasil terjemahannya mengikuti kaidah bahasa Indonesia yang baku sehingga menjadi ‘kemudian, setelah adzan dirikanlah shalat tahiyat masjid’ Hal serupa tidak terjadi pada penerjemahan kalimat data (7), yang mana kata
ﺹﻠﻮا/shallu/ yang merupakan kata kerja perintah atau ﻓﻌﻞ اﻷﻡﺮ/fi`il al-’amr/ dalam Tsu dan memiliki makna harfiah ‘shalatlah’ diterjemahkan menjadi ‘dirikanlah (shalat)’. Dalam proses ini penerjemah melesapkan kata ‘shalat’. Karena secara pragmatik kata perintah ‘dirikanlah’ yang dikerjakan di waktu malam hari adalah mendirikan shalat. Pada dasarnya, terjemahan tersebut sudah ekuivalen, namun demikian wawasan dan pengetahuan pembaca sangat bervariatif. Akan terlihat lebih baik jika makna harfiah
ﺹﻠﻮا
/shallu/ juga ikut
disertakan dalam terjemahannya sehingga menjadi ‘dirikanlah shalat pada malam hari’. 4.2.3 Penerjemahan Klausa Verbal Berpreposisi (Idiomatis) Kalimat verbal berpreposisi adalah kalimat verbal yang memiliki idiom. Menurut Al-Khuli (1982: 125) idiom adalah konstruksi kata yang maknanya secara keseluruhan berbeda dengan makna masing-masing unsurnya. Kata kerja di dalam kalimat ini akan berubah maknanya jika di dalam susunan kalimatnya di tambahkan preposisi. Kosakata seperti ini dikenal dengan kosakata idiomatis. Makna yang muncul akan sangat berbeda dengan
اﻝﻤﻌﻨﻰ اﻷﺳﺎﺳﻲ/al-ma`na al-
asa:si:/ atau makna dasarnya. Namun demikian, tidak semua kata kerja dalam bahasa Arab akan berubah maknanya apabila ditambahkan preposisi di dalam susunan kalimatnya. Berikut adalah beberapa contoh kalimat yang menggunakan kalimat verbal berpreposisi/idiomatis beserta dengan makna terjemahannya dan terjemahan harfiahnya.
ﻗﺎم اﻝﻄﻼب ﺏﻨﺪوة ﻓﻲ اﻝﺠﺎﻡﻌﺔ /qa:ma ath-thulla:bu bi nadwatin fi: al-ja:mi`ati/ <Para mahasiswa berdiri dengan seminar di Universitas> →‘Para mahasiswa mengadakan seminar di Universitas’
ﺧﺮج ﻡﻘﺪاد ﻋﻠﻰ إﺡﺴﺎن /kharaja miqda:du `ala ihsa:ni/ <Miqdad keluar atas Ihsan> →‘Miqdad berselisih paham dengan Ihsan’ Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
58
رﻏﺒﺖ ﻋﻦ درس اﻝﺮیﺎﺿﻴﺎت /raghibtu `an darsa ar-riya:dhiyya:ti/ <Saya menginginkan tentang pelajaran matematika> →‘Saya tidak menyukai pelajaran matematika’ Dalam penulisan buletin ini, penggunaan kata kerja idomatis tidak banyak diaplikasikan.
Karena
memang,
penyusunan
buletin
menggunakan kata-kata kerja yang maknanya merupakan
ini
lebih
banyak
اﻝﻤﻌﻨﻰ اﻷﺳﺎﺳﻲ
/al-
ma`na: al-’asa:si:/ atau makna dasar. Perbendaharaan kata verba berpreposisi yang ada di dalam buletin ini tidak variatif, akan tetapi penulis mengambil beberapa contoh yang berbeda sebagai sampel analisis. Berikut adalah beberapa data kalimat verbal berpreposisi beserta dengan padanannya dalam Tsa dan juga makna harfiahnya: (9) ( آﻤﺎ ﻗﺎم ﻡﺪیﺮ اﻝﻤﻌﻬﺪ ﺏﺰیﺎرة ﻝﻠﻤﻌﻬﺪ اﻝﻤﺬآﻮرAr. Vol 5) /kama: qa:ma mudi:ru al-ma`hadi bi ziya:rati li al-ma`hadi al-madzku:ri/ → ‘Direktur LIPIA pun telah mengadakan kunjungan ke Pondok Modern Gontor’ (10) ( وأﺵﺎد ﻓﻀﻴﻠﺘﻪ ﺏﺎﻝﺪور اﻝﻜﺒﻴﺮ ﻝﻠﻤﻤﻠﻜﺔAr. Vol 6) /wa ’asya:da fadhi:latuhu bi ad-dauri al-kabi:ri li al-mamlakati/ → ‘Direktur LIPIA juga memuji peran besar dan kepedulian Kerajaan Saudi Arabia’ (11) ( وﻓﻲ ﺧﺘﺎم اﻝﺰیﺎرة ﻋﺒﺮ ﺳﻌﺎدة اﻝﺴﻔﻴﺮ ﻋﻦ ﺳﺮورﻩ اﻝﺒﺎﻝﻎAr. Vol 10) /wa fi: khita:mi az-ziya:rati `abbara sa`ada:tu as-safi:ri `an suru:rihi al-ba:lighi/ <Pada kunjungannya duta besar melewatkan tentang kegembiraan> → ‘Pada kunjungannya duta besar menyatakan kegembiraan’
وﻓﻲ ﺧﺘﺎم اﻝﺰیﺎرة أﻋﺮب اﻝﻤﺪیﺮ اﻝﻌﺎم ﻝﺮﻋﺎیﺔ اﻝﻤﻌﺎهﺪ ﻋﻦ ﺵﻜﺮﻩ وﺕﻘﺪیﺮﻩ ( ﻝﻠﻤﻌﻬﺪAr. Vol 10) (12)
/wa fi: khita:mi az-ziya:rati ’a`raba al-mudi:ru al-`a:mmu li ri`a:yati alma`a:hidi `an syukrihi wa taqdi:rihi li al-ma`hadi/ →‘Di akhir pertemuan, Dirjen Pembinaan pesantren menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada LIPIA’ Kata kerja berpreposisi/idiomatis yang seringkali digunakan dalam bahasa Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
59
Arab adalah kata
ﻗﺎم
/qa:ma/ yang diikuti dengan preposisi
ﺏـ
/bi/. Kata
ﻗﺎم
/qa:ma/ jika hanya berdiri sendiri, dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maka maknanya adalah ‘berdiri’, ‘bangun’, dan ‘naik’. Akan tetapi jika kata /qa:ma/ diikuti dengan preposisi
ﺏـ
ﻗﺎم
/bi/, maka maknanya akan berubah menjadi
‘melaksanakan, ‘mengadakan’, ‘menyelenggarakan’. Pada data (9), kata
ﻗﺎم
/qa:ma/ yang diikuti dengan preposisi
ﺏـ
/bi/
diterjemahkan menjadi ‘mengadakan’ dan ‘menerjemahkan’. Pada data (9) penerjemah menerjemahkan kata verbal berpreposisi
ﻗﺎم ﺏـ
/qa:ma bi/ dengan
‘mengadakan’. Dalam data (9) yang berbunyi:
آﻤﺎ ﻗﺎم ﻡﺪیﺮ اﻝﻤﻌﻬﺪ ﺏﺰیﺎرة ﻝﻠﻤﻌﻬﺪ اﻝﻤﺬآﻮر /kama: qa:ma mudi:ru al-ma`hadi bi ziya:rati li al-ma`hadi al-madzku:ri/ Penerjemah tidak menerjemahkannya secara harfiah. Jika penerjemah menerjemahkan kalimat di atas secara harfiah, maka terjemahannya akan menjadi . Dari pengamatan penulis, hasil terjemahan pada contoh (9) sudah ekuivalen. Akan tetapi, akan lebih baik jika penerjemah melesapkan ‘mengadakan’ ke dalam kata ‘kunjungan’, dan mengubahnya menjadi ‘berkunjung’. Karena ‘mengadakan kunjungan’ dan berkunjung memiliki makna yang sama. Sehingga hasilnya akan menjadi ‘Direktur LIPIA pun telah berkunjung ke Pondok Modern Gontor’ Alternatif terjemahan di atas, tampak lebih singkat kalimatnya. Hal ini sesuai dengan kaidah bahasa jurnalistik pers yaitu, singkat dalam arti langsung kepada pokok permasalahan, dan lugas yang berarti tegas dan tidak ambigu, serta menimbulkan kesan ‘keakraban’ terhadap para pembaca. Pada data (10), kata
أﺵﺎد
/’asya:da/ jika berdiri sendiri tanpa diikuti oleh
preposisi bermakna ‘membangun’, ‘mendirikan’. Akan tetapi kata أﺵﺎد/’asya:da/ jika diikuti dengan preposisi
ﺏـ
/bi/ maka maknanya akan berubah menjadi
‘memuji’, ‘menyanjung’. Pada data (10), penerjemah menerjemahkan
أﺵﺎد ﺏـ
/’asya:da bi/ dengan ‘memuji’. Dalam data (10) yang berbunyi:
وأﺵﺎد ﻓﻀﻴﻠﺘﻪ ﺏﺎﻝﺪور اﻝﻜﺒﻴﺮ ﻝﻠﻤﻤﻠﻜﺔ /wa ’asya:da fadhi:latuhu bi ad-dauri al-kabi:ri li al-mamlakati/ Penerjemah juga tidak menerjemahkannya secara harfiah. Jika diterjemahkan Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
60 secara harfiah, maka hasilnya akan menjadi kalimat yang tidak jelas gagasannya dan juga ambigu, berikut adalah hasil jika data (10) diterjemahkan secara harfiah Menurut pengamatan penulis, penerjemahan data (10) dapat disesuaikan dengan konsep bahasa kontemporer dengan mengganti frase ‘peran besar’ dengan kata ‘kontribusi’ serta di sesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia baku, sehingga hasilnya akan menjadi ‘Direktur LIPIA memuji kontribusi dan kepedulian kerajaan Arab Saudi. Pada contoh alternatif di atas, tampak bahwa pemilihan diksi ‘kontribusi’ lebih singkat dan ringkas, sesuai dengan kaidah bahasa jurnalistik pers yang menganjurkan penggunaan diksi yang langsung kepada sasaran (to the point). Penulis menemukan beberapa data dalam Tsa dari buletin Al-Arkhabil perihal penulisan nama negara Saudi Arabia yang merupakan padanan dalam Bahasa Inggris. Tim penerjemah LIPIA seharusnya menggunakan kaidah bahasa Indonesia baku dalam menuliskannya, yaitu Arab Saudi. Sehingga dalam alternatif terjemahan yang penulis tuliskan di atas, nama negara Saudi Arabia penulis ubah dengan Arab Saudi. Pada data (11). Kata
ﻋﺒﺮ/‘abbara/ di dalam kalimat tersebut diterjemahkan
menjadi ‘menyatakan’. Hal ini terjadi karena kata tersebut diikuti dengan preposisi
ﻋﻦ/`an/. Jika kata tersebut berdiri sendiri tanpa diikuti oleh preposisi
apapun, maka maknanya adalah ‘menyeberang’, ‘menyilang’, ‘berpindah’, ‘lewat’, ‘berlalu’. Penerjemahan pada data (11) sudah ekuivalen, dan terjadi kesepadanan makna antara Tsu dan Tsa. Akan tetapi akan lebih baik jika kata
اﻝﺒﺎﻝﻎ/al-ba:ligh/ yang memiliki makna ‘yang amat’ atau ‘sangat’ juga dituliskan padanan maknanya sebagai keterangan ﺳﺮورﻩ/suru:rahu/ dan kalimat tersebut menjadi ‘pada kunjungannya duta besar menyatakan bahwa ia sangat gembira’ Hal serupa juga terjadi dengan data (12). Kata
أﻋﺮب/’a`raba/ yang berarti
‘pengaraban’, diterjemahkan dalam Tsa menjadi ‘menyampaikan’ karena diikuti oleh preposisi
ﻋﻦ
/`an/. Karena secara leksikal, verbal idiomatis
أﻋﺮب ﻋﻦ
/’a`raba..`an/ bermakna ‘menyatakan’, ‘mengungkapkan’, dan ‘mengucapkan’. Penerjemahan pada data (12) pada dasarnya sudah terjadi kesepadanan makna, Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
61
akan tetapi di dalamnya ada pemilihan diksi yang kurang efektif yaitu ‘menyampaikan ucapan terima kasih’. Diksi tersebut dapat diringkas menjadi ‘mengucapkan terima kasih’dan digunakan kedalam kalimat sehingga menjadi ‘Di akhir pertemuan, Dirjen Pembinaan pesantren mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan kepada LIPIA’ Semua proses penerjemahan yang terjadi terhadap data-data klausa verbal idiomatis di atas, termasuk kedalam proses transposisi wajib, dan otomatis yang disebabkan oleh sistem kaidah bahasa. Selain daripada itu untuk menerjemahkan kalimat verbal berpreposisi, metode penerjemahan yang harus dilakukan adalah metode penerjemahan yang berorientasi kepada bahasa sasaran atau paling tidak, yang muatannya lebih dekat kepada bahasa sasaran. Seperti penerjemahan semantis, komunikatif, idiomatis, dan metode penerjemahan bebas. Seandainya penerjemah menggunakan metode-metode yang mengarah kepada bahasa sumber, seperti penerjemahan harfiah atau setia maka hasilnya tidak akan mencapai kesepadanan makna. Seperti pada contoh di atas yang padanan-padanannya diterjemahkan secara harfiah. Akan tetapi, jika dilihat dari sisi proses penerjemahan (analisis-pengalihan-penyerasian), tahap penyerasian hanya dilakukan satu kali saja. Hal ini dapat dilihat dari adanya kesesuaian bentuk antara Bsu dengan Bsa, yang juga diikuti dengan kesepadanan makna, pemilihan diksi yang kurang efektif, dan juga pemilihan padanan yang tidak berterima. Ditinjau dari prosedur, dan metode penerjemahan, penerjemahan yang dilakukan oleh tim penerjemah terhadap klausa verbal berpreposisi ini sudah ekuivalen. 4.2.4 Penerjemahan Klausa Ekatransitif Kalimat verbal ekatransitif adalah sebuah kalimat verbal yang hanya memiliki satu objek. Di dalam bahasa Arab, istilah linguistik ini umum disebut sebagai
اﻝﻔﻌﻞ اﻝﻤﺘﻌﺪي
/al-fi`lu al-muta`addiy/ yaitu kata kerja yang berfungsi untuk
merafa`kan vokal pada subjek (nominatif) dan menasabkan vokal pada objek (akusatif) (ash-shinniy, 1990: 20). Berikut adalah contoh-contoh
اﻝﻔﻌﻞ اﻝﻤﺘﻌﺪي
/al-fi`lu al-muta`addiy/:
ﺿﺮب أﺡﻤﺪ اﻝﻜﻠﺐ /dharaba ’ahmadu al-kalba/ ‘Ahmad memukul anjing itu’ Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
62
ﻓﺘﺢ ﻡﺤﻤﺪ اﻝﺒﺎب /fataha muhammadun al-ba:ba/ ‘Muhammad membuka pintu’
ﻝﻌﺐ اﻷوﻻد آﺮة اﻝﻘﺪم /la`iba al-’aula:du kurata al-qadami/ ‘Anak-anak itu bermain sepak bola’ Jumlah
kalimat
verbal
ekatransitif
dalam
buletin
Al-Arkhabi:l
ini
mendominasi. Karena secara umum, sebuah wacana yang memuat isi berita dapat dipastikan di dalamnya ada pelaku atau subjek, kemudian ada kegiatan yang dilakukan (predikat) dan yang terakhir ada objeknya. Dari penelusuran teks yang telah penulis lakukan pada enam buletin Al-Arkhabi:l, penulis mengambil 67 kalimat verbal ekatransitif sebagai sampel dari keseluruhan kalimat verbal ekatransitif yang ada di dalam buletin tersebut, karena jumlah tersebut sudah sangat representatif. Berikut adalah beberapa data kalimat verbal ekatransitif pada buletin Al-Arkhabi:l dalam Tsu dan Tsa beserta analisisnya: (13) ‘..............’( ﻗﺎل اﻷﺋﻤﺔ اﻷرﺏﻌﺔAr. Vol 11) /qa:la al-’a’immatu al-’arba`atu/ ‘Empat imam mazhab yakni Syafi’i, Malik, Abu Hanifah, dan Ahmad –dalam satu pendapat yang diriwayatkan darinya- , mereka menyatakan bahwa...’
ﻡﻌﻠﻤﺎ ﻡﻦ56 هـ1322 -1421 اﺳﺘﻘﺒﻞ اﻝﻤﻌﻬﺪ ﻓﻲ ﺏﺪایﺔ اﻝﻔﺼﻞ اﻝﺪراﺳﻲ اﻷول ( ﻡﺨﺘﻠﻒ اﻝﻤﻌﺎهﺪ واﻝﺠﺎﻡﻌﺎت اﻹﻧﺪوﻧﻴﺴﻴﺔAr. Vol 10)
(14)
/’istaqbala al-ma`hadu fi: bida:yati al-fashli ad-dira:si: al-’awwali 1421-1422 h 56 mu`alliman min mukhtalifi al-ma`a:hidi wa al-ja:mi`ati al-’indu:ni:siyyati/ ‘LIPIA pada semester pertama tahun 1421H- 1422H menerima 56 guru dan dosen dari berbagai Pesantren dan Perguruan Tinggi di Indonesia’ (15) ( وزﻋﺖ ﻓﻴﻪ اﻝﺠﻮاﺋﺰ ﻋﻠﻰ اﻝﻤﺘﻔﻮﻗﻴﻦAr. Vol 6) /wuzi`at fi:hi al-jawa:’izu `ala: al-mutafawwiqi:na/ ‘Dalam acara ini juga dibagikan hadiah bagi peserta yang berprestasi’ (16) ( یﻐﻴﺮون أﻡﺎآﻨﻬﻢ ﻷداء ﺹﻼة اﻝﺴﻨﺔAr. Vol 12) /yughayyiru:na ama:kinahum li ‘ada:’i shala:ti as-sunnati/ ‘mereka mengubah tempat duduk untuk melaksanakan shalat sunat’ (17) اﻝﺤﻤﻴﺪ
أﺵﺮف ﻋﻠﻴﻬﺎ اﻝﺪآﺘﻮر ﻋﺒﺪ اﻝﻜﺮیﻢ ﺏﻦ ﻡﺤﻤﺪ
(Ar. Vol 6) Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
63
/’asyrafa `alaiha: ad-duktur `abdu al-kari:mi ibn muhammad al-hami:di/ ‘dengan bimbingan Dr.Abdul Karim bin Muhammad Al-Hamid’
ﻋﻘﺪ اﻝﻤﻌﻬﺪ دورة اﻝﺘﺮﺏﻴﺔ ﻓﻲ ﻡﺎﻝﻴﺰیﺎ ﺏﺎﻝﺘﻌﺎون ﻡﻊ اﻹدارة اﻝﺪیﻨﻴﺔ ﻓﻲ وﻻیﺔ هـ1417/1/16-9 ( ﺟﻮهﻮر ﻓﻲ اﻝﻔﺘﺮةAr. Vol 5)
(18)
/`aqada al-ma`hadu daurata at-tarbiyyati fi: ma:layzia: bi at-ta`a:wuni ma`a al’ida:rati ad-di:niyyati fi: wila:yati ju:hu:r fi al-fatrati 9 – 16/1/1417 H/ ‘LIPIA bekerja sama dengan Direktorat Urusan Agama wilayah Johor, Malaysia, telah menyelenggarakan penataran dari tanggal 9 s/d 16 Muharram 1417H’ (19) ( وأﻝﻘﻰ ﻓﻀﻴﻠﺔ ﻡﺪیﺮ اﻝﻤﻌﻬﺪ آﻠﻤﺔ رﺡﺐ ﻓﻴﻬﺎ ﺏﺎﻝﺪارﺳﻴﻦAr. Vol 10) /wa ’alqa: fadhi:latu mudi:ru al-ma`had kalimatan rahhaba fi:ha bi adda:risi:na/ ‘Direktur LIPIA memberikan sambutan dan ucapan selamat datang kepada para peserta program’ Pada data (13), kata ﻗﺎل/qa:la/ merupakan verbal ekatransitif dalam susunan kalimatnya. Secara harfiah kata ﻗﺎل/qa:la/ yang merupakan verba bentuk lampau /fi`lu al-ma:dhi:/ bermakna ‘berkata’, ’berbicara,’. Dalam Tsa penerjemah menerjemahkan kata ﻗﺎل/qa:la/ dengan verba ‘menyatakan’. Verba ‘menyatakan’ dalam bahasa Indonesia juga verba transitif. Tampak bahwa tidak ada perubahan pada penerjemahan verba yang ada pada data (13). Akan tetapi, dalam penerjemahan kata lainnya, terjadi beberapa perubahan yang disertai dengan penambahan.
