BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Sejarah a. Pengertian Pembelajaran Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks. Secara sederhana, pembelajaran dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih kompleks, pembelajaran merupakan usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Dari makna ini pembelajaran diartikan sebagai interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya. Pembelajaran merupakan proses kerja sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber daya yang ada, baik potensi yang bersumber dari dalam siswa itu sendiri seperti bakat, minat, dan kemampuan dasar yang dimiliki, termasuk gaya belajar, maupun potensi yang ada di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana, dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu (Agung& Wahyuni, 2013). Suyanto dan Jihad (2013) berpendapat, “Pembelajaran merupakan proses interaksi siswa dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik” (hlm.250). Sedangkan pembelajaran menurut Sagala (2014), “Membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan” (hlm.61). Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. 9
10
Pembelajaran adalah ujung tombak dari pendidikan, sehingga keberhasilan pendidikan sangat tergantung dari keberhasilan pembelajaran. Atas dasar pemikiran di atas, pemerintah Indonesia telah merumuskan pengertian dari pembelajaran yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tetang Sistem Pendidikan Nasional yakni, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dengan demikian, pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang memberikan kegiatan interaksi yang aktif dari peserta didik dan guru atau pendidik. Proses pembelajaran merupakan proses yang terpenting karena dari sinilah terjadi interaksi langsung antara pendidik dan peserta didik. Di sini pula campur tangan langsung antara pendidik dan peserta didik berlangsung sehingga dapat dipastikan bahwa hasil pendidikan sangat tergantung dari perilaku pendidik dan perilaku peserta didik. Dengan demikian dapat diyakini bahwa perubahan hanya akan terjadi jika terjadi perubahan perilaku pendidik dan peserta didik. Dari beberapa definisi tentang pembelajaran di atas, dapat ditarik simpulan
bahwa
pembelajaran
adalah
usaha
membelajarkan
siswa
menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar melalui interaksi dua arah antara pendidik dan peserta didik yang mana keduanya saling terjadi komunikasi yang intens sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. b. Pengertian Sejarah Istilah Sejarah memiliki kedekatan pelafalan dan sekaligus pengertian dengan istilah kata syajarah yang berarti “pohon” atau syajarah yang berarti “terjadi” (Kuntowijoyo, 2005 : 1). Kedua kata ini dalam bahasa Arab inilah yang kemudian dilafalkan sebagai Sejarah dalam bahasa Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa lazimnya pohon ( syajarah ) itu memiliki cabang-cabang akar yang kuat menghunjam ke dalam perut bumi,
11
menumbuhkan batang yang berdiri tegak, serta memiliki cabang-cabang dan ranting-ranting tempat tumbuh dan berkembangnya dedaunan, bunga, dan juga buah yang lebat. Diinspirasikan dari keadaan pohon yang seperti itulah dikembangkan dari pengertian dasar dari sejarah, bahwa pengertian sejarah sebagai (1) suatu urutan asal-usul keturunan yang berkesinambungan sejak jauh sebelum buyut, lalu secara berturut-turut diteruskan oleh buyut, kakek, ayah, hingga sampai keberadaanya saat ini; (2) suatu silsilah keturunan yang bercabang-cabang sejak orang tua, anak, cicit, dan seterusnya; (3) pertumbuhan
dan
perkembangan
dari
peristiwa
yang
lain
secara
berkesinambungan (kontinuitas) sesuai dengan garis waktu. Selain merujuk pada kata syajarah seperti yang diuraikan diatas, pengertian sejarah juga dapat digali dari kata historia ( bahasa Yunani Kuno ) yang kemudian berkembang menjadi kata history ( bahasa Inggris ) yang berarti orang pandai (Kuntowijoyo, 2005) dalam hubungan ini Syamsudin dan Ismangun (1996) menjelaskan bahwa istilah historia atau history mengandung pengertian belajar dengan bertanya-tanya. Istilah ini juga mengandung pengertian sebagai pertelaan tentang hal ihwal manusia secara kronologis. Dijelaskan bahwa, dalam kehidupan masyarakat kuno di Yunani dan Inggris, terdapat keinginan yang kuat untuk mengetahui peristiwa yang terkait dengan kehidupan manusia secara kronologis. Keinginan tersebut mendorong mereka untuk membuat dan menyampaikan pertanyaan – pertanyaan seperti, apa yang telah terjadi, kapan peristiwa itu terjadi, dimana peristiwa itu terjadi, mengapa peristiwa itu bisa terjadi, dan bagaimana alur peristiwanya. Dengan pertanyaan – pertanyaan tadi maka akan didapatkan gambaran yang utuh tentang kehidupan masa lampau. c. Pengertian Pembelajaran Sejarah Widja (1989) menyatakan bahwa pembelajaran sejarah adalah perpaduan antara aktivitas belajar dan mengajar yang di dalamnya mempelajari tentang peristiwa masa lampau yang erat kaitannya dengan masa
12
kini. Pendapat Widja tersebut dapat disimpulkan jika mata pelajaran sejarah merupakan bidang studi yang terkait dengan fakta-fakta dalam ilmu sejarah namun tetap memperhatikan tujuan pendidikan pada umumnya. Peran pendidikan sejarah dalam pembentukan sikap nasionalisme guna mengantisipasi tantangan global dan berbagai gejolak disintegrasi yang melanda Indonesia akhir-akhir ini sangat dibutuhkan, hal ini mengingat pengalaman sejarah membuktikan sikap nasionalisme mampu membangkitkan dinamika sosial di masa lalu. Sikap nasionalisme yang dimiliki rakyat Indonesia telah mampu menghantarkan bangsa menuju kemerdekaan di tengah keterbelakangan pengetahuan rakyat Indonesia dan kuatnya persenjataan penjajah, dalam kontek saat itu. Namun saat ini peran pendidikan sejarah patut dipertanyakan, sikap nasionalisme yang dimiliki bangsa menunjukkan kerapuhan. Konflik antar suku dan agama karena perbedaan nilai, dan upaya beberapa daerah yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan bukti bahwa kesatuan nasional masih rapuh ( Hizam, 2007 ). Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi yang tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri, untuk satuan pendidikan dasar dan menengah dijelaskan terkait materi dan tujuan dari pembelajaran sejarah maka mata pelajaran Sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Secara umum materi sejarah: 1) Mengandung
nilai-nilai
kepahlawanan,
keteladanan,
kepeloporan,
patriotisme, nasionalisme, dan semangat pantang menyerah yang mendasari proses pembentukan watak dan kepribadian peserta didik; 2) Memuat
khasanah
mengenai
peradaban
bangsa-bangsa,
termasuk
peradaban bangsa Indonesia. Materi tersebut merupakan bahan pendidikan
13
yang mendasar bagi proses pembentukan dan penciptaan peradaban bangsa Indonesia di masa depan; 3) Menanamkan kesadaran persatuan dan persaudaraan serta solidaritas untuk menjadi perekat bangsa dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa; 4) Sarat dengan ajaran moral dan kearifan yang berguna \dalam mengatasi krisis multidimensi yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari; 5) Berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup Atas dasar hal tersebut, maka sejarah diberikan kepada seluruh siswa di sekolah dari tingkat dasar (SD dan sederajat) sampai tingkat menengah (SMA dan sederajat) dalam bentuk mata pelajaran. Kedudukannya yang penting dan strategis dalam pembangunan watak bangsa merupakan fungsi yang tidak bisa digantikan oleh mata pelajaran lainnya. Meskipun demikian, terkait dengan materi sejarah dari tingkat dasar sampai menengah, Taufik Abdullah berpendapat agar siswa tidak bosan menerima materi sejarah, maka jika secara faktual yang disampaikan sama namun dalam setiap jenjang pendidikan, peristiwa tersebut akan tampil pada tingkat pengetahuan, pemahaman, serta pemberian keterangan sejarah yang semakin tinggi dan kompleks. Dengan demikian, setiap tingkatan atau tahap diharapkan bisa memberikan kesegaran dan kematangan intelektual ( Abdullah, 1996 ). Dari pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sejarah tidak mengkhususkan mempelajari fakta-fakta dalam sejarah sebagai ilmu namun perpaduan antara sejarah dan tujuan pendidikan pada umumnya. Meski demikian, pembelajaran sejarah berusaha menampilkan fakta sejarah secara obyektif meskipun tetap dalam kerangka fakta sejarah yang sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri.
