9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perilaku Seksual Pranikah 2.1.1
Definisi perilaku seksual pranikah
Menurut Sarwono (2012) yang dimaksud dengan perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
seksual, baik
dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan, atau diri sendiri. (Kartono, 2000) mendefinisikan perilaku seksual sebagai tingkah laku yang berhubungan dengan fungsi-fungsi reproduktif atau yang merangsang sensasi dalam reseptor-reseptor yang terletak pada atau di sekitar organ-organ reproduktif dan daerah-daerah erogen. Sedangkan perilaku seksual pranikah remaja adalah segala tingkah laku seksual yang di dorong oleh hasrat seksual lawan jenisnya, yang di lakukan oleh remaja sebelum menikah. Bentuk-bentuk perilaku ini umumnya bertahap, mulai dari tingkat yang kurang intim sampai dengan hubungan seksual. Dari definisi para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didasari oleh hasrat seksual, pada lawan jenis atau sesama jenis yang merangsang daerahdaerah erogen dan menghasilkan kenikmatan seksual yang dilakukan sebelum menikah.
9 http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
2.1.2
Bentuk-bentuk perilaku seksual
Menurut Sarwono (2012), bentuk-bentuk perilaku seksual antara lain : a. Berfantasi,
merupakan
mengimajinasikan
aktivitas
perilaku seksual
membayangkan yang
bertujuan
dan untuk
menimbulkan perasaan erotisme. b. Pegangan tangan, aktivitas ini tidak terlalu menimbulkan rangsangan seksual yang kuat namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba aktivitas yang lain. c. Ciuman, berupa sentuhan pipi dengan pipi, atau pipi dengan bibir dan cium bibir ke bibir d. Meraba, merupakan kegiatan bagian-bagian sensitif rangsang seksual, seperti leher, dada, paha, alat kelamin lain dan lain-lain e. Berpelukan, aktivitas ini menimbulkan perasaan tenang, aman, nyaman disertai rangsangan seksual (terutama bila mengenai daerah erogen atau sensitif). f. Masturbasi (wanita) atau Onani (laki-laki), yaitu perilaku merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual. g. Oral Seks, merupakan aktifitas seksual dengan cara memasukan alat kelamin ke dalam mulut lawan jenis h. Petting, merupakan seluruh aktivitas non intercourse (hingga menempelkan alat kelamin)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
i.
Intercourse (senggama), merupakan aktivitas seksual dengan memasukan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin wanita.
2.1.3
Faktor-Faktor penyebab perilaku seksual
Menurut Sarwono (2012) faktor-faktor penyebab perilaku seksual pada remaja yaitu : a. Meningkatnya libido seksualitas, perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido seksualitas) remaja. Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual. b. Penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang tentang perkawinan yang menetapkan batas usia nikah maupun karena norma sosial yang makin lama, makin menuntut persyaratan yang makin tinggi untuk kawin c. Tabu - larangan, dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Bagi remaja yang tidak dapat menahan diri akan mendapat kecenderungan untuk melanggar larangan tersebut. d. Kurangnya informasi tentang seks. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba akan meniru apa yang dilihat, di dapat dari media massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang tua nya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
e. Pergaulan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat. Di pihak lain, tidak dapat diingkari adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita sehingga kedudukan wanita sejajar dengan pria.
