BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori 2.1.1 Mata Pelajaran IPA 2.1.1.1 Hakikat IPA IPA secara sederhana didefinisikan sebagai ilmu tentang fenomena alam semesta. Pengertian
IPA (Sains) adalah sebagai
hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan,
gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah, antara lain penyelidikan, penyusunan, dan pengujian gagasan-gagasan. “Sains diartikan sebagai cara mencari tahu secara sistematis tentang alam semesta …. standar kompetensi bahan kajian sains salah satunya adalah kerja ilmiah”. (KTSP SDN Poncowarno:2012) Menurut Warsiti (2006:33) dalam Rahmawati (2009) hakikat pengertian IPA meliputi tiga hal, yaitu: Produk IPA yaitu berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori; Proses IPA atau metode ilmiah yaitu cara kerja yang dilakukan untuk mencapai hasil-hasil IPA atau produk IPA; Sikap ilmiah yaitu semua tingkah laku yang diperlukan selama melakukan proses IPA sehingga terjadi produk IPA. Sikap dan nilai Ilmiah. Siswa mengembangkan sikap ingin tahu, tidak percaya takhayul, jujur dalam menajikan data dan faktual, terbuka pada pikiran dan gagasan baru, kreatif dalam menghasilkan karya ilmiah, peduli terhadap makhluk hidup dan lingkungan, tekun dan teliti. 2.1.1.2 Pengertian IPA Srini M. Iskandar (2001: 2), kata IPA merupakan singkatan kata “Ilmu Pengetahuan Alam”. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan dari kata-kata Bahasa Inggris “Natural Science”. Natural artinya alamiah, berhubungan dengan alam. Science artinya ilmu pengetahuan. Jadi “Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau science secara harfiah adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Leo Sutrisno, Hery Setyadi & Kartono (2007: 1-19), menyatakan
6
7
” IPA merupakan usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat (correct) pada sasaran, serta menggunakan prosedur yang benar (true) dan dijelaskan dengan penalaran yang sahih (valid) sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul (truth). Krajcik S. Joseph, Czerniak M. Charlene and Berger Carl (1999: 12) “ Science was created by humans to predict and explain events and fenomena . IPA secara sederhana didefinisikan sebagai ilmu tentang fenomena alam semesta. Pengertian IPA (sains) adalah sebagai hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah, antara lain penyelidikan, penyusunan, dan pengujian gagasangagasan. Kurikulum(1994). Sedangkan IPA menurut Purnels dalam Srini M. Iskandar, 2001:2 “pengetahuan manusia yang luas yang didapatkan dengan cara observasi dan eksperimen yang sistematik, serta dijelaskan dengan bantuan aturan-aturan, hukum-hukum, prinsip-prinsip, teori-teori, dan hipotesis-hipotesis”. Menurut Warsiti (2006:33) dalam Yuli Rahmawati (2009: ) hakikat pengertian IPA meliputi tiga hal, yaitu (1) Produk IPA yaitu berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori; (2) Proses IPA atau metode ilmiah yaitu cara kerja yang dilakukan untuk mencapai hasilhasil IPA atau produk IPA; (3) Sikap ilmiah yaitu semua tingkah laku yang diperlukan selama melakukan proses IPA sehingga terjadi produk IPA.. Pemberian pengalaman belajar secara langsung sangat ditekankan melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah dengan tujuan untuk memahami konsep-konsep dan mampu memecahkan masalah. Keterampilan proses yang digunakan dalam sains antara lain: mengamati, menggolongkan, mengukur, menggunakan alat, mengomunikasikan hasil melalui berbagai cara seperti lisan, tulisan, dan diagram, menafsirkan informasi, mengajukan pertanyaan, memprediksi, melakukan percobaan. Agar mampu bekerja secara ilmiah pada siswa perlu ditanamkan sikap-sikap berikut: rasa ingin tahu, bekerja sama secara terbuka, bekerja keras dan cerdas, mengambil keputusan yang bertanggung jawab, peduli terhadap makhluk hidup dan lingkungan.
