46
BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan hasil kajian pustaka secara berurutan dan lebih mendalam meliputi: a). Pemahaman tentang Public relations; b). Public relations di lembaga pendidikan, yang terdiri dari hubungan lembaga pendidikan dengan masyarakat, manajemen public relations di lembaga pendidikan; fungsi dan tujuan public relations di lembaga pendidikan; c). Sistem komunikasi yang dijalankan public relations, yang terdiri dari pengertian komunikasi, unsur-unsur komunikasi, proses pemberian komunikasi, efek komunikasi public relations, publik dan opini, tipe publik, d). Strategi public relations untuk memperbaiki citra lembaga pendidikan; e). Model public relations; f). Public relations dalam manajemen pendidikan Islam yang terdiri dari prinsip dan kaidah serta etika public relations dalam perspektif al-Qur‟an, prinsip dan kaidah serta etika public relations dalam perspektif al-hadits, public relations yang efektif dalam manajemen pendidikan Islam, g). Manajemen public relations di pondok pesantren salafiyah. Selanjutnya penulis akan membahas sub-sub bab tersebut secara lebih mendetail dan mendalam. A. Pemahaman Tentang Public Relations Mengawali pembahasan dalam kajian pustaka ini, ada beberapa pendapat tokoh yang ahli di bidang public relations. Kendati ada beberapa pendapat yang sama dan ada pula yang berbeda, di sini akan diuraikan secara jelas tentang makna public relations. Hal ini tentunya akan mengantarkan
46
47
kepada pemahaman yang terkait dengan masalah yang ada dalam penelitian ini. Public Relations atau dalam istilah lain lazim disebut sebagai hubungan masyarakat adalah salah satu bagian dari manajemen yang merupakan komponen penyempurna1 dari suatu organisasi pendidikan atau pendidikan Islam. Karena tanpa adanya komponen tersebut suatu organisasi sudah dapat berjalan, namun dengan tertatih-tatih dan tidak mampu berkembang dengan baik. Menurut Jefkins, public relations berarti suatu bentuk komunikasi yang berlaku terhadap semua jenis organisasi, baik yang bersifat komersial maupun yang bersifat non komersial, di sektor publik (pemerintah) maupun privat (pihak swasta).2 IPRA atau The International Public Relations Association, seperti yang dikutip Onong, mendefinisikan public relations sebagai fungsi manajemen dari sikap budi yang direncanakan dan dijalankan secara berkesinambungan yang oleh beberapa organisasi dan juga lembaga-lembaga umum dan pribadi dipergunakan untuk memperoleh dan membina saling pengertian, simpati dan dukungan dari mereka yang ada sangkut pautnya dan yang diduga akan ada kaitannya dengan cara menilai opini publik mereka dengan 1
tujuan
sedapat
mungkin
menghubungkan
kebijakan
dan
Komponen penyempurna adalah komponen yang keberadaannya tidak mutlak harus ada seperti komponen dasar pendidikan Islam (personalia, kesiswaan, kurikulum, keuangan, sarana prasarana), namun komponen penyempurna ini melengkapi komponen-komponen dasar untuk mencapai kemajuan suatu lembaga pendidikan. Komponen-komponen ini harus mendapatkan perhatian manajerial bila suatu lembaga pendidikan Islam menginginkan kemajuan yang signifikan. Diantara komponen penyempurna adalah hubungan lembaga dengan masyarakat, layanan, mutu, perubahan dan konflik. Lihat Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam: Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2007), hlm. 182-183 2 Frank Jefkins, Public Relations, terj: Aris Munandar, (Jakarta : Erlangga, 1992), hlm. 2.
48
ketatalaksanaan, guna mencapai kerjasama yang lebih efisien, dengan kegiatan penerangan yang berencana dan tersebar luas.3 Sedangkan Cutlip mendefinisikan public relations sebagai fungsi manajemen
yang
membentuk
dan
memelihara
relasi
yang
saling
menguntungkan antara organisasi dengan publiknya. Keberhasilan atau kegagalan public relations
ini tergantung bagaimana membentuk dan
memelihara relasi yang saling menguntungkan itu. 4 Menurut Wilcox, public relations is the art and social science of analysing trends, predicting their consequences, counselling organisation leaders and implementing planned programmes of action which will serve both the organisation‟s and the public interest.5 Tondowidjojo menyadur beberapa definisi public relations dari beberapa ilmuwan yang berbeda-beda sebagai berikut: 1.
2. 3.
4. 5.
3
Definisi situasi: degree of understanding and goodwill achieved between an individual, organization or institution and the public (Webster‟s New Intern, diet.. 1966) Definisi kebijakan: Public Relations is the management of communication between an organization and its public. Definisi profesi: Public Relations is the art and social science of analyzing trends, predicting their consequences, counseling organization leaders, and implementing planned programmes of action which will serve both the organization and the public interest. Definisi teknik: Public Relations is the skilled communication of ideas to the various publics with the object of producing a destred result. Definisi pelajaran: Public Relations is the art and science of achieving harmony with the environment through mutual understanding based on truth and full information.6
Onong Uchjana Effendy, Human Relations dan Public Relations, (Bandung: Mandar Maju, 1993), hlm. 118. 4 Ibid., hlm. 32. 5 D.L Wilcox, G.T. Cameron, P.H Ault, W.K Agee, Public Relations, Strategies and Tactics, 7th edition, (Allyn and Bacon, 2003), hlm. 6 6 John Tondowidjojo, Dasar-Dasar Public Relations,( Jakarta: Grasindo, 2004), hlm. xiv
49
Dari beberapa definisi tersebut di atas bisa dijabarkan bahwa public relations dalam definisi situasi adalah pencapaian tingkat pemahaman dan itikad baik antara individu, organisasi/institusi dan publik; definisi kebijakan, public relations adalah manajemen komunikasi antara organisasi dengan publik; dalam definisi profesi public relations adalah seni dan ilmu sosial yang cenderung menganalisa, memprediksi konsekuensi mereka, konseling pemimpin organisasi dan melaksanakan program yang direncanakan, tindakan melayani organisasi dan kepentingan public; definisi secara teknik public relations adalah kemahiran mengkomunikasikan ide ke berbagai kalangan publik dengan tujuan untuk meningkatkan hasil produksi; dan definisi pelajaran public relations adalah seni dan ilmu untuk mencapai keselarasan dengan lingkungan melalui saling pengertian berdasarkan kebenaran dan kelengkapan informasi. Adapun Morissan mengutip beberapa definisi dari Public Relations dari beberapa ahli sebagai berikut: 1. 2.
3.
4. 5.
6.
Edward L Berney: Public Relations is inducing the public to have understanding for and goodwill. Kamus Webster‟s Third New International Dictionary: Public Relations is the art of science of developing reciprocal understanding and goodwill. The British Institute of Public Relations: Public Relations is an effort to establish and maintain mutual understanding between organization and its public. Definisi singkat: Public Relations is doing good and getting credit for it. Cutlip-Center-Broom: Public Relations is the planned effort to influence opinion through good character and responsible performance, based on mutually satisfactory two-way communications. World Assembly of Public Relations: Public Relations is the art and social science of analyzing tends, predicting their consequences,
50
counseling organization leaders and implementing planned programs of action which serve both the organization‟s and the public interest.7 Edward L Berney berpendapat bahwa public relations adalah upaya mendorong masyarakat untuk memiliki pemahaman dan itikad yang baik; sedangkan kamus Webster‟s Third New International Dictionary menyatakan bahwa public relations adalah ilmu tentang seni yang mengembangkan pemahaman timbal balik dan kemauan yang baik; The British Institute of Public Relations menggarisbawahi bahwa public relations adalah upaya untuk membangun dan memelihara saling pengertian antara organisasi dengan publik; adapun definisi secara singkat menyatakan public relations adalah berbuat baik dan mendapatkan perbuatan baik itu; Cutlip-CenterBroom berpendapat bahwa public relations adalah upaya terencana untuk mempengaruhi pendapat melalui karakter yang baik dan kinerja yang bertanggung jawab, berdasarkan rasa saling memuaskan dan komunikasi dua arah; dan World Assembly of Public Relations mengemukakan pengertian public relations adalah seni dan ilmu sosial yang cenderung menganalisa, memprediksi konsekuensi mereka, konseling pemimpin organisasi dan melaksanakan program yang direncanakan, tindakan melayani organisasi dan kepentingan publik. Definisi Public Relations yang lain adalah sebagai berikut: 1.
7
Menurut Waluyo, Public Relations berintikan kegiatan pemberian informasi dan sejenisnya atau seperti yang diartikan dalam istilah komunikasi. Komunikasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau proses pemberian informasi dari satu pihak, biasanya lembaga, kepada
Morissan, Manajemen Public Relations: Strategi Menjadi Humas Profesional, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 6-9
51
2.
pihak lain, yaitu lembaga, kelompok masyarakat tertentu, atau masyarakat umum.8 Dalam kamus Fund and Wagnel, sebagaimana yang dikutip oleh Nasution, Public Relations adalah segenap kegiatan dan teknik/kiat yang digunakan organisasi atau individu untuk menciptakan atau memelihara suatu sikap dan tanggapan yang baik dari pihak luar terhadap keberadaan dan aktivitasnya.9 Public relations didefinisikan sebagai komunikasi antara organisasi
dengan masyarakat di sekitar. Public relations sering dikenal dengan istilah humas. Terdapat persamaan dan perbedaan di antara keduanya. Letak persamaannya pada keduanya sama-sama membangun komunikasi antara lembaga dengan masyaraktnya. Sedangkan perbedaannya, public relations lebih memiliki ruang lingkup yang luas jika dibandingkan dengan humas. Public relations sangat berperan aktif baik urusan interen maupun ekstern yakni untuk membangun relasi dengan masyarakat luas, menangani konflik, keluhan komunikasi interen, pengumpulan dana maupun penyampaian bantuan. Sedangkan humas ruang lingkupnya lebih sempit dan perannya hanya sebagai pembantu untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat. Sehingga humas memiliki persamaan dasar dengan penerangan, yaitu memperjelas komunikasi demi pemahaman yang lebih baik. Penerangan lebih bermuatan tanggung jawab agar yang menerima penerangan dapat mengambil keputusan yang terbaik.10 Grunig and Hunt mengatakan The majority of practitioners ... still prefer to 'fly by the seat of their pants' and use intuition rather than 8
B. Suryobroto, Humas Dalam Dunia Pendidikan, (Yogyakarta: Mitra Gama Widya, 2010), hlm. 12-15 9 Zulkarnain Nasution, Manajemen Humas Di Lembaga Pendidikan, Konsep, Fenomena, Dan Aplikasinya, (Malang: UMM Press, 2006), hlm. 12 10 John Tondowidjojo, Dasar-Dasar Public Relations, (Jakarta: Grasindo, 2002), hlm. 4.
52
intellectual procedures to solve public relations problems.11 Jadi dapat disimpulkan jika penelitian mengenai public relations ini biasanya dilakukan tanpa menggunakan rasionalisasi yang jelas dan hanya pelengkap, padahal dibalik hubungan dengan masyarakat ini terdapat teori yang sangat besar jika digali. Public relations menurut Moore, adalah suatu filsafat sosial dari manajemen yang dinyatakan dalam kebijaksanaan beserta pelaksanaannya, melalui interpretasi yang peka mengenai peristiwa-peristiwa berdasarkan pada komunikasi dua arah dengan publiknya, berusaha untuk memperoleh saling pengertian dan itikad baik. Lebih lanjut Moore mengatakan bahwa dalam humas ada empat unsur dasar, pertama, hubungan masyarakat merupakan filsafat manajemen yang bersifat sosial; kedua, hubungan masyarakat adalah suatu pernyataan tentang filsafat tersebut dalam keputusan kebijaksanaan; ketiga, hubungan masyarakat adalah tindakan akibat kebijaksanaan tersebut; dan keempat, hubungan masyarakat merupakan komunikasi dua arah yang menunjang kearah penciptaan kebijaksaan ini kemudian
menjelaskan,
mengumumkan,
mempertahankan,
atau
mempromosikannya kepada publik sehingga memperoleh saling pengertian dan ittikad baik.12 Definisi-definisi tersebut sebenarnya mencakup unsur-unsur antara lain:
11
James E. Grunig, and Todd Hunt, Managing Public Relations, (Holt Rinehart & Winston, Inc.,1984), h.77 12 Frazier Moore, Hubungan Masyarakat: Prinsip, Kasus, dan Masalah, (Bandung: Remaja Rosda Karya,1988), hlm. 6-7.
53
1. Suatu proses yang mencakup hubungan timbal balik antara organisasi dengan publiknya. 2. Analisis dan evaluasi melalui penelitian lapangan terhadap sikap, opini dan kecenderungan sosial, serta mengkomunikasikannya kepada pihak manajemen/pimpinan. 3. Konseling manajemen agar dapat dipastikan bahwa kebijaksanaan, tata cara kegiatan dapat dipertanggungjawabkan secara sosial dalam konteks demi kepentingan bersama bagi kedua belah pihak. 4. Pelaksanaan atau menindaklanjuti program aktivitas yang terencana, mengkomunikasikan dan mengevaluasi. 5. Perencanaan dengan itikad yang baik, saling pengertian, dan penerimaan dari pihak publiknya sebagai hasil akhir dari aktivitas public relations.13 Selanjutnya dalam penelitian ini penulis mengambil benang merah bahwa terdapat kesamaan antara pengertian public relations dan humas, walau secara fungsi dan peran terdapat perbedaan. Selanjutnya segala yang berkaitan dengan humas di sini akan dianggap juga berkaitan dengan public relations. humas merupakan terjemahan bebas dari public relations. Kedua istilah ini dipakai secara bergantian, yang terdiri dari semua bentuk komunikasi yang terselenggara antara lembaga atau organisasi yang bersangkutan dengan siapa saja yang berkepentingan dengannya. Menurut Onong, dalam public relations harus ada dua aspek yaitu; pertama, sasaran public relations adalah internal public dan external public. 13
Marno dan Triyo Supriyatno, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam, (Bandung: PT Refika Aditama, 2008), hlm. 95.
54
Internal public adalah orang-orang yang berada atau tercakup oleh organisasi, sedangkan external public adalah orang-orang yang berada di luar organisasi yang ada hubungannya dan yang diharapkan ada hubungannya; kedua, kegiatan public relations adalah komunikasi dua arah timbal-balik (reciprocal two way traffic communication), ini berarti bahwa dalam penyampaian informasi, baik yang mengarah ke internal public maupun yang mengarah ke external public terjadi umpan balik.14 Oleh karena itu public relations bukanlah sekadar publikasi atau marketting. Hal ini sebagaimana pendapat Thomas L. Hariss, yang memaparkan hubungan antara Corporate Public Relations (CPR), Marketting Public Relations (MPR), komunikasi dan pembentukan citra. Hubungan antara ketiganya sebagaimana diagram berikut dibawah ini:
14
Effendy, Human Relations…, hlm. 110.
55
CPR
IDENTITAS
MPR
Filosofi lembaga Budaya perusahaan
Komunikasi pemasaran
Wujud: logo, warna, simbol, dll Personal Branding Product branding Corporate branding Industrial branding
CITRA
Pelanggan Pemerintah Komunitas lokal Lembaga keuangan Pemasok Pembeli Media Kelompok penekan karyawan
Gb. 2.1. Hubungan antara Public Relations dengan Marketting, Komunikasi dan Citra15
Kerancuan antara public relations dengan pemasaran/marketting sering terjadi dalam praktek di lapangan. Setiap orang pada dasarnya pernah mengenal dan mempraktekkan fungsi tersebut, karena manusia adalah makhluk sosial yang selalu melakukan interaksi dengan orang lain untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Istilah dasar ini seringkali kabur dan tidak dipahami oleh semua orang. Mereka menganggap public relations adalah marketting itu sendiri, padahal pemasaran adalah bagian dari kegiatan public relations. Mengacu pada pengertian-pengertian tentang public relations di atas, pada dasarnya public relations adalah bidang atau fungsi tertentu yang diperlukan oleh setiap organisasi, baik organisasi yang bersifat komersial maupun organisasi yang bersifat non komersial. Mulai dari yayasan, 15
Thomas L Harris, The Marketer‟s Guide to Public Relations, (New York: John Wiley and Sons, 1991)
56
pesantren, perguruan tinggi, dinas militer sampai dengan lembaga-lembaga pemerintahan. Kebutuhan dan kehadiran public relations tidak dapat dicegah, terlepas dari suka atau tidak suka, karena public relations merupakan salah satu elemen yang menentukan kelangsungan suatu organisasi secara positif. Arti penting public relations sebagai sumber informasi semakin kita rasakan pada era globalisasi seperti saat ini.
B. Public Relations di Lembaga Pendidikan 1. Hubungan Lembaga Pendidikan dengan Masyarakat Di negara kita pendidikan dipandang sebagai tanggung jawab bersama antara, keluarga, masyarakat, dan pemerintah.16 Masyarakat dengan lembaga pendidikan bisa dilukiskan sebagai kekotaan atau pedesaan, sebagai pertanian atau non-pertanian, sebagai industri atau nonpemukiman, sebagai kelas pertengahan atau kelas bawahan. Jadi yang dihadapi oleh lembaga pendidikan sebenarnya bukan satu masyarakat yang memiliki kepentingan dan masalah yang sama, yaitu pendidikan anak yang sesuai dengan kebutuhan individu dan masyarakat. Lukisan tentang hakekat masyarakat sekolah ini mungkin bisa memberikan petunjuk kepada administrator lembaga pendidikan tentang bagaimana ia hendak bekerja dengan masyarakat.17 Seorang manajer pendidikan harus menyadari bahwa masyarakat memiliki peranan yang sangat penting terhadap keberadaan, kelangsungan 16
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara. 17 Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional, (Bandung:Amkasa,1983), hlm. 144.
57
bahkan kemajuan lembaga pendidikan baik yang umum maupun yang Islam. Setidaknya salah satu parameter penentu nasib lembaga pendidikan adalah masyarakat. Bila terdapat lembaga pendidikan mengalami kemajuan, salah satu penentunya karena keterlibatan yang maksimal dari masyarakat. Begitu pula sebaliknya, bila terdapat lembaga pendidikan yang memprihatinkan, salah satu penyebabnya karena masyarakat enggan mendukungnya, meskipun sikap masyarakat ini menjadi akibat dari penyebab lainnya baik bersifat internal maupun eksternal dari lembaga pendidikan itu sendiri. Kepercayaan masyarakat menjadi salah satu kunci kemajuan lembaga pendidikan. Ketika masyarakat memiliki kepercayaan terhadap suatu lembaga pendidikan, mereka akan mendukung penuh bukan saja dengan memasukkan putra-putrinya ke dalam lembaga itu tetapi bahkan mempengaruhi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Sebaliknya, ketika masyarakat tidak percaya, mereka bukan hanya tidak mau memasukkan
putra-putrinya
ke
lembaga
tersebut
tetapi
bahkan
memprovokasi tetangganya atau kawannya supaya tidak memasukkan putra-putrinya ke lembaga tersebut. Ini berarti masyarakat sebagai komponen strategis yang harus mendapat perhatian penuh oleh manajer pendidikan. Masyarakat memiliki posisi ganda yaitu posisi objek dan posisi subjek yang keduanya memiliki makna fungsional bagi pengelolaan lembaga pendidikan. Ketika lembaga pendidikan sedang melakukan
58
promosi merekrut calon siswa/santri/mahasiswa baru, maka masyarakat sebagai objek yang mutlak dibutuhkan. Sedangkan respon masyarakat terhadap promosi itu menempatkan mereka sebagai subjek yang memiliki kewenangan penuh untuk menerima atau menolaknya. Manajer lembaga pendidikan tidak berwenang memaksa sikap mereka. Posisi masyarakat sebagai subjek juga terjadi ketika mereka berkapasitas sebagai pengguna lulusan-lulusan lembaga tersebut. Maka mereka harus dikelola dengan baik. Dalam hubungan antara lembaga pendidikan dengan masyarakat terdapat beberapa tujuan yang bersifat esensial, sebagaimana yang disebutkan Mujamil, yaitu: (1) Untuk mendapatkan umpan balik (feed back) dari masyarakat atas kebijakan-kebijakan yang ditempuh lembaga; (2) Untuk menunjukkan transparansi pengelolaan lembaga pendidikan sehingga memiliki akuntabilitas publik yang tinggi; dan (3) Untuk mendapatkan dukungan riil dari masyarakat terhadap kelangsungan lembaga pendidikan.18 Untuk merealisasikan tujuan tersebut ada beberapa syarat dan cara yang dapat ditempuh, antara lain kerjasama. Mengenai syarat kerjasama itu menurut Emery Stoop sebaiknya memenuhi syarat jujur, mulia, mencakup segala yang dibutuhkan, komprehensif, sensitif terhadap masyarakat, dan dapat dipahami oleh mereka.19 Adapun cara yang dapat
18
Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam: Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2008), hlm. 168 19 Emery Stoop et.al., Handbook of Educational Administration Second Edition, (A. Boston: Allyn and Bacon Inc., 1981), hlm. 465
59
ditempuh adalah dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang program-program
ideal
yang telah
dilaksanakan
secara
realistik
argumentatif sehingga masyarakat bisa diyakinkan dan kemudian menyatakan dukungannya kepada kebijakan manajer melalui programprogram yang telah disampaikan tersebut. Menurut Ametambun, seperti yang dikutip oleh Daryanto, konsepsi hubungan antara sekolah atau lembaga pendidikan dan masyarakat adalah sebagai berikut:20 a. Konsep “menunggu”, yaitu lembaga pendidikan hanya menunggu dan mengharapkan perhatian dan bantuan dari masyarakat. b. Konsep preventif kegiatan lembaga pendidikan hanya untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan oleh masyarakat. c. Konsep tanda bahaya kegiatan-kegiatan hubungan masyarakat terjadi apabila
ada
bahaya,
misalnya
kebakaran,
sehingga
lembaga
pendidikan memerlukan bantuan dengan masyarakat. d. Konsep pameran sebuah lembaga pendidikan hanya memamerkan kegiatannya kepada masyarakat, tentu saja hal-hal yang dipamerkan hanya tertentu yang telah diseleksi. Hal ini tidak mencerminkan keaslian dari keseluruhan program . e. Konsep
prestise
kegiatan
lembaga
pendidikan
hanya
untuk
menonjolkan karirnya. Biasanya hal ini cenderung untuk mencari popularitas.
20
M. Daryanto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta,1998), hlm. 73.
60
f. Konsep partnership, hubungan ini dapat diinterpretasikan sebagai hubungan proses timbal balik. Dimana kebutuhan dan keinginan masyarakat
juga menjadi
kebutuhan dan keinginan lembaga
pendidikan. g. Konsep social leadership, suatu lembaga pendidikan sebagai lembaga pendidikan utama bagi masyarakat, harus dapat diharapkan membina kepemimpinannya dengan pihak yang erat hubungannya dengan problema-problema sosial. Layanan Riset Pendidikan dan Asosiasi Nasional Kepala Pendidikan Dasar di Alexandria, seperti yang dikutip Burhanuddin, dkk, merumuskan beberapa teknik meningkatkan keterlibatan berbagai pihak dalam menyelenggarakan pendidikan sebagai berikut:21 a. Layanan masyarakat. Dalam hal ini lembaga pendidikan harus mempelajari kebutuhan masyarakat dan berusaha memberikan layanan yang terbaik kepada masyarakat. b. Program pemanfaatan alumni. Lembaga bisa melibatkan alumnialumni yang sukses sebagai pembicara dalam seminar-seminar atau kegiatan lain untuk meningkatkan semangat siswa atau mahasiswanya. c. Masyarakat sebagai model. Masyarakat sebagai model siswa, terutama masyarakat yang telah berhasil dalam kehidupannya.
21
Burhanuddin,dkk, Manajemen Pendidikan: Analisis Substantif dan Aplikasinya dalam Institusi Pendidikan, (Malang: UNM,2003), hlm. 127-128.
61
d. Open house. Lembaga pendidikan secara terbuka bersedia diobservasi oleh masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui penyelenggaraan pendidikan di lembaga tersebut. e. Pemberian kesempatan kepada masyarakat. Lembaga memberi kesempatan
kepada
masyarakat
untuk
ikut
terlibat
dalam
penyelenggaraan pendidikan. f. Masyarakat sebagai sumber informasi. Lembaga selalu mencari isu-isu dalam masyarakat guna mengembangkan lembaganya. g. Diskusi panel. Mahasiswa, orang tua, staf dan pekerja mengadakan pertemuan untuk menindaklanjuti kegiatan hubungan lembaga pendidikan dengan masyarakat. h. Memberdayakan
orang-orang
kunci.