Selain itu, Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Keluarga Kaiser faktor-faktor penyebab masalah seksual (Dariyo, 2004) adalah : a. Faktor mispersepsi terhadap pacaran, bentuk penyaluran kasih sayang yang salah dalam pacaran. Seringkali remaja mempunyai pandangan yang salah bahwa masa pacaran merupakan masa dimana seseorang boleh mencintai maupun dicintai oleh kekasihnya. Dalam hal ini, bentuk ungkapan rasa cinta (kasih sayang) dapat dinyatakna dengan berbagai cara, misalnya, pemberian hadiah bunga, berpelukan, berciuman, dan bahkan melakukan hubungan seksual. Dengan anggapan yang salah ini, maka juga akan menyebabkan tindakan yang salah. Karena itu sebelum pacaran, sebaiknya orang tua wajib memberi pengertian yang benar kepada anak remajanya agar mereka tidak terjerumus pada tindakan yang salah. b. Kehidupan beragama yang baik dan benar ditandai dengan pengertian, pemahaman, dan ketaatan dalam menjalankan ajaran-
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
ajaran agama dengan baik, tanpa dipengaruhi oleh situasi kondisi apapun. Dalam keadaaan apa saja, orang yang taat beragama, selalu dapat menempatkan diri dan mengendalikan diri agar tidak berbuat hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama. Dalam hatinya, selalu ingat terhadap Tuhan, sebab mata Tuhan selalu mengawasi setiap perbuatan manusia. Oleh karena itu, ia tak kan melakukan hubungan seksual sebelum nikah secara resmi. Ia akan menjaga kehormatan pacarnya, agar terhindar dari nafsu seksual sesaat. Bagi individu yang taat beragama, akan melakukan hal itu dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, bagi individu yang rapuh imannya cenderung mudah melakukan pelanggaran terhadap ajaran-ajaran agamanya. Agama hanya dijadikan sebagai kedok atau topeng untuk mengelabui orang lain (pacar), sehingga tak heran, kemungkinan besar orang tersebut dapat melakukan hubungan seksual pranikah. c. Dapat diketahui bahwa masa remaja ditandai dengan adanya kematangan biologis. Dengan kematangan biologis, seorang remaja sudah dapat melakukan fungsi reproduksi sebagaimana orang dewasa lainnya. Sebab fungsi organ seksualnya telah bekerja secara normal. Hal ini membawa konsekuensi bahwa seorang remaja akan mudah terpengaruh oleh stimulasi yang merangsang gairah seksualnya, misalnya, dengan melihat film porno atau cerita cabul. Kematangan biologis yang tidak disertai
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
dengan kemampuan pengendalian diri, cenderung berakibat negatif, yakni terjadinya hubungan seksual pranikah di masa pacaran remaja. Sebaliknya, kematangan biologis yang disertai dengan
kemampuan
pengendalian
diri
akan
membawa
kebahagiaan remaja di masa depannya, sebabia tidak akan melakukan hubungan seksual pranikah. 2.2 Pengetahuan Seksual 2.2.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil “tahu” semua yang diketahuisetelah melalui proses penginderaan terhadap objek tertentu. Mohammad Hatta (dalam Sobur, 2003) membagi pengetahuan menjadi dua, yaitu pengetahuan yang didapat dari pengalaman yang disebut, “pengetahuan pengalaman kenyataan
(knowleadge)”. yang
terjadi,
Pengetahuan
namun
ini
kebenarannya
berdasarkan tergantung
pada dari
penglihatan kita, sehingga belum terjamin kebenarannya. Yang kedua adalah pengetahuan yang didapat dari keterangan yang disebut “ilmu pengetahuan (science). Pengetahuan ini memberi dasar yang kokoh akan pengetahuan kita, karena kebenaran dicari dengan akal pikiran. Tiap-tiap ilmu pasti bersendi akan pengetahuan, karena pengetahuan merupakan tangga pertama bagi ilmu untuk memberi keterangan lebih jauh. Mehra dan Burhan (Sobur, 2003) mengemukakan bahwa ada tiga sumber pengetahuan, yaitu : a. Pengetahuan yang diperolehdari pengalaman langsung
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
b. Pengetahuan yang diperoleh dari suatu konklusi/kesimpulan c. Pengetahuan yang diperoleh dari kesaksian atau authority. Berdasarkan bentuknya, mereka membagi pengetahuan dalam dua bagian, yaitu pengetahuan langsung yang didapat dari persepsi eksteren dan persepsi interen, dan pengetahuan tidak langsung yang diperoleh dengan menarik konklusi, kesaksian, dan authority. 2.2.2 Tingkatan Pengetahuan Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu : a. Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyeutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. b. Memahami (comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui, dan menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh,
menyimpulkan,
sebagaunya terhadap objek yang dipelajari.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
meramalkan,
dan
16
c. Aplikasi (aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). d. Analisis (analyze) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponenkomponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dari pengguna kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. e. Sintesis (synthesis) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. f.