اﻷﺋﻤﺔ اﻷرﺏﻌﺔ
/al-’a’immatu al-’arba`atu/ diterjemahkan menjadi
‘empat imam mazhab, yakni Syafi’i, Malik, Abu Hanifah, dan Ahmad’. Penambahan nama-nama dari empat imam mazhab tersebut dilakukan karena wawasan pembaca yang bervariatif. Kemungkinan di antara pembaca ada yang belum mengetahui siapa empat imam mazhab yang dimaksud dalam Tsa. dalam penerjerjemahan data (13), penerjemah telah menerjemahkan kalimatnya dengan ekuivalen. Pada data (14), kata transitif yang terdapat di dalamnya adalah kata
اﺳﺘﻘﺒﻞ
/’istaqbala/. Secara harfiah kata اﺳﺘﻘﺒﻞ/’istaqbala/ bermakna ‘menerima’. Dalam penerjemahannya
dalam
Tsa,
penerjemah
menerjemahkannya
dengan
menggunakan makna harfiahnya. Yaitu ‘menerjemahkan’. Baik di dalam Tsu maupun Tsa. Verba ekatransitif objek, ﻡﻌﻠﻤﻦ
اﺳﺘﻘﺒﻞ
/’istaqbala/ atau ‘menerima’, memiliki
56 /56 mu`alliman/ atau dalam padanannya yaitu ‘lima puluh enam
guru dan dosen’. Pada dasarnya penerjemahan pada contoh (14) sudah ekuivalen. Namun demikian, penerjemahannya dapat menjadi lebih berterima jika Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
64
disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia yang baku sehingga menjadi ‘LIPIA menerima 56 pengajar dari berbagai Pesantren dan Perguruan Tinggi di Indonesia pada semester pertama tahun 1421H- 1422H’. Pada alternatif yang penulis tawarkan di atas, tampak di dalam kalimat tersebut pola yang digunakan adalah pola yang umum dipakai dalam penulisan kalimat bahasa Indonesia yaitu subjek predikat - objek - keterangan waktu. Dalam Tsa, penerjemah LIPIA tidak mengubah susunan kalimat dari Tsu. yang mana keterangan waktu diletakkan setelah subjek. Penerjemahan alternatif yang penulis tawarkan di atas, terjadi kesepadanan makna dan juga kesepadanan bentuk. Dalam data (15) verba transitif yang ada di dalam susunan kalimatnya adalah verba pasif transitif.
وزﻋﺖ ﻓﻴﻪ اﻝﺠﻮاﺋﺰ ﻋﻠﻰ اﻝﻤﺘﻔﻮﻗﻴﻦ /wuzi`at fi:hi al-jawa:’izu `ala: al-mutafawwiqi:na/ Verba
وزﻋﺖ
/wuzi`at/ dalam Tsu merupakan bentuk pasif. Dalam
padanannya dalam Tsa pun, penerjemah juga menerjemahkannya dengan bentuk pasif transitif yaitu ‘dibagikan’. Secara harfiah kata
وزع
/waza`a/ bermakna
‘mendistribusikan’, ’mengirim’, ‘menyerahkan’, ‘membagikan’. Jika penerjemah menerjemahkan dengan bentuk aktif, maka yang menjadi objek dalam kalimat tersebut adalah ‘hadiah’. Namun dalam penulisannya dalam kalimat pasif kata ‘hadiah’ merupakan subjek. Dalam penerjemahan data (15) ini, terjadi transposisi pergeseran bentuk yang diungkapkan oleh Catford, dari bentuk kata yaitu ﻡﺘﻔﻮﻗﻴﻦ /mutafawwiqi:na/ menjadi frase ‘peserta yang berprestasi’. Penerjemahan pada data (15) ini sudah ekuivalen, akan tetapi pemilihan diksi ‘hadiah’ yang
اﻝﺠﻮاﺋﺰ/al-jawa:’iz/, dirasa kurang representatif untuk disandingkan dengan ﻡﺘﻔﻮﻗﻴﻦ/mutafawwiqi:na/ ‘peserta yang berprestasi’. Akan
merupakan padanan dari
lebih berterima dan lebih kuat maknanya apabila kata ‘hadiah’ diganti dengan kata ‘penghargaan’, sehingga kalimat tersebut menjadi ‘Dalam acara ini juga dibagikan penghargaan bagi peserta yang berprestasi’. Penerjemahan verba pada data (16), dilakukan secara harfiah oleh penerjemah. Verba
یﻐﻴﺮون/yughayyiru:na/ merupakan verba yang diperuntukan
untuk menjelaskan nomina plural atau jamak, sehingga dapat diterjemahkan menjadi ‘mereka mengubah’. Dalam Tsa, penerjemah menerjemahkannya menjadi ‘mereka mengubah’. dalam proses penerjemahannya kata یﻐﻴﺮون/yughayyiru:na/ yang hanya satu suku kata diterjemahkan menjadi dua suku kata ‘mereka Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
65
mengubah’. Proses ini dapat dikategorikan sebagai proses transposisi wajib. Jelas terlihat bahwa baik dalam Tsu dan Tsa, kalimat ini merupakan kalimat transitif. Selain daripada itu terjadi pergeseran bentuk dari nomina jamak dari Tsu ke dalam nomina tunggal dalam Tsa. Seperti dalam kata
أﻡﺎآﻨﻬﻢ/’ama:kinahum/ menjadi
‘tempat duduk’. Jika proses tersebut tidak dilakukan maka maknanya akan menjadi ‘tempat duduk-tempat duduk’. Penerjemahan pada data (16) sudah ekuivalen, makna dari Tsu ke Tsa telah disampaikan dengan berterima. Verba transitif pada data (17) adalah
أﺵﺮف
/’asyrafa/. Kata
أﺵﺮف
/’asyrafa/ secara harfiah dapat dimaknai ‘membimbing, menunjukkan’. Akan tetapi kata
أﺵﺮف
/’asyrafa yang merupakan bentuk verba dalam Tsu
diterjemahkan menjadi bentuk nomina berpreposisi yaitu ‘dengan bimbingan’. Hal ini masuk kepada kategori modulasi wajib. Jika proses tersebut tidak dilakukan maka terjemahan dari ﻋﻠﻴﻬﺎ
أﺵﺮف/’asyrafa `alaiha/ akan menjadi ‘membimbing
kepadanya’. Jika dilihat dari kesesuaian kaidah bahasa indonesia, penerjemahan data (17), sudah ekuivalen. Namun demikian penerjemahan data (17) dapat di buat lebih berterima dengan mengubah frase ‘dengan bimbingan’ dengan ‘yang dibimbing oleh’ sehingga menjadi ‘yang dibimbing oleh Dr.Abdul Karim bin Muhammad Al-Hamid’. Pada penerjemahan data (18). Kata verba transitif yang ada di dalam susunan kalimatnya adalah
ﻋﻘﺪ
/`aqada/. Secara harfiah, verba
ﻋﻘﺪ
/`aqada/ bermakna
‘mengadakan’,’melaksanakan’,’menyelenggarakan’. Penerjemah menerjemahkan
ﻋﻘﺪ/`aqada/ ke dalam Tsa, dengan menggunakan makna harfiahnya yakni ‘telah menyelenggarakan’. ﻋﻘﺪ/`aqada/ dalam bahasa arab merupakan verba bentuk lampau atau yang sudah dilakukan. Dalam padanannya penerjemah menambahkan kata ‘telah’ yang juga menginformasikan bahwa kegiatan tersebut telah dilaksanakan. Jadi, sama sekali tidak ada perubahan dalam menerjemahkan verba transifit /`aqada/ baik itu dari segi pemaknaan maupun bentuk kata itu sendiri. Namun demikian ada perubahan pada peletakan keterangan subjek. Jika di dalam Tsu keterangan subjek:
ﺏﺎﻝﺘﻌﺎون ﻡﻊ اﻹدارة اﻝﺪیﻨﻴﺔ ﻓﻲ وﻻیﺔ ﺟﻮهﻮر /bi at-ta`a:wuni ma`a al-’ida:rati ad-di:niyyati fi: wila:yati ju:hu:r/ Terletak di akhir kalimat, di dalam padanannya yaitu bahasa Indonesia, letaknya Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
66
bersanding dengan subjek yaitu ‘LIPIA bekerja sama dengan Direktorat Urusan Agama wilayah Johor’. Hal ini sangat relevan dilakukan oleh penerjemah, karena jika keterangan subjeknya mengikuti dengan susunannya dalam Tsu, hasil terjemahannya
akan
menjadi
tidak
baku,
dan
menjadi
‘LIPIA
telah
menyelenggarakan penataran dari tanggal 9 s/d 16 Muharram 1417H’ bekerja sama dengan Direktorat Urusan Agama wilayah Johor, Malaysia. (19) ( وأﻝﻘﻰ ﻓﻀﻴﻠﺔ ﻡﺪیﺮ اﻝﻤﻌﻬﺪ آﻠﻤﺔ رﺡﺐ ﻓﻴﻬﺎ ﺏﺎﻝﺪارﺳﻴﻦAr. Vol 10) /wa ’alqa: fadhi:latu mudi:ru al-ma`had kalimatan rahhaba fi:ha bi adda:risi:na/ ‘Direktur LIPIA memberikan sambutan dan ucapan selamat datang kepada para peserta program’ Pada data (19), terdapat dua verba transitif yaitu أﻝﻘﻰ/’alqa:/ dan /rahhaba/.
أﻝﻘﻰ
Verba
/’alqa:/
bermakna
‘memberikan’,
’menyuguhi’.
Dalam
penerjemahannya penerjemah menggunakan makna harfiah yaitu ‘memberi’. Kata
رﺡﺐ
/rahhaba/ di dalam konteks kalimat tersebut memiliki makna ‘menerima
dengan baik’,’menyambut dengan gembira’ karena adanya preposisi verba
رﺡﺐ
ب/bi/. Jika
/rahhaba/ hanya berdiri sendiri maka maknanya adalah ‘luas’,
‘lapang’. Verba jenis ini dapat dikategorikan kepada verba berpreposisi atau idomatis yang telah dibahas di subbab 4.2.3. Dalam padanannya dalam Tsu verba
رﺡﺐ/rahhaba/ diterjemahkan menjadi ‘ucapan selamat datang’ yang merupakan nomina dalam Tsa. Hal ini dilakukan karena kata kerja sebelum kata رﺡﺐ /rahhaba/ yaitu kata أﻝﻘﻰ/’alqa:/ telah mendeskripsikan kegiatan yang dilakukan oleh subjek ﻓﻀﻴﻠﺔ ﻡﺪیﺮ اﻝﻤﻌﻬﺪ/fadhi:latu mudi:ru al-ma`had/, yaitu memberikan sambutan, oleh karena itu, kata رﺡﺐ/rahhaba/ tidak perlu lagi diterjemahkan menjadi kata kerja dalam Tsa. Ada alternatif penerjemahan yang juga memiliki ekuvalensi tanpa mengubah bentuk verba menjadi nomina yaitu ‘Direktur LIPIA memberikan sambutan dan mengucapkan selamat datang kepada para peserta program’ Dalam proses penerjemahannya, proses tranposisi wajib telah dilakukan oleh penerjemah dalam menerjemahkan kalimat verbal dalam bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia, seperti contohnya adalah penerjemahan pada kalimat yang kata Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
67
kerjanya terletak di latar depan kalimat dalam Tsu akan tetapi hal itu tidak lazim digunakan didalam Tsa. Dalam hal ini ﻓﻌﻠﻴﺔ
ﺟﻤﻠﺔ/jumlatun fi`liyyatun/ meletakan
kata kerja di latar depan, hal ini tidak lazim di dalam bahasa Indonesia. hal ini dapat dilihat dari hampir semua kalimat struktur verbal yang terdapat di dalam penulisan buletin ini. Tampak bahwa kata kerja yang letaknya di latar depan dalam Tsu (bahasa Arab), di transformasikan bentuknya menjadi predikat (tidak lagi di latar depan) kedalam Tsa (bahasa Indonesia). Sebagai buletin yang memuat tentang berita-berita seputar LIPIA dan juga berita umum, penggunaan pola kalimat aktif lebih dianjurkan daripada penggunaan pola kalimat pasif, hal ini juga sesuai dengan kaidah bahasa jurnalistik pers. Di dalam Tsu (bahasa Arab) penggunaan pola kalimat aktif sebagian besar telah diterapkan di dalam buletin ini, walaupun masih ada beberapa kalimat yang menggunakan pola kalimat pasif seperti pada data (15). 4.2.5 Penerjemahan Klausa Dwitransitif Kalimat verbal dwitransitif dapat dikatakan sebagai kalimat verbal yang di dalammya membutuhkan dua objek. Jika hanya satu objek saja yang diungkapkan, maka kalimat tersebut belum menjadi satu kalimat sempurna. Istilah ini, di dalam bahasa Arab dikenal dengan
اﻝﻔﻌﻞ اﻝﻤﺘﻌﺪي ﻝﻤﻔﻌﻮﻝﻴﻦ/al-fi’lu
al-muta`addiy
limaf`u:laini/ (verba yang membutuhkan dua objek). Verba dwitransitif dalam bahasa Arab dikategorikan menjadi dua macam. Pertama, verba dwitransitif yang masuk kepada susunan
ﻡﺒﺘﺪأ ﺧﺒﺮ
/mubtada’ khabar/. Kedua, verba dwitransitif
yang tidak dapat masuk kepada susunan
ﻡﺒﺘﺪأ ﺧﺒﺮ
/mubtada’ khabar/ (Ash-
Shinniy, 1990: 27). Jumlah kalimat verbal dwitransitif di dalam buletin ini relatif sedikit penulis hanya menemukan tiga klausa. Karena memang di dalam bahasa Arab sendiri,
اﻝﻔﻌﻞ اﻝﻤﺘﻌﺪي ﻝﻤﻔﻌﻮﻝﻴﻦ/al-fi’lu al-muta`addiy limaf`u:laini/ atau
kata-kata kerja yang membutuhkan dua objek, sangat terbatas jumlahnya. Berikut adalah data-data kalimat verbal dwitransitif baik Tsu dan Tsa yang terdapat di dalam buletin Al-Arkhabi:l beserta analisisnya: (20) ( وأن یﺠﻌﻞ أﻋﻤﺎﻝﻪ ﺕﻠﻚ ﻓﻲ ﻡﻮازیﻦ ﺡﺴﻨﺎﺕﻪAr. Vol 6) /wa ’an yaj`ala ’a`ma:lahu tilka fi: mawa:zi:ni hasana:tihi/ ‘dan menjadikan amal beliau tersebut termasuk dalam timbangan amal baiknya’ (21) ( ﻓﺈن أﺳﺮة اﻷرﺧﺒﻴﻞ ﺕﻬﻨﺌﻪ وﺕﺴﺄل اﷲ أن یﻮﻓﻘﻪ أدام ﻡﻬﻤﺘﻪAr. Vol 11) /fa ’inna ’usrata al-’arkhabi:li tuhanni’uhu wa tas’alu alla:ha ‘an yuwaffiqahu Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
68
’ada:ma muhimmatihi/ ‘Dan memohon kepada Allah Ta’ala agar memberinya taufik di dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.’ (22) أرى اﻝﺒﻌﺾ یﺆدي ﺕﺤﻴﺔ اﻝﻤﺴﺠﺪ ﺡﺘﻲ وﻝﻮ آﺎن وﻗﺖ ﻧﻬﻲ ویﻘﻀﻲ ﺳﻨﺔ اﻝﻔﺠﺮ
( ﺏﻌﺪ اﻝﺼﻼة ﻡﺒﺎﺵﺮة ﻓﻬﻞ یﺠﻮز ذﻝﻚ؟Ar. Vol 12)
/’ara: al-ba`dha yu’addi: tahiyyata al-masjidi hatta: walau ka:na waqtun nahyun wa yaqdhi: sunnata al-fajri ba`da ash-sha:lati muba:syaratan fa hal yaju:zu dza:lika?/ ‘Saya perhatikan sebagian orang melaksanakan tahiyyatul masjid meskipun dalam waktu larangan, dan mengqadha sholat sunnat fajar langsung setelah shalat, apakah hal yang sedemikian itu boleh dilakukan?’
اﻝﻤﻔﻌﻮل اﻷول/al-maf`u:l al-’awwal/ (objek pertama) yang diungkapkan adalah أﻋﻤﺎﻝﻪ/’a’ma:luhu/ atau dalam padanannya yaitu ‘amal beliau’ dan اﻝﻤﻔﻌﻮل اﻝﺜﺎﻧﻲ/al-maf`u:l ats-tsa:ni:/ (objek kedua) adalah ﻓﻲ ﻡﻮازیﻦ ﺡﺴﻨﺎﺕﻪ/fi: maw:azini hasana:tihi/ atau dalam padanannya dalam Bsa Pada data (20)
dalam ‘timbangan amal baiknya’. Jika diperhatikan dari kedua susunan kalimat dalam Bsu dan Bsa, tampak bahwa susunan katanya selaras (adanya kesesuaian bentuk), dan juga terjadi kesepadanan makna. Bahkan kata
ﺕﻠﻚ/tilka/ juga ikut
diterjemahkan menjadi ‘tersebut’. Berikut adalah pola kalimat dalam Tsu dan Tsa:
وأن یﺠﻌﻞ أﻋﻤﺎﻝﻪ ﺕﻠﻚ ﻓﻲ ﻡﻮازیﻦ ﺡﺴﻨﺎﺕﻪ Objek II
Objek I
Verbal DT
/wa ’an yaj`ala ’a`ma:lahu tilka fi: mawa:zi:ni hasana:tihi/ ‘dan menjadikan amal beliau tersebut termasuk dalam timbangan amal baiknya’ Verbal DT
Objek I
Objek II
Dapat dikatakan bahwa penerjemah menerjemahkan kalimat ini dengan menggunakan metode penerjemahan setia. Memang terjemahan yang dihasilkan, makna dan pesannya sudah dapat dipahami oleh para pembaca. Hasil terjemahannyapun, tetap menjadi kalimat verbal dwitransitif karena di dalamnya tetap ada dua objek. Namun demikian jika tim penerjemah menggunakan metode penerjemahan bebas dapat dipastikan hasilnya akan lebih baik tanpa harus mengurangi kekuatan makna yang ingin disampaikan. Maka hasilnya akan menjadi ‘dan menjadikan amal beliau termasuk sebagai amal shaleh’.