Lembaga
juga
bisa
memberdayakan orang-orang kunci dalam masyarakat seperti kyai, sesepuh lingkungan, pengusaha sukses, pejabat setempat,dan lain-lain untuk diikutkan dalam memikirkan program pengembangan lembaga pendidikan. Untuk meningkatan keterlibatan masyarakat dalam lembaga pendidikan, James J. Jones menawarkan lima cara yaitu: (1) Melalui aktivitas-aktivitas para siswa kurikuler; (2) Melalui aktivitas-aktivitas para pengajar; (3) Melalui kegiatan ekstra kurikuler; (4) Melalui kunjungan masyarakat atau para orang tua ke lembaga pendidikan; dan (5) Melalui media masa.22 22
James J. Jones, Secondary School Administration, (New York : Mc. Graw Hill Book Company, 1969), hlm. 395 - 400
62
Pendekatan-pendekatan dan cara-cara untuk menjalin hubungan antara lembaga dengan masyarakat dan juga menarik partisipasi masyarakat itu merupakan aplikasi riil dari upaya lembaga menjalin hubungan dengan masyarakat. Intinya, bagaimana masyarakat di sekitar lembaga pendidikan dan masyarakat yang lebih luas lagi dapat dibangun kepercayaannya dengan landasan yang kuat dan bukti-bukti riil, agar mereka mendukung dan membantu pelaksanaan pendidikan yang dilaksanakan oleh suatu lembaga pendidikan tersebut khususnya dan pendidikan secara umum. Upaya menjalin hubungan lembaga dengan masyarakat diharapkan membuahkan hasil nyata bagi lembaga pendidikan. Made Pidarta menyatakan bahwa hubungan kerjasama lembaga dengan masyarakat melalui pendekatan situasional, memungkinkan lembaga itu tetap tegak berdiri. Sebab ia berada dan hidup bersama masyarakat dan sekaligus menjadi mercusuar atau inovator bagi masyarakat.23 Kegunaan kerjasama juga dirasakan masyarakat sehingga terjadi dampak yang saling menguntungkan kedua belah pihak atau simbiosis mutualisme. Mengenai keuntungan kedua belah pihak ini, Stoop mengatakan bahwa kerjasama seperti ini mengisyaratkan adanya informasi yang berkelanjutan di antara lembaga pendidikan dengan masyarakat. Informasi itu seharusnya bersifat
23
193-194
Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta : PT. Bina Aksara, 1988), hlm.
63
dua arah yaitu dari lembaga ke masyarakat dan dari masyarakat ke lembaga pendidikan.24 Untuk mewujudkan hubungan yang harmonis antara masyarakat dengan lembaga pendidikan Islam dengan optimal, sebaiknya ditempuh beberapa strategi berlapis dari yang bersifat usaha internal kemudian baru usaha eksternal. Strategi tersebut meliputi urutan berikut ini : a. Membangun citra (image building) yang baik pada lembaga pendidikan Islam dengan kejujuran, amanat dan transparansi pengelolaan terutama dapat membuktikan wujud riil dari pendanaan yang diterima lembaga itu baik berasal dari negara maupun masyarakat. b. Membangun kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam dengan menunjukkan prestasi akademik dan prestasi non akademik kepada masyarakat luas. Prestasi akademik berupa nilai raport, nilai ijazah, nilai DANEM, nilai cerdas cermat, nilai olimpiade, dan nilai lomba karya ilmiah. Sedangkan prestasi non akademik berupa prestasi kejuaraan olah raga, usaha kesehatan sekolah, pramuka, dan lain sebagainya. c. Mensosialisasikan
dan
mempublikasikan
kelebihan-kelebihan
lembaga Pendidikan Islam kepada masyarakat luas terutama yang sesuai dengan selera segmen masyarakat.
24
Stoop et. al., Handbook of Educational..., hlm. 464
64
d. Mengundang masyarakat luas ke dalam lembaga pendidikan Islam baik saat menerima raport, hari-hari besar nasional dan keagamaan, wisuda, maupun khusus orang-orang tertentu untuk membina kegiatan di sekolah. i. Mengunjungi tokoh-tokoh masyarakat maupun pihak lembaga melibatkan diri dalam
acara-acara tertentu yang dilaksanakan di
masyarakat.25 Memang tidak dapat dipungkiri bahwa keterlibatan masyarakat mempunyai peranan yang urgen bagi perkembangan institusi di masa yang akan datang. Begitu juga sebuah lembaga pendidikan, suatu lembaga pendidikan bisa dikatakan sukses jika mampu mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, karena bagaimanapun juga pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara orang tua, lembaga pendidikan dan masyarakat. Dari uraian di atas jelas bahwa keterlibatan masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesuksesan organisasi. Untuk itulah bagi setiap organisasi khususnya lembaga pendidikan perlu meningkatkan kerja sama yang baik dengan masyarakat sehingga akan diraih keberhasilan seperti yang diharapkan.
2. Manajemen Public Relations di Lembaga Pendidikan Setiap kegiatan dalam organisasi membutuhkan manajemen, begitu juga dalam kegiatan public relations di pesantren atau lembaga pendidikan. Manajemen banyak diartikan sebagai ilmu dan seni untuk 25
Qomar, Manajemen Pendidikan..., hlm. 175
65
mencapai tujuan melalui kegiatan orang lain. Ini berarti manajemen hanya dapat dilaksanakan apabila dalam pencapaian tujuan tersebut tidak hanya dilakukan seseorang tetapi juga dilakukan lebih dari seorang dalam pencapaian tujuan.26 Secara bahasa kata manajemen berasal dari bahasa Latin, yaitu dari manus yang berarti tangan dan agere yang berarti melakukan. Katakata itu digabung menjadi kata kerja managere yang artinya menangani. Managere diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dalam bentuk kata kerja to manage, dengan kata benda management, dan manager untuk orang yang melakukan kegiatan manajemen. Akhirnya, management diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi manajemen atau pengelolaan.27 David H. Holt, seperti yang dikutip oleh Amin, menjelaskan bahwa manajemen adalah proses merencanakan dan mengendalikan (manusia, material, dan sumber daya keuangan) dalam suatu lingkungan organisasi.28 Menurut Siagian seperti yang dikutip Nasution, Manajemen adalah sebagai proses menggerakkan orang lain untuk memperoleh hasil tertentu dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Proses dalam manajemen merupakan bentuk kemampuan atau ketrampilan memperoleh hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatankegiatan organisasi tersebut. Karena itu dalam manajemen mencakup 26
Nasution, Manajemen Humas…, hlm. 11. Husaini Usman, Manajemen, Teori Praktik& Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 4. Sulistiyorini, Manajemen Pendidikan Islam, (Surabaya: eLKAF, 2006), hlm. 5 28 Widjaya Tunggal Amin, Manajemen Suatu Pengantar,(Jakarta:Rineka Cipta,1993), hlm. 31. 27
66
konsep kepemimpinan, human relations, pengambilan keputusan, manusia, sarana, dan kerja sama.29 Sayyid Mahmud al-Hawary mengatakan bahwa manajemen adalah mengetahui kemana yang dituju, kesukaran apa yang harus dihindari, kekuatan apa yang harus dijalankan dan bagaimana mengemudikan kapal anda
sebaik-baiknya
mengerjakannya30
tanpa
Menurut
pemborosan Stooner,
waktu
dan
proses
sebagaimana
yang
dikutip
Sulistiyorini, manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan pengguna sumber daya organisasi lainnya agar dapat mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan.31 Jadi yang dinamakan manajemen adalah usaha pengelolaan sebuah lembaga yang di dalamnya merupakan kerja sama antara beberapa orang dengan cara menyiasati sumber-sumber yang ada. Berdasarkan pengertian manajemen dan pengertian public relations seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, definisi manajemen public relations menurut Ruslan adalah suatu proses dalam menangani perencanaan, pengorganisasian, mengkomunikasikan serta pengkoordinasian yang secara serius dan rasional dalam upaya pencapaian tujuan bersama
29
dari
organisasi
atau lembaga
yang
Nasution, Manajemen Humas…,hlm. 11. Sayyid Mahmud al-Hawary, al-Idarah al-Ushus wa Ushus al-Ilmiah, (Kairo: Dar alSyuruq, tt), hlm. 569 31 Sulistiyorini, Manajemen Pendidikan…, hlm. 5 30
67
diwakilinya.32 Jadi manajemen public relations adalah proses pengelolaan hubungan
dengan
pengorganisasian,
masyarakat
yang
pengkomunikasian
dan
meliputi
perencanaan,
pengkoordinasian
untuk
mencapai tujuan bersama dan pengembangan sinergitas lembaga dengan masyarakat. Dengan demikian kegiatan public relations di pesantren atau lembaga pendidikan baik umum maupun Islam tidak terlepas dari manajemen, dan begitu juga manajemen tidak mungkin berjalan sebagaimana yang diharapkan tanpa adanya public relations. Dari pengertian manajamen public relations tersebut, fungsi pokok atau tahapan-tahapan perencanaan,
dalam
manajemen
pengorganisasian,
public
penggerakan,
relations
meliputi:
pengkoordinasian,
pengarahan, dan pengawasan dalam konteks kegiatan di lembaga pendidikan.33 Selanjutnya akan dijelaskan sebagai berikut: a. Fungsi Perencanaan Perencanaan merupakan tindakan menetapkan terlebih dahulu apa yang akan dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, apa yang harus dikerjakan dan siapa yang akan mengerjakannya. Perencanaan merupakan awal langkah dalam penentuan kegiatan yang hendak dilakukan pada masa yang akan datang. “Perencanaan adalah proses
32
Rosady Ruslan, Manajemen Public Relations: Konsep dan Aplikasinya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2001), hlm. 15. 33 Nasution, Manajemen Humas…, hlm. 14.
68
dasar yang digunakan untuk memilih tujuan dan menentukan cakupan penilaiannya”.34 Perencanaan meliputi kegiatan menetapkan apa yang ingin dicapai, bagaimana mencapai, berapa lama, berapa orang yang diperlukan, dan berapa jumlah biayanya. Perencanaan ini dibuat sebelum suatu tindakan dilaksanakan. Perencanaan menurut Gibson, seperti yang dikutip oleh Nasution, mencakup kegiatan menentukan sasaran dan alat sesuai untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Menurut jangkauan waktunya perencanaan dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yakni: 1) perencanaan jangka pendek (satu minggu, satu bulan, dan satu tahun); 2) perencanaan jangka menengah (perencanaan yang dibuat dalam jangka waktu 2 sampai 5 tahun); dan 3) perencanaan jangka panjang (perencanaan yang dibuat lebih dari 5 tahun).35 Ada alasan yang bagus untuk membuat perencanaan: memfokuskan usaha, memperbaiki efektifitas, memacu pandangan jangka
panjang,
membantu
untuk
menunjukkan
nilai
uang,
mengurangi kesalahan, menyelesaikan konflik, dan memfasilitasi tindakan yang proaktif.36 Perencanaan merupakan acuan dasar untuk melaksanakan kegiatan selanjutnya. Perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan yang akan dicapai oleh sebuah organisasi. 34
HLM. B. Siswanto, Pengantar Manajemen, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 42 Nasution, Manajemen Humas…, hlm. 15. 36 Anne Gregory, Planning and Managing Public Relations Campigns (Perencanaan dan Manajemen Kampanye Public Relations), terj. Dewi Damayanti, (Jakarta: Erlangga, 2004), hlm. 29-30 35
69
“Perencanaan sebagai suatu proses bertahap dari tindakan yang terorganisasi untuk menjembatani perbedaan antara kondisi yang ada dan aspirasi kondisi”.37 Untuk terciptanya suatu perencanaan yang baik para ahli manajemen meminjam konsep Rudyard Kipling seorang sastrawan Inggris yang terkenal, pernah mengatakan bahwa dalam hidupnya mempunyai enam pertanyaan yang harus dijawab dengan baik, ialah pertanyaan: (a) what, (b) where, (c) when, (d) how, (e) who, (f) Why.38 Perencanaan untuk masa depan itu sesuai dengan yang diungkapkan oleh E. Mc. Farland yang dikutip oleh Sahertian bahwa “perencanaan adalah suatu keaktifan pimpinan untuk meramalkan keadaan yang akan datang dalam mencapai harapan, kondisi dan hasil yang akan datang.39 Agar perencanaan menghasilkan rencana yang baik, konsisten, dan realistis maka kegiatan-kegiatan perencanaan perlu memperhatikan: a) Keadaan sekarang (tidak dimulai dari nol, tetapi dari sumber daya yang ada) b) Keberhasilan dan faktor-faktor kritis keberhasilan c) Kegagalan masa lampau 37
Siswanto, Pengantar Manajemen…, hlm. 42 Nursyamsiyah Yusuf, “Manajemen Pendidikan Islam” dalam Akhyak (ed), Meniti Jalan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 313-314 39 Piet A Sahertian, Dimensi Administrasi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1985), hlm. 301 38
70
d) Potensi, tantangan, dan kendala yang ada e) Kemampuan merubah kelemaham menjadi kekuatan, dan ancaman menjadi peluang analisis (Strenghts, Weakness, Opportunities, and Threats atau SWOT) f) Mengikutsertakan pihak-pihak terkait g) Memperhatikan komitmen dan mengkoordinasikan pihak-pihak terkait h) Mempertimbangkan
efektivitas
dan
efisiensi,
demokratis,
transparan, realistis, legalitas, dan praktis.40 Demikian juga dalam hal perencanaan dalam manajemen public relations. Seorang manajer harus bertindak sesuai dengan prosedur dan dengan cekatan memahami kondisi masyarakat sekitar lembaga tersebut. Tanpa adanya pemahaman dan langkah yang tepat, maka lembaga tidak akan dapat melakukan relasi dengan baik dengan masyarakat. b. Fungsi Pengorganisasian Pengorganisasian diartikan sebagai kegiatan membagi tugastugas pada orang yang terlibat dalam kerja sama di lembaga pendidikan. Kegiatan pengorganisasian bertujuan menentukan siapa yang akan melaksanakan sesuai tugas sesuai dengan prinsip manajemen lembaga pendidikan. Fungsi pengorganisasian di sini 40
Usman, Manajemen…, hlm. 124
71
meliputi pembagian tugas kepada masing-masing pihak, membentuk bagian, mendelegasikan, serta menetapkan wewenang dan tanggung jawab, sistem komunikasi, serta mengkoordinasi kerja setiap karyawan di dalam suatu tim kerja yang solid dan terorganisir.41 Pengorganisasian adalah penyatuan, pengelompokan, dan pengaturan orang-orang untuk dapat digerakkan sebagai satu kesatuan, sesuai dengan rencana yang telah dirumuskan menuju tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.42 Nanang Fatah menyebutkan bahwa istilah organisasi mempunyai dua pengertian umum. Pertama, organisasi diartikan sebagai suatu lembaga atau kelompok fungsional, misalnya sebuah perusahaan, sebuah sekolah, sebuah perkumpulan, badan-badan
pemerintahan.
Kedua,
merujuk
pada
proses
pengorganisasian yaitu bagaimana pekerjaan diatur dan dialokasikan diantara para anggota, sehingga tujuan organisasi tersebut dapat tercapai secara efektif.43 Tahap-tahap pengorganisasian adalah sebagai berikut: Tahap pertama yang harus dilakukan dalam merinci pekerjaan; tahap kedua, membagi seluruh beban kerja menjadi kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh perseorangan atau perkelompok. Tahap ketiga, menggabungkan pekerjaan para anggota dengan cara yang rasional, efisien. Tahap keempat, menetapkan mekanisme kerja untuk mengkoordinasikan pekerjaan dalam satu kesatuan yang harmonis. 41
Nasution, Manajemen Humas…, hlm. 15. Alex Gunur, Manajemen, (Jakarta: Bharata Karya Akasara, 1982), hlm. 35 43 Fattah, Landasan Manajemen…,hlm. 71 42
72
Tahap kelima, melakukan monitoring dan mengambil langkah-langkah penyesuaian untuk mempertahankan dan meningkatkan efektivitas. 44 c. Fungsi Penggerakan Dalam hal ini, menggerakkan adalah merangsang anggotaanggota dalam organisasi melaksanakan tugas-tugas dengan antusias dan kemauan yang baik. Menurut Davis, seperti yang dikutip oleh Nasution, menggerakkan adalah kemampuan pemimpin membujuk orang-orang mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan penuh semangat. Jadi, pemimpin lembaga pendidikan menggerakkan dengan semangat. Tugas menggerakkan dilakukan oleh pemimpin lembaga pendidikan,
karena
itu
kepemimpinan
lembaga
pendidikan
mempunyai peran yang sangat penting dalam menggerakkan karyawan, tenaga pengajar, melaksanakan program kerja.45 Tanpa pemimpin yang bisa menggerakkan, maka suatu organisasi atau lembaga pendidikan akan stagnan dan tidak akan mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Bahkan lembaga tersebut akan mengalami
kemunduran,
karena
tidak
ada
efektifitas
dari
kepemimpinan yang ada di lembaga tersebut. Maka dari
itu
dibutuhkan pemimpin yang mempunyai visi dan misi yang jelas dalam memimpin suatu lembaga pendidikan dan yang mempunyai relasi yang baik dengan masyarakat.
44 45
Fattah, Landasan Manajemen…, hlm. 72-73 Nasution, Manajemen Humas…, hlm. 16.
73
d. Fungsi pengkoordinasian Pengkoordinasian berarti menjaga agar masing-masing tugas yang telah diberi wewenang dan tanggung jawab dikerjakan sesuai dengan aturan dalam mencapai tujuan. Pengkoordinasian pada lembaga pendidikan adalah mempersatukan rangkaian aktivitas penyelenggaraan di lembaga pendidikan dan pembelajaran dengan menghubungkan dan menyelaraskan orang-orang dan pekerjaannya sehingga semua berlangsung secara tertib ke arah tercapainya maksud yang telah ditetapkan. Koordinasi ini dapat diwujudkan dengan cara: rapat lengkap, pertemuan berkala, pembentukan panitia jika diperlukan, wawancara kepada bawahan, dan interuksi. Dengan demikian kemampuan kepemimpinan lembaga pendidikan dalam mengkoordinasikan program-program kerja lembaga pendidikan menjadi demikian penting.46 Tanpa adanya koordinasi yang baik maka lembaga pendidikan tidak akan dapat mewujudkan tujuannya dan tidak akan menghasilkan mutu yang berkualitas. e. Fungsi pengarahan Pengarahan dilakukan agar kegiatan yang dilakukan bersama tetap melalui jalur yang ditetapkan, tidak terjadi penyimpangan yang dapat menimbulkan terjadinya pemborosan, sehingga kegiatan yang dilakukan tetap berorientasi pada tujuan yang ditetapkan.
46
Ibid, h.17.
74
Menurut
Sagala, kegiatan pengarahan antara
lain: 1)
memberikan petunjuk dalam melaksanakan suatu kegiatan; 2) memberikan dan menjelaskan suatu perintah; 3) memberikan kesempatan meningkatkan pengetahuan kepada pegawai agar lebih efektif dalam melaksanakan tugas; 4) memberikan kesempatan ikut serta menyumbangkan tenaga dan pikiran; 5) memberikan koreksi agar setiap personil melaksanakan tugas-tugasnya secara efisien.47 Maka dari itu setiap pemimpin dari suatu lembaga pendidikan harus bisa mengarahkan anggota yang dipimpinnya ke arah yang jelas. f. Fungsi pengawasan Pengawasan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan untuk mengetahui realisasi perilaku tenaga pengajar dan karyawan dalam organisasi lembaga pendidikan. Secara umum pengawasan dikaitkan dengan upaya mengendalikan, membina dan pelurusan, sebagai upaya pengendalian kualitas pendidikan. Pengawasan, adalah salah satu fungsi manajemen yang berupa mengadakan penilaian, mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud dengan tujuan yang telah digariskan”48 Menurut Johnson,49 pengawasan merupakan fungsi sistem yang melakukan penyesuaian terhadap rencana, mengusahakan agar penyimpangan-penyimpangan tujuan 47
Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, (Bandung: Alfabeta,2002), hlm.
22. 48
Ahmad Elqorni, “Pengertian dan Fungsi-Fungsi Manajemen (Definition and Functions of Management)” dalam http://www.w3.org/1999/xhtml, diakses 17 April 2010 49 Nasution, Manajemen Humas…, hlm. 18.
75
sistem hanya dalam dalam batas-batas yang dapat ditoleransi. Sedangkan Handoko menyatakan bahwa pengawasan sebagai proses “menjamin” bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai sesuai dengan yang direncanakan.50 Teknik atau cara menjalankan pengawasan ada dua macam: 1) Pengawasan secara langsung (direct control), yakni pengawasan yang dijalankan sendiri oleh pimpinan yang langsung datang dan memeriksa kegiatan-kegiatan yang sedang dijalankan. Pengawasan langsung ini juga disebut “observasi sendiri”, yang dapat dijalankan dengan dua cara pula yakni: a) Dengan cara diam-diam atau incognito, bila kepada orang-orang yang sedang melaksanakan pekerjaan itu, tidak diberitahukan lebih dahulu bahwa aka nada pemeriksaan oleh atasan b) Dengan cara terbuka, bila kepada orang-orang yang sedang melaksanakan pekerjaan itu, diberitahukan lebih dahulu bahwa akan ada pemeriksaan oleh atasan. 2) Pengawasan secara tidak langsung (indirect control), yakni pengawasan dengan menggunakan perantaraan laporan, baik laporan secara tertulis maupun secara lisan. 51 Jamal Madhi mengemukakan kontrol atau pengawasan yang efektif sebagai berikut:
50
Syaiful Sagala, Supervisi Pembelajaran dalam Profesi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 130 51 Gunur, Manajemen…, hlm. 47-48
76
1) Tidak dilakukan berulang-ulang dalam bentuk yang mengganggu atau jarang sekali dilakukan yang menjadi kurang efektif. 2) Tidak berusaha untuk mengomentari kesalahan atau mencari-cari kejelekan, sehingga kontrol dapat diterima oleh bawahan dengan lapang dada. 3) Kontrol harus mencapai tiga sasaran: kewajiban tugas dan pelaksanaan fungsi sebagai pemimpin, kewajiban lemah lembut terhadap mereka yang salah agar mengingatkan mereka dari kelalaian, dan berkewajiban untuk bersikap adil kepada para pegawai yang tidak dikenal identitasnya, ikhlas, jujur dan selalu bekerja diam-diam tanpa banyak bicara. 4) Kontrol yang bertumpu pada refleksi kepribadian seorang pemimpin, bukan atas keputusan-keputusan lisan atau tulisan. 5) Kontrol yang merepresentasikan universalitas, bukan hanya untuk orang-orang tertentu tetapi sampai menjangkau (unit) para pelaksana kecil.52 Dengan kontrol yang efektif, maka suatu organisasi akan lebih konkrit dalam melaksanakan kegiatannya, anggota organisasi tersebut juga akan bekerja secara sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
52
Jamal Madhi, Menjadi Pemimpin yang Efektif dan Berpengaruh Tinjauan Manajemen Kepemimpinan Islam, terj. Anang Syafruddin dan Ahmad Fauzan, (Bandung : PT. Syaamil Cipta Media, 2004), hlm. 43
77
3. Fungsi dan Tujuan Public Relations di Lembaga Pendidikan Organisasi pendidikan merupakan suatu sistem yang terbuka. Sebagai sistem yang terbuka, sebuah lembaga pendidikan pasti akan mengadakan hubungan dengan masyarakat di sekelilingnya begitu juga dengan pesantren sebagai lembaga pendidikan. Sebuah lembaga pendidikan yang maju pasti banyak mengadakan hubungan dengan lembaga-lembaga lain di luar organisasinya. Sebagai contoh dalam hal beasiswa, peringatan hari besar Islam (PHBI), praktek ketenagakerjaan dan masih banyak lagi. Menurut Immegart, seperti yang dikutip Pidarta, hanya sistem yang terbuka yang memiliki negentropy, yaitu suatu usaha yang terus menerus untuk menghalangi kemungkinan terjadinya entropy atau kepunahan.53 Agar lembaga pendidikan dapat mengantisipasi berbagai persoalan global, khususnya dalam mengantisipasi masalah opini negatif terhadap suatu lembaga pendidikan diperlukan fungsi public relations sebagai alat manajemen pada suatu lembaga pendidikan. Artinya fungsi public relations tidak dipisahkan dengan fungsi kelembagaan pendidikan tersebut. Jelasnya bagaimana public relations bisa menyelenggarakan komunikasi dua arah antara lembaga pendidikan yang diwakilinya dengan publik. Artinya fungsi ini turut menentukan sukses tidaknya visi dan misi dari suatu lembaga pendidikan.
53
Made Pidarta, Peranan Kepala Sekolah pada Pendidikan Dasar,(Jakarta:Gramedia Widiasarana,1995), hlm. 189.