Evaluasi (evaluation) diartikan dengan kemampuan untuk melakukan jastifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan
sendiri,
atau
kriteria-kriteria
yang
telah
ada
(notoatmodjo, 2007) 2.2.3 Pengetahuan Seks Nugraha (2002) atau yang lebih dikenal dengan dr. Boyke menyatakan bahwa pengetahuan tentang seksualitas diartikan sebagai pengetahuan yang berkaitan dengan proses pembudayaan seksualitas diri sendiri dalam kehidupan bersama orang lain yang harus ditempatkan dalam konteks keluarga dan masyarakat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
Pengetahuan tentang seks dapat diperoleh melalui informasiinformasi yang diterima oleh panca indera manusia,baik dari sumbersumber yang benar maupun yang salah. Pengetahuan tentang seks yang baik dan benar dapat diperoleh melalui pendidikan seks. 2.2.4 Definisi Pendidikan Seksual Dr. Mary Calderon (dalam Djiwandono, 2008) menjelaskan pendidikan seks sebagai pelajaran untuk menguatkan kehidupan keluarga, untuk menumbuhkan pemahaman diri dan hormat terhadap diri, untuk mengembangkan kemampuan hubungan manusiawi yang sehat, untuk membangun tanggung jawab seksual dan sosial ; untuk mempertinggi masa perkenalan yang bertanggung jawab, dan orang tua yang bertanggung jawab. Informasi tentang seks dan seksualitas perlu
diberikan
supaya
manusia
memahami
dirinya
dan
seksualitasnya. Informasi tentang seks dan seksualitas manusia merupakan bagian dari pendidikan seks. Pendidikan seks tidak semata-mata mengajarkan tingkah laku atau perbuatan seksual untuk memperoleh kenikmatan seksual. Deinisi lain dari pendidikan seks adalah pendidikan tentang tingkah laku yang baik sehubungan dengan masalah-masalah seks. Jadi, pendidikan seks mengutamakan pendidikan tingkah laku yang baik dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemasyarakatan, yang dipentingkan
di
dalam
pendidikan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
seks
adalah
mengenai
18
pendidikannya bukan tentang seksnya meskipun pembahasan tentang pengetahuan seks tidak dapat di hindari. Pendidikan seks yang kontekstual mempunyai ruang lingkup yang luas. Tidak terbatas pada perilaku hubungan seks semata tetapi menyangkut pula hal-hal lain seperti peran pria dan wanita dalam masyarakat, hubungan pria dan wanita dalam pergaulan, peran ayahibu dan anak-anak dalam keluarga dan sebagainya. Di Indonesia, pendidikan seks ini sering dinamakan juga pendidikan Kehidupan Berkeluarga, atau Pendidikan Kesehatan Reproduksi (Dik Kespro) (Sarwono, 2012). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan seksual adalah pendidikan tentang tingkah laku yang baik sehubungan dengan masalah-masalah seks, serta pelajaran untuk menguatkan kehidupan berkeluarga dan pemahaman tentang diri agar dapat memahami tentang dirinya dan seksualitasnya. Pendidikan seksual diberikan bukan hanya tentang tingkah laku serta kenikmatan namun tentang peran pria dan wanita dalam masyarakat, pergaulan, dan keluarga. 2.2.5
Pendidikan Seksual di Indonesia
Pendidikan seks di indonesa selayaknya dimulai dari rumah. Salah satu alasan utamanya adalah karena masalah seks ini merupakan masalah
yang
sangat
pribadi
sehingga
memerlukan
penyampaian khusus apabila dijadikan materi pendidikan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
model
19
Disisi lain banyak orang tua yang kurang mampu memenuhi kebutuhan
anak-anak
remaja
mereka,
teutama
dalam
hal
penyampaian informasi pendidikan seksual. Selain sikap orang tua yang masih belum terbuka tentang seks, dan masih kuatnya berlaku tabu-tabu tentang seks, orang tua juga sering kali memang kurang paham perihal masalah yang satu ini. Pengetahuan yang terbatas itulah yang menyebabkan orang tua kurang dapat berfungsi sebagaimana sumber dalam pendidikan seks. Pendidikan seks di Indonesia menemukan bentuknya dalam jalurjalur pendidikan nonformal seperti : a. ceramah-ceramah b. kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler di sekolah, c. pesantren kilat, d. sarasehan, e. rubrik-rubrik remaja di media massa. Bentuk pendidikan seks yang nonformal ini lebih luwes dan bisa selalu disesuaikan dengan kondisi tempat dan waktu sehingga tidak menimbulkan dampak sampingan yang tidak diharapkan. Menyadari pentingnya pendidikan seks sejak usia dini dan memanfaatkan berbagai jalur formal, nonformal, dan informal dalam upaya pendidikan seks ini Blomquist (1978 : 157) mengusulkan diadakannya kursus-kursus seksologi bagi orang tua, guru dan dokter
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
serta paramedis yang selanjutnya akan menyebar ke kelompok sasaran (grafik 2.1) (Sarwono, 2012).