اﻝﻤﻔﻌﻮل اﻷول/al-maf`u:l al-’awwal/ yang ada di kalimat tersebut adalah kata اﷲ/Allah/ yang tetap diterjemahkan menjadi ‘Allah’ dan اﻝﻤﻔﻌﻮل اﻝﺜﺎﻧﻲ/al-maf`ul ats-tsa:ni/ adalah أن یﻮﻓﻘﻪ أدام ﻡﻬﻤﺘﻪ/’an yu:fa:qahu Pada data (21)
Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
69
’ada:ma muhimmatuhu/ yang padanannya dalam Tsa adalah ‘termasuk dalam timbangan amal baiknya’. Dalam data (21) ini, tim penerjemah sudah menerjemahkan kalimat tersebut dengan ekuivalen. Hasil terjemahannya pun tetap sebagai kalimat verbal dwitransitif, dan jika diperhatikan dari kedua susunan kalimat dalam Bsu dan Bsa, tampak bahwa susunan katanya selaras (adanya kesesuaian bentuk), dan juga kesepadanan makna. Berikut adalah pola kalimat dalam Tsu dan Tsa:
وﺕﺴﺄل اﷲ أن یﻮﻓﻘﻪ أدام ﻡﻬﻤﺘﻪ Objek II
Objek I Verba DT
/tas’alu alla:ha ‘an yuwaffiqahu ’ada:ma muhimmatihi/ ‘Dan memohon kepada Allah Ta’ala agar memberinya taufik di Verba DT
Objek I
Objek II
dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.’ Objek II
Metode penerjemahan semantis digunakan oleh tim penerjemah dalam menerjemahkan kalimat ini. Kata
یﻮﻓﻘﻪ
/yu:faqahu/ yang dipadankan menjadi
‘memberinya taufik’ tidak dipadankan dengan ‘memberinya bantuan’. Hal ini dimaksudkan karena kata ‘taufiq’ adalah sebuah pertolongan yang hanya dapat diberikan oleh Allah SWT, selain itu di dalamnya juga ada makna memberikan petunjuk, bimbingan, yang bermuara kepada kemakmuran dan kesuksesan. Lain halnya dengan kata یﻌﻴﻦ/ya`i:nu/ atau یﻨﺼﺮ/yanshuru/. Kata tersebut maknanya juga ‘menolong’, akan tetapi kata tersebut berlaku untuk siapa saja yang melakukan pertolongan. Akan tetapi ada alternatif terjemahan yang dapat digunakan, yaitu dengan menambahkan kata ‘senantiasa’ dalam susunan kalimatnya sehingga menjadi ‘Dan memohon kepada Allah Ta’ala agar senantiasa memberikan taufik di dalam menjalankan tugas dan kewajibannya’
اﻝﻤﻔﻌﻮل اﻷول/al-maf’u:l al-’awwal/ yang ada di kalimat tersebut adalah اﻝﺒﻌﺾ/al-ba`dha dan اﻝﻤﻔﻌﻮل اﻝﺜﺎﻧﻲ/al-maf`u:l ats-tsa:ni/ adalah یﺆدي ﺕﺤﻴﺔ اﻝﻤﺴﺠﺪ/yu’addi: tahiyyata al-masjidi/. Dalam menerjemahkan Pada data (22)
data (22) ini, penerjemah menerjemahkannya dengan ekuivalen, dan kalimat tersebut tetap merupakan kalimat tanya. Berikut adalah pola kalimat pada data (22):
أرى اﻝﺒﻌﺾ یﺆدي ﺕﺤﻴﺔ اﻝﻤﺴﺠﺪ ﺡﺘﻲ وﻝﻮ آﺎن وﻗﺖ ﻧﻬﻲ ویﻘﻀﻲ ﺳﻨﺔ اﻝﻔﺠﺮ ﺏﻌﺪ Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
70
اﻝﺼﻼة ﻡﺒﺎﺵﺮة Keterangan Objek
ﻓﻬﻞ یﺠﻮز ذﻝﻚ؟
Objek II
Objek I Verba DT
/ara: al-ba`dha yu’addi: tahiyyata al-masjidi hatta: walau ka:na waqtun nahyun wa yaqdhi: sunnata al-fajri ba`da ash-sha:lati muba:syaratan fa hal yaju:zu dza:lika?/ ‘Saya perhatikan sebagian orang melaksanakan tahiyyatul masjid meskipun dalam Verba DT
Objek I
Objek II
keterangan objek
waktu larangan, dan mengqadha sholat sunnat fajar langsung setelah shalat, Keterangan objek
apakah hal yang sedemikian itu boleh dilakukan?’ Keterangan objek
Penerjemah menerjemahkan kalimat data (22) yang merupakan klausa verbal dwitransitif dalam Tsu, dengan padanannya dalam Tsa yang juga merupakan klausa verbal dwitransitif. Metode penerjemahan yang dilakukan oleh penerjemah dalam menerjemahkan data (22), adalah metode penerjemahan setia. Hal ini dapat dibuktikan dari susunan atau pola kalimat dalam Tsu yang sepadan dengan susunan/pola kalimat dalam Tsa. Sedangkan pada kalimat ذﻝﻚ؟
ﻓﻬﻞ یﺠﻮز/fa hal
taju:zu dzalika?/, penerjemah menerjemahkannya menjadi apakah ‘hal yang sedemikian itu boleh dilakukan’, dan di dalam prosesnya ada proses transposisi wajib yang dilakukan. Hal tersebut dapat diketahui dari peletakan verba yang lazim di awal kalimat dalam Tsu (kata
یﺠﻮز/taju:zu/ berada di awal kalimat) tidak lazim dalam Tsa
(kata ‘boleh dilakukan’ berada diakhir kalimat). Pada penerjemahannya ada beberapa kata yang tidak efektif digunakan oleh penerjemah dalam penulisannya di dalam kata ‘apakah hal yang sedemikian itu boleh dilakukan’. Akan lebih baik jika kalimat tanya tersebut dibuat lebih ringkas dengan mengganti kata-kata yang bergaris bawah sehingga menjadi: ‘Saya perhatikan, sebagian orang melaksanakan tahiyyatul masjid meskipun dalam waktu yang dilarang, dan mengqadha sholat sunnat fajar langsung setelah shalat, apakah hal tersebut boleh dilakukan?’ Kalimat ‘hal yang sedemikian itu’ dalam Tsa, adalah kalimat yang tidak sesuai dengan kalimat jurnalistik pers, yang menganjurkan agar kalimatnya singkat, dan jelas serta termasuk dalam kategori bahasa Indonesia baku. Maka dari itu disarankan agar meringkas kata tersebut menjadi lebih sederhana dan jelas Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
71
menjadi ‘tersebut’ atau ‘itu’. Pada hakikatnya, dalam bahasa Indonesia peletakan kata kerja di latar depan adalah hal yang tidak lazim. Kata
یﺠﻌﻞ/yaj`alu/, أرى/ara:/ dan ﺕﺴﺄل/tas’alu/
yang letaknya berada di latar depan dalam Tsu, dalam padanannya juga tampak dilatar depan dalam Tsa. Hal ini dapat terjadi apabila sebelumnya sudah ada pekerjaan yang dilakukan oleh subjek. Selain itu penambahan kata ‘dan’ atau konjungsi di awal kalimat pada data (20), dan (21), membuktikan bahwa ada keterkaitan antara kalimat tersebut dengan kalimat sebelumnya (yang lainnya). 4.2.6 Penerjemahan Klausa Adverbial Dalam kaidah bahasa Arab, klausa adverbial digolongkan dapat menjadi
ﻡﻔﻌﻮل ﻡﻄﻠﻖ/maf`u:l mutlaq/, ﻡﻔﻌﻮل ﻷﺟﻠﻪ/maf’u:l li ’ajlihi/ dan اﻝﺤﺎل/al-ha:l/. ﻡﻔﻌﻮل ﻡﻄﻠﻖ/maf`u:l mutlaq/ adalah nomina gerund tiga kategori. Yaitu
akusatif yang terletak setelah verba dan berfungsi untuk menekankan verba, menjelaskan jenisnya, atau menjelaskan kuantitas verba tersebut (ash-shinniy, 1990: 36).
ﻡﻔﻌﻮل ﻷﺟﻠﻪ
genetif dengan preposisi
/maf’u:l li ’ajlihi/ adalah nomina gerund akusatif, atau
ل
/lam/ yang terletak setelah verba berfungsi untuk
menjelaskan sebab terjadinya sebuah verba (Ash-Shinniy, 1990: 43). Sedangkan
اﻝﺤﺎل/al-ha:l/ adalah nomina indefinit akusatif yang menjelaskan keadaan sebuah nomina definit yang terletak sebelum /ha:l/ dalam sebuah kalimat (Ash-Shinniy, 1990: 270). Berikut adalah data-data klausa adverbial dalam buletin Ar-Arkhabi:l beserta padanannya dalam Bsa dan juga analisisnya.
رﻓﻊ ﻡﺪیﺮ اﻝﻤﻌﻬﺪ اﻝﺪآﺘﻮر ﻋﻠﻲ ﺏﻦ ﻡﺤﻤﺪ اﻝﺪﺧﻴﻞ اﷲ ﻧﻴﺎﺏﺔ ﻋﻦ ﻡﻨﺴﻮﺏﻲ اﻝﻤﻌﻬﺪ ( أﺳﻤﻰ ﺁیﺎت اﻝﺸﻜﺮ واﻝﻌﺮﻓﺎن ﻝﺨﺎدم اﻝﺤﺮﻡﻴﻦ اﻝﺸﺮیﻔﻴﻦAr. Vol 6)
(23)
/rafa`a mudi:ru al-ma`had ad-duktu:r `ali: ibn muhammad ad-dakhi:lulla:h niya:batan `an mansu:bi: al-ma`hadi ’asma: ’a:ya:ti as-syukri wa al-`irfa:ni li kha:dimi al-haramaini asy-syarifaini/ ‘Direktur LIPIA Dr Ali Bin Muhammad Al Dakhilullah atas nama keluarga LIPIA, menghanturkan banyak terima kasih kepada beliau’ (24) ﻡﺎﻝﻴﺰیﺎ
( ﻋﻘﺪ اﻝﻤﻌﻬﺪ دورة اﻝﺘﺮﺏﻴﺔ ﻓﻲAr. Vol 5)
/`aqada al-ma`hadu daurata at-tarbiyyati fi: ma:laizia:/ ‘Penyelenggaraan Penataran di Malaysia’
(25)
وﺕﺄﺕﻲ هﺬﻩ اﻝﺪورة ﺿﻤﻦ ﺕﻌﺎون اﻝﻤﻌﻬﺪ ﻡﻊ اﻝﻤﺆﺳﺴﺎت اﻝﺘﻌﻠﻴﻤﻴﺔ اﻝﻠﻐﺔ ﻝﺘﻄﻮیﺮ Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
72
( واﻝﻌﻠﻮم اﻹﺳﻼﻡﻴﺔ ﻓﻲ ﻡﺎﻝﻴﺰیﺎ ﺕﻌﻠﻴﻢ اﻝﻠﻐﺔ اﻝﻌﺮﺏﻴﺔAr. Vol 5) /wa ta’ti ha:dzihi ad-dauratu dhamnu ta`a:wuni al-ma`hadi ma`a al-mu’assasa:ti at-ta`limiyyati al-lughati li tathwi:ri ta`li:mi al-lughati al-`arabiyyati wa al`ulu:mi al-’islamiyyati fi: ma:laizia:/ ‘Penataran ini merupakan kerja sama antara LIPIA dan lembaga-lembaga pendidikan untuk mengembangkan bahasa Arab dan ilmu pengetahuan Islam di Malaysia’
ﺿﻤﻦ ﺧﻄﺘﻬﺎ ﻝﻨﺸﺮ اﻝﻜﺘﺐ اﻝﻤﻔﻴﺪة ﻝﻴﺘﺴﻨّﻰ اﻻﻃﻼع ﻋﻠﻴﻬﺎ واﻻﺳﺘﻔﺎد ﻡﻨﻬﺎ ﻗﺎم ( اﻝﻤﻌﻬﺪ ﺏﺘﺮﺟﻤﺔ ﻡﺠﻤﻮﻋﺔ ﻡﻨﺘﻘﺎة ﻡﻦ ﺳﻠﺴﻠﺔ آﺘﺐ اﻷﻃﻔﺎل وﺡﺪة اﻝﺘﺮﺟﻤﺔ ﻓﻲAr. Vol
(26) 9)
/dhamana khiththatuha: linasyri al-kutuba al-mufi:data li yatasanna: al-’athla:`a `alaiha: wa al-’istifa:da minha: qa:mat wihdatu at-tarjamati fi: al-ma`hadi bi tarjamati majmu`atan muntaqa:tan min silsilati kutubi al-athfa:l/ ‘Di antara program Departemen Terjemah LIPIA, adalah menerjemahkan bukubuku yang bermanfaat agar dapat Ө ditelaah dan diambil manfaatnya. Atas dasar ini maka Departemen Terjemah menerjemahkan buku anak-anak yang dipilih dari serial buku anak-anak terbitan Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud’
ﻓﻲ إﻃﺎر ﺧﻄﺒﺘﻪ ﻝﺘﺄهﻴﻞ اﻝﻤﻌﻠﻤﻴﻦ ﻓﻲ اﻝﻤﻌﺎهﺪ واﻝﺠﺎﻡﻌﺎت اﻹﻧﺪوﻧﻴﺴﻴﺔ اﺳﺘﻘﺒﻞ اﻝﻤﻌﻬﺪ ﻓﻲ ﺏﺪایﺔ اﻝﻔﺼﻞ اﻝﺪراﺳﻲ اﻷول ﺕﺮﺏﻮیﺎ وإﻋﺪادهﻢ ﻝﻐﻮیﺎ وﻋﻠﻤﻴﺎو ﻡﻌﻠﻤﺎ ﻡﻦ ﻡﺨﺘﻠﻒ اﻝﻤﻌﺎهﺪ واﻝﺠﺎﻡﻌﺎت اﻹﻧﺪوﻧﻴﺴﻴﺔ56 هـ1322 -1421 (Ar. Vol 10)
(27)
/fi: itha:ri khuthbatihi li ta’hi:li al-mu`allimi:na fi al-ma`had wa ja:mi`ati alindu:ni:siyyati wa ‘i`daduhum lughawiyyan wa ilmiyyan wa tarbawiyyan istaqbala al-ma`had fi: bida:yati al-fashli ad-dira:si al-awwali 1421-1422 56 mu`alliman min takhtalifu al-ma`a:hidi wa al-jamiati al-indu:ni:siyyati/ ‘Dalam rangka peningkatan keahlian para tenaga pengajar, serta pembinaan mereka dari segi bahasa, keilmuan dan pendidikan, LIPIA pada semester pertama tahun 1421H- 1422H menerima 56 guru dan dosen dari berbagai Pesantren dan Perguruan Tinggi di Indonesia’
اﺳﺘﻘﺒﻞ ﻓﻀﻴﻠﺔ ﻡﺪیﺮ اﻝﻤﻌﻬﺪ اﻝﺪآﺘﻮر ﻋﻠﻲ اﺏﻦ ﻡﺤﻤﺪ اﻝﺪﺧﻴﻞ اﷲ ﺏﻤﻜﺘﺒﻪ یﻮم اﻝﺜﻼﺛﺎء هـ ﺳﻌﺎدة ﺳﻔﻴﺮ اﻝﻤﻤﻠﻜﺔ اﻷردﻧﻴﺔ اﻝﻬﺎﺵﻤﻴﺔ ﻓﻲ إﻧﺪوﻧﻴﺴﻴﺎ1421 8 11 (Ar. Vol 10)
(28)
/’istaqbala fadhi:latu mudi:ru al-ma`hadi ad-duktu:r `ali: ibn muhammad addakhi:lulla:h bi maktabihi yaumi tsala:tsa:’i 11 8 1421 h sa`:adatu safi:r almamlakati al-’urduniyyati al-hasyimiyyati fi: indu:ni:siyya/ ‘Pada hari selasa 11/8/1421H, Direktur LIPIA Dr Ali Bin Muhammad Al Dakhilullah menerima kunjungan Duta Besar Kerajaan Yordania’ (29) ( وﻗﺪ اﻗﺘﺮح اﻝﻄﻼب ﻝﻌﻼج هﺬﻩ اﻝﻤﺸﻜﻠﺔAr. Vol 12) /wa qad ’iqtaraha at-thulla:bu li `ila:ji ha:dzihi al-musykilatu/ Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
73
‘Untuk menangani masalah ini para mahasiswa mengusulkan beberapa hal berikut ini’
ﻧﻔﱠﺬ اﻝﻤﻌﻬﺪ ﺛﻼث ﻝﻘﺎءات ﻝﻐﻮیﺔ ﺏﺎﻝﺘﻌﺎون ﻡﻊ ﻡﻌﻬﺪ آﻮﻧﺘﻮر اﻝﻌﺼﺮي ﻓﻲ ﺟﺎوﻩ اﻝﺸﺮﻗﻴﺔ (30)
(Ar. Vol 5)
/naffadza al-ma`hadu tsala:tsa liqa:’a:tin lughawiyyatin bi at-ta`a:wuni ma`a ma`hadi ku:ntu:ri al-ashri: fi: ja:wa:h asy-syarqiyyati/ ‘LIPIA telah tiga kali mengadakan pertemuan bahasa, bekerja sama dengan Pondok Pesantren Gontor Jawa Timur’ (31) ( آﺄن ﻗﺪ ﻓﺘﺤﺖ ﻝﻠﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻡﻤﺎ أﻏﻠﻖ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻓﺘﺤﺎAr. Vol 11) /ka’anna qad fatahat li al-muslimi:na mimma: ‘aghlaqa `alaihim fathan/ Penerjemahan
ﻡﻔﻌﻮل ﻷﺟﻠﻪ
/maf`u:l li ’ajlihi/ dapat dilihat dari data (23),
(25), (26), (27), dan (29). Pada data (23), kata yang bergarisbawah (ﻧﻴﺎﺏﺔ /niyabatan/) merupakan
ﻡﻔﻌﻮل ﻷﺟﻠﻪ/mafu:l li ’ajlihi/ yang menjelaskan tentang
verbal
اﻝﺸﻜﺮ واﻝﻌﺮﻓﺎن ﻝﺨﺎدم...رﻓﻊ ﻡﺪیﺮ اﻝﻤﻌﻬﺪ اﻝﺪآﺘﻮر ﻋﻠﻲ ﺏﻦ ﻡﺤﻤﺪ اﻝﺪﺧﻴﻞ اﷲ اﻝﺤﺮﻡﻴﻦ اﻝﺸﺮیﻔﻴﻦ /rafa`a mudi:ru al-ma`had ad-duktu:r `ali: ibn muhammad ad-dakhi:lulla:h... assyukri wa al-`irfa:ni li kha:dimi al-haramaini asy-syarifaini/ ‘menghanturkan banyak terima kasih kepada beliau’ Kata
ﻧﻴﺎﺏﺔ/niya:batan/ yang memiliki makna harfiah ‘perwakilan’, ‘wakil’,
‘agensi’ diterjemahkan menjadi ‘atas nama’. Pada padanannya dalam Tsa, penerjemahan kata
ﻧﻴﺎﺏﺔ
/niya:batan/ ‘atas nama’ juga menjelaskan akan verba
‘menghanturkan banyak terima kasih kepada beliau’. Akan tetapi dalam pola kalimatnya dalam bahasa Indonesia ia hanya menjadi keterangan predikat. ‘Direktur LIPIA Dr Ali Bin Muhammad Al Dakhilullah atas nama keluarga Subjek
keterangan predikat
LIPIA, menghanturkan banyak terima kasih kepada beliau’ predikat
objek I
objek II
Jelas sekali terlihat, bahwa terjadi pergeseran unit dari bentuk kata (ﻧﻴﺎﺏﺔ /niyaba:tan/) dalam Bsu menjadi frase dalam Bsa (‘atas nama’). Hal ini sangat tepat dilakukan oleh penerjemah karena kata
ﻧﻴﺎﺏﺔ
/niya:batan/ jika dituliskan
padanannya dalam makna harfiahnya (‘wakil’), maka kalimat tersebut berubah maknanya, dan kata ‘wakil’ di dalamnya tidak lagi menjelaskan verba melainkan Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
74
menjelaskan subjek, dan menjadi ‘Direktur LIPIA Dr Ali Bin Muhammad Al Dakhilullah wakil LIPIA, menghanturkan banyak terima kasih kepada beliau’, hal ini ini juga termasuk ke dalam proses transposisi yang dilakukan atas dasar ‘keluwesan’ kalimat. Selain daripada itu kalimat dalam Tsu yang hanya memiliki satu objek, dalam Tsa menjadi dua objek. Proses ini terjadi karena kaidah dalam Tsa yang mana verba ‘menghanturkan’, mengharuskan akan adanya dua objek agar menjadi kalimat yang sempurna. Pada perjemahan data (25), frase ﻝﺘﻄﻮیﺮ/li tathwi:ri/ yang merupakan ﻡﻔﻌﻮل
ﻷﺟﻠﻪ
/maf`u:l
li
’ajlih/
diterjemahkan
secara
harfiah,
yaitu
‘untuk
mengembangkan’. Sangat terlihat jelas bahwa padanan data (25) yaitu ‘untuk mengembangkan’ berfungsi untuk menjelaskan sebab diadakannya ‘penataran’ yang dituliskan pada data tersebut. Jadi penerjemahan klausa adverbial ke dalam Bsa pada data (25), juga diterjemahkan menjadi klausa adverbial yang menjelaskan tujuan dari dilakukannya verba pada kalimat tersebut. Penerjemah LIPIA, sudah ekuivalen dalam menerjemahkan kalimat tersebut, akan tetapi akan lebih baik jika terjemahannya dibuat lebih efektif sehingga kalimatnya menjadi ‘Penataran ini terselenggara atas kerjasama antara LIPIA dan lembaga-lembaga pendidikan untuk mengembangkan bahasa Arab dan ilmu pengetahuan islam di Malaysia’ Hal serupa juga terjadi pada penerjemahan data (26), yang mana
ﻷﺟﻠﻪ
/maf`u:l li ’aljlihi/ yang berupa
ﻝﻴﺘﺴﻨّﻰ
ﻡﻔﻌﻮل
/li yatasanna:/ diterjemahkan
menjadi ‘agar dapat ditelaah’ yang menjelaskan tentang sebab dilakukannya kegiatan ‘menerjemahkan’. Penerjemahan klausa adverbial pada data (26) juga menghasilkan klausa adverbial dalam Tsa. Akan tetapi, penerjemah tidak menuliskan makna harfiah dari kata
ﺕﺴﻨّﻰ/tasanna:/ tersebut, sehingga ide atau
gagasan yang ingin disampaikan dari Tsu ke Tsa tidak sampai secara sempurna. Kata
ﺕﺴﻨّﻰ/tasanna:/ memiliki makna harfiah ‘menjadi gampang’ atau ‘mudah’,
‘memungkinkan’. Jika penerjemah menuliskan makna harfiahnya, maka kalimat tersebut akan menjadi 'Di antara program Departemen Terjemah LIPIA, adalah menerjemahkan buku-buku yang bermanfaat agar dapat lebih mudah ditelaah dan diambil manfaatnya. Atas dasar ini maka Departemen Terjemah menerjemahkan buku anak-anak yang dipilih dari serial buku anak-anak terbitan Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud’. Namun demikian penerjemahan tersebut belum Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
75
termasuk kepada kalimat yang sesuai dengan karakteristik kalimat jurnalistik karena tidak efektif. Kalimat tersebut dapat diperbaiki sehingga menjadi ‘Departemen Terjemah LIPIA memiliki beberapa program, salah satunya adalah menerjemahkan buku-buku yang bermanfaat agar dapat lebih mudah ditelaah dan diambil manfaatnya. Atas dasar ini maka Departemen Terjemah menerjemahkan buku anak-anak yang dipilih dari serial buku- anak-anak terbitan Universitas Imam Muhammad bin Saud’ Tentu informasi dari kalimat alternatif di atas berbeda jika dibandingkan dengan kalimat yang hanya menggunakan ‘agar dapat ditelaah’ saja di dalam susunan kalimatnya. Jadi dapat ditarik suatu hipotesa, bahwa peranan makna harfiah dalam pemilihan diksi pada proses penerjemahan cukup penting, untuk tetap mempertahankan kekuatan makna atau informasi yang akan diterjemahkan. Begitu juga pada data (27).