78
Adapun fungsi manajemen public relations pada sebuah lembaga pendidikan antara lain:54 a. Mampu menjadi mediator dalam menyampaikan komunikasi secara langsung (komunikasi tatap muka) dan komunikasi tidak langsung (melalui media) kepada pimpinan lembaga dan publik interen (guru, karyawan, dan siswa). b. Mendukung dan menunjang kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan mempublikasi lembaga pendidikan. Dalam hal ini humas bertindak sebagai pengelola informasi kepada publik interen dan publik eksteren, seperti menyampaikan informasi kepada pers dan promosi. c. Menciptakan suatu citra yang positif terhadap lembaga pendidikannya. d. Membantu mencari solusi dan menyelesaikan masalah antar lembaga pendidikan dengan masyarakat e. Public Relations bertindak sebagai mediator untuk membantu kepala sekolah mendengarkan kritikan, saran, dan harapan masyarakat, dan sebaliknya public relations juga harus mampu menjelaskan informasi dan kebijakan dari kepala sekolah. f. Public relations membantu mengatasi permasalahan yang terjadi pada lembaga pendidikan dengan memberikan masukan kepada pimpinan. Dalam public
relations
dikenal adanya dua
publik yaitu publik
eksternal yang berada di luar organisasi dan publik internal yaitu publik yang saling
54
berbagi
Nasution, Manajemen Humas…, h.28.
identitas organisasi. Karena keluasan
79
publik public relations ini sehingga terkadang tidak semua publik dapat dikelola dengan baik, maka sebagai seorang public relations dia harus dapat menentukan prioritas publik yang paling penting bagi organisasi. Ada sepuluh dasar fungsi dan peran public relations: a. Public relations bekerja dengan realitas (fakta), dan bukan fiksi. b. Public relations bekerja dengan publik (khalayak aktif) dan tidak didasarkan pada hubungan secara pribadi. c. Kepentingan publik harus menjadi acuan utama penyelenggaraan sebuah program atau kebijakan d. Public relations dituntut menggunakan media massa, oleh sebab itu integritas media massa harus dapat di pertanggungjawabkan. e. Public relations menjembatani hubungan antara organisasi dengan publiknya f. Public relations harus bisa menggunakan riset opini publik yang dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan g. Public relations juga harus mampu menggunakan pendekatan keilmuan h. Public relations membutuhkan aplikasi multidisiplin ilmu i. Praktisi public relations harus waspada terhadap masalah yang terjadi sehingga masalah tersebut tidak akan berubah menjadi krisis.
80
j. Praktisi public relations harus bisa dinilai berdasarkan ethical performance-nya.55 Sementara itu, Tondowidjojo mengemukakan fungsi dan tugas public relations secara lebih rinci sebagai berikut: a. Membantu menentukan dan merumuskan tempat dan tujuan organisasi dalam kehidupan bersama. Fungsi ini mempunyai tugas: 1) membantu perumusan
kebijaksanaan;
2)
menilai
organisasi
dari
segi
kemasyarakatan, budaya dan ilmu pengetahuan; 3) antisipasi terhadap reaksi-reaksi. b. Memberi
masukan
untuk
kebijaksanaan
dan langkah-langkah
selanjutnya. Fungsi ini mempunyai tugas: 1) penyelidikan terhadap opini dan interpretasinya, 2) memberi masukan untuk jangka pendek dan jangka panjang. c. Memberi masukan dalam kepemimpinan. Fungsi ini mempunyai tugas: 1) memberi penilaian tentang pembagian tugas dan budget; 2) memberi bimbingan kepada yang bekerja sama dengan pimpinan, 3) saran-saran untuk perbaikan intern. d. Mengetahui situasi organisasi dan perkembangan dalam kehidupan bersama dan opini publik. Fungsi ini mempunyai tugas: 1) memelihara dan menyimpan dokumen organisasi; 2) mengetahui perkembangan dalam kehidupan dan opini publik; 3) menanamkan dan menyimpan daftar inventaris. 55
Newsome, Doug, Turk, Judy Vanslyke, dan Krucke be rg, Dean. 2004. This Is PR : The Realties of Public Relations. 8th Edition. Be lmont, CA : Wadsworthlm.
81
e. Menetapkan adanya kelompok-kelompok publik yang relevan dari organisasi. Fungsi ini mempunyai tugas antara lain: 1) membuat pemandangan tentang kelompok publik dan menentukan tingkat ketergantungan; 2) mengumpulkan data tentang bagaimana penilaian kelompok-kelompok publik yang relevan itu terhadap organisasi; 3) menyusun dan menyimpan daftar alamat dan relasi, d) memberikan gambaran tentang karakteristik organisasi. f. Presentasi organisasi. Fungsi ini mempunyai tugas sebagai berikut: 1) mengembangkan
kejelasan
bertindak
(kesatuan
langkah);
2)
menentukan garis/gerak untuk membentuk visualisasi dan bagianbagiannya; 3) mencatat events dalam organisasi, d) menentukan prosedur penanganan pengaduan. g. Pembuatan dan pengurusan sarana-sarana komunikasi. Fungsi ini mempunyai tugas antara lain sebagai berikut: 1) mengusahakan isi dan bentuk informasi media cetak tentang organisasi, kontak dengan penulis-penulis dan percetakan, 2) menyiapkan teks-teks sambutan, brosur, buku-buku dan laporan-laporan, 3) memberikan tugas untuk membuat material (audio) visual, 4) mengadakan bank data (cerita dokumentasi dan informasi), 5) mengurus sarana-sarana media komunikasi. h. Mengurus representasi organisasi. Fungsi ini mempunyai tugas sebagai berikut: 1) memberi masukan/mengatur pengambilan bagian dalam
kegiatan-kegiatan,
seperti:
simposium,
pertunjukan-
82
pertunjukan, dll; 2) menghadiri rapat-rapat atas nama organisasi/ dan memberi masukan dalam hal sponsor advertensi.56 Fungsi dan tugas public relations yang lain, sebagaimana disebutkan oleh Morrisan, adalah membantu terciptanya komunikasi yang baik antara guru dengan orang tua murid, penggalangan dana, menjalin hubungan yang baik dengan pihak-pihak yang berkepentingan, baik pemerintah maupun pihak swasta.57 Lembaga pendidikan perlu mengubah program dan prosedur. Ada tiga alasan yang mendasar pentingnya public relations bagi lembaga pendidikan ke depan, yaitu:58 a. Pengelolaan lembaga pendidikan masa yang akan datang semakin otonom, sehingga pimpinan selalu menghasilkan kebijakan yang terkait dengan kelembagaannya. Dalam hal ini diperlukan suatu bagian yang dengan intensif dan terprogram mensosialisasikan dengan masyarakat baik di tingkat internal maupun di tingkat eksternal. b. Persaingan yang sehat dan dinamis antar lembaga pendidikan dalam merebut animo calon santri untuk menimba ilmu di lembaga pendidikan tersebut, sehingga dituntut agar diperlukan unit kerja yang mengelola dan memberikan informasi atau berita-berita tentang lembaga pendidikan selalu baik dan positif. c. Perkembangan media massa di daerah semakin meningkat, baik media televisi swasta lokal, radio, maupun media cetak, khususnya yang 56
Tondowidjojo, Dasar dan Arah..., hlm. 62-63. Morissan, Manajemen Public Relations..., hlm. 88-89. 58 Nasution, Manajemen Humas…, h 29. 57
83
sudah pasti selalu mencari informasi yang aktual, untuk itu perlu membina hubungan yang harmonis dengan media massa tersebut agar informasi atau berita-berita selalu baik dan positif. Sedangkan peran public relations di lembaga pendidikan adalah:59 a. Membina hubungan yang harmonis kepada publik interen (dalam lingkungan lembaga pendidikan, seperti dosen, tenaga administrasi, dan mahasiswa), serta hubungan kepada publik eksteren (di luar lembaga pendidikan, seperti instansi, masyarakat, dan media massa). b. Membina komunikasi dua arah kepada publik internal (dosen, mahasiswa, karyawan) dan publik eksternal (lembaga luar, instansi, masyarakat, dan media massa) dengan menyebarkan pesan, informasi dan publikasi hasil penelitian, dan berbagai kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan pimpinan. c. Mengidentifikasi dan menganalisis suatu opini atau berbagai persoalan, baik yang ada di lembaga pendidikan maupun yang ada di masyarakat. d. Berkemampuan mendengar keinginan atau aspirasi-aspirasi yang terdapat di dalam masyarakat. e. Bersikap
terampil
dalam
pimpinan dengan baik.
59
Ibid,. hlm. 30.
menterjemahkan
kebijakan-kebijakan
84
Seorang manajer lembaga pendidikan harus mampu mengemas program-program
dan
keberhasilan
lembaga
pendidikan
yang
dikendalikan itu benar-benar menarik sehingga mampu menyerap perhatian yang besar dari masyarakat. Dalam melaksanakan tugas ini sebenarnya penuh dengan seni me-manage karena manajer berupaya keras untuk memunculkan daya tarik masyarakat sehingga termasuk wilayah estetika. Masyarakat terkadang menjadi tertarik pada program lembaga pendidikan tidak semata-mata lantaran manajer telah melakukan kejujuran/amanat, tetapi bisa jadi mereka lebih tergerak setelah ada kemasan-kemasan tertentu. Di sinilah arti penting public relations. Menurut Elsbree dan McNally, seperti yang dikutip oleh Ngalim Purwanto, ada tiga tujuan pokok public relations di lembaga pendidikan, yaitu:60 a. Untuk mengembangkan mutu belajar dan pertumbuhan anak atau mahasiswa. b. Untuk mempertinggi tujuan-tujuan dan mutu kehidupan masyarakat. c. Untuk mengembangkan pengertian, antusiasme masyarakat, dalam membantu pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Dengan demikian peran public relations tersebut diharapkan bisa menjadi mata dan telinga, juga tangan kanan pimpinan sekolah yang ruang lingkupnya meliputi: membina hubungan ke dalam (siswa, guru, dan karyawan, wali murid) dalam hal ini menjembantani komunikasi dua arah 60
Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2007), hlm. 190. Lihat juga Mulyono, “Urgensi Manajemen..., hlm. 11
85
antar pimpinan dengan siswa, guru, karyawan, dan wali murid. Ruang lingkup yang lainnya adalah membina hubungan ke luar (orang tua mahasiswa, alumni, lembaga/instansi luar, dan masyarakat pengguna jasa, media massa dalam membantu membangun opini). Keberadaan dan peran public relations lembaga pendidikan di tanah air sampai saat ini masih tertinggal dengan public relations lembaga pendidikan di negara-negara maju, dan dengan public relations di perusahaan-perusahaan di tanah air. Peran public relations masih banyak dipersepsikan pimpinan sebagai bagian yang menangani dokumentasi memfoto, mengkliping, dan menyampaikan berita kepada pers. Hal ini disebabkan karena:61 a. Rendahnya pemahaman pimpinan terhadap peran dan fungsi public relations, sehingga public relations di lembaga pendidikan kurang diberdayakan pimpinan. Hal ini menyebabkan posisi Public Relations lembaga tidak berada pada tempat yang strategis. b. Public relations masih dikategorikan sebagai bagian yang tidak terlalu penting terhadap perkembangan organisasi. c. Kurang pemahaman tentang public relations di lembaga pendidikan secara institusi maupun secara operasional. d. Penempatan personil atau staf public relations tidak dibarengi dengan kemampuan pemahaman dan ketrampilan kehumasan.
61
Nasution, Manajemen Humas…, hlm. 81-82,
86
e. Anggaran untuk kegiatan dan program kerja public relations yang tidak memadai Dengan demikian, fungsi
public relations pada lembaga
pendidikan adalah sebagai mediator dalam menyampaikan komunikasi secara langsung maupun tidak langsung baik internal maupun eksternal lembaga pendidikan. Komunikasi yang dimaksud adalah memberikan informasi internal lembaga maupun kepada masyarakat tentang kegiatan yang telah berjalan di lembaganya, apakah hasil penelitian, proses pendidikan, pengabdian kepada masyarakat, dan lain-lain. Selain itu public relations juga berfungsi mengkomunikasikan kebijakan lembaga serta mencari solusi dan menyelesaikan permasalahan yang muncul dalam suatu lembaga, baik internal lembaga maupun permasalahan lembaga pendidikan dengan masyarakatnya. Sedangkan tujuan akhir dari public relations adalah untuk menciptakan suatu citra yang positif terhadap lembaga.
C. Sistem Komunikasi yang Dijalankan Public Relations Humas atau public relations adalah salah satu cabang ilmu komunikasi yang sangat penting.62 Setiap orang pasti melakukan fungsi humas baik untuk kepentingan dirinya sendiri maupun orang lain atau untuk kepentingan keluarga, kelompok, organisasi, dan masyarakat. Karena komunikasi merupakan induk dari humas atau public relations, maka penulis akan mencoba membahasnya secara lebih mendetail. 62
Morissan, Manajemen Public Relations..., hlm. 37.
87
1. Pengertian Komunikasi Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, dalam public relations komunikasi sangat penting. Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin “communicatio” yang berarti “pemberitahuan” atau “pertukaran pikiran”. Istilah communicatio tersebut bersumber pada kata “communis” yang berarti “sama”. Kata “sama” di sini berarti “sama makna”. Jadi, antara orang-orang yang terlibat dalam komunikasi harus terdapat kesamaan makna. Jika tidak terjadi kesamaan makna maka komunikasi
tidak
berlangsung.
Berdasarkan
penjelasan
di
atas,
komunikasi proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna sama bagi kedua pihak. 63 Menurut Cutlip, seperti yang dikutip El Qorni, komunikasi adalah proses timbal balik (resiprokal) pertukaran sinyal untuk memberi informasi, membujuk atau memberi perintah, berdasarkan makna yang sama dan dikondisikan oleh konteks hubungan para komunikator dan konteks sosialnya”. 64 Menurut Terry seperti yang dikutip oleh Nasution, pada suatu manajemen ada lima jenis komunikasi, yaitu:65 a. Komunikasi formal, yaitu komunikasi yang dilakukan dalam jalur organisasi formal yang memiliki wewenang dan tanggung jawab, 63
Effendy, Human Relations…, hlm. 11. Kurnia El-Qorni http://manajemenkomunikasi.blogspot.com/ 65 Nasution, Manajemen Humas…, hlm. 19-20. 64
88
misalnya: instruksi dalam bentuk tertulis dan lisan sesuai dengan prosedur secara fungsional yang berlaku dari atas ke bawah atau sebaliknya. b. Komunikasi non formal, adalah komunikasi yang dilakukan di luar jalur formal secara fungsional, misalnya: hubungan pribadi dengan orang lain. c. Komunikasi informal, adalah komunikasi yang dilakukan karena terjadinya kontak hubungan antar manusia dominan yang terkait dengan aspek-aspek kejiwaan, sensitif, dan sentimental. Komunikasi informal ini banyak dipergunakan pihak bagian kepegawaian untuk mengetahui lebih mendalam mengenai aspek psikologi karyawan. d. Komunikasi teknis, adalah komunikasi yang bersifat teknis yang dapat dipahami oleh tenaga kerja tertentu,misalnya: komunikasi bidang pekerjaan teknik mesin industri, program komputerisasi, internet, dan sebagainya. e. Komunikasi prosedural, yaitu komunikasi yang lebih dekat dengan komunikasi formal, misalnya: pedoman teknis, peraturan lembaga pendidikan dan sebagainya. Komunikasi dalam manajemen menurut Onong dibagi menjadi dua yaitu:66 a. Komunikasi internal, yaitu komunikasi yang berada di dalam organisasi secara timbal balik. Komunikasi ini dibagi menjadi tiga
66
Effendy, Human Relations…, hlm. 22.
89
macam, yaitu; 1) Komunikasi vertikal, yaitu komunikasi dari bawahan ke pimpinan secara timbal balik; 2) Komunikasi horisontal, yaitu komunikasi secara mendatar antara karyawan dengan karyawan, guru/dosen/ustadz dengan guru/dosen/ustadz, dan siswa/santri dengan siswa/santri; 3) Komunikasi diagonal, yaitu komunikasi dalam organisasi antara orang yang berbeda kedudukannya. b. Komunikasi eksternal, yaitu komunikasi antara organisasi dengan publik di luar organisasi. Dalam hal ini dibagi menjadi dua jalur yang berlangsung secara timbal balik yaitu komunikasi dari organisasi ke khalayak luar atau dari khalayak luar ke organisasi. Komunikasi harus mendapat perhatian semaksimal mungkin. Akibat manajemen komunikasi yang baik ini, diharapkan bukan hanya berfungsi menghindari salah faham, ketersinggungan bahkan permusuhan, melainkan bisa mengharmoniskan pergaulan sosial maupun hubungan kerja sehingga kondusif memajukan lembaga pendidikan Islam. Harmonisasi ini menjadi salah satu pilar kekompakan dalam menjalankan roda organisasi apa saja, termasuk juga organisasi pendidikan Islam. Untuk itu, komunikasi ini harus senantiasa dikelola dengan baik setidaknya
untuk
menghindari
kegagalannya.
Jalaluddin
Rakhmat
menuturkan, “Para pakar komunikasi sepakat dengan para psikolog bahwa kegagalan komunikasi berakibat fatal baik secara individual atau sosial.” 67 Hubungan persahabatan bisa berbalik menjadi permusuhan, dan ini 67
Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual Refleksi Sosial Seorang Cendekiawan Muslim, (Bandung: Mizan, 1991), hlm. 76
90
menjadi makin fatal lagi, jika salah satu pihak tidak menyadari kesalahannya, sehingga tidak ada upaya untuk melakukan pendekatanpendekatan yang mengarah pada rekonsiliasi (ishlâh). Al-Syaukani dalam kitab tafsirnya, Fath al-Qâdir, mengartikan albayân sebagai kemampuan berkomunikasi.” 68 Selain al-bayân, kata kunci untuk komunikasi yang banyak disebut dalam al-Qur'an adalah al-qawl.69 Al-bayân maupun al-qawl, keduanya mengarah kepada komunikasi. Melalui keduanya itu, terutama al-qawl terdapat cara atau etika berkomunikasi yang bermacam-macam bentuknya. Sedemikian pentingnya komunikasi, sehingga al-Qur‟an diturunkan juga mempunyai fungsi untuk mengkomunikasikan perintah dan kehendak Allah kepada manusia atau makhluk-Nya, terlebih lagi dalam menjalin relasi dengan masyarakat atau publik. Seorang manajer yang melakukan public relations hendaknya menguasai cara-cara berkomunikasi yang baik dengan siapapun, dengan memperhatikan situasi dan kondisi yang terjadi pada waktu itu, atau dalam bahasa ilmu balaghah dinamakan muqtadha alhâl atau muqtadha al-maqâm. 2. Unsur-unsur komunikasi Dalam komunikasi pastilah terdapat unsur-unsur baku atau pokok. Unsur-unsur komunikasi dijelaskan sebagai berikut:70
68
Al-Syaukani, Fath al-Qadir, juz 7, (Mauqi‟u al-Islam: Dalam Al-Maktabah Al-Syamilah, 2005), hlm. 100 69 Rakhmat, Islam Aktual..., hlm. 77 70 Effendy,Human Relations…, hlm. 15-17.
91
a. Pengirim. Pengirim atau disebut juga komunikator adalah orang yang menyampaikan pikirannya atau perasaannya kepada orang lain. Komunikator dapat bertindak secara individu maupun kelompok. b. Pesan. Pesan yang dalam bahasa Inggris disebut message adalah lambang yang membawakan pikiran atau perasaan komunikator. c. Saluran, adalah sarana untuk menyalurkan pesan-pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. d. Penerima. Penerima juga disebut komunikan yaitu seseorang atau sejumlah orang yang menjadi sasaran komunikator ketika ia menyampaikan pesannya. e. Konteks hubungan. Konteks hubungan adalah bagaimana, untuk apa, dan dalam situasi apa komunikasi berlangsung. f. Lingkungan sosial. Lingkungan sosial adalah lingkungan dimana proses komunikasi itu berlangsung. Menurut Shanon-Weaver, sebagaimana yang dikutip Morissan, komunikasi terdiri dari: 1) sumber komunikasi; 2) pesan atau sinyal; 3) saluran dan; penerima atau tujuan.71 Sedangkan menurut Schramm komunikasi tidaklah sesederhana sebagaimana yang dikemukakan model komunikasi Shannon dan Weaver. Konsep komunikasi membutuhkan proses komunikasi dua arah (two-way-process) di mana pengirim dan penerima pesan berkomunikasi dalam konteks kerangka acuan (frame of reference), hubungan dan situasi sosial mereka masing-masing. Dengan
71
Morissan, Manajemen Public Relations..., hlm. 42
92
demikian, komunikasi adalah proses timbal balik pertukaran tanda untuk memberitahukan, memerintahkan atau membujuk berdasarkan makna dan kondisi bersama melalui hubungan komunikator dan konteks sosial.72 Hal ini sebagaimana pada gambar berikut:
Konteks Hub Kerangka acuan A
Enkoder Komunikator A Dekoder
[
Kerangka Acuan B
Pesan A
Dekoder Komunikator B Enkoder
Pesan B
Gb. 2.2. Model Komunikasi 2 arah model Schramm73
3. Proses pemberian informasi Dalam menyampaikan informasi harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:74 a. Menarik perhatian terhadap komunikasi b. Mendapatkan penerimaan pesan c. Mengusakan agar pesan ditafsirkan sebagaimana diharapkan d. Menyimpan pesan untuk penggunaan selanjutnya Seseorang dalam melakukan komunikasi, ada yang membosankan dan ada yang menyenangkan. Hal tersebut dikarenakan adanya keterlibatan faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi daya tarik komunikasi itu, yaitu: (1) Pribadi komunikan. Pada aspek pribadi ini ada 72
Ibid., hlm. 42-43 Cutlip & Center, Effective…, hlm. 200. Lihat pula Morissan, Manajemen …, hlm. 42-43 74 Kurnia El-Qorni http://manajemenkomunikasi.blogspot.com/ 73
93
beberapa prinsip yang perlu diperhatikan: Pribadi harus dipandang secara kesatuan yang utuh, pribadi itu dinamis, setiap pribadi mempunyai nilai sendiri, setiap pribadi itu unik, dan pribadi itu sukar dinilai; (2) Arti kata atau kalimat. Setiap orang mengartikan kata sesuai dengan pengalaman hidupnya. Maka dalam berkomunikasi, kata-kata kunci harus dijelaskan secara rinci dengan contohnya; (3) Konsep diri. Ketepatan memahami konsep diri ini sangat membantu efektivitas kamunikasi; (4) Empati. Hal ini perlu diperoleh dari orang lain sehingga komunikasi bisa efektif karena ada kesamaan sudut pandang antara komunikator dengan komunikan; dan (5) Umpan balik. Komunikator dalam berkomunikasi perlu mendapatkan umpan balik dari komunikan karena akan mengetahui kemungkinan terjadinya kesalahan/perbedaan tafsir.75 Di samping itu, ada delapan prinsip yang perlu dilakukan agar komunikasi bisa dikerjakan dengan efektif, yaitu: (1) Berfikir dan berbicaralah dengan jelas; (2) Ada sesuatu yang penting; (3) Ada tujuan yang jelas; (4) Penguasaan terhadap masalah; (5) Pemahaman proses komunikasi dan menerapkannya dengan konsisten; (6) Mendapatkan empati dari komunikan; (7) Selalu menjaga kontak mata, suara yang tidak terlalu keras atau lemah, dan menghindari ucapan pengganggu; dan (8) Komunikasi harus direncanakan (apa pesan yang ingin dikomunikasikan, siapa komunikan yang dituju, buatlah skenario yang jelas, dan hendaknya mempersiapkan diri agar menguasai masalah).76 75 76
Qomar, Manajemen Pendidikan..., hlm. 235 Ibid.
94
Delapan prinsip tersebut ada yang terkait dengan komunikator, komunikan dan komunikasi itu sendiri. Ketika delapan prinsip itu dipenuhi maka komunikasi akan berjalan secara efektif yaitu mampu merubah perilaku komunikan sesuai dengan yang diharapkan komunikator. Perubahan perilaku komunikan ini menjadi target dari suatu komunikasi karena perubahan itu menjadi harapan bagi komunikator. Keampuhan komunikasi itu ditentukan oleh perubahan perilaku tersebut, yang berarti komunikan mengikuti apa yang disampaikan komunikator. Semakin komunikan cepat berubah mengikuti keinginan komunikator berarti komunikasi yang disampaikan semakin efektif. Di samping itu, komunikasi akan bisa tersampaikan dengan baik atau efektif apabila dilakukan dari dalam lubuk hati yang dalam. Menurut Jamal Madhi, keahlian berkomunikasi itu meliputi tujuh sikap yakni cekatan (mubâdarah), kecepatan (sur‟ah), ketekunan (mutsâbarah),
fleksibilitas
(murunah),
penguasaan
(saitharah),
kemampuan untuk memperhatikan (ishgha‟), dan meminimalkan tenaga.77 Seorang manajer yang melakukan public relations harus menguasai itu semua, agar komunikasi yang dilakukan dapat efektif dan mampu merubah perilaku komunikan.
