BAB II KAJIAN PUSTAKA
2. 1
Keefektifan
2.1.1. Pengertian Keefektifan Keefektifan berarti berusaha untuk dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan, sesuai dengan rencana, baik dalam penggunaan data, sarana, maupun waktunya atau berusaha melalui aktivitas tertentu baik secara fisik maupun non fisik untuk memperoleh hasil yang maksimal baik secara kuantitatif maupun kualitatif (Said, 1981:83). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), efektifitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, membawa hasil serta merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektifitas dapat dilihat dari tercapai tidaknya tujuan instruksional khusus yang telah dicanangkan. Menurut Kamus Poerwadarminta (1994:32) di dalam pengajaran, efektifitas berkenaan dengan pencapaian tujuan, dengan demikian analisis tujuan merupakan kegiatan pertama dalam perencanaan pengajaran. Menurut Sadiman keefektifan pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar (dalam Irfa’i, 2002:102). Suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan pengajaran, yaitu: 1.
Persentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap KBM;
2.
Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi di antara siswa;
3.
Ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa (orientasi keberhasilan belajar) diutamakan; dan
4.
Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif, mengembangkan struktur kelas yang mendukung butir (2), tanpa mengabaikan butir (4) (Soemosasmito, 1988:119). Keefektifan pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh setelah
pelaksanaan proses belajar mengajar (Trianto 2009: 20) . Menurut TIM Pembina
19
20
Mata Kuliah Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, bahwa efisisensi dan keefektifan mengajar dalam proses interaksi belajar yang baik adalah segala daya upaya guru untuk membantu para siswa agar bisa belajar dengan baik. Untuk mengetahui keefektifan mengajar, dengan memberikan tes sebab hasil tes dapat dipakai untuk mengevaluasi berbagai aspek proses pengajaran. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, keefektifan menurut peneliti adalah hasil maksimal yang diperoleh siswa dari suatu usaha yang dilakukan setelah proses belajar mengajar berlangsung.
2.1.2. Ciri-ciri Keefektifan Menurut Harry Firman (1987), keefektifan program pembelajaran ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1.
Berhasil menghantarkan siswa mencapai tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan
2.
Memberikan pengalaman belajar yang atraktif, melibatkan siswa secara aktif sehingga menunjang pencapaian tujuan instruksional.
3.
Memiliki sarana-sarana yang menunjang proses belajar mengajar
2.1.3. Kriteria Keefektifan Keefektifan model pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Model pembelajaran dikatakan efektif apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pemahaman setelah pembelajaran. Selain itu setelah pembelajaran siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar lebih giat dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik dan juga siswa belajar dalam keadaan yang menyenangkan. Efektivitas dalam pembelajaran mempunyai beberapa indikator yang diraih. Indikator efektivitas pembelajaran meliputi ketertarikan, keaktifan siswa dan hasil prestasi belajar (Umi Budi Rahayu, 2008).Dalam hal ini yang akan diteliti adalah hasil belajar siswa. Pembelajaran merupakan suatu usaha dasar yang dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk mebantu siswa agar dapat belajar sesuai dengan kebutuhan
21
dan minatnya, sehingga perubahan tingkah laku yang diharapkan dapat terwujud. Proses belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dengan demikian hasil belajar dapat dilihat dari hasil yang dicapai siswa, baik hasil belajar (nilai), peningkatan kemampuan berfikir dan memecahkan masalah, perubahan tingkah laku atau kedewasaan.