ﻝﺘﺄهﻴﻞ/li ta’hi:li yang merupakan ﻡﻔﻌﻮل ﻷﺟﻠﻪ
/maf`ul li ’ajlih/ dalam kalimat tersebut berfungsi untuk menjelaskan sebab اﺳﺘﻘﺒﻞ اﻝﻤﻌﻬﺪ ﻓﻲ ﺏﺪایﺔ اﻝﻔﺼﻞ اﻝﺪراﺳﻲ اﻷول/istaqbala al-ma`had fi: bida:yati al-fashli ad-dira:si al-’awwali/ ‘LIPIA menerima puluhan tenaga pengajar pada semester pertama’. ﻷﺟﻠﻪ
ﻡﻔﻌﻮل/maf`u:l li ’ajlihi/ dalam Tsu, diterjemahkan oleh
penerjemah menjadi keterangan sebab dalam Tsa. Hal ini masuk ke dalam proses transposisi yang dilakukan apabila padananya dalam Bsa terasa tidak berterima dalam penerjemahannya. Pada data (29) ﻝﻌﻼج/li `ila:ji/ yang merupakan
ﻷﺟﻠﻪ
ﻡﻔﻌﻮل
/maf`u:l li ’ajlih/ diterjemahkan secara harfiah, yaitu ‘untuk menangani’,
tidak terdapat pula pergeseran bentuk dalam proses penerjemahannya. Dapat dilihat pula
ﻝﻌﻼج
/li `ila:ji/ berperan sebagai frase yang menjelaskan sebab
terjadinya kalimat di bawah ini:
وﻗﺪ اﻗﺘﺮح اﻝﻄﻼب /wa qad iqtaraha ath-thulla:bu/ ‘para mahasiswa mengusulkan beberapa hal’
ﻡﻔﻌﻮل ﻷﺟﻠﻪ/maf`u:l li ’ajlih/ pada Tsu data (29) terletak di tengah kalimat: وﻗﺪ اﻗﺘﺮح اﻝﻄﻼب ﻝﻌﻼج هﺬﻩ اﻝﻤﺸﻜﻠﺔ /wa qad iqtaraha ath-thulla:bu li `ila:ji ha:dzihi al-musykilatu/ Akan tetapi pada padanannya dalam Tsa, terletak di awal kalimat, demikian Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
76 kalimatnnya, ‘Untuk menangani masalah ini para mahasiswa mengusulkan beberapa hal berikut ini’ Hal ini dilakukan oleh penerjemah karena pada kalimat sebelumnya telah dituliskan beberapa masalah yang menjadi sorotan atau berita utama dalam kalimat ini, dan membutuhkan solusi. Penerjemah bisa saja menerjemahkannya menjadi ‘mahasiswa mengusulkan beberapa hal untuk menangani masalah ini, yaitu...’ akan tetapi, alur atau plot dari penceritaan masalahnya akan melompat dan tidak tidak pada jalurnya. Hal ini dilakukan oleh penerjemah semata-mata agar kalimat atau artikel tersebut lebih mudah dibaca, dimengerti, dan dipahami maksudnya. Penerjemahan
اﻝﺤﺎل
/al-ha:l/ dapat dilihat pada data (24), (28), dan (30).
اﻝﺤﺎل/al-ha:l/ pada data (24) adalah ﻓﻲ ﻡﺎﻝﻴﺰیﺎ/fi: malaiziya:/, yang merupakan اﻝﺤﺎل/al-ha:l/ jenis ﺵﺒﻪ ﺟﻤﻠﺔ/syibhu jumlatu/, dan ﺹﺎﺡﺐ اﻝﺤﺎل/sha:hibu alha:l/ nya adalah دورة اﻝﺘﺮﺏﻴﺔ/daurata at-tarbiyyati/. Dalam penerjemahannya اﻝﺤﺎل/al-ha:l/ ﻓﻲ ﻡﺎﻝﻴﺰیﺎ/fi: ma:laiziya:/ diterjemahkan ke dalam Tsa secara harfiah yaitu ‘di malaysia’, dan menjadi keterangan tempat. Penerjemahan terhadap data (24) ini sudah ekuivalen. Terlebih data (24) tersebut merupakan kalimat yang peruntukannya adalah untuk judul, yang sejatinya mengharuskan penggunaan kalimat yang singkat dan lugas.
ﻋﻘﺪ اﻝﻤﻌﻬﺪ Diterjemahkan
/’aqada al-ma`hadu/ pada data (24) yang secara harfiah dapat menjadi
‘LIPIA
menyelenggarakan’,
dipadankan
menjadi
‘penyelenggaraan’ oleh penerjemah LIPIA. Jelas sekali bahwa terjadi pergeseran unit dari frase dalam Tsu menjadi kata dalam Tsa. Proses modulasi bebas juga terjadi pada perubahan dari
ﻋﻘﺪ اﻝﻤﻌﻬﺪ/`aqada ma`hadu/ yang merupakan verba
menjadi ‘penyelenggaraan’ yang merupakan nomina dalam Tsa. Penerjemah tampak lebih leluasa dalam menerjemahkan kalimat ini, yang disebab karena kalimat ini merupakan judul artikel, yang mana penerjemahan judul memang lebih baik menggunakan metode penerjemahan bebas dalam prosesnya.
ﻓﻲ إﻧﺪوﻧﻴﺴﻴﺎ/fi: indu:ni:sia:/ yang merupakan اﻝﺤﺎل/al-ha:l/ dari ﺹﺎﺡﺐ اﻝﺤﺎل/sha:hibu al-ha:l/ ﺳﻌﺎدة ﺳﻔﻴﺮ اﻝﻤﻤﻠﻜﺔ اﻷردﻧﻴﺔ اﻝﻬﺎﺵﻤﻴﺔ/sa`a:datu safi:ru al-mamlakati al-‘urduniyyati alha:syimiyyati/ tidak dipadankan kedalam Tsa (Ө). Makna preposisi ﻓﻲ إﻧﺪوﻧﻴﺴﻴﺎ . Proses yang berbeda terjadi pada data (28)
Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
77
/fi: indu:ni:siya:/ terdapat secara implisit pada padanan ‘duta besar Kerajaan Yordania’, karena di dalam frase tersebut ‘duta besar’ adalah orang yang ditugaskan di negara yang menjadi tempat ia untuk bertugas. Jadi jika diterjemahkan secara tekstual maka frase tersebut akan menjadi ‘duta besar kerajaan Yordania untuk Indonesia’. Menurut penulis, penerjemahan yang dilakukan oleh penerjemah dalam menerjemahkan data (28) ini sudah ekuivalen, namun demikian peletakan keterangan waktu di awal kalimat mengurangi keabsahan suatu kalimat untuk termasuk ke dalam kategori bahasa Indonesia yang baku. Keterangan waktu tersebut dapat diletakkan diakhir kalimat, dan
اﻝﺤﺎل/al-
ha:l/ juga dapat dituliskan padanannya sehingga menjadi ‘, Direktur LIPIA Dr Ali Bin Muhammad Al Dakhilullah menerima kunjungan Duta Besar Kerajaan Yordania untuk Indonesia, pada hari selasa 11/8/1421H’ Dalam data (30) اﻝﺤﺎل/al-ha:l yang ada di dalam susunan kalimatnya adalah
ﻓﻲ ﺟﺎوﻩ اﻝﺸﺮﻗﻴﺔ/fi ja:wa:h asy-syarkiyyati/ yang diterjemahkan menjadi ‘jawa timur’. Tampak dalam Tsa, preposisi ﻓﻲ/fi:/ tidak dituliskan padanannya. Hal ini disebabkan karena perbedaan kaidah bahasa Arab dan bahasa Indonesia. Jika di dalam bahasa arab, penggunaan preposisi
ﻓﻲ
/fi:/ atau
ب
/bi/ sangat lazim
digunakan untuk menunjukan suatu wilayah, akan tetapi di dalam bahasa indonesia, hal tersebut bisa saja tidak dilakukan. Seperti contohnya ‘Universitas Indonesia Depok’,’Gunung Gede Puncak’, dan ‘Universitas Muhammadiah Jakarta’. Proses di atas dapat dikategorikan sebagai proses tranposisi yang dilakukan karena adanya kesenjangan leksikal antara kedua bahasa yang bersangkutan. Selain daripada itu terjadi perubahan dari bentuk nomina dalam Tsu menjadi bentuk verba dalam Tsa.
ﺏﺎﻝﺘﻌﺎون
/bi at-ta`a:wuni/ yang merupakan
nomina dalam Tsu diterjemahkan menjadi ‘bekerja sama dengan’ yang merupakan verba dalam Tsa. Penerjemahan yang dilakukan oleh penerjemah pada penerjemahan data (30) ini sudah ekuivalen dan berterima. Namun demikian, ada alternatif penerjemahan yang dapat digunakan, yaitu dengan meletakkan keterangan ‘bekerja sama dengan...’ bersandingan dengan subjek, sehingga menjadi ‘LIPIA bekerja sama dengan Pondok Pesantren Gontor Jawa Timur, telah tiga kali mengadakan pertemuan bahasa,’. Rubrik-rubrik di dalam buletin Al-Arkhabi:l merupakan rubrik-rubrik informatif yang berisikan tentang informasi yang ilmiah ataupun non-ilmiah. Di dalam penulisannya, penulis hanya menemukan satu klausa adverbial yang Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
78
termasuk ke dalam kategori
اﻝﻤﻔﻌﻮل اﻝﻤﻄﻠﻖ
/al-maf`u:l al-muthlaq/ yaitu pada
data 35 yang berbunyi: (31) (آﺄن ﻗﺪ ﻓﺘﺤﺖ ﻝﻠﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻡﻤﺎ أﻏﻠﻖ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻓﺘﺤﺎAr. Vol 11) /ka’anna qad futihat li al-muslimi:na mimma: ’aghlaqa `alaihim fathan/ Data tersebut juga tidak diterjemahkan oleh penerjemah. Karena tidak termasuk kepada rubrik yang diagendakan untuk diterjemahkan oleh penerjemah Al-Arkhabil. Oleh karena itu penulis akan menerjemahkan data (31). Jika tahapan analisis (mengunakan metode harfiah) diterapkan dalam penerjemahan data (31) maka hasilnya akan menjadi ‘seolah-olah sungguh telah dibuka untuk orang-orang muslim segala sesuatu yang tertutup kepadanya keterbukaan’. Tampak dalam penerjemahan harfiah, kalimat terjemahan tersebut sama sekali tidak termasuk dalam kalimat yang utuh dan tidak memiliki makna yang jelas (ambigu). Dalam penerjemahannya, penerjemah harus menggunakan metode penerjemahan semantik atau yang berorientasi kepada bahasa sumber. Sehingga hasilnya menjadi ‘seolah-olah telah sangat terbuka apapun yang tertutup bagi orang muslim’. Dapat dilihat bahwa penerjemahan yang lebih berorientasi kepada bahasa sumber seperti yang penulis jabarkan di atas lebih berterima dan makna
ﻡﻔﻌﻮل ﻡﻄﻠﻖ/maf’u:l muthlaq/ pada data (31) adalah kata ﻓﺘﺤﺎ/fathan/. Kata ﻓﺘﺤﺎ /fathan/ adalah ﻡﻔﻌﻮل ﻡﻄﻠﻖ/maf`u:l muthlaq/ dari verba pasif ﻓﺘﺤﺖ/futihat/. Nomina ﻓﺘﺤﺎ/fathan/ berfungsi untuk menjelaskan verba futihat yang bermakna atau kandungan pesan dari Tsu tersampaikan dengan baik dalam Tsa.
‘dibuka’, yaitu ‘dibuka dengan sangat terbuka’. Oleh karena itu penulis menerjemahkannya menjadi ‘sangat terbuka’. 4.3 Penerjemahan Struktur Non-verbal (Jumlatun Ismiyyatun) Struktur non-verbal di dalam bahasa Arab dikenal dengan
ﺟﻤﻠﺔ اﺳﻤﻴﺔ
اﺳﻢ/’isim/ atau nomina. (sebagai subjek) dan ﺧﺒﺮ
/jumlatun ismiyyatun/ adalah kalimat yang diawali oleh Unsur-unsur pembentuknya adalah
ﻡﺒﺘﺪأ
/mubtada’/
ﻡﺒﺘﺪأ/mubtada’/ adalah nomina definit yang terletak di awal kalimat, sedangkan اﻝﺨﺒﺮ/al-khabar/ adalah nomina indefinit berfungsi /khabar/ (sebagai predikat).
untuk menyempurnakan makna sebuah kalimat. Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
79
4.3.1 Penerjemahan Klausa Nominal Klausa nominal dalam non- verbal yang
اﻝﺨﺒﺮ
ﺟﻤﻠﺔ اﺳﻤﻴﺔ
/jumlatun ismiyyatun/ adalah kalimat
/al-khabar/ atau predikatnya adalah nomina atau kata
benda. Berikut adalah data-data klausa nominal dalam buletin Al-Arkhabi:l yang penulis ambil untuk dijadikan sampel penelitian dalam Tsu dan Tsa beserta analisisnya: (32) ( ﻓﺎﻷﻓﻀﻞ إﺟﺎﺏﺔ اﻝﻤﺆذنAr. Vol 9) /fa al-’afdhalu ’ija:batu al-mu’adzdzini/ ‘yang lebih utama menjawab adzan’ (33)( إﻻ أذان اﻝﺠﻤﻌﺔ اﻝﺜﺎﻧﻲ ﻓﺎﻷﻓﻀﻞ اﻝﺼﻼة وﻗﺖ اﻷذانAr. Vol 9) /’illa: ’adza:na al-jumu`ati ats-tsa:ni: fa al-’afdhalu ash-shala:tu waqta al’adza:ni/ ‘kecuali adzan Jum’at yang kedua, maka yang utama shalat pada waktu adzan’ (34) م2005/5/3 هـ اﻝﻤﻮاﻓﻖ1426/7/24 ( وذﻝﻚ یﻮم اﻝﺠﻤﻌﺔAr. Vol 11) /wa dza:lika yauma al-jumu`ati 24/7/1426 h al-muwa:fiqu 3/5/2005 M/ ‘..pada hari Jumat, 27-7-1426H bertepatan dengan 3-8-2005 M’ (35) ( واﻝﻨﺎس ﻧﻴﺎمAr. Vol 11) /wa an-na:su niya:mun/ ‘manusia sedang terlelap tidur’ (36) ( ﻓﻬﻞ ﻝﻬﺬا أﻓﻀﻠﻴﺔ ؟Ar. Vol 12) /fa hal li ha:dza ’afdhaliyyatun/ ‘apakah hal tersebut memiliki keutamaan?’ (37) ( هﺬا هﻮ اﻝﻤﺸﻬﻮرAr. Vol 11) /wa ha:dza huwa al-masyhu:r/ ‘yang lebih terkenal’ (38) ( وهﺬا اﻝﻘﻮل اﻝﺬي اﺧﺘﺎرﻩ ﺵﻴﺦ اﻹﺳﻼمAr. Vol 11) /wa ha:dza: al-qaulu al-ladzi: ikhta:rahu syaikhu al-isla:mi/ ‘Pendapat Syaikhul Islam ini juga diambil..’ Pada penerjemahan
ﺟﻤﻠﺔ اﺳﻤﻴﺔ
/jumlatun ismiyyatun/, tim penerjemah
cenderung menggunakan teknik penerjemahan harfiah dan penerjemahan setia. Pola kalimat yang umum di bahasa Indonesia yang mana di awal kalimat selalu terdapat subjek atau pelaku, selaras dengan pola kalimat nomina dalam bahasa Arab. Pada data (32), (33), (34), dan (36), bisa dilihat bahwa hampir tidak ada Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
80
perubahan struktur kalimat dari Bsu ke dalam Bsa. Pada Bsu,
ﻡﺒﺘﺪأ
/mubtada’/
atau pelaku/subjek yang berada di awal kalimat, juga diterjemahkan di awal kalimat dalam Bsa. (32) اﻝﻤﺆذن
( ﻓﺎﻷﻓﻀﻞ إﺟﺎﺏﺔAr. Vol 9)
Objek predikat subjek
/fa al-’afdhalu ’ija:batu al-mu’adzdzini/ ‘yang lebih utama menjawab adzan’ Subjek
(33) اﻷذان
predikat
objek
( إﻻ أذان اﻝﺠﻤﻌﺔ اﻝﺜﺎﻧﻲ ﻓﺎﻷﻓﻀﻞ اﻝﺼﻼة وﻗﺖAr. Vol 9)
Objek
predikat
subjek
/’illa: ’adza:na al-jumu`ati ats-tsa:ni: fa al-’afdhalu ash-shala:tu waqta al’adza:ni/ ‘kecuali adzan jum’at yang kedua, maka yang utama shalat pada waktu adzan’ (35) ﻧﻴﺎم
( واﻝﻨﺎسAr. Vol 11)
Predikat subjek
/wa an-na:su niya:mun/ ‘manusia sedang terlelap tidur’ Subjek
(36) ؟
predikat
( ﻓﻬﻞ ﻝﻬﺬا أﻓﻀﻠﻴﺔAr. Vol 12)
Objek predikat subjek
/fa hal li ha:dza ’afdhaliyyatun/ ‘apakah hal tersebut memiliki keutamaan?’ Subjek
predikat objek
Pada data (32) terjadi perubahan dari bentuk nomina menjadi verba. Yaitu pada nomina
إﺟﺎﺏﺔ
/’ija:batun/ yang diterjemahkan menjadi verba ‘menjawab’.