8
Peneliti berpendapat bahwa hakikat pengertian IPA adalah pengetahuan manusia tentang alam dan gejala-gejalanya yang didapatkan dengan cara observasi dan eksperimen yang sistematik, serta dijelaskan dengan bantuan aturan-aturan, hukum-hukum, prinsipprinsip,
teori-teori,
dan
hipotesis-hipotesis,
untuk
dapat
berkomunikasi
ilmiah,
mengembangkan kreativitas pemecahan masalah dan sikap serta nilai ilmiah. Peneliti menyimpulkan
bahwa IPA merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan
manusia yang diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan dididapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga akan terus di sempurnakan.. 2.1.1.3 Tujuan Pembelajaran IPA Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, Depdiknas (2008 : 148) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SD atau MI adalah :(1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya, (2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, (3) Mengembangkan rasa ingin tau, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.(4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan (5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.(6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.dan (7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. 2.1.1. 4 Ruang Lingkup IPA Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut (1) makhlluk hidup dan proses kehidupan yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan, (2) benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi cair, padat dan gas (3) energy dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
9
cahaya dan pesawat sederhana (4) bumi dan alam semesta meliputi tanah, bumi, tata surya dan benda-benda langit lainnya. 2.1.1.5 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas 4 Semester II. Dalam kurikulum 2004 disebutkan bahwa standar kompetensi bahan kajian sains salah satunya adalah kerja ilmiah, yang meliputi (1) Penyelidikan/penelitian; Siswa menggali pengetahuan yang berkaitan dengan alam dan produk teknologi melalui refleksi dan analisis untuk merencanakan, mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, mengomunikasikan kesimpulan, serta menilai rencana prosedur dan hasilnya, (2) berkomunikasi Ilmiah; Siswa mengomunikasikan pengetahuan ilmiah hasil temuan dan kajiannya kepada berbagai kelompok sasaran untuk berbagai tujuan, (3) Pengembangan Kreativitas dan Pemecahan Masalah; Siswa mampu berkreativitas dan memecahkan masalah serta membuat keputusan dengan menggunakan metode ilmiah, (4) Sikap dan Nilai Ilmiah; Siswa mengembangkan sikap ingin tahu, tidak percaya takhayul, jujur dalam menyajikan data dan faktual, terbuka pada pikiran dan gagasan baru, kreatif dalam menghasilkan karya ilmiah, peduli terhadap makhluk hidup dan lingkungan, tekun dan teliti Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas 4 Semester II. Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Energi dan Perubahannya 7. Memahami gaya dapat mengubah gerak dan/ atau bentuk benda
7.1 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah gerak benda. 7.2. Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah bentuk benda.
2.1.1.6 Pembelajaran IPA yang Efektif. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 untuk SD/MI dijelaskan mengenai pembelajaran IPA yaitu: Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
10
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya
menekankan
pada
pemberian
pengalaman
langsung
untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar BNSP (2007: 13). Pembelajaran IPA pada jenjang pendidikan dan dengan menggunakan pendekatan serta model apapun harus benar-benar efektif. Dalam buku Kegiatan Belajar yang Efektif (Depdiknas, 2003:5-6) pembelajaran yang efektif secara umum diartikan sebagai kegiatan belajar mengajar yang memberdayakan potensi siswa (peserta didik) serta mengacu pada pencapaian kompetensi individual masing-masing peserta didik. Rusna Ristasa (2010:11) menyatakan, “Ada baiknya jika guru yang akan merancang pembelajaran IPA di SD memperhatikan tujuh ciri utama pembelajaran efektif yang memberdayakan potensi siswa sebagaimana diuraikan pada buku Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif “. Ketujuh ciri itu adalah (1) berpijak pada prinsip kontruktivisme, (2) berpusat pada siswa, (3) belajar dengan mengalami, (4) mengembangkan keterampilan sosial, kognitif, dan emosional; (5) mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah ber- Tuhan; (6) belajar sepanjang hayat; (7) perpaduan kemandirian dan kerja sama Peneliti berpendapat bahwa penyelenggaraan pembelajaran IPA dengan pendekatan dan model apapun harus memperhatikan pemberdayaan potensi siswa serta mengacu pada pencapaian kompetensi individual siswa. 2.1.2
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Model pembelajaran
sangat banyak macamnya di antaranya adalah model
konvensional (ceramah, latihan, penugasan) dan metode kooperatif (STAD, Jigsaw, Group Investigation, Struktural).
11
Arends (dalam Sugiyanto, 2008:43) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pertama kali dikembangkan oleh Eliot Aronson dan teman-teman dari Universitas Texas, kemudian di adaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas Hopkins. Pengertian model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dinyatakan pula oleh Arends dalam Sumarni, (2010) bahwa “Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya.” Model pembelajaran kooperatif jigsaw adalah pembelajaran di mana siswa belajar dalam kelompok bertanggung jawab atas penguasaan materi belajar yang ditugaskan kepadanya lalu mengajarkan bagian tersebut pada anggota kelompok lain (Lembar Ilmu Pendidikan:1999; dalam Sumarni (2010)). Roger dan David Johnson (dalam Anita Lie, 2002:30) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong-royong harus diterapkan yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok. Berdasarkan pengertian model