14
d. Tujuan Pembelajaran Sejarah Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, bahwa pembelajaran sejarah merupakan perpaduan antara pembelajaran itu sendiri dan ilmu sejarah, yang mana keduanya tetap memperhatikan tujuan pendidikan secara umum. Pemerintah sebagai pemegang otoritas pendidikan berpendapat tentang tujuan dari mata pelajaran sejarah melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi yang tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri ini, bahwa mata pelajaran Sejarah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan 2) Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah
dan metodologi
keilmuan 3) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau 4) Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan dating 5) Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional (Gafur, 2012). Pengajaran sejarah penting dalam pembentukan jiwa patriotisme dan rasa kebangsaan. Suatu pengetahuan sejarah yang ditunjang pengalaman praktis warga negara yang baik di sekolah membantu memperkuat loyalitas
15
dan membantu anak-anak menemukan dirinya dengan latar belakang sejarah luas (Jarolimek, 1971). Rowse (1963) menegaskan bahwa sejarah adalah suatu mata pelajaran yang bernilai pendidikan tinggi. Sementara itu Collingwod ( 1973 ) mengatakan bahwa nilai sejarah adalah mengajarkan kepada kita tentang manusia dan apa yang telah dilakukannya. Dalam konteks pembentukan identitas nasional, pengetahuan sejarah mempunyai fungsi fundamental (Kartodirdjo, 1993 ). Menurut Hamid Hasan dalam Kongres Nasional Sejarah tahun 1996, secara tradisional tujuan kurikulum pendidikan sejarah selalu diasosiasikan dengan tiga pandangan yaitu: a) Perenialisme yang memandang bahwa pendidikan sejarah haruslah mengembangkan tugas sebagai wahana “ transmission of culture”. Pengajaran sejarah hendaklah diajarkan sebagai pengetahuan yang dapat membawa siswa kepada penghargaan yang tinggi terhadap “the glorius past”. Kurikulum sejarah diharapkan dapat mengembangkan kemampuan anak didik dan generasi penerus untuk mampu menghargai hasil karya agung bangsa di masa lampau, memupuk rasa bangga sebagai bangsa, rasa cinta tanah air, persatuan dan kesatuan nasional. b) Esensialisme, menurut pandangan ini, kurikulum sejarah haruslah mengembangkan pendidikan sejarah sebagai pendidikan disiplin ilmu dan bukan hanya terbatas pada pendidikan pengetahuan sejarah. Dalam pandangan aliran esensialisme, siswa yang belajar sejarah harus diasah kemampuan intelektualnya sesuai dengan tradisi intelektual sejarah sebagai disiplin ilmu. Kemampuan intelektual keilmuan antara lain menghendaki kemampuan berfikir kritis dan analitis terutama dikaitkan dalam konteks berfikir yang didasarkan filsafat keilmuan. c) Rekonstruksi sosial, pandangan ini menganggap bahwa kurikulum pendidikan sejarah haruslah diarahkan pada kajian yang mengangkut kehidupan masa kini dengan problema masa kini. Pengetahuan sejarah
16
diharapkan dapat membantu siswa mengkaji masalah untuk memecahkan permasalahan. Kecenderungan-kecenderungan yang terjadi dalam sejarah masa lampau sebagai pelajaran yang dapat dimanfaatkan bagi kehidupan siswa masa kini ( Hasan , 1997 ). Namun klasifikasi seperti pandangan di atas tidak perlu dijadikan pegangan mutlak dan terpisah oleh para pengembang kurikulum sejarah. Sebagai wahana pendidikan, kurikulum sejarah harus diarahkan untuk mencapai
berbagai
tujuan
seperti
pengembangan
rasa
kebangsaan,
kebanggaan atas prestasi gemilang masa lalu bangsa, mampu menarik pelajaran dari peristiwa masa lampau untuk digunakan dalam melanjutkan prestasi gemilang bangsa bagi kehidupan masa sekarang dan yang akan datang (Hasan , 1997).
2. Media Pembelajaran a. Pengertian Media Pembelajaran Gerlach dan Ely ( 1971 ) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dalam pengertian ini Guru, buku teks, dan lingkungan sekolah adalah media. Secara lebih khusus pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Kalau menurut Bovee ( 1997 ) media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan. Pembelajaran adalah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Maka dapat diartikan bahwa Media Pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi dan dapat digunakan untuk penyampaian pesan pembelajaran. Dapat dikatakan bahwa bentuk komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana untuk penyampaian pesan. Bentuk-bentuk stimulus dapat digunakan sebagai media,
17
diantaranya adalah hubungan atau interaksi manusia, realitas, gambar bergerak atau tidak, tulisan dan suara yang direkam. Maka dengan kelima bentuk stimulus ini, akan membantu pembelajar mempelajari bahan pelajaran. Dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk stimulus yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran adalah suara, lihat dan gerakan. Pengertian media mengarah kepada sesuatu yang mengantar atau meneruskan informasi (pesan) antara sumber (pemberi pesan) dan penerima pesan. Ada beberapa pengertian media yang dikemukakan oleh para ahli seperti Santoso S. Hamidjojo, Mc Luhan, serta Oemar Hamalik. (Sadiman, 1996) berpendapat bahwa media adalah semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, sehingga ide atau gagasan yang dikemukakan itu bisa sampai pada penerima. (Sadiman, 1996) menyatakan bahwa media disebut juga channel (saluran) karena menyampaikan pesan dari sumber informasi itu kepada penerima informasi. Sementara itu Hamalik (1994) menyatakan bahwa hubungan komunikasi interaksi akan berjalan dengan lancar dan tercapainya hasil yang maksimal apabila digunakan alat bantu yang disebut media. Dari berbagai pengertian dan pembatasan yang telah diberikan oleh para ahli tentang media, ada beberapa unsur yang terkandung dalam media ( Sadiman, 1996 ), yaitu (1) segala sesuatu (fisik) yang dapat menyampaikan informasi
atau
pesan,
(2)
dapat merangsang
pikiran,
perasaan dan perhatian penerima pesan, (3) sehingga tercipta bentuk-bentuk komunikasi. Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam aktivitas pembelajaran, (Furqon, 2005) menyatakan bahwa media dapat didefinisikan sebagai sesuatu
yang membawa informasi
atau pengetahuan dalam
interaksi yang berlangsung antara guru dan murid atau dosen dan mahasiswa.