Proses ini termasuk kepada proses transposisi wajib yang mana jika penerjemah tidak melakukannya, maka kalimat tersebut akan menjadi kalimat yang tidak bersesuaian dengan kaidah bahasa Indonesia yang baku, sehingga menjadi ‘yang lebih utama jawaban adzan’ Hal selaras juga terjadi pada penerjemahan nomina
ﻡﺆذن
/muadzdzin/ adalah bentuk
اﺳﻢ ﻓﺎﻋﻞ
ﻡﺆذن/muadzdzin/. Kata
/’ism fa:`il/ atau pelaku, jika
diterjemahkan secara harfiah maknanya adalah ‘orang yang melakukan adzan’, namun demikian penerjemah menerjemahkannya hanya menjadi ‘adzan’. Hal ini dapat dikategorikan sebagai proses transposisi yang dilakukan karena kesenjangan Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
81
leksikal. Penerjemahan pada data (32) sudah ekuivalen, akan tetapi ada alternatif terjemahan yang dapat lebih mudah dimengerti dengan menambahkan kata ‘yaitu’ atau ‘adalah’ sehingga menjadi ‘yang lebih utama yaitu menjawab adzan’. Metode penerjemahan yang dilakukan oleh penerjemah pada data (33), dapat dikategorikan sebagai metode penerjemahan harfiah. Satu per satu kata dalam kalimat data (33), diterjemahkan secara harfiah oleh penerjemah, beserta susunan kata-katanya yang sama sekali tidak mengelami perubahan. Begitu pula dengan konjungsi ف/fa/ yang diterjemahkan menjadi ‘maka’ dalam Tsa. Pada dasarnya, penerjemahan pada data (33) sudah ekuivalen walaupun metode yang digunakan hanya terbatas pada metode penerjemahan harfiah. Namun demikian, terjemahan tersebut dapat dimodifikasi menjadi ‘kecuali ketika adzan jum’at yang kedua, yang lebih utama adalah shalat saat adzan’.
ﺟﻤﻠﺔ اﺳﻤﻴﺔ/jumlatun ismiyyatun/ ﻡﺒﺘﺪأ/mubtada’/ dari kalimat itu lebih
Penulisan kalimat dengan menggunakan atau kalimat non-verbal bertujuan agar
mendapat sorotan dalam esensi dari kalimat tersebut. Dalam kaidah bahasa, hal ini umum disebut sebagai topikalisasi objek. Pada data (35),
ﻧﻴﺎم
/niya:mun/ yang
merupakan nomina dalam Bsu, diterjemahkan menjadi ‘sedang lelap tertidur’ yang merupakan verba dalam Bsa. perubahan ini termasuk ke dalam kategori transposisi yang terjadi apabila suatu ungkapan dalam Bsu dapat diterjemahkan ke dalam Bsa melalui cara gramatikal, akan tetapi padanannya kaku dalam Bsa. Penerjemahan nomina jamak اﻝﻨﺎس/an-na:s/ dalam Tsu menjadi nomina tunggal ‘manusia’ dalam Tsa termasuk kepada proses transposisi wajib. Penerjemahan ini dapat disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia yang baku cukup dengan mengubah strukturnya sehingga menjadi ‘ketika manusia sedang tertidur lelap’. Frase tertidur lelap lebih terdengar akrab daripada terlelap tidur. Begitu juga dengan penerjemahan data (36). Penerjemahan yang dilakukan terhadap kalimat tersebut adalah penerjemahan harfiah. Kata tanya hal diterjemahkan secara leksikal
menjadi ‘apakah’. Frase
ﻝﻬﺬا
/li hadza/ juga
diterjemahkan menjadi ‘hal tersebut’. Dan yang terakhir kata
أﻓﻀﻠﻴﺔ
/’afdhaliyyatun/ diterjemahkan secara harfiah menjadi ‘memiliki keutamaan’. Namun demikian, terjadi pergeseran unit dari bentuk kata menjadi bentuk frase dalam penerjemahan nomina أﻓﻀﻠﻴﺔ/afdhaliyyatun/. Penerjemahan nomina pada data (34), dilakukan dengan menggunakan metode penerjemahan harfiah. Frase
یﻮم اﻝﺠﻤﻌﺔ/yaumu al-jumu`ati/ dalam Tsu Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
82
diterjemahkan menjadi ‘hari jumat’ dalam Tsa. akan tetapi pada data (37),
اﻝﻤﺸﻬﻮر
/huwa
al-masyhu:r/
tidak
diterjemahkan
secara
harfiah.
هﻮ Jika
diterjemahkan secara harfiah maka maknanya akan menjadi ‘dia lebih terkenal’.
ﺿﻤﻴﺮ/dhami:r/ هﻮ/huwa/ dalam Tsa pada data (37), karena pada awal kalimat sudah ada اﺳﻢ إﺵﺎرة/’ism ’isya:ratun/ هﺬا/ha:dza/, yang menunjuk kepada هﻮ/huwa/ atau subjek definit. Pada data (34), dan (37), اﺳﻢ إﺵﺎرة/’ism ’isyaratun/ pada awal kalimat Tsu, tidak dipadankan secara Penerjemah melesapkan
harfiah dalam Tsa. Maknanya pun dilesapkan kepada keterangan subjek/objeknya. Seperti pada data (34), makna ذﻝﻚ/dza:lika/ yang berarti petunjuk ‘itu’ maknanya terkandung pada kalimat ‘...pada hari jum’at’. Jika dituliskan secara lengkap maka akan menjadi ‘(kegiatan itu telah dilaksanakan) pada hari jum’at. Pada data (37)
اﺳﻢ إﺵﺎرة
/’ism ’isya:ratun/
هﺬا
/ha:dza:/ tidak diterjemahkan secara leksikal
melainkan dilesapkan kedalam kalimat ‘yang lebih terkenal’. Jika dituliskan secara lengkap, maka hasil terjemahannya akan menjadi ‘(ini) yang lebih terkenal’. Pergeseran unit dalam istilah Catford (1965) yang termasuk dalam transposisi atau pergeseran bentuk juga terjadi pada data (37),اﻝﻤﺸﻬﻮر
/al-
masyhu:r/ yang merupakan kata dalam Bsu, pada padanan dalam Bsa bergeser menjadi frase ‘lebih terkenal’.
اﺳﻢ إﺵﺎرة
/’ism ’isya:ratun/
هﺬا
/ha:dza:/ pada data (38), diterjemahkan
sesuai dengan kaidah gramatika bahasa Indonesia yang baku yaitu diletakkan di akhir subjek.’ Pendapat Syaikhul Islam ini juga diambil..’. Pada Tsu kata
هﺬا
/ha:dza:/ terletak di awal kalimat, akan tetapi dalam Tsa, padanan kata hadza diletakan di tengah kalimat. Klausa:
وهﺬا اﻝﻘﻮل اﻝﺬي اﺧﺘﺎرﻩ ﺵﻴﺦ اﻹﺳﻼم / wa ha:dza: al-qaulu al-ladzi: ikhta:rahu syaikhu al-isla:mi/ tidak dipadankan dengan metode penerjemahan harfiah atau setia. Jika penerjemah memadankannya dengan menggunakan metode penerjemahan setia maka hasil terjemahannya akan menjadi ‘perkataan ini yang memilih syaikhul islam’ dan hasilnya merupakan sebuah kalimat yang tidak komunikatif, akan tetapi, kata
اﻝﻘﻮل
/al-qaul/ yang ada di kalimat tersebut, tetap diterjemahkan
menjadi nomina ‘perkataan’. Selain daripada itu terjadi pula proses modulasi di mana kata kerja aktif
اﺧﺘﺎرﻩ
/ikhta:rahu/ di terjemahkan menjadi ‘dipilih’ yang
merupakan kata kerja pasif. Berbagai proses di atas dilakukan oleh penerjemah agar didapatkan hasil terjemahan yang baik, dan pesan, isi atau gagasan dari Tsu Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
83
sampai kepada Tsa. 4.3.2 Penerjemahan Klausa Adjektival Klausa adjektival adalah kalimat non-verbal yang predikatnya merupakan kata sifat yang mensifati
ﺧﺒﺮ/khabar/
ﻡﺒﺘﺪأ/mubtada’/
atau
nya. Jumlah
klausa adjektival dalam buletin Al-Arkhabi:l tidak mendominasi . Berikut adalah beberapa data klausa adjektival dalam Bsu yang disertai dengan padanannya dalam Bsa dan juga analisisnya. (39) اﻝﺸﺎﻓﻌﻲ وﻡﺎﻝﻚ وأﺏﻮ ﺡﻨﻴﻔﺔ واﻹﻡﺎم أﺡﻤﺪ ﻓﻲ روایﺔ ﻋﻨﻪ أن ﺹﻼة اﻝﻤﻨﻔﺮد ( ﺧﻠﻒ اﻝﺼﻒ ﺹﺤﻴﺤﺔAr. Vol 11) /asy-sya:fi`i: wa ma:lik wa abu: hani:fati wa al-ima:mu ahmad fi: riwa:yatin `anhu ’anna shala:ta al-munfaridi khalfa ash-shaffi shahi:hatun/ ‘..yakni Syafi’i, Malik, Abu Hanifah, dan Ahmad –dalam satu pendapat yang diriwayatkan darinya-, mereka menyatakan bahwa shalat tersebut hukumnya sah’ (40) ( واﻷﻡﺮ ﻓﻴﻪ واﺳﻊAr. Vol 12) /wa al-’amru fi:hi wa:si`un/ ‘dalam perkara ini terdapat keleluasaan’ (41) ﻲ ﻓﻲ اﻝﻤﻌﺎهﺪ اﻹﺳﻼﻡﻴﺔ ّ ( وهﺬا ﻇﺎهﺮ وﺟﻠAr. Vol 10) /wa ha:dza: zha:hirun wa jaliyyun fi: al-ma`a:hidi al-isla:miyyati/ ‘Hal seperti itu nampak sangat jelas di berbagai lembaga pendidikan Islam’ (42) ( إﻧﻪ ﺳﻤﻴﻊ ﻡﺠﻴﺐAr. Vol 11) /’innahu sami:`un muji:bun/ ‘Sungguh Dia Maha Mendengar dan Mengabulkan’ (43) ( وﻡﻨﺎخ إﻧﺪوﻧﻴﺴﻴﺎ ﺡﺎر ﻡﻤﻄﺮ ﻃﻮل اﻝﻌﺎمAr. Vol 5) /wa muna:khu indu:ni:siya: ha:rrun mumthirun thu:la al-`a:mi/ ‘Indonesia beriklim tropis, hujan turun sepanjang tahun.’ Sangat terlihat jelas, bahwa klausa adjektival adalah sebuah kalimat non-
ﻡﺒﺘﺪأ /mubtada’/ nya. Dari ketujuh contoh yang penulis paparkan di atas kata ﺹﺤﻴﺤﺔ /shahi:hatun/, واﺳﻊ/wa:si`un/, ﻲ ّ ﻇﺎهﺮ وﺟﻠ/zha:hirun wa jaliyyun/, ﻡﺠﻴﺐ ﺳﻤﻴﻊ/sami:`un muji:bun/, dan ﺡﺎر/ha:rrun/, ﻡﻤﻄﺮ/mumthirun/, merupakan
verbal yang
ﺧﺒﺮ
/khabar/ nya merupakan kata sifat yang mensifati
nomina adjektiva yang mensifati mubtada` atau subjeknya. Pada data (39), kata
ﺹﺤﻴﺤﺔ
/shahi:hatun/ diterjemahkan secara harfiah Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
84
menjadi ‘sah’. Makna ‘sah’,
‘benar’,
ﺹﺤﻴﺤﺔ
‘betul’,
/shahi:h/ atau /shahi:hah/ secara leksikal yaitu
‘tepat’.
Dapat
dilihat
menerjemahkannya secara leksikal dengan menggunakan
bahwa
penerjemah
اﻝﻤﻌﻨﻲ اﻷﺳﺎﺳﻲ
/al-
ma`na al-’asa:si:/ ‘makna dasar’, dan sama sekali tidak ada pergeseran bentuk. Dalam terjemahannya pun kata ‘sah’ tersebut berfungsi untuk mensifati ‘shalat tersebut’, sepadan dengan maknanya dalam Tsu. Pada data (40) dan (42), penerjemah menerjemahkannya hanya dengan menggunakan metode penerjemahan harfiah dan kata demi kata. Dapat dilihat dari data (40), kata wa اﻷﻡﺮ/al-’amru/ yang merupakan nomina definit diterjemahkan menjadi ‘dalam perkara ini’ yang juga definit. Begitu pula pada penerjemahan
ﻓﻴﻪ/fi:hi/ yang juga diterjemahkan secara harfiah menjadi Nomina واﺳﻊ/wa:si`un/ yang menjadi sifat dari nomina اﻷﻡﺮ/al-
kata berpreposisi ‘terdapat’.
’amr/ diterjemahkan menjadi ‘keleluasaan’ yang juga merupakan makna dasar dan juga menjadi sifat dari nomina ‘perkara ini’. Dalam penerjemahan data (42), klausa
إﻧﻪ ﺳﻤﻴﻊ ﻡﺠﻴﺐ
/’innahu sami:`un
muji:bun/ diterjemahkan dengan metode penerjemahan kata demi kata. Kata
/’innahu/
إﻧﻪ
اﻷﺳﻤﺎء اﻝﻨﺎﺳﺨﺔ/’al-asma:’u annasi:khattu/ إن/’inna/ yang bermakna ‘sungguh’ dan ﺿﻤﻴﺮ/dhami:r/ ﻩ/hu/ yang menyatakan هﻮ/huwa/ atau pronomina maskulin dipadankan menjadi ‘sungguh Dia’, dan kata ﺳﻤﻴﻊ ﻡﺠﻴﺐ/sami:`un muji:bun/ dipadankan menjadi ‘Maha yang merupakan salah satu dari
mendengar dan mengabulkan’ merupakan makna leksikal. penambahan kata ‘Maha’ otomatis dan wajib diberikan, karena nomina adjektiva tersebut mensifati Allah sebagai Tuhan semesta alam yang Maha Segala-galanya. Namun demikian, hasil terjemahan kalimat di atas sudah cukup baik dan maksudnya tersampaikan. Penerjemahan klausa adjektival pada data (41) menggabungkan dua kata sifat pada Tsu yang menghasilkan frase pada padanannya dalam Tsa. kata /zha:hirun/ memiliki makna ‘terlihat atau nampak’, dalam hal ini terlihat secara kasat mata atau indrawi dan kata
ﻲ ّ ﺟﻠ/jaliyyun/ memiliki makna ‘clear/jelas’. Sehingga kata
ﻲ ّ ﻇﺎهﺮ وﺟﻠ/zha:hirun wa jaliyyun/ jika padanan maknanya digabungkan akan menjadi ‘nampak sangat jelas’, lain hal jika maknanya tidak digabungkan sehingga menjadi ‘nampak dan jelas’. Hal ini tepat dilakukan dan termasuk kepada transposisi yang dilakukan, jika suatu ungkapan dalam Bsu dapat diterjemahkan secara harfiah ke dalam Bsa dengan cara gramatikal, akan tetapi padanannya tidak berterima dalam Bsa. Kata
ﺡﺎر/ha:rrun/ yang mensifati ﻡﻨﺎخ إﻧﺪوﻧﻴﺴﻴﺎ/muna:khu indu:ni:siya:/ Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
85
atau ‘iklim Indonesia’ pada data (43) dipadankan menjadi ‘tropis’. Makna dasar dari kata
ﺡﺎر
/ha:rrun/ adalah ‘panas’ atau ‘hangat’ sedangkan kata ‘tropis’
merupakan makna sekunder atau
ﻡﻌﻨﻰ اﻹﺿﺎﻓﻲ
/ma`na: al-idha:fi:/, jika kata
ﺡﺎر/ha:rrun/ yang bermakna ‘panas’ atau ‘hangat’ berada dalam konteks kalimat yang menginformasikan tentang iklim, maka sudah pasti ‘iklim panas atau hangat’ yang dimaksud oleh penulis adalah ‘iklim tropis’. Pemilihan makna sekunder oleh penerjemah pada penerjemahan kalimat ini sangat baik dilakukan. Apabila penerjemah memilih untuk menggunakan panas yang merupakan makna dasar, maka hasil terjemahan tersebut belum menjadi kalimat yang informatif dan jelas sesuai dengan kaidah bahasa jurnalistik yang mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur. Begitu pula dengan kata
ﻡﻤﻄﺮ
/mumthirun/ yang mensifati
‘iklim tropis di Indonesia’. Nomina ini mengalami pergeseran bentuk menjadi ‘hujan turun’ yang merupakan frase verba. Jika diterjemahkan secara leksikal,
ﻡﻤﻄﺮ
/mumthirun/ memiliki padanan makna yaitu ‘rainy / yang berhujan’.
Pada penerjemahannya dalam bahasa inggris tidak terjadi pergeseran bentuk (rainy = yang berhujan, sering hujan). Penerjemahan dalam pencarian ungkapanungkapan kata sifat dalam bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia mengharuskan penerjemahnya melakukan proses transposisi. 4.3.3 Penerjemahan Klausa Preposisional Klausa preposisional dalam kalimat nomina bahasa Arab adalah kalimat nomina atau
ﺟﻤﻠﺔ اﺳﻤﻴﺔ
/jumlatun ’ismiyyatun yang
ﺧﺒﺮ
/khabar/ nya
merupakan preposisi. Di dalam buletin Al-Arkhabi:l jumlah klausa preposisional mendominasi. Penulis mengambil sepuluh contoh klausa preposisional. Berikut adalah data-data dalam Bsu yang disertai padanannya dalam Bsa beserta analisisnya. (44) ( ﻋﻘﺪ دورة اﻝﺘﺮﺏﻴﺔ ﻓﻲ ﻡﺎﻝﻴﺰیﺎAr. Vol 5) /`aqdu daurati at-tarbiyyati fi: ma:laiziya:/ ‘penyelenggaraan penataran di Malaysia’ (45) ( اﻝﻠﻘﺎء اﻝﺴﺎﺏﻖ ﻷﻗﺴﺎم اﻝﻠﻐﺔ اﻝﻌﺮﺏﻴﺔAr. Vol 5) /al-liqa:’u as-sa:biqu li ’aqsa:mi al-lughati al-`arabiyyati/ ‘pertemuan VII jurusan bahasa Arab di universitas dan institut Indonesia’ (46) ( اﻝﻔﺘﺢ اﻝﻌﻈﻴﻢ ﻝﻠﺪآﺘﻮر ﻡﺤﻤﺪ ﻗﻠﻌﺔ ﺟﻲAr. Vol 9) /al-fathu al-azhi:mu li ad-duktu:ri muhammad qal`ah ji:/ Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
86
‘Penaklukan Besar, oleh Dr Muhammad Qal’ah Gie’ (47) .( وهﻮ ﻡﻦ اﻝﻤﻌﺎهﺪ اﻝﻤﺘﻤﻴﺰة ﻓﻲ ﺕﻌﻠﻴﻢ اﻝﻠﻐﺔ اﻝﻌﺮﺏﻴﺔAr. Vol 5) /wa huwa min al-ma`a:hadi al-mutamayyizati fi: ta`li:mi al-lughati al-`arabiyyati/ ‘salah satu pesantren yang memiliki kelebihan dalam bidang pengajaran bahasa Arab’ (48) ( وهﻤﺎ ﻡﻦ اﻝﻤﻌﺎهﺪ اﻝﺘﺎﺏﻌﺔ ﻝﻠﺠﻤﻌﻴﺔ اﻝﻤﺤﻤﺪیﺔAr. Vol 11) /wa huma: min al-ma`a:hidi at-ta:bi`ati li al-jam`iyyati al-muhammadiyyati/ ‘yang keduanya berada di bawah naungan Muhammadiyah.’