Grafik 2.1 Kursus-kursus seksologi Kursus-kursus seksologi
Orang tua
Dokter/paramedis
Guru
Pelayanan keluarga
sekolah
kesehatan
Media massa
Klinik remaja
0-20
9-20
Semua
tahun
tahun
usia
12-20
Konseling remaja
tahun
yang
ingin tahu lebih lanjut tentang seks
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
2.2.6
Materi-materi Pendidikan Seksual
Materi pendidikan seksual sangat bervariasi. Dalam sebuah survei oleh Margarett Terry Orr (1982) di Amerika Serikat menunjukkan bahwa pada umumnya materi pendidikan seksual adalah sebagai berikut (Sarwono, 2012): a. Masalah-masalah yang banyak dibicarakan di kalangan remaja sendiri : 1) Perkosaan 2) Masturbasi 3) Homoseksualitas 4) Disfungsi seksual 5) Eksploitasi seksual b. Kontrasepsi dan pengaturan kesuburan : 1) Alat KB 2) Pengguguran 3) Alternatif-alternatif dari pengguguran c. Nilai-nilai seksual : 1) Seks dan nilai-nilai moral 2) Seks dan hukum 3) Seks dan media massa 4) Seks dan nilai-nilai religi d. Perkembangan Remaja dan reproduksi manusia : 1) Penyakit menular seksual
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
2) Kehamilan dan kelahiran 3) Perubahan-perubahan pada masa puber 4) Anatomi dan fisiologi 5) Obat-obatan alkohol dan seks e. Keterampilan dan perkembangan sosial : 1) Berpacaran 2) Cinta dan perkawinan f. Topik-topik lainnya : 1) Kehamilan pada remaja 2) Kepribadian dan seksualitas 3) Mitos-mitos yang dikenal oleh umum 4) Kesuburan 5) Keluarga berencana 6) Menghindari hubungan seksual 7) Tehnik-tehnik hubungan seksual 2.3
Remaja
2.3.1
Definisi Remaja
Muss (1986) berpendapat dalam buku Sarwono (2012) Remaja dalam arti adolescence (inggris) berasal dari kata latin adolescere yang artinya tumbuh ke arah kematangan. Kematangan disini tidak hanya berarti kematangan fisik, tetapi terutama kematangan sosialpsikologis.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
Masa remaja adalah masa transisi perkembangan yang melibatkan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial dari masa anak-anak (childhood) ke masa dewasa (adulthood)(Papalia, 2009). Piaget mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar (Ali &Asrori, 2004). Berdasarkan
penjelasan
tersebut
dapat
disimpulkan
dari
pengertian ketiga tokoh diatas, remaja adalah transisi perkembangan ke arah kematangan baik secara fisik maupun secara sosial-psikologis dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, serta anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar. 2.3.2
Perkembangan Remaja
2.3.2.1
Perkembangan Fisik
Kurva pertumbuhan organ reproduktif berubah lebih dramatis dibandingkan dengan kurva tinggi dan berat badan. Tahap prapubertas dari perkembangan organ reproduktif seolah-olah tidak aktif, tetapi untuk tahap remaja kurvanya tampak lebih tajam dibandingkan dengan kurva tinggi dan berat badan. Hal ini terletak pada analisis pengaruh kegiatan kelenjar dan horman. Kelenjar dan hormon yang mengontrol pertumbuhan tulang dan otot tidak sama
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
dengan kelenjar dan hormon yang mengatur fungsi reptoduksi. Ekstrogen adalah hormon yang terdapat pada perempuan. Baru-baru ini para peneliti menemukan jenis hormon estrogen tertentu yang meningkat kuat selama masa pubertas. Hormon tersebut adalah estradiol yaitu jenis estrogen yang berperan penting pada perkembangan pubertas perempuan. Menurut Hamburg & Wright salah satu aspek psikolgis dari perubahan fisik dimasa remaja adalah remaja menjadi amat memperhatikan tubuh mereka dan membangun citranya sendiri mengenai bagaimana tubuh mereka tampaknya. Perhatian yang berlebihan terhadap citra tubuh sendiri, amat kuat pada masa remaja, terutama amat mencolok selama masa pubertas, saat remaja lebih tidak puas akan keadaan tubuhnya dibandingkan dengan akhir masa remaja (Santrock, 2003) 2.3.2.2