18
Dari berbagai pengertian tentang media dan pembelajaran tersebut, diambil suatu pemahaman bahwa media pembelajaran adalah semua alat (bantu) yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran, dengan maksud untuk menyampaikan
pesan
(informasi)
pembelajaran
dari
sumber
(guru
maupun sumber lain) kepada penerima (dalam hal ini anak didik atau warga belajar) yang dapat merangsang pemikiran, perasaan, dan perhatian penerima pesan sehingga tercipta bentuk komunikasi (pembelajaran). Berkaitan dengan masalah pendidikan, media pendidikan dapat diartikan sebagai segala jenis sesuatu yang dapat menyampaikan pesan-pesan pendidikan yang dapat merangsang pemikiran, perasaan dan perhatian penerima pesan sehingga tercipta bentuk komunikasi. Penggunaan media pendidikan pada dasarnya adalah sebagai upaya efektivitas pencapaian tujuan dari pendidikan tersebut. Setiap media yang digunakan pada umumnya memiliki manfaat untuk tujuan pencapaian proses belajar mengajar. Menurut Sudjana (2002) media pembelajaran memiliki empat manfaat. Pertama, pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa
sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.
Kedua, bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para peserta didik, dan memungkinkan peserta didik menguasai tujuan dari pembelajaran yang lebih baik. Ketiga, metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi guru mengajar untuk setiap jam pelajaran. Keempat, siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktifitas lain seperti mengamati, melakukan, mendengarkan, mendemonstratsikan dan lain-lain. Hakikat media dalam kegiatan proses belajar mengajar telah berfungsi sebagai instrumental, dengan kata lain media berarti tidak hanya sekedar alat saja, namun untuk mencapai/memiliki tujuan. Alat yang dimaksud dalam
19
media adalah alat untuk membantu proses belajar, alat untuk mempermudah pemahaman masalah yang sedang dibahas, alat untuk mempermudah mengungkapkan hal-hal yang rumit. Jadi sebagai alat, media bisa digunakan untuk berbagai tujuan, tetapi tidak semua tujuan, karena setiap media memiliki ciri atau karakteristik, memiliki kekhasannya masing-masing, sehingga hanya tepat digunakan untuk tujuan-tujuan yang khas dan sesuai pula. Setiap penggunaan media pembelajaran juga memiliki tujuan dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Raharjo (2005) menjelaskan penggunaan media pembelajaran memiliki enam tujuan. Pertama, sebagai ilustrator yaitu berperan menggambarkan masalah secara jelas. Kedua, membentuk kode (sandi). Ketiga, mampu menunjukkan gambaran hidup (animasi). Keempat, memahami maknanya
(kodifikasi). Kelima, melahirkan kesadaran baru
(dekodifikasi). Keenam, mewujudkan terjadinya perubahan kearah perbaikan (transformasi). Karakteristik media yang lazim digunakan dalam kegiatan pendidikan atau pembelajaran adalah: (1) media pandang yang tidak diproyeksikan termasuk di dalamnya gambar diam, grafis (termasuk sketsa, bagan, diagram, grafik, kartun, gambar kronologi, poster, peta dan globe, papan flanel dan papan buletin), serta model dan realita, (2) media pandang yang diproyeksikan, (3) media audio, (4) sistem media, (5) simulasi dan permainan (Latuheru, 1988 ; Sadiman, 1996). Menurut
pengembangan
dan
persiapan
pengadaannya,
media
dibedakan menjadi dua, yaitu media by utilization dan media by design. Media by utilization merupakan media yang tersedia, dimanfaatkan, serta dibuat secara komersial dan telah siap pakai. Sedangkan media by design
adalah media yang dirancang dan dipersiapkan secara khusus
(Sadiman, 1996).
20
Dari keseluruhan pengertian diatas secara umum dapat dikatakan bahwa substansi dari media pembelajaran adalah : (1) bentuk saluran, yang digunakan untuk menyalurkan pesan, informasi atau bahan pelajaran kepada penerima pesan atau pembelajar, (2) berbagai jenis komponen dalam lingkungan pembelajar yang dapat merangsang pembelajar untuk belajar. (3) bentuk alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang pembelajar untuk belajar, (4) bentuk-bentuk komunikasi yang dapat merangsang pembelajar untuk belajar, baik cetak maupun audio, visual dan audio visual. b. Manfaat Media Pembelajaran Manfaat Media Pembelajaran sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran, adalah sebagai berikut : 1) Pengajaran
lebih
menarik
perhatian
pembelajar
sehingga
dapat
menumbuhkan motivasi belajar, 2) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat lebih dipahami pembelajar, serta memungkinkan pembelajar menguasai tujuan pengajaran dengan baik, 3) Metode pembelajaran bervariasi, tidak semata-mata hanya komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata lisan pengajar, pembelajar tidak bosan, dan pengajar tidak kehabisan tenaga, 4) Pembelajar lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan penjelasan dari pengajar saja, tetapi juga aktivitas lain yang dilakukan seperti : mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dan lainlain. Selain itu manfaat media pembelajaran bagi pengajar dan pembelajar, sebagai berikut : a) Manfaat media pembelajaran bagi pengajar : (1) Memberikan pedoman, arah untuk mencapai tujuan, (2) Menjelaskan struktur dan urutan pengajaran secara baik, (3) Memberikan kerangka sistematis mengajar secara baik,
21
(4) Memudahkan kendali pengajar terhadap materi pembelajaran, (5) Membantu kecermatan, ketelitian, dalam penyajian materi pelajaran, (6) Membangkitkan rasa percaya diri seorang pengajar, (7) Meningkatkan kualitas pengajar. b) Manfaat media pembelajaran bagi pembelajar : (1) Meningkatkan motivasi belajar pembelajar, (2) Memberikan dan meningkatkan variasi belajar pembelajar, (3) Memberikan struktur materi pelajaran dan memudahkan pembelajar untuk belajar, (4) Memberikan inti informasi, pokok-pokok, secara sistematik sehingga memudahkan pembelajar untuk belajar, (5) Merangsang pembelajar untuk berfikir dan beranalisis, (6) Menciptakan kondisi dan situasi belajar tanpa tekanan, dan (7) Pembelajar dapat memahami materi pelajaran dengan sistematis yang disajikan pembelajar lewat media pembelajaran. Banyak manfaat yang diperoleh dari penggunaan media pembelajaran untuk proses pembelajaran, keterkaitan antara media pembelajaran dengan tujuan, materi, metode dan kondisi pembelajar, harus menjadi perhatian dan pertimbangan pengajar untuk memilih dan menggunakan media dalam proses pembelajaran dikelas, sehingga media pembelajaran yang digunakan lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran. Livie dan Lentz ( 1982 ) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran yang khususnya pada media visual, yaitu fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris. Masing-masing fungsi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : (a) Fungsi Atensi berarti media visual merupakan inti, menari, dan mengarahkan perhatian pembelajar untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran.