ﻝﻤﺎ ﻓﻲ ذﻝﻚ ﻡﻦ أﺛﺮ آﺒﻴﺮ ﻓﻲ اﻝﺪﻋﻮة إﻝﻰ اﷲ وﻓﻲ ﺕﻮﺟﻴﻪ اﻷﻡﺔ إﻝﻰ ﻡﺎ ﻓﻴﻪ ( ﺹﻼﺡﻬﺎ وﺳﻌﺎدﺕﻬﺎAr. Vol 11)
(49)
/li ma: fi: dza:lika min atsarin kabi:rin fi: ad-da`wati ila alla:hi wa fi: tauji:hi alummati ila: ma: fi:hi shala:huha wa sa`a:datuha/ ‘karena hal itu mempunyai pengaruh yang besar dalam berdakwah kepada Allah ta’ala dan membimbing masyarakat kepada kebenaran dan kebahagiaan’
آﺎن ﻋﻠﻰ رأس اﻝﺤﻀﻮر ﻓﻲ هﺬا اﻝﻠﻘﺎء ﺏﺠﺎﻧﺐ ﺟﻤﻊ آﺒﻴﺮ ﻡﻦ اﻝﻤﺴﺆوﻝﻴﻦ ﻓﻲ ( إﻧﺪوﻧﻴﺴﻴﺎAr. Vol 11)
(50)
/ka:na `ala: ra`si al-hudhu:ri fi: ha:dza: al-liqa:’i bi ja:nibi jam`in kabi:rin min al-mas’u:li:na fi: indu:ni:siya:/ ‘mengiringi kedatangan para tamu bersama para staff yang bertugas di Indonesia.’ Pada data (44), preposisi
ﻓﻲ
/fi:/ diterjemahkan sesuai dengan makna
leksikalnya yaitu ‘di’ yang menunjukan keterangan tempat pada contoh pada konteks kalimat tersebut. Makna leksikal preposisi / ﻓﻲfi:/ yang lain adalah ‘pada’ yang menunjukan keterangan waktu. Pada data (46), preposisi
ﻝـ
/li/ juga
diterjemahkan sesuai dengan salah satu makna leksikalnya yaitu ‘oleh’. Hal ini sah saja dilakukan karena pola kalimat Tsu pada data (44) dan (46) sepadan dengan pola kalimat Tsa. (44) ﻡﺎﻝﻴﺰیﺎ Keterangan
( ﻋﻘﺪ دورة اﻝﺘﺮﺏﻴﺔ ﻓﻲAr. Vol 5) subjek
predikat
/’aqdu daurati at-tarbiyyati fi: ma:laiziya:/ ‘penyelenggaraan penataran di malaysia’ Predikat
(46) ﺟﻲ
subjek
keterangan
( اﻝﻔﺘﺢ اﻝﻌﻈﻴﻢ ﻝﻠﺪآﺘﻮر ﻡﺤﻤﺪ ﻗﻠﻌﺔAr. Vol 9)
Predikat+objek
subjek
‘Penaklukan Besar, oleh Dr Muhammad Qal’ah Gie’ Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
87
Subjek
predikat + objek
Namun demikian, pada data (44) terjadi pergeseran bentuk dari Bsu ke dalam Bsa. frase
دورة اﻝﺘﺮﺏﻴﺔ
/daurati at-tarbiyyati/ dipadankan menjadi ‘penataran’ yang
merupakan kata dalam Bsa. sebagai kalimat untuk sebuah judul artikel, penerjemahan data (44) sudah ekuivalen. Preposisi
ﻝـ
/li/ pada data (45) tidak dipadankan maknanya dalam Tsa
(dilesapkan). preposisi
ﻝـ
/li/. dalam data (45) menyatakan bahwa kegiatan
‘pertemuan ke tujuh’, adalah kegiatan yang dilakukan oleh
أﻗﺴﺎم اﻝﻠﻐﺔ اﻝﻌﺮﺏﻴﺔ
/’aqsa:mi al-lughati al-`arabiyyati/ atau ‘jurusan bahasa Arab’. Jadi, jika terjemahan makna preposisi
ﻝـ
/li/ tersebut diperlihatkan maka akan menjadi
‘pertemuan VII (yang diadakan oleh jurusan bahasa Arab...’. Proses transposisi yang mengubah nomina jamak menjadi nomina tunggal terjadi pada perubahan kata أﻗﺴﺎم/’aqsa:m/ yang merupakan nomina jamak dalam Tsu menjadi ‘jurusan’ yang merupakan nomina tunggal dalam Tsa. Hasil terjemahan dalam Tsa sudah ekuivalen dengan Tsu, akan tetapi terjemahan tersebut dapat dibuat lebih ringkas kalimatnya menjadi ‘pertemuan jurusan bahasa Arab yang ke tujuh di Universitas dan Institut Indonesia’. Hal yang berbeda terjadi pada data (46). Preposisi
ﻝـ
/li/ dalam kalimat
tersebut dipadankan secara leksikal menjadi ‘oleh’ dalam Bsa. preposisi
ﻝـ
/li/
memiliki banyak makna tergantung kepada konteks kalimat tersebut. Preposisi /li/ secara leksikal bermakna ‘untuk’, ‘kepada’, ‘karena’, ‘sebagai’, dan ‘oleh’. Data (46), adalah kalimat informatif yang memberitahukan bahwa
ﻡﺒﺒﺪأ
/mubtada’/ dari kalimat tersebut adalah judul buku yang diterjemahkan. Jadi, penggunaam metode penerjemahan harfiah pun sudah dapat menghasilkan hasil terjemahan yang baik dan berterima. Penerjemahan data (47), membutuhkan banyak proses. Preposisi
ﻡﻦ/min/
اﻝﻤﻌﺎهﺪ/al-ma`a:hid/, tidak ada padanan kata harfiahnya dalam Tsa. Kalimat هﻮ ﻡﻦ )ﻡﻌﻬﺪ( اﻝﻤﻌﺎهﺪ/huwa (ma`had) min al-ma`a:hid/
dan nomina jamak
sangat tepat jika penerjemah menerjemahkannya menjadi ‘salah satu pesantren’. Hal ini termasuk kepada jenis transposisi yang terjadi apabila suatu ungkapan dalam Bsu dapat diterjemahkan secara harfiah ke dalam Bsa melalui cara gramatikal, akan tetapi padanannya kurang berterima dalam Bsa. Pada penerjemahan data (48) tampak adanya pergeseran bentuk dari اﻝﺘﺎﺏﻌﺔ /at-ta:bi`atu/ yang merupakan nomina dalam Tsu, menjadi ‘di bawah naungan’ yang merupakan frase preposisional. Preposisi
ﻡﻦ
/min/ pada data (48), tidak Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
88
diterjemahkan menjadi ‘dari’, ‘sejak’, ‘melalui’, ‘dengan’, dll. Sehingga hasil terjemahannya menjadi ekuivalen. Apabila penerjemah menerjemahkan kalimat tersebut dengan memadankan preposisi akan
menjadi
‘yang
keduanya
ﻡﻦ
dari
/min/ secara harfiah, maka hasilnya pesantren
yang
dinaungi
oleh
Muhammadiyah’. Kalimat ini bukanlah kalimat yang efektif dan sangat berlarutlarut dalam pemilihan diksinya, rumit, serta tidak sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa jurnalistik pers yang lebih mengutamakan kalimat yang sederhana dan jelas. Pada penerjemahan data (49), preposisi
ﻓﻲ
/fi:/ yang pertama
diterjemahkan menjadi ‘karena hal itu’. Makna harfiah preposisi ﻓﻲ/fi:/ yaitu ‘di’ dilesapkan ke dalam kalimat tersebut. Kalimat tersebut jika dibedah lebih dalam lagi, bentuknya akan menjadi ‘karena (di dalam) hal itu’. Penerjemah menerjemahkannya dengan ekuivalen dan sesuai dengan kaidah bahasa jurnalistik pers yaitu singkat yang berarti langsung kepada pokok permasalahan. Pada frase
ﻓﻲ اﻝﺪﻋﻮة إﻝﻰ اﷲ/fi: da`wati ila: alla:h/ preposisi ﻓﻲ
/fi:/ diterjemahkan secara
leksikal yaitu ‘dalam berdakwah kepada Allah’. Hal selaras juga terjadi pada penerjemahan data (50). Preposisi
ﻓﻲ
/fi:/ tidak dituliskan padanan makna
harfiahnya. Namun demikian, hal tersebut sama sekali tidak mengubah ataupun mengurangi kekuatan yang ingin disampaikan dari Tsu kepada Tsa. Penerjemahan
klausa
preposisional
juga
tidak
mengharuskan
penerjemahnya untuk selalu memadankan makna preposisi tersebut dengan makna leksikalnya. Terkadang makna yang harus diungkapkan berbeda dengan makna leksikalnya atau bahkan makna tersebut tidak dituliskan padanan katanya (dilesapkan), tergantung kepada konteks kalimat tersebut. 4.3.4 Penerjemahan Klausa Verbal
ﺟﻤﻠﺔ اﺳﻤﻴﺔ/jumlatun ’ismiyyatun/ atau kalimat nonnomina yang ﺧﺒﺮ/khabar/ atau predikatnya merupakan
Klausa verbal dalam verbal, adalah kalimat
kata kerja. Penggunaan klausa verbal di dalam buletin Al-Arkhabi:l sebagian besar menjadi judul artikel. Hal ini dimaksudkan agar topikalisasi objek benar-benar tertuju pada pelaku atau
ﻓﺎﻋﻞ
/fa’il. Penggunaan
ﺟﻤﻠﺔ اﺳﻤﻴﺔ
/jumlatun
’ismiyyatun/ dalam penulisan judul tidak menjadi prioritas dalam penyusunan buletin Al-Arkhabi:l ini. Berikut adalah data klausa verbal dalam Tsu dan Tsa beserta dengan analisisnya.
Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
89
ﺁﻻف ﻧﺴﺨﺔ ﻡﻦ اﻝﻘﺮﺁن اﻝﻜﺮیﻢ وﺕﺮﺟﻤﺎت5 ﺧﺎدم اﻝﺤﺮﻡﻴﻦ اﻝﺸﺮیﻔﻴﻦ یﻬﺪي ( اﻝﻌﻠﻮم اﻹﺳﻼﻡﻴﺔ واﻝﻌﺮﺏﻴﺔ ﻓﻲ إﻧﺪوﻧﻴﺴﻴﺎ ﻡﻌﺎﻧﻴﻪ ﻝﻤﻌﻬﺪAr. Vol )
(51)
/kha:dimu al-haramaini asy-syarifaini yuhdi: khamsata ala:fin nuskhatan min alqur’a:ni al-kari:mi wa tarjama:ti ma`a:nihi li ma`hadi al-`ulu:mi al-’isla:miyyati wa al-`arabiyyati fi:’ indu:ni:siya:/ ‘pelayan dua tanah suci menghadiahkan 5 ribu Al-Qur’an dan terjemahkan kepada LIPIA’
(52) ( ﻡﻌﺎﻝﻲ ﻡﺪیﺮ اﻝﺠﺎﻡﻌﺔ یﺰور ﺟﺎﻡﻌﺔ اﻹﻧﺪوﻧﻴﺴﻴﺎAr. Vol 9) /ma`a:li: mudi:ru al-ja:miati yazu:ru ja:mi`ata al-indu:ni:siya:/ ‘kunjungan rektor Universitas Islam Imam ke Universitas Indonesia’ (53) ( اﻝﻤﻌﻬﺪ یﺴﺘﻘﺒﻞ دﻓﻌﺔ ﺟﺪیﺪة ﻡﻦ اﻝﺪراﺳﻴﻦ ﻓﻲ ﻗﺴﻢ اﻝﺘﺄهﻴﻞ اﻝﻤﻌﻠﻤﻴﻦAr. Vol 10) /al-ma`hadu yastaqbilu dif`atan jadi:datan min al-da:risi:na f:i qismi at-ta`hi:l al-mu`alimi:na/ ‘penerimaan mahasiswa baru jurusan diploma di LIPIA’ (54) ( وآﻴﻞ اﻝﻤﻌﻬﺪ یﺰور اﻝﺠﺎﻡﻌﺔ اﻝﻤﺤﻤﺪیﺔ ﺏﺼﻮﻝﻮAr. Vol 11) /waki:lu al-ma`hadi yazu:ru al-ja:mi`ata al-muhammadiyyata bi shu:lu:/ ‘kunjungan ke UMS’ (55) ( ﻡﺪیﺮ اﻝﻤﻌﻬﺪ یﺴﺘﻘﺒﻞ ﺳﻔﻴﺮ اﻝﻤﻤﻠﻜﺔ اﻷردﻧﻴﺔ اﻝﻬﺎﺵﻤﻴﺔAr. Vol 10) /mudi:ru al-ma`had yastaqbilu safi:ra al-mamlakati al-’urduniyyati alha:syimiyyati/ ‘direktur LIPIA menerima kunjungan duta besar Kerajaan Yordania di Jakarta’ (56)
( ﺏﺎﺡﺜﺔ إﻧﺪوﻧﻴﺴﻴﺎ ﺕﻌﺪ رﺳﺎﻝﺔ دآﺘﻮراﻩ ﻋﻦ ﻡﻌﻬﺪ اﻝﻌﻠﻮم اﻹﺳﻼﻡﻴﺔ واﻝﻌﺮﺏﻴﺔAr.
Vol 6)
/ba:hitsatu ’indu:ni:siya: tu`iddu risa:lata duktu:rah `an ma`hadi al-`ulumi al’isla:miyyati wa al-`arabiyyati/ ‘seorang peneliti mempersiapkan disertasi untuk mencapai gelar doktor tentang Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA)’ Pada data (51), (55), (56) pola kalimat dalam Tsu sepadan dengan pola kalimat dalam Tsa.
ﺁﻻف ﻧﺴﺨﺔ ﻡﻦ اﻝﻘﺮﺁن اﻝﻜﺮیﻢ وﺕﺮﺟﻤﺎت5 ﺧﺎدم اﻝﺤﺮﻡﻴﻦ اﻝﺸﺮیﻔﻴﻦ یﻬﺪي ﻡﻌﺎﻧﻴﻪ ﻝﻤﻌﻬﺪ اﻝﻌﻠﻮم (51)
Objek + Keterangan
اﻹﺳﻼﻡﻴﺔ واﻝﻌﺮﺏﻴﺔ ﻓﻲ إﻧﺪوﻧﻴﺴﻴﺎ
predikat
subjek
(Ar. Vol 6)
Objek + keterangan Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
90
/kha:dimu al-haramaini asy-syarifaini yuhdi: khamsata ala:fin nuskhatan min alqur’a:ni al-kari:mi wa tarjama:ti ma`a:nihi li ma`hadi al-`ulu:mi al-’isla:miyyati wa al-`arabiyyati fi: ’indu:ni:siya:/ ‘pelayan dua tanah suci menghadiahkan 5 ribu Al-Qur’an dan terjemahkan kepada Subjek
predikat
objek+keterangan
LIPIA’ Objek + keterangan
(55)
( ﻡﺪیﺮ اﻝﻤﻌﻬﺪ یﺴﺘﻘﺒﻞ ﺳﻔﻴﺮ اﻝﻤﻤﻠﻜﺔ اﻷردﻧﻴﺔ اﻝﻬﺎﺵﻤﻴﺔAr. Vol 10)
Objek
predikat
subjek
/mudi:ru al-ma`hadi yastaqbilu safi:ra al-mamlakati al-’urduniyyati alha:syimiyyati/ ‘direktur LIPIA menerima kunjungan duta besar kerajaan Yordania di Jakarta’ Subjek
(56)
predikat
objek
( ﺏﺎﺡﺜﺔ إﻧﺪوﻧﻴﺴﻴﺎ ﺕﻌﺪ رﺳﺎﻝﺔ دآﺘﻮراﻩ ﻋﻦ ﻡﻌﻬﺪ اﻝﻌﻠﻮم اﻹﺳﻼﻡﻴﺔ واﻝﻌﺮﺏﻴﺔAr.
Vol 6) Keterangan objek
objek
predikat
subjek
/ba:hitsatu ’indu:ni:siya: tu`iddu risa:lata duktu:rah `an ma`hadi al-`ulumi al’isla:miyyati wa al-`arabiyyati/ ‘seorang peneliti mempersiapkan disertasi untuk mencapai gelar doktor tentang Subjek
predikat
objek
Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA)’ keterangan objek
Subjek atau
ﻓﺎﻋﻞ
/fa’il/ (pelaku) dalam kalimat-kalimat di atas terletak di
latar depan, begitu juga dengan kata kerja atau predikat dan preposisi yang digunakan, padanannya dalam Tsa begitu selaras. Pada penerjemahan ketiga contoh
ini,
tim penerjemah
hanya
menerjemahkannya
dengan
metode
penerjemahan harfiah dan setia. Pada data (51) verba yang terdapat di dalam susunan kalimatnya adalah
یﻬﺪي
/yuhdi/. Secara harfiah, kata
یﻬﺪي
/yuhdi/
bermakna ‘menghadiahkan’,’memberikan hadiah’. Pada padanannya dalam Tsa, penerjemah menerjemahkannya dengan menggunakan makna harfiahnya yaitu ‘menghadiahkan’. Penerjemahan klausa verbal pada data (55), juga sama seperti data (51). Verba yang terdapat di dalam susunan kata data (55) adalah /yastaqbilu/. Verba
یﺴﺘﻘﺒﻞ
یﺴﺘﻘﺒﻞ
/yastaqbilu/ secara harfiah dapat diterjemahkan
menjadi ‘menerima’. Penerjemah menerjemahkannya pun menjadi ‘menerima’ dalam Tsa. jadi penerjemahan dengan pemilihan diksi leksikal dilakukan oleh tim penerjemah. Hal serupa juga berlaku pada penerjemahan verbal data (56). Pada Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
91
data (56), verba yang terdapat di dalam susunan kalimatnya adalah Kata
ﺕﻌﺪ/tu`iddu/.
ﺕﻌﺪ/tu`iddu/ jika diterjemahkan secara harfiah, bermakna ‘mempersiapkan’.