77
Madhi, Menjadi Pemimpin..., hlm. 104-105
95
4. Efek komunikasi Komunikasi yang dilakukan oleh seseorang tentulah mempunyai efek tertentu bagi lingkungan sekitarnya, maupun bagi yang lainnya. Efek tersebut dapat berupa efek yang tampak secara langsung, maupun yang tidak tampak secara langsung, baik efek negatif maupun efek positif. Menurut El Qorni ada beberapa efek yang ditimbulkan dalam komunikasi, seperti yang dijelaskan sebagai berikut:78 a. Menciptakan persepsi tentang dunia di sekitar kita Persepsi dunia kita berhubungan dengan dunia luar dan gambaran di sekeliling kita yang mendeskripsikan hubungan antara situasi (scene) tindakan (orang, tempat, tindakan dan seluruh fenomena yang mungkin ada), persepsi terhadap situasi tindakan dan respon berdasarkan persepsi. Jadi pada intinya seorang komunikator ingin mengsinkronkan antara persepsi tentang dunia yang ada dalam pikirannya dengan kenyataan atau fakta yang ada. Jika persepsi yang ada dalam pikiran tersebut tidak sinkron dengan kenyataan yang ada, maka komunikasi tidak akan berefek. b. Menentukan agenda Diambil dari ide Walter Lippman tentang dampak media yang menyangkut apa yang kita pikirkan tentang sesuatu (apa yang kita ketahui tentang sesuatu) dan apa yang kita pikirkan (opini dan perasaan kita) sehingga ada dua konsep dalam penentuan agenda
78
Kurnia El-Qorni http://manajemenkomunikasi.blogspot.com/
96
dalam public relations yaitu: a). Issue silence (keutamaan dan penetrasi isu terhadap audien atau seberapa baikkah isu itu beresonansi dengan masing-masing publik. b). Cognitive priming (pengalaman personal dan hubungan seseorang dengan isu). c. Penyebaran informasi dan inovasi Teori penyebaran informasi dan teori inovasi menyangkut ideide atau inovasi lebih mudah diadopsi oleh audiens apabila a) Lebih menguntungkan ketimbang situasi sekarang. b). Kompatibel dengan pengalaman sebelumnya dan spek situasi lainnya. c). Sederhana d). Mudah dicoba e). Mudah diamati melalui hasil yang kelihatan. d. Mendefinisikan dukungan sosial. Dukungan sosial sesuai dengan teori spiral keheningan (Spiral of Silence) yaitu orang akan merespon fiksi dan realitas dengan cara yang sama kuatnya dan dalam banyak kasus mereka membantu menciptakan fiksi yang kemudian mereka tanggapi. Teori ini menyatakan bahwa pendapat pribadi tergantung pada apa yang dipikirkan dan diharapkan orang lain. Individu cenderung menghindari pengucilan dengan melihat lingkungan sekitar, pandnagan mana yang dominan, yang akhirnya berani mengekspresikan atau sebaliknya, sehingga menyatakan pendapat sementara yang lain diam mengawali proses spiral keheningan yang memapankan suatu pendapat umum yang dominan.
97
5. Komunikasi Public Relations Seorang manajer yang membidangi public relations harus melakukan komunikasi untuk melakukan relasi dengan siapapun, baik stake holder maupun masyarakat luas. Sekolah atau pihak yang bertanggung jawab dalam hal public relations hendaknya harus lebih aktif dalam melakukan komunikasi dengan masyarakat. Hal tersebut dilakukan untuk mempertahankan citra yang baik yang ada dalam masyarakat. Jangan sampai dalam benak masyarakat terdapat kesan bahwa lembaga hanya selalu mengharapkan dukungan masyarakat untuk mempertahankan eksistensi lembaga tersebut.79 Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam komunikasi public relations, yaitu sebagai berikut:80 a. Mendapat perhatian dari publik sasaran b. Menstimulasi minat dalam isi pesan. c. membangun keinginan dan niat untuk bertindak berdasarkan pesan d. mengarahkan tindakan dari mereka yang berperilaku yang konsisten dengan pesan Keunikan yang ada dalam komunikasi public relations telah dikemukakan oleh Scott Cutlip, sebagaimana dikutip Morissan, bahwa perhatian anda merupakan objek persaingan sengit. Hal itu berarti beberapa pesan akan bisa menarik perhatian anda, namun lebih sedikit pesan yang mampu memberikan efek atau dampak. Maka dari itu, tugas pertama praktisi humas adalah mendapatkan perhatian dari khalayak 79
Nur Aedi dan Elin Rosalin, “Kerjasama Sekolah dan Masyarakat” dalam Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 282 80 Kurnia El-Qorni http://manajemenkomunikasi.blogspot.com/
98
sasaran; kedua, menarik minat (ketertarikan) khalayak terhadap isi pesan; ketiga, membangun suatu keinginan dan niat khalayak untuk bertindak sesuai dengan pesan; dan keempat, mengarahkan tindakan khalayak agar tetap sesuai dengan pesan yang disampaikan.81 Pada intinya dalam komunikasi public relations seorang praktisi harus pandai-pandai memanfaatkan situasi dan kondisi serta perhatian dan gaya bicara atau komunikasi yang dilakukannya, agar dapat menarik simpati dari masyarakat atau publik dengan maksimal. Proses komunikasi public relations dikatakan berhasil apabila masyarakat mempunyai kesadaran untuk memiliki suatu lembaga tersebut dan memeliharanya layaknya milik mereka sendiri, sehingga model komunikasi yang dibangun adalah komunikasi terbuka. Hal ini sebagaimana model komunikasi Cutlip sebagaimana gambar dibawah ini:
81
Morissan, Manajemen Public Relations..., hlm. 41
99
I
Struktur & Proses
Keadaan tujuan II
III
Variasi dlm Lingk
Ket. I : info +/- tentang keadaan tujuan II : Internal= mengubah /mempertahankan tujuan III : output eksternal=mengubah/mempertahankan variasi dlm lingk IV : masukan=energi persoalan dan info yg mempengaruhi keadaan tujuan
IV
Info: ttg hub dg public yg diinginkan vs yg diobservasi
Hub yg diinginkan dg public (tujuan&sasar an)
Struktur rencana & program organisasi Internal: pemeliharaan / definisi ulang hub yg diinginkan Output: eksternal=tindkan & komunikasi yg ditujukan pd publik
Pengetahuan, kecenderunga n & perilaku publik
Input: tindakan yg dilakukan oleh/info ttg publik
Gb. 2.3. Model Komunikasi Terbuka82 6. Publik dan Opini Ada beberapa pengertian tentang publik menurut beberapa tokoh seperti yang dikutip oleh El Qorni, yaitu:83 a. Menurut Jefkin, publik adalah kelompok atau orang-orang yang berkomunikasi dengan suatu oragnisasi, baik secara internal maupun eksternal.
82 83
Cutlip & Center, Effective…, hlm. 191 Kurnia El-Qorni http://manajemenkomunikasi.blogspot.com/
100
b. Menurut Dewey, publik diartikan sebagai unit sosial aktif yang terdiri dari semua pihak yang terlibat mengenali problem bersama yang akan mereka cari solusinya secara bersama-sama. c. Sedangkan Cutlip mengartikan opini publik sebagai sekumpulan pandangan individu terhadap isu yang sama yang berhubngan dengan arah opini, pengukuran intensitas, stabilitas, dukungan informasional dan dukungan sosial. d. Menurut Noelle-Neumann, sebagaimana dikutip Morissan, opini publik adalah sikap atau tingkah laku yang ditunjukkan seseorang kepada khalayak jika ia tidak ingin dirinya terisolasi; dalam hal isu kontroversial, opini publik adalah sikap yang ditunjukkan seseorang kepada khalayak tanpa harus membahayakan dirinya sendiri yaitu berupa pengucilan.84 Pandangan kedua tokoh ini tertuang dalam teori spiral keheningan. Namun masih ada satu teori lagi yang juga berperan membentuk opini publik, yaitu teori agenda setting. Pada kesempatan kali ini, penulis akan membahas hal tersebut satu per satu. 1) Teori spiral keheningan; teori ini menyatakan bahwa pendapat pribadi sangat tergantung pada apa yang dipikirkan atau diharapkan oleh orang lain. Individu pada umumnya berusaha untuk menghindari terjadi pengucilan atau isolasi karena ia sendirian mempertahankan sikap atau keyakinan tertentu. Orang akan mengamati lingkungannya terlebih dahulu guna mempelajari
84
Morissan, Manajemen Public Relations..., hlm. 72
101
pandangan-pandangan mana yang tidak dominan atau populer, sehingga kecenderungan seseorang untuk menyatakan pendapat dan orang lainnya menjadi diam akan mengawali suatu proses spiral yang meningkatkan kemapanan satu pendapat sebagai pendapat umum atau pendapat yang dominan. Gambaran proses spiral keheningan adalah sebagai berikut:
Pesan persuasif
Menentukan proses social culture kelompok
Membentuk/m engganti definisi perilaku yg disetujui secara sosial untuk anggota kelompok
Mencapai perubahan arah perilaku lahiriyah
Gb. 2.4. Proses Teori Spiral Keheningan85 2) Teori agenda setting, menurut teori yang dikeluarkan oleh Maxwell McCombs dan Donald Shaw, media massa memiliki kekuatan dalam hal apa saja yang perlu dipikirkan masyarakat. Teori ini menyatakan bahwa: Media may not tell us what to think, but media tell us what to think about.86 Dampak agenda setting dalam media adalah apa yang dipikirkan (kognisi) dan apa yang kita pikirkan (perasaan/kecenderungan), yang tertuang dalam hubungan segitiga public opinion versi Lippmann sebagai berikut:
85
Scott M. Cutlip & Allen Center, Effective Public Relations: Merancang dan Melaksanakan Kegiatan Kehumasan dengan sukses, (New Jersey: Prentice Hall, Inc, 2000), edisi Bahasa Indonesia, Jakarta: Indeks Kel Gramedia, 2005, hlm. 208-209. Lihat pula Melvin L. De Fleur & Sandra J. Ball Rokeach, Theories of Mass Communication, ed. 4, (New York: Longman, 1982), hlm. 225. Lihat pula Morisaan, Manajemen Public Relation: Strategi Menjadi Humas Profesional, (Jakarta: Kencana, 2008) ed. I, cet. I, h.72-73 86 Morisaan, Manajemen, hlm. 74
102
Persepsi tindakan Tempat kejadian Tindakan Tanggapan Berdasar Persepsi
Gambar 2.5. Hubungan
Segitiga Public Opinion dalam Agenda Setting 87
7. Tipe publik Empat tipe publik menurut Grunig & Repper dalam bukunya Strategic Management, Public and Issues, seperti dikutip El Qorni, yaitu: a. All issue publics, yaitu public yang bersikap aktif dalam berbagai isu. b. Apathetic publics, yaitu public yang tidak memperhatikan atau tidak aktif terhadap semua isu c. Single issue publics, yaitu public yang aktif pada satu atau sejumlah isu terbatas d. Hot issue publics, yaitu public yang baru aktif setelah semua media mengekspos hampir semua orang dan isu menjadi topik sosial yang diperbincangkan secara luas. Untuk menjaga image atau citra perguruan tinggi dibutuhkan profesionalisasi dalam public relations yang tidak dapat dipisahkan dari opini public atau pendapat umum. Terciptanya opini public didasarkan saling mempercayai adanya kesadaran akan kebutuhan bersama, tugas 87
Scott M. Cutlip & Allen Center, Effective, hlm. 206-207. Lihat pula Walter Lippmann, Triangle Public Opinion Theory, (New York: Harmurt Brace & Company, 1927), hlm. 16-17
103
public relations mengelola opini public agar kesan masyarakat terhadap lembaga pendidikan menjadi positif. Agar opini public terhadap lembaga pendidikan memiliki citra yang baik diperlukan langkah-langkah pengendalian opini public. Langkah-langkah tersebut meliputi: a. Menemukan masalah di dalam lembaga tersebut, seperti menemukan masalah dengan public interen (pimpinan, dosen, mahasiswa, dan karyawan),
menemukan
masalah
dengan
lingkungannya
dan
menemukan masalah dengan konsumen lembaga pendidikan. b. Menemukan opini yang berkembang, baik yang muncul secara kelompok maupun individual. c. Menganalisis opini dari segi lingkup, kompetisi, mutu, kadar, dan pemunculan. d. Membuat strategi, dalam hal ini kita menentukan arah opini yang akan kita bentuk. e. Setelah menentukan arahnya, maka dibuat program untuk mencari opini yang diinginkan. f. Dirumuskan pesan komunikasi yang tepat. Dengan strategi yang dirumuskan tersebut diharapkan komunikasi dalam rangka pengendalian opini publik dapat dilakukan dengan baik, sehingga komunikasi terbuka yang dijalankan bisa membangun citra lembaga pendidikan akan menjadi positif di kalangan publik.
104
D. Strategi Public Relations untuk Memperbaiki Citra Lembaga Pendidikan Karakteristik public relations di lembaga pendidikan sangat berbeda dengan public relations di perusahaan, instansi pemerintah, dan BUMN. Public relations lembaga pendidikan bukan produk yang bisa langsung dipasarkan, namun produk public relations di lembaga pendidikan adalah mendukung kegiatan pendidikan yang menghasilkan output yang berkualitas, hasil penelitian yang bisa diterapkan pada dunia usaha dan lainnya serta kegiatan-kegiatan lain dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat yang bisa membentuk citra positif lembaga lembaga pendidikan. Citra adalah sebuah pandangan mengenai suatu perusahaan atau instansi, yang bersifat penilaian obyektif masyarakat atas tindakan dan perilaku dan etika instansi tersebut yang berhubungan dengan eksistensinya dalam masyarakat. Citra merupakan kesan, perasaan, gambaran diri publik terhadap institusi, kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu obyek, orang atau organisasi.88 Dalam teori manajemen, pembangunan citra (image) merupakan salah satu bagian yang terpisahkan dari strategi marketing. Arthur W. Page dalam Sagara menjelaskan bahwa strategi pencitraan adalah sebuah upaya yang tidak datang tiba-tiba dan tidak bisa direkayasa.89 Citra akan datang dengan sendirinya dari upaya yang ditempuh sehingga komunikasi dan keterbukaan perusahaan atau institusi merupakan saah satu faktor utama untuk mendapatkan citra yang positif. Hal ini memerlukan waktu yang panjang dan 88
Soemirat dan Ardianto, Dasar-Dasar …, hlm. 112. Arthur W. Page, All Bussiness in a Democratic Country Begins with Public Permission an Exist by Public Approavala, dalam Edo Sagara, Journal, 1999 89
105
selalu belajar dari pengalaman-pengalaman dalam melayani pengguna produk atau jasa. Hal ini sebagaimana pernyataan Michell yang menegaskan bahwa esensi pencitraan bagi institusi adalah dalam rangka repositioning dan merebut pangsa pasar (public).90 Image adalah istilah kontroversi dalam public relations. Image berhubungan dengan komunikasi yang menyiratkan ke publik mengenai organisasi tertentu yang berkaitan dengan hal yang abstrak. Image berhubungan dengan simbol, persepsi, tingkah laku yang dibentuk oleh organisasi untuk disampaikan ke publik. Image mempengaruhi reputasi positif suatu organisasi. Keberhasilan suatu universitas tergantung pada image yang dibangun.91 Aset terpenting dalam Perguruan Tinggi adalah image. Image didefinisikan dengan skore tes ujian masuk mahasiswa, kualitas fakultas, kebutuhan mahasiswa, perpustakaan yang menunjang, seleksi administrasi, beasiswa dan block grant, pemenuhan alumni, fasilitas mutu, besarnya anggaran, reputasi inovasi, dan kualitas kepemimpinan.92 Demikian juga lembaga pendidikan Islam yang lain, image akan terbentuk dengan sendirinya apabila lembaga pendidikan tersebut memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat.
90
Strategi pengembangan lembaga membutuhkan kiat yang disebut dengan riset pemasaran. Riset pemasaran adalah suatu riset yang ditujukan untuk mengumpulkan data yang akan digunkaan oleh pimpinan untuk merumuskan kebijakan pemasaran dan rencana usaha. Converse Hugey and Michell, 1958 dalam Jhonatan E., Branding dalam Teori Marketing, (Jakarta: tp, 2009) 91 Kazoleas, D., Kim, Y., & Moffit, Institutional Image: a Case Study, (Corporate Communications: An International Journal, 2001) 6 (24), hlm. 205-206 92 Theus, K.T.. Academic reputations: the process of formation and decay. Public Relations Review, 19 (3) (1993), 277-91.
106
Sedangkan menurut R. Abratt,93 citra dalam konteks strategi lembaga adalah terkait dengan proses corporate image management. Citra dalam benak khalayak adalah akumulasi pesan yang terekam di alam pikiran mereka. Citra terbentuk tidak hanya karena pengalaman menggunakan produk, tetapi juga karena interaksi dengan pihak institusi. Citra idealnya mencerminkan wajah dan budaya institusi sejalan dengan strategi institusi, jelas dan konsisten. Citra sebagaimana pendapat Kotler dalam Sanaky, berarti kepercayaan, ide, dan impresi seseorang terhadap sesuatu.94 Sedangkan menurut Buchari,95 citra merupakan kesan, impresi, perasaan atau persepsi yang ada pada publik mengenai perusahaan atau insitusi suatu obyek, orang atau lembaga. Citra merupakan gambaran yang ada dalam benak publik baik itu publik internal maupun eksternal tentang lembaga. Berdasar riset yang bisa dipertanggungjawabkan, beberapa lembaga telah berhasil menciptakan image sehingga bisa masuk segmen pasar (publik) secara militan. Hal tersebut dikarenakan terdapat beberapa indikator yang oleh Faradilah disebut sebagai tiga langkah strategis membangun image, 96 yaitu: Branding, Position and Differensiasi. Pertama, Brand atau merek merupakan bagian terpenting dari institusi, karena merek akan memberikan image kepada lembaga. Sebuah merek akan memiliki potensi jika memperhatikan: a) A quality product, kualitas adalah 93
Dadang Shugiana, Strategi Pemasaran Merek Corporate (Pencitraan Produk), (Bandung: Resensi, 2007) 94 Sanaky, Peran Public Relations dalam Kompetisi Dunia Usaha, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2006) 95 Alma Buchari, Manajemen Pemasaran danPemasaran Jasa, (Bandung: Alfabeta, 1992), hlm. 32 96 Faradilah R, Penerapan Marketing untuk Meningkatkan Prestasi Sekolah, (Jakarta: UI Press, 2005)
107
nomor satu yang diinginkan konsumen, karena kepuasan konsumen digunakan untuk mengukur nilai-nilai merek (brand values); b) Being first, adalah menjadi pertama dalam pasar bukan dalam teknologi; c) Unique positioning concept, adalah merek harus memiliki konsep yang unik, yang membedakan dengan kompetitornya; d) Strong communications program berarti merek yang sukses harus disertai dengan penjualan yang efektif, pengiklanan, kampanye, promosi yang akan mengkomunikasikan fungsi dari brand itu dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya; e) Time and Consistency, maksudnya merek tidak diangun dalam waktu yang cepat, namun membutuhkan waktu untuk membangun merek tersebut dan nilai-nilai yang ada di dalamnya. Dalam memelihara nilai-nilai dalam merek tersebut membutuhkan waktu yang berkesinambungan dan dihubungkan dengan perubahan lingkungan. Kedua, position, merupakan penempatan lembaga pada posisi yang benar, pada level segmentasi. Agar lebih fokus, maka pihak lembaga harus mampu membidik segmentasi tertentu sesuai dengan tujuan yang telah ditargetkan. Hal ini akan mempermudah mengukur kemampuan internal serta memperlihatkan tujuan dan arah dari lembaga itu sendiri di hadapan masyarakat. Ketiga, differensiasi, adalah sisi keunggulan yang dimiliki oleh pihak lembaga yang tidak dimiliki oleh lembaga lain. Dengan keunggulan ini akan mempermudah memberikan keterangan dan identitas pada khalayak atau dengan kata lain meletakkan posisi lembaga di masyarakat.
108
Pada dasarnya industri jasa kependidikan menghasilkan dua kategori, yaitu produk sepenuhnya yaitu jasa/pelayanan kependidikan dan produk parsial adalah lulusan. Produk-produk pendidikan sekolah terdiri dari jasa: kurikuler,
penelitian,
pengembangan
kehidupan
bermasyarakat,
ekstrakurikuler dan administrasi. Kelima produk inilah yang merupakan wilayah kendali penuh sekolah dan merupakan tolok ukur pelayanan sekolah oleh komponen pendidikan lainnya. 97 Citra dibentuk dari identitas organisasi atau korporasi (corporate identity). Oleh karena itu identitas adalah manifestasi visual dari citranya yang disampaikan melalui logo, produk, layanan, bangunan, alat tulis, seragam, dan benda-benda lain yang tampak (tangible), yang dibuat oleh organisasi untuk berkomunikasi dengan khalayaknya. Selanjutnya khalayak akan mempersepsi citra sebuah organisasi berdasarkan pada pesan yang dikirimkan
organisasi
dalam
bentuk
identitas
organisasi
yang
terlihat tersebut. Citra merupakan daya magnet bagi sebuah produk. Image positif terhadap sesuatu akan muncul jika publik percaya (trust) dan selanjutnya yakin bahwa suatu produk bisa memenuhi tuntutan emosional mereka, karena trust dalam ilmu sosial merupakan social capital yang paling dominan dalam mempengaruhi perilaku masyarakat.
97
Daulat HLM. Tampubolon,. Pendidikan Bermutu untuk Semua. Makalah Seminar Meningkakan Mutu Pendidikan Indonesia, 12 Mei 2005, Jakarta: IBII, 2005
109
Cutlip menyatakan bahwa terdapat beberpa cara membentuk citra positif bagi organisasi atau lembaga, antara lain yaitu 98: 1) Menciptakan public understanding. Pengertian public understanding berarti persetujuan atau penerimaan, dan persetujuan belum berarti penerimaan; 2) Menciptakan public confidence; 3) Menciptakan public support; 4) Menciptakan public corporate; adalah adanya kerjasama dari publik terhadap organisasi atau lembaga. Sasaran pencitraan adalah bagaimana tercipta opini publik dalam kaitannya dengan keberadaan sebuah lembaga yang melayani atau memperjelas lembaga tersebut yang tergabung dalam istilah public relations atau humas. Mereka menjadi penghubung antara lembaga dan khalayak, dengan harapan penjelasan pesan-pesan dari public relations atau humas akan mampu mengubah citra publik terhadap institusi atau perusahaan melalui media massa. Upaya untuk memperkenalkan diri kepada khalayak untuk memperoleh pengikut bukanlah persoalan yang mudah, sebab dewasa ini orang menyamakan dirinya dengan orang lain atau pihak lain tidak sematamata mengikuti aspek kebutuhan nyata tetapi lebih pada rasa kebutuhan itu sendiri. Tugas penting dari lembaga adalah merumuskan nilai penting yang bisa mendekatkan produk dan institusinya kepada segmen penghubung antara lembaga dengan khalayak. Salah satu hal penting yang harus diperhitungkan dalam membangun citra adalah unsur budaya. Dengan demikian, pencitraan bagi lembaga sangat penting karena sangat dibutuhkan untuk memberikan nilai positif. 98
Scott M. Coultip, Allen HLM. Center & Gleen M. Broom, Effective Public Relations, Alih bahasa Tri Wibowo, (Jakarta: Prenada Media, 2006)
110
Ada hubungan sinergis antara kepercayaan, pendekatan manajer, dan respon masyarakat. Apabila kepercayaan tinggi, pendekatan aktif, maka menghasilkan respon yang positif; Bila kepercayaan tinggi, pendekatan sedang, maka respon cukup positif; Bila kepercayaan tinggi, pendekatan pasif, maka respon agak positif; Bila kepercayaan sedang, pendekatan aktif maka respon masyarakat ada peningkatan; Bila kepercayaan sedang, pendekatan sedang, maka respon masyarakat pasif; Bila kepercayaan sedang, pendekatan pasif, maka respon masyarakat agak negatif. Bila kepercayaan rendah, pendekatan aktif, maka respon ada sedikit peningkatan; Bila kepercayaan rendah, pendekatan sedang, maka responnya negatif; dan bila kepercayaan rendah, pendekatan pasif, maka respon masyarakat pasti negatif sekali. Penjelasan hubungan sinergisme sebagaimana tabel berikut: Tabel 2.1 Hubungan sinergis antara kepercayaan, pendekatan manajer, dan respon masyarakat99 Trustment Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah
Approach Aktif Sedang Pasif Aktif Sedang Pasif Aktif Sedang Pasif
Respon Positif Cukup positif Agak positif Ada peningkatan Pasif Agak negatif Sedikit peningkatan Negatif Negatif sekali
a. Pemasaran produk dan jasa termasuk sekolah terkait dengan konsep: permintaan, produk (jasa dan lulusan). Jasa: kurikuler, penelitian, pengembangan 99
kehidupan
bermasyarakat,
Mujamil Qomar, Manajemen…, hlm. 190
ekstrakurikuler
dan
111
administrasi, nilai dan kepuasan pelanggan. Langkah-langkah mengelola pemasaran sekolah adalah:
a) Identifikasi pasar, b) Segmentasi
pasar/positioning, c) Diferensiasi produk, d) Komunikasi pemasaran.100 Sedangkan salah satu cara untuk membangun citra lembaga pendidikan yaitu dengan cara mengelola hubungan yang baik dengan stakeholders, sehingga melalui hubungan yang baik dan strategis itu dapat mencapai hubungan yang baik dan strategis itu dapat mencapai tujuan lembaga pendidikan secara realistis. Dari asumsi dan uraian tersebut, pencapaian fungsi public relations di lembaga pendidikan harus mampu mengidentifikasi dan memetakan sasaran dan stakeholders pendidikan yang meliputi: santri, guru/ustadz, staf administrasi, alumni, masyarakat, pemerintah, media pers, dan orang tua/wali santri. Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut: 1. Santri/siswa Siswa/santri merupakan publik internal yang penting bagi lembaga sekolah dan juga public relations. Opini dan sikap santri merupakan faktor kuat yang dapat meningkatkan persepsi publik terhadap lembaga pendidikan Islam. 2. Staf administrasi . Staf administrasi merupakan publik internal pesantren yang menangani manajemen dan administrasi pesantren, sehingga hubungan baik juga harus dijalin. 3. Dewan Asaˆtidz. 100
Philip Kotler, Marketing Management, 10th edition, (Upper Saddle River:Prentice Hall, Inc, 2000).