22
(b) Fungsi Afektif maksudnya media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan pembelajar ketika belajar membaca teks bergambar. Gambar atau lambang visual akan dapat menggugah emosi dan sikap pembelajar. (c) Fungsi kognitif bermakna media visual mengungkapkan bahwa lambang visual memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mendengar informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar. (d) Fungsi kompensatoris artinya media visual memberikan konteks untuk memahami teks membantu pembelajar yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatkanya kembali (Arsyad, 2004). Dari empat fungsi media visual dapat dikatakan bahwa belajar dari pesan visual memerlukan keterampilan tersendiri, karena melihat pesan visual tidak dengan sendirinya akan memahami atau mudah belajar. Pembelajar harus dibimbing dalam menerima dan menyimak pesan visual secara tepat. Misalnya, kita meminta pembelajar untuk menerjemahkan suatu gambar visual dalam bentuk draft, tentu saja pengajar akan mendapatkan jawaban yang berbeda dari masing-masing pembelajar. Teknik afektif untuk memahami pesan visual adalah menuntut penerima pesan atau pembelajar untuk melihat dan membaca pesan-pesan visual pada berbagai tahapan, yang dimulai dari : (1) fase differenisasi, yaitu dimana pembelajar mula-mula mengamati, mengidentifikasi, dan menganalisis terlebih dahulu unsure-unsur suatu unit pengajaran dalam bentuk pesan-pesan visual tersebut. (2) fase integrasi, yaitu dimana pembelajar menempatkan unsur-unsur visual secara serempak, menghubungkan keseluruhan pesan visual kepada pengalaman-pengalamanya, dan (3) kesimpulan, yaitu dari pengalaman visualisasi untuk kemudian menciptakan konseptualisasi baru dari apa yang telah mereka pelajari sebelumnya. Hasil penelitian Edmund Faison,dkk dalam Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, tentang penggunaan gambar dan grafik (visual) dalam pembelajaran, disimpulkan:
23
1) Terdapat beberapa hasil penelitian bahwa untuk memperoleh hasil belajar bagi pembelajar secara maksimal : a) Gambar-gambar yang digunakan harus erat kaitanya dengan materi pembelajaran, b) Gambar harus familier dengan pembelajar, dan c) Gambar yang digunakan ukuranya cukup besar sehingga rincian unsur-unsurnya mudah diamati, sederhana, direproduksi bagus, lebih realistis, dan menyatu dengan teks. 2) Terdapat bukti, gambar-gambar berwarna (selain warna hitam putih) lebih menarik minat pembelajar dari pda yang ditampilkan dengan warna hitam putih saja. 3) Hasil penelitian Mabel Rudisil, mengatakan gambar-gambar yang lebih disukai anak-anak menunjukan bahwa suatu penyajian visual yang sempurna realismenya adalah pewarnaan, karena pewarnaan pada gambar akan menumbuhkan impresi atau kesan realistik. Menurut Munadi (2008) fungsi media pembelajaran, yaitu : sebagai sumber belajar, fungsi semantic, fungsi manipulatif dan fungsi psikologis. (1) Sebagai sumber belajar Secara teknis media pembelajaran berfungsi sebagai sumber belajar, yaitu sebagai penyalur, penyampai dan penghubung antara Guru dan peserta didik. Menurut Yudhi, media pembelajaran adalah bahasanya Guru. Media pembelajaran dapat menggantikan fungsi Guru terutama sebagai sumber pembelajaran. (2) Fungsi Semantik Fungsi Semantik merupakan media dalam perbendaharaan kata (simbol verbal) yang makna dan maksudnya benar-benar dipahami peserta didik ( tidak verbalistik ),pemanfaatan bahasa untuk penyampaian pesan oleh Guru dapat digantikan dengan penggunaan media. (3) Fungsi Manipulatif
24
Fungsi manipulatif ditunjukan oleh karakteristik media yang mampu mengatasi batas ruang dan waktu, contohnya yaitu dengan menghadirkan objek-objek tempat, benda dan peristiwa yang ada dalam bentuk gambar atau film. (4) Fungsi Psikologis Yaitu fungsi media sebagai berikut : (a) Fungsi atensi (b) Fungsi afektif (c) Fungsi kognitif (d) Fungsi imajinatif (e) Fungsi motifasi (f) Fungsi sosio-kultural c. Klasifikasi Media Pembelajaran Media pembelajaran apabila dilihat dari sudut pandang yang luas, tidak hanya terbatas pada alat-alat video, visual, audio-visual saja. Melainkan sampai pada kondisi pribadi pembelajar dan tingkah laku pengajar. Maka media pembelajaran diklasifikasikan sebagai berikut : 1) Bahan yang mengutamakan kegiatan membaca atau dengan menggunakan simbol-simbol kata dan visual (bahan-bahan cetakan dan bacaan). 2) Alat-alat audio visual, alat-alat yang tergolong dalam kategori ini, yaitu : a)
Media proyeksi ( overhead projector, slide, film dan LCD )
b)
Media non-proyeksi ( papan tulis, poster, papan temple, kartun, papan plannel, komik, bagan, diagram, gambar, grafik, dan lainlain), dan
c)
Benda tiga dimensi antara lain benda tiruan, diorama, boneka, topeng, lembaran balik, peta, globe, pameran, dan museum sekolah.