Penerjemah
juga
menerjemahkannya
dengan
makna
harfiahnya
yaitu
‘mempersiapkan’. Walaupun penerjemah hanya menggunakan metode harfiah dan setia, hal ini sudah sangat baik untuk menerjemahkan klausa-klausa di atas, karena pesan dan gagasan yang ingin disampaikan dalam kalimat Tsu tersampaikan dengan sempurna. Sesuai dengan kaidah bahasa jurnalistik pers bahwa bahasa jurnalistik pers sederhana, singkat, padat, dan lugas. Terlebih jika penulisan kalimat tersebut di peruntukan untuk judul suatu artikel yang di dalamnya memuat berita. Akan tetapi, pada penerjemahan data (51), padanannya dapat dibuat lebih berterima dengan mengubahnya menjadi kalimat verba yang memililiki dua objek dan hasilnya pun tetap ekuivalen, sehingga menjadi ‘pelayan dua tanah suci menghadiahkan kepada LIPIA 5 ribu Al-Qur’an dan terjemahannya.’. Namun demikian, pada data (52) penerjemah mengubah pola kalimat dari Tsu, ke padanannya dalam Tsa. Peletakan subjek di latar depan pada Tsu, tidak diletakkan di latar depan pada Tsa. ja:mi`atu/ yang merupakan
ﻡﻌﺎﻝﻲ ﻡﺪیﺮ اﻝﺠﺎﻡﻌﺔ
/ma’ali: mudi:ru al-
ﻡﺒﺘﺪأ/mubtada’/ dan diletakan di awal kalimat dalam
Tsu, tidak disepadankan bentuknya dalam Tsa. Dalam Tsa, kata ‘kunjungan’ mengganti kata ‘rektor Universitas Islam Imam’ yang sebaiknya diletakkan di latar depan kalimat menjadi subjek. Begitu pula dengan kata یﺰور/yazu:ru/ yang merupakan kata kerja bentuk lampau diterjemahkan menjadi nomina dalam Tsa, yaitu ‘kunjungan’. Jika penerjemah konsisten dengan mengikuti contoh lainnya. Maka penerjemahan judul tersebut akan menjadi lebih berterima, sehingga akan menjadi ‘Rektor Universitas Islam Imam mengunjungi universitas Indonesia’. dan topikalisasi objeknya (Rektor Universitas Islam Imam) pun jelas seperti yang dituliskan dalam Tsu (اﻝﺠﺎﻡﻌﺔ
ﻡﻌﺎﻝﻲ ﻡﺪیﺮ/ma’ali: mudi:ru al-ja:mi`atu/).
Pada data (53), tim penerjemah menerjemahkan kaliamat tersebut dengan menggunakan metode penerjemahan bebas. Hal ini dapat di ketahui dari struktur kalimat yang berbeda antara Tsu dan Tsa. Padanan kata di bawah ini:
اﻝﻤﻌﻬﺪ یﺴﺘﻘﺒﻞ دﻓﻌﺔ ﺟﺪیﺪة /al-ma`hadu yastaqbilu dif`atan jadi:datan/ dituliskan menjadi ‘penerimaan mahasiswa baru .. di LIPIA’. Tampak jelas sekali Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
92
perbedaan pola kedua kalimat di atas. Kata
ﻓﺎﻋﻞ
اﻝﻤﻌﻬﺪ/al-ma`had/ yang merupakan
/fa`il dan berada di latar depan dalam Tsu, dalam padanannya pada Tsa
terletak di akhir kalimat dan menjadi keterangan tempat. Begitu pula dengan kata
یﺴﺘﻘﺒﻞ/yastaqbilu/ yang merupakan verba yang sedang dilakukan dalam bahasa Arab, berubah menjadi nomina dalam padanannya pada bahasa Indonesia. hal ini sah saja dilakukan selama pesan atau gagasan yang ada di dalam Tsu dapat tersampaikan ketika dipadankan ke dalam Tsa. Penerjemahan di tingkat parafrase juga dilakukan oleh tim penerjemah pada data (54). Hasil terjemahan menjadi jauh lebih singkat dan padat jika dibandingkan dengan versi Tsunya. Di tambah lagi dengan adanya akronim dari ‘Universitas Muhammadiah Solo’ menjadi ‘UMS’. Subjek dalam Tsu yaitu
اﻝﻤﻌﻬﺪ
وآﻴﻞ
/waki:lu al-ma`hadi/ juga dilesapkan pada padanannya dalam Tsa. yang
ditulisakan di dalam Tsa hanyalah kata kerja dalam Tsu yaitu یﺰور/yazu:ru/ yang diubah bentuknya menjadi kata benda yakni ‘kunjungan’ penambahan preposisi ‘ke’ dan keterangan tempat. Hal ini sangat baik dilakukan karena pesan dan gagasan yang ingin disampaikan maknanya dari Tsu ke Tsa tidak berkurang sama sekali kekuatannya. Bahkan, pembaca menjadi ingin mengetahui isi dari artikel tersebut, siapakah pelakunya, bagaimana prosesnya, apa hasilnya, dsb. Pada data (56), proses modulasi wajib diaplikasikan pada kata yang hanya sebagian aspek maknanya dalam Bsu dapat diungkapkan dalam Bsa, yaitu dari makna yang bernuansa khusus ke makna yang bernuansa umum. Seperti dalam kata
ﺏﺎﺡﺜﺔ/ba:hitsatu/, kata ﺏﺎﺡﺜﺔ/ba:hitsatu/ jika diterjemahkan secara leksikal,
maka maknanya adalah ‘seorang peneliti perempuan’. Akan tetapi penerjemah menerjemahkannya menjadi ‘seorang peneliti’. Hal ini wajib dilakukan karena kata ‘seorang peneliti perempuan’ terdengar ganjil jika ditulis dalam sebuah penulisan berita, terlebih jika namanya juga tertulis. Jadi, hal ini tepat dilakukan oleh tim penerjemah. 4.3.5 Penerjemahan Klausa Adverbial Klausa adverbial dalam struktur non-verbal bahasa Arab, dikenal dengan nama ﻇﺮف/zharaf/. ﻇﺮف/zharaf/ di dalam kaidah bahasa Arab, dibagi menjadi
ﻇﺮف زﻡﺎن/zharaf zama:n/ dan ﻇﺮف ﻡﻜﺎن/zharaf maka:n/. ﻇﺮف زﻡﺎن/zharaf zama:n/ adalah ﻇﺮف/zharaf/ yang menunjukkan tentang keterangan waktu dalam susunan kalimat dimaksud. Sedangkan ﻇﺮف ﻡﻜﺎن /zharaf maka:n/ adalah ﻇﺮف/zharaf/ yang menunjukkan tentang keterangan dua jenis yaitu
Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
93
tempat pada kalimat yang bersangkutan. Berikut adalah data klausa adverbial yang penulis jadikan sampel analisis, dalam Bsu beserta padanannya dalam Bsa. (57) ( أیﻬﻤﺎ أﻓﻀﻞ ﺹﻼة ﺕﺤﻴﺔ اﻝﻤﺴﺠﺪ أﺛﻨﺎء اﻷذان أو ﺏﻌﺪ اﻻﻧﺘﻬﺎء ﻡﻨﻪ؟Ar. Vol 9) /’ayyuhuma: ’afdhalu shala:tu tahiyyati al-masjidi ’atsna:’a al-’adza:n au ba`da al-intiha:’i minhu?/ ‘manakah yang lebih utama, shalat tahiyat masjid ketika adzan atau setelah adzan?’ (58) ( رﻋﺎیﺔ ﺵﺆون اﻝﻤﺴﻠﻤﻴﻦ أیﻨﻤﺎ آﺎﻧﻮاAr. Vol 6) /ri`a:yatu syu’u:n al-muslimi:na ’ainama: ka:nu/ ‘Urusan umat Islam di mana saja mereka berada’ (59)
اﻝﺒﻼد
ﺐ اﻷﻡﻦ ویﺴﻮد اﻻﺳﺘﻘﺮار أرﺟﺎء ّ آﺎن ﻃﺒﻴﻌﻴﺎ ﺡﻴﻦ ﻃﺒﻘﺖ ﺵﺮیﻌﺔ اﷲ أن یﺴﺘﺘ
(Ar. Vol 6)
/ka:na thabi:`iyyan hi:na thabaqat syari:`atu alla:hi ‘an yastatabba al-amnu wa yasu:du al-istiqra:ru ’arja:’a al-bila:d/
‘Adalah wajar ketika hukum Allah diterapkan, keamanan dan stabilitas tersebar di seluruh negeri’ (60) ( وﻡﺎ ﺡﻘﻴﻘﺘﻪ ﻡﺎﺿﻴﺎ وﺡﺎﺿﺮاAr. Vol 10) /wa ma:haqi:qatuhu ma:dhiyyan wa ha:dhiran/ ‘Realitas budaya dan ilmu pengetahuan yang dapat dicapai pada masa lampau dan masa kini’ (61)
وهﻲ اﻝﺠﺴﻤﺎت اﻝﺠﻤﺎﻝﻴﺔ ﺕﺒﺪو ﻓﻲ اﻝﺸﻮارع واﻝﻤﻴﺎدیﻦ اﻝﻌﺎﻡﺔ داﺧﻞ اﻝﻤﻤﻠﻜﺔ
(Ar. Vol 10)
/wa hiya: al-jasama:tu al-jama:liyyatu tabdu: fi: asy-syawa:ri`i al-maya:di:na al`a:mmati da:khila al-mamlakati/ ‘Pada bentuk-bentuk indah yang menghiasi jalan-jalan dan taman-taman di Kerajaan Saudi Arabia’ Pada data (57) nomina advebial yang terdapat di dalam susunan kalimatnya
أﺛﻨﺎء اﻷذان/atsna:’a al-’adzan/ ‘setelah adzan’ yang menjelaskan ‘shalat tahiyyatul masjid’. Bentuk ﻇﺮف/zharaf/ dari أﺛﻨﺎء اﻷذان/atsna:’a al-’adzan/ dalam Tsu merupakan jenis ﻇﺮف زﻡﺎن/zharaf zaman/ dan diterjemahkan ke adalah
dalam Tsa menjadi ‘ketika adzan’ yang merupakan keterangan waktu. Makna harfiah dari kata
أﺛﻨﺎء
/atsna:’a/ adalah ‘ketika’, ‘selama’. Penerjemahan yang
dilakukan dalam penerjemahan data (57) ini menggunakan penerjemahan setia. Karena makna yang digunakan dalam proses penerjemahannya adalah makna harfiahnya ‘ketika’, begitu pula dengan pola kalimatnya yang selaras antara Tsu Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
94
dengan Tsa. namun demikian, pergeseran unit terjadi pada penerjemahan
ﺕﻔﻀﻴﻞ
/ism tafdhi:l/
أﻓﻀﻞ
اﺳﻢ
/’afdhalu/ menjadi frase ‘yang lebih utama’.
Penerjemahan pada data (57) ini sudah ekuivalen, akan tetapi hasilnya dapat dibuat sesuai dengan kaidah bahasa jurnalistik yang singkat dan padat sehingga menjadi ‘manakah yang lebih utama, shalat tahiyat masjid ketika adzan atau setelah adzan’. Tampak pada alternatif terjemahan yang penulis tuliskan di atas bahwa frase ‘yang lebih utama’ diringkas menjadi ‘utama’. Hal ini sah saja dilakukan selama makna yang terkandung di dalam Tsu tidak berubah setelah dipadankan kedalam Tsa. Dalam bahasa Indonesia, tidak dikenal istilah ‘lebih utama’, ataupun ‘kurang utama’. Nomina utama hanya memiliki anonim, yaitu ‘tidak utama’. Frase ﻃﺒﻴﻌﻴﺎ/thabi`iyyan/ di terjemahkan oleh penerjemah menjadi ‘adalah wajar’. Kata
ﻃﺒﻴﻌﻴﺎ
/thabi`iyyan/ jika diterjemahkan secara harfiah
menjadi ‘normal’, ’biasa’, ’wajar’, ’sepantasnya’, ’semestinya’. Penerjemahan frase tersebut sudah ekuivalen, namun demikian penerjemahan ‘adalah wajar’ dapat disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia yang baku menjadi ‘sudah semestinya’. ‘Sudah semestinya ketika hukum Allah diterapkan, keamanan dan stabilitas tersebar di seluruh negeri’. Pada data data (58), Nomina adverbial yang terdapat di dalam susunan kalimatnya adalah آﺎﻧﻮا
أیﻨﻤﺎ/’ainama kanu/. Jenis ﻇﺮف/zharaf/ dari أیﻨﻤﺎ آﺎﻧﻮا /’ainama: ka:nu/ adalah ﻇﺮف ﻡﻜﺎن/zharaf maka:n/ yang menjelaskan رﻋﺎیﺔ ﺵﺆون ﻡﺴﻠﻤﻴﻦ/ra’a:yatu syu’u:nu al-muslimi:n/ ‘urusan umat Islam’. Frase أیﻨﻤﺎ آﺎﻧﻮا/’ainama ka:nu/ diterjemahkan oleh tim penerjemah secara harfiah, yaitu ‘di mana saja mereka berada’. Dalam dalam menerjemahkan beberapa kata yang terdapat di kalimat data (58), penerjemah melakukan metode penerjemahan semantis. Frase
رﻋﺎیﺔ ﺵﺆون/ra`a:yatu syu’u:n/ yang secara kontekstual dapat
diterjemahkan menjadi ‘kepentingan masyarakat’, diterjemahkan menjadi ‘urusan umat’. Hal ini dilakukan karena adanya kata
ﻡﺴﻠﻤﻴﻦ/muslimi:n/ yang mengikuti
di belakangnya. Padanan yang tepat dalam Bahasa Indonesia untuk menyebutkan ‘rakyat atau masyarakat muslim’ adalah ‘umat Islam’. Pada dasarnya, penerjemahan data (58) sudah ekuivalen, akan tetapi terjemahan tersebut dapat disesuaikan dengan kalidah bahasa Indonesia yang baku, sehingga menjadi ‘kepentingan umat Islam di manapun mereka berada’. Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
95
Pada data (59), klausa advebial yang ada di dalam susunan kalimatnya adalah nomina ﺡﻴﻦ/hi:na/. Jenis ﻇﺮف/zharaf/ dari nomina ﺡﻴﻦ/hina/ adalah
ﻇﺮف
زﻡﺎن/zharaf zama:n/ yang menjelaskan tentang waktu ﻃﺒﻴﻌﻴﺎ/thabi:`iyyan/ atau dalam padanannya dalam Tsa yaitu ‘wajar’. Secara harfiah, kata ﺡﻴﻦ/hi:na/ memiliki makna ‘ketika’, ’pada’, ’saat’. Tim penerjemah menerjemahkan kata
ﺡﻴﻦ
/hi:na/ dengan menggunakan makna leksikalnya yaitu ‘ketika’. Namun
demikian, dalam proses menerjemahkan kalimat ini secara menyeluruh, penerjemah lebih cenderung menggunakan metode penerjemahan semantis. Karena lebih memperhitungkan unsur estetika Tsu dengan mengkompromikan makna selama masih dalam batas kewajaran. Bila dibandingkan dengan penerjemahan setia, penerjemahan ini lebih fleksibel, dan lebih dekat kepada Bsa dibanding dengan penerjemahan setia yang masih terikat dengan Bsu. Hal ini dapat dibuktikan dari penerjemahan hukum Allah,
اﻻﺳﺘﻘﺮار
یﺴﺘﺘﺐ اﻷﻡﻦ
ﺵﺮیﻌﺔ اﷲ/syari:`atu
’alla:hi/ menjadi
/yastatabba al-’amnu/menjadi ‘keamanan’,
یﺴﻮد
/yasu:du al-istiqra:r/ menjadi ‘stabilitas’. Penerjemah tidak ikut
menuliskan verba yang ada di dalam kalimat tersebut. Verba
یﺴﺘﺘﺐ
/yastatabba/
secara leksikal bermakna ‘menjadi stabil’,’menjadi normal’,’menjadi baik’. Jadi, jika penerjemah menerjemahkan
یﺴﺘﺘﺐ اﻷﻡﻦ
/yastatabba al-’amnu/ secara
harfiah, akan menjadi ‘keamanan akan menjadi normal’. Namun demikian, penerjemah tidak mengikutsertakan padanan verba tersebut di dalam Tsa. Hal serupa juga terjadi pada penerjemahan verba
یﺴﻮد
یﺴﻮد اﻻﺳﺘﻘﺮار
/yasu:du al-istiqra:r/.
/yasu:du/ memiliki makna leksikal ‘mengepalai’, ‘mengetuai’,
‘menjadi ahli’, ‘memberlakukan peraturan’. Jadi jika penerjemah menerjemahkan
یﺴﻮد اﻻﺳﺘﻘﺮار
/yasu:du al-istiqra:ru/ secara harfiah maka padanannya akan
menjadi ‘kestabilan mengepalai’. Pada dasarnya penerjemahan data (59) ini sudah ekuivalen. Akan tetapi penerjemahan tersebut dapat dibuat lebih sesuai dengan kadah bahasa jurnalistik pers sehingga menjadi ‘Sudah semestinya, ketika aturan Allah diterapkan, keamanan yang baik dan stabilitas yang merata akan tersebar di seluruh negeri’. Frase ‘adalah wajar’ penulis ubah dengan ‘sudah semestinya’, karena frase ‘adalah wajar’ tidak termasuk ke dalam kaidah bahasa Indonesia baku. Begitu pula dengan nomina
ﺵﺮیﻌﺔ
/syiari:`atu/ yang memilki makna
‘aturan’, ‘hukum’, ‘syariat’. Penulis menggunakan makna aturan untuk mengganti diksi hukum, karena diksi hukum lebih cenderung kepada sanksi dari sebuah Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
96
kesalahan. Dalam data (60), nomina adverbial yang terdapat di dalam susunan
ﻡﺎﺿﻴﺎ وﺡﺎﺿﺮا/ma:dhiyyan wa ha:dhiran/ ‘pada masa lampau dan masa kini’. Jenis ﻇﺮف/zharaf/ nomina ﻡﺎﺿﻴﺎ وﺡﺎﺿﺮا /madhiyan wa hadhiran/ adalah ﻇﺮف زﻡﺎن/zharaf zaman/ yang menjelaskan ﺡﻘﻘﺘﻪ/haqiqatuhu/ ‘Realitas budaya dan ilmu pengetahuan yang dapat dicapai’. Penerjemah menerjemahkan ﻡﺎﺿﻴﺎ وﺡﺎﺿﺮا/ma:dhiyyan wa ha:dhiran/ dengan kalimatnya adalah nomina
menggunakan makna harfiahnya yaitu pada masa lampau dan masa kini. Secara
ﻡﺎﺿﻴﺎ/ma:dhiyyan/ dapat diterjemahkan menjadi ‘masa lampau’, ‘masa Slalu’, dan ﺡﺎﺿﺮا/ha:dhiran/ secara leksikal dapat diterjemahkan menjadi ‘sekarang’,’saat ini’,’masa kini’. Tampak bahwa ﺿﻤﻴﺮ/dhami:r/ ﻩ/hu/ dalam ﺡﻘﻴﻘﺘﻪ/haqi:qatuhu/ tidak diterjemahkan secara kata demi kata oleh penerjemah leksikal
menjadi ‘nya’ atau ‘dia’ melainkan menjadi ‘...budaya dan ilmu pengetahuan yang dapat dicapai’. Dapat dilihat dalam penerjemahannya, bahwa penerjemah menjelaskan arti
ﺿﻤﻴﺮ/dhami:r/ tersebut dalam Tsa. hal ini dilakukan agar para
pembaca lebih mudah memahami teks tersebut. Pada dasarnya, penerjemahan data (60) sudah ekuivalen, akan tetapi ada altenatif terjemahan yang tetap ekuivalen dengan mengubah kata ‘dapat’ dengan ‘telah’ sehingga menjadi ‘Realitas budaya dan ilmu pengetahuan yang dapat dicapai pada masa lampau dan masa kini’. Pada data (61), nomina adverbial yang terdapat di dalam susunan kalimatnya adalah nomina
داﺧﻞ
/da:khila/. Secara harfiah,
داخ
/da:khila/ dapat
diterjemahkan menjadi ‘di dalam’,’dalam’. Namun demikian, penerjemah tidak
داﺧﻞ/da:khila/ dalam penerjemahan data (61). yang merupakan ﻇﺮف ﻡﻜﺎن/zharaf maka:n/ dari
menuliskan makna leksikal dari Frase dakhila al-mamlakah,
kalimat tersebut, jika diterjemahkan secara harfiah, maka maknanya akan menjadi ‘di dalam Kerajaan Saudi Arabia’. Di buletin Al-Arkhabi:l Penerjemah menerjemahkannya menjadi ‘di Kerajaan Saudi Arabia’. Jika dilihat dari proses penerjemahannya, tampak bahwa penerjemah melesapkan makna leksikal dari nomina
داﺧﻞ
/da:khila/ dalam frase ‘di Kerajaan Saudi Arabia’. Jika kata
tersebut dibedah lebih dalam, maka penulisannya akan menjadi ‘di (dalam) Kerajaan Saudi Arabia’. Penerjemah menggunakan metode penerjemahan setia dalam menerjemahkan data (61) ini. Hal ini dapat dibuktikan dari penerjemahan nomina-nomina yang ada di dalam susunan kalimat tersebut beserta susunannya Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
97
yang serupa. Kata
ﺟﺴﻤﺎت
/jasama:t/ merupakan bentuk jamak dalam Bsu,
diterjemahkan menjadi ‘bentuk-bentuk’ yang merupakan makna leksikal dan juga bentuk jamak dalam Bsa. Begitu juga dengan kata
ﻡﻴﺎدیﻦ
ﺵﻮارع
/syawa:ri`/ dan kata
/maya:din/ yang keduanya merupakan bentuk jamak dalam Bsu,
diterjemahkan
berturut-turut
menjadi
‘jalan-jalan’
dan
‘taman-taman’.