112
Dewan asaˆtidz merupakan publik internal yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Maka hubungan dengan dewan asâtidz juga harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Karena image suatu lembaga pendidikan Islam terutama pesantren juga dipengaruhi oleh gerak-gerik dewan asaˆtidz. 4. Alumni Alumni merupakan output dari proses pendidikan, dalam hal ini kontribusi merupakan dukungan yang sangat besar bagi sekolah maupun lembaga pendidikan yang lain. Misalnya alumninya ada yang sudah menjadi profesor atau kiai, maka citra lembaga pendidikan tersebut juga akan menanjak di kalangan masyarakat umum. 5. Hubungan dengan masyarakat dan lingkungan bisnis Hubungan ini harus dibangun dengan baik untuk membangun citra positif. Masyarakat diharapkan dapat berpartisipasi dalam program pendidikan yang dicanangkan oleh suatu lembaga pendidikan. Di samping itu, lembaga pendidikan juga menyediakan diri sebagai agen pembaru atau mercu penerang bagi masyarakat,101 maka dalam hal ini lembaga pendidikan atau sekolah selain sebagai layanan terhadap masyarakat yang berupa pendidikan dan pengajaran juga sebagai agen pembaru, karena banyak hal baru bagi masyarakat yang bersumber dari lembaga pendidikan
101
Pidarta, Manajemen Pendidikan..., hlm. 181
113
6. Pemerintah Sebagai negosiator, public relations harus mampu memonitor dan melaporkan perkembangan kebijakan dan segala informasi dari kedua belah pihak. Maka dari itu, seorang public relations yang mempunyai jaringan dan relasi yang cukup kuat dalam sistem pemerintahan agar mengetahui perkembangan kebijakan yang muncul untuk disosialisasikan. 7. Media Massa Lembaga pendidikan Islam harus membangun hubungan baik dengan surat kabar, majalah, radio, dan televisi. Hal ini disebabkan karena media massa sebagai sumber berita yang menyorot pesantren tersebut. 8. Orang Tua/wali santri Orang tua/wali santri sebagai donator dan penyandang dana bagi suatu lembaga pendidikan, terlebih lagi pesantren dalam meningkatkan sarana dan prasarana. Tanpa adanya dorongan dari wali santri atau orang tua murid, maka lembaga pendidikan akan merasa sulit untuk mengembangkan pendidikan yang dikelolanya. Di atas telah disebutkan berbagai strategi yang dikemukakan oleh Mujamil untuk membina hubungan yang baik dengan masyarakat. Dalam kesempatan ini penulis mengutip pendapat El Qorni, bahwa agar lebih mudah untuk membangun citra lembaga pendidikan, menurut El Qorni ada beberapa strategi yang harus ada dalam public relations, yaitu:102
102
Ahmad Kurnia El-Qorni, http://manajemenkomunikasi.blogspot.com/2008/01/tujuandan-fungsi-public-relations.html
114
1. Strategi persuasive a. Informasi atau pesan yang disampaikan harus berdasarkan pada kebutuhan atau kepentingan khalayak sebagai sasarannya. b. Public relations
sebagai komunikator dan sekaligus mediator
berupaya membentuk sikap dan pendapat yang poistif dari masyarakat melalui rangsangan atau stimulasi. c. Mendorong
publik
untuk
berperan
serta
dalam
aktifitas
perusahaan/organisasi agar tercipta perubahan sikap dan penilaian d. Perubahan sikap dan penilaian dari publik dapat terjadi maka pembinaan dan pengembangan terus-menerus dilakukan agar peran serta tersebut terpelihara dengan baik. 2. Strategi melalui kontribusi pada tujuan dan misi perusahaan atau lembaga pendidikan: a. Menyampaikan fakta dan opini yang ada di dalam maupun diluar perusahaan atau lembaga pendidikan. b. Menelusuri dokumen resmi perusahaan atau lembaga pendidikan dan mempelajari perubahan yang terjadi secara historis c. Melakukan analisa SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunities, Threats) Menurut James E. Grunig dan Fred Repper, dalam Kasali, seperti yang dikutip oleh Soemirat dan Ardianto, mengemukakan model strategic manajement dalam kegiatan public relations melalui tujuh tahapan, dimana tiga tahapan pertama mempunyai cakupan luas sehingga lebih
115
bersifat analisis. Empat langkah selanjutnya merupakan penjabaran dari tiga tahap pertama yang diterapkan pada unsur yang berbeda-beda, yakni:103 1. Tahap stakeholder Yaitu
sebuah
organisasi
mempunyai
hubungan
dengan
publiknya bilamana perilaku organisasi tersebut mempunyai pengaruh terhadap stakeholdernya atau sebaliknya. public relations harus melakukan survey untuk terus membaca perkembangan lingkungannya, dan membaca perilaku organisasinya serta menganalisis konsekuansi yang akan timbul. Komunikasi yang dilakukan secara kontinyu dengan stakeholders ini membantu organisasi untuk tetap stabil. 2. Tahap Publik Publik terbentuk ketika organisasi menyadari adanya problem tertentu. Publik selalu eksis bilamana ada problem yang mempunyai potensi akibat (konsekuensi) terhadap mereka. Publik bukanlah suatu kumpulan massa umum biasa, mereka sangat efektif dan spesifik terhadap suatu kepentingan tertentu dan problem tertentu. Oleh karena itu public relations perlu terus-menerus mengidentifikasi publik yang muncul terhadap berbagai problem. 3. Tahap Isu Publik muncul sebagai konsekuansi dari adanya problem yang selalu mengorganisasi dan menciptakan isu. Isu di sini dimaksudkan
103
Sormirat dan Elvinaro, Dasar-Dasar…, hlm. 94-95.
116
bukan berarti kabar burung atau kabar tak resmi yang berkonotasi negatif, melainkan suatu tema yang dipersoalkan. Mulanya pokok persoalan demikian luas dan mempunyai banyak pokok, tetapi kemudian akan terjadi kristalisasi sehingga pokoknya menjadi lebih jelas karena pihak-pihak yang terkait saling melakukan diskusi. Public relations mengantisipasi dan responsif terhadap isu-isu tersebut. Langkah ini dalam manajemen dikenal dengan Issues Manajement. Pada tahap ini media memegang peranan yang sangat penting karena media akan mengangkat suatu pokok persoalan kepada masyarakat dan masyarakat akan menanggapinya. Media mempunyai peranan yang sangat besar dalam perluasan isu dan bahkan membelokkannya
sesuai
dengan
persepsinya.
Media104
dapat
melunakkan sikap publik atau sebaliknya meningkatkan perhatian publik, khususnya bagi hot-issue, yakni yang menyangkut kepentingan publik lebih luas. Kegiatan public relations dalam konteks manajemen strategis, bisa berupa sosialisasi secara cermat dan hati-hati kepada lingkungan internal organisasi, dan secara fungsional menjadi bagian yang menjalankan strategi pada tingkat divisi/bagian yang menjalankan strategi organisasi secara keseluruhan.105 Public relations selain sebagai salah satu unit dalam organisasi menjalankan strategi dan mendukung strategi organisasi pada tingkat 104
Media ini bisa berupa media massa dan media mismassa. Yosal Iriantara, Manajemen Strategis Public Relations, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 73. 105
117
operasional/fungsional. Semua proses manajemen strategis itu, ketika masih dalam bentuk konsep, dinamakan perencanaan strategis. Tahapantahapan dalam perencanaan strategis ini bisa dilihat pada bagian di bawah ini, yang dibuat oleh Robson, seperti yang dikutip oleh Iriantara.
Gambar: 2.6 Model Perencanaan Strategis106
Menurut Simandjuntak,dkk, perencanaan strategis selalu dimulai dengan penentuan misi organisasi, dimana misi adalah suatu tujuan jangka panjang ke mana organisasi akan mengarah. Proses pembuatan rencana strategik biasanya dimulai dengan melakukan apa yang dikenal dengan 106
Ibid., hlm. 74
118
nama mereview keberadaan organisasi. Dalam tahap ini apa yang telah dilakukan oleh organisasi selama ini akan dianalisis apakah sudah baik atau masih ada kelemahan. Kesemua itu akan dicatat dan dikelompokkan menjadi bagian-bagian yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana kedepan.107 Adapun Citra yang berkaitan dengan lembaga pendidikan Islam (pesantren) akan terbangun dari image dan trustment dari khalayak melalui interaksi108 timbal balik antara khalayak dengan lembaga/institusi. Hal ini sebagaimana diungkap oleh kotler dan Sanaky yang menyatakan bahwa citra adalah kepercayaan, ide, dan impresi seseorang terhadap sesuatu.109 Sedangkan konsep dasar untuk membangun/pembentukan citra menurut Rosady Ruslan adalah sebagai diagram berikut dibawah ini:
Faktor Penentu Latar belakang budaya Pengalaman masa lalu Nilai-nilai yg dianut Berita yg bercabang
I
Perse psi
SIKAP
Opini
Konse nsus
CITRA Opini Public
Afektif Behavior Cognitif
Gambar: 2.7 Proses Image Bulding110
107
Simanjuntak,dkk, Public Relations …, hlm. 81. Dadang Shugiana, Strategi Pemasaran Merek Corporate (Pencitraan Produk), (Bandung: Resensi, 2007) 109 Sanaky, Peran Public Relations dalam Kompetisi Dunia Usaha, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2006) 110 Nasution, Manajemen Humas..., hlm. 25. 108
119
Sehubungan dengan konsep membangun citra tersebut di atas, implementasi pembangunan citra di pondok pesantren tidak terlepas dari opini publik yang dibangun dan juga sikap out put yang terbentuk dari pondok pesantren tersebut. Namun demikian sikap dan kharisma seorang kiai tetap menjadi mercusuar pondok pesantren dalam menjalin komunikasi dan berinteraksi guna mencari dukungan positif dari khalayak. Pembangunan citra pondok pesantren bisa diukur dari seberapa besar pendidikan pondok pesantren mampu memainkan peran pemberdayaan (enpowerment) dan mampu mentransformasikan nilai-nilai social society secara efektif dalam masyarakat.111 Latar belakang budaya dan nilai sebagai faktor penentu dari pesantren berupa nilai-nilai (values) religius, keyakinan (values), budaya (culture) dan norma perilaku yang dianggap bersifat tradisional oleh khalayak menjadi suatu hal yang memiliki nilai keunikan dan interest publik tersendiri dan harus tetap dipertahankan karena justru faktor penentu inilah yang menjadikan pesantren bisa diterima oleh masyarakat dengan memberikan label/citra positif. Faktor penentu tersebut merupakan landasan bagi perubahan dalam hidup pribadi atau kelompok,112 yang mana jika faktor-faktor penentu tersebut dihilangkan justru gaung pesantren akan redup.
111
Marzuki Wahid, Pondok Pesantren dan Penguatan Civil Society, (Aula no. 2 tahun XXII, Pebruari, 2000), hlm. 76 112 Stephen HLM. Robbins, Organizational Behavior, Mexico: Prentice Hall, 2003), hlm. 81
120
E. Model Public Relations Model dapat dipahami sebagai suatu tipe atau desain, suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat langsung diamati. Model juga dipahami sebagai suatu sistem asumsi-asumsi, data-data dan inferensi-inferensi yang dipergunakan untuk menggambarkan secara sistematis suatu objek atau peristiwa, 113 sehingga model public relations merupakan suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner, terjemahan realitas dari sistem kerja public relations yang disederhanakan. Menurut James Grunnig dan Todd Hunt, terdapat empat model public relations, yaitu: 1) Press agentry/publicity model, 2) Public information model, 3) two way asymmetric model, dan 4) two way symmetric model.114 Adapun penjelasan dari keempat model tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, Press agentry/publicity model adalah sebuah model dimana informasi bergerak satu arah, dari organisasi menuju publik. Model ini adalah bentuk paling tua dari public relations dan model ini bermakna sama dengan promosi dan publisitas. Praktisi public relations yang mempraktikkan model ini selalu mencari kesempatan agar nama baik organisasi mereka muncul di media. Mereka tidak banyak melakukan riset tentang publiknya. Termasuk dalam praktik model ini adalah taktik propaganda seperti penggunaan nama
113
Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 152 James E. Grunig and Todd Hunt, Managing PublicRelations, (Belmont, CA: Thompson Wadworth, 1984), hlm. 22. Lihat pula Alison Theaker, The Public Relations Handbook, (London and New York: Routledge Taylor & Francis Group, 2004), hlm. 11-14, dan Theodore J. 114
Kowalski, Public Relations in School, (New Jersey: Pearson, Merrill Prentice), 2004), hlm. 9.
121
selebriti dan perangkat yang bisa memancing perhatian orang; pemberian hadiah gratis, parade, dan grand opening. Walaupun press agentry ini dianggap etis, namun juga dianggap sebagai sesuatu yang tidak etis. Semakin keras mereka bersuara, semakin banyak perhatian yang akan mereka peroleh, terlepas mereka salah atau benar sehingga akan semakin baik dalam melakukan pekerjaan mereka. Kedua, Public Information Model. Model ini berbeda dengan press agentry, karena tujuan utamanya adalah untuk memberi tahu publik dan bukan untuk promosi dan publisitas, namun alur komunikasinya masih tetap satu arah. Sekarang model ini mewakili praktik public relations di pemerintahan, lembaga pendidikan, organisasi nirlaba, dan bahkan di beberapa korporasi. Para praktisi public relations yang bekerja dengan model seperti ini sedikit sekali melakukan riset terhadap audiensi mereka dalam rangka menguji kejelasan pesan yang mereka sampaikan. Mereka adalah “jurnalis-di-rumah” yang menghargai akurasi, tetapi memutuskan sendiri [tanpa riset] tentang informasi apa yang paling baik dikomunikasikan kepada publik mereka. Ketiga, Model Two-way Asymmetric Model. Model ini memandang bahwa
public relations
sebagai
kerja
persuasi
ilmiah. Model
ini
menerapkan metode riset ilmu sosial untuk meningkatkan efektivitas persuasi dari pesan yang disampaikan. Praktisi
public relations
dengan
model ini menggunakan survei, wawancara, dan fokus group untuk mengukur serta
menilai publik sehingga mereka bisa merancang program public
relations yang bisa memperoleh dukungan dari publik kunci. Walaupun
122
timbal
balik (feedback) dari semua itu dipertimbangkan ke dalam proses
pembuatan program, namun organisasi dengan model ini masih lebih tertarik mengenai bagaimana publik menyesuaikan diri dengan mereka ketimbang sebaliknya, organisasi yang menyesuaikan dengan kepentingan publik. Keempat, Two-way symmetric model. Model ini menggambarkan sebuah orientasi public relations di mana organisasi dan publik saling menyesuaikan diri. Model ini berfokus pada penggunaan metode riset ilmu sosial untuk memperoleh rasa saling pengertian serta komunikasi dua arah antara publik dan organisasi ketimbang persuasi satu arah. Tahun 2001, James E. Grunig menciptakan nama lain dari model ini; mixed motives, collaborative advocacy,
dan
cooperative
antagonism.
Tujuannya
adalah
untuk
mempresentasikan sebuah model yang “menyeimbangkan kepentingan pribadi dengan kepentingan publik dalam proses memberi serta menerima yang bisa berfluktuasi antara advokasi dan kolaborasi”. Grunig berpendapat bahwa model ini merupakan model yang paling etis karena semua kelompok merupakan bagian dari resolusi masalah. Untuk lebih jelasnya, karakteristik empat model public relations adalah sebagaimana tabel berikut:
123
Tabel 2. 2
Characteristics of Four Models of Public Relations115 Model
Characteristic
Press Agentry/publicity
Public Information
Purpose
Propaganda
Dissemination information
Nature of communication
One-way: complete truth not essential
One-way: important
Communication model
Source rec.
Nature of research
Little; house‟
„counting
of
Two-way asymmetric
Two-way symmetric
Scientific persuasion
Mutual understanding
Two-way: imbalanced effects
Two-way: balanced effects
Source rec.
Sourcerec. feedback
Groupgroup
Little; readibility, readership
Formative; evaliative attitudes
truth
of
Formatives; evaluative understanding
of
Leading historical figures
PT. Barnum
Ivy Lee
Edward L. Bernays
Bernays, educators, profesional leaders
Where practised today
Sport, theatre, product promotion
Government,nonprofit associations, business
Competitive business, agencies
Regulated business, agencies
Estimated percentage of organizations practising today
15
50
20
15
Pada model public relations yang ketiga, yaitu two way asymmetric, terdapat
pengembangan model yang menjelaskan
bagaimana
public
relations dilakukan secara lebih efektif, yaitu dengan adanya temuan tentang dua model pengembangan: model prediktor kultural (the cultural interpreter model) dan model pengaruh personal (personal influence model). Kedua model ini dapat dimasukkan ke dalam kategori asimetris karena kedua model ini
115
Grunig and Hunt, Characteristics of Four Models of Public Rekations, dalam Alison Theaker, The Public Relations…, hlm. 11
124
memberikan lebih banyak hal untuk dipikirkan dalam memahami public relations.116 Ikhtisar singkat dari kedua model itu adalah sebagai berikut: 1. Model prediktor kultural menggambarkan praktik public relations dalam organisasi yang melakukan bisnis di negara lain, “di mana mereka membutuhkan seseorang yang memahami bahasa, budaya, adat-istiadat, dan sistem politik dari negara bersangkutan.” 2. Model pengaruh personal menggambarkan praktik public relations, di mana praktisinya berusaha membangun hubungan personal dengan tokohtokoh kunci “sebagai orang yang dapat dimintai bantuannya”. Dari penjabaran tentang karakteristik model
tersebut di atas
menunjukkan bahwa public relations di insitusi pemerintahan dan nonprofit, termasuk di dalamnya lembaga pendidikan termasuk dalam kategori model kedua, yaitu model public information dan menuju model ketiga two way asymmetric. Demikian penjabaran tentang model public relations berdasar pendapat para pakarnya. Selanjutnya peneliti membahas tentang pemahaman public relations dalam perspektif manajemen pendidikan Islam. F. Public Relations dalam Perspektif Manajemen Pendidikan Islam Sebelum membahas secara lebih mendalam mengenai public relations dalam perspektif manajemen pendidikan Islam, penulis perlu menghadirkan 116
Kedua model ini ditemukan dari riset yang dilakukan oleh mahasiswa lulusan University of Maryland yang kembali ke negara asalnya, India, Yunani, dan Taiwan untuk menguji apakah praktisi public relations di negara mereka menggunakan empat model asli public relations atau tidak. Walaupun kedua model ini bisa saja merepresentasikan praktik public relations di budaya lain, mereka melihat aplikasi kedua model ini juga dijalankan dalam praktik public relations di Amerika. Lihat Dan Lattimore, Otis Baskin, Suzette T.Heiman, dan Elizabeth L.Toth, Public Relations Profesi dan Praktik, hal. 63-65
125
definisi manajemen pendidikan Islam dan bahan dasar manajemen pendidikan Islam untuk membedakan dari manajemen pendidikan pada umumnya. Hal tersebut dikarenakan public relations merupakan bagian dari manajemen pendidikan Islam. Menurut Mujamil Qomar, manajemen pendidikan Islam adalah suatu proses pengelolaan secara Islami terhadap lembaga pendidikan Islam dengan cara menyiasati sumber-sumber belajar dan hal-hal yang terkait untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien.117 Berdasarkan definisi tersebut maka manajemen pendidikan Islam mempertimbangkan bahan-bahan sebagai berikut: a. Teks-teks wahyu baik al-Qur‟an maupun hadits yang terkait dengan manajemen pendidikan. b. Perkataan-perkataan (aqwâl) pada sahabat Nabi maupun ulama dan cendikiawan Muslim yang terkait dengan manajemen pendidikan. c. Realitas perkembangan lembaga pendidikan Islam. d. Kultur komunitas (pimpinan dan pegawai) lembaga pendidikan Islam. e.
Ketentuan kaidah-kaidah manajemen pendidikan.118 Selanjutnya penulis akan menjelaskan prinsip dan kaidah serta etika
public relations untuk mengantarkan pembahasan public relations dalam manajemen pendidikan Islam
117 118
Qomar, Manajemen Pendidikan ..., hlm. 6 Ibid., hlm. 11-12.
126
1. Prinsip dan Kaidah serta Etika Public Relations dalam Perspektif AlQur’an Prinsip dan kaidah public relations yang terdapat dalam al-Qur‟an adalah sebagai berikut: a. Menggunakan perkataan yang benar
ََّقوا اللَّ َوَ َولْيَ ُقولُوا قَ ْوًل ََ ش الَّ َِذ ََ َولْيَ ْخ ُ ين لَ َْو تََرُكوا ِم َْن َخلْ ِف ِه ْمَ ذُِّريًََّة ِض َعافًا َخافُوا َعلَْي ِه ْمَ فَلْيَت (9)َس ِد ًيدا Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (Q.S.al-Nisa‟/3: 9)119 Kata qawlan sadidan (perkataan yang benar) ini dalam bahasanya al-Alusi adalah perkataan yang benar yang disertai lemah lembut dan adab yang baik.120 Maka hendaknya dipahami oleh seorang manajer bahwa dalam mengkomunikasikan sesuatu kepada publik hendaknya dilakukan dengan benar dan tidak kasar juga dengan tata krama yang baik. b. Menggunakan bahasa yang mudah dipahami serta berbekas pada pihak lain.
(63)ف أَنْ ُف ِس ِه َْم قَ ْوًَل بَلِيغًا َ ِ َوقُ َْل ََلَُْم ....dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. (Q.S.al-Nisa‟/3: 63) 119
Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1982), hlm. 79. Selanjutnya buku referensi ini digunakan peneliti untuk pengambilan kutipan ayat dari al-Qur‟an. 120 Shihab al-Din al-Alusi, Tafsir Ruh al-Ma‟ani, juz 3, (Mauqi‟u al-Tafasir: Dalam Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005), hlm. 444
127
Kata baliighan dalam ayat ini mengindikasikan kata atau komunikasi yang membekas pada jiwa. Pakar tafsir al-Alusi mengartikan kata ini dengan kata ma‟tsuran.121 Hal ini dapat dipahami bahwa seorang praktisi humas hendaknya dalam berkata-kata atau berkomunikasi mempunyai rasa atau membekas pada komunikan atau publik. Maka selayaknya bagi praktisi menguasai etika dalam melakukan public relations yang akan penulis bahas di bawah ini. Komunikasi
yang membekas
adalah komunikasi
yang
mempunyai rasa dalam jiwa dan dapat tersimpan dalam hati. Ibarat orang yang mengatakan cinta yang dilakukan sepenuh hati, maka orang
yang
dicintai
akan
selalu
terngiang-ngiang
dengan
perkataannya, bahkan sampai tidak dapat tidur karena selalu memikirkan perkataan itu. Seorang manajer diharapkan dalam berkomunikasi dilakukan dengan hati menuju ke hati agar komunikasi yang dilakukan dapat diterima dengan baik oleh komunikan, ibarat orang yang mengatakan cinta kepada kekasihnya. c. Menggunakan komunikasi yang menyenangkan pihak lain
(23) َوقُ َْل ََلَُما قَ ْوًَل َك ِرميًا.... ....dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia (Q.S. alIsra‟/17:23)
121
Ibid., hlm. 112
128
Kata kariˆman diartikan oleh al-Baidhawi dengan kata jamiˆlan la sirasyata fiˆhi.122 Hal itu mengindikasikan bahwa kariˆman adalah perkataan yang mulia yang tidak ada niat untuk mencela komunikan. Maka implementasinya seorang manajer hendaknya menggunakan kata-kata yang mulia dalam berkomunikasi, terlebih lagi berkomunikasi dengan organisasi yang berada di atasnya. Hal ini sesuai dengan peribahasa hormatilah dan muliakanlah orang lain agar kamu dihormati dan dimuliakan orang lain. d. Menggunakan bahasa komunikasi yang mulia (menghormati dan menghargai pihak lain)
(28)ورا ََ ِّاءَ َر ْْحٍََة ِم َْن ََرب َ َض ََّن َعنْ ُه َُم ابْتِغ َ َوإِ َّما تُ ْع ِر َ ك تَ ْر ُج ً وىا فَقُ َْل ََلَُْم قَ ْوًَل َمْي ُس Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas. (Q.S. al-Isra‟/17:28) Kata maisuˆran di sini diartikan dengan perkataan yang lembut yang menghormati orang lain namun dengan berharap rahmat allah. 123 Dari sini terdapat prinsip bahwa seorang praktisi humas harus menghormati orang lain dan juga senantiasa berharap rahmat Allah ketika melakukan komunikasi agar tujuan komunikasi tersebut berhasil.
122
Nashr al-Din al-Baidhawi, Tafsir Anwar al-Tanzil wa asrar al-Ta‟wil, juz 3, (Mauqi‟u al-Tafasir: Dalam Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005), hlm. 415 123 Ibid., hlm. 419
129
e. Menggunakan bahasa komunikasi yang agung dan memuliakan pihak lain.