Perkembangan Kognitif
Piaget menekankan bahwa remaja terdorong untuk memahami dunianya karena ketindakannya itu merupakan penyesuaian diri biologis. Dalam pandangan Piaget, remaja membangun dunia kognitifnya sendiri. Informasi tidak hanya tercurah dalam benak mereka dari lingkungan. Untuk memahami dunianya, remaja mengorganisasikan pengalaman mereka. Mereka memisahkan gagasan yang penting dari yang kurang penting. Mereka mengaitkan satu gagasan dengan yang lainnya. Mereka bukan hanya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
mengorganisasikan pengamatan dan pengalaman mereka, tetapi juga menyesuaikan cara pikir mereka untuk menyertakan gagasan baru karena informasi tambahan membuat pemahaman lebih dalam. Piaget percaya bahwa remaja menyesuaikan diri dengan dua cara, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi (assimilation) terjadi ketika sesorang menggabungkan informasi baru kedalam pengetahuan yang sudah dimilikinya. Akomodasi (accommodation) terjadi ketika seseorang menyesuaikan dirinya terhadap informasi baru (santrock, 2005). Banyak remaja muda yang mulai baru berpikir secara operasional formal. Saat akhir masa remaja, banyak remaja yang mulai
memantapkan
pemikiran
operational
formalnya,
dan
menggunakannya dengan lebih konsisten. Selain itu sering kali ada variasi pada keluasan isi pemikiran operational formal mereka, seperti variasi yang juga tampak pada pemikiran operasional konkret dimasa kanak-kanak. Pada tahap ini, menurut Piaget (dalam Ali & Asrori, 2005) interaksinya dengan lingkungan sudah amat luas, menjangkau banyak teman sebayanya dan bahkan berusaha untuk dapat berinteraksi dengan orang dewasa. Anak juga sudah mulai mampu mengembangkan pikiran formalnya, mereka juga mampu mencapai logika dan rasio serta dapat menggunakan abstraksi, mereka juga dapat mengerti arti simbolik dan kiasan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
2.3.2.3
Perkembangan Psikososial
Menurut Papalia et al (2009), masa remaja adalah waktu dimana berbagai kesempatan sekaligus resiko datang. Remaja berada dalam ambang
cinta,
pekerjaan
untuk
menghidupi
dirinya,
dan
keikutsertaan dalam lingkungan orang dewasa. Akan tetapi, masa remaja juga masa dimana beberapa remaja terlibat perilaku yang menutup berbagai pilihan dan membatasi peluang mereka. Menurut Erikson (dalam Papalia et al, 2009), tugas utama dari masa remaja adalah menghadapi krisis dari identitas versus kekacauan identitas atau identitas versus kekacauan perasn untuk menjadi orang dewasa yang unik dengan pemahaman diri sendiri yang koheren dan memiliki peran yang bernilai dalam masyarakat. Menurut Ali & Asrori (2005) hubungan sosial dimulai dari lingkungan rumah sendiri kemudian berkembang lebih luas lagi ke lingkungan sekolah, dan dilanjutkan kepada lingkungan yang lebih luas lagi yaitu tempat berkumpulnya teman sebaya. Keluarga merupakan peletak dasar hubungan sosial anak, dan yang terpenting adalah pola asuh orang tua terhadap anak. Dalam lingkungan keluarga,
anak mengembangkan pemikiran tersendiri yang
merupakan pengukuhan dasar emosional dan optimisme sosial melalui frekuensi dan kualitas interaksi dengan orang tua dan saudara-saudaranya. Dalam lingkungan sekolah, anak belajar membina hubungan dengan teman-teman sekolahnya yang datang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
dari berbagai keluarga dengan status dan warna sosial yang berbeda. Dalam lingkungan masyarakat, anak dihadapkan dengan berbagai situasi dan masalah kemasyarakatanya. Dalam perkembangan sosial, anak juga dengan sendirinya mempelajari proses penyesuaian diri dengan lingkungannya. Perkembangan sosial individu sangat tergantung pada kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta keterampilan mengatasi masalah yang dihadapinya. 2.3.2.4