3) Media yang menggunakan teknik atau masinal, yaitu, slide, film strif, film rekaman, radio, televisi, video, VCD, laboratorium elektronik, perkakas
25
otointruktif, ruang kelas otomatis, system interkomunikasi, komputer, internet. 4) Kumpulan benda-benda (material collections), yaitu berupa peninggalan sejarah, dokumentasi, bahan-bahan yang memiliki nilai sejarah, jenis kehidupan,
mata
pencaharian,
industri,
perbankan,
perdagangan,
pemerintahan, agama, kebudayaan, politik, dan lain-lain. 5) Contoh- contoh kelakuan, perilaku pengajar. Pengajar memberi contoh perilaku atau suatu perbuatan. Misalnya, mencontohkan suatu perbuatan dengan gerakan tangan dan kaki, gerakan badan, mimik, dan lain-lain. Media pembelajaran dalam bentuk ini, sangat tergantung pada inisiatif dan kreasi pengajar dan jenis media seperti ini, hanya dapat dilihat, dan ditirukan oleh pengajar . Media pembelajaran sangat banyak macam dan jenisnya. Maka, untuk menggunakan suatu media pembelajaran secara baik, efektif dan efisien dalam proses pembelajaran diperlukan kemampuan, pengetahuan dalam memilih, menggunakan dan kemampuan untuk mendesain serta membuat suatu media pembelajaran tersebut. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah keterkaitan media dengan tujuan pembelajaran, metode, materi pembelajaran, kondisi pembelajar. Selain itu, pengembangan dan penggunaan media pembelajaran, sangat tergantung pada kreasi dan inisiatif pengajar itu sendiri. Sebab, kemampuan, kreasi, dan inisiatif pengajar dalam memdesain, membuat dan mengembangkan media pembelajaran merupakan hal yang mutlak, perlu mengetahui beberapa taksonomi dan klasifikasi media yang dikemukakan oleh beberapa para ahli media, sebagai usaha untuk mengklasifikasikan media pembelajaran. Klasifikasi tersebut sebagai upaya untuk menyederhanakan kompleksitas berbagai masalah yang berkaitan dengan perkembangan fenomena media pembelajaran. Salah satu klasifikasi media yang dikemukakan para ahli, diantaranya Edgar Dale dan Rudy Bretz, sebagai berikut :
26
a) Kerucut Pengalaman Edgar Dale Edgar Dale menggambarkan tingkat pengalaman dan alat-alat yang diperlukan untuk memperoleh pengalaman. Menurut Edgar Dale, pengalaman berlangsung dari tingkat yang konkret naik menuju tingkat yang lebih abstrak. Pada tingkat yang konkret, seseorang dapat belajar dari kenyataan atau pengalaman langsung yang bertujuan dalam kehidupan kita. Kemudian meningkat ketingkat yang lebih atas menuju kepuncak kerucut, dalam tingkat yang abstrak bentuk simbol-simbol. Kerucut pengalaman yang dikemukakan Edgar Dale sebagai berikut : verbal simbol visual gambar rekaman radio, gambar tetap gambar hidup televisi pameran karyawisata demonstrasi pengalaman dramatisasi pengalaman tiruan pengalaman langsung dan bertujuan
Gambar 2.1. Kerucut Pengalaman Edgar Dale Sumber : Sanaky (2009 : 41)
27
Keterangan gambar 2.1 : (1) Pengalaman langsung yang bertujuan, yaitu pengalaman yang diperoleh dengan jalan hubungan langsung dengan benda-benda, kejadian, dan pembelajar bekerja sendiri, mengalami sendiri, dan memecahkan masalah sendiri. Semua yang dilakukan berdasarkan pada tujuan yang telah direncanakan dan ditetapkan sebelumnya. (2) Pengalaman tiruan yang diatur, yaitu pengalaman yang diperoleh dari bendabenda atau kejadian tiruan dari yang sebenarnya atau penciptaan kembali benda-benda tersebut. Alasan penciptaan karena: mungkin sulit didapatkan, terlalu keci atau terlalu besar, dan tempatnya terlalu jauh. (3) Pengalaman dramatisasi, yaitu penyajian dalam bentuk drama, dari berbagai gerakan sampai ke permainan yang lengkap dengan pakaian dan dekorasi. Manfaatnya : (a) Banyak menarik perhatian (b) Para pelaku menyelami watak yang diperankan (c) Mempunyai nilai penyembuh (d) Melatih kerjasama, dan (e) Melatih penguasaan bahasa, sikap, suara, mimik dan gaya. (4) Demonstrasi yaitu, percontohan atau pertunjukan cara membuat atau melayani sesuatu proses. Misalnya : percontohan pemandian jenazah, wudzu, sholat, dan lain-lain. Dalam proses pembelajaran, demonstrasi juga memerlukan alat-alat, bahasa yang sederhana, persiapan yang baik, waktu yang cukup, tempat yang memadai, dan minat dari pemirsa. (5) Karyawisata, yaitu membawa pembelajar ke objek luar dengan maksud memperkaya dan memperluas pengalaman pembelajar. Kegiatan yang dilakukan pembelajar ,dalam karyawisata adalah : a) pembelajar aktif melakukan observasi, b) Tanya jawab, c) mencatat, dan d) membuat laporan.
28
(6) Pameran, tujuanya, untuk mempertunjukan hasil pekerjaan pembelajar, perkembangan dan kemajuan sekolah kepada warga sekolah dan masyarakat pada umumnya. (7) Televisi, yaitu suatu media yang menyampaikan pesan pendidikan dengan pengajaran kepada anak-anak dan masyarakat. Program televisi pendidikan dinilai selain menarik minat yang lebih besar dan gambar yang mudah dipahami. (8) Gambar hidup (Film), yaitu rangkaian gambar yang dapat diproyeksikan kelayar dengan kecepatan tertentu. Rangkaian suatu gambar dan suara yang menampilkan cerita dan gambar yang mudah dipahami. (9) Radio, yaitu dengan siaran radio dapat disampaikan pengajaran secara efektif, dan akan menambah pengalaman, pengetahuan, dan menimbulkan motivasi belajar. Programnya berupa cerita, ceramah, wawancara, sandiwara, dan sebagainya. (10) Gambar, segala sesuatu yang diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi dan sebagai curahan perasaan dan pikiran. Lukisan dapat berbentuk ilustrasi, karikatur, kartun, poster, gambar seni, slide, dan filmship. (11) Lambang visual, yaitu gambar yang secara keseluruhan dari sesuatu yang dijelaskan ke dalam suatu bentuk yang dapat divisualisasikan, misalnya : (a) Sketsa, yaitu hasil lukis yang bentuknya belum lengkap atau tidak lengkap, (b) Bagan, yaitu kombinasi garis atau tulisan dengan gambarnya yang dijelmakan secara logis untuk menerangkan fakta dan ide, (c) Grafik, yaitu gambar yang memberi keterangan tentang angkaangka dan hubunganya, (d) Poster gambar, yaitu berfungsi sebagai pemberitahuan atau peringatan atau penggugah, (e) Komik, yaitu gambar atau lukisan yang bersambung yang merupakan cerita,
29
(f) Kartun gambar, digunakan untuk menghibur, mengkritik, dan menganjurkan, (g) Diagram, yaitu kombinasi antara garis dan gambar yang menunjukan hubungan intern dan bersifat abstrak, (h) Peta gambar, melukiskan lambang keadaan yang sebenarnya. (12) Lambang kata ( verbal ), lambang kata dapat dijumpai dalam buku dan bahan-bahan lainya, seperti majalah, Koran, dan lain-lain. Dari bagan dan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan itu dapat diperoleh dari pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung. Pengalaman yang abstrak fungsi yang dapat mengubah indera peserta didik sehingga mereka merasa memiliki pengalaman dalam pembelajaran tanpa memakan proses dengan waktu yang panjang. Melalui media pembelajaran hal yang bersifat abstrak bisa menjadi konkret dan praktis.