ِ َّ َ ِأَفَأَص َفا ُك َم ربُّ ُك َم بِالْبن ِ ِ ِِ ِ (40)يما َ َ ْ َْ ْ ً ي َواَّتَ َذ م ََن الْ َم ََلئ َك َة إنَاثًا إنَّ ُك َْم لَتَ ُقولُو َن قَ ْوًَل َع َظ Maka apakah patut Tuhan memilihkan bagimu anak-anak laki-laki sedang Dia sendiri mengambil anak-anak perempuan di antara para malaikat? Sesungguhnya kamu benar-benar mengucapkan kata-kata yang besar (dosanya). (Q.S. al-Isra‟/17:40) Implikasinya bahwa seorang praktisi humas harus biasa menggunakan kata-kata yang mempunyai daya tarik dalam momentsmoments tertentu. Tapi jangan menggunakan secara terus menerus kata-kata tersebut, karena akan menimbulkan kesulitan pemahaman bagi masyarakat umum. f. Menggunakan bahasa komunikasi yang baik
(5)َوقُولُوا ََلَُْم قَ ْوًَل َم ْع ُروفًا dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (Q.S.alNisa‟/3:5)
Kata ma‟rufan dalam bahasa ushul fiqih berarti kebaikan yang dinilai oleh masyarakat sekitar. Sedangkan dalam penafsiran Ibn Katsir, berarti kebaikan dalam rangka menjalin persaudaraan.124 Maka untuk menjalin komunikasi public relations yang baik, seorang praktisi harus bisa menyesuaikan komunikasinya dengan keadaan masyarakat tersebut dan dilakukan dengan lemah lembut.
124
Abu al-Fida' Isma'il ibn Umar al-Dimasqa, Tafsir al-Qur'an Adzim, juz 2, (Mauqi'u alIslam: Dalam Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005), hlm. 215
130
g. Menggunakan bahasa yang lemah lembut
(44)ول لََوُ قَ ْوًَل لَيِّنًا لَ َعلََّوُ يَتَ َذ َّك َُر أ ََْو ََيْ َشى ََ فَ ُق maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut."(Q.S.Taha/20: 44) Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa dalam berbicara harus dilakukan dengan lemah lembut walaupun dengan lawan sekalipun. Lemah lembut tapi mempunyai rasa yang kuat di hati. Jadi istilahnya
dengan
menggunakan
kata-kata
yang lembut
tapi
menghanyutkan. Seperti yang dilakukan oleh seorang wanita. Kelembutan wanita kadang bisa mengalahkan keperkasaan seorang laki-laki. h. Menggunakan sistem kelompok atau kerjasama dengan pihak lain dalam suatu urusan (terorganisir, ter-manage)
َِ ات أَ َِو انِْفروا (71)َج ًيعا ٍَ َين آَ َمنَُوا ُخ ُذوا ِح ْذ َرُك َْم فَانِْف ُروا ثُب ََ يَا أَيُّ َها الَّ ِذ ُ
Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama! (Q.S.al-Nisa‟/3:71) Hal ini berarti dalam melakukan public relations tidak dapat dilakukan secara sendiri-sendiri atau personal, namun harus dinaungi oleh organisasi, sebagaimana perkataan (qawl) dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib. 125
ِ ام ي ْغلِب َو اْلب ٍ ِ َ ِاَ ْْل َُّق ب َاط َُل بِالنِّظَ ِام َ ُ ُ َ َ ََل نظ َ
“Kebenaran yang tidak diorganisir dapat dikalahkan oleh kebatilan yang diorganisir.” 125
Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam: Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam, ( Jakarta: Erlangga, 2008), hlm. 25
131
Qawl ini mengingatkan kita tentang pentingnya berorganisasi dan sebaliknya bahayanya suatu kebenaran yang tidak diorganisir melalui langkah-langkah yang kongkrit dan strategi-strategi yang mantap. Maka tidak ada garansi bagi perkumpulan apa pun yang menggunakan identitas Islam meski memenangkan pertandingan, persaingan maupun perlawanan jika tidak dilakukan pengorganisasian yang kuat. Hal ini tidak ada sangkut pautnya dengan teologi malainkan murni pengorganisasian. Oleh karena itu, qawl yang berasal dari Sayyidina Ali ini memberikan inspirasi tentang pendidikan berorganisasi. Dari sisi wadah, organisasi memayungi manajemen yang berarti organisasi lebih luas daripada manajemen, tetapi dari sisi fungsi, organisasi (organizing) sebagai bagian dari fungsi manajemen, yang berarti organisasi lebih sempit daripada manajemen.
ِ َ َِّاْلِ ْكم َِة والْمو ِعظََِة ا ْْلسن َِة وج ِاد َْل َم بِال ِ ََ ِّيل رب ِ ََ ِع إ َك ُى َو ََ ََّح َس َُن إِ ََّن َرب َُ ْاد ْ ت ى ََي أ ُْ َ َ ََ َ َْ َ َ ْ ك ب َ َِ ل َسب (125)ين ََ ض ََّل َع َْن َسبِيلِ َِو َو ُى ََو أ َْعلَ َُم بِالْ ُم ْهتَ ِد َ أ َْعلَ َُم َِبَ َْن Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah126dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S.al-Nahl/16: 125)127 Dari ayat ini dapat diambil pelajaran, bahwa seorang manajer yang melakukan public relations harus mampu bermasyarakat dan
126
Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil 127 Al-Qur‟an…, hlm. 282
132
mengajak masyarakat dengan hikmah dan pelajaran yang baik. Secara etimologi hikmah adalah bentuk masdar dari hakama, yang berarti kebijaksanaan. Dan dalam al-Qur'an, kata hikmah ini tertera sebanyak 20 kali dalam 19 ayat termuat dalam 11 surah, yaitu Q.S. alBaqarah/2:129, 151, 231, 269, Q.S. Ali Imran/3:48, 81, 164, Q.S. alNisa/4:54, 113, Q.S. al-Maidah/5:11, Q.S. al-Nahl/16:125, Q.S. alIsra'/17:39, Q.S. Luqman/31:12, Q.S. al-Ahzab/33:20, 34, Q.S. AlZuhruf/43:63, Q.S. al-Qamar/54:5, Q.S. al-Jumu'ah/62:2. Namun sebagaimana dikutip Miftahul Huda, dari tafsir Mafaˆtihul Ghaib, pendapat Muqatil menyatakan bahwa secara umum kata hikmah yang tertera dalam al-Qur'an memiliki empat makna, yaitu: nasehat-nasehat al-Qur'an (Q.S. al-Nisa'/4:114), pemahaman dan pengetahuan (Q.S. Luqman/31:12), kenabian (Q.S. al-Nisa'/4:57) dan rahasia-rahasia alQur'an (Q.S.al-Nahl/16:125).128 Sementara menurut terminologi, terdapat berbagai penafsiran, antara lain: Quraish Shihab, mengemukakan bahwa arti hikmah adalah mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Ia adalah ilmu amaliah dan amal ilmiah. Ia adalah ilmu yang didukung oleh amal, dan amal yang tepat dan didukung oleh ilmu.129
128
Huda, Interaksi Pendidikan...., hlm. . 193 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an Vol 11, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. .121. Hal ini sama dengan pendapat al-Razi, yaitu beramal dengan ilmu, lihat Fakhr al-Din al-Razi, Tafsir Mafatih al-Ghaib, juz 12, (Mauqi'u al Tafasir: Dalam Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005), hlm. 266 129
133
Menurut Mujahid, hikmah adalah pemahaman, akal, benar dalam perkataan dan bukan kenabian.130 Menurut Baghawi, akal, pengetahuan dan aplikasinya dan benar dalam perbuatan. 131 Menurut Jumhur ulama, pemahaman dan akal.132 Menurut al-Nasafi, benar dalam perbuatan dan perkataan.133 Sedangkan menurut Abu Hayyan adalah perkataan yang dijadikan nasehat, diingat-ingat dan dipikirkan oleh manusia.134 Menurut Ibn Katsir, pemahaman, pengetahuan dan pengungkapan.135 Menurut sebagian ulama, kesempurnaan jiwa manusia dengan mengambil ilmu teoritis sebagai landasan gerak menuju kesempurnaan perbuatan sesuai dengan kemampuannya. 136 Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hikmah mencakup benar pada pengetahuan atau ilmu, pemahaman, perkataan dan perbuatan sehingga menjadikan seseorang tersebut mampu beramal dan menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dari pemahaman ayat ini, dapat ditarik kesimpulan, bahwa seorang manajer yang melakukan public relations harus mempunyai pengetahuan atau ilmu, pemahaman, perkataan dan perbuatan sehingga menjadikan seseorang tersebut mampu beramal dan menempatkan sesuatu pada tempatnya supaya dapat mengajak masyarakat untuk berpartisipasi di dalamnya. 130
Al-Thabari, Tafsir al-Jami' ....juz 20, hlm. 136 Al-Baghawi, Mu'allim al-Tanzil.... juz 6, hlm. 286. 132 Ibid. 133 Al-Nasafi, Madarik al-Tanzil.....juz 3, hlm. 106. 134 Abu Hayyan, Tafsir Bakhr al-Mukhit..., juz 9, hlm. 101 135 Ibn Katsir, Tafsir al-Qur'an....,juz 6, hlm. 335. 136 Nashir al-Din al-Baidhawi, Anwar al-Tanzil wa asrari al-Ta'wil, juz 4, (Mauqi'u al Tafasir: Dalam Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005), hlm. 492. 131
134
َف ََ ِضوا ِم َْن َح ْول َِ ْظ الْ َقل َ ت فَظِّا َغلِي ََ ْت ََلَُْم َولَ َْو ُكن ََ ْفَبِ َما َر ْْحٍََة ِم ََن اللََِّو لِن ُّ ب َلنْ َف ْ َك ف ُ اع َُّ ت فَتَ َوَّك َْل َعلَى اللََِّو إِ ََّن اللَََّو ُُِي ب ََ ف ْاْل َْم َِر فََِإذَا َعَزْم َ ِ استَ غْ ِف َْر ََلَُْم َو َشا ِوْرُى َْم ْ َعنْ ُه َْم َو (159)ي ََ ِالْ ُمتَ َوِّكل
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.137 Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.(Q.S.Ali Imran/3:159)138 Ayat ini menunjukkan perintah musyawarah. Musyawarah untuk mencapai mufakat merupakan salah satu cara atau alat yang ampuh untuk mengatasi konflik dalam suatu organisasi dan juga merupakan salah satu
kaidah dari public relations. Musyawarah berasal dari kata syawarayusyawiru yang berarti saling memberi dan meminta nasihat atau saran. Imam al-Tabrasi mendefinisikan term as-syura sebagai diskusi untuk menemukan hak. Sedangkan Raqib al-Asfahani menegaskan bahwa syura adalah upaya menemukan pemikiran yang selaras dengan pendapat orang banyak. Ibn Arabi dalam bukunya, Ahkam Al-Qur‟an menyatakan bahwa yang dimaksud dengan as-syura adalah pertemuan yang mendiskusikan silang pendapat untuk menemukan pemikiran terbaik.139 Dengan demikian, esensi musyawarah adalah proses pengambilan
137
Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya 138 Al-Qur‟an…, hlm. 72 139 Ibn Arabi, Ahkam al-Qur‟an, juz 6, (Mauqi‟u al-Islam: Dalam Software al-Maktabah alSamilah, 2005), hlm. 79.,
135
keputusan yang melibatkan orang banyak demi menghasilkan keputusan yang terbaik bagi masyarakat atau demi kebaikan bersama.140 Maka konsekuensinya seorang manajer yang melakukan public relations harus rajin-rajin untuk bermusyawarah dengan masyarakat dan mendengarkan ide-ide masyarakat juga mensosialisasikan program dari lembaga pendidikan tersebut. Etika berasal dari bahasa Inggris: ethic, latin: ethicus, yunani: ethicos adalah himpunan azas-azas moral yang berkaitan dengan perilaku salah dan benar.141 Dalam Islam etika ini dinamakan akhlak. Akhlaq bentuk jama' dari khuluq, artinya perangai, tabiat, rasa malu dan adat kebiasaan.142 Menurut Quraish Shihab, "Kata akhlak walaupun terambil dari bahasa Arab (yang biasa berartikan tabiat, perangai, kebiasaan bahkan agama), namun kata seperti itu tidak ditemukan dalam al Qur'an. 143
". Yang terdapat dalam al-Qur'an adalah kata khuluq, yang merupakan
bentuk mufrad dari kata akhlak. Akhlak adalah kelakuan yang ada pada diri manusia dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu ayat di atas ditunjukkan kepada Nabi Muhammad yang mempunyai kelakuan yang baik dalam kehidupan yang dijalaninya sehari-hari. Jika dilihat dari tinjauan terminologis, terdapat berbagai pengertian antara lain sebagaimana al-Ghazali, yang dikutip Abidin Ibn Rusn, menyatakan: "Akhlak adalah suatu sikap yang 140
http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A3884_0_3_0_M Marfu‟ah, dkk, Dasar-Dasar..., hlm. 48 142 Sahilun A.Nasir, Tinjauan Akhlak, (Surabaya: Al Akhlas, tt), hlm. 14. 143 Quraish Shihab, Wawasan Al Qur'an: Tafsir Maudhu'I atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2003), hlm. 253. 141
136
mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan" 144. Ibn Maskawaih, sebagaimana dikutip Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, memberikan arti akhlak adalah "Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dulu)"145. Bachtiar Afandie, sebagaimana dikutip Isngadi, menyatakan bahwa "akhlak adalah ukuran segala perbuatan manusia untuk membedakan antara yang baik dan yang tidak baik, benar dan tidak benar, halal dan haram."146 Sementara itu Akhyak dalam Meretas Pendidikan Islam Berbasis Etika, mengatakan, bahwa "akhlak adalah sistem perilaku sehari-hari yang dicerminkan dalam ucapan, sikap dan perbuatan"147 Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah keadaan jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan yang diterapkan dalam perilaku dan sikap sehari-hari. Berarti akhlak adalah cerminan keadaan jiwa seseorang. Apabila akhlaknya baik, maka jiwanya juga baik dan sebaliknya, bila akhlaknya buruk maka jiwanya juga jelek. Adapun etika public relations yang terdapat dalam al-Qur‟an adalah sebagai berikut:
144
Abidin Ibn Rusn, Pemikiran Al Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 99. 145 Zahruddin AR, Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 4. 146 Isngadi, Islamologi Populer, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1984), hlm. 106. 147 Akhyak, Meretas Pendidikan Islam Berbasis Etika, (Surabaya: eLKAF, 2006), hlm. 175.
137
a. Amanah
َّاس أَ ْنَ ََْت ُك ُموا َِ ي الن ََْ َل أ َْىلِ َها َوإِذَا َح َك ْمتُ ْمَ ب ََ ِات إ َِ َإِ ََّن اللَََّو يَأْ ُم ُرُك َْم أَ َْن تُ َؤَُّدوا ْاْل ََمان ِ ِ ِ َّ ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ ِِ (58)صريا ً َبالْ َع ْد َل إ ََّن الل ََو نع َّما يَعظُ ُك َْم ب َو إ ََّن الل ََو َكا َن ََس ًيعا ب
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaikbaiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. (Q.S.al-Nisa‟/4:58) b. Menepati janji
.....ود َِ ين آَ َمنُوا أ َْوفُوا بِالْعُ ُق ََ يَا أَيُّ َها الَّ ِذ Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad148 itu....(Q.S.alMaidah/5:1) c. Benar
ِ ِ ِ َاى ََد ِف َِّ ََج َعلْتُ َْم ِس َقايََة ا ْْل ْ اج َو ِع َم َارةَ الْ َم ْس ِج َِد َ اْلََرَِام َك َم َْن آَ َم ََن بِاللََّو َوالْيَ ْوَم اْلَْخ َِر َو َج َأ (19)ي ََ يل اللََِّو ََل يَ ْستَ ُوو َن ِعْن ََد اللََِّو َواللََّوُ ََل يَ ْه ِدي الْ َق ْوََم الظَّالِ ِم َِ َِسب
Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil haram kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.149(Q.S.alTaubah/9:19) d. Ikhlas
ِ ِ َ ِّين حن َف ِ ِوما أ ُِمروا إََِّل لِي عب ُدوا اللََّو ُمُْل َّ الص ََلَة َويُ ْؤتُوا َك ََ ص َّ يموا َ ُ ََ ي لََوُ الد َ الزَكاَة َو َذل َ ُْ َ ُ اءَ َويُق ُ ََ ِ (5)ين الْ َقيِّ َم َة َُ ِد
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus,150 dan supaya mereka mendirikan shalat dan 148
Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan Perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya 149 Ayat ini diturunkan untuk membantah anggapan bahwa memberi minum Para haji dan mengurus Masjidilharam lebih utama dari beriman kepada Allah serta berhijrah di jalan Allah 150 Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan
138
menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.(Q.S.al-Bayyinah/98:5) e. Adil
َاء َوالْ ُمْن َك َِر َوالْبَ ْغ ِي َِ ب َويَْن َهى َع َِن الْ َف ْح َش ََاء ِذي الْ ُق ْر َِ َان َوإِيت َِ ال ْح َس َِْ إِ ََّن اللَََّو يَأْ ُم َُر بِالْ َع ْد َِل َو (90)يَعِظُ ُك َْم لَ َعلَّ ُك َْم تَ َذ َّك ُرو َن
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (Q.S.al-Nahl/16:90) f. Sabar
ِ ال َو ْاْلَنْ ُف ٍ وعَ َونَ ْق َات َوَبَ ِّش ِر َِ سَ َوالث ََّمَر َِ صَ ِم ََن ْاْل َْم َو َِ اْلَْو ِ ُف َوا ْْل ْ َولَنَْب لَُونَّ ُك ْمَ بِ َش ْي ٍءَ ِم ََن ِ ين إِ َذا أَصاب ْت ه َم م (156)صيبََةٌ قَالُوا إِنَّا لِلََِّو َوإِنَّا إِلَْي َِو َر ِاجعُو َن ََ ( الَّ ِذ155) ين ََ الصابِ ِر َّ ُ ُْ ََ Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun”.151 (Q.S.al-Baqarah/2:155156) g. Kasih sayang
(17)اص ْوا بِالْ َم ْر َْحََِة ََ َُثَّ َكا َن ِم ََن الَّ ِذ َّ ِاص ْوا ب َ الص َِْب َوتَ َو َ ين آَ َمنُوا َوتَ َو Dan Dia (tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang. (Q.S.al-Balad/90:17)
151
Artinya: Sesungguhnya Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali. kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil
139
h. Pemaaf
ِ ي والْمه ِ َين ِف ََ اج ِر ََُول الْ ُق ْر َ ِ الس َع َِة أَ َْن يُ ْؤتُوا أ َّ ض َِل ِمنْ ُك َْم َو ْ َوََل يَأْتَ َِل أُولُو الْ َف َ ُ َ ََ ب َوالْ َم َساك ِ َِ ِسب (22)يم ٌَ ور َرِح ٌَ َل َُِتبُّو َن أَ َْن يَغْ ِفََر اللََّوُ لَ ُك َْم َواللََّوُ َغ ُف ََص َف ُحوا أ ْ َيل اللََّو َولْيَ ْع ُفوا َولْي َ
Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.152(Q.S. al-Nur/24:22) i. Kuat
ِ (139)ي ََ َِعلَ ْو َن إِ َْن ُكنْتُ َْم ُم ْؤِمن ْ َوََل ََتنُوا َوََل ََْتَزنُوا َوأَنْتُ َُم ْاْل Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, Padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (Q.S.ali Imron/3: 139)
j. Memelihara kesucian diri
(10)اىا ََ ( َوقَ َْد َخ9) اىا َ اب َم َْن َد َّس َ قَ َْد أَفْ لَ ََح َم َْن َزَّك Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. dan Sesungguhnya
merugilah
orang
yang
mengotorinya.
(Q.S.al-
Syams/91: 9-10)
Demikian beberapa prinsip, kaidah dan etika public relations yang diambil dari al-Qur‟an. Maka seorang manajer yang melakukan 152
Ayat ini berhubungan dengan sumpah Abu Bakar r.a. bahwa Dia tidak akan memberi apa-apa kepada kerabatnya ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong tentang diri 'Aisyahlm. Maka turunlah ayat ini melarang beliau melaksanakan sumpahnya itu dan menyuruh mema'afkan dan berlapang dada terhadap mereka sesudah mendapat hukuman atas perbuatan mereka itu.
140
public relations harus menggunakan kaidah dan prinsip tersebut juga bertindak sesuai dengan etika tersebut jika ia ingin berhasil untuk menarik partisipasi masyarakat. 2. Prinsip dan Kaidah serta Etika Public Relations dalam Perspektif AlHadits Sebagian prinsip dan kaidah, serta etika public relations yang terdapat dalam al-hadits adalah sebagai berikut: a. Menerapkan musyawarah untuk mufakat
ِ ََ ت رس ِ َُ ك ي ُق ٍِ َت ََل ََْتتَ ِم ُع َ ِ ول إِ ََّن أ َُّم َُ صلَّى اللََّوُ َعلَْي َِو َو َسلَّ ََم يَ ُق ََ َأَن َ ول اللََّو ُ َ َُ ول ََس ْع َ َ س بْ ََن َمال 153 ِ َّ ِعلَى ض ََللٍََة فَِإذَا رأَي ت َم اختِ ََلفًا فَعلَي ُك َم ب َعظَ َِم ْ الس َو َاد ْاْل َ َ ْ ْ ُْ َ ْ َْ
Artinya: Anas bin Malik berkata: Sesungguhnya umatku tidak dibenarkan untuk berkumpul dalam satu kebatilan, apabila menemukan perbedaan selesaikanlah dengan syawadhil a‟dham (musyawarah untuk mufakat).
ِ َِ شورَةً ِْلَصحابَِِو ِم َن رس َُ ْال َما َرأَي ََ ََب ُىَريَْرَة ق َ َِع َْن أ ُصلَّى اللََّو َ ول اللََّو َتأ ُ َ ْ َ ْ َ َُ َح ًدا أَ ْكثَََر َم 154 َعلَْي َِو َو َسلَّ ََم
Artinya: Dari Abu Hurairah berkata Aku tidak menemukan orang lain yang paling sering bermusyawarah dengan para sahabatnya selain Rasulullah SAW. b. Menghormati, menghargai dan mengakui hak asasi manusia 153
Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, juz 11, (Mauqi'u al-Islam: Dalam Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005), hlm. 442. Sanadnya adalah
ِ ِ ِ َّ ن اس َحدَّثَنَا َُ َِّّم ْش ِق َُّي ُعثْ َما َن بْ َُن الْ َعب َ َِف أَبُو َح َّدث ٍَ َال ْاْل َْع َمى َخل ََ َق َ َالس ََلم َُّي ِرف َ اعةَ بْ َُن ُم َعا َُن َحدَّثَنَا ُم ْسل ٍَم بْ َُن الْ َولي َُد َحدَّثَنَا الد َُ س ََِس ْع ت ََ َك بْ ََن أَن ٍَ َِمال 154
al-Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, Juz 6, (Mauqi'u al-Islam: Dalam Software al-Maktabah alSyamilah, 2005), hlm. 312. Hadits tersebut lengkapnya:
َ ال لَ َّما َكا َن يَ ْوَُم بَ ْد ٍَر َوِج ََ ََب عُبَ ْي َدَة َع َْن َعْب َِد اللََّوِ ق َ ِش َع َْن َع ْم ِرو بْ َِن ُمَّرةَ َع َْن أ َِ َّاد َحدَّثَنَا أَبُو َُم َعا ِويَةَ َع َْن ْاْل َْع َم ٌَ َحدَّثَنَا َىن َيء ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ ِيسى َو ف ََ َيث طَ ِويلًََة ق َ ف َى َذا ا ْْلَد َ ِ ص ًَة َ ِ صلَّى اللََّوُ َعلَْي َو َو َسلَّ ََم َما تَ ُقولُو َن َُ ال َر ُس ََ َُس َارى ق َّ ُس َارى فَ َذ َكََر ق َ ول اللََّو َ ف َى ُؤَل َء ْاْل َ ب ْاْل َ ال أَبُو ع َُ ْال َما َرأَي ت ََ ََب ُىَريْ َرَة ق َ ِيث َح َس ٌَن َوأَبُو عُبَ ْي َدَة َلْ يَ ْس َم َْع ِم َْن أَبِ َِيو َويُْرَوى َع َْن أ ٌَ َب ُىَريْ َرةَ َوَى َذا َح ِد َ ِس َوأ ٍَ َوب َوأَن ََ َُّب أَي َ ِالْبَاب َع َْن عُ َمََر َوأ ِ َِ أَح ًَدا أَ ْكثَ َر م ُشورًَة ِْلَصحابَِوِ ِم َن رس صلَّى اللََّوُ َعلَْي َِو َو َسلَّ ََم َ ول اللََّو َُ ْ َ ْ َ َ َ َ
141
َال الْ ُم ْسلِ ُم ََ َصلَّى اللََّوُ َعلَْي َِو َو َسلَّ ََم ق َِّ َِع َْن َعْب َِد اللََِّو بْ َِن َع ْم ٍرو َر ِض ََي اللََّوُ َعنْ ُه َما َع َْن الن َ َّب ِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ 155ُعنْ َو َ ُجََر َما نَ ََهى اللََّو َ َم َْن َسل ََم الْ ُم ْسل ُمو َن م َْن ل َسان َو َويَدَه َوالْ ُم َهاج َُر َم َْن َى Artinya: Dari Abd Allah bin „Amr RA, dari Rasulullah SAW berkata: Orang Islam yang sempurna adalah orang yang apabila orang-orang muslim (di dekatnya) selamat dari lisannya dan tangannya (kekuasaannya), dan orang yang hijrah yaitu orang yang hijrah dari sesuatu yang dilarang Allah.