2.2 Metode Pembelajaran 2.2.1
Pengertian Metode Pembelajaran Menurut Nana Sudjana (2005:76), metode pembelajaran adalah cara
yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Menurut M. Sobri Sutikno (2009:88) menyatakan bahwa metode pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan. Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Benny A. Pribadi (2009:11) menyatakan tujuan proses pembelajaran adalah agar siswa dapat mencapai kompetensi seperti yang diharapkan. Untuk mencapai tujuan proses pembelajaran perlu dirancang secara sistematik. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat peneliti tegaskan bahwa metode pembelajaran adalah suatu pola atau bentuk yang digunakan oleh guru sebagai pedoman dalam merencanakan proses belajar mengajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat
operasional
di
kelas
yang
disusun
secara
sistematis
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
dalam
22
2.3. Metode Guided Discovery 2.3.1. Pengertian Metode Guided Discovery Menurut Howe and Jones (1993:172) menjelaskan; ’’guided discovery is an instructional method that allows and requires more pupil autonomy than direct instruction This method is the one most often recommended by science educator’’. Pembelajaran penemuan terbimbing memungkinkan siswa belajar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, juga belajar memecahkan masalah secara mandiri melalui penyelidikan. Pembelajaran penemuan terbimbing dapat dilaksanakan dengan baik, apabila guru membimbing siswa menetapkan standar perilakunya sendiri dan bertanggung jawab atas perilaku dan kinerjanya sendiri. Menurut
Gorman
dan
Richard
M
(Hadiningsih:
2009)
bahwa
pembelajaran dengan metode discovery (penemuan) dapat dilakukan dalam dua bentuk yaitu free discovery (penemuan bebas) dan guided discovery (penemuan terbimbing). Penelitian ini secara khusus akan membahas tentang metode guided discovery, dalam metode pembelajaran ini guru berperan sebagai pembimbing siswa dalam belajar serta membantu siswa memperoleh pengetahuan yang dicarinya
dengan
cara
mengorganisasi
masalah,
mengumpulkan
data,
mengkomunikasikan, memecahkan masalah dan menyusun kembali kata-kata sehingga membentuk konsep baru. Proses pembelajaran dengan metode guided discovery menitik beratkan pada pertanyaan-pertanyaan yang berarti dan mengarah pada pencapaian tujuan pembelajaran, dalam hal ini daftar kegiatan yang telah dipersiapkan. Dari kedua bentuk metode diatas, yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode guided discovery. Bruner (dalam Dahar, 1989), menyatakan bahwa belajar dengan metode discovery merupakan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, berusaha untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Menurut Sund
(Suryobroto, 2002), menyatakan bahwa discovery
merupakan proses mental, dimana siswa mengasimilasikan sesuatu konsep atau
23
menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dalam metode guided discovery siswa diberi pertanyaan-pertanyaan untuk mencapai keberhasilan dalam menggungkap konsep atau prinsip-prinsip yang dapat diukur. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka perlu dipecahkan melalui suatu percobaan dan ditemukan hasilnya berupa konsep dan prinsip yang benar-benar masih baru. Metode guided discovery memberikan halhal baru, yang sebelumnya belum pernah dialami dan dilakukan siswa, sehingga siswa akan memiliki pengalaman yang dapat tersimpan dalam ingatannya dengan baik, tahan lama, dan mengesankan. Dalam pelaksanaannya, metode guided discovery lebih banyak diterapkan, karena dengan petunjuk guru siswa akan bekerja lebih terarah dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Namun bimbingan guru bukanlah semacam resep yang harus diikuti tetapi hanya merupakan arahan tentang prosedur kerja yang diperlukan. Menurut Soejadi (dalam Auliya, 2007) guided discovery merupakan metode pembelajaran yang mengajak siswa atau mendorong siswa untuk melakukan kegiatan sedemikian rupa sehingga pada akhirnya siswa menemukan sesuatu yang diharapkan. Menurut Burner (dalam Dahar, 1989:103) menyatakan bahwa belajar penemuan merupakan pencarian pengetahuan siswa secara aktif oleh manusia, berusaha
untuk
mencari
pemecahan
masalah
serta
pengetahuan
yang
menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Menurut Wilcolx (dalam Nur, 2000) mengatakan bahwa dalam pembelajaran penemuan siswa terdorong untuk belajar aktif melalui keterlibatan mereka sendiri dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk mereka sendiri. Menurut Suryobroto (dalam Hadiningsih, 2009:31) metode penemuan (discovery) diartikan sebagai suatu prosedur pembelajaran yang lebih menekankan kepada belajar yang dilakukan secara individual, memanipulasi objek, dan percobaan-percobaan yang dilakukan oleh siswa sebelum pada generalisasi.