jigsaw peneliti berpendapat
bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah pembelajaran dengan berkelompok yang para anggotanya berpencar untuk membentuk kelompok baru dan masing-masing anggota kelompok baru bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompok semula (home teams).Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Johnson (1991 : 27) yang menyatakan bahwa “Pembelajaran Kooperatif Jigsaw ialah kegiatan belajar secara kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama sampai kepada pengalaman belajar yang maksimal, baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok”. Tipe Jigsaw adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif di mana pembelajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa yang bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran dan mendapatkan pengalaman belajar yang
12
maksimal, baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok. Pada pembelajaran tipe Jigsaw ini setiap siswa menjadi anggota dari 2 kelompok, yaitu anggota kelompok asal dan anggota kelompok ahli. Anggota kelompok asal terdiri dari 3-5 siswa yang setiap anggotanya diberi nomor kepala 1-5. Nomor kepala yang sama pada kelompok asal berkumpul pada suatu kelompok yang disebut kelompok ahli. 2.1.2.2 Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Istilah karakteristik menurut kamus berarti ciri-ciri khusus. Dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terdapat 3 karakteristik yaitu (1). kelompok kecil, (2) belajar bersama, dan (3). pengalaman belajar. Esensi kooperatif learning adalah tanggung jawab individu sekaligus tanggung jawab kelompok, sehingga dalam diri siswa terbentuk sikap ketergantungan positif yang menjadikan kerja kelompok optimal. Keadaan ini mendukung siswa dalam kelompoknya belajar bekerja sama dan tanggung jawab dengan sungguhsungguh sampai suksesnya tugas-tugas dalam kelompok. 2.1.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw 2.1.2.3.1 Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Menurut Bahriatul Azizah (2006) dalam Mutoharoh (2008:89), model pembelajaran tipe jigsaw memiliki kelebihan (a) dapat mengembangkan hubungan antar pribadi positif di antara siswa yang memiliki kemampuan belajar berbeda, (b) menerapkan bimbingan sesama teman, (c) rasa harga diri siswa yang lebih tinggi, (d) memperbaiki kehadiran siswa, (e) Penerimaan terhadap perbedaan individu lebih besar, (f) sikap apatis berkurang, (g) pemahaman materi lebih mendalam, dan (h) meningkatkan motivasi belajar. Berdasarkan pengalaman dalam pembelajaran menggunakan model jigsaw, peneliti menemukan beberapa kelebihan model
jigsaw sebagai berikut: (a) Pembelajaran tidak
membosankan karena semua anggota kelompok mendapat bagian yang berbeda, (b) Penggunaan pembelajaran model jigsaw mampu melibatkan semua siswa secara aktif dan bertanggung jawab dalam belajar, (c) Menanamkan dan membangun kerja sama yang baik antar siswa dalam kelas, sehingga ketika siswa dewasa sudah terbiasa bekerja sama. Ketika siswa belajar dalam kelompok pakar, siswa akan saling bekerja sama dan membantu siswa yang mengalami hambatan dan kesulitan-kesulitan,(d) Siswa merasa dihargai dengan
13
kepercayaan yang diberikan kepadanya untuk mempelajari dan mengajarkan kepada anggota kelompok. Perasaan tersebut akan menumbuhkan rasa percaya diri siswa yang dapat berkembang pada penampilan siswa untuk kesempatan yang lain, (e) Melatih sikap menghargai dan saling menghormati. Ketika salah satu siswa dari kelompok ahli mengajarkan materi yang sudah dipelajarinya, siswa anggota home team memperhatikan dengan sungguhsungguh, (f) Kompetensi yang lebih banyak dapat dicapai dalam waktu yang relatif lebih singkat, (g) Menghemat, waktu. Dalam satu kali pembelajaran dapat menyelesaikan lebih banyak sub-sub materi dengan penguasaan kompetensi yang lebih baik pula, (h) Cocok untuk semua kelas/tingkatan, (i)
Bisa digunakan dalam pengajaran membaca, menulis,
mendengarkan, atau berbicara, (j) dapat digunakan dalam beberapa mata pelajaran, (k) Belajar dalam suasana gotong-royong mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi (l)
Kelompok memiliki sumber
informasi maupun buah pikiran yang lebih kaya daripada yang dimiliki individu, (m) Dapat meningkatkan pemahaman terhadap diri sendiri maupun orang lain dan meningkatkan kemampuan individu untuk berinteraksi, (n) kelompok,
Melatih siswa menghadapi masalah secara
(o) Partisipasi siswa dalam proses pembelajaran dapat menigkat, (p)
Siswa mempunyai banyak kesempatan untuk menghargai perbedaan, (q) Mengurangi rasa kurang percaya diri dalam diri siswa, (r) Menigkatkan motivasi, harga diri dan sikap positif siswa, (s) Meningkatkan prestasi belajar siswa, (t) Pengayaan dapat diberikan lebih luas dan kompleks, (u) Menantang guru untuk lebih kreatif dalam merancang pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan siswa, (v) Jika terjadi kegagalan pencapaian kompetensi perbaikan lebih mudah dilaksanakan. Jika terjadi kegagalan pencapaian kompetensi perbaikan lebih mudah dilaksanakan. 2.1.2.3.2
Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw . Menurut Bahriatul Azizah (2006) dalam Mutoharoh
(2008:8-9) metode jigsaw
memiliki kekurangan sebagai berikut:(a). Jika jumlah anggota kelompok kurang akan menimbulkan masalah, misal jika ada anggota yang hanya membonceng dalam menyelesaikan tugas-tugas dan pasif dalam diskusi.(b). Membutuhkan waktu yang lebih lama
14
apalagi bila ada penataan ruang yang belum berkondisi dengan baik, sehingga perlu waktu untuk mengubah posisi yang dapat juga menimbulkan gaduh, Berdasarkan pengalaman dalam pembelajaran menggunakan
metode jigsaw,
peneliti menemukan beberapa kelemahan model pembelajaran jigsaw sebagai berikut:(a). Jika kelas belum pernah ataupun belum terbiasa pada kesempatan pertama peneliti sebagai guru memerlukan waktu yang cukup lama untuk menanamkan pemahaman siswa terhadap langkah-langkah/urutan kerja menggunakan metode jigsaw.(b). Pengawasan yang kurang melekat terhadap semua anggota kelompok ahli memungkinkan kerja kelompok ada yang macet, (c) Membutuhkan pengajar yang kreatif, (d) Memprasyaratkan siswa punya latar belakang yang cukup untuk dapat membahas masalah yang akan didiskusikan 2.1.2.4 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah pembelajaran di mana siswa belajar dalam kelompok bertanggung jawab atas penguasaan materi belajar yang ditugaskan kepadanya lalu mengajarkan bagian tersebut pada anggota kelompok lain (Lembar Ilmu Pendidikan:1999; dalam Sumarni (2010)). Langkah-langkah pembelajaran Model Jigsaw sebagai berikut (1). Kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri 4 atau 5 siswa dengan karakter yang heterogen, (2) Bahan akademik disajikan dalam bentuk teks, dan setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut (3). Para anggota dari beberapa tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji bagian bahan tersebut. Kumpulan siswa semacam itu disebut kelompok „pakar‟ (expert group), (4). Selanjutnya siswa yang berada dalam kelompok semula (home teams) mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar, (5) Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam home teams, para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari. Dalam model jigsaw versi Slavin, pemberian skor dilakukan dengan cara tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, kepada siswa secara individu atau team yang
memperoleh skor tinggi
diberi penghargaan. Kadang
15
beberapa atau semua team memperoleh penghargaan jika mampu meraih suatu kriteria/standar tertentu (Sugiyanto 2008:42-44). Berdasarkan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw peneliti memperoleh gambaran dalam bentuk diagram yang disesuaikan dengan jumlah siswa kelas 4 SDN Poncowarno Tahun Pelajaran 2012/2013. Gambar Pembentukan kelompok jigsaw adalah sebagai berikut
Kelompok Asal 1
Kelompok Asal 2
Kelompok Ahli 1
Kelompok Ahli 1
Belajar materi 1
Belajar Materi 2
Kelompok Asal 3
Kelompok Asal 4
Kelompok Ahli 1
Belajar Materi 3
Kelompok Asal 5
Kelompok Ahli 1
Belajar Materi 4
Gambar 2.1 2.1.3. Hasil Belajar 2.1.3.1 Pengertian Belajar Kegiatan belajar merupakan kegiatan paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan. Dalam kegiatan belajar siswa di anggap sebagai objek yang harus di beri berbagai macam pengetahuan dan keterampilan agar dapat menambah pengetahuan yang dimiliki, misalnya dengan membaca, menghafal pelajaran, mengerjakan soal dan sebagainya. Pendapat ini menganggap siswa sebagai objek yang tidak diberi kesempatan mengembangkan diri atau belajar dari pengetahuan atau pengetahuan yang di peroleh. Belajar adalah suatu proses perubahan dari diri manusia itu sendiri, terbukti dengan
16
munculnya tingkah laku baru misalnya, timbul wawasan baru dan rasa sosial yang berkembang. Slameto (2003:2) menjelaskan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memproleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali, baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar yaitu perubahan terjadi secara sadar, continue, positif dan aktif, terarah, dan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Menurut J.Bruner (dalam Slameto 2003:11) bahwa “belajar tidak untuk mengubah tingkah laku sesorang tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah”. Dengan demikian alangkah baiknya bila sekolah dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk maju dengan cepat sesuai dengan kemampuan siswa dalam mata pelajaran tertentu. Partisipasi aktif dari siswa penting dalam proses belajar untuk mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan dari tiap-tiap siswa. Selain itu Dimyati dan Mudjiono (2006:7) menyebutkan bahwa belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar, berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan amat tergantung pada proses belajar dan mengajar yang dialami siswa dan pendidik baik ketika para siswa di sekolah maupun di lingkungan keluarganya sendiri. Belajar adalah „„perubahan tingkah laku yang relative tetap dan terjadi sebagai hasil latihan dan pengalaman” (Morgan, dkk dalam Mulyana Sumantri dan J.Permana (2001:13). Belajar merupakan suatu proses berfikir dalam menunjang perubahan tingkah laku baik dari aspek kognitif, psikomotorik maupun afektif. Belajar tidak terjadi secara spontan tetapi memerlukan waktu untuk mendapatkan hasil. Belajar tidak hanya semata-mata tekad membaca melainkan lebih dari itu yaitu melalui diskusi, mengamati sesuatu, mencoba, mempraktekkan , dan mendengarkan. Dengan belajar manusia dapat mempraktekkan hidup
17