Perkembangan seksual remaja
Ciri-ciri seksual pada remaja terdiri atas ciri primer dan sekunder. Ciri-ciri atau tanda-tanda primer yaitu organ tubuh yang langsung berhubungan dengan proses reproduksi dan alat kelamin yaitu rahim, saluran telur, vagina, bibir kemaluan, dan klitoris bagi wanita. Dan ciri-ciri sekunder yaitu ciri-ciri jasmaniah yang tidak langsung berhubungan dengan proses reproduksi. Pada wanita ciri atau tanda sekunder antara lain tumbuh payudara, panggul mulai melebar dan membesar, disamping itu akan mulai tumbuh bulu-bulu halus disekitar ketiak dan vagina. Perubahan fisik dan seksual atau bio-seksual mempunyai arti penting
dalam
psiko-sosialnya
bila
dibandingkan
dengan
perkembangan tingkah laku seksual dengan segera, karena adanya norma sosial yang membolehkan hubungan seksual setelah pernikahan (Sundari, 2004).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
2.3.3
Tugas Perkembangan Remaja
Robert Havighurst (1972) mengemukakan sebuah teori tugas perkembangan (developmental task), dimana teori ini mengatakan bahwa setiap individu, pada setiap tahapan usia mempunyai tujuan untuk mencapai suatu kepandaian, keterampilan, pengetahuan, sikap, dan fungsi tertentu, sesuai dengan kebutuhan pribadi yang timbul dari dalam dirinya sendiri (faktor nativisme) dan tuntutan yangdatang dari masyarakat sekitarnya (faktor empirisme) (dalam Sarwono, 2012). Tugas perkembangan itu adalah : a. Menerima kondisi fisiknya dan memanfaatkan tubuhnya secara efektif. b. Menerima hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya dan jenis kelamin yang mana pun. c. Menerima peran jenis kelamin masing-masing (laki-laki atau perempuan). d. Berusaha melepaskan diri dari ketergantungan emosi terhadap orang tua dan orang dewasa lainnya. e. Mempersiapkan karir ekonomi. f. Mempersiapkan perkawinan dan kehidupan keluarga. g. Merencanakan tingkah laku sosial yang bertanggung jawab h. Mencapai sistem nilai dan etika tertentu sebagai pedoman tingkah lakunya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
2.4
Anak Jalanan 2.4.1 Definisi Anak Jalanan Menurut Shalahuddin (Lisnawati, 2013) yang dimaksud anak jalanan adalah individu yang berumur di bawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian atau seluruh waktunya dijalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan guna mendapatkan uang atau guna mempertahankan hidupnya. Jalanan yang dimaksudkan tidak hanya menunjuk pada “jalanan” saja, melainkan juga tempat-tempat lain seperti pasar, pusat pertokoan, taman kota, alun-alun, terminal, dan stasiun. Aktivitas yang dilakukan beraneka macam yaitu, melakukan solidaritas, melakukan kegiatan ekonomi, memanfaatkan barang bekas/sisa, melakukan tindakan kriminal, dan melakukan kegiatan yang rentan terhadap eksploitasi seksual. Pengertian anak jalanan dilihat dari buku “Intervensi Psikososial” (Departemen Sosial, 2001) mereka yang menjadi anak jalanan adalah mereka yang sebagian besar mau tidak mau, suka tidak suka menghabiskan seluruh waktunya untuk mencari pendapatan dengan berkeliaran di tempat-tempat umum. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa anak jalanan adalah individu berusia dibawah 18 tahun yang menghabiskan seluruh waktunya untuk mencari pendapatan di jalanan atau ditempattempat umum.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
2.4.2 Kategorisasi Anak Jalanan Departemen sosial indonesia (dalam Prasadja dan Agustia, 2000) membedakan anak jalanan dalam tiga kategori : a. Anak yang hidup atau tinggal dijalanan, sudah putus sekolah, dan tidak ada hubungan dengan keluarga (children of street). b. Anak yang bekerja dijalanan, sudah putus sekolah, dan berhubungan tidak teratur dengan keluarganya, yakni pulang kerumah secara periode (children on street). c. Anak yang rentan menjadi anak jalanan, masih sekolah maupun sudah putus sekolah, dan masih berhubungan teratur (tinggal) dengan orang tua (vulnerable to be street children) 2.5