24
Metode penemuan merupakan komponen dari praktek pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif. Menurut Martono (dalam Hadiningsih, 2009:32) pembelajaran dengan metode guided discovery digunakan apabila didalam kegiatan penemuan guru menyediakan bimbingan atau petunjuk yang cukup luas kepada siswa, sebagian besar perencanaan dibuat oleh guru. Siswa tidak merumuskan masalah, petunjuk yang cukup luas tentang bagaimana menyusun dan mencatat diberikan oleh guru. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat peneliti tegaskan bahwa metode guided discovery adalah proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif untuk mencoba menemukan sendiri konsep-konsep dan prinsipprinsip yang dilakukan melalui kegiatan percobaan dengan bimbingan dan petunjuk yang diberikan guru.
2.3.2 Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Guided Discovery Menurut Hendro Darmodjo dalam Hadiningsih 2009:33) langkah-langkah metode guided discovery sebagai berikut: 1.
Melemparkan masalah-masalah untuk dipecahkan siswa
2.
Memberi motivasi belajar
3.
Membantu siswa yang benar-benar memerlukan agar tidak mengalami jalan buntu dan frustasi Menurut Sudjana (dalam Hadiningsih 2009:34) langkah-langkah metode penemuan dalam pembelajaran sebagai berikut:
1.
Merumuskan masalah untuk dipecahkan siswa
2.
Menetapkan jawaban sementara
3.
Siswa mencari informasi, data, fakta yang diperlukan untuk menjawab permasalahan atau hipotesis
4.
Menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi
5.
Mengaplikasikan kesimpulan atau generalisasi dalam situasi baru.
25
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka langkah-langkah yang sesuai dengan karakteristik metode guided discovery/penemuan terbimbing pada pembelajaran IPA yang peneliti pergunakan adalah sebagai berikut: a.
Merumuskan masalah Siswa diberi kesempatan untuk mengidentifikasi masalah yang muncul.
b.
Mengajukan hipotesis Berdasarkan
masalah
yang
ada
siswa
dituntut
untuk
membuat
hipotesis/jawaban sementara. c.
Mengumpulkan data Untuk menjawab dan membuktikan benar tidaknya hipotesis, siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai data dan informasi yang relevan dan jelas yaitu dengan melakukan percobaan.
d.
Menguji hipotesis Semua data dan informasi yang diperoleh kemudian diolah oleh siswa sehingga dapat mengetahui hipotesis yang dibuat siswa diawal kegiatan tersebut terbukti atau tidak.
e.
Merumuskan kesimpulan Guru mengarahkan siswa untuk belajar menarik kesimpulan berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan.
2.2.3
Kelebihan dan Kekurangan Metode Guided Discovery Setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan masing-
masing. Menurut Mulyani Sumantri dan Johar (dalam Hadiningsih 2009:33), kelebihan dan kekurangan metode pembelajaran guided discovery adalah sebagai berikut: a.
Kelebihan Metode Guided Discovery 1.
Dianggap membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan menguasaan keterampilan dari proses kognitif siswa.
2.
Pengetahuan diperoleh dari strategi ini sangat pribadi sifatnya dan mungkin merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh, dalam arti pendalaman dari pengertian, retensi dan transfer.
26
3.
Membangkitkan gairah pada siswa misalnya siswa merasakan jerih payah penyelidikan, menemukan keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan
4.
Memberikan kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri.
5.
Menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga siswa lebih merasa terlibat dan termotivasi sendiri untuk belajar.
6.
Membantu dan memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses penemuan
7.
Berpusat pada siswa.
8.
Membantu perkembangan siswa dalam menemukan kebenaran akhir yang mutlak.
Menurut Jerome Bruner keuntungan dari metode pembelajaran guided discovery adalah sebagai berikut:
b.
1.
Potensi mental
2.
Lebih pada motivasi awal
3.
Pembelajaran berorientasi penemuan
4.
Konservasi memori
Kekurangan Metode Guided Discovery 1.
Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental
2.
Kurang baik untuk mengajar kelas besar.
3.
Harapan yang ditumpahkan pada model ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional.
4.
Mengajar dengan metode guided discovery mungkin akan dipandang sebagai terlalu mementingkan perolehan pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan. Sedangkan sikap dan keterampilan diperlukan untuk memperoleh pengertian atau sebagai perkembangan emosional sosial secara keseluruhan.