َال َواللََِّو ََل يََُْؤِم َُن َواللََِّو ََل يُ ْؤِم َُن َواللََِّو َل ََ َصلَّى اللََّوُ َعلَْيَِو َو َسلَّ ََم ق ََ َّب ََّ َِن الن ََّ َب ُشَريْ ٍَح أ َ َِع َْن أ 156 ِ ِ ََ َول اللََِّو ق ََ يل َوَم َْن يَا َر ُس ََ ِيُ ْؤِم َُن ق ُال الَّذي ََل يَأْ َم َُن َج ُارَهُ بَ َواي َق َو Artinya: Dari Abu Syuraih: Sesungguhnya Nabi SAW bersabda; demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman. Dikatakan, siapa hai rasul? Nabi berkata: orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya (tipu dayanya). c. Menggunakan perkataan yang baik
ِ ِِ َاعةَُ ِف ََ َين قَ ْوًلَ َح َسنًا َوق ََ َوقَ َالَ لِ ْْل َخ ِر.... َ َّاع َة ِفَ َم ْعصيََة اللََّو إََِّّنَا الط َ َال َلَ ط 157 ِ َ الْ َم ْع ُر وف
Artinya: …Nabi berkata kepada sahabat yang lain dengan perkataan yang baik, dan Nabi berkata: tidak ada ketaatan pada maksiat kepada Allah dan sesungguhnya ketaatan itu hanya pada sesuatu yang baik.
d. Menggunakan bahasa yang lugas 158
ال لََوُ قَ ْوًَل َش ِد ًيدا ََ َ َوق...
155
Muhammad al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz 3, (Mauqi'u al-Islam: Dalam Software alMaktabah al-Syamilah, 2005), hlm. 65. Sanad hadits tersebut adalah 156
157
ٍ ِ َ ِيل ب َِن أ ِ َب َ َِال َحدَّثَنَا ُش ْعبََةُ َع َْن َعْب َِد اللََِّو بْ َِن أ ََ َاس ق ٍَ ََب إِي َ ِآد َُم بْ َُن أ َّ ب َ َحدَّثَنَا ِّ َِّع ْ َب َخال َد َع َْن الش ْ ََ الس َف َِر َوإِ َْسَاع
Ibid., juz 18, hlm. 433. Sanad hadits tersebut:
ٍ ِب ع َن سع ِ َ ِاص َم ب َن علِيَ حدَّثَنَا اب َن أ ِ َيد َ ْ َ ٍَ َْب ذئ َ َ ُ ْ ُ َحدَّثَنَا َع ُْ
Muslim, Shahih Muslim, juz 9, (Mauqi‟u al-Islam: Dalam Software al-Maktabah alSyamilah, 2005), hlm. 371. Sanad hadits tersebut adalah:
َال َحدَّثَنَا ُُمَ َّم َُد بْ ُنَ َج ْع َف ٍَر َحدَّثَنَا ُش ْعبََةُ َع َْن ُزبَْي ٍَد َع ْنَ َس ْع َِد بْ ِن ََ َّن ق ََّ َظَ ِلبْ َِن الْ ُمث ََّ ََحدَّثَنَا ُُمَ َّم َُد بْ َُن الْ ُمث ُ ّن َوابْ َُن بَشَّا ٍَر َواللَّ ْف ِ الر ْْحَ َِن ََع َْن َعل َّي َ ُِعبَ ْي َدَة َع َْن أ َّ َب َعْب َِد 158
Ibid., juz 8, hlm. 496. Sanad hadits tersebut adalah:
142
Artinya…Nabi berkata kepada laki-laki tersebut dengan perkataan yang lugas…
e. Menggunakan bahasa penjelasan
َول اللَِّو َِ ت َم ََع َر ُس َُ ول َح َج ْج َُ ال ََِس ْعتُ َها تََ ُق ََ َي ق َِ ْ ص ٍَ ْ ص ََ َع َْن َُْي ْ ي َع َْن َجدَّتَِِو أ َُِّم َ ُاْل َ ي بْ َِن ُح ِ َُ ال رس صلَّى اللََّوُ َعلَْي َِو َو َسلَّ ََم قَ ْوًَل َْ َاع قَال َِ صلَّى اللََّوُ َعلَْيَِو َو َسلَّ ََم َح َّج ََة الْ َوَد َ ول اللََّو َ ُ َ ََ ت فَ َق 159 .... ول َُ َكثِ ًريا َُثَّ ََِس ْعتَُوُ يَ ُق
Artinya: Dari Yahya ibn Husain dari neneknya, yaitu ummu alHusain. Yahya berkata: saya mendengar nenek saya berkata: “saya melaksanakan haji wada‟ bersama Nabi Muhammad saw”. Ummu alHusain berkata: Rasulullah bersabda. dengan perkataan yang banyak (penjelasan) kemudian saya mendengarkan beliau bersabda…
Demikian beberapa prinsip dan kaidah serta etika public relations dalam perspektif al-hadits. Sebenarnya masih banyak prinsip, kaidah serta etika public relations dalam al-hadits. Tapi di sini bukan tempatnya mengeksplore prinsip dan kaidah serta etika tersebut.
F. Public Relations di Pondok Pesantren Salafiyah Public relations di pondok pesantren salafiyah adalah hubungan antara pondok pesantren dengan masyarakat. Pesantren membangun sinergi dengan masyarakat, baik dalam hal menjaga citra dalam masyarakat juga menjalin kesinambungan antara pondok pesantren dengan masyarakat. Kalau berbicara mengenai pondok pesantren, maka kurang tepat apabila belum membicarakan pengertian pondok pesantren terlebih dahulu, baik ditinjau dari segi asal kata maupun elemen-elemennya. Walaupun pembicaraan tersebut َوب َع َْن أَِب ََ ُّيل َوُى ََو ابْ َُن ُعلَيَّةَ َع َْن أَي َُ ِب قَالُوا َحدَّثَنَا إِ َْسَع ٍَ َب َشْيبَةَ َوُزَىْي َُر بْ َُن َح ْر َ ِي َوأَبُو بَ ْك َِر بْ َُن أ َُّ الس ْع ِد َّ َحدَّثَنَا َعلِ َُّي بْ َُن ُح ْج ٍَر ِ ِ َِ ََّب الْمهل َْص ي َ ب َع َْن ع ْمَرا َن بْ َِن ُح َ ُ َ ِق ََلبََة َع َْن أ 159
Ibid., juz 9, hlm. 369
143
tidak mendalam dan hanya sekilas saja. Istilah pondok berasal dari pengertian asrama-asrama para santri yang disebut pondok atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu atau berasal dari bahasa Arab fundug, yang berarti hotel atau asrama.160 Sedangkan perkataan pesantren berasal dari kata santri161, dengan awalan pe- dan akhiran–an yang berarti tempat para santri. Sedangkan menurut Nurcholish Madjid terdapat dua pendapat tentang arti kata “santri” tersebut. Pertama, pendapat yang mengatakan beradal dari kata “shastri”, yaitu sebuah kata sanskerta yang berarti melek huruf. Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa kata tersebut berasal dari bahasa jawa “cantrik” yang berarti seseorang yang selalu mengikuti seorang guru kemanapun guru itu pergi menetap.162 Nama “pesantren” sering kali dikaitkan dengan kata “santri” yang mirip dengan istilah bahasa india “shastri” yang berarti orang yang mengetahui buku–buku suci agama Hindu atau orang yang ahli tentang kitab suci.163 Selanjutnya kata pondok dan kata pesantren digabung menjadi satu sehingga membentuk pondok pesantren. Pondok pesantren menurut Arifin adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui 160
Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren; Studi pandangan Hidup kyai (jakarta; LP3ES, 1994), hlm. 18 161 Dalam penelitiannya, Clifford geertz berpendapat, kata santri mempunyai arti luas dan sempit. Dalam arti sempit santri adalah seorang murid satu sekolah agama yang disebut pondok atau pesantren. Oleh sebab itu perkataan pesantren diambil dari perkataan santri yang berarti tempat untuk para santri. Dalam arti luas dan umum santri adalah bagian penduduk Jawa yang memeluk Islam secara benar-benar, bersembahyang, pergi ke masjid dan berbagai aktifitas lainnya. Lihat Clifford Geertz, Abangan Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, terj. Aswab Mahasin, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1983), hlm. 268. Lihat juga Imron Arifin, Kepemimpinan Kiai: Kasus Pondok Pesantren Tebuireng, (Malang: Kalimasahada Press, 1993), hlm. 4 162 Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, (Jakarta: Paramadina, 2006), hlm. 21. Lihat juga Yasmadi, Modernisasi Pesantren: Kritik Nurcholis Madjid terhadap Pendidikan Tradisional, (Ciputat Press: Jakarta, 2002), hlm. 62 163 Fuad Jabali dan Jamhari, IAIN dan Modernisasi Islam di Indonesia (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2002), hlm. 94 lihat juga dalam Dhofier, Tradisi pesantren..., hlm. 18
144
masyarakat sekitar dengan sistem asrama (komplek) dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui system pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership seorang atau beberapa orang kiai dengan cirri-ciri khas yang bersifat karismatik serta independent dalam segala hal.164 Sedangkan Zuhairini memberikan definisi mengenai pondok pesantren adalah tempat murid-murid (disebut santri) mengaji agama Islam dan sekaligus diasramakan di tempat itu.165 Sedangkan Mahpuddin Noor memberikan definisi pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang minimal terdiri dari tiga unsur, yaitu Kiai/ustadz yang mendidik serta mengajar, masjid dan pondok atau asrama.166 Dari berbagai definisi di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa pondok pesantren adalah lembaga pendidikan agama Islam yang dipimpin oleh seorang Kiai yang mempunyai karismatik dan bersifat independent dimana santri disediakan tempat untuk menginap. Jika ditelusuri secara lebih mendalam, maka akan ditemukan statemen bahwa pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang tertua di Indonesia yang berasal dari pribumi.167 Sebelum membahas lebih jauh mengenai asal usul pesantren, maka terlebih dahulu penulis akan membahas mengenai pendiri pesantren pertama kali. Terdapat pendapat yang mengatakan bahwa 164
M.Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),
hlm. 240 165
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 212 Mahpuddin Noor, Potret Dunia Pesantren: Lintasan Sejarah, Perubahan dan Perkembangan Pondok Pesantren, (Bandung: Humaniora, 2006), hlm. 19 167 Depag RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah: Pertumbuhan dan Perkembangannya, (Jakarta: Direktorat Jendral Kelembagaan Islam, 2003), hlm. 7 166
145
asal usul kapan persisnya kemunculan pesantren di Indonesia belum bisa diketahui dengan pasti. Bahkan, peneliti tarekat dan tradisi Islam asal Belanda, Martin Van Bruinessen, menyatakan tidak mengetahui kapan lembaga tersebut muncul untuk pertama kalinya. Namun, memang banyak pihak yang menyebut –dengan berpijak pada pendapat sejarawan yang banyak mengamati kondisi masyarakata Jawa, Pigeud dan de Graaf– pesantren sudah ada semenjak abad ke 16.168 Dari catatan sejarah, lembaga pendidikan pesantren tertua adalah Pesantren Tegalsari di Ponorogo, yang didirikan pada tahun 1724. Namun sekitar seabad kemudian, yakni melalui survei Belanda tahun 1819, tampak sekali bahwa pesantren tumbuh dan berkembang secara sangat pesat, terutama di seluruh pelosok Pulau Jawa. Survei itu melaporkan lembaga pendidikan ini sudah terdapat di Priangan, Pekalongan, Rembang, Kedu, Surabaya, Madiun, dan Ponorogo. Melihat data itu Martin Van Bruinessen yakin bahwa sebelum abad ke 18 atau sebelum berdirinya Pesantren Karang, belum ada lembaga yang layak disebut pesantren. Yang ada hanyalah tempat pengajaran perorangan atau perorangan biasa atau tidak terstruktur. Pada fakta lain, dalam Serat Centhini, memang sempat disebutkan bahwa tokoh Jayengresmi yang hidup sezaman dengan Sultan Agung Mataram, yaitu pada paruh Abad ke-17, mempunyai lembaga pendidikan pesantren. Tapi ini diragukan karena serat Centhini baru disusun pada awal abad ke-19. Sedangkan, `klaim‟ lain bahwa pesantren sudah berdiri sejak ke-
168
www.Google.com sejarah pesantren di Indonesia
146
16169 atau seiring masuknya Islam di Banten sudah ada pesantren yang disebut Perguruan Karang, juga diragukan. Saridjo sebagaimana dikutip Arifin, berpendapat bahwa pondok pesantren tertua di Jawa Timur (sejak masa perubahan) ialah pondok pesantren Tebuireng yang didirikan oleh KH.Hasyim Asy‟ari. 170 Pesantren ini merupakan pesantren yang paling berpengaruh di Jawa dalam abad ke 20171 dan merupakan kiblatnya pesantren di Jawa dan Madura, sekalipun fakta sejarah menunjukkan bahwa pondok pesantren tertua di Jawa Timur yang ada sampai sekarang ini, yang keberadaannya dicatat dalam Serat Centhini yang ditulis pada abad ke-18 adalah pesantren Sidosermo di Surabaya dan pesantren Tegalsari di Ponorogo.172 Mengenai pendiri pesantren, sebagian ahli sejarah menyebutkan bahwa Syaikh Maulana Malik Ibrahim adalah pendiri pesantren pertama kali di Jawa.173 Sementara itu, Said dan Affar, sebagaimana dikutip oleh Mujamil, menyatakan bahwa Sunan Ampel atau Raden Rahmat sebagai pendiri pesantren pertama di Kembang Kuning Surabaya.174 Bahkan Kiai Machrus Ali menginformasikan bahwa disamping Raden Rahmat di Surabaya, ada yang mengatakan bahwa Sunan Gunung Jati di Cirebon sebagai pendiri
169
Abd. Rachman Assegaf, Politik Pendidikan Nasional, Yogyakarta: Kurnia Kalam, 2005), hlm. 106 170 Arifin, Kepemimpinan Kiai ..., hlm. 21. 171 Dhofier, Tradisi Pesantren…, hlm. 103 172 Arifin, Kepemimpinan Kiai ..., hlm. 21. Lihat juga Harits Daryono Ali Haji, Dari Majapahit Menuju Pondok Pesantren: Santri-Santri Negarawan Majapahit sebelum Wali Songo dan Babad Pondok Tegalsari, (Tulungagung: Surya Alam Mandiri, 2009). 173 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1985), hlm. 231 174 Mujamil Qomar, Pesantren: Dari Transformasi Metodologi menuju Demokratisasi Institusi,(Jakarta: Erlangga, 2005), hlm. 8
147
pesantren pertama, sewaktu mengasingkan diri bersama pengikutnya dalam khalwat, beribadah secara istiqamah untuk bertaqarrub kepada Allah.175 Dari berbagai pendapat tersebut, penulis lebih memilih pendapat yang menyatakan bahwa pendiri pesantren pertama kali adalah Syaikh Maulana Malik Ibrahim dengan alasan bahwa beliau adalah penyebar Islam pertama kali di Jawa yang melakukan akulturasi kebudayaan dan merupakan peletak dasar pertama sendi-sendi berdirinya pesantren. Sebagai model pendidikan yang mempunyai karakter dan ciri khusus dan berbeda dengan yang lain, maka sistem pondok pesantren ini
telah
mengundang berbagai macam spekulasi. Teori pertama menyebutkan bahwa pondok pesantren merupakan bentuk adapasi terhadap pendidikan Hindu dan Budha sebelum Islam datang.176 Sistem tersebut diberi nama Mandala.177 Teori kedua mengklaim bahwa pesantren berasal dari India. Ini dikarenakan persamaan madzhab yang dianut antara Islam di pesantren dengan yang berkembang di daerah Gujarat, yaitu madzhab Syafi‟i. Di samping itu, India merupakan daerah transit para penyebar Islam di Indonesia. Teori ketiga menyatakan bahwa model pondok pesantren ditemukan di Baghdad. 178 Teori ini diilhami oleh perkembangan madrasah
175
Machrus Ali “Hakekat Cita Pondok Pesantren” dalam Soeparlan Soeryopratondo dan M. Syarif, Kapita Selekta Pondok Pesantren, (Jakarta: PT Paryu Burkah, tt), hlm. 40 176 Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial, terj. Butche B. Soendjojo, (Jakarta: P3M, 1986), hlm. 100. 177 Haji, Dari Majapahit …, hlm. 171. Disebutkan mandala adalah suatu wanasrama yang berisi bangunan tempat sang Resi atau Dewaguru yang disebut tapowana atau pajaran. Karena tata letak kompleks bangunan yang konsentris maka bisa jadi wanasrama itulah yang disebut mandala. 178 George Makdisi yang dikutip Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 80
148
Nidzamiyah yang ada di Baghdad. Pesantren merupakan system pendidikan pengadopsian dari Madrasah Nidzamiyah. Teori
keempat
menyatakan
bahwa model
pondok
pesantren
merupakan perpaduan Hindu budha dan India179. Ini merupakan perpaduan dari teori pertama dan kedua yang mengalami akulturasi. Teori kelima mengungkapkan bahwa model pondok pesantren berasal dari perpaduan dari kebudayaan Hindu Budha dan Arab. Di sini terdapat akulturasi kebudayaan Hindu Budha yang bernama Mandala dengan kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW ketika mendidik sahabatnya dengan membentuk halaqah, dimana beliau mengambil tempat mula-mula di bukit yang jauh dari keramaian.180 Teori keenam menegaskan bahwa model pondok pesantren merupakan perpaduan dari India dan orang Islam Indonesia. 181 Ini berarti pondok pesantren merupakan lembaga asli karya orang Islam Indonesia dan ciri khas Islam di Indonesia. Penyebar Islam dari Arab yang singgah di India hanya memfasilitasi berdirinya pondok pesantren dengan mengadopsi budaya India. Teori ketujuh menilai bahwa model pesantren adalah perpaduan dari model timur tengah, India dan tradisi local yang lebih tua.182 Teori ini menyatakan bahwa pondok pesantren merupakan akulturasi dari ketiga budaya, baik budaya penyebar Islam maupun budaya masyarakat lokal.
179
Qomar, Pesantren…, hlm. 10 Dawam Rahardjo, “Dunia Pesantren dalam Peta Pembaharuan” dalam Dawam Rahardjo (ed), Pesantren dan Pembaharuan, (t.kp: LP3ES,1995), hlm. 32 181 Qomar, Pesantren…, hlm. 10 182 Ibid. 180
149
Terdapat lima elemen dasar yang mutlak ada dalam sebuah tradisi pondok pesantren. Lima elemen tersebut antara lain: pondok sebagai asrama santri, masjid sebagai sentral peribadatan dan pendidikan Islam, santri, pengajaran kitab-kitab klasik dan kiai.183 a. Pondok Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional di mana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang dikenal dengan sebutan kiai. Pondok, asrama bagi santri merupakan ciri khas tradisi pesantren, yang membedakannya dengan sistem pendidikan tradisional di masjidmasjid yang berkembang di kebanyakan wilayah Islam negara-negara lain.184 Kata pondok berarti kamar, gubuk, rumah kecil yang dalam bahasa Indonesia menekankan kesederhanaan bangunan. 185 Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa pondok itu berasal dari bahasa Arab funduq yang berarti ruang tidur, wisma, atau motel sederhana.186 Dahulu memang tempat asrama bagi para santri tersebut merupakan tempat yang sederhana, namun sekarang telah berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga memunculkan berbagai tipologi pondok pesantren. b. Masjid
183
Dhofier, Tradisi Pesantren…, hlm. 44. Arifin, Kepemimpinan Kiai ..., hlm. 5-6 Ibid., (Tradisi Pesantren), hlm. 45 185 Ziemek, Pesantren..., hlm. 18 186 Arifin, Kepemimpinan Kiai ..., hlm. 6 184
150
Menurut Sidi Gazalba, dilihat dari segi harfiah, perkataan masjid berasal dari kata bahasa Arab. Masjid berasal dari pokok sujudan, dengan fi‟il madli sajada yang berarti tempat sujud atau tempat sembahyang, dan karena berupa isim makan, maka diberi awalan “ma” yang kemudian berubah kata menjadi masjidu. Umumnya dalam bahasa Indonesia huruf “a” menjadi “e”, sehingga kata masjid ada kalanya disebutkan dengan mesjid.187 Sependapat
dengan
Sidi
Gazalba,
Wahyudin
Sumpeno
memberikan pengertian masjid secara harfiah sebagai kata yang berasal dari bahasa Arab. Kata pokoknya sujudan, masjidun yang berarti tempat sujud atau tempat shalat, sehingga masjid mengandung pengertian tempat melaksanakan kewajiban bagi umat Islam untuk melaksanakan shalat lima waktu yang diperintahkan Allah SWT. Pengertian lain tentang masjid, yaitu seluruh permukaan bumi, kecuali kuburan adalah tempat sujud atau tempat beribadah bagi umat Islam.188 Dalam pendapat yang lain, menurut Yusuf al-Qardhawi, “masjid adalah rumah Allah SWT, yang dibangun agar umat mengingat, mensyukuri, dan menyembah-Nya dengan baik”.189 Lembaga-lembaga pesantren di jawa memelihara tradisi tersebut, bahkan pada zaman sekarang di daerah yang belum begitu terkontaminasi dengan pengaruh, dapat ditemukan kiai yang selalu
187
Sidi Gazalba, Mesjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, Cetakan V, 1989), hlm. 118. 188 Wahyudin Supeno, Perpustakaan Masjid, Pembinaan dan Pengembangannya,ed. Abdul Hamid, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1984), hlm. 1. 189 Yusuf Al-Qardhawi, Tuntunan Membangun Masjid, ter. Abdul Hayyie al-Kattani, ed. Darmadi, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hlm. 7.
151
memberikan wejangan kepada muridnya di masjid. Masjid merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sembahyang lima waktu, khutbah, shalat jum‟ah dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik. Dalam pesantren, kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan yang merupakan manifestasi universalisme dari sistem pendidikan Islam tradisional.190 c. Santri Santri merupakan sebutan bagi para siswa yang belajar mendalami agama di pesantren.191 Para santri tinggal di pondok yang menyerupai asrama. Mereka melakukan kegiatan sehari-hari seperti mencuci, memasak dan lain sebagainya di tempat tersebut. Dhofier, sesuai dengan pengamatannya, membagi santri menjadi dua kelompok, yaitu: 1) Santri mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren. 2) Santri kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di sekeliling pesantren yang biasanya tidak menetap dalam pesantren. Untuk mengikuti pelajarannya di pesantren, mereka bolak-balik (nglajo) dari rumahnya sendiri.192 d. Pengajaran kitab-kitab klasik
190
Dhofier, Tradisi Pesantren…, hlm. 49 Arifin, Kepemimpinan Kiai ..., hlm. 11 192 Dhofier, Tradisi Pesantren…, hlm. 51-52 191
152
Pengajaran kitab-kitab klasik merupakan salah satu elemen yang tak terpisahkan dari sistem pesantren. Bahkan ada seorang peneliti yang mengatakan, sebagaimana yang dikutip Arifin, apabila pesantren tidak lagi mengajarkan kitab-kitab kuning, maka ke-asli-an pesantren itu semakin kabur, dan lebih tepat dikatakan sebagai sistem perguruan atau madrasah dengan sistem asrama daripada sebagai pesantren.193 Hal tersebut dapat berarti bahwa kitab-kitab Islam klasik merupakan bagian integral dari nilai dan faham pesantren yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Kitab-kitab klasik biasanya ditulis atau dicetak di kertas berwarna kuning dengan memakai huruf arab dalam bahasa Arab, melayu, jawa dan sebagainya. Huruf-hurufnya tidak diberi vokal, atau biasa disebut dengan kitab gundul. Lembaran-lembarannya terpisah-pisah atau biasa disebut dengan koras. Satu koras terdiri dari 8 lembar. 194 e. Kiai Kiai bukan berasal dari bahasa Arab melainkan dari bahasa Jawa. Kata-kata kiai mempunyai makna yang agung, keramat dan dituahkan. Untuk benda-benda yang dikeramatkan dan dituahkan di Jawa seperti keris, tombak, dan benda lain yang keramat disebut kyai. Selain untuk benda, gelar kiai juga diberikan kepada laki-laki yang lanjut usia, arif dan dihormati di Jawa.195 Namun pengertian paling luas di Indonesia, sebutan kiai dimaksudkan untuk para pendiri dan pemimpin pesantren, yang sebagai 193
Arifin, Kepemimpinan Kiai ..., hlm. 8 Ibid., hlm. 9 195 Ibid., hlm. 13. Lihat juga Dhofier, Tradisi Pesantren…, hlm. 55 194
153
muslim terpelajar telah membaktikan hidupnya untuk Allah serta menyebarluaskan dan memperdalam ajaran-ajaran pandangan Islam melalui kegiatan pendidikan.196 Jadi pada dasarnya kiai adalah sebutan bagi orang yang ahli dalam pengetahuan Islam. Kiai mutlak keberadaannya dalam sebuah pondok pesantren. Tanpa adanya kiai, maka pesantren tersebut tidak dapat berjalan. Dalam sebuah pesantren, kiai mempunyai otoritas penuh. Kiai biasanya mengajar kitab kuning kepada santrinya dengan metode bandongan atau sorogan. Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang tetap memiliki daya tarik untuk diamati, diteliti dan didialogkan, terlepas dari adanya kelemahan dan kelebihannya. Pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam di Indonesia yang bersifat tradisional dan berciri khusus, baik sistem pendidikan, sistem belajar maupun tujuan serta fungsinya. Saat ini jumlah pesantren di Indonesia tidak kurang dari 7.000 buah dengan jumlah santri sekitar 11 juta orang dan jumlah tenaga pendidik sekitar
150
ribu
orang197.