Yayasan Rumah Belajar Anaklangit Yayasan rumah belajar Anaklangit berdiri tahun 2002, dipelopori oleh 9
pendiri dari berbagai kalangan serta memiliki 10 adik-adik. Pada tahun 2004 baru lah yayasan ini diresmikan tepatnya tanggal 26 desember, saat itu rumah belajar anaklangit berada di tempat yang saat ini sudah menjadi mall Tangerang City, rumah belajar ini pindah pada tahun 2006 ke bantaran kali cisadane hingga sekarang. Saat ini rumah belajar ini sudah memiliki 137 adik didik dari berbagai pendidikan PAUD, TK, SD, SMP, dan SMA. Rumah belajar anaklangit ini didirikan dengan latar belakang ingin mengubah pola fikir anak jalanan menjadi anak bangsa agar mereka mau untuk membuat dirinya lebih bermanfaat untuk mencapai masa depannya, sehingga rumah belajar ini
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
membantu anak
jalanan
yang
mau
mencapai cita-citanya dengan
memfasilitasi sekolah untuk PAUD, untuk jenjang selanjutnya rumah belajar ini bekerja sama dengan beberapa sekolah maupun universitas untuk membantu anak-anak belajar secara gratis. Rumah belajar anaklangit memiliki pengurus, ada beberapa divisi didalam kepengurusan tersebut yaitu : div. Pendidikan, kreatif seni, GAS (Gerakan Anak Sehat), DKM (Dewan Kemakmuran Mushola). Masingmasing divisi memiliki program-program sendiri untuk menunjang kegiatan anak-anak rumah belajar anaklangit. 2.6
Kerangka Berfikir Anak jalanan memiliki keingintahuan yang besar, namun tidak diimbangi
dengan informasi yang benar yang didapatkan oleh anak-anak jalanan tersebut. Di sisi lain, akses informasi yang dimiliki juga terbatas dimana anak-anak jalanan banyak menghabiskan waktu di jalan tanpa pendampingan orang dewasa yang dapat memberikan informasi yang memadai mengenai seksualitas. Minimnya pengetahuan mengenai seksualitas sementara sebagai remaja dorongan rasa ingin tahu terus timbul. Hal ini tentu akan mengarahkan pada terjadinya perilaku seksual pranikah. Sementara itu, pengetahuan seksual yang cukup bisa didapatkam melalui pendidikan seksual. Salah satunya orang tua yang setidaknya mampu memberikan bekal untuk anak menuju dunia luar. Di indonesia pendidikan seksual diberikan secara nonformal seperti dalam ceramah-ceramah, kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, pesantren kilat, sarasehan, dan rubrik-rubrik remaja di media massa.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
Bentuk pendidikan seksual ini lebih luwes dan dapat selalu disesuaikan dengan kondisi tempat dan waktu. Oleh karena didalam pendidikan seks tidak hanya semata-mata mengajarkan tingkah laku atau perbuatan seksual untuk memperoleh kenikmatan seksual melainkan agar para remaja mampu memahami dirinya dan seksualitasnya, sehingga pendidikan seksual yang baik dan benar diperlukan untuk mencegah semakin banyak perilaku seksual pranikah di kalangan remaja, lebih khusus lagi yaitu remaja anak jalanan seperti yang menjadi subyek dalam penelitian ini.
Grafik 2.2 kerangka Berfikir Perilaku
Pengetahuan
seksual
seksual
-
Kesehatan Reproduksi
-
Perkembangan remaja
-
Menstruasi
-
-
Berfantasi
-
Pegangan tangan
-
Berciuman
-
Meraba
Mimpi basah
-
Berpelukan
-
Masturbasi
-
Masturbasi
-
Oral seks
-
Bahaya seks bebas
-
Petting
-
Kehamilan
-
Intercourse
-
Penyakit Menular Seksual (PMS)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
2.7
Hipotesis H0
: Tidak ada hubungan pengetahuan seksual dengan perilaku
seksual pranikah pada remaja putri anak jalnan (studi kasus pada yayasan rumah belajar anaklangit).
http://digilib.mercubuana.ac.id/