serta mengembangkan dirinya sendiri dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian segala yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan kesengajaan yang akhirnya dapat menambah pengetahuan, keterampilan, dan perubahan tingkah laku adalah merupakan hasil dari kegiatan belajar. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut penulis menyimpulkan bahwa belaajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari transformasi informasi, latihan dan pengalaman yang diterima secara aktif. 2.1.3.2 Ciri-ciri Kegiatan Belajar Menurut Nasution (1992:3) cir-ciri belajar ada 3 (tiga) macam yaitu : (1) belajar adalah aktifitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar, baik aktual maupun potensial, (2) perubahan itu adalah didapatkannya kemampuan baru, (3) perubahan itu terjadi karena usaha. 2.1.3.3 Unsur-unsur Belajar Unsur-unsur belajar yang terkait dalam proses belajar menurut Nasution (1992;5) terdiri dari (1) faktor dalam meliputi fisiologis dan psikologis, (2) faktor luar meliputi lingkungan dan instrumental. Unsur-unsur belajar tersebut saling mempengaruhi satu sama lain dalam menghasilkan keluaran tertentu. 2.1.3.4 Tujuan Belajar Menurut Gagne dalam Mulyani Sumantri dan J.Permana (2001:14) tujuan yang ingin dicapai dikelompokkan menjadi 5 (lima) yaitu (1) kemampuan intelektual yaitu mengarah pada peningkatan kecerdasan, (2) strategi kognitif yaitu kemampuan memecahkan masalah, (3) informasi verbal yaitu berupa kata-kata, kalimat dengan belajar kita memperoleh pengetahuan /kemampuan mencari dan mengolah informasi, (4) keterampilan motorik yaitu kelincahan gerak melakukan aktivitas cepat dan tepat, (5) sikap dan nilai-nilai yaitu dapat merubah sikap dan nilai-nilai moral yang bertanggung jawab,percaya diri dan memiliki keyakinan Penulis menyimpulkan bahwa tujuan belajar merupakan suatu harapan yang ingin dicapai dalam kegiatan belajar..Tujuan belajar nerupakan komponen yang sangat penting, karena suatu komponen yang ada dalam system pembelajaran yang dilaksanakan atas dasar pencapaian tujuan.Dalam usaha pencapaian tujuan belajar perlu sistem lingkungan atau
18
kondisi belajar yang baik. Sistem belajar dipengaruhi oleh berbagai komponen yang saling mempengaruhi.
2.1.3.5 Hasil Belajar Hasil belajar mengacu pada segala sesuatu yang menjadi milik siswa akibat dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Menurut Angkowo (2007:47) dalam Rusna Ristasa (2010:19) “Belajar adalah perubahan persepsi dan pema-haman. Perubahan persepsi dan pemahaman ini tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang diamati. Belajar akan efektif jika dilakukan dalam suasana yang menyenangkan.” Menurut Bloom dkk dalam Sumarni (2011) tujuan atau hasil belajar digolongkan dalam tiga domain: kognitif, afektif, dan psikomotor. Pembagian hasil belajar ke dalam ketiga domain tersebut sifatnya tidak terpisah secara tegas. Artinya pada waktu mengembangkan hasil belajar kognitif tidak berarti guru tersebut tidak mengembangkan hasil belajar afektif dan psikomotor. Pembagian ini dilakukan mengingat mata pelajaran memiliki ciri-ciri tertentu yang mendapat tugas untuk mengembangkan hasil belajar tertentu pula. 2.1.4
Hubungan antara Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Hasil Belajar Pengertian pembelajaran secara umum adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh
guru sedemikan rupa sehingga tingkah laku siswa menjadi kearah yang lebih baik. Model pembelajaran kooperatif tipe jigasaw adalah pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok dan bertanggung jawab atas penguasaan materi belajar yang ditugaskan kepadanya lalu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota kelompok lain. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupaka tipe model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kapada kelompok yang lain (Arends, 1997).
19
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie,A., 1994). Dengan bekerjasama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang diberikan kepada kelompoknya dan materi pelajaran yang diterima dari kelompoknya maka angka ketuntasan maupun hasil belajar lebih tinggi dan lebih baik atau dikatakan hasil belajar meningkat. 2.1.5
Media Benda Asli
2.1.5.1 Pengertian Media Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari medium yang berarti perantara yang dipakai untuk menunjukkan alat komunikasi. Secara harfiah media diartikan sebagai perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan atau sebagai medium untuk perantara. Beberapa ahli telah mengemukakan pengertian tentang media pembelajaran antara lain Gagne dan Reisen (dalam Mulyani Sumantri, 2001 : 150 ), mendefinisikan media pengajaran sebagai “ alat fisik dimana pesan – pesan instruksional dikomunikasikan”.Jadi seorang instruktur, buku cerita, pertunjukan film, atau tape recorder, dan lain – lain peralatan fisik yang mengkomunikasikan pesan instruksional dianggap sebagai media, Dalam Dinje Borman Rumumpuk (1988:6) dalam Mulyani Sumantri (2001 : 153), mendefinisikan “media pengajaran sebagai setiap alat, baik software maupun hardware yang dipergunakan sebagai media komunikasi dan yang tujuannya untuk meningkatkan efektivitas proses belajar mengajar Mulyani Sumantri (2001 : 153), menyatakan bahwa media pengajaran adalah segala alat pengajaran yang digunakan guru sebagai perantara untuk menyampaikan bahan–bahan instruksional dalam proses belajar mengajar sehingga memudahkan pencapaian tujuan pengajaran tersebut.