3. Film Dokumenter sebagai Media Pembelajaran a. Film Dokumenter Asal mula adanya pengertian dokumenter secara umum adalah Istilah “dokumenter” pertama digunakan dalam resensi film Moana (1926) oleh Robert Flaherty, ditulis oleh The Moviegoer, nama samaran John Grierson, di New York Sun pada tanggal 8 Februari 1926. Di Perancis, istilah dokumenter digunakan untuk semua film non-fiksi, termasuk film mengenai perjalanan dan film pendidikan. Berdasarkan definisi ini, film-film pertama semua adalah film dokumenter. Mereka merekam hal sehari-hari, misalnya kereta api masuk ke stasiun, pada dasarnya, film dokumenter merepresentasikan kenyataan. Jadi secara umum pengertian film dokumenter adalah menampilkan kembali fakta yang ada dalam kehidupan. Ada beberapa pendapat para ahli mengenai film dokumenter, yaitu :
30
1) Menurut Raharjo (2005) film dokumenter adalah alat yang mampu menggambarkan suatu kejadian atau keadaan tertentu secara hidup sebagaimana adanya. 2) Menurut Sambas (2006) membuat
film dokumenter adalah kegiatan
menyimpan peristiwa di belakang agar peristiwa dalam film itu tidak hanya sebatas menjadi kenangan, tapi juga mengonstruksi kembali suatu semangat di balik peristiwa itu. Video dan film-film dokumenter haruslah dilihat sebagai sebuah feedback, sesuatu yang terjadi di belakang yang dipresentasikan dan hadirkan kembali, sehingga dapat dimaknai sebagai suatu fase interupsi untuk dibaca kembali dan menjadi referensi untuk ke depan. Bagi publik, video dan film-film dekomenter dapat dimengerti sebagai
catatan
historis.
Sebelum
mendokumentasikan
peristiwa,
hendaknya kandungan dari konsep materi yang akan didokumenasikan harus dipelajari. Kemudian mengetahui ke mana arah dan apa subtansinya. Kemudian pembuat film melakukan observasi pendahuluan yang bertujuan untuk mengetahui kondisi di lapangan. Konsep dapat berawal dari hal sederhana, namun persoalan yang diangkat dapat ditarik pada persoalan yang lebih luas konteksnya. 3) Menurut Marcel Danesi (2010) film dokumenter merupakan non fiksi yang menggambarkan
situasi
kehidupan
nyata
dengan
setiap
individu
menggambarkan perasaan dan pengalamanya dalam situasi apa adanya, tanpa persiapan atau langsung pada kamera atau pewawancara. Pada tahun 1926 Robert Grierson menjabarkan definisi atau kriteria film dokumenter yaitu ”Karya film dokumenter merupakan sebuah laporan yang aktual yang kreatif (creative treatment of actualy)” kriteria ini dijabarkan pada saat Robert Grierson mengulas film Moena karya Robert Flaherty. Lima kriteria yang menerangkan bahwa dokumenter adalah film non fiksi adalah; (1) setiap adegan dalam film dokumenter merupakan rekaman kejadian sebenarnya tanpa intrepretasi imajinatif seperti halnya dalam film
31
fiksi; (2) (setting) adegan dirancang pada dokumenter latar belakang harus spontan otentik dengan situasi dan kondisi asli (apa adanya); (3) yang dituturkan dalam film documenter berdasarkan peristiwa nyata (realita), sedangkan pada film fiksi isi cerita berdasarkan karangan (imajinatif); (4) sebagai sebuah film non fiksi sutradara melakukan observasi pada suatu peristiwa nyatalalu melakukan perekaman gambar sesuai dengan apa adanya; (5) apabila struktur cerita pada film fiksi mengacu pada alur cerita atau plot, dalam film dokumenter konsentrasinya lebih pada isi dan pemaparan. Setiap adegan dalam film dokumenter merupakan rekaman kejadian sebenarnya tanpa inteoretasi imajinatifseperti halnya dalam film fiksi. Bila pada film fiksi latar belakang (setting) adegan dirancang, pada film documenter latar belakang harus spontanotentik dengan situasi dan kondisi asli (apa adanya), yang dituturkan dalam film dokumenter berdasarkan peristiwa nyata (realita) sedangkan pada film fiksi isi cerita berdasarkan karangan (imajinatif). Bila film dokumenter memiliki interpretasi kreatif maka film fiksi memiliki interpretasi imajinatif. b. Film Dokumenter sebagai Media Pembelajaran Menggunakan film dalam pendidikan dan pengajaran di kelas sangat berguna atau bermanfaat terutama untuk: 1) Mengembangkan pikiran dan pendapat para peserta didik, 2) Menambah daya ingat pada pelajaran, 3) Mengembangkan daya fantasi anak didik, 4) Menumbuhkan minat dan motivasi belajar (Sadiman 2008). Carpenter dan Greenhill 1956 dalam (Harmadi 2011) mengkaji hasilhasil penelitian tentang film menyimpulkan sebagai berikut: a) Film yang diproduksi dengan baik, bila digunakan baik sendirian maupun dalam suatu seri dapat diterapkan sebagai alat utama untuk mengajar ketrampilan penampilan (performance) tertentu dan untuk menyampaikan beberapa jenis data faktual,
32
b) Tes setelah menonton akan meningkatkan belajar, jika peserta didik telah diberi tahu apa yang harus diperhatikannya dalam film, dan bahwa mereka akan di tes tentang isi film tersebut, c) Peserta didik akan belajar lebih banyak jika diberi petunjuk studi untuk tiap film yang dipakai dalam kegiatan belajar-mengajar, d) Mencatat sambil menonton film hendaknya dicegah, karena hal itu akan mengganggu perhatian peserta didik terhadap film itu sendiri, e) Pertunjukan film secara bergantian dapat meningkatkan belajar, f) Film-film pendek dapat dipenggal menjadi film sambung dan bermanfaat untuk kepentingan praktek atau latihan, g) Peserta didik dapat menonton film selama satu jam tanpa mengurangi keefektifan dari tujuan pertemuan tersebut, h) Keefektifan belajar melalui film harus dievaluasi, i) Sesudah sebuah film dipertunjukkan, lalu pokok-pokok isinya dijelaskan dan diinvestigasikan, akan mengurangi salah pengertian di kalangan peserta didik, j) Kegiatan lanjutan setelah menonton film hendaknya digalakkan untuk memungkinkan pemahaman yang lebih tuntas, Film harus dipilih agar sesuai dengan pelajaran yang sedang diberikan. Untuk itu guru harus mengenal film yang tersedia dan lebih dahulu melihatnya untuk mengetahui manfaatnya bagi pelajaran. Sesudah film dipertunjukkan perlu diadakan investigasi, yang juga perlu disisapkan sebelumnya. Ada kalanya film tertentu perlu diputar dua kali atau lebih utuk memperhatikan aspek-aspek tertentu. Agar peserta didik jangan hanya memandang film itu sebagai hiburan, sebelumnya mereka ditugaskan untuk memperhatikan hal-hal tertentu. Sesudah itu dapat ditest berapa banyakkah yang dapat mereka tangkap dari film itu.