27
2.4. Hasil Belajar 2.4.1. Pengertian Hasil Belajar Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hasil belajar disebut juga prestasi belajar. Kata prestasi belajar terdiri dari dua suku kata, yaitu prestasi dan belajar. Prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Hasil belajar adalah sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik. Belajar tidak hanya mata pelajaran saja tapi juga penguasaan, kebiasaan, persepsi, kesenangan, minat, penyesuaian sosial, macam-macam keterampilan dan cita-cita. Menurut Oemar Hamalik (2002:45) belajar mengandung pengertian bahwa ”hasil belajar itu dapat terlihat dari terjadinya perubahan persepsi dan perilaku, termasuk juga perbaikan perilaku”. Belajar merupakan proses yang kompleks dan terjadinya perubahan perilaku pada saat proses belajar diamati pada perubahan perilaku siswa setelah penilaian. Tolak ukur keberhasilan siswa berupa nilai yang diperolehnya. Nilai itu diperoleh setelah melakukan proses belajar dalam kurun waktu tertentu dan selanjutnya mengikuti tes akhir. Kemudian dari tes itulah guru menentukan prestasi belajar siswa. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat peneliti tegaskan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan yang diperoleh seseorang setelah ia menerima pengalaman belajar.
2.4.2 Jenis-jenis Hasil Belajar Menurut Latuheru (dalam Slamet 2006), yaitu: a.
Cognitif Domain (ranah kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
b.
Affektif Domain (ranah afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi dan cara penyesuaian diri. Tujuan pendidikan ranah afektif adalah hasil belajar atau kemampuan yang berhubungan dengan sikap atau afektif.
28
c.
Psychomotor Domain (ranah psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik, karena keterampilan ini melibatkan secara langsung otot, urat dan persendian, sehingga keterampilan benar-benar berakar pada kejasmanian. Tujuan pelaksanaan pembelajaran adalah untuk meningkatkan kecakapan
siswa terhadap aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga kecakapan aspek ini akan berwujud pada apa yang disebut hasil belajar.
2.4.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Slameto (2010:54) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah faktor intern dan faktor ekstern. 1. Faktor-faktor Intern a. Faktor Jasmaniah Ada dua faktor yang tergolong dalam faktor jasmaniah yaitu faktor kesehatan dan cacat tubuh. Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya/bebas dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat, kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajar. Sedangkan cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh/badan. Cacat tubuh bisa berupa buta, lumpuh dan sebagainya. b. Faktor psikologis Ada tujuh faktor yang tergolong kedalam faktor psikologis yaitu; intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan. Pertama faktor intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan berpengaruh, mengetahui/menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara berpengaruh, mengetahui relasi dan mempelajari dengan cepat. Kedua faktor perhatian menurut Gazali (Slameto,2010:56) adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu pun semata-mata tertuju pada suatu objek (benda/hal) atau sekumpulan objek. Ketiga faktor minat Hilgard (Slameto,2010:57) rumusan tentang minat
29
adalah “Interest is persisting tendency to pay attention to and enjoy some activety or content” minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Keempat faktor bakat Hilgard (Slameto,2010:57) bakat adalah “the capacity to learn” bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kelima faktor motif adalah erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Keenam faktor kematangan adalah suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Dan ketujuh faktor kesiapan menurut Jamies Drever (Slameto,2010:59) Preparedness to respond or react. Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respons atau bereaksi. c.
Faktor kelelahan Faktor kelelahan dapat dibedakan menjadi dua faktor yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani adalah terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh. Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang.