20
Peneliti berpendapat bahwa
media merupakan alat bantu guru dalam mengajar
untuk menyampaikan pesan kepada siswa, dan dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan sehingga proses pembelajaran lebih jelas, menarik, menyenangkan, dan efektif dalam mencapai tujuan pebelajaran. 2.1.5.2. Tujuan Penggunaan Media Secara umum tujuan penggunaan suatu media yaitu untuk membantu guru menyampaikan pesan-pesan secara mudah kepada siswa, sehingga siswa dapat menguasai pesan-pesan tersebut secara tepat dan akurat. Sedangkan secara khusus media pengajaran digunakan dengan tujuan sebagai berikut:(a) Memberi kemudahan kepada peserta didik untuk lebih memahami konsep, prinsip dan keterampilan tertentu.Dengan menggunakan media yang paling tepat untuk karakteristik bahan ajar, (b) Memberi pengalaman belajar yang berbeda dan bervariasi sehingga lebih merangsang minat peserta didik untuk belajar; (c) Menumbuhkan sikap dan keterampilan tertentu dalam teknologi, karena peserta didik tertarik untuk menggunakan atau mengoperasikan media tertentu, (d) Menciptakan situasi belajar yang tidak dapat dilupakan peserta didik (dalam Mulyani Sumantri, 2001 : 153 ). Peneliti berpendapat bahwa tujuan penggunaan media adalah untuk memudahkan guru dalam menyampaikan pesan dan memudahkan siswa dalam menerima pesan baik berupa konsep-konsep maupun keterampilan-keterampilan, dan sikap-sikap dalam pembelajaran. 2.1.5.3 Fungsi Media Pembelajaran Media pembelajaran sebagai segala sesuatu yang digunakan untuk mengantarkan atau menyampaikan pesan, secara umum media berfungsi sebagai (a) alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif, (b) bagian integral dari keseluruhan situasi mengajar, (c) meletakkan dasar-dasar yang kongkrit dari konsep yang abstrak sehingga dapat mengurangi pemahaman yang bersifat verbalisme, (d) membangkitkan motivasi belajar peserta didik, (e) mempertinggi mutu proses pengajaran ( Mulyani Sumantri 2001:154 ).
21
Sedangkan menurut Derek Rowantrie (1982:168) dalam Mulyani Sumantri (2001:154 ) menyebutkan fungsi media pendidikan atau pengajaran, adalah (a) engange the Student‟s motivation (membangkitkan motivasi belajar), (b) recall earlier learning (mengulang apa yang telah dipelajari), (c) provide new learning stimuli (menyediakan stimulus belajar), (d) activate the student‟s response (mengaktifkan respons peserta didik), (e) give speedy feedback (memberi balikan dengan cepat/segera) dan (f) encourage appropriate practice (menggalakkan latihan yang serasi). Peneliti berpendapat bahwa fungsi media pengajaran yaitu sebagai alat bantu untuk memberikan stimulus dalam mewujudkan situasi pembelajaran yang efektif dan dapat membangkitkan motivasi belajar siswa, supaya dapat mempertinggi mutu proses pembelajaran. 2.1.5.4 Alasan Penggunaan Media Penggunaan media pengajaran bertitik tolak pada dua hal , yaitu (a) belajar merupakan perubahan perilaku.“ Perubahan perilaku terjadi akibat adanya suatu proses yang diawali dengan adanya rangsangan yang kemudian diolah menjadi persepsi. Untuk menanggulangi hambatan terbentuknya persepsi harus diupayakan suatu bentuk alat bantu yang memudahkan atau mengurangi hambatan – hambatan penguasaan kemampuan peserta didik” ( Mulyani Sumantri, 2001 : 155 ).(b) belajar merupakan proses komunikasi“ Proses komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari sumber ke penerima. Media digunakan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan hambatan – hambatan tersebut”.( Mulyani Sumantri, 2001 : 155 ). Berdasarkan alasan penggunaan media, peneliti berpendapat bahwa pembelajaran perlu menggunakan media karena perubahan perilaku dan proses komunikasi perlu adanya rangsangan untuk terbentuknya persepsi yang benar, agar proses tersebut tidak mengalami banyak hambatan harus diupayakan alat bantu atau media. 2.1.5.5 Prinsip – Prinsip Pemilihan Suatu Media Dalam proses pengajaran hendaknya seorang guru menggunakan media pengajaran yang sesuai agar tujuan pengajaran tercapai sesuai dengan optimal. Adapun prinsip- prinsip pemilihan media meliputi (a) memilih media harus berdasarkan pada tujuan pembelajaran dan
22