33
B. Penelitian yang Relevan Dari hasil penelusuran referensi, terutama terhadap hasil-hasil studi dan pengkajian sebelumnya memperlihatkan adanya sejumlah studi atau penelitian sebelumnya yang menaruh perhatian yang sama dengan penelitian ini, yakni terhadap masalah analisis penggunaan film dokumenter sebagai media pembelajaran sejarah. Sekalipun demikian, fokus masalah yang menjadi perhatian utama dari studi-studi dan penelitian-penelitian selama ini memiliki perbedaan yang signifikan dengan fokus masalah yang dikaji dalam penelitian ini. Adapun beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain: Pertama, Jurnal Kajian Pendidikan Akuntansi Indonesia. Farida Kurniasih. 2013. Volume 2 No. 1. Pengembangan media Film Dokumenter sebagai pendukung pembelajaran akuntansi pokok bahasan siklus akuntansi Persahaan dagang bagi siswa SMK Kelas X Akuntansi. Jurusan Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Nageri Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk merancang dan menguji kelayakan media film dokumenter untuk digunakan sebagai pendukung pembelajaran Akuntansi pokok bahasan Siklus Akuntansi Perusahaan Dagang bagi siswa SMK kelas X Akuntansi. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan (Research and Development) yang bertempat di SMK Negeri 1 Yogyakarta. Objek penelitian ini berupa pengembangan media film dokumenter untuk mata pelajaran Akuntansi pokok bahasan Siklus Akuntansi Perusahaan Dagang. Pengumpulan data menggunakan angket, selanjutnya dianalisis menggunakan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Media film dokumenter dikembangkan dengan program Adobe Flash CS3. Hasil penelitian berupa media film dokumenter yang dikemas dalam bentuk CD (Compact Disk). Tahapan pengembangan media yang dilakukan, yaitu (1) identifikasi masalah dan potensi, (2) alternatif solusi, (3) rancangan produk, (4) rancangan pemilihan materi dan pengembangan perangkat lunak, (5) produk awal, (6) uji ahli, (7) revisi I, (8) uji coba I, (9) revisi II, (10) uji coba II, (11) revisi III, dan (12) produk akhir. Uji kelayakan media film dokumenter yang dikembangkan menurut ahli materi
34
memperoleh hasil sebesar 93%, ahli media pembelajaran memperoleh hasil sebesar 88%, dan uji dari siswa memperoleh hasil 84%. Berdasarkan hasil uji kelayakan tersebut dapat disimpulkan bahwa media film dokumenter yang dikembangkan menurut ahli materi, ahli media pembelajaran, dan siswa sangat layak, serta bisa digunakan untuk mendukung pembelajaran Akuntansi pokok bahasan Siklus Akuntansi Perusahaan Dagang bagi siswa SMK kelas X Akuntansi. Relevansinya penelitian ini dengan penelitian saya adalah sama – sama menggunakan Film Dokumenter sebagai Media Pembelajaran yang bertujuan untuk mempermudah penyampaian materi belajar. Perbedaanya yaitu jika dalam penelitian ini Media Film dokumenter dikembangkan sedemikian rupa sehingga akan menjadi Media Pembelajaran yang mudah diterima oleh siswa SMK khususnya dalam pembelajaran Akuntansi, jika di penelitian saya bagaimana penggunaan film documenter
sebagai
media
pembelajaran
sejarah
mulai
dari
perencanaan
pembelajaran, proses pengajaranya, evaluasi serta kendala dan solusi. Kedua, Jurnal Pendidikan, Novia Ayu Puspitasari. 2013. Volume 2 No. 3. Penggunaan Film Dokumenter Sebagai Media Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ppkn Di Kelas X-Mm Smk Muhammadiyah 5 Kepanjen. Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang Jl. Semarang No 5 Malang. Dalam penelitian ini menunjukan bahwa : (1) penggunaan media pada mata
pelajaran PPKn di kelas X MM SMK Muhammadiyah 5 Kepanjen; (2) penggunaan film dokumenter dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran PPKn di kelas X MM SMK Muhammadiyah 5 Kepanjen. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif
kualitatif. Pendekatan deskriptif kualitatif ini didasarkan
bahwa peneliti ingin melihat dan mengetahui bagaimana penggunaan film dokumenter sebagai media dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas dimana peneliti berperan aktif atau sebagai instrumen utama dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
35
ini adalah observasi, wawancara, angket, dokumentasi, tes dan catatan lapangan. Sedangkan teknik analisis data dengan menggunakan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Relevansinya penelitian ini dengan penelitian saya adalah sama-sama menggunakan media film dokumenter sebagai media pembelajaran, jika dalam penelitian ini media film dokumenter digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa tetapi dalam penelitian saya mendeskripsikan bagaimana penggunaan film dokumenter
sebagai
media
pembelajaran
sejarah
mulai
dari
perencanaan
pembelajaran, proses pengajaranya, evaluasi serta kendala dan solusi Ketiga, Jurnal Pendidikan, Meliyan Rinja Mustika. 2015. Volume 2 No. 1. Pengaruh Pemanfaatan Film Dokumenter terhadap Hasil Belajar IPS, FKIP Unila Bandar Lampung. Berdasarkan hasil analisis data mengenai pengaruh pemanfaatan media film dokumenter terhadap hasil belajar IPS siswa kelas VIII di SMPN 1 Buay Bahuga Way Kanan tahun ajaran 2014/2015 , dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Ada pengaruh yang signifikan pemanfaatan media film dokumenter terhadap peningkatan hasil belajar IPS siswa kelas VIII di SMPN 1 Buay Bahuga Way Kanan Tahun Pelajaran 2014/2015. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui uji hipotesis dengan hasil thitung sebesar 4,51 sedangkan ttabel 2,052, karena thitung > dari ttabel maka H1 diterima sedangkan H0 ditolak. Besarnya taraf signifikansi dari pengaruh pemanfaatan media film dokumenter terhadap hasil belajar IPS siswa kelas VIII di SMPN 1 Buay Bahuga Way Kanan Tahun Pelajaran 2014/2015 sebesar 0,481 yang jika dimasukkan kedalam interpretasi korelasi termasuk kedalam kategori cukup. Relevansinya penelitian ini dengan penelitian saya adalah sama-sama menggunakan media audio visual yang berupa film dokumenter sebagai media pembelajaran sejarah dan perbedaanya penelitian ini dengan penelitian saya adalah jika penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang signifikan dan besarnya taraf signifikansi pengaruh pemanfaatan media film dokumenter terhadap hasil belajar IPS siswa Kelas VIII di
36
SMPN 1 Buay Bahuga Way Kanan tahun pelajaran 2014/2015 tetapi dalam penelitian saya untuk mengethui bagaimana penggunaan film dokumenter sebagai media pembelajaran sejarah mulai dari perencanaan pembelajaran, proses pengajaranya, evaluasi serta kendala dan solusi. Keempat, Jurnal Penelitian, Irul Tuflikhah, 2013. Volume 1 No. 2. Penggunaan