2. Faktor-faktor ekstern a. Faktor keluarga Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga. Pertama cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruh bagi anaknya hal ini jelas dipertegaskan oleh Sutjipto Wirowidjojo (Slameto, 2010: 61) bahwa keluarga adalah lembaga pendidik pertama dan utama. Kedua relasi antaranggota keluarga adalah relasi orang tua dengan anaknya. Ketiga suasana rumah sebagai situasi atau kejadiankejadian yang sering terjadi di dalam keluarga dimana anak berada dan belajar. Keempat keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Kelima pengertian orang tua anak belajar perlu dorongan dan perhatian orang tua. Keenam latar belakang kebudayaan tingkat
30
pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar. b. Faktor sekolah Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, gedung sekolah, metode belajar dan tugas rumah. Metode mengajar adalah suatu cara/jalan yang harus dilalui di dalam mengajar. Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa. Relasi guru dengan siswa proses belajar mengajar yang terjadi antara guru dengan siswa mempengaruhi belajar siswa. Relasi siswa dengan siswa guru kurang mendekati siswa dan kurang bijaksana, siswa mendapatkan sifat-sifat dan tingkah laku dari teman lain yang kurang menyenangkan. Disiplin sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar. Alat pelajaran berhubungan dengan cara belajar siswa karena alat pelajaran yang dipakai guru pada waktu mengajar dipakai pula oleh siswa untuk menerima bahan yang diajarkan. Waktu sekolah merupakan mempengaruhi belajar siswa jika terlalu lama juga bisa menyebabkan anak kurang berpengaruh menerima pembelajaran. Standar pelajaran di atas ukuran; guru dalam menuntut penguasaan materi harus sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa, yang penting tujuan yang dirumuskan dapat tercapai. Gedung sekolah, jika gedung yang kurang memadai bagaimana mungkin mereka bisa belajar dengan baik. Metode belajar; dalam hal ini banyak siswa melaksanakan cara belajar yang salah sehingga perlu pembinaan dari guru. Tugas rumah waktu belajar adalah di sekolah guru jangan terlalu banyak memberi tugas rumah pada siswa. c. Faktor masyarakat Masyarakat merupakan faktor ekstern juga mempengaruhi terhadap hasil
belajar
siswa.
Kegiatan
siswa
dalam
masyarakat
dapat
menguntungkat terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jangan terlalu
31
banyak karena dapat mempengaruhi belajar siswa. Media sepeti TV dan radio dapat mempengaruhi belajar anak, orang tua lebih membingan anak untuk belajar. Teman bergaul lebih cepat masuk dalam jiwa, jika teman bergaul yang baik maka belajar siswa akan baik, sebaliknya jika teman bergaul yang kurang baik akan mengakibatkan belajar siswa yang jahat. Kehidupan masyarakat jika dalam masyarakat yang tidak berpendidikan, pencuri, penjudi dan lain sebagainya dapat berpengaruh jelek pada anak. Berdasarkan penjelasan diatas bahwa faktor internal dan faktor eksternal sangat mempengaruhi hasil belajar siswa.
2.5. Ilmu Pengetahuan Alam 2.5.1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam IPA dapat menjadi mata pelajaran yang menarik di sekolah dasar jika siswa terlibat secara aktif, learning by doing (belajar dengan melakukan) bukannya dengan mendengarkan atau menghafal. Siswa dapat belajar dengan baik jika mengalami sendiri apa yang dipelajari (aktivitas dan pikiran). Beberapa cara belajar dalam IPA seperti mengamati, mengukur, mengkoleksi dan mengelompokkan merupakan aktivitas belajar yang dapat menguatkan minat dan keingintahuan siswa. Beberapa definisi mengenai IPA diantaranya: 1.
IPA adalah suatu cara mencari tahu tentang alam dan gejala-gejalanya. Ilmuwan menggunakan indera dan berbagai alat untuk mengamati alam dan menggunakan pikiran dan imajinasinya untuk menghasilkan suatu teori dan hipotesis untuk menjelaskan apa yang mereka amati (Howe & Jones, 1993).
2.
Sains tidak hanya kumpulan dari hukum-hukum saja, sebuah katalog tentang fakta-fakta. Tetapi sains adalah suatu kreasi pikiran manusia yang dengan bebas menemukan ide-ide dan konsep-konsep (Albert Einstein & Enfield, 1938)
3.
IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa
32
fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Permendiknas No 22 Tahun 2006) Menurut Permendiknas no 22 tahun 2006, pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi,
dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk
merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Beberapa konsep IPA datang dari pengalaman atau pengamatan langsung, hal ini disebut konsep konkrit, contohnya siswa dapat secara langsung mengamati siklus hidup kupu-kupu. Tidak diperlukan urutan logika khusus untuk memahami perubahan yang terjadi dari telur sampai menjadi kupu-kupu dewasa. Siswa dapat juga mengamati bahwa kumbang juga mengalami siklus hidup serupa. Beberapa konsep IPA yang lain berasal dari pengamatan langsung disertai pemikiran yang abstrak, contohnya peristiwa terapung dan tenggelam. Siswa dapat mengamati bahwa beberapa benda terapung dan lainnya tenggelam ketika dimasukkan ke dalam air. Mengamati benda yang terapung atau tenggelam merupakan pengalaman konkret. Kayu terapung, besi tenggelam, tetapi kapal yang terbuat dari besi terapung, untuk menjelaskan hal ini siswa perlu berpikir abstrak untuk menghubungkan konsep terapung dan tenggelam dengan konsep massa jenis. Siswa dapat membangun pengetahuannya dari pengalaman yang dia alami sendiri baik melalui tindakan melakukan (hands on) maupun berpikir (minds on). Gagasan bahwa orang membangun pengetahuannya dari pengalaman dan pemikirannyanya sendiri disebut konstruktivisme. Kaum konstruktivis percaya bahwa pemahaman nyata yang baik hanya terjadi saat siswa berpartisipasi secara
33
penuh dalam mengembangkan pengetahuannya sendiri. Proses pembelajaran merupakan transformasi pengetahuan lama menuju pengetahuan baru, sebuah proses yang memerlukan tindakan dan refleksi dari si pembelajar. Kebalikan dari gagasan ini adalah bahwa siswa belajar dengan menyerap apa yang dikatakan.
2.5.2 Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SD Menurut Howe & Jones (1993), tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar adalah: 1.
Mengembangkan dan mempertahankan keingintahuan tentang alam sekitar.
2.
Mengamati
dan
menjelajahi
lingkungannya
dan
mengorganisasi
pengalamannya. 3.
Mengembangkan keterampilan teknis dan intelektual yang dibutuhkan dalam tingkat lebih lanjut.
4.
Membangun dasar pengalaman dalam memahami konsep IPA yang penting.
5.
Menghubungkan apa yang mereka pelajari di sekolah dengan kebutuhan hidupnya. Permendiknas no 22 tahun 2006 mengenai Standar Isi memuat tujuan
Pelajaran IPA di SD/MI. Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1.
Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2.
Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
4.
Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5.
Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
34
6.
Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan .
7.
Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Tujuan yang tertuang dalam permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi dirumuskan untuk mencapai kompetensi lulusan yang memiliki kemampuan sebagai berikut: 1.
Dapat melakukan pengamatan terhadap gejala alam dan menceritakan hasil pengamatannya secara lisan dan tertulis
2.
Memahami penggolongan hewan dan tumbuhan, serta manfaat hewan dan tumbuhan bagi manusia, upaya pelesatariannya dan interaksi antara mahkluk hidup dengan lingkungannya
3.
Memahami bagian-bagian tubuh pada manusia, hewan dan tumbuhan serta fungsinya dan perubahan pada mahkluk hidup
4.
Memahami beragam sifat benda hubungannya dengan penyusunnya, perubahan wujud benda dan kegunaannya
5.
Memahami berbagai bentuk energi, perubahan dan kemanfaatannya
6.
Memahami matahari sebagai pusat tata surya, kenampakan dan perubahan permukaan bumi dan hubungan peristiwa alam dengan kegiatan manusia.
2.5.3. Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Alam Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut: 1.
Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2.
Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.
3.
Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.
4.
Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
35
2.5.4. Keefektifan
Penggunaan
Metode
Guided
Discovery
Dalam
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam SD Menurut Mulyani Sumantri dan Johar (dalam Hadiningsih2009:33), keunggulan dari metode guided discovery/penemuan terbimbing adalah sebagai berikut: dianggap membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan dari proses kognitif siswa; pengetahuan diperoleh dari strategi ini sangat pribadi sifatnya dan mungkin merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh, dalam arti pendalaman dari pengertian, retensi dan transfer; membangkitkan gairah pada siswa misalnya siswa merasakan jerih payah penyelidikan, menemukan keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan; memberikan kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri; menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga siswa lebih merasa terlibat dan termotivasi sendiri untuk belajar; membantu dan memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses penemuan terbimbing; berpusat pada siswa dan membantu perkembangan siswa dalam menemukan kebenaran akhir yang mutlak. Sedangkan mata pelajaran IPA (sains) dikatakan oleh beberapa ahli di atas adalah sebagai berikut IPA adalah suatu cara mencari tahu tentang alam dan gejala-gejalanya. Ilmuwan menggunakan indera dan berbagai alat untuk mengamati alam dan menggunakan pikiran dan imajinasinya untuk menghasilkan suatu teori dan hipotesis untuk menjelaskan apa yang mereka amati (Howe & Jones, 1993), Sains tidak hanya kumpulan dari hukum-hukum saja, sebuah katalog tentang fakta-fakta. Tetapi sains adalah suatu kreasi pikiran manusia yang dengan bebas menemukan ide-ide dan konsep-konsep (Albert Einstein & Enfield, 1938),IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa faktafakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Permendiknas No 22 Tahun 2006). Berdasarkan beberapa pendapat tentang IPA di atas, maka diapat diambil kesimpulan bahwa IPA adalah mata pelajaran yang mengharuskan siswa untuk dapat berinteraksi secara langsung dengan subyek yang ditelitinya. Dalam
36
pembelajaran IPA guru seharusnya tidak cukup dengan mengajarkan materi tentang konsep-konsep IPA, tetapi guru perlu menjadi fasilitator untuk mendorong siswa melakukan eksperimen, melakukan pengamatan langsung, mencatat hasil pengamatannya dan terlebih lagi mendorong siswa untuk melakukan penemuanpenemuan. Upaya yang demikian ini perlu dilakukan agar hakikat sesungguhnya pelajaran IPA tercapai. Agar hal ini terjadi diperlukan metode pembelajaran yang tepat. Berdasarkan pemaparan tentang metode guided discovery, dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran ini tepat bagi guru dalam mengajarkan mata pelajaran IPA kepada siswanya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa metode guided discovery adalah metode pembelajaran yang efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA SD.
2.6. Kajian yang Relevan Penelitian yang dilakukan oleh Dian Adi Pamungkas (2011), Peningkatan Motivasi dan Kedisiplinan Belajar Matematika Topik Segiempat melalui Pembelajaran Guided Discovery dengan Macromedia Flash Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ngrampal Sragen. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa melalui metode guided discovery, dengan mengoptimalkan macromedia flash8 dapat meningkatkan kedisplinan dan motivasi belajar matematika segi empat kelas VII. Hal ini dapat dilihat dari prosentase peningkatan kedisiplinan dan motivasi belajar matematika siswa dari banyaknya indikator siswa yang: (a) antusias siswa terhadap pelajaran sebelum tindakan 54, 29% dan setelah tindakan 77,14%, (b) perhatian siswa terhadap pelajaran sebelum tindakan 51,43% dan setelah tindakan 74, 29% (c) mengemukakan ide sebelum tindakan 22,85% dan setelah tindakan 45,75% (d) antusias dalam mengerjakan soal-soal latihan sebelum tindakan 45,75% dan setelah tindakan 68,57% (e) kesiapan dalam mengikuti pelajaran sebelum tindakan 57,14% dan setelah tindakan 80% (f) hasil mengerjakan post test sebelum tindakan 48,57% dan setelah tindakan 58,57% (g) hasil pengumpulan tugas sebelum tindakan 51,43% dan setelah tindakan 71,43%. Penelitian yang dilakukan oleh Rikananda Puspitasari. 2009, dengan judul penelitian “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa kelas III melalui
37
Penerapan Metode Guided Discovery. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan metode guided discovery dapat meningkatkan prestasi belajar IPA siswa kelas III SD N Karangbangun. Hal ini dilihat dari prosentase kenaikan nilai IPA siswa kelas III dari siklus I sampai siklus III. Pada siklus I, siswa mendapat nilai minimal 60 ada 9 anak atau 47,37%, pada siklus II siswa mendapat nilai minimal 60 ada 10 anak atau 52, 63% dari 19 siswa, siklus III siswa mendapat nilai 60 ada 17 anak atau 89, 47% dari 19 anak. Dari siklus I kemudian dilaksanakan siklus II, prestasi siswa mengalami prosentase kenaikan 5,26%; dari siklus II kemudian dilaksanakan siklus III, megalami prosentase kenaikan 36,84%. Berdasarkan hasil penelitian di atas, hasil belajar siswa meningkat karena dalam pembelajaran siswa terlibat secara aktif untuk mencoba menemukan sendiri konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dilakukan melalui kegiatan percobaan dengan bimbingan dan petunjuk yang diberikan guru. Dengan demikian siswa mengalami sendiri apa yang dipelajari sehingga siswa akan memiliki pengalaman yang dapat tersimpan dalam ingatannya dengan baik, tahan lama dan mengesankan. Konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang telah didapat melalui kegiatan percobaan akan bertahan lama dalam ingatan siswa. Berdasarkan beberapa hasil kajian yang relevan di atas bahwa dengan penggunaan metode guided discovery efektif untuk diterapkan di SD khususnya pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, karena pembelajaran IPA di SD/MI pada hakikatnya mencari tahu dan berbuat sehingga dapat memperoleh pemahaman yang mendalam tentang diri sendiri dan alam sekitar, sehingga IPA bukan sekedar penguasaan fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan proses penemuan. Proses pembelajaran menekankan pada proses pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.