Jumlah
tersebut
sangat
strategis
dan
menguntungkan bagi pembangunan bangsa Indonesia, terutama dalam era globalisasi, dengan catatan jika potensi ini dapat diberdayakan secara maksimal dan tidak mengalami kendala yang signifikan. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan Islam yang sejak awal berdirinya telah memberikan kontribusi nyata dalam upaya mencerdaskan bangsa, dan juga telah memberikan andilnya yang besar dalam 196 197
Ibid. Pesantren di Indonesia, Jawa Pos, (31 Oktober 2006), hlm. 3
154
pembinaan dan pengembangan kehidupan umat Islam di Indonesia.198 Keberadaan pesantren selalu mendapat perhatian dan pengakuan dari masyarakat. Para pengamat perkembangan masyarakat di Indonesia akan mengakui bahwa pesantren telah berhasil melahirkan banyak pemimpin. Tidak sedikit pemimpin-pemimpin negeri ini, baik pemimpin yang duduk dalam pemerintahan atau bukan, besar ataupun kecil, yang dilahirkan oleh pondok pesantren, misalnya Abdurrahman Wahid, Said Aqil Siradj, dan lain sebagainya. Catatan sejarah memang menunjukkan bahwa pesantren juga banyak melahirkan pemimpin masyarakat, di samping mencetak kyai. Menurut E. Shobirin Nadj, ada pesantren besar yang harum namanya karena dulu banyak melahirkan kyai dan ada pula pesantren yang terkenal karena namanya selalu dikaitkan dengan beberapa alumninya yang menjadi pemimpin masyarakat. Tetapi sekarang, kemampuan pesantren untuk melahirkan calon kyai atau pemimpin itu disangsikan. Bahkan belakangan ini, ada pesantren yang dilanda masalah kepemimpinan ketika ditinggalkan kyai pendirinya karena tidak adanya anak kyai yang sanggup meneruskan kepemimpinan ayahnya, baik dari segi penguasaan, segi ilmu-ilmu keislaman maupun segi pengelolaan kelembagaannya. 199 Seperti pondok pesantren yang didirikan oleh Mbah Saren di Solo. Mengenai kondisi pesantren ini, dulunya pesantren
198
A. Malik Fajar, “Sintesa Antara Perguruan Tinggi dan Pesantren”, dalam Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan Madrasah dan Tantangan Modernitas, (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 86 199 E. Shobirin Najd, “Perpektif Kepemimpinan dan Manajemen Pesantren”, dalam M. Dawam Rahardo (ed), Pergulatan Dunia Pesantren Membangun dari Bawah, (Jakarta: P3M, 1985), hlm. 114
155
itu sangat terkenal tapi sekarang hanya jadi asramanya tukang jahit. Kalau malam mereka di pesantren mengaji, wiridan dan sebagainya, paginya di Pasar Klewer. Sebagai lembaga pendidikan Islam tertua, disamping otoritas kiai untuk membuat model-model sesuai dengan keinginannya, pesantren hingga kini telah berkembang dengan berbagai variasinya, sehingga sulit digeneralisir. Berbagai pesantren dalam berbagai variasi dan tipologinya sekarang telah berkembang dengan pesat. Variasi pesantren itu dapat dipandang dari berbagai sudut sehingga menghasilkan kategorisasi yang rinci. (1) Dilihat dari segi rangkaian kurikulumnya, pesantren dibagi menjadi tiga macam, ada pesantren modern, pesantren tahassus, dan pesantren campuran; (2) Dilihat dari segi kemajuan berdasarkan muatan kurikulumnya, pesantren juga dibagi menjadi tiga macam, ada pesantren paling sederhana, pesantren sedang, dan pesantren paling maju; (3) Dilihat dari segi jumlah santri dan pengaruhnya, pesantren dibagi menjadi tiga macam, ada pesantren kecil, pesantren menengah, dan pesantren besar; (4) Dilihat dari segi spesifikasi keilmuan, pesantren dibagi menjadi empat macam, ada pesantren alat, pesantren fiqh, pesantren qira'ah, dan pesantren tasawuf; (5) Dilihat dari segi jenis santri, pesantren dibagi menjadi empat macam, ada pesantren khusus untuk anak-anak balita, pesantren khusus orang tua, dan pesantren mahasiswa, ada pesantren umum; (6) Dilihat dari segi kecenderungan pada organsiasi sosial keagamaan, ada pesantren NU, pesantren Muhammadiyah, pesantren Persis, pesantren netral,
156
dan sebagainya, Gontor dan al-Yaqin termasuk pesantren yang netral itu; (7) Dilihat dari segi sistem pendidikan yang dikembangkan ada tiga macam; (8) Dilihat dari segi unsur-unsur pesantren ada lima macam; (9) Dilihat dari segi kelembagaan yang dikaitkan dengan sistem pengajarannya menjadi lima kategori; dan (10) Dilihat dari segi keterbukaannya terhadap perubahanperubahan yang terjadi ada pesantren salafi dan khalafi.200 Jika dilihat dari unsur pesantren, pesantren dibagi menjadi 5 pola atau tipe. Tipe pertama adalah yang sederhana, yaitu yang terdiri dari masjid dan rumah Kiai. Kiai mempergunakan masjid atau rumahnya sebagai tempat untuk mengajar. Dalam pondok pesantren ini, santri yang datang hanya santri sekitar pesantren itu sendiri, dan rata-rata tidak menginap. Tipe kedua, pesantren yang terdiri dari masjid, rumah Kiai dan asrama. Pesantren tipe kedua ini memberi kesempatan santrinya untuk menginap. Tipe ketiga, terdiri dari masjid, rumah Kiai, pondok dengan sistem wetonan dan sorogan. Pondok pesantren tipe ketiga ini menyelenggarakan pendidikan formal dalam bentuk klasikal. Tipe keempat, pondok pesantren ini selain memiliki komponen fisik seperti tipe ketiga, juga memiliki tempat untuk pendidikan ketrampilan seperti kerajinan, perbengkelan, sawah, ladang dan sebagainya. Tipe kelima, pondok pesantren ini merupakan pondok pesantren modern atau pondok pesantren pembangunan. Tambahan bangunannya meliputi: perpustakaan, dapur umum, ruang makan, kantor administrasi, toko, rumah penginapan tamu, ruang operation, dan sebagainya.201 200 201
Qomar, Pesantren…, hlm. 16-18 Dikutip dari Arifin, Kepemimpinan Kiai ..., hlm. 7
157
Istilah pesantren salafi dan khalafi pertama kali dipopulerkan oleh Zamakhsyari Dhofier. Pertama, pesantren Salafi yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikan di pesantren. Sistem madrasah diterapkan untuk memudahkan sistem sorogan yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. Masih cukup besar jumlah pesantren yang mengikuti pola ini, yaitu pesantren Lirboyo dan Ploso di Kediri, pesantren Maslahul Huda di Pati, dan pesantren Termas di Pacitan. Kedua, pesantren Khalafi yang telah memasukkan pelajaran-pelajaran umum dalam madrasahmadrasah yang dikembangkannya, atau membuka tipe sekolah-sekolah umum dalam lingkungan pesantren. Pondok pesantren Gontor tidak mengajarkan lagi kitab-kitab Islam Klasik. Pesantren-pesantren besar, seperti Tebuireng dan Rejoso di Jombang, telah membuka SMP, SMA dan Universitas, dan sementara itu tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik.202 Distingsi pesantren salafi dan khalafi ini dapat memudahkan untuk memahami variasi pesantren, tetapi masih menimbulkan masalah baru. Sebab ada pesantren yang menamakan modern (khalafi) seperti Gontor ternyata mengajarkan kitab Bidayat al-Mujtahid, sebuah kitab Fiqh Muqarani (Fiqh perbandingan) yang ditulis Ibn Rusyd (1126-1198 M), sementara itu, periode klasik terjadi 650-1250 M. Pada kejadian lain, ada pesantren yang menamakan diri sebagai pesantren salafiyah, tetapi dulu mengajarkan Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan Bahasa Inggris seperti Pesantren
202
Dhofier, Tradisi Pesantren…, hlm. 41-42
158
Langitan Tuban, dan mengajarkan ilmu administrasi seperti pesantren Lirboyo Kediri. Pada perkembangan terakhir, sistem pendidikan pesantren telah mengalami proses konvergensi dan sedikitnya dapat diklasifikasikan ke dalam lima tipe, yaitu : (1) pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal dengan menerapkan kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki sekolah
keagamaan
sekaligus
sekolah
umum;
(2)
pesantren
yang
menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional; (3) pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk madrasah diniyyah; (4) pesantren yang hanya menjadi tempat pengajian (majlis taklim); (5) pesantren yang disediakan untuk asrama mahasiswa dan pelajar sekolah umum203 Pada akhirnya pondok pesantren beserta tipologinya mengalami perkembangan dan menghadapi kejamnya era modernitas ini. Ada pesantren yang berkembang pesat karena mampu mempertahankan eksistensinya dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Ada pesantren yang kembang kempis atau bahkan mati karena tidak mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan permintaan masyarakat. Namun secara garis besar, penulis tetap memilih kategorisasi yang dilakukan oleh Dhofier, yaitu membagi pesantren menjadi dua, salafi dan khalafi.
203
Raharjo, Pergulatan Dunia …, hlm. 116
159
Di pesantren, tugas seorang kiai menjadi multifungsi: sebagai guru, muballigh, dan manajer sekaligus.204 Sebagai guru, kiai menekankan pada kegiatan mendidik para santri dan masyarakat sekitar agar memiliki kepribadian Muslim yang utama; Sebagai muballigh, kiai berupaya menyampaikan ajaran Islam kepada siapapun yang ditemui berdasarkan prinsip memerintahkan yang baik dan mencegah yang munkar (amar ma'rûf nahi munkar); dan sebagai manajer, kiai berperan dalam hal pengendalian bawahannya. Di dalam pesantren, top manajer dipegang oleh kiai. Maka dari itu, kiai memegang otoritas penuh terhadap maju mundurnya juga berkembangnya pesantren. Dari tiga fungsi tersebut, fungsi sebagai muballigh itulah yang mempengaruhi performance-nya termasuk penampilan ketika me-manage pesantren sehingga ditemukan kenyataan pola-pola manajerial serba mono dan serba tidak formal. Menurut tradisinya, kegiatan dakwah tidak didasari perencanaan dengan matang, pengorganisasian yang mapan maupun pengawasan yang ketat. Dengan pengertian lain, kegiatan dakwah bi al-lisân biasanya dipraktekkan ala kadarnya dan sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi pada saat itu. Nur Syam juga mengemukakan beberapa fungsi kiai, antara lain: Pertama, sebagai agen budaya, kiai memerankan diri sebagai penyaring budaya yang datang ke masyarakat; Kedua, kiai sebagai mediator, yaitu menjadi penghubung antara kepentingan berbagai segmen masyarakat,
204
Farchan dan Syarifuddin, Titik Tengkar…, hlm. 68-69
160
terutama kelompok elit dengan masyarakat; Ketiga, sebagai makelar budaya dan mediator, kiai menjadi penyaring budaya sekaligus sebagai penghubung berbagai kepentingan masyarakat.205 Dalam hal ini, kiai tidak hanya berkiprah di pesantren saja, melainkan juga memainkan kiprahnya di masyarakat. Di kalangan masyarakat, kiai mendapat posisi yang terhormat. Kiai senantiasa dituakan (dianggap orang tua atau sesepuh) sehingga menjadi tempat pengaduan masyarakat dari berbagai persoalan yang dihadapinya baik menyangkut persoalan sosio-kultural, sosio-religius, sosio-politik, sosioekonomik maupun persoalan-persoalan pembangunan desa bahkan tidak jarang menyangkut masalah kesehatan juga dikonsultasikan pada kiai. Maka dalam hal ini, kiai dituntut mengerti dan mampu memahami persoalan yang terjadi di masyarakat, disamping memahami berbagai disiplin ilmu sebagai alat penyelesaian persoalan tersebut. Penghargaan dan penghormatan masyarakat kepada kiai begitu tinggi karena masyarakat kita adalah masyarakat paternalistik. Terlebih lagi masyarakat pedesaan yang belum begitu terkontaminasi dengan budaya modernisasi. Dalam masyarakat tersebut, kiai dianggap sebagai bapak yang selalu mendidik mereka dan tidak mungkin menyesatkan mereka, sehingga mereka menaruh kepercayaan penuh pada kiai. Konsekuensinya segala (perintah) kiai mendapat respon yang tinggi dari mereka. Bahkan hal ini juga merambah dalam masalah politik dan ekonomi.
205
Nur Syam, "Kepemimpinan dalam Pengembangan Pondok pesantren", dalam A. Halim et.al (eds), Manajemen Pesantren, ( Yokyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), hlm. 79-80
161
Perilaku masyarakat itu terhadap kiai juga terjadi di kalangan santri di pesantren. Bahkan di pesantren perilaku santri lebih sistematis dalam melakukan penghormatan yang sangat tinggi kepada kiainya sehingga muncul kekhawatiran kualat jika tidak mentaati kiai, su' al-adâb dan tidak mendapat barokah, sehingga kiai di pesantren salafiyah dianggap hampir menyamai keyakinan bahwa kiai terhindar dari kesalahan. Fatwa-fatwanya dianggap selalu benar sehingga tidak boleh dikritik. Maka dari itu, kemudian timbul penyucian pemikiran agama (taqdîs afkâr al-dîni) dari komunitas pesantren terutama para santri. Dalam hal ini Abdurrahman Mas'ud mengatakan bahwa para santri menerima kepemimpinan
kiai
karena
percaya
pada
konsep
dalam
masyarakat jawa ,yaitu berkah atau baraka yang didasarkan atas doktrin keistimewaan status seorang alim dan wali.206 Mereka meyakini bahwa orang yang alim maupun wali memiliki kemampuan istimewa yang tidak dimiliki orang pada umumnya sehingga menerima kepemimpinannya sebagai keniscayaan. Kepercayaan masyarakat dan santri terhadap karomah kepemimpinan kiai biasanya sangat kuat. Namun, tradisi tersebut agak luntur dikalangan santri yang melanjutkan studinya di perguruan tinggi.. Di dalam pesantren, penerimaan santri pada kepemimpinan kiai lebih niscaya lagi baik karena pertimbangan struktural, teologis maupun kultural. Secara struktural, posisi kiai di pesantren ibarat posisi raja di kerajaan. Jadi posisinya tertinggi, dan tidak mungkin ditandingi posisi orang lain. Secara 206
Abdurahman Mas'ud, Intelektual Pesantren Perhelatan Agama dan Tradisi, (Yokyakarta: LKIS, 2004), hlm. .13
162
teologis, kiai diyakini dapat membantu atau memberikan kenikmatan tetapi juga bisa mengakibatkan bahaya. Sedangkan secara kultural, kiai sebagai orang tua dari sisi usianya atau dituakan karena kedalaman ilmunya mesti harus dihormati dan dijadikan panutan/pemimpin. Secara tradisional, kepemimpinan pesantren dipegang oleh satu atau
dua kiai, dan biasanya
merupakan
pendiri
pesantren
yang
bersangkutan.207Pesantren menekankan sikap konservatif yang bersandar dan berpusat pada figur kiai.208 Tanpa kiai, maka pesantren akan menjadi vakum dan tidak dapat menentukan sesuatu atau bahkan akan mati. Maka Sindu
Galba
menyimpulkan, "Kiai
merupakan
elemen
yang paling
esensial dari suatu pesantren."209 Oleh karena itu, kiailah dan bukan pribadi lain, yang mewarnai pesantren selama ini. Kiai dalam pesantren merupakan figur sentral, otoritatif dan pusat seluruh kebijakan dan perubahan.210 Maka selain kiai, walaupun keluarga kiai, tidak mempunyai peran yang berpengaruh dan membawa perubahan dalam dunia pesantren. Dalam pesantren, kiai adalah pemimpin tunggal yang memegang wewenang hanpir mutlak. Di sini tidak ada orang lain yang lebih dihormati daripada kiai.211 Bahkan apabila seorang bupati masuk ke pesantren, ia harus tunduk kepada seorang kiai. Maka kiai tetap mendapat
207
Azra, Pendidikan Islam…, hlm. 104 Fadjar, Holistika Pemikiran…, hlm. 219. 209 Sindu Galba, Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi, Ed. Riri Manan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hlm. 62 210 Masyhud dan Khusnuridho, Manajemen Pesantren…,hlm. 14-15 211 Pradjarta Dirdjosanjoto, Memelihara Umat Kiai Pesantren-Kiai Langgar di Jawa, (Yokyakarta: LKIS, 1999), hlm. 156 208
163
penghormatan yang tertinggi. Sejak Islam menjadi agama yang banyak dianut di Jawa, kiai menikmati status sosial yang tinggi itu. 212 Kiai menguasai dan mengendalikan seluruh sektor kehidupan pesantren. Orang lain tidak diberikan akses untuk mengendalikan sesuatu. Ustadz, apalagi santri, baru berani melakukan sesuatu tindakan di luar kebiasaan setelah mendapat restu dari kiai. Dia ibarat raja, segala titahnya menjadi konstitusi --baik tertulis maupun konversi--yang berlaku bagi kehidupan pesantren.213 Masa depan pesantren sangat ditentukan oleh faktor manajerial.214 Pesantren yang kecil akan berkembang secara signifikan manakala dikelola secara profesional. Dengan pengelolaan yang sama pesantren yang sudah besar akan bertambah besar lagi. Sebaliknya pesantren yang telah maju akan mengalami kemunduran manakala manajemennya tidak terurus dengan baik. Sementara itu, karena mengabaikan manajemen, pesantren yang kecil akan gulung tikar menghadapi tantangan multidimensional. Tantangan (inklusivisme),
itu
bisa
pengembangan
berupa
tuntutan-tuntutan
metodologi,
kemampuan
keterbukaan manajerial,
kolektivitas, demokratisasi, kebersamaan, egalitarianisme, dan lain-lain. Semua tantangan itu terakumulasi menjadi satu tantangan besar yang memaksa pesantren untuk mengadakan perubahan manajemen. Dalam kaitan ini penyelenggaraan manajemen pendidikan pesantren memiliki 212
nilai
sama
pentingnya
dengan
Mas'ud, Intelektual Pesantren…, hlm. 14 Qomar, Pesantren…, hlm. 31 214 Rahman, "Menggugat Manajemen.....", hlm. 114 213
upaya
menjaga
estafet
164
kepemimpinan. Untuk itu, kiai harus menguasai ilmu keislaman, mengetahui tugas-tugas manajerial dan hal-hal ilmu keduniaan yang menjadi tuntutan perkembangan zaman.215 Dengan pengertian lain, kiai harus visioner menatap masa depan, sehingga orientasinya tidak semata-mata pada kecakapan beribadah tetapi juga kecakapan fungsional dalam menghadapi tantangantantangan baru. Berdasarkan pengamatan terhadap pesantren yang ada, dapat ditegaskan, "Pesantren yang berhasil membutuhkan pemimpin, bukan pengatur, bahkan perusahaan yang berhasil membutuhkan pemimpin bukan pengatur."216 Ada perbedaan mendasar antara pemimpin dan pengatur. Pengatur lebih berorientasi pada penerapan aturan-aturan legal formal kepada bawahan sehingga sentuhannya bercorak hierarkhis-birokratis. Sedangkan pemimpin lebih berorientasi upaya mengayomi, melindungi, memberi tauladan dalam kehidupan sehari-hari, dan memotivasi sehingga sentuhannya lebih bercorak human skill (keahlian menyadarkan orang lain sebagai bawahan). Tampaknya,
manajemen
pesantren
harus
mencakup
berbagai
komponen yang segera mendapat penanganan karena telah lama menjadi problem yang terabaikan secara manajerial. Farchan dan Syarifuddin memberikan alternatif solusi bahwa untuk menata manajemen pesantren agar lebih maju, banyak hal yang harus dibenahi dengan cara: (a) Mengadopsi manajemen modern; (b) Membuat wira usaha; (c) Melakukan pelatihan 215 216
162
Ibid., hlm. 116 Imam Suprayogo, Reformasi Visi Pendidikan Islam, (Malang: STAIN Press, 1999), hlm.
165
kewirausahaan; (d) Membuat network ekonomi.217 Alternatif ini lebih menekankan
pada
pemberdayaan
ekonomi
daripada
pemberdayaan
intelektual, sosial, kultural dan struktural misalnya. Padahal yang dibutuhkan adalah adanya pemberdayaan secara relatif menyeluruh terhadap komponenkomponen pendidikan pesantren sehingga terdapat keseimbangan. Keberhasilan dan kemajuan sebuah pesantren tidak terlepas dari faktor manajerial. Pola kepemimpinan karismatik dalam pesantren menjadi salah satu faktor kelemahan pesantren, selain faktor lainnya. Perlu diadakan pembaharuan dalam manajerial pesantren dan membutuhkan solusi–solusi yang lebih komprehensif dan menyebar ke berbagai komponen pendidikan, untuk mengembangkan dan memperbaiki kwalitas dan kwantitas pesantren. Fakta menggambarkan bahwa pesantren tradisional tersebut dikelola berdasarkan tradisi dan bukan secara profesional yang berdasarkan keahlian (skill) baik human skill, conceptual skill maupun technical skill secara terpadu sehingga pengelolaan pesantren tidak mengenal perencanaan yang matang, distribusi kekuasaan atau kewenangan, dan sebagainya. Tradisi sebagai kelemahan
pesantren
meskipun
dalam
batas-batas
tertentu
sebagai
kelebihannya. Dalam perspektif manajerial, landasan tradisi dalam mengelola suatu lembaga termasuk pesantren menyebabkan produk pengelolaan itu asal jadi, tidak memiliki fokus strategi tertentu, dominasi personal terlalu besar, dan cenderung eksklusif dalam pengembangannya. Hal itu menyebabkan ketergantungan pesantren pada satu orang saja, dan mengakibatkan pesantren
217
Ibid., hlm. 70-73
166
sulit untuk maju, terutama dalam bidang manajemennya, termasuk bidang humas atau public relations-nya. Jika pesantren tradisional itu sejak semula dikelola secara profesional berdasarkan skill manajerial yang terpadu, maka tentunya telah mampu berkembang dengan pesat sebagai pusat kajian keislaman yang progresif dan produktif. Jadi pada intinya faktor utama keterlambatan dan ketertinggalan pesantren tersebut adalah disebabkan faktor manajemen. Dalam pesantren salafiyah biasanya menerapkan program alumni dalam hubungan dengan masyarakat. Biasanya pondok pesantren salafiyah juga menerapkan sistem dakwah yang dilaksanakan oleh ustadz-ustadznya. Oleh karena itu, manajemen merupakan faktor kelemahan pesantren tradisional, padahal keberadaan manajemen yang mapan untuk sebuah institusi semacam pesantren sangat diperlukan agar kelangsungan proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik.218 Dalam public relations pondok pesantren salafiyah, kiai masih berperan secara eksis dan otoritasnya masih mendominasi secara penuh. Maka hubungan pesantren salafiyah dengan masyarakat luar harus mendapat restu dari kiai, sebagai leader. Hal itu dikarenakan kebanyakan pesantren menganut pola serba mono, mono manajemen dan mono administrasi sehingga tidak ada delegasi kewenangan ke unit-unit kerja yang ada dalam organisasi.219 Keputusankeputusan kiai yang bersifat deterministik itu mengharuskan untuk dijalankan, termasuk juga public relations yang ada dalam lembaga tersebut. 218 219
Farchan dan Syarifuddin, Titik Tengkar …, hlm. 110 Masyhud dan Khusnuridho, Manajemen Pondok …, hlm. 115
167
Maka seharusnya kiai memberikan kewenangan kepada para ustadznya untuk melakukan hubungan dengan masyarakat, agar hubungan dengan masyarakat lebih terjalin dan masyarakat benar-benar merasakan peran pesantren. Dari pembahasan mengenai beberapa teori tersebut di atas, dapat peneliti visualisasikan sebagai berikut:
Teori Organizational Saga
Two ways communication Teori Agenda setting
Teori Thomas L. Harris PR-Marketing-Komunikasi-Citra
Pelaku, sasaran, Kondisi sosiologis & kultural
Teori Spiral Keheningan
Keberadaan
Teori word of mouth
Komunikasi
Public Relations Citra
Proses
Teori Eduard L. Bernays
Teori Image building persepsi publiksikap opinikonsensusopi ni publikterbangun citra lembaga
How to inform How to persuade How to integrate
MANAJEMEN PUBLIC RELATIONS Teori James Grunig & Todd Hunt 3. Two Ways Asymmetris 4. Two Ways Symmetris
Gambar. 2.8. Visualisasi Teori Manajemen Public Relations
Prinsip dan Kaidah Public Relations dalam Perspektif Islam
Prinsip dan Kaidah Public Relations dalam Perspektif Islam
MANAJEMEN PUBLIC RELATIONS Teori James Grunig & Todd Hunt 1. Press Agentry 2. Public Informations