bahan ajar yang akan disampaikan, (b) memilih media harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik, (c) memilih media harus disesuaikan dengan kemampuan guru, baik dari pengadaannya maupun penggunaannya, (d) memilih media harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi atau pada waktu, tempat, dan situasi yang tepat, (e) memilih media harus memahami karakteristik dari media itu sendiri.( Mulyani Sumantri, 2001 : 156 ). Sedangkan fakta – fakta yang harus dipertimbangkan dalam memilih media pengajaran adalah (a) objektifitas yaitu pemilihan suatu media tidak didasarkan karena kesukaan pribadi atau sekedar hiburan, sehingga menghiraukan kegunaan dan relevansinya dengan bahan ajar dan karakteristik peserta didik, (b) program pengajaran artinya dalam memilih media harus disesuaikan dengan program pengajaran, karena tidak semua media dapat digunakan untuk semua program pengajaran, (c) situasi dan kondisi artinya pemilihan media harus disesuaikan dengan situasi belajar mengajar yaitu disesuaikan dengan metode mengajar, materi pelajaran, serta lingkungan sekolah dan kelas, (d) kualitas teknik yaitu kesiapan operasional media sebelum digunakan, misalnya untuk video compact disk apakah kondisinya masih bagus atau sudah rusak, (e) keefektifan dan efisien penggunaan artinya penggunaan media bukan semata–mata karena melaksanakan salah satu komponen komponen tetapi apakah media itu betul – betul berguna untuk memudahkan pemahaman peserta didik. ( Mulyani Sumantri, 2001 : 156 ). Peneliti berpendapat bahwa prinsip – prinsip pemilihan suatu media yaitu harus berdasarkan pada tujuan pembelajaran dan bahan ajar/materi yang harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa, situasi dan kondisi, dan harus memahami karakteristik dari media itu sendiri serta meperhatikan efektifitas dan efisiensi penggunaan media. 2.1.5.6 Berbagai Jenis Media Pembelajaran Media yang dapat digunakan guru dalam pembelajaran itu banyak jenisnya namun Sri Anitah Wiryawan dan Noorhadi (1994) dalam Mulyani Sumantri & J.Permana (2001:158) mengklasifikasikan menjadi (1) media visual, (2) media audio, (3) media audio-visual, (4) media (benda) asli dan orang. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, peneliti menggunakan media benda asli.
23
2.1.5.7 Media Benda Asli 2.1.5.7.1 Pengertian Media benda Asli Media benda asli merupakan benda yang sebenarnya atau benda yang berwujud benda sesungguhnya yang membantu pengalaman nyata peserta didik (Mulyani Sumantri, 2001 : 161 ). Menurut peneliti media benda asli adalah alat bantu guru dalam pembelajaran berupa benda sebenarnya atau benda yang berwujud benda sesungguhnya yang membantu memberikan pengalaman nyata kepada siswa. 2.1.5.7.2 Tujuan Penggunaan Media Benda Asli Menurut ahli atau peneliti yang lain, peneliti belum menemukan tujuan penggunaan media benda asli secara spesifik. Namun berdasarkan pengalaman dan keterangan yang ditemukan dapat dirumuskan
tujuan penggunaan media benda asli sebagai berikut: (a)
Memberi kemudahan kepada siswa untuk memiliki ingatan yang tahan lama terhadap materi yang dipelajarinya sehingga kompetensi yang dicapai siswa bersifat permanen dan sulit dilupakan, jika di kemudian hari siswa lupa, maka akan mudah teringat kembali hanya dengan stimulus yang kecil yaitu dengan melihat benda asli/tiruan atau bahkan hanya gambar saja, (b) Menciptakan belajar dengan pengalaman nyata dan bermakna, (c) Supaya siswa lebih tertarik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran dalam rangka membangun pengetahuan siswa, (d) Membentuk sikap mental dan emosional yang positif terhadap hidup dan kehidupan dengan pengalaman nyata dan bermakna yang telah diperoleh siswa. 2.1.5.7.3 Fungsi Media Benda Asli Menurut Mulyani Sumantri (2001:176) fungsi media benda asli (a) Memberi pengalaman nyata dalam kehidupan, (b) Menarik minat belajar. Berdasarkan fungsi di atas dan pengalaman peneliti dalam pembelajaran menggunakan media benda asli, peneliti berpendapat bahwa fungsi media benda asli yaitu (a) Memberi pengalaman nyata dalam kehidupan; (b) Menarik minat siswa; (c) Juga menjadikan belajar lebih bermakna bagi siswa; dan (d) Memperkuat motivasi siswa dalam pembelajaran di sekolah maupun belajar siswa di luar sekolah. 2.1.5.7.4 Alasan Penggunaan Media Benda Asli
24
Menurut peneliti alasan penggunaan media benda asli karena (a) belajar/perubahan perilaku dan proses komunikasi siswa perlu adanya rangsangan, (b) mempermudah siswa untuk terbentuknya persepsi yang benar, agar proses tersebut tidak mengalami banyak hambatan; (c) Pembentukan peresepsi harus diupayakan secara kuat oleh guru agar terbentuk suatu pengalaman belajar murid yang bermakna. 2.1.5.7.5 Kekuatan Media Benda Asli Media benda asli memiliki kekuatan (a) Benda asli memberikan pengalaman yang sangat berharga dan nyata karena langsung dalam dunia sebenarnya, (b) Benda asli memiliki ingatan yang tahan lama dan sulit dilupakan, (c) Pengalaman nyata dapat membentuk sikap mental dan emosional yang positif terhadap hidup dan kehidupan; (d) Benda asli dan model dapat dikumpulkan dan dicari; (e) Benda asli dapat dikoleksi orang. 2.1.5.7.6 Cara Menggunakan Media Benda Asli Cara menggunakan media benda asli