Penerjemahan pada data (61) sudah ekuivalen. Makna dari Bsu sudah tersampaikan ke dalam Bsa. Akan tetapi, penerjemahannya akan lebih berterima jika proses transposisi yang mengubah nomina jamak kepada nomina tunggal dilakukan dalam penerjemahan kalimat tersebut, dan mengubah Saudi Arabia menjadi Arab Saudi sehingga menjadi ‘pada bentuk-bentuk indah yang menghiasi jalan dan taman di dalam Kerajaan Arab Saudi’. 4.3.6 Penerjemahan Klausa Akusatif Dalam kaidah bahasa Arab, klausa akusatif dikenal sebagai
اﻝﻨﻮاﺳﺦ/an-
nawa:sikh/ dan digolongkan menjadi dua kategori. Pertama, klausa yang diawali
آﺎن/ka:na wa ’akhwa:tuha:/). Verba آﺎن/ka:na/ berfungsi merafa`kan vokal ﻡﺒﺘﺪأ/mubtada’/ (nominatif) dan memansubkan vokal ﺧﺒﺮ/khabar/ (akusatif) dalam sebuah ﺟﻤﻠﺔ اﺳﻤﻴﺔ/jumlatun ’ismiyyatun (Ash-Shinniy, 1990: 106). Yang kedua adalah partikel إن/’inna/ dan sejenisnya ( إن وأﺧﻮاﺕﻬﺎ/’inna wa ’akhwa:tuha:/). Partikel إن/’inna/ berfungsi menasabkan ﻡﺒﺘﺪأ/mubtada’/ (akusatif) dan merafa`kan ﺧﺒﺮ dengan verba
آﺎن
/ka:na/ dan sejenisnya (وأﺧﻮاﺕﻬﺎ
/khabar/ (nominatif) (ash-shinniy, 1990: 114). Berikut adalah data-data klausa akusatif dalam buletin Al-Arkhabi:l yang penulis ambil sebagai sampel analisis beserta padanannya dalam Tsa.. (62) اﻝﺼﻒ
"ﻻ ﺹﻼة ﻝﻤﻨﻔﺮد ﺧﻠﻒ:( إن ﻗﻮل اﻝﺮﺳﻮل ﺹﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢAr. Vol
11)
/’inna qaula al-rasu:li shalla: alla:hu `alaihi wa sallam “la: shala:ta li munfaridi khalfa al-shaffi/ ‘Mereka menegaskan bahwa hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang berbunyi: ”Tidak ada shalat bagi orang yang mengerjakan shalat sendirian di belakang shaf”’ (63) ( أن اﻝﺼﻼة ﻻ ﺕﺼﺢ ﻝﻤﻨﻔﺮد ﺧﻠﻒ اﻝﺼﻒ ﺏﻜﻞ ﺡﺎلAr. Vol 11) /’anna al-shala:ta la: tashihhu li munfaridin khalfa ash-shaffi bi kulli ha:lin/ ‘...bahwa shalat orang tersebut tidak sah, bagaimanapun kondisinya’ (64)
ﺏﺎﻝﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻓﻲ-أن ﻡﺎ ﻗﺎم ﺏﻪ اﻝﻤﻠﻚ اﻝﻤﻔﺪّى یﺄﺕﻲ ﻓﻲ إﻃﺎر اهﺘﻤﺎﻡﻪ –رﻋﺎﻩ اﷲ Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
98
وﺏﺸﻜﻞ ﺧﺎص أﺏﻨﺎؤﻩ ﻓﻲ إﻧﺪوﻧﻴﺴﻴﺎ، ( أﻧﺤﺎء اﻝﻌﺎﻝﻢAr. Vol 6) /’anna ma: qa:ma bihi al-maliku al-mufaddi ya’ti: fi: ’itha:ri ihtima:mihi ra`a:hu alla:hu bi al-muslimi:na fi: ’anha:’i al-`a:lami wa bi syaklin kha:shshin ’abna:’uhu fi: ’indu:ni:siya:/ ‘bahwa apa yang beliau lakukan tersebut adalah dalam rangka kepedulian beliau terhadap umat Islam di seluruh dunia, dan khususnya di Indonesia.’
أن هﺬﻩ اﻝﻨُﺴﺦ ﺳﻴﻘﻮم اﻝﻤﻌﻬﺪ ﺏﺘﻮزیﻌﻬﺎ ﻋﻠﻰ اﻝﻤﻌﺎهﺪ واﻝﻤﺴﺎﺟﺪ واﻝﻤﺼﻠﻴﺎب ﻓﻲ إﻧﺪوﻧﻴﺴﻴﺎ
(65)
(Ar. Vol 6)
/’anna ha:dzihi al-nusukh sayaqu:mu al-ma’hadu bi tauzi:`iha: ala: al-ma`a:hidi wa al-masa:jidi wa al-mushallaya:ti fi: ’indu:ni:siya:/ ‘ӨAl-Qur’an yang telah diterima itu akan dibagikan kepada lembaga-lembaga, masjid, dan mushalla di Indonesia’ (66) ( وآﺎن اﺏﻦ ﻋﻤﺮ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻬﻤﺎ یﻔﻌﻠﻪAr. Vol 12) /wa ka:na ibn `umara radhi alla:hu `anhuma: yaf`aluhu/ ‘namun demikian, Ibnu Umar –radhiyallahu anhumaa- Ө melakukannya.’ (67) ( إن آﺎن اﻝﺼﻒ ﺕﺎﻡﺎ ﻓﺈﻧﻪ ﺕﺼﺢ ﺹﻼة اﻝﻤﻨﻔﺮد ﺧﻠﻔﻪAr. Vol 11) /’in ka:na ash-shaffu ta:mman fa ’innahu tashhu shala:ta al-munfaridi khalfahu/ ‘jika shaf di depannya telah penuh maka shalat orang tersebut sah’
أﺳﺘﺎذ أﺹﻮل اﻝﻔﻘﻪ اﻝﻤﺴﺎﻋﺪ،وآﺎن ﻓﻲ اﺳﺘﻘﺒﺎﻝﻪ اﻝﺪآﺘﻮر ﻡﺤﻤﺪ ﻡﻌﻴﻦ اﻝﺪیﻦ ( ﺏﺎﻝﺠﺎﻡﻌﺔ ورﺋﻴﺲ اﻝﺒﺮﻧﺎﻡﺞ اﻝﺪراﺳﺎت اﻹﺳﻼﻡﻴﺔ اﻝﻌﻠﻴﺎ ﻓﻲ اﻝﻔﻘﻪ وأﺹﻮﻝﻪAr. Vol
(68) 11)
/wa ka:na fi: istiqba:lihi ad-duktu:ru muhammad mu`inu ad-di:n ’usta:dz ‘ushu: al-fiqhi al-musa:idi bi al-ja:mi`ati wa ra’i:su al-barna:miji ad-dira:sati al’isla:miyyati al-`ulya: al-fiqhi wa ’ushu:lihi/ ‘Dalam kunjungan tersebut beliau disambut oleh Dr. Muhammad Mu’inuddin Guru Besar Ushul Fiqih sekaligus sebagai Ketua Kajian Islam Pasca Sarjana Bidang Fiqh Dan Ushul Fiqh’ Kata
إن/’inna/ dan أن/’anna/ memiliki makna harfiah ‘bahwa’, ‘sungguh-
sungguh’, ‘sebenarnya’. Penggunaan makna harfiah oleh penerjemah, diterapkan pada data (63). Dalam penerjemahannya, penerjemah hanya menggunakan metode penerjemahan setia. Hal ini dapat dibuktikan dalam padanannya dalam Bsa yaitu ‘bahwa shalat orang tersebut tidak sah’. Makna-makna yang dipilih oleh penerjemah dalam menerjemahkan kalimat di atas, adalah makna harfiah. Begitu pula dengan pola kalimatnya yang serupa, sama sekali tidak ada perubahan struktur gramatika dari Tsu ke Tsa. Berikut adalah pola kalimat dalam Tsu beserta Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
99
padanannya dalam Tsa:
أن اﻝﺼﻼة ﻻ ﺕﺼﺢ predikat subjek IsN
/’anna al-shala:ta la: tashihhu/ ‘...bahwa shalat orang tersebut tidak sah, bagaimanapun kondisinya’ penjelas
subjek
predikat
Namun demikian, penejemah tetap menerapkan metode transposisi wajib dalam menerjemahkan kata
اﻝﺼﻼة
/ash-shala:tu/. Kata
اﻝﺼﻼة
/ash-shala:tu/
yang definit dalam Bsu, juga diterjemahkan kedalam bentuk yang definit pula yaitu ‘shalat orang tersebut’, akan tetapi terjadi pergeseran unit dari kafa menjadi frase. Tampak bahwa penerjemah cukup teliti dalam menerjemahkannya. Penerjemahan
اﺳﻢ ﻧﻮاﺳﺦ
/’ism nawa:sikh/ yang menggunakan makna
leksikalnya juga dilakukan pada data (64). Kata
أن
/’anna/ pada data (64)
diterjemahkan menjadi ‘bahwa’. Akan tetapi, penerjemah tidak serta merta menggunakan metode penerjemahan setia dalam menerjermahkan kalimat ini, melainkan lebih kepada pendekatan semantis dan penerjemahan komunikatif dalam prosesnya. Berikut adalah data (64) beserta penjelasannya:
ﺏﺎﻝﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻓﻲ أﻧﺤﺎء-أن ﻡﺎ ﻗﺎم ﺏﻪ اﻝﻤﻠﻚ اﻝﻤﻔﺪّى یﺄﺕﻲ ﻓﻲ إﻃﺎر اهﺘﻤﺎﻡﻪ –رﻋﺎﻩ اﷲ وﺏﺸﻜﻞ، اﻝﻌﺎﻝﻢ Objek
subjek+predikat IsN
ﺧﺎص أﺏﻨﺎؤﻩ ﻓﻲ إﻧﺪوﻧﻴﺴﻴﺎ Objek
/’anna ma: qa:ma bihi al-maliku al-mufaddi ya’ti: fi: ’itha:ri ihtima:mihi ra`a:hu alla:hu bi al-muslimi:na fi: anha:’i al-`a:lami wa bi syaklin kha:shshin ’abna:’uhu fi: ’indu:ni:siya:/ ‘bahwa apa yang beliau lakukan tersebut adalah dalam rangka kepedulian beliau penjelas
subjek+predikat
objek
terhadap umat islam di seluruh dunia, dan khususnya di Indonesia.’ objek
Ada beberapa kalimat dalam Tsu yang padanannya dilesapkan. Seperti contoh frase
وﺏﺸﻜﻞ/wa bi syaklin/ yang memiliki makna ‘secara’, di dalam Tsa
makna tersebut tersirat kepada kalimat ‘khususnya di Indonesia’. sebenarnya kalimat ini berbunyi ‘(secara) khusus di Indonesia’ Begitu pula dengan kata
أﺏﻨﺎؤﻩ
/’abna:’uhu/. Kata ini tidak dituliskan
padanannya (‘anak-anaknya’) dalam Tsa. akan tetapi maknanya tersirat kepada Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
100
/al-muslimi:na/ ‘umat muslim’. Selain itu transformasi pada penulisan subjek dapat menjadi bukti bahwa metode penerjemahan komunikatif adalah metode yang diterapkan dalam penerjemahan kalimat ini. Subjek dalam Bsu yaitu
اﻝﻤﻔﺪّى
اﻝﻤﻠﻚ
/al-maliku al-mufaddiyu/ diterjemahkan hanya menjadi ‘beliau’.
Penggunaan kata ini sangat sesuai dengan teori jurnalistik pers, yang menyatakan bahwa bahasa jurnalistik haruslah padat dan singkat. Langsung kepada pokok atau ini permasalahan yang menjadi inti berita. Akan tetapi ada alternatif terjemahan untuk data (64) yang lebih sederhana yaitu ‘bahwa semua yang beliau lakukan tersebut adalah bentuk kepedulian beliau terhadap umat Islam di seluruh dunia, khususnya di Indonesia.’ Dalam alternatif terjemahan diatas, kata apa yang merupakan padanan dari ma penulis terjemahkan menjadi semua. Dan frase ‘dalam rangka’ penulis terjemahkan menjadi ‘bentuk’. Tampak bahwa alternatif terjemahan yang penulis kemukakan ide dan gagasan yang ingin disampaikan dari Tsu ke Tsa tidak berkurang atau berubah sama sekali. Kata
إن
/’inna/ dan
أن
/’anna/ pada data (62), dan (65), tidak dituliskan
padanan makna leksikalnya dalam Tsa. Makna dari keduanya ada di dalam kandungan kedua kalimat tersebut (implisit). Kata
إن
/’inna/ pada kedua contoh
tersebut diterjemahkan menjadi sebuah ‘penegasan’, karena salah satu makna harfiah إن/’inna/ adalah ‘sungguh-sungguh’, ‘sebenarnya’ yang berfungsi sebagai
ﺕﺄآﺪ/ta’kid/ atau penegasan akan esensi dari kalimat tersebut. Kalimat pada data (62) yang berbunyi:
إن ﻗﻮل اﻝﺮﺳﻮل ﺹﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻞ
/’inna qaula al-rasu:li shalla alla:hu `alaihi wa sallam/ Dalam padanannya, penerjemah memasukkan secara implisit makna
إن
/’inna/
pada kalimat ‘Mereka menegaskan bahwa hadits Rasulullah shallalla:hu `alaihi wa sallam yang berbunyi:’ Kata
إن
/’inna/ pada kalimat ini berfungsi untuk menegaskan bahwa -
rasulullah benar-benar mengatakan hadits ini-. Mereka -orang-orang yang memberikan pendapat melalui hadits ini, dalam konteks ini adalah empat imam mazhab- ingin meyakinkan para pembaca agar mempercayai akan kebenaran isi (matan) dan keberadaannya (keshahihannya) dengan menambahkan kata
إن
/’inna/. Pada data (62) pemadanan berkonteks dilakukan oleh penerjemah pada Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
101
penerjemahan frase
ﻗﻮل اﻝﺮﺳﻮل/qaula ar-rasu:l/ diterjemahkan menjadi ‘hadits
rasullulah’. Hal ini di lakukan agar para pembaca lebih mudah untuk memahami maksudnya, daripada penerjemah menerjemahkan dengan makna leksikalnya yaitu ‘perkataan Rasul’ Begitu juga pada data (65). Kata maknanya dalam Tsa. akan tetapi kata
أن
/’anna’/ tidak dituliskan padanan
أن/’anna/ ditambahkan untuk penegasan,
dan suatu upaya untuk membuat para pembaca percaya, bahwa informasi yang ada di dalam kalimat tersebut benar-benar akan dikerjakan. Dalam konteks kalimatnya ‘Al-Qur`an yang telah diterima’ tersebut pasti/benar-benar akan dibagikan kepada lembaga-lembaga, masjid ataupun mushala yang tersebar di seluruh Indonesia. Indonesia. Penerjemah sudah menerjemahkannya dengan cukup baik akan tetapi ada alternatif terjemahan lain yaitu ‘Al-Qur’an tersebut akan segera dibagikan kepada lembaga-lembaga, masjid, dan mushalla di Indonesia’ Dalam alternatif terjemahan yang penulis kemukakan di atas, kalimat ‘alqur’an yang telah diterima itu’ penulis ubah dengan pemilihan kata yang lebih singkat yakni ‘Al-Qur’an tersebut’. Pengubahan ini sama sekali tidak menyebabkan perubahan pada makna, karena keduanya merupakan nomina definit.
آﺎن/ka:na/ memiliki makna leksikal menjadi: ada: terjadi, dsb sesuai dengan konteks kalimatnya. Pada data (66), makna kata آﺎن/ka:na/ tersirat dalam Kata
padanan Tsa. Kalimat
وآﺎن اﺏﻦ ﻋﻤﺮ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻬﻤﺎ یﻔﻌﻠﻪ predikat+objek
subjek
IsN
/wa ka:na ibn `umara radhi alla:hu `anhuma: yaf`aluhu/ ‘Ibnu Umar –radhiyallahu anhumaa- melakukannya’, subjek
predikat+objek
mengutarakan informasi bahwa –dahulu ketika beliau masih hidup- ibnu Umar melakukan hal tersebut. Kata آﺎن/ka:na/ juga berfungsi untuk menyatakan bahwa pekerjaan/kata kerja atau predikat dalam kalimat tersebut ‘sudah dan benar terjadi’. Hal inilah yang terjadi pada penerjemahan contoh (66).
آﺎن/ka:na/ secara harfiah terlihat pada penerjemahan data (67). Pada data (67) kata آﺎن/ka:na/ diterjemahkan menjadi ‘telah’. Hal ini juga Pemadanan kata
Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009
102
bertujuan untuk mempertahankan kekuatan makna dalam Tsu. kata ‘telah’ di dalam kalimat ini maknanya berdekatan dengan ‘menjadi’, jika kalimat tersebut dibedah maka maksud dari kalimat dalam Bsu yang akan diterjmahkan ke dalam Bsa adalah ‘jika shaf di depannya telah (menjadi) penuh’. Namun demikian, jika kata ‘telah’ dihilangkan dari susunan kalimat ini, makna dari kalimat ini tidak berkurang atau berubah dan menjadi ‘jika shaf di depannya penuh’. Proses penerjemahan kata
آﺎن/ka:na/ pada data (68), hampir sama dengan
proses penerjemahan data (67). Akan tetapi yang membedakan adalah dilesapkannya kata ‘telah’ dalam Tsu. kalimat:
وآﺎن ﻓﻲ اﺳﺘﻘﺒﺎﻝﻪ اﻝﺪآﺘﻮر ﻡﺤﻤﺪ ﻡﻌﻴﻦ اﻝﺪیﻦ /wa ka:na fi: istiqba:lihi ad-duktu:ru muhammad mu`inu ad-di:n/ ‘Dalam kunjungan tersebut beliau disambut oleh Dr. Muhammad Mu’inuddin’ Jika dituliskan seluruh makna yang tersirat di dalamnya, maka akan menjadi ‘Dalam kunjungan tersebut beliau (telah) disambut oleh’ Dr. Muhammad Mu’inuddin’. Hal ini sangat tepat dilakukan oleh penerjemah karena jika kata ‘telah’ tetap dituliskan dalam kalimat tersebut, maka kalimat tersebut akan menjadi kalimat yang tidak efektif dan bertele-tele dalam penyampaian gagasan, serta tidak sesuai dengan kaidah bahasa jurnalistik pers yang singkat dan sederhana. Dapat diketahui dari hasil terjemahannya dalam Tsu bahwa penerjemah
menggunakan
metode
penerjemahan
semantis
dalam
menerjemahkannya.
Universitas Indonesia
Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009