Film Dokumenter Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ips Kelas V Sekolah Dasar, Jurnal Penelitian Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Dalam penelitian ini, Tujuanya adalah mendiskripsikan aktifitas guru dan siswa selama proses pembelajaran dengan menggunakan media film dokumenter pada mata pelajaran IPS, mendeskripsikan hasil belajar siswa setelah proses pembelajaran dengan menggunakan media film dokumenter, mendeskripsikan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPS dengan menggunakan media film dokumenter, serta mendeskripsikan dan mengatasi kendala yang dihadapi selama proses pembelajaran IPS menggunakan media film dokumenter. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas yang menggunakan pendekatan penelitian diskriptif kualitatif. Dilakukan melalui tiga siklus dan setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, refleksi. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VA SDN Simomulyo I Kecamatan Sukomanunggal Surabaya yang berjumlah 36 siswa dengan jumlah laki-laki 16 siswa dan perempuan 20 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi, tes hasil belajar, dan angket. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif kuantitatif yaitu observasi, tes dan angket. Hasil penelitian menggunakan menunjukkan bahwa aktivitas guru selama pembelajaran mengalami peningkatan selama tiga siklus dengan persentase ketuntasan 75% pada siklus I, 83,75% pada siklus II, 95% pada siklus III. Aktivitas siswa mengalami peningkatan selama tiga siklus dengan persentase ketuntasan 69,44% pada siklus I, 77,78% pada siklus II, 91,67% pada siklus III. Hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan selama tiga siklus dengan persentase ketuntasan 63,88% pada siklus I, 77,78% pada siklus II, 88,88% pada siklus III. Respon siswa juga mengalami peningkatan selama tiga siklus dengan persentase ketuntasan 76,52%
37
pada siklus I, 81,87% pada siklus II, 96,31% pada siklus III. Dengan demikian kesimpulannya adalah penggunaan media film dokumenter dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan aktivitas guru, aktivitas siswa, hasil belajar siswa dan respon siswa pada pembelajaran IPS di kelas VA SDN Simomulyo I Kecamatan Sukomanunggal Surabaya. Relevansinya penelitian ini dengan penelitian saya adalah sama-sama menggunakan media film dokumenter sebagai Media Pembelajaran, jika dalam penelitian ini media film dokumenter digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dengan cara melakukan penelitian tindakan kelas tetapi dalam penelitian saya untuk mengetahui bagaimana penggunaan film dokumenter sebagai media pembelajaran sejarah mulai dari perencanaan pembelajaran, proses pengajaranya, evaluasi serta kendala dan solusi dengan menggunakan jenis penelitian kualitatif. Kelima, Jurnal Pendidikan. Heni Alvionita. 2014. Volume 3 No. 2. Penggunaan Media dalam Pembelajaran Sejarah di SMA Kabupaten Semarang Tahun ajaran 2014/2015. Jurusan Sejarah. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri semarang. Dalam penelitian ini media pembelajaran yang digunakan guru dalam pembelajaran sejarah di sekolah-sekolah yang menerapkan kurikulum KTSP dan Kurikulum 2013 yakni SMA N 1 Ungaran, SMA Islam Sudirman Ambarawa, dan SMA Virgo Fidelis Bawen hampir sama yaitu LCD, peta, globe, film dokumenter, CD pembelajaran, gambar-gambar tokoh, buku, internet, dan lain sebagainya. Kendala yang ditemui guru dalam penggunaan media pembelajaran di sekolah yang menerapkan Kurikulum KTSP adalah guru kurang memaksimalkan media yang telah tersedia sebagai fasilitas sekolah, dan kreatifitas guru dalam inovasi media pembelajaran yang kurang, sedangkan kendala yang ditemui guru dalam penggunaan media pembelajaran di sekolah yang menerapkan Kurikulum 2013 tidak terlalu spesifik, hanya saja kendala itu bersifat kondisional saja. Solusi yang digunakan guru untuk mengatasi kendala dalam penggunaan media pembelajaran sejarah di sekolah yang menerapkan Kurikulum KTSP adalah harus disesuaikan dengan materi dan
38
lebih memaksimalkan penggunaan media yang telah tersedia sebagai fasilitas sekolah, sedangkan solusi yang digunakan guru untuk mengatasi kendala dalam penggunaan media pembelajaran sejarah di sekolah yang menerapkan Kurikulum 2013 adalah harus disesuaikan dengan materi dan KD serta KI nya, apalagi dengan Kurikulum yang dipakai yakni Kurikulum 2013 ada K1, K2, K3, dan K4 itu harus disesuaikan. Relevansinya penelitian ini dengan penelitian saya adalah sama-sama menggunakan media sebagai cara untuk menumbuhkan minat belajar peserta didik dan penelitian ini juga menunjukan kesamaan dalam analisis data, sebagai penelitian kualitatif. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian saya adalah, jika penelitian ini tidak hanya film dokumenter tetapi ada media lainya seperti peta, globe dan CD pembelajaran tetapi kalau dipenelitian saya terfokus pada satu media pembelajaran yaitu film dokumenter. C. Kerangka Berfikir Pembelajaran Sejarah kelas XII SMA Negeri Gondangrejo
Film Dokumenter sebagai Media Pembelajaran Sejarah
Perencanaan
Pelaksanaan
Evaluasi
Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Media Pembelajaran Film Dokumenter Gambar 2.2. Kerangka Berfikir
Kendala dan Solusi
39
Keterangan: Dari gambar kerangka berfikir di atas maka dapat dijelaskan sebagai berikut : Dari latar belakang masalah yang sudah dijelaskan di awal maka perlu adanya gagasan untuk mencanangkan suatu model pembelajaran yang dapat menyelesaikan masalah tersebut. Salah satunya adalah model pembelajaran sejarah berbasis media, yaitu suatu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami teori secara mendalam melalui pemanfaatan media audio visual. Dalam pelaksanaannya pembelajaran berbasis media memanfaatkan sebuah media berbentuk tayangan audio visual tentang peristiwa-peristiwa sejarah yang berbentuk film dokumenter sejarah, dari film-film inilah, peserta didik akan diajak melihat peristiwa-peristiwa sejarah dalam bentuk audio visual, sehingga peserta didik akan lebih mudah memahami sebuah peristiwa sejarah tanpa harus berimajinasi yang belum sesuai dengan yang sebenarnya terjadi dalam sebuah peristiwa sejarah. Pembelajaran sejarah dengan menggunakan film dokumenter terdapat 4 tahap dalam pembelajaran, yaitu tahap pertama adalah perencanaan pembelajaran, kedua adalah proses pembelajaran yang terdiri dari pendahuluan, inti yang terdapat eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi dan terakhir adalah penutup, ketiga evaluasi pembelajaran, dan yang terakhir adalah kendala dan solusi dalam pembelajaran. Dari semua kegiatan pembelajaran maka akan diketahui bagaimana hasil pembelajaran sejarah dengan menggunakan film dokumenter.