disesuaikan dengan jenis media benda asli
yang dipilih untuk digunakan dalam pembelajaran. Dalam penelitian ini adalah gaya. Jadi media benda asli yang digunakan adalah benda-benda yang terkait dengan gerak dan gaya misalnya sepeda, tempat kapur, kelereng, bola, plastisin, adonan kue, meja, kursi, kaleng, pisau pemotong, wortel,kue, cetakan kue, sterofoam, kawat, gunting, dan lain-lain Pada dasarnya cara penggunaan media benda asli sebagai media pembelajaran gaya disajikan dengan cara mempraktekkan atau eksperimen benda-benda/berbagai alat dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan gaya disertai lembar kerja siswa (LKS) pada kelompok ahli. Cara menggunakan masing-masing alat sebagai berikut: Siswa diminta memindahkan benda misalnya tempat kapur, meja, kursi dll (b). Guru meminta salah seorang siswa menendang bola, seorang siswa menghadang bola tersebut, menangkap dan melempar bola, (c) siswa yang lain juga mempraktekkan melempar kelereng diarahkan agar menyentuh kelereng lain yang tadinya diam (d) salah seorang naik sepeda, yang lain mendorong (e) memotong wortel,sterofoam ataupun kue,membuat bentuk hewan atau buah dari plastisin, mencetak adonan kue, (f) kaleng diinjak hingga penyok. Guru meminta siswa untuk bereksperimen dan mencari contoh dalam kehidupan sehari-hari melalui diskusi pada
25
kelompok ahli dan disampaikan pada kelompok asal dan didiskusikan dan dibahas kembali pada kelompok asal . 2.2.
Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mutoharoh tahun 2009
berjudul Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Learning Metode Jigsaw dalam Peningkatan Hasil Belajar PKn Siswa Kelas 5 SDN 5 Kebumen Tahun 2008/2009. Hasil penelitian tersebut melalui pembelajaran kooperatif model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dilakukan setiap siklus menghasilkan peningkatan hasil belajar yang signifikan. Penelitian lain yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Sumarni dengan judul Penggunaan Model Jigsaw dan Penggunaan Media Benda Asli untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA tentang Pesawat Sederhana pada siswa Kelas
5 SDN Poncowarno,
Kecamatan Poncowarno Kabupaten Kebumen Tahun 2009/2010. Hasil penelitian tersebut adalah:(1) Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan media benda asli kompetensi dasar menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan cepat mampu meningkatkan keaktifan belajar siswa sebesar 52,17% dari siklus I ke siklus II; (2) Mampu meningkatkan tanggung jawab belajar siswa sebesar 56,52% dari siklus I ke siklus II; (3) Mampu memberikan tingkat penguasaan materi yang lebih baik pada hasil belajar dengan kenaikan ketuntasan belajar sebesar 34,78% dari siklus I ke siklus II.
26
2.3.
Kerangka Pikir
Proses belajar mengajar
Model Pembelajaran Konvensional
Hasil belajar lebih meningkat pembelajaran tercapai Pemantapan penggunanaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
Hasil Belajar Meningkat
Hasil Belajar Rendah
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw melalui media Benda Asli
Gambar 2.2 Skema Kerangka Pikir Berdasarkan skema dapat disimpulkan bahwa (1) pembelajaran IPA tentang Gaya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw berbantuan media benda asli pada siswa kelas 4 SDN Poncowarno tahun pelajaran 2012/2013 dapat meningkatkan hasil belajar, (2) dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw berbantuan media benda asli, tujuan pembelajaran tercapai. 2,3,1
Hipotesis Tindakan Dengan memperhatikan dan merujuk beberapa pendapat, dapat disusun hipotesis
tindakan sebagai berikut: (1) Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw berbantuan media benda asli diduga dapat meningkatkan keaktifan dalam mmengikuti pembelajaran IPA tentang gaya, (2),Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw berbantuan media asli diduga dapat meningkatkan hasil belajar IPA tentang gaya pada siswa kelas 4 SDN Poncowarno Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013
27