38
2.7. Kerangka Berpikir Metode guided discovery adalah salah satu model dimana guru menuntun siswa untuk belajar melakukan penemuan-penemuan berdasarkan schemata dan pemahaman siswa. Metode pembelajaran ini membuat siswa lebih banyak bereksplorasi dan akhirnya mengambil kesimpulan sendiri tentang apa yang ditemukannya. Dilihat dari kajian pustaka yang dibangun, tampak bahwa metode guided discovery dapat memberikan peluang kepada siswa untuk meningkatkan hasil belajar secara khusus pada mata pelajaran IPA. Metode pembelajaran ini cocok dengan mata pelajaran IPA, karena menuntut siswa untuk lebih banyak mengeksplorasi untuk mengenal alam dan lebih dekat dengan alam. Oleh karena itu, kerangka pikir yang dibangun mengenai metode guided discovery ini dan keefektifannya terhadap hasil belajar IPA adalah sebagai berikut: Sebelum melakukan penelitian penulis memilih subjek yang akan dijadikan sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Terkait dengan penelitian ini, penulis memilih SD Negeri Sidorejo Lor 04 Salatiga sebagai kelas eksperimen dan SD Negeri Sidorejo Lor 05 Salatiga sebagai kelas kontrol. Siswa dari kedua sekolah ini sebelum diberikan pembelajaran dengan metode guided discovery (kelas eksperimen) dan metode ceramah (kelas kontrol) terlebih dahulu diberikan tes awal (pretest). Nilai dari tes awal ini akan digunakan nanti dalam analisis selanjutnya. Setelah diberi tes awal (pretest), siswa kelas IV di SD Negeri Sidorejo Lor 04 Salatiga di ajar dengan metode guided discovery dan SD Negeri Sidorejo Lor 05 Salatiga dengan metode ceramah. Setelah perlakuan, siswa dari kedua sekolah ini kemudian diberikan tes akhir (posttest). Hasil dari pretest dan posttest selanjutnya dianalisis untuk melihat keefektifan pembelajaran dengan metode guided discovery.
39
Adapun proses penelitian disajikan dalam bentuk skema kerangka berpikir sebagai berikut: Kelas
Kelas
Kontrol
Eksperimen
Pretest (Q3)
Pretest (Q1)
Pembelajaran dengan Pembelajaran dengan metode ceramah
Posttest (Q4)
metode guided discovery (X)
Posttest (Q2)
Rata-rata pretest dan posttest kelas kontrol Rata-rata pretest dan posttest kelas eksperimen
H0 : rata-rata kelas eksperimen = rata-rata kelas kontrol Ha : rata-rata kelas eksperimen ≠ rata-rata kelas kontrol
Metode guided discovery efektif untuk digunakan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kelas IV SD di SD Negeri Sidorejo Lor 04 Salatiga semester genap tahun pelajaran 2011/2012.
Gambar 2.1. Skema Kerangka Berpikir Penelitian
40
2.8. Hipotesis Tindakan Berdasarkan rumusan masalah yang tertulis di bab I , dan kerangka pikir yang telah digambarkan di atas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah metode guided discovery efektif untuk digunakan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kelas IV SD di SD Negeri Sidorejo Lor 04 Salatiga semester II tahun pelajaran 2